abstrak -...

15
KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM Rodiallohuanhum JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………… Linda Waty Zen JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, …………………………. Andi Zulfikar JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, …………………………. ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk Mengetahui persen tutupan dan bentuk-bentuk pertumbuhan karang hidup dan Mengetahui hubungan parameter fisika-kimia perairan dan hubungannya terhadap persen tutupan terumbu karang di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Persen tutupan karang hidup ( life coral/LC) berdasarkan benthic life form (bentuk morfologi karang) dengan kategori berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 berturut-turut adalah untuk Stasiun I 32,17% (kategori sedang), Stasiun II 46,67% (kategori sedang), Stasiun III 58,63% (kategori bagus) dan secara keseluruhan 45,82% (kategori sedang). Kata Kunci : terumbu karang dan benthic life form

Upload: doanque

Post on 17-Sep-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU

BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, …………………………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilakukan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. Tujuan Penelitian ini adalah

untuk Mengetahui persen tutupan dan bentuk-bentuk pertumbuhan karang hidup dan Mengetahui

hubungan parameter fisika-kimia perairan dan hubungannya terhadap persen tutupan terumbu karang di

Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Persen tutupan karang hidup (life

coral/LC) berdasarkan benthic life form (bentuk morfologi karang) dengan kategori berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 berturut-turut adalah untuk Stasiun I

32,17% (kategori sedang), Stasiun II 46,67% (kategori sedang), Stasiun III 58,63% (kategori bagus) dan

secara keseluruhan 45,82% (kategori sedang).

Kata Kunci : terumbu karang dan benthic life form

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU

BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, …………………………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

ABSTRACT

The analysis was done in Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. The absolute a reason to find out

a percent of the cover and forms coral growth and to find out the correlation of physics-chemical

paramater of the water and correlation to the percent of cover coral in Desa Teluk Bakau Kabupaten

Bintan Provinsi Kepuluan Riau. The life coral are based on benthic life form with the category from

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 in consecutive are for the Stasiun I 32,17%

(medium category), Stasiun II 46,67% (medium category), Stasiun III 58,63% (good category) and

overall 45,82% (medium category).

Keys : coral and benthic life form

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU

BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, …………………………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………………………….

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara

kepulauan terbesar didunia, yang

mempunyai laut sekitar 3,1 km2 dengan

kawasan pesisir menempati garis pantai

sepanjang 81.000 km. Salah satu ekosistem

di daerah tropis dan sangat penting bagi

biota lainnya adalah terumbu karang

(Savitri, 2000). Luasan terumbu karang di

Indonesia sekitar 14% dari total penutupan

terumbu karang dunia, namun sekitar 60-

70% telah mengalami kerusakan yang sangat

serius dan hanya 5% saja yang masih dalam

kondisi baik (Tomscik et al, 1997).

Luas tutupan terumbu karang di

wilayah Coremap Kabupaten Bintan adalah

9,085.33 Ha (Sumber : Bappeda Bintan,

2007). Menurut hasil Studi Baseline

Ekologi LIPI (2006) terumbu karang di

sekitar Perairan Trikora, khususnya Teluk

Bakau, mempunyai potensi terumbu karang

yang baik dan membuat daerah perairan

tersebut menjadi wilayah wisata lokal

maupun internasional. Kondisi terumbu

karang dan ekosistem pesisir lainnya,

keberadaannya sangat berkaitan dengan

faktor alami dan aktivitas manusia.

Perubahan yang disebabkan secara alami

maupun akibat kegiatan manusia sangat

berbeda. Keterkaitan antara kegiatan

manusia dan ekosistem terumbu karang

merupakan hal yang penting. Hal tersebut

karena kondisi terumbu karang tidak

hanya dipengaruhi oleh kegiatan manusia

tetapi juga oleh mata pencaharian dan

kesejahteraan masyarakat yang tinggal di

sekitarnya.

Selanjutnya CRITIC Bintan (2007)

melaporkan bahwa masih ditemukan

penurunan persentase tutupan karang hidup

pada beberapa titik pemantauan pada

periode 2008 sampai tahun 2009, lokasi

yang mengalami penurunan persentase

tutupan karang hidup adalah desa Malang

Rapat dari 17,5% menjadi 16,25 %, Desa

Teluk Bakau dari 59,6% menjadi 52,8%.

Desa Teluk Bakau merupakan

daerah dengan mayoritas penduduknya

bekerja sebagai nelayan. Di Desa Teluk

Bakau juga terdapat beberapa lokasi

pariwisata. Kondisi tersebut membuat Desa

Teluk Bakau merupakan jalur lalu lintas

kapal nelayan, penangkapan ikan dan

kegiatan pariwisata, yang dapat

mempengaruhi kondisi alami terumbu

karang. Kondisi ini secara langsung maupun

tidak langsung akan mengakibatkan

terjadinya perubahan kondisi terumbu

karang juga fisika-kimia perairannya.

Berdasarkan hal tersebut perlu

dilakukan penelitian kondisi eksisting

terumbu karang di Desa Teluk Bakau.

Menurut COREMAP-LIPI (2006) Salah-satu

indikator terganggu atau tidaknya terumbu

karang adalah dengan mengetahui persen

tutupan areanya, menggunakan kategori

benthic life form (bentuk kehidupan bentik)

dengan metode LIT (Line Intersept

Transect). Dari data persen tutupan ini bisa

diduga kondisi kesehatan karang yang ada di

Perairan Desa Teluk Bakau.

B. Rumusan Masalah

Terumbu karang merupakan

ekosistem lengkap dengan struktur tropik

yang tersebar luas diperairan dangkal

didasar laut tropis.Kondisi terumbu karang

sangat memprihatinkan terkait gangguan

akibat aktivitas manusia (antropogenik)

maupun kondisi alami.

Desa Teluk Bakau merupakan

salah-satu desa di Kabupaten Bintan yang

mempunyai potensi terumbu karang yang

baik. Di desa ini banyak terdapat aktivitas

penduduk maupun pariwisata. Kondisi ini

akan secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi kondisi terumbu

karang di desa tersebut.

Salah–satu indikator kesehatan

karang adalah dengan mengetahui persen

tutupan areanya, menggunakan kategori

benthic life form (bentuk kehidupan bentik)

dengan metode LIT (Line Intersept

Transect). Identifikasi paling mudah untuk

spesies karang adalah melalui bentuk

kehidupan bentiknya (benthic life form).

Melalui persen tutupan karang bisa

dikategorikan terumbu karang disuatu

daerah apakah dalam kondisi baik atau telah

mengalami gangguan.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui persen tutupan dan

bentuk-bentuk pertumbuhan karang hidup di

perairan di Desa Teluk Bakau Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Mengetahui hubungan parameter

fisika-kimia perairan dan hubungannya

terhadap persen tutupan terumbu karang di

Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau.

D. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai

persen tutupan terumbu karang hidup di

Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau, serta kaitan

dengan kondisi fisika kimia.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Laut

Laut adalah bagian bumi yang

tertutup oleh air asin. Seperti halnya daratan,

laut juga dihuni oleh biota seperti tumbuh

tumbuhan, hewan dan mikroorganisme

hidup. biota laut menghuni hamper semua

bagian laut. Mulai dari pantai,permukaan

laut sampai dasar laut sekalipun.

Keberadaan biota laut ini sangat menarik

perhatian manusia, bukan saja kehidupannya

yang sangat rahasia, tetapi juga karena

manfaatnya yang sangat besar lagi

kehidupan manusia (Romimohtarto &

juwana, 2001).

B. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang (Coral reef)

merupakan masyarakat organisme yang

hidup didasar perairan dan berupa bentukan

batuan kapur ( CaCO3 ) yang cukup kuat

menahan gaya gelombang laut. Sedangkan

organisme-organisme yang dominan hidup

disini adalah binatang binatang kerang yang

mempunyai kerangka kapur, dan algae yang

diantaranya juga banyak mengandung kapur,

berkaitan dengan hal diatas, terumbu karang

dibedakan antara binatang karang atau

karang individu organisme atau komponen

dari masyarakat dan terumbu karang (Coral

reef) sebagai suatu oerganisme ( Suharsono,

1996).

C. Anatomi Terumbu Karang

Anatomi terumbu karang ( seperti

terlihat pada gambar 1 ) memiliki bagian-

bagian tubuh sebagai berukut :

a. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang

berfungsi untuk menangkap mangsa dari

perairan sebagai alat pertahanan diri.

b. Rongga tubuh (coelenterons) yang juga

merupakan saluran pencernaan

(gastovascular).

c. Dua lapisan tubuh yang ektodermis dan

endodermis yang lebih umum disebut

gastrodermis karena berbatasan dengan

saluran pencernaan.

Gambar 1. Anatomi Terumbu Karang

Sumber: Birkelan (1997)

D. Tipe Formasi Terumbu Karang

Nybakken (1988)

mengelompokkan formasi terumbu karang

(seperti terlihat pada gambar 2) menjadi tiga

katagori sebagai berikut :

a. Terumbu karang tepi ( freenging reef )

b. Terumbu karang penghalang (Barrier

reef),

c. Atol

E. Bentuk Pertumbuhan Terumbu

Karang (Benthic Life Form)

Suatu jenis terumbu karang dari

genus yang sama dapat mempunyai bentuk

pertumbuhan yang berbeda-beda. Menurut et

al, (1994) bentuk pertumbuhan karang keras

terbagi atas karang Acropora dan karang

non-Acropora. Carang non-Akropora adalah

karang yang tidak memiliki axial coralit

terdiri atas :

a. Coral Branching (CB),

b. Coral massive (CM),

c. Coral encrusting (CE),

d. Coral submassive (CS),

e. Coral foliose (CS),

f. Coral Mushroom (CMR),

g. Cioral miliepora (CME),

h. Coral helliopora (CHL),

Untuk karang jenis Acropora

adalah karang yang memiliki axial dan

radial coralit. English at al (1994)

menggolongkannya sebagai berikut:

a. Acropora branching (ACB),

b. Acropora encrusting (ACE),

c. Acropora tabulate (ACT),

d. Acropora submassive (ACS),

e. Acropora digitate (ACD),

F. Peranan Terumbu karang

Terumbu karang memiliki berbagai

peran penting, baik secara ekologi maupun

ekonomi. Di Indonesia terumbu karang

memiliki potensi yang sangat besar, yaitu

sebagai berikut:

Pelindung ekosistem pantai:

terumbu karang akan menahan dan

mencegah energy gelombang sehingga

mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan

sekitarnya.

Rumah bagi banyak makhluk hidup

dilaut: Sumber obat-obatan: pada terumbu

karang banyak terdapat bahan-bahan kimia

yang diperkirakan bias menjadi obat

manusia. Objek wisata: terumbu karang

yang bagus akan menarik minat wisatawan

sehingga menyediakan alternative

pendapatan bagi masyarakat sekitar.

G. Faktor Pembatas Yang

Mempengaruhi Keberadaan

Terumbu Karang

Kelestarian terumbu karang akan

tetap terpelihara apabila kondisi lingkungan

tetap mendukung keberadaannya terjaga dari

berbagai ancaman. Terumbu karang sangat

peka terhadap kondisi lingkungan di

perairan, diantaranya ialah:

1. Kedalaman

Bekaitan dengan pengaruh cahaya

terhadap pertumbuhan karang maka faktor

kedalaman juga sangat membatasi

keberadaan terumbu karang. Kebanyakan

terumbukarang hidup 25 m. Hewan karang

tidak dapat berkembang di perairan yang

lebih dalam 50-70 m. Semakin dalam suatu

lautan maka semakin berkurang cahaya yang

masuk kedalam lautan tersebut, sehingga

mempengaruhi laju fotosintesis. Sehingga

terumbu karang hidup dengan baik pada

kedalaman kurang dari 20 meter (Nybakken,

1988).

2. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan

sebagai berat garam dalam gram per

kilogram air laut (Romimohtarto dan

Juwana, 2001). Pengaruh salinitas terhadap

binatang karang sangat bervariasi tergantung

pada kondisi perairan laut setempat atau

pengaruh alam seperti badai, hujan dll

(Supriharyono, 2000-b).

Daya tahan setiap jenis hewan

karang tidaklah sama. Bahkan pada salinitas

dibawah maksimum dan minimum

terkadang hewan karang masih dapat hidup.

hewan karang hidup paling baik pada

salinitas air laut yang normal yaitu, 32 – 36

00/00 (Nyibakken, 1988).

3. Suhu

Karang pembentuk sangat peka

terhadap suhu bahkan terbatas

keberadaannya diperairan hangat karena

mereka tumbuh pada temperature antara 18

– 27 °C (Romi mohtarto dan Juawana,

2001). Suhu yang baik bagi terumbu karang

berkisar 18°C, dimana masih terdapat sinar

matahari, namun pada suhu antar 18°C-29°C

terumbu karang masih dapat bertahan (

Supriharyono, 2000-b). Terumbu karang

pada umumnya ditemukan pada perairan

dengan suhu 18 - 36°C, dengan suhu

optimum 26-28°C (Birkeland, 1997), tetapi

menurut Nybakken (1988) terumbu karang

masih dapat mentolelir suhu sampai 36-

40°C

4. Kecepatan Arus

Arus merupakan pengaruh positif

maupun negatif terhadap kehidupan biota

Perairan (Romimohtarto).

Metode pengambilan data arus

dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung

(in situ) dan tidak langsung (ex situ).

Adapun pengambilan data arus secara

langsung terdiri dari metode pengukuran

pada titik tetap (Euler) dan metode

Langrangiang, yaitu dengan benda hanyut

(drifter), kemudian mengikuti gerakan aliran

massa air laut. Selain itu, pengukuran arus

secara insitu dapat dilakukan dengan system

mooring, yaitu menempatkan current meter

pada kedalaman tertentu dengan dilengkapi

acoustic release yang berfungsi untuk

melepas rangkaian mooring dan akan

mencatat data arus yang akan disimpan ke

dalam komputer dalam bentuk data numerik.

METODELOGI

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan April 2013 dikawasan Desa Teluk

Bakau Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau.

B. Alat dan Bahan

Adapun penggunaan alat dan bahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat dan Bahan

NO ALAT DAN BAHAN KEGUNAAN

1 Roll Meter

(polyethylene).

Membuat transek LIT

2 Global Possition System

(GPS)

Menentukan posisi stasiun

(lintang dan bujur)

3 Scuba Diving Equipment Melakukan penyelaman

4 Snorkel Snorkelling dalam

menentukan lokasi stasiun

5 Sabak, underwater paper

dan pensil

Mencatat hasil pengamatan

6 Perahu bermesin atau

pompong

Transportasi menuju stasiun

7 BBM Menghidupkan mesin

pompong

8 Handrefractometer Mengukur salinitas

9 Thermometer Mengukur suhu

10 pH indikator Mengukur pH

11 DO meter Mengukur DO

C. Prosedur Penelitian

1. Stasiun Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan 3

(tiga) stasiun pengambilan data yang

memiliki deskripsi secara umum sebagai

berikut :

Stasiun I

Daerah ini terletak pada koordinat

1°04’24.56”LU , 104°38’35.60”BT, dimana

daerah ini adalah pemukiman penduduk.

Stasiun II

Daerah ini terletak pada koordinat

1°04’43.29 LU, 104°38’25.86 BT, dimana

daerah ini tidak berpenduduk maupun hotel

Stasiun III

Daerah ini terletak pada koordinat

1°04’31.79 LU, 104°38’32.56 BT, dimana

daerah ini merupakan daerah kawasan

Wisata atau Hotel.

.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

2. Tekhnik Pengambilan Data

Tekhnik pengambilan data yang

digunakan untuk estimasi persen tutupan

karang pada penelitian ini metode adalah

LIT (Line Intersept Transect) menggunakan

metode COREMAP-LIPI (2006). Komunitas

dicirikan dengan menggunakan kategori

"Lifeform" yang memberikan gambaran

deskriptif morfologi komunitas karang.

Posisi geografi masing-masing titik

ditentukan dengan GPS.

3. Pembuatan Garis Transek dan

Pengambilan Data

Pengamatan karang yang dicatat

pada penelitian ini hanya sampai pada

bentuk pertumbuhannya (Benthic Life

Form). Data yang dicatat dibawah garis

transek menggunakan kode dan nama versi

COREMAP, disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Nama dan Kode Benthic Life Form

Nama Benthic

Life Form

Kode dan Nama Benthic Life Form

(Versi COREMAP, 2006)

Algae Assemblage FS Fleshy seaweed

Acropora

branching

AC Acropora live coral cover

Acropora digitate AC

Acropora

encrusting

AC

Acropora

submassive

AC

Acropora tabulate AC

Corallinealgae OT Others

Coral branching NA Non Acropora live coral cover

Coral encrusting NA

Coral foliose NA

Coral Heliopora NA

Coral massive NA

Coral Millepora NA

Coral mushroom NA

Coral submassive NA

Dead coral DC Recently dead coral (putih)

Dead coral with

algae

DCA Dead coral algae

Halimeda OT

Macro algae FS

Others OT

Rubble R Rubble

Rock RK Rock

Sand S Sand

Soft coral SC Soft coral

Silt SI Silt

Sponge SP Sponge

Pita berskala (roll meter) digunakan

untuk membuat garis transek dengan ukuran

panjang transek 10 meter dengan 3 kali

ulangan yang diletakkan pada kedalaman 5

meter dan sejajar garis pantai. Untuk

praktisnya roll meter ditarik sepanjang 70

meter, kemudian transek pertama ditentukan

dari titik 0 (nol) sampai titik 10 m.

Kemudian diberi interval/jarak 20 meter,

transek kedua dimulai dari titik 30 m, dan

seterusnya transek ketiga dari titik 60

(Gambar4). Untuk keragaman, posisi

daratan/pulau berada di sebelah garis

transek. Semua bentuk pertumbuhan dan

jenis karang (species) serta biota lainnya

yang berada dibawah garis transek dicatat

dengan ketelitian mendekati centimeter.

Hasil pencatatan kemudian dipindahkan ke

dalam format tabel .

D. Analisis Data

1. Pencatatan Data

Contoh data LIT dan Kode Stasiun

disajikan pada Tabel 3

Tabel 3. Contoh Lembar Pencatatan Data

Keterangan TBL01 Tr I = Teluk Bakau LIT

1 Transek 1

2. Penyimpanan Data

Data disimpan ke dalam Ms. Excel

Keterangan:

- Kolom SAMP_SubID merupakan ID untuk replikasi

dimana A= replikasi 1 (Tr.1) ; B=replikasi 2

(Tr.2); C=replikasi 3 (Tr.3).

- Kolom LENGTH merupakan panjang untuk

masing-masing kategori BENTHOS, sehingga

untuk LENGTH pada data awal transek nilainya

merupakan pengurangan antara nilai

TRANSITION dengan awal transek (missal

0,3000 atau 6000 cm). Contoh bias dilihat K pada

kolom baris F2;F23;F54;F112.

3. Penghitungan

Kategori benthos yang dihitung

adalah LC (AC dan NA), DC, DCA, SC,

SP, FS, OT, R, S, SI, RK. Rumus yang

dipakai untuk setiap SAMP_subID adalah

sebagai berikut :

% tutupan dari suatu kategori benthos =

x 100%

atau

% tutupan dari suatu kategori benthos =

Total “%COVER” kategori benthos tsb

dalam transek

Transek dipasang secara paralel terhadap

garis pantai

Tabel 4. Penghitungan % Tutupan

Keseluruhan

Catatan : LC = AC+NA

Menghitung persentase tutupan

masing-masing kategori benthos sebagai

berikut :

BENTHOS TBL01

A

TB01B TBL01

C

TBL02

A

LC

AC

NA

DC

DCA

SC

SP

OT

FS

R

S

SI

RK

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 …

Berdasarkan nilai rerata dari setiap

replikasi di tiap stasiun transek LIT

Misal : persentase tutupan untuk

TBL01 merupakan rerata dari transek

TBL01A, TBL01B dan TBL01C (cara yang

sama juga dilakukan untuk kategori benthos

yang lainnya).

Berdasarkan nilai rerata dari

keseluruhan stasiun transek permanen

Contoh untuk LC :

BENTHOS TBL01 TBL02 TBL03

LC

Maka :

% tutupan LC Teluk Bakau = (

%LC TBL01 + %LC TBL02 + … + %LC

TBL06) / 3 (cara yang sama juga dilakukan

untuk kategori benthos yang lainnya.

Menghitung SD, SE atau 95%CI

masing-masing kategori benthos untuk

setiap lokasi :

dihitung berdasarkan nilai %tutupan

suatu kategori benthos pada semua stasiun

transek permanen LIT yang ingin dihitung.

SD =

1

n

n

1Stii

XX

dimana i = St 1, St 2,… n

SE = n

SD

95% CI = X + SE).96.1(

nilai 1.96 dipakai bila n besar.

Bila n kecil, gunakan tabel

distribusi t (/2)=0.025 dengan derajat bebas

(n-1).

4. Prosedur Pengambilan Sampel

Air

Pengukuran kecerahan perairan

diukur dengan menggunakan secchi disc

yang diturunkan kedalam badan air secara

perlahan sampai tidak kelihatan. Waktu

pengukuran kecerahan ini dilakukan pagi

dan sore. Ubtuk menghitung kecerahan

dapat di hitung dengan rumus :

(Jarak sama-samar + Jarak Tampak)

2

Keterangan : Jarak tampak adalah jarak permukaan

perairan ditambah dengan jarak mata peneliti

kepermukaan perairan sampai lempeng secchi disc

terlihat, sedangkan jarak samar - samar adalah jarak

antara permukaan perairan sampai lempeng secchi disc

tidak terlihat.

Suhu diukur dengan menggunakan

thermometer. Kecepatan arus diukur dengan

menggunakan pelampung yang diikat tali

depanjang 2 meter dan stopwatch. Nilai

kecepatan arus diperoleh dengan rumus :

V = S/t

Keterangan :

V : Kecepatan arus (m/det)

S : Jarak tali menegang (m)

T : Waktu tali sampai menegang (det)

Pengukur salinitas dengan

menggunakan refraktometer. Pengukuran

salinitas dilakukan tiga kali pengulangan di

setiap stasiun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi

Penelitian

1. Letak Geografis

1.1. Letak Lintang dan Batas

Wilayah

Desa Teluk Bakau merupakan Desa

yang berada di Kecamatan Gunung Kijang

Kabupaten Bintan dengan luas wilayah

kurang lebih 112, 12 km. Dilihat dari segi

geografis Desa Teluk Bakau terletak pada

posisi 104°38’37”9 BT – 104°39’51,71” BT

dan 01°04’21,2” LU - 00°05’39,7” LU

(Kantor Desa Teluk Bakau, 2010).

1.2. Topografi dan Iklim

Secara topografi Desa Teluk Bakau

terdiri dari daratan termasuk pantai dan rawa

yang banyak tumbuhan hutan mangrove di

sekitar pantai Desa Teluk Bakau. Topografi

Desa Teluk Bakau berupa dataran rendah

dan berbukit-bukitkecil dengan ketinggian

mencapai 10 meter dari dasar laut dan

beriklim tropis yaitu mengalami dua

pergantian musim selama setahun (musim

kemarau dan musim hujan). Musim kemarau

terjadi sekitar bulan Februari sampai dengan

Agustus, sedangakan musim hujan terjadi

sekitar bulan September sampai dengan

Januari. Curah hujan rata-rata tiap tahun ±

1500 mm/tahun dan temperatur harian

berkisar antara 29°-31° C, dengan

perbandingan suhu siang dan malam kecil.

(Kantor Desa Teluk Bakau, 2013 ).

B. Persentase Tutupan Karang

1. Persen Tutupan Karang Stasiun I

Dari hasil pengamatan nilai rata-

rata persen tutupan LC (life coral) pada

Stasiun I sebesar 32,17% (dengan kategori

persen tutupan sedang). Persen tutupan DCA

(dead coral algae) 65,10% merupakan

persen tutupan tertinggi pada Stasiun I. Pada

stasiun ini rataan terumbu karang landai

dikedalaman 4-5 meter dan pada Stasiun I

ini ditemukan Acropora/AC dan karang mati

yang sudah ditumbuhi lumut dan algae (

Dead Coral Witht Algea/DCA). Tingginya

tingkat kematian pada Stasiun I diduga

disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan

yang menggunakan bubu. Dimana

penangkapan ini dengan cara membongkar

karang dan meletakkannya disekeliling bubu

ikan. Kondisi Stasiun I dekat dengan

pemukiman penduduk, ada pelabuhan sandar

kapal ikan dengan aktivitas yang cukup

ramai. Tingginya aktivitas ini merupakan

salah-satu faktor, selain penangkapan

menggunakan bubu, yang menyebabkan

tingginya persentase tutupan karang mati

(DCA) di Stasiun ini. Salah satu aktivitas

terbesar manusia adalah kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan

berbagai alat peanangkapan ikan salah

satunya adalah bubu terbukti sangat merusak

habitat terumbu karang (Pet-Soede et

al.2001)

2. Persen Tutupan Karang Stasiun II

Dari hasil pengamatan nilai rata-

rata persen tutupan LC (life coral) pada

Stasiun II sebesar 46% (dengan kategori

persen tutupan sedang). Persen tutupan DCA

(dead coral algae) 49% merupakan persen

tutupan tertinggi pada Stasiun II. Sama

halnya dengan keaadaan stasiun I tingkat

karang mati (DCA) mendominasi lebih besar

di bandingkan LC (life coral ) karena

Stasiun II merupakan daerah penangkapan

yang sangat ideal untuk menggunakan bubu

tangkap ikan. Walaupun daerah ini

merupakan daerah yang tidak berpenduduk

dilokasi ini sangat banyak ikan karang yang

terlihat pada saat penulis melakukan

penelitian, penangkapan ikan karang sangat

efektif menggunakan bubu ikan. Oleh

karena itu pada stasiun II tingginya tingkat

kematian karang (DCA) disebabkan oleh

ulah tangan manusia itu sendiri.

3. Persen Tutupan Karang Stasiun III

Dari hasil pengamatan nilai rata-

rata persen tutupan LC (life coral) pada

Stasiun III sebesar 58% (dengan kategori

persen tutupan bagus). Persen tutupan DCA

(dead coral algae) 35%. Tingginya persen

tutupan LC (life coral) dikarenakan lokasi

ini merupakan tempat wisata sehingga

karang disekitar sangat dijaga oleh pemilik

wisata kawasan ini. Selain itu kawasan pada

Stasiun III juga merupakan kawasan area

yang biasa digunakan untuk wisatawan

melakukan snorkeling dan diving.

4. Persen Tutupan Karang Secara

Keseluruhan Analisis persen tutupan karang

secara keseluruhan

Gambar 3. Analisis tutupan karang secara

keseluruhan

Dari hasil pengamatan secara

keseluruhan dari ketiga stasiun didapat Na

(Non acropora): 27,96%, AC (Acropora):

17,87% dan total keselurahan persen tutupan

karang hidup adalah 45,82% tergolong

sedang

D. Kualitas Air

Rata-rata kualitas air pada tiga

Stasiun dapat dilihat pada tabel 20 dibawah

ini:

Tabel 5. Rata-rata Parameter Kualitas Air

NA 27.96%

AC 17.87%

DCA 49.53%

PASIR 1.36%

SC 0.14%

BULU BABI 3.01%

FS 0.13%

100.00%

SECARA KESELURUHAN

1. Suhu

Nilai yang dilihat pada tabel

menunjukkan bahwa memiliki kisaran

terendah yaitu 27oC hal ini disebabkan

daerah ini dikelilingi oleh daratan dengan

berbagai vegetasi yang mampu menyerap

cahaya mata hari langsung. Tidak jauh

berbeda pada stasiun II kisaran rata-rata

27.2oC tidak jauh beda dengan stasiun I,

lokasi ini juga dikelilingi daratan yang hidup

berbagai vegetasi. Dan stasiun III

merupakan stasiun tertinggi dengan rata-rata

28oC karena daerah ini merupakan daerah

yang tidak dikelilingi daratan tidak adanya

Vegetasi tumbuhan daratan yang

mengelilingi stasiun ini membuat

penyerapan cahaya matahari langsung

kedalam badan air. Namun demikian kisaran

suhu di perairan Desa Tuluk Baku

Kabupaten Bintan dalam kisaran normal.

Terumbu karang pada umumnya ditemukan

pada perairan dengan suhu 18 - 36°C,

dengan suhu optimum 26-28°C (Birkeland,

1997).

2. Salinitas

Nilai salinitas pada tabel

menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki

kisaran salinitas 34o/oo yang memiliki

salinitas terendah dibandingkan stasiun II

kisaran rata-rata 34.8o/oo dan stasiun III

kisaran rata-rata 35.8o/oo stasiun I meupakan

daerah yang berpenduduk diamana air

limbah penduduk sekitar langsung dibuang

kedalam air. Stasiun II tidak jauh berbeda

karena daerah ini muleupakan daerah teluk

yang dikelilingi daratan yang bebagai

vegetasi di sekitarnya. Di stasiun III

memiliki salinitas tertinggi. Dimana daerah

ini berhadapan langsung dengan lautan

bebas.

Kadar salinitas air laut dipengaruhi

oleh jumlah zat-zat terlarut di dalamnya.

Zat-zat yang terlarut dalam air laut meliputi

garam-garam anorganik, senyawa-senyawa

organik dan gas-gas

terlarut (Nybakken,1992). Salinitas daerah

tropis rata-rata berkisar 35o/oo dan terumbu

karang hidup subur dengan kisaran salinitas

34-36 o/oo. Pengaruh salinitas terhadap

binatang karang sangat bervariasi tergantung

pada kondisi perairan laut setempat atau

pengaruh alam seperti badai, hujan dll

3. Kecepatan Arus

Kecepatan arus tidak jauh berbeda

dengan stasiun lainya. Bisa dilihat pada tabel

stasiun I rata-rata 0.4 m/dtk stasiun II rata-

rata 0.48 m/dtk dan stasiun III rata-rata 0.5

m/dtk. Stasiun I memiliki kecepatan arus

yang terendah dibandingkan dengan dua

stasiun lainnya. Hal ini disebabkan

lingkungan ini di tutupi oleh daratan dan

rumah penduduk sehingga membuat angin

terhambat oleh kondisi lingkungan sekitar

dan tidak secara langsung ke perairan karena

arah angin ditutupi oleh daratan dan rumah

pendidik disekitar lokasi. Stasiun II

memiliki karakteristik lingkungan yang

hampir sama dengan stasiun I hanya saja

dilingkungan stasiun ini daerah tidak

berpenduduk. Dan stasiun III memiliki

kecepatan arus tertinggi dibandingkan

dengan stasiun lainnya, hal ini disebabkan

perairan ini adalah perairan terbuka.

Sehingga membuat angin yang bertiup bias

langsung keperairan daerah ini. Pergerakan

arus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain: arah angin, perbedaan tekanan air,

perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan

arus Ekman, topografi dasar laut, arus

permukaan, upwelling dan downwelling

(Wyrtki 1961).

4. Kedalaman

Hasil pengkuran kedalaman

perairan pada tabel, didapat bahwa pada

stasiun I rata-rata kedalaman 4.46 meter

dimana pada stasiun ini memiliki perairan

yang agak curam dan terjal, stasiun dengan

rata-rata di kedalaman II 4.15 meter tidak

jauh dengan kondisi perairan pada stasiun I,

pada stasiun II juga memliki perairan yang

agak curam dan terjal dan stasiun III dengan

rata-rata 4.8 meter. Dimana daerah ini

memiliki pinggiran perairan yang sangat

terjal dan curam.

E. Hubungan Kualitas Air dan

Persen Tutupan Karang Hidup

(Lc)

Dari empat parameter kualitas air,

hanya kedalaman dan salinitas yang

memenuhi asumsi uji regresi linear

berganda. Hasil analisis regresi linear

berganda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Regresi Linear Berganda

Dari tabel diatas diketahui nilai

Dari tabel diatas diketahui analisis

keragaman (anova) nilai probabilitasnya

0,05 yang berarti model regresi ini bisa

digunakan untuk memprediksi tutupan

karang. Persamaan regresi linear

bergandanya adalah :

Lc = 16.75Kedalaman + 15.32

Salinitas -570.07

yang berarti bahwa bila tidak ada

faktor kedalaman dan salinitas maka persen

tutupan karang hidup (Lc) akan turun

sebesar 570.07 satuan. Faktor kedalaman

dan suhu berpengaruh positif terhadap

persen tutupan karang hidup (Lc). Faktor

kedalaman akan meningkatkan persen

tutupan karang sebesar 16,75 satuan,

sedangkan faktor salinitas akan

meningkatkan persen tutupan karang hidup

sebesar 15.32 satuan. Koefisien determinasi

(R2) sebesar 0,58 (faktor kedalaman dan

salinitas menjelaskan sebesar 58% variasi

dari persen tutupan karang hidup).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah

diuraikan maka dapat di simpulkan sebagai

berikut :

1. Persen tutupan karang hidup (life

coral/LC) berdasarkan benthic life form

(bentuk morfologi karang) dengan

kategori berdasarkan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4

Tahun 2001 berturut-turut adalah untuk

Stasiun I 32,17% (kategori sedang),

Stasiun II 46,67% (kategori sedang),

Stasiun III 58,63% (kategori bagus) dan

secara keseluruhan 45,82% (kategori

sedang).

2. Hubungan antara parameter kualitas

perairan dan persen tutupan dengan

analisis regresi linear sederhana

didapatkan persamaan :

Lc = 16.75Kedalaman + 15.32

Salinitas -570.07

yang berarti bahwa bila tidak ada

faktor kedalaman dan salinitas maka persen

tutupan karang hidup (life coral/LC) akan

turun sebesar 570.07 satuan. Faktor

kedalaman dan suhu berpengaruh positif

terhadap persen tutupan karang hidup (Lc).

Faktor kedalaman akan meningkatkan

persen tutupan karang sebesar 16,75 satuan,

sedangkan faktor salinitas akan

meningkatkan persen tutupan karang hidup

sebesar 15.32 satuan.

B. Saran

Penelitan ini merupakan penelitian

yang menggunakan metode LIT (Line

Intersept Transect), disarankan perlu adanya

monitoring yang berkelanjutan serta

membuatkan larangan berupa perda tentang

kelestarian terumbu karang di Desa Teluk

Bakau Kabupaten Bintan.

DAFTAR PUSTAKA

Savitri, L A 2000. Berkalaborasi Dalam

Pengelolaan Pasir. Bogor. Warta

Konservasi Lahan Basah. Hlm : 6-

8,127

Kimbal. J. W. 1999. Biologi. Jilid 3. Edisi V.

Jakarta Erlangga. Hlm: 898-889

Suharsono. 1996. Wisata Bahari Pulau

Belitung. P30 LIPI. Jakarta hlm :

49-55.

Tomsicik, T, A J. Mah. A, Nontji, M.K.

Moosa 1997. The Wcology Of The

Indonesian Seas. Part I. Singapore.

Periplus Edition: hlm: 233-255.

Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut: Suatu

Pendekatan Ekologis. Terj. Dari

Merine Biology. An Ecological

Approach, oleh Ediman, M.,

Koesoebiono, D.G. Bengen, M.

Hutomo, & S. Sukardja. 1992.

Dari. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Hlm xv=459.

Supriharyono, M. S. 2000a Pengelolaan

Ekosistem Terumbu Karang.

Djambatan. Jakarta. Hlm: X, 20-29.

Supriharyono, M. S. 2000b. Pelestarian dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam di

Wilayah Pesisir. Penerbit PT.

Gramedia Utama Jakarta hlm: 71-

74.