acara-ii
DESCRIPTION
TELMITRANSCRIPT
ACARA IV
PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida,
yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah
asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik
dan kimiawi minyak atau lemak. Disebut minyak apabila trigliserida tersebut
berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat
pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan
menjadi 2 yaitu:
a. Asam lemak jenuh
b. Asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak
bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan
larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti
n-Hexane, Benzene, Chloroform, dll. Pemilihan bahan pelarut yang paling
sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya.
Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan
pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang
dapat dipelajari secara lebih mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-
senyawa makronutrien yang lain. Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak
berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan sederhana maupun
yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain :
a. Molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks
dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
b. Molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium
menurut kebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang
kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan
dapat digolongkan dalam 3 kelompok tujuan ini :
a. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang
terdapat pada bahan pertanian dan olahanya.
b. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang
berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan
pemurnian lanjutan,misalnya :
penjernihan (refining)
penghilangan bau (deodorizing)
penghilangan warna (bleaching), dll
Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan
erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun
rasanya. Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas
(Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan,
dan kadar air.
c. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat
minyak tertentu. Biasanya penentuan sifat fisis dengan metode
penentuan berat jenis dan penentuan angka penyabunan
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara 4 Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia Lemak
dan Minyak adalah menentukan sifat fisik, sifat kimia beberapa jenis minyak
yaitu berat jenis dan angka penyabunan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Lemak dan minyak adalah senyawa ester non polar yang tidak larut
dalam air, yang dihasilkan oleh tanaman dan hewan. Lemak dan minyak
merupakan bahan baku yang banyak digunakan dalam pengolahan pangan.
Lemak dan minyak mempunyai fungsi penting yaitu sebgai sumber energi,
berkontribusi pada pembantukan tekstur, dan mutu produk pangan. Lemak dan
minyak merupakan bagian dari kelompok lipi, yaitu kelompok lipid sederhana
yang disusun oleh dua komponen utama yaitu asam lemak dan gliserin
(Kusnandar, 2010).
Gajih atau lard adalah lemak yang diperoleh dari jaringan lemak ternak
sapi, babi, atau kambing. Pada umumnya, lemak banyak terdapat pada rongga
perut dan lemak tersebut biasanya akan menghasilkan lemak gajih yang
bermutu tinggi. Karena sifatnya yang tidak seragam serta sifat-sifat lainnya
seperti tekstur, cita rasa, dan baunya. Kebaikan lemak gajih adalah
plastisitasnya yang baik serta daya shortening-nya yang tinggi. Untuk
meningkatkan kestabilan lemak gajih dilakukan beberapa cara, diantaranya
dengan memotong lemak tersebut menjadi bagian yang kecil dan kemudian
dipanaskan secara singkat sehingga hancur (Syah, 2012).
Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat
molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam
lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan
memmpunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan
berat molekul besar memmpunyai angka penyabunan kecil. Angka penyabunan
merupakan bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH
yang dibutuhkan untuk menyabunkan atau gram lemak atau minyak.
Penambahan alkohol yang ada dalam KOH berfungsi untuk melarutkan asam
lemak hasil hidrolisa agar supaya mempermudah reaksi dengan senyawa basa
sehingga terbentuk sabun (Sudarmadji, 2010).
Berat jenis adalah massa minyak per satuan volume pada suhu tertentu.
Berat jenis minyak sangat dipengaruhi oleh kejenuhan komponen asam
lemaknya, tetapi akan turun nilainya dengan semakin kecilnya berat molekul
komponen asam lemaknya. Angka penyabunan adalah jumlah milligram KOH
yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Tiga mol
KOH akan bereaksi dengan 1 mol trigliserida. Angka ini menjelaskan
banyaknya asam lemak yang terikat sebagi trigliserida maupun asam lemak
bebasnya dalam suatu minyak ( Wijayanti, 2008).
Pembuatan minyak kemiri dapat dilakukan dengan cara sederhana dan
mudah dilakukan oleh masyarakat. Perlakuan pemanasan pada biji kemiri dan
daging kemiri sebelum proses pemecahan dan pengepresan serta penggunaan
arang aktif dan bentonit pada tahap pemurnian minyak akan mempengaruhi
kualitas minyak kemiri. Kualitas minyak kemiri akan dipengaruhi oleh proses
pembuatannya yaitu pada tahap pemecahan biji kemiri, pembuatan minyak
kemiri dan pemurnian minyak kemiri. Perlakuan yang biasa diterapkan pada
tahap pemecahan biji kemiri adalah pemanasan biji kemiri sebelum dipecahkan
yaitu perebusan, penyangraian dan penjemuran ( Darmawan, 2011).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah :
a. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat
jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya,
demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat
menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung
bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya
senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
b. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan
bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.
c. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan
berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran
partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat
dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
d. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat
jenisnya. Hal ini dapat dilihat dari rumus :
V = k x d x t
Dari rumus tersebut, viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis (d).
Jadi semakin besar viksositas suatu zat maka semakin besar pula berat
jenisnya (Juniarti, 2009).
Kelapa basah diberi tekanan agar cairan minyak keluar bersama dengan
santan. Virgin coconut oil memiliki aplikasi dalam farmasi dan kosmetik.
Secara tradisional, minyak kelapa murni diproduksi dengan metode
fermentasi, di mana santan dikeluarkan dari kelapa yang baru dipanen
difermentasi untuk 24-36 jam, dan selama periode ini, fasa minyak akan
dipisahkan dari fase air. Selanjutnya, minyak basah yang dihasilkan sedikit
dipanaskan untuk waktu yang singkat untuk menghilangkan kadar air dan
akhirnya disaring. Kelemahan utama dari proses ini adalah perolehan minyak
rendah dan adanya aroma fermentasi (Krishna, 2011).
Sabun adalah garam natrium atau garam kalium dari asam stearat atau
asam lemak lainnya. Bahan ini disiapkan untuk proses saponifikasi, yang
mereaksikan minyak yang mengandung trigliserida dengan soda kaustik
(NaOH) untuk mendapatkan sabun. Namun minyak yang berbeda memiliki
komposisi yang berbeda dari asam lemak yang bertanggung jawab untuk sifat
yang berbeda dari sabun terbuat dari mereka. Asam lemak rantai panjang
yang ditemukan di lemak memiliki nilai saponifikasi rendah karena mereka
memiliki jumlah yang relatif lebih sedikit dari kelompok fungsional
karboksilat per unit massa lemak dan berat molekul karena itu tinggi
(Mishra, 2008).
Baru-baru ini, ada tren untuk memproduksi minyak kelapa yang tidak
harus melalui proses RBD. Daripada menggunakan proses kering, minyak
dapat diperoleh dengan pengolahan basah yang memerlukan ekstraksi krim
dari susu kelapa segar dan akibatnya memutuskan emulsi dari krim. Proses ini
lebih diinginkan karena tidak ada perlakuan panas bahan kimia atau tinggi
dikenakan pada minyak. Minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode
basah dikenal sebagai virgin coconut oil (VCO). Pengolahan basah adalah
istilah yang digunakan untuk ekstraksi minyak kelapa langsung dari santan.
Metode ini menghilangkan penggunaan pelarut yang dilaporkan dapat
menurunkan kebutuhan biaya investasi dan energi. Pengolahan basah hanya
dapat dilakukan dengan cara santan dengan memutuskan emulsi. Hal ini agak
sulit karena emulsi stabilitas tinggi dari santan. Destabilisasi dapat dilakukan
melalui tiga mekanisme. Tahap pertama adalah creaming oleh gaya gravitasi
yang dihasilkan dalam dua tahap, dengan berat jenis lebih tinggi terjadi pada
fase atas dan fase berat jenis lebih rendah bergerak ke bawah. Tahap kedua
adalah flokulasi atau pengelompokan di mana fasa minyak bergerak sebagai
kelompok yang tidak melibatkan pecahnya film antarmuka yang biasanya
mengelilingi setiap tetesan dan karena itu tidak mengubah globul asli. Tahap
terakhir, koalesensi adalah fase paling kritis dalam destabilisasi. Selama tahap
ini, daerah antarmuka pecah; butiran bergabung bersama dan mengurangi
area antar muka. Proses basah muncul lebih diinginkan karena
penggunaannya bebas dari pelarut kimia, sehingga lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan ekstraksi pelarut. Metode ini juga jauh lebih sederhana,
yang dapat dilakukan di rumah oleh siapa saja yang tertarik dalam
memproduksi minyak alami sendiri (Marina, 2009).
Minyak kedelai secara umum memiliki sifat-sifat kimia sebagai berikut:
berat jenis (250C) 0,916–0,922, indeks bias (250C) 1,471–1,475, Angka
penyabunan 189 – 195, angka asam lemak bebas 1,5%, angka asam 0,2–0,6
dan angka Iod 189-195 (Pranowo, 2004).
Besarnya nilai berat jenis kemiri tersebut telah memenuhi berat jenis
yang dipersyaratkan SNI yaitu 0,9240 – 0,9290. Berat jenis minyak kelapa
0,903 g/ml. enetapan berat jenis berfungsi untuk menginformasikan berat
suatu bahan, dalam hal ini minyak kemiri dan untuk perhitungan rendemen
(Darmawan, 2001).
C. METODOLOGI
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Piknometer
b. Pipet tetes
c. Timbangan Analitik
d. Gelas Erlenmeyer 200 ml
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Minyak Kacang Kedelai
b. Minyak Kelapa Basah
c. Minyak Kelapa Kering
d. Minyak Kemiri
e. Lemak Sapi
f. Lemak Ayam
g. Larutan KOH
h. Larutan standar HCL
i. Tetes Indikator phenolphthalein (pp)
3. Cara Kerja
a. Penentuan Berat Jenis
Ditimbang 2 piknometer kosong yang bersih dan kering
Diisi piknometer dengan minyak dan piknometer yang
lain dengan air yang telah diukur suhunya
Pengisian dilakukan sampai minyak dalam botol
piknometer meluap dan tidak ada gelembung udara,
Ditimbang piknometer beserta isinya
Diisi piknometer dengan minyak dan piknometer yang
lain dengan air yang telah diukur suhunya
Ditentukan berat jenisnya pada suhu pengukuran
b. Penentuan Angka Penyabunan
Ditimbang minyak sebanyak 5 g dalam erlenmeyer 200 ml
Ditambah 50 ml larutan KOH (yang dibuat dari 56 g KOH
dalam 1 lt alkohol)
Ditentukan Angka Penyabunan dengan rumus
Dititrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar
HCL 0,5 N
Didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indicator
phenolphthalein (pp)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Berat Jenis Lemak dan Minyak
Kel. Bahan Berat Minyak (g) Berat Air (g) Berat Jenis
1 Kacang Kedelai 9,0405 9,1337 0,987
2 Kelapa Kering 8,341 9,797 0,851
3 Lemak Sapi 8,932 9,014 0,991
4 Kelapa Basah 9,082 9,054 1,003
5 Lemak Ayam 8,89 9,13 0,971
6 Kemiri 9,0759 9,091 0,9975
Sumber: Laporan Sementara
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu
zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur
yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus (Nugraha, 2010).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat
adalah :
e. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat
jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya,
demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat
menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung
bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya
senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
f. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan
bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.
g. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan
berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran
partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat
dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
h. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat
jenisnya. Hal ini dapat dilihat dari rumus :
V = k x d x t
Dari rumus tersebut, viskositas berbanding lurus dengan bobot
jenis (d). Jadi semakin besar viksositas suatu zat maka semakin besar pula
berat jenisnya (Juniarti, 2009).
Pada tabel 2.1 berat jenis kacang kedelai, kelapa kering, lemak sapi,
kelapa basah, lemak ayam dan kemiri berturut-turut adalah 0,987 g/m3,
0,851 g/m3, 0,991g /m3, 1,003 g/m3, 0,971 g/m3 dan 0,9975 g/m3. Secara
teori, berat jenis kacang kedelai, kelapa kering, lemak sapi, kelapa basah,
lemak ayam dan kemiri berturut-turut adalah 0,916–0,922 g/m3, 0,903 g/m3,
0,89 g /m3, 0.917-0.919 g/m3, 0,876 g/m3 dan 0,924 –0,929 g/m3. Hasil
praktikum belum sesuai teori, dimana berat jenis kacang kedelai, lemak sapi,
kelapa basah, lemak ayam dan kemiri hasil praktikum mempunyai berat
jenis yang lebih besar daripada teori dan pada kelapa kering mempunya
berat jenis yang lebih kecil daripada teori.
Tabel 2.2 Angka Penyabunan Lemak dan Minyak
Kel. Bahan ml HCL (TB) ml HCL (g) Angka
Penyabunan
1 Kacang Kedelai 83,5 48,5 195,47
2 Kelapa Kering 8,35 37 260,447
3 Lemak Sapi 8,35 47 204,44
4 Kelapa Basah 8,35 36 206,05
5 Lemak Ayam 8,35 48,5 196,04
6 Kemiri 8,35 49 193,23
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Sudarmadji et.al ( 2010), angka penyabunan dapat dipergunakan
untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.. Angka
penyabunan merupakan bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya
(mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan atau gram lemak atau
minyak. Penambahan alkohol yang ada dalam KOH berfungsi untuk
melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar supaya mempermudah reaksi
dengan senyawa basa sehingga terbentuk sabun.
Pada tabel 2.2 angka penyabunan kacang kedelai, kelapa kering, lemak
sapi, kelapa basah, lemak ayam dan kemiri berturut-turut adalah 195,47;
260,447; 204,44; 206,05; 196,04 dan 193,23. Secara teori, angka penyabunan
kacang kedelai, kelapa kering, lemak sapi, kelapa basah, lemak ayam dan
kemiri berturut-turut adalah 189 - 195; 187,99; 237.57; 255-265; 259.77 dan
179,94. Angka penyabunan hasil praktikum belum sesuai teori, dimana angka
penyabunan kacang kedelai dan kelapa kering memiliki angka penyabunan
yang lebih tinggi dari teori, sedangkan lemak sapi, kelapa basah, lemak ayam
dan kemiri memiliki angka penyabunan yang lebih kecil dari teori.
E. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum acara 2 ini adalah:
1. Berat jenis dari setiap bahan kacang kedelai, kelapa kering, lemak sapi,
kelapa basah, lemak ayam, kemiri adalah 0,987 g/m3; 0,851 g/m3; 0,991
g/m3; 1,003 g/m3; 0,971 g/m3; 0,9975 g/m3.
2. Angka penyabunan dari bahan kacang kedelai, kelapa kering, lemak sapi,
kelapa basah, lemak ayam, kemiri adalah 195,47; 260,447; 204,44;
206,05; 196,04; 193,23.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Saptadi. 2011. Pembuatan Minyak Kemiri dan Pemurniannya dengan
Arang Aktif dan Bentonit. Universitas Sumatera Utara.
Juniarti, Nana. 2009. Penetapan Bobot Jenis dan Rapat Jenis. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Krishna, Gopala. 2010. Coconut Oil: Chemistry, Production and Its Applications -
A Review. Indian Coconut Journal.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat.
Marina, A. 2009. Review Virgin Coconut Oil: Emerging Functional Food Oil.
Trends in Food Science & Technology 20 (2009) 481- 487.
Mishra, Debesh. 2008. Preparation of Soap Using Different Types of Oils and
Exploring its Properties. Department of Chemical Engineering National
Institute of Technology Rourkela.
Nugraha, Linus. 2010. Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis. Semarang:
Akademi Farmasi Theresiana.
Pranowo, Deni. 2014. Analisis Kandungan Asam Lemak pada Minyak Kedelai
dengan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa. Indonesian Journal of
Chemistry, 2004, 4 (1), 62 – 67
Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press.
Wijayanti, Febnita Eka. 2008. Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Sumber
Bahan Baku. Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Departemen Farmasi.
DOKUMENTASI
Gambar 2.1 Penentuan Berat Jenis
Gambar 2.2 Pendinginan Balik