abstrak - sinta.unud.ac.id fileabstrak karya ilmiah yang berjudul ... perjanjian antara pengiklan...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Karya ilmiah yang berjudul “Penyelesaian Wanprestasi Berkaitan Dengan
Pemasangan Iklan Pada Perusahaan Majalah Di Kota Denpasar” yang
dilatarbelakangi oleh permasalahan tentang Semakin maju perusahaan-perusahaan di
Kota Depasar membuat persaingan antara persuahan semakin tinggi,sehingga
persuhaan melakukan promosi. Sehingga timbul hubungan untuk melakukan
perjanjian antara pengiklan dan perusahaan iklan yang menimbulkan pertanyaan
bagaimana pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan antara pengiklan dengan
perusahaan majalah dan penyelesaian wanprestasi yang dilakukan perusahaan
majalah dengan pengiklan.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis empiris
yang artinya pendekatan dengan memadukan bahan-bahan hukum (data sekunder)
dengan data primer.
Pelaksanaan perjanjian yang dilakukan di kota Denpasar lebih banyak
menggunakan perjanjian tertulis karena lebih mendapatkan kepastian hukum daripada
lisan. Perusahaan yang melakukan wanprestasi di Kota Denpasar melakukan
penyelesaian dengan pola penyelesaian negoisasi sehingga perusahaan dengan
pengiklan mendapatkan ganti rugi.
Kata Kunci: Wanprestasi, Perjanjian, Iklan.
ABSTRACT
This thesis is titled with “ Completion of the Breach of Contract related to
Advertorial Installment on Magazine Company in Denpasar” based on companies
advance growth in Denpasar which creates level of rivalry between companies
higher, until it triggers the company to do promotions. Therefore this arises the
relation to do a contract between the advertiser and the advertisement company
which generates question about implementation of the contract for advertorial
installment between advertiser with magazine company and the completion of the
breach of contract conducts by magazine company with the advertiser.
Methods of this thesis is juridical-emprical, approaching by integrating legal
datas (secondary data) with primary data.
The implementation of the contract conducts in Denpasar tends to use written
contracts since it will gain legal certainty rather than unwritten. Company in
Denpasar which breached contract fulfills by the pattern of negotiation completion as
of company and advertiser will resolve in compensation.
Keywords: Breach of Contract, Contract, Advertisement
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ............................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................... iv
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Masalah ............................................................................ 6
1.4 Orisinalitas Penelitian ................................................................................ 6
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.5.1 Tujuan Umum .................................................................................. 8
1.5.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 8
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
1.6.1 Manfaat Teoritis ............................................................................... 8
1.6.2 Manfaat Praktis ................................................................................ 8
1.7 Landasan Teoritis ....................................................................................... 9
1.8 Metode Penelitian ...................................................................................... 25
1.8.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 25
1.8.2 Jenis Pendekatan ............................................................................... 25
1.8.3 Sifat Penelitian .................................................................................. 26
1.8.4 Sumber Data ...................................................................................... 26
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 27
1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data........................................................... 27
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, IKLAN,
WANPRESTASI
2.1 Perjanjian ................................................................................................... 29
2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum .......................................... 29
2.1.2 Syarat-syarat Sahnya Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian ............... 32
2.1.3 Bentuk-bentuk Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian ....................... 39
2.2 Iklan .......................................................................................................... 44
2.2.1 Pengertian Iklan dan Dasar Hukum .................................................. 44
2.2.2 Fungsi Iklan dan Tujuan Iklan ......................................................... 46
2.2.3 Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Penyiaran Iklan ......................... 48
2.3 Wanprestasi ............................................................................................... 49
2.3.1 Pengertian Wanprestasi dan Dasar Hukum ....................................... 49
2.3.2 Macam-Macam Wanprestasi............................................................. 51
2.3.3 Akibat Wanprestasi ........................................................................... 52
BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASANGAN IKLAN ANTARA
PENGIKLAN PADA PERUSAHAAN MAJALAH DI KOTA
DENPASAR
3.1 Bentuk Perjanjian Antara Pengiklan Dengan Perusahaan Majalah Di Kota
Denpasar ................................................................................................... 54
3.2 Hak dan Kewajiban Pengiklan Terhadap Perusahaan Majalah ................. 57
3.3 Hak dan Kewajiban Perusahaan Majalah Terhadap Pengiklan ................ 59
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN
PERUSAHAAN MAJALAH DENGAN PENGIKLAN DI KOTA
DENPASAR
4.1 Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Perusahaan Majalah
Terhadap Pengiklan ................................................................................... 62
4.2 Penyelesaian Wanprestasi Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Majalah..... 64
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 67
5.2 Saran ......................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFROMAN
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perikatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam
hubungan-hubungan berbentuk bisnis, baik untuk menimbulkan hubungan berupa hak
dan kewajiban maupun dalam penyelesaian hukum mengenai bisnis apabila
terjadinya suatu sengketa dikemudian hari. Ketentuan tentang perikatan pada
umumnya ini berlaku juga terhadap perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu,
seperti jual beli, sewa-menyewa, melakukan pekerjaan, pinjam–meminjam, dan lain-
lain. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana suatu pihak atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih. Sehingga dalam perjanjian mengakibatkan seseorang
mengikatkan dirinya terdapat orang lain, ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah
kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih
orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.1Menimbulkan sebuah
prestasi adalah apayang mejadi hak kreditor dan kewajiban debitor. Prestasi itu
sendiri diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu, dan tidakberbuat sesuatu”.Dari
1Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjia, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, h. 92.
perjanjian yang melahirkan prestasi membuatpara pihak yang saling terikat dalam
perjanjian harus mematuhi kesepakatan yang diperbuat oleh kedua belah pihak
tersebut dengan adanya etikad yang baik sesuai dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 3
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Mengenai definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah: (1) tidak jelas, karena
setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, (2) tidak tampak asas konsensualisme, dan
(3) bersifat dualisme.2 Bahwa dalam pasal tersebut masih dianggap kurang jelas,
maka perlu untuk memperjelas pengertian tersebut harus dicari melalui dua teori
yaitu teori lama dan teori baru. Menurut doktrin (teori lama), yang disebut perjanjian
adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
dari definisi atas, telah tampak adanya asas konsesnualisme dan timbulnya akibat
hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).3 Menurut teori baru untuk
memperjelas pengertian tentang perjanjian Van Dunne memberikan definisi: “Suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum”. Dari teori tersebut dapat di simpulkan terdapat tiga
tahap dalam membuat perjanjian, yaitu;
a. Tahap precontractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan.
2 Salim HS, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 160.
3Ibid
b. Tahap contractual yaitu adanya persesuaian kehendak antara para pihak.
c. Tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian.4
Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus
dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Sehingga dari
kedua teori yang telah diberikan mengenai definisinya perjanjian tersebut dapat
memberikan kejalasan atau kepastian hukum dari pengertian perjanjian.
Sebelum kedua belah pihak saling mengikat atau mencapai kesepakatan dalam
membuat suatu perjanjian yang menyangkut hak dan kewajiban antara pihak-pihak
yang bersangkutan, maka perlu untuk mengetauhi mengenai asas-asas umum dalam
melakukan perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
sehingga menjadikan asas-asas sebagai suatu pedoman dalam melakukan perjanjian
dan membuat para pihak mendapatkan keseimbangan mengenai hak dan kewajiban
para pihak dalam perjanjian yang disepakati bersama. Asas – asas umum dalam
melakukan perjanjian yaitu:
1. Asas Personalitas
2. Asas Konsensualitas
3. Asas Kebebasan Berkontrak
4. Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang (Pacta Sunt Servande).
4 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan
Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali,h. 77.
Dalam melakukan perjanjian perlu untuk memperhatikan asas-asas tersebut
sehingga dapat menjadi dasar pemahaman dalam berkontrak. Sebagaimana dalam
asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam angka 4 Pasal 1320 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang
membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat
kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan
sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.5
Melakukan atau menciptakan suatu perjanjian haruslah dengan itikad yang
baik agar hubungan para pihak terjaga dengan baik dalam berkontrak, namu apabila
salah satu pihak tidak melakukan kewajibanya dengan benar atau lalai dalam
melakukan sesuatu dalam perjanjian maka timbulah wanprestasi. Wanprestasi adalah
tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.6 Tidak terpenuhinya
prestasi yang telah di perbuat membuat salah satu pihak mengalami suatu kerugian,
maka perlu untuk para pihak menyelesaikan dan melakukan perstasinya dengan rasa
tanggung jawab dalam melakukan perjanjian.
Di Kota Denpasar perusahaan-perusahaan semakin maju, persaingan antara
persuahan semakin tinggi sehingga persuhaan melakukan perencanaan untuk dapat
dikenal dalam masyarakat, maka dirasa perlu untuk melakukan promosi. Promosi
5 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit,, h. 46.
6 Salim HS, op.cit, h. 180.
iklan dengan melalui media cetak yaitu berupa majalah lebih mudah dipromosikan
dan juga sangat mudah untuk mencapai konsumennya karena lebih fleksibel. Pelaku
usaha dalam mempromosikan usahanya yang baru memulai usahanya dapat
meminimkan pengeluaran untuk melakukan promosi usahanya. Mengiklan usaha juga
tidak terlalu mahal dan lebih terjangkau, sehingga banyak perusahan yang baru
merintis usahanya menggunakannya jasa pengiklanan melalui majalah. Dari
mempromosikan usaha tersebut maka timbulah hubungan untuk melakukan
perjanjian antara pengiklan dan perusahaan iklan.
Maka perlu untuk diteliti mengenai pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan
antara pengiklan dengan perusahaan majalah serta mengetahui cara penyelesaian
wanprestasi yang dilakukan perusahaan majalah dengan pengiklan, untuk itu perlu
dilakukan penelitian, yang hasilnya dijabarkan dalam suatu karya ilmiah yang
berjudul PENYELESAIAN WANPRESTASI BERKAITAN DENGAN
PEMASANGAN IKLAN PADA PERUSAHAAN MAJALAH DI KOTA
DENPASAR.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah-masalah
mengenai perjanjian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan antara pengiklan
dengan perusahaan majalah?
2. Bagaimanakah penyelesaian wanprestasi yang dilakukan perusahaan
majalah dengan pengiklan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah diperlukan materi-materi yang tepat untuk
diuraikan dikarenakan agar dapat mencegah terjadinya penyimpangan dari pokok-
pokok permasalahan. Ruang lingkup dalam penulisan ini masalahnya hanya dibatasi
pada pembahasan mengenai pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan antara
pengiklan dengan perusahaan majalah dan penyelesaian wanprestasi yang dilakukan
perusahaan majalah dengan pengiklan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Penyelesaian Wanprestasi
Berkaitan Dengan Pemasangan Iklan Pada Perusahaan Majalah Di Kota Denpasar
adalah hasil dari pemikiran dan tulisan yang ditulis sendiri dengan menggunakan 2
(dua) skripsi sebagai referensi dalam pembuatan penelitian. Beberapa penelitian yang
ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Akibat Hukum
Wanprestasi Dalam
Perjanjian Utang
Piutang Pada
Pengadilan Negeri
Denpasar
Gede Geya Aditya
Rachman , Fakultas
Hukum Universitas
Udayana, tahun 2014
1. Bagaimanakah
penetapan debitur
dalam keadaan
wanprestasi pada
perjanjian utang
piutang ?
2. Bagaimanakah
pelaksanaan
pembayaran ganti rugi
pada perjanjian utang
piutang ?
2 Penyelesaian
Wanprestasi Dalam
Perjanjian Pinjam
Meminjam Uang Di
PT. Pegadaian
Ida Bagus Indrawan,
Fakultas Hukum
Universitas Udayana,
Tahun 2014
1. Bagaimana cara
penyelesaian bila
terjadi wanprestasi
dalam pelaksanaan
perjanjian pinjam
meminjam uang di
PT. Pengadaian?
2. Bagaimana
penyelesaian
wanprestasi dimana
barang yang dijadikan
jaminan adalah barang
milik orang lain??
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi dan sudah menjadi syarat mutlak dalam menyelesaikan
pendidikan guna mencapai gelar Sarjana Hukum.
2. Sebagai pelaksanaan dari Tri Perguruan Tinggi.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan antara
pengiklan dengan perusahaan majalah yang terdapat di Kota Denpasar.
2. Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi yang dilakukan perusahaan
majalah dengan pengiklan.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang
permasalahan hukum yang penulis hadapi dan memberikan gambaran secara jelas
terhadap perjanjian iklan majalah mengenai pelaksanaan pemasangan iklan antara
pengiklan dengan perusahaan majalah, sehingga menjadi dasar pemikiran yang
teoritis. Dan dapat memberikan pencerahan bagi para pembaca dan penulis tentang
penyelesaian wanprestasi yang dilakukan perusahaan majalah dengan pengiklan.
1.6.2 Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan dalam penelitian ini untuk dapat mengetahui
terhadap cara pelaksanaan perjanjian persuahaan yang ingin memasangan iklan
terhadap perusahaan majalah dan mengetahui tindakan yang akan dilakukan apabila
terjadi kelalaian dalam perjanjian tersebut sehingga dapat memberikan informasi
tambahan mengenai perjanjian.
1.7 Landasan Teoritis
Berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang
menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian
ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini, sudah jelas bahwa
dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain.7
Namun dalam melengkapi penjelasan mengenai perjanjian perlu adanya teori
melalui doktrin (toeri lama) dan teori baru. Menurut doktrin (teori lama) perjanjian
adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
dari pengertian tersebut jelas terlihat adanya asas konsensualisme dan timbulnya
akibat hukum yang lahir atau berakhir mengenai hak dan kewajiban antara para pihak
yang melakukan kesepakatan. Unsur-unsur dalam perjanjian menurut teori lama,
yaitu:
a. Adanya perbuatan hukum ;
b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;
c. Persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan dinyatakan;
7 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2012, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456
BW, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 63.
d. Perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih;
e. Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling
bergantung satu sama lain;
f. Kehendak itu ditunjukan untuk menimbulkan akibat hukum;
g. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau
timbal balik;
h. Persesuaian kehendak itu harus dengan mengingat peraturan perundang-
undangan.
Sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang
diartikan dengan perjanjian adalah:
“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum.”
Mengenai teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, bahwa suatu perjanjian
tidak hanya dilihat perjanjiannya saja namun juga harus diperhatikan mengenai
perbuatan-perbuatan sebelum perjanjian itu dilakukan atau yang telah menahuluinya.
Adanya tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut toeri baru, yaitu:
a. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak;
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Setelah tahapan tersebut terpenuhi baru para pihak saling terikat dan memiliki
hubungan dalam suatu perajnjian, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang
harus di penuhi antara pihak satu dengan pihak lainnya.
Mengenai fungsinya, Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis dalam perjanjian adalah dapat
memberikan kepastian hukum bagi para pihak, dan Fungsi ekonomis alam perjanjian
adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih
rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.8
Melakukan suatu perjanjian dilakukan dengan para pihak sehingga menciptakan
suatu kesepakatan, pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian yaitu antara orang
dengan orang, Antara orang dengan badan usaha berbadan hukum, Antara orang
dengan badan usaha bukan badan hukum. Sehingga pihak tersebut tidak hanya orang
dengan orang namun juga dapat orang dengan suatu badan usaha berbadan hukum
atau yang tidak berbadan hukum.
Dalam ilmu hukum, membuat suatu perjanjian tidak diwajibkan untuk membuat
perjanjian dalam bentuk tertulis, namun juga dapat melalui secara lisan atau tidak
tertulis, terkecuali dalam perjanjain tesebut terdapat hal-hal tertentu yang telah diatur
dalam undang-undang. Hal tersebut didasarkan atas adanya asas “kebebasan” yang
seluas-luasnya untuk membuat perjanjian bagi para pihak yang dilaksanakan dengan
suatu itikad baik yang diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum
8 Salim HS, op.cit, h.168.
Perdata. Mengenai pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa orang leluasa untuk
membuat perjanjin apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.
Tidak saja orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar
ketertiban umum yang diatur dalam bagian Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
tetapi pada umumnya juga diperbolehkan menyampingkan peraturan-peraturan yang
termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu.9
Dengan asas kebebasan berkontrak, para pihak dapat menciptakan atau membuat
perjanjian yang diperbolehkan untuk menyusun kesepakatan yang telah
diperundingan sebelumnya oleh para pihak sehingga dari kesepakatan tersebut
melahirkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, selama dalam perjanjian tidak
melanggar atau terlarang. Setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian,
akan tetapi tidak semua perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,
maka haruslah dipenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk itu oleh undang-undang.
Sehingga terlihat bahwa suatu perjanjian tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenangnya saja karena dalam perjanjian dapat dibuat olah para pihak
dengan melalui syarat – syarat tertentu dalam melakukannya, yang diatur dalam
ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sahnya
suatu perjanjian. Syarat sahnya ada 4 (empat) yaitu:
a. Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak
9 Subekti, 2011, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, h. 127.
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak
antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan
akibat hukum. Orang-orang yang mengadakan perjanjian haruslah orang-
orang yang cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang.
c. Adanya objek perjanjian
Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi
adalah apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak
kreditor. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri
atas: (1) memberikan sesuatu, (2) berbuat sesuatu, dan (3) tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
d. Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak)
Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak jelaskan
pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab
adlaah terlarang apabila bertentnagan dengan Undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak
sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.
Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa setiap perjanjian itu sudah sah
(mengikat) jika syarat – syarat tersebut telah dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan
ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, namun apabila salah
satu tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian,
baik dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektifnya),
maupun dapat dibatalkannya perjanjian demi hukum (tidak terpenuhinya unsur
obyektif). Unsur dalam subyektif tersebut yaitu mengenai kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk melakukan suatu perikatan, sedangkan
dalam syarat obyeknya yaitu mengenai suatu persoalan tertentu atau objek yang
diperjanjikan dan suatu sebab yang tidak terlarang atau suatu causa yang halal
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian ini.
Perjanjian yang menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang
membuatnya, mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak-
pihak dapat terjadi karena peristiwa hukum yang berupa jual beli, sewa-menyewa,
tukar-menukar, dan utang piutang. Dalam memberikan keseimbangan dan
memelihara dalam hubungan para pihak mengenai hak-hak yang dimiliki sebelum
kesepakatan yang dilakukan oleh pihak yang akan terikat oleh Kitab Undang-undang
Hukum Perdata diberikan berbagai asas umum, yang menjadikan asas-asas tersbeut
sebagai suatu pedoman atau patokan, serta sebagai pengarah atau menjadi batasan
dalam membuat aturanya dan membentuk perjanjian yang pada akhirnya menjadi
periktan bagi para pihak yang terkait dalam kesepakatan perjanjian. Asas-asas hukum
perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu:
a. Asas personalitas (personality)
Diatur dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
yang berbunyi “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas
nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya
sendiri.” Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku
dan mengikat untuk dirinya sendiri.10
b. Asas konsensualitas (consensualism)
Dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
berbunyi: “Salah Satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua
belah pihak.” Bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.11
c. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak
(freedom of contract) adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
10
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h. 15.
11 Salim HS, op.cit, h. 157.
para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2)
mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya; (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu
tertulis atau lisan.12
d. Perjanjian beraku sebagai Undang-undang (Pacta Sunt Servanda)
Dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang.”
Berdasarkan ketentuan pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebaga Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan
itikad baik adalah ukuran obyektif untuk menilai pelaksanaaan perjanjian, apakah
pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
Apabila suatu perjanjian tersebut terjadi kelalaian salah satu pihak dan membuat
pihak lain merasa dirugikan disebut suatu perbuatan wanprestasi. Wanprestasi adalah
tidak memenuhi atau lali melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
12
Salim HS, op.cit, h. 158
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.13
Mengenai bentuk-bentuk
dalam wanprestasi dapat berupa tidak melaksanakan prestasi sama sekali,
melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat) melaksanakan tetapi tidak seperti
yang diperjanjikan, dan debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan. Sehingga suatu perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai melakukan
wanprestasi.
Seseorang debitor baru disebut melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
apabila debitor telah di berikan somasi oleh kreditor. Somasi adalah adalah teguran
dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi
prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya14
. Maka
debitur perlu diberikan teguran berupa peringatan tertulis, yang dalam isinya
menyatakan bahwa debitur wajib untuk memenuhi prestasi dalam waktu yang
ditentukan, bila prestasi tidak dilaksanakan, maka sudah tentu tidak dapat
diharapakan prestasi. Dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur telah
dinyatakan telah lalai dan wanprestasi.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi maupun secara tidak resmi.
Peringatan tertulis secara resmi dilakukan oleh pihak juru sita menyampaikan surat
peringatan minimal selama tiga kali kepada debitur, apabila tidak diindahkannya,
maka kreditor berhak untuk membawa berita acara penyampaiaanya kepada
13
Salim HS, op.cit, h. 180.
14Salim HS, op.cit, h. 178.
pengadilan negeri. Sedangkan peringatan tidak tertulis tidak resmi misalnya melalui
surat tercatat, telegram atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan
tanda terima. Surat peringatan ini disebut dengan ingebreke stelling.
Perjanjian yang telah terjadi wanprestasi yang telah disepakati pihak yang telah
melakukan wanprestasi apabila dalam tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan
prestasi “tidak ditentukan”, maka perlu untuk memperingatkan pihak yang melakukan
wanprestasi supaya memenuhi prestasinya. Tetapi apabila hal tersebut telah
ditentukan mengenai masa tenggang waktunya, menurut pasal 1238 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata pihak yang telah melakukan wanprestasi dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Akibat yang timbul
terhadap telah terjadinya wanprestasi dalam perjanjian ada empat, yaitu:
a. Perikatan tetap ada
Kreditor masih dapat menuntut kepada debitor pelaksanaan prestasi, apabila
debitor telambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditor berhak untuk
menuntut prestasi. Di samping itu, kreditor berhak untuk menuntut ganti rugi
akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditor
mendapat keuntungan apabila debitor melaksanakan prestasi tepat pada
waktunya
b. Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor (Pasal 1243 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
c. Beban risiko beralih untuk kerugian debitor jika halangan itu timbul setelah
debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari
pihak kreditor. Oleh karena itu, debitor tidak dibenarkan untuk berpegang
pada keadaaan memaksa.
d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan
diri dari kewajibannya memberikan kontrak prestasi dengan menggunakan
Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Dalam melindungi debitur dari tuntutan sewenang-wenang pihak kreditur, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata telah memberikan batasan-batasan terhadap ganti
kerugian yang harus dibayar oleh debitur sebagai akibat dari kelalaiaanya. Kerugian
yang dibayarkan oleh debitur terhadap kreditur meliputi:
1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan. Dapat diduga tidak hanya
mengenai kemungkinan timbulnya kerugian, melainkan juga meliputi besarnya
jumlah kerugian. Jika jumlah kerugian melampaui batas dengan itu tidak boleh
dibebankan pada debitur, dugaan juga debitur ternyata telah melakukan tipu daya
(Pasal 1247 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian debitur, seperti yang
ditentukan dalam Pasal 1248 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
3. Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah utang (Pasal 1250 ayat 1 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata). Besarnya bunga didasarkan pada ketentuan
yang ditentukan oleh pemerintah.
Terjadinya suatu sengketa dalam perjanjian dapat diselesaikan dalam melalui
forum prosedur peradilan (Litigastion) atau diluar pengadilan (Non Litigasi) agar
permasalahan atau sengketa tersebut dapat diselesaikan antara kedua belah pihak.
Melalui pengadilan (Litigation) sebagaian besar tugasnya menjatuhkan suatu
putusan (constitutif) dan sebagaian kecil tugasnya adalah penangkalan sengketa
dengan menjatuhkan penetapan pengadilan (deklaratoir).
a. Pengadilan Umum
Pengadilan umum merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Menurut Pasal 50 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, dinyatakan
pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus,
dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Dengan
demikian, pengadilan negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis.15
b. Pengadilan Niaga
Menurut Pasal 306 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan,
telah dinyatakan bahwa Pengadilan Niaga atau Pengadilan Komersial
(Commercial Court) adalah pengadilan khusus yang berbeda di bawah
pengadilan Negeri yang mempunyai wewenang untuk memeriksa dan
memutuskan sengketa bisnis seperti sengketa kepailitan, sengketa hakatas
kekayaan intelektual (HaKI) dan sengketa lainnya di bidang perniagaan.16
15
Abdul R. Saliman, 2011, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus,Kencana,
Jakarta, h. 282
16Abdul R. Saliman, op.cit, h. 284.
Sedangkan Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian sengketa
di luar pengadilan yang didasarkan kepada hukum, dan penyelesaian tersebut dapat
digolongkan kepada penyelesaian yang berkualitas tinggi, karena sengketa yang
diselesaikan secara demikian akan dapat selesai tuntas tanpa meninggalkan sisa
kebencian dan dendam.17
Penyelesaian sengketa alternatif telah diatur dalam dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
perbedaan pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian
di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Sebagaian besar tugasnya untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan
melalui perdamaian (tentram damai) dan sebagian kecil tugasnya penangkalan
sengketa dengan perancangan-perancangan kontrak yang baik. Artinya bahwa semua
sengketa yang dapat diselesaikan tanpa melalui pengadilan atau penangkalan
sengketa yang dapat dilakukan denagn ikatan hukum tanpa melalui pengadilan adalah
keterampilan nonlitigasi sesuai dengan Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999. Penyelesaian sengketa dengan nonlitigasi dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
17
I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, 2010, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Udayana
University Perss,Bali, h. 4
1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan melaui proses
pembicaraan atau perundingan secara damai untuk mencapai kesepakatan
antara pihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah. Hasil dari kesepakatan wajib didaftarkan ke pengadilan setempat
30 hari sejak tanggal dicapainya kesepakatan (Pasal 6 Undang-undang No. 30
Tahun 1999).
2. Mediasi
Mediasai merupakan proses penyelesaian sengketa antarpihak yang
bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat,
mediator tidak memiliki kekuatan apa pun untuk memberikan keputusan, ia
hanya berfungsi sebagai yang memberikan jalan tengah, keputusan akhir dan
eksekusi tetap ada di para pihak. Sedangkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma No. 1
Tahun 2008) mendefinisikan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantuk oleh mediator.18
3. Konsiliasi
Seperti halnya mediasi, konsiliasi adalah usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan
18
Frans Hendra Winarta, 2013, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16.
melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan,
konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak
salah satu pihak. Konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan seperti
mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan seubjek
pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan
tersebut tidak mungkin disampaikan langsung atau tidak mau bertemu muka
langsung, dan lain-lain.
4. Arbitrase
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan
cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Penyelesaian
melalui arbitrase merupakan suatu proses yang mudah dan sederhana yang
dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus
sesuai dengan pilihan mereka, dimana putusan mereka didasarkan dalil-dalil
dalam perkara. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan
tersebut secara final dan mengikat.19
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini karena putusannya
langsung final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak. Putusan arbitrase ini memiliki kekuatan eksekutorial sehingga apabila
19
Abdul R. Saliman, op.cit,h. 282.
pihak yang dikalahkan tidak memenuhi putusan secara sukarela, pihak yang
menang dapat meminta eksekusi ke pengadilan.20
5. Penilaian Ahli
Penilaian ahli merupakan salah satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999).
Penilaian ahli adalah suatu proses yang menghasilkan pendapat objektif,
independen dan tidak memihak atas fakta atau isu yang diperselisihkan, oleh
seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa, di mana
pendapat para ahli bersifat final dan mengikat sesuai persetujuan para pihak.
Dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999) dinyatakan para
pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat
dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum terntentu dari suatu perjanjian.
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Sebagai suatu karya ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang ilmiah
sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah pula, maka dalam penulisan skripsi ini,
penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis empiris. Penelitian
menggunakan metode dengan yuridis empiris bermasuk untuk menggambukan antara
data sekunder dengan data primer. Ilmu-ilmu empiris mengandalkan observasi dan
20
Ahmadi Miru, 2014, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
h.15.
ekspresimen dalam membuktikan kebenaran. Observasi dan eksperimen merupakan
cara untuk membuktikan hipotesis. Bukti yang didapatkan melalui observasi dan
eksperimen itulah yang disebut empiris, yaitu bukti yang dapat diindra.21
Penelitian
yuridis empiris yang artinya: pendekatan dengan aspek hukum dari hasil penelitian
lapangan karena data-data yang dikumpulkan melalui wawancara dan menggunakan
undang-undang atau bahan hukum lainnya.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Pada penelitian ini menggunakan 3 jenis pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach).
2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach).
3. Pendekatan Kasus (The Case Approach).
1.8.3 Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan dengan melakukan penelitian deskriptif
yaitu penelitian secara umum dan termasuk penelitian ilmu hukum agar mendapatkan
gambaran secara tepat dan jelas suatu sifat, keadaan maupun gejala baik secara
individu maupun kelompok tertentu.
1.8.4 Sumber Data
21
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum Revisi, Kencana, Jakarta, h.23.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitian
kepustakaan dan lapangan, dengan data umunnya yaitu primer yang berasal dari
penelitian lapangan, sedangkan hasil dari data kepustakaan adalah sebagai data
sekunder. Adapun sumber data tersebut dapat diperoleh melalui dua sumber data
yaitu:
1. Data Primer (Field Research)
Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai
sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research,
dilakukan baik melalui wawancara atau interview. Dalam hal ini
pengumpulan dara diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung.
2. Data Sekunder (Library Research)
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier,
bahan hukum primer yaitu bahan yang diperboleh dari peraturan
perundang-undangan. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum
(Library Research), jurnal-jurnal hukum, dokumen putusan Pengadilan.
Sedangkan bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, contohnya: kamus, ensiklopedia, indeks, kumulatif dan
seterusnya.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini adalah dengan study dokumen, yaitu data-data dalam penelitian
ini dapat dikumpulkan mengenai keputusan yang dilakukan dengan melalui cara
membaca dan memahami, selanjutnya dengan penjelasan dan teori-teori dari bahan
referensi yang revelan dengan materi karya tulis ini. Setelah itu dengan teknik
pengumpulan data primer (lapangan), yaitu dengan menggunakan teknik wawancara
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya telah dipersiapkan
kepada infroman yang dipandang mengerti agar memproleh jawaban atau infromasi
yang dibutuhkan dalam karya tulis ini, hal ini berjutuan untuk mengetahui
pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan antara pengiklan dengan perusahaan
majalah dan mengetahui penyelesaian wanprestasi yang dilakukan perusahaan
majalah dengan pengiklan. Untuk data sekunder, dilakukan teknik pengumpulan data
dengan cara membuat catatan dalam kertas-kertas lepas sesuai dengan hasil data dari
masalah yang dibahas.
1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul, baik data lapangan (data primer) maupun data
sekunder, dipilih, dianalisi, secara kualitatif yaitu dengan mengambil data yang
berkaitan erat dengan permasalahan dan data tersebut mendukung penyelesaian
masalah yang telah disebutkan yang selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan
cara menyusun data secara sistematis, dihubungkan antara satu dengan data yang lain.