abstrak sartika putri wardana, nim...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
SARTIKA PUTRI WARDANA, NIM 205018200443, Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan).
Bimbingan dan konseling merupakan layanan kepada peserta didik untuk membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik yang berkenaan dengan aspek pribadi, sosial, pemahaman dan pengembangan karakteristik dan potensi yang dimilikinya serta penyesuaian diri dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Penelitian ini membahas tentang hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Adakah hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan memotivasi belajar siswa?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai hubungan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yang didukung teknik-teknik pengumpulan data melalui penyebaran angket (kuesioner), dokumentasi, dan wawancara dengan guru BK. Jumlah populasi sebanyak 148 siswa kelas XI yang diambil sebanyak 30 siswa.
Dari hasil pengolahan data yang diperoleh nilai “r” hitung sebesar 0,496 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Salawat teriring salam semoga selalu tercurah-limpahkan kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kepada pengikut-
Nya yang selalu teguh dan setia dalam mengikuti dan mengamalkan ajaran-Nya.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu KI-Manajemen Pendidikan (Spd). Dan penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan KI- Manajemen Pendidikan FITK UIN syarif
Hudayatullah Jakarta.
3. Dra. Zikri Neni Iska M. Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta memberikan saran serta
dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
4. Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si, dosen penguji yang telah meluangkan waktu
dan kemudahan selama proses bimbingan.
5. Drs. Muarif Sam, Mpd, Sekretaris Jurusan KI-MP yang sudah banyak
membantu penulis dalam berbagai hal
6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan KI-Manajemen Pendidikan dan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan
keahlian kepada penulis serta turut melancarkan usaha pembuatan skripsi ini
sebagai syarat menyelesaikan studi S-1.
ii
iii
7. Kepada kedua orang tuaku tercinta, terima kasih atas segala dorongan yang
tak mungkin dapat aku nilai kecuali dengan cinta dan maaf jika selama ini
belum bisa menjadi anak yang baik. Semua ini aku persembahkan untuk
kalian.
8. Sahabat-sahabat yang tak pernah letih menjaga silaturahim: kerida Laksana,
maftuha, Lena Magdalena, Hilda Indriasari dan Siti Muldiyah, terima kasih
telah menjadi teman ku untuk berbagi segala keluh kesah dan canda tawa.
9. Teman-teman KI-Manajemen angkatan 2005 yang tak bisa penulis sebutkan
satu persatu, semoga silaturahim yang selama ini terjalin erat tetap terjaga
untuk selamanya.
10. Semua pihak yang turut membantu selama pekuliahan dan penyelesaian studi
penulis.
Semoga Allah SWT. membalas kebaikan seluruh pihak yang terlibat
dalam penyusunan skripsi ini dengan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Peneliti menyadari bahwa banyak terdapat cacat dan cela dalam karya ini, untuk
itu peneliti mohon maaf atas segala kekurangan didalamnya dan senantiassa
berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin khoirunnas
anfauhum linnas.
Jakarta, 20 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRA .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 5
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motif dan Motivasi belajar .............................. 7
2. Pengertian Belajar ............................................................. 9
3. Motivasi Belajar ................................................................ 11
4. Fungsi Motivasi dalam Belajar ......................................... 11
5. Jenis-jenis Motivasi ........................................................... 12
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ....... 13
B. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan ....................................................... 15
2. Pengertian Konseling ........................................................ 17
3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling ................... 19
4. Tujuan, Fungsi dan Pengembangan Bimbingan
dan Konseling dalam Bidang-bidangnya .......................... 20
5. Layanan Bimbingan dan Konseling .................................. 24
iv
C. Kerangka Berfikir ................................................................... 26
D. Hipotesa Penelitian ................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Peneltian .................................................. 28
B. Pendekatan dan Metode Penelitian ......................................... 28
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 28
D. Pengambilan Sampel ............................................................... 29
E. Variabel Penelitian .................................................................. 29
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ............. 30
G. Uji Coba Instrumen ................................................................. 33
a. Validitas ............................................................................. 33
b. Reliabilitas .......................................................................... 37
c. Hipotesis .............................................................................. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Responden
1. Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 41
2. Subjek Berdasarkan Kelas................................................. 42
3. Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan ....... 42
4. Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di
Sekolah .............................................................................. 43
5. Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan ......... 43
6. Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan
Bimbingan ......................................................................... 44
7. Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan ...... 44
B. Deskripsi Data ......................................................................... 45
C. Interpretasi Data ...................................................................... 48
v
vi
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 53
B. Saran-saran .............................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.2 Kis-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan Motivasi Belajar
Tabel 3.3 Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.4 Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.5 Blue Print Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa
Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Try Out Motivasi Belajar Siswa
Tabel 3.7 Kaidah Reliabilitas Guilford
Tabel 4.1 Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Subjek Berdasarkan Kelas
Tabel 4.3 Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan
Tabel 4.4 Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah
Tabel 4.5 Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan
Tabel 4.6 Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan
Tabel 4.7 Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan
Tabel 4.8 Distribusi Skor Responden BK
Tabel 4.9 Distribusi Skor Responden Motivasi Belajar
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Layanan BK dengan Motivasi Belajar Siswa
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi
seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi dan mempunyai pengetahuan dalam bidangnya yang memadai. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan
pembangunan di segala bidang. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia tersebut adalah adanya pendidikan yang memadai. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang berlaku sekarang yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber
daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Hal tersebut terdapat dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang berbunyi sebagai
berikut:
”Bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.1
Akan tetapi realita di lapangan banyak hal yang kurang relevan dengan
bunyi undang-undang di atas, dengan masih adanya siswa-siswa di Indonesia yang
kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, serta rendahnya kemauan mereka
1 Undang-undang Sisdiknas : (Sistem Pendidikan Nasional, 2003), h. 12
1
2
untuk belajar yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman
mereka untuk mempelajari semua bidang studi yang telah ditentukan dalam
undang-undang tersebut di atas seperti: matematika, bahasa, maupun ilmu
pengetahuan lain baik itu pengetahuan alam dan sosial. Banyak siswa merasa
“ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran
yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa siswa tidak
mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa masih mengganggap
kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar konteks
belajar seperti: menonton televisi, bermain sms di dalam kelas, dan melakukan
aktivitas lain yang kurang mendukung adanya proses belajar mengajar. Dengan
rendahnya motivasi belajar para siswa tersebut akan membuat mereka tertarik
pada hal-hal yang mengarah kepada hal-hal yang negatif seperti: membuat
keonaran, minum obat-obatan terlarang, pergaulan bebas di luar sekolah dan lain
sebagainya yang justru cenderung merugikan mereka sendiri.
“Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang
bertingkah laku”.2 Dalam hal belajar, motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya
penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membangkitkan
motivasi anak sehingga mereka mau melakukan serangkaian kegiatan belajar.
“Motivasi siswa bisa timbul dari dalam diri individu ( intrinsik ) dan juga bisa
timbul dari luar diri siswa ( ekstrinsik)”.3 Faktor internal diantaranya adalah
minat, bakat, motivasi, dan tingkat intelegensi siswa, sedangkan faktor eksternal
diantaranya adalah faktor metode pembelajaran yang digunakan dalam kelas, serta
lingkungan di mana siswa itu melakukan aktifitas belajarnya.
Namun pada dasarnya kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar
siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan
banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya rendahnya kepedulian orang
2 B. Uno Hamzah, Dr. M. Pd, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-2, h. 1
3 Sabri, M. Alisuf, Psikologi Pendidika Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 85
3
tua di rumah dan guru di sekolah. Dalam hal ini guru bidang studi telah berupaya
untuk memberikan pelayanan yang terbaik, begitu pula dengan guru BK yang
telah banyak melakukan bimbingan dan konseling bagi mereka. Namun itu semua
tidaklah cukup dan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan
motivasi belajar mereka dalam hal ini siswa atau peserta didik.
Untuk keperluan penelitian hal tersebut di atas penulis mencoba dan
memilih sekolah SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl.
Benda Timur Komplek Pamulang II Tangerang. Jika dilihat dari pelaksanaan
bimbingan dan konseling yang diterapkan pada sekolah tersebut memanglah
sudah memadai terutama dalam mengatasi kedisiplinan para siswa untuk
mengikuti dan menaati peraturan yang ditentukan oleh pihak sekolah. Meskipun
demikian, dari sekian banyak siswa masih saja ada diantara mereka yang kurang
peduli terhadap aturan dan bahkan cenderung melanggarnya. Sebagai contoh,
berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ada beberapa kasus permasalahan
yang sering muncul di kalangan para siswa mengenai kurangnya motivasi siswa
dalam belajar dan hal ini tentunya akan berkaitan erat dengan prestasinya di
sekolah. Contoh-contoh kurangnya motivasi siswa dapat dilihat dengan adanya
sebagian siswa yang lebih senang izin untuk keluar kelas untuk alasan tertentu
dari pada mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini dikarenakan
mereka merasa bosan atau jenuh di dalam kelas.
Contoh lain dari persoalan di atas adalah masih adanya sebagian siswa
yang terbiasa menyontek dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
karena mereka malas untuk berfikir dan bekerja secara mandiri dan ada juga
siswa yang sering datang terlambat ke sekolah meskipun mereka tahu aturan-
aturan yang ada, bahkan ada juga siswa yang suka membolos ke sekolah
meskipun mereka tetap berangkat dari rumah. Kasus lain yang penulis temukan
adalah siswa merasa senang jika ada guru bidang studi yang tidak dapat hadir ke
sekolah dikarenakan sesuatu hal, sehingga membuat sebagian siswa tersebut
merasa senang karena bisa mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya
secara bebas, bahkan ada yang memilih keluar kelas dari pada harus mencatat atau
mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh gurunya.
4
Dari fenomena tersebut, pada umumya kasus itu terjadi karena kurangnya
motivasi siswa dalam belajar serta kurangnya konselor yang ada di sekolah untuk
memberikan layanan dan bimbingan bagi mereka untuk mencapai tujuan
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya bimbingan dan konseling
di sekolah siswa akan terbantu dalam mencapai keberhasilan belajar karena
keberhasilan belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi perhatian
utama dalam keseluruhan proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan
formal.
Adapun hal lain yang bisa mempengaruhi rendahnya motivasi belajar
siswa adalah metode dan cara mengajar guru yang cenderung monoton dan tidak
menyenangkan dalam memberikan materi pelajaran bagi mereka. Begitu pula
dengan tujuan pengajaran yang kurang jelas apa yang hendak dicapai, serta tidak
adanya relevansi yang jelas dari kurikulum itu sendiri dengan kebutuhan dan
minat siswa. Adapun persoalan lain yang bisa mempengaruhi motivasi siswa
dalam belajar adalah latar belakang ekonomi orang tua mereka dan kondisi sosial
budaya yang kurang mendukung terciptanya motivasi siswa untuk belajar yang
lebih baik.
Dengan adanya persoalan-persoalan tersebut di atas, maka orang tua, guru
bidang studi maupun guru BK harus dapat bekerja sama dan bersinergi untuk
bersama-sama menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan berbagai cara. Untuk
menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik, maka pola
kerja sama antara keduanya harus dirancang dan diupayakan sedemikian rupa.
Orang tua dan guru bisa saling bekerja sama dengan memberikan informasi timbal
balik tentang siswa. Selain itu, orang tua dan guru perlu mengindentifikasi semua
permasalahan motivasi yang dihadapi siswa, kemudian secara bersama-sama
mencari solusi untuk memecahkan atau mengatasi masalah tersebut dengan
melibatkan siswa. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui lebih
lanjut, tentang hubungan bimbingan dan konseling dalam motivasi belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian terhadap masalah tersebut sebagai objek penelitian melalui
5
judul “ Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dengan
Motivasi Belajar Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas serta rasa ingin tahu
penulis dalam hal ini, maka penulis berupaya untuk mengidentifikasikan masalah-
masalah yang ada dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?
2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling yang dilakukan di SMA
Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?
3. Upaya apa saja yang dilakukan dalam memberikan bimbingan dan konseling
untuk memotivasi belajar siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?
4. Apa saja hambatan yang dihadapi guru maupun BK dalam memberikan
bimbingan terhadap siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?
5. Metode dan cara apa saja yang digunakan oleh para guru dan BK dalam
memberikan bimbingan kepada siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang
Selatan?
6. Apakah dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah siswa dapat
termotivasi untuk belajar?
C. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi
masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan. Hal itu dilakukan agar
masalah penelitian tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian
menjadi sebagai berikut:
1. Layanan bimbingan dan konseling yang dimaksud di sini adalah
pemberian bantuan kepada siswa melalui berbagai jenis layanan
bimbingan, termasuk layanan bimbingan belajar. Dalam penelitian ini
yang akan diteliti adalah intensitas yaitu seberapa banyak siswa yang
mengikuti kegiatan bimbingan dan konseling.
6
2. Yang dimaksud dengan motivasi belajar di sini adalah suatu dorongan
yang timbul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
tertentu, baik yang sifatnya intrinsik maupun ekstrinsik.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan berikut ini merupakan
fokus masalah yang akan diteliti dengan batasan yang telah penulis tentukan
sebelumnya yaitu: “Apakah ada Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan
Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa”?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian
1. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa di
SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.
b. Sejauh mana peningkatan motivasi belajar siswa melalui bimbingan dan
konseling yang diberikan.
c. Ada tidaknya hubungan yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemikiran khususnya dalam
bidang bimbingan dan konseling.
b. Secara Praktis
1. Bagi Konselor: sebagai salah satu bahan tambahan dan masukan dalam
melayani anak didik yang mengalami kemerosotan motivasi mereka
dalam belajar.
2. Bagi Penulis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
serta pengalaman dalam memahami anak didik, bagaimana memotivasi
dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar.
7
HUBUNGAN INTENSITAS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 3 KOTA
TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)
Oleh :
Sartika Putri Wardana
NIM: 205018200443
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan motif untuk
menunjuk mengapa seseorang itu berbuat sesuatu. Akyas Azhari dalam bukunya
Psikoligi Umum dan Perkembangan mengemukakan bahwa:
Motif adalah dorongan atau daya kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong yang bersangkutan untuk berbuat atau bertingkah laku dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan merupakan muara dari sebuah tindakan.1 Istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama
beratus-ratus tahun, manusia dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek
yang memiliki tujuan dan menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah
yang menentukan apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas memilih, dan
pilihan yang ada baik atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan
1 Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), Cet Ke-1, h. 65
7
8
individu, oleh karenanya manusia bertanggung jawab penuh terhadap setiap
perilakunya.
Konsep motivasi terinspirasi dari kesadaran para pakar ilmu, terutama
pakar filsafat, bahwa tidak semua tingkah laku manusia dikendalikan oleh akal,
akan tetapi tidak banyak perbuatan manusia yang dilakukan di luar kontrol
manusia. Sehingga lahirlah sebuah pendapat, bahwa manusia disamping sebagai
makhluk rasionalistik, ia juga sebagai makhluk yang mekanistik yaitu makhluk
yang digerakkan oleh sesuatu di luar nalar yang biasanya disebut naluri atau
insting.
Beberapa pakar psikologi ada yang membedakan istilah motif dan
motivasi, yaitu “motive is a need, aspiration, or purpose. Motive initiate
behavior. Motivation is a term which refered “set" or drive within the organism
wich impel to action”.2
Dari paparan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa motif itu adalah
sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk
bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa
kebutuhan dan cita-cita. Motif ini merupakan tahap awal dari proses motivasi,
sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan)
saja. Sebab motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu
apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak.
Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif
dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang
disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang
menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk
memenuhi kebutuhan. Motivasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu:
a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu,
membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2 Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. 1, h. 130
9
b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia
menyediakan suatu orientasi tujuan.
c. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah
laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-
dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
2. Pengertian Belajar
Belajar (learning), seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara
relatif berlangsung lama pada masa berikutnya yang diperoleh dari pengalaman-
pengalaman. Para ilmuan perilaku berusaha mengukur apa yang telah dikerjakan
oleh seekor makhluk untuk dapat menguasai belajar ini. Tetapi belajar itu sendiri
merupakan satu kegiatan yang terjadi dalam diri seseorang, yang sukar untuk di
amati secara langsung.
“Sebagian orang beranggapan belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Sehingga orang yang berasumsi demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh gurunya”.3
Di samping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai
latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan
persepsi semacan ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak
mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun
tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.
Padahal jika kita renungkan, sesungguhnya belajar adalah merupakan kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar
yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah
atau keluarganya sendiri.
3 Dra. Fadillah Suralaga, dan Nety Hartaty, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (UIN Jakarta Press), cet. 1, h. 61
10
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan
segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik,
khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka
terhadap proses belajar dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya mungkin akan
mengakibatkan kurang bermutunya pembelajaran yang dicapai peserta didik.
“Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.4
Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama
belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. “Belajar ialah
suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.5
Sejalan dengan perumusan diatas, adapula tafsiran lain tentang belajar
yang menyatakan, “bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan saja mengingat, akan tetapi lebih luas
dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan”.6
Dibandingkan dengan pengertian pertama maka jelas tujuan belajar itu
prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha
pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu
dengan lingkungan.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membuat orang belajar.
Guru bertugas membantu orang atau siswa belajar dengan cara memanipulasi
lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus
4 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana prenada Media Group, 2009), Ed. 1, Cet ke-1, h. 85
5 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet Ke-4, h. 2
6 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 27
11
mengadakan pemilihan terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada, yang
paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal.
Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang
berlaku. Peran guru disini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar
tersebut. Karena seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas
menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai
pendidik.
3. Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak
sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang
bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking
pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.
Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang
tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk
mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan orangtuanya.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Tugas guru adalah membuat
semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak
pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemanngat belajar. “Mengubah”
siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi bersemangat belajar.
4. Fungsi Motivasi Dalam Belajar
Dalam proses belajar dibutuhkan adanya motivasi sebagai daya penggerak
bagi siswa untuk melakukan aktivitas. Adanya motivasi yang tinggi dalam diri
seseorang akan sangat berpengaruh terhadap usaha kerjanya. “Motivasi sangat
12
berperan dalam belajar dan akan senantiasa menentukan intensitas usaha atau
kegiatan seseorang”.7
Adapun pendapat Alisuf Sabri fungsi motivasi diantaranya adalah:
a. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b. Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c. Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi
senantiasa selekif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.8
Dengan kata lain, fungsi motivasi adalah mendorong manusia untuk
berbuat, menentukan arah perbuatan dan meyeleksi perbuatan agar hasil dari
perbuatan itu memuaskan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Biasanya motivasi akan besar, bila orang dalam hal ini siswa mempunyai
visi jelas dari apa yang diinginkan. Ia mempunyai gambaran mental yang jelas
dari kondisi yang diinginkan dan mempunyai keinginan besar untuk mencapainya.
Motivasilah yang akan membuat dirinya melangkah maju dan mengambil langkah
selanjutnya untuk merealisasikan apa yang diinginkannya.
5. Jenis-jenis Motivasi
Secara umum motivasi terbagi atas dua macam yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. “Dalam prilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi
tersebut timbul karena faktor dari dalam (instrinsik) dan fakkor dari luar
(ekstrinsik)”.9
“Adapun yang dimaksud motivasi intrinsik, yaitu berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik”.10 Tetapi harus diingat pula,
7 Zikri Neni Iska, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan…, h. 42
8 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 86
9 Dimyati, dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 2, h. 90
10 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 23
13
kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang
berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.
Adapun hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal
pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan suatu perubahan tingkah
laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal
itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.
“Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan belajar yang menarik; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik”. 11 Jadi, dari hakikat yang telah di jelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai
keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang
menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi.
Selain itu, peranan bimbingan dan konseling terhadap motivasi belajar
sangat diperlukan dalam aktivitas belajar seseorang, baik itu motivasi intrinsik
maupun motivasi ekstrinsik. Oleh sebab itu, bila ada siswa yang kurang memiliki
motivasi intrinsik, maka diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi ekstrinsik
agar siswa termotivasi dalam belajar. Maka, dalam hal ini, peranan seorang guru
BK di sekolah sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik tersebut.
Kesalahan dalam memberikan motivasi ekstrinsik akan berakibat merugikan
prestasi belajar siswa dalam kondisi tertentu. Jadi, guru BK dalam memotivasi
belajar siswa sangat berperan penting untuk menumbuhkan kembali motivasi
untuk belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Setiap siswa di sekolah dapat menunjukkan prestasi belajar yang berbeda-
beda dan perbedaan ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar seseorang.
11 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya…, h. 23
14
Menurut Muhibbin Syah secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Faktor Internal yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
b. Faktor Eksternal yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa.
c. Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.12
Sedangkan menurut Abraham Maslow yang dikutip oleh M. Ngalim
Purwanto mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar adalah karena adanya kebutuhan aktualisasi diri, seperti kebutuhan untuk
mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara
maksimum, mengembangkan kreativitas dan ekspresi diri”.13
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi belajar
individu dipengaruhi oleh adanya kebutuhan dari siswa itu sendiri untuk
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Dan salah satunya dapat pula
melalui layanan bimbingan dan konseling. Sebagai sebuah layanan profesional
yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien).
12 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-9, h. 132
13 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 89
15
B. Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah Guidance
dan Counseling dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya maka bimbingan
dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun untuk
sampai pada pengertian yang sebenarnya kita harus ingat bahwa tidak setiap
bantuan atau tuntunan dapat diartikan sebagai guidance (bimbingan).
Istilah bimbingan dapat diartikan dengan berbagai cara. Menurut
pandangan Shertzer dan Stone (1981), bimbingan sebaiknya diartikan sebagai
proses membantu orang-perorang untuk memahami dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya. Perumusan itu mengandung sejumlah kata kunci yaitu
proses, membantu, orang-peorangan, memahami diri, dan lingkungan hidup.
Proses menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah secara berangsur-
angsur selama kurun waktu tertentu. Membantu disini berarti memberikan
pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang
timbul dalam kehidupan manusia. Orang-perorangan menunjuk pada individu atau
orang tertentu yang dibantu. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara
lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta
membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan hidupnya.
Lingkungan hidup mencakup segala unsur yang menjadi ruang lingkup
kehidupan, baik alam sekelilingnya maupun manusia-manusia lain yang berperan
dalam hidupnya.
Selain itu, istilah bimbingan dapat pula diartikan memberikan informasi,
yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil suatu
keputusan, atau memberikan sesuatu sambil memberikan nasihat serta
mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan pelayanan bimbingan ialah
supaya sesama manusia mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan
dirinya sendiri seoptimal mungkin, memikul tanggung jawab sepenuhnya atas
arah hidupnya sendiri, menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara
dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang
16
baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini
secara memuaskan.
Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin
menjelaskan makna bimbingan ini dengan akronim kata sebagai berikut:
B adalah Bantuan
I adalah Individu
M adalah Mandiri
B adalah Bahan
I adalah Interaksi
N adalah Nasehat
G adalah Gagasan
A adalah Asuhan
N adalah Norma
“Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada
individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan
mempergunakan berbagai bahan melalui interaksi dan pemberian nasehat serta
gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku”.14
Dalam konteks Bimbingan di sekolah, Hamalik (1992), menyatakan
bahwa “Bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang
berkenaan dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri
dengan situasi yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai
dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya” 15.
Bantuan dalam program pendidikan yang dilakukan kepada peserta didik
adalah agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan tempat
yang ada, kemudian agar peserta didik mampu merancang masa depannya sesuai
dengan keinginan, kemampuan dan kebutuhan akan lingkungan dimana mereka
berada.
14 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007), cet I, h. 20
15 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan madrasah…, h. 21.
17
2. Pengertian Konseling
“Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan
yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis,
psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah”.16 Konseling merupakan
bantuan masalah oleh konselor kepada klien (konseli) sehingga teratasinya suatu
masalah.
“ Konseling atau penyuluhan merupakan bagian dari program bimbingan
di sekolah dan merupakan salah satu jenis pelayanan bimbingan”.17 Tidak
mengherankan kalau pelayanan bimbingan terutama ditujukan kepada orang-
orang yang masih muda, khususnya terhadap murid di sekolah lanjutan dan
mahasiswa di perguruan tinggi. Sekolah merupakan tempat yang membuka
kesempatan yang luas untuk menawarkan pelayanan bimbingan. Bagi banyak
siswa, sekolah merupakan satu-satunya tempat untuk menghubungi seorang
pembimbing. Maka tidak mengherankan pula kalau di banyak negara, termasuk
Indonesia, bimbingan di sekolah diberi proiritas dan paling dikembangkan.
Pengembangan itu tampak jelas bila sekolah menyelenggarakan suatu program
bimbingan, yaitu sejumlah kegiatan bimbingan yang terencana dan terorganisir
selama periode waktu tertentu, misalnya selama satu tahun ajaran.
“Konseling memegang peranan sangat penting dalam bimbingan, yang sering disebut sebagai “jantungnya” dari bimbingan; Counseling the heart of, konseling intinya bimbingan; Counseling is the core of guidance, konseling sebagai pusatnya bimbingan; Counseling is the centre of guidance (Mortensen & Schmuller). Konseling dimaknai sebagai jantung, inti dan pusat dari bimbingan karena merupakan layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapetik (therapeutic) atau bersifat menyembuhkan (curative)”.18
16 John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan studi kasus, (jakarata: Kencana, 2008), Ed. 3, Cet. 2, h. 5
17 Paimun, Bimbingan dan Konseling: Sari Perkuliahan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 42
18 Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling : Pengantar Pengembangan diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik, ( Jakarta: Kizi Brother’s, 2008), cet. 1, h. 18
18
Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin
menjelaskan pemahaman akan konseling dapat dimaknai dari akronim kata
sebagai berikut:
K adalah Kontak
O adalah Orang
N adalah meNangani
S adalah maSalah
E adalah Expert/ ahli
L adalah Laras
I adalah Integrasi
N adalah Norma
G adalah Guna
“Konseling berarti kontak atau hubungan antara dua orang (konselor dan
klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam
suasana yang laras dan integrasi berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk
tujuan yang berguna bagi klien”.19
Berdasarkan makna bimbingan dan konseling di atas, dapat dikemukakan
bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang
diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli
memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta
mampu memcahkan masalahnya sendiri.
Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan dan konseling menuntut
adanya hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan tanggungjawab yang tegas di antara para petugasnya.
b. Adanya program yang jelas dan sistematis untuk melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human
19 Tohirin, Bimbingan dan Koseling di Sekolah dan Madrasah, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007), h. 25
19
relations, dan kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling secara teratur.
c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik mupun non fisik (suasana, sikap, dan sebagainya).
e. Adanya kerjasama yang sebaik-baikya antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.20
3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling
Pandangan mengenai bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang
integral, keduanya tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu perkataan bimbingan
selalu dirangkaikan dengan konseling.
Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang
prinsipil antara bimbingan dengan konseling. Namun sementara pihak ada yang
berpendapat bahwa konseling identik dengan psikoterapis. “Psikoterapi adalah
istilah yang digunakan dalam dunia medis seperti unit psikiatri, dan konseling
adalah istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan seperti pusat bimbingan
dan penyuluhan siswa”.21
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa “Konseling adalah
suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang
(konselor) membantu yang lain (konseli), supaya ia dapat lebih baik memahami
dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya”.22
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual. Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.
20 Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, 2008, h. 5
21 John McLeod, Pengantar Konseling: teori dan studi kasus…, h. 9
22 I Djumhur dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 29
20
4. Tujuan, Fungsi, dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling dalam
Bidang-bidangnya
a. Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling
“Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan agar individu dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di masa yang akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, serta mampu mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapinya dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja”.23 Dari definisi di atas dapat disimpulkan tujuan layanan bimbingan dan
konseling adalah untuk membantu para siswa agar dapat mengembangkan diri
secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
perkembangan lingkungannya.
Dalam penerapannya terdapat lima Tujuan Pelayanan Bimbingan dan
Konseling, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan. 2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan ingkungan. 3. Untuk dapat mengambil keputusan sendiri. 4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri. 5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri.24
Dari tujuan pelayanan bimbingan dan konseling di atas dapat penulis
kemukakan sebagai berikut:
1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar peserta
didik mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar
peserta didik dapat menerima keadaan yang dia miliki, baik dari segi kelebihan
dan kekurangannya.
3. Untuk dapat mengambil keputusan, maksudnya ialah agar peserta didik dapat
mengambil keputusan sendiri terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.
23 Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006), h. 13.
24 Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling: Pengantar Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik…, h. 20-22
21
4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri, maksudnya ialah apapun potensi yang
dimiliki oleh peserta didik harus diarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya.
5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri, maksudnya ialah agar peserta didik suatu
saat dapat mewujudkan keinginan atau cita-cita yang dia miliki.
Pada dasarnya, kelima tujuan dilaksanakannya pelayanan bimbingan dan
koseling tersebut di atas adalah agar peserta didik mampu mencapai dirinya
tersebut dalam mengenal, menerima dirinya serta mampu mewujudkan dirinya.
Selain itu, Bimbingan dan Konseling bertujuan membantu peserta didik agar
memiliki kompetensi, mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau
mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang
harus dikuasainya sebaik mungkin.
Selain itu, menurut John Mcleod fondasi dari keragaman model teori dan
tujuan sosial adalah keragaman ide tentang tujuan konseling dan terapi. Berikut
ini adalah beberapa tujuan yang didukung secara eksplisit maupun implisit oleh
para konselor, yaitu:
a) Pemahaman. Adanya pemahaman dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
b) Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain. Seperti dalam keluarga atau tempat kerja.
c) Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini di tolak atau di tahan, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
d) Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang di tandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.
e) Aktualisasi diri atau Individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
f) Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
g) Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa di pecahkan oleh klien seorang diri.
h) Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan megontrol tingkah laku.
i) Memilih keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan Interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau pengendalian kemarahan.
22
j) Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.
k) Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak.
l) Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial, seperti keluarga.
m) Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.
n) Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.25
b. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam
keseluruhan proses kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini, bimbingan dan
konseling berfungsi sebagai pemberi layanan pada siswa agar dapat berkembang
menjadi pribadi mandiri. Dan dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling
memiliki berbagai fungsi.
Adapun yang menjadi fungsi pokok dari pelayanan bimbingan dan
konseling menurut W.S. Winkel, antara lain:
a. Fungsi Penyaluran (distributive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu
siswa mendapatkan atau memilih program studi yang sesuai dengan dirinya.
b. Fungsi Penyesuaian (adjustive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu
siswa menemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai
keadaan dan situasi yang dihadapi.
c. Fungsi Pengadaptasian, yaitu fungsi bimbingan sebagai narasumber bagi
tenaga-tenaga kependidikan yang lain di sekolah, khususnya pimpinan
sekolah dan staf pengajar, dalam hal mengarahkan rangkaian kegiatan
pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan kebutuhan para siswa.26
25 John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasu,(Jakarta: Kencana, 2008), Ed.3, Cet. 2, h. 13
26 W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1997), h. 98
23
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat pelayanan bimbingan dan
konseling khususnya di sekolah memiliki beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi
pencegahan (preventif), (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemelihraan, (5)
penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan, (8) perbaikan, dan (9)
advokasi.27
Dengan demikian fungsi dari pelayanan bimbingan dan konseling di atas
adalah harus mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-
hasil yang dicapainya secara jelas dapat di identifikasi dan di evaluasi.
c. Bidang Bimbingan dan Konseling
Bidang-bidang bimbingan dan konseling akan diuraikan dengan lingkup
program dan praktek pengembangan potensi dan kepribadian siswa.
a. Bidang Pengembangan Pribadi Pengembangan dalam bidang pribadi adalah merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif dan fisik motorik. b. Bidang Pengembangan Sosial Pengembangan bidang sosial merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah sosial dalam kehidupan di rumah, sekolah dan masyarakat dalam kerjasama dan berinteraksi dengan teman sebaya atau orang dewasa. c. Bidang Pengembangan Pendidikan Pengembangan dalam bidang pendidikan adalah layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan yang sedang dijalani maupun yang akan dimasukinya kelak. d. Bidang Pengembangan Pembelajaran Pengembangan dalam bidang pembelajaran merupakan layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran baik disekolah maupun dirumah. e. Bidang Pengembangan karir Pengembangan dalam bidang pengembangan karir merupakan layanan merencanakan dan mempersiapkan pengembangan karir dengan bimbingan pengenalan dunia karir, penyusunan rencana karir, dan persiapan karir bagi peserta didik., dan sukses dalam karir. Kelima bidang pengembangan ini merupakan bagian dalam mengembangkan diri individu peserta didik yang
27 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), h. 39
24
berkaitan dengan Pribadi, kehidupan sosial, pendidikan, pembelajaran, dan karir atau profesi yang akan ditekuninya kelak.28
5. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling, minimal sembilan layanan
yang menjadi perhatian dalam tulisan ini yang dirujuk dari buku Prayitno (2004)
dan Tohirin (2007), diantaranya yaitu:
1. Layanan Orientasi, yaitu layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya29. Layanan orientasi ini bertujuan untuk membantu individu agar
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya atau situasi yang baru dan
agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai
sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru.
2. Layanan Informasi, yaitu suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan
individu akan informasi yang mereka butuhkan dan usaha-usaha untuk
membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan
hidupnya. Layanan informasi ini bertujuan agar individu mengetahui
menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan perkembangan dirinya.
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran, bertujuan agar siswa memperoleh
tempat yang sesuai dalam mengembangkan potensi diri siswa atau seseorang.30
4. Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan konseling yang diselenggarakan
oleh konselor terhadap klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien.
5. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu suatu cara memberikan bantuan
(bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok.
28 Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling: Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta didik…, h. 46-50
29 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet 2, h. 255
30 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), h. 153
25
6. Layanan Konseling Kelompok, yaitu sebagai suatu upaya pembimbing atau
konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh
masing-masing kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal.
7. Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh
konselor (pembimbing) terhadap seorang konsulti untuk memperoleh wawasan
pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani
kondisi atau permasalahan pihak ketiga. Tujuan layanan konsultasi ini adalah
agar klien (siswa) dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi
atau permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga. Pihak ketiga adalah orang
yang mempunyai hubungan baik dengan konsulti.
8. Layanan Mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor
terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak
menemukan kecocokan atau dalam kondisi bermusuhan. Layanan Mediasi ini
bertujuan agar tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara
klien sehingga terjadi perubahan dari kondisi awal yang negatif menjadi
kondisi baru dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah.
9. Layanan Bimbingan Belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan
yang penting diselenggarakan di sekolah. Hal ini dikarenakan kegalan-kegalan
yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau
rendahnya inteligensi, melainkan disebabkan mereka tidak dapat pelayanan
bimbingan yang memadai.
Dengan kata lain, layanan bimbingan dan konseling di atas adalah “dasar
dari bimbingan dan penyuluhan disekolah, yang merupakan proses bantuan
khusus yang diberikan kepada semua siswa dalam memahami, mengarahkan diri,
bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah,
keluarga, dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal”.31
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan
31 W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1997), Ed. Revisi, h. 97
26
hukum atau perundang-undangan, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut “konseli”, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual. Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang, yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi atau kemandegan perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Dengan demikian, upaya untuk menangkal dan mencegah penyimpangan perilaku tersebut, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan tugas dari bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. C. Kerangka Berfikir Pelayanan konseling dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada individu dalam memecahkan masalahnya secara individual atau kelompok. Bimbingan merupakan usaha yang dilakukan untuk memberikan bantuan kepada siswa untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami, menerima, mengarahkan, dan kemampuan
27
untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sedangkan motivasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar juga memerlukan adanya daya pendorong (motivasi) agar hasil dari proses belajar tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Ketika anak (siswa) memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik itu berasal dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka proses belajar yang dilakukannya akan berjalan efektif dan efisien. Namun, tidak selamanya anak mempunyai motivasi belajar (motivasi instrinsik) yang memadai untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga belajarnya menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu guru dalam hal ini guru BK harus memberikan dorongan agar motivasi belajar dapat meningkat. Atau dengan kata lain memberikan dorongan yang semula bersifat ekstrinsik menjadi kesadaran anak untuk belajar (motivasi intrinsik). Dengan demikian, diduga semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka akan semakin tinggi pula motivasi siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan, bahwa siswa tersebut merasa diperhatikan akan kebutuhannya, yang mungkin tidak didapatkan ketika siswa tersebut berada di rumah. Akan tetapi sebaliknya, makin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka semakin rendah pula motivasi siswa dalam belajar. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara yang mengarahkan penelitian yang berarti hipotesis harus diuji dan tidak dituntut untuk benar, tetapi mengkaji sampai seberapa jauh kebenaran yang disediakan terhadap masalah yang diteliti. Walau demikian, dalam merumuskan hipotesis haruslah didasarkan pada sejumlah informasi yang meyakinkan. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut: Ho : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.
Pada tanggal 4 Januari sampai 11 Februari 2010.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif yang menampilkan hasil berupa angka-angka, sedangkan metode
penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang
dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel
yang berbeda dalam suatu populasi.
Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena
sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua
variabel, yaitu antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan
motivasi belajar siswa. Jadi jenis penelitian yang cocok untuk digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitiaan1. Populasi target dari
penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, sedangkan
1 Suharsisnmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006), Edisi Revisi, Cet. Ke-13, h. 130
28
29
populasi yang terjangkau adalah siswa kelas XI semester genap tahun ajaran
2009-2010, yang terdiri dari 5 rombel (rombongan belajar). Sampel adalah
sebagai bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara
tertentu2. Adapun proporsi yang penulis pergunakan adalah seperti yang
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa “apabila subyeknya kurang dari
100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-
15% atau 20-25% atau lebih”.3 Jadi dari populasi yang berjumlah 148 orang
yang menjadi sampel sebesar 21,5 % (30 orang) siswa. Kelas XI dijadikan
sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa kelas XI tersebut
telah mendapatkan bimbingan dan konseling selama satu tahun sehingga dapat
merasakan manfaat dari program bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.
D. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara sistematic random
sampling. Dalam teknik ini semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel, dengan cara setiap kelas yang terdiri dari 5 rombel,
masing-masing kelas diambil sebanyak 6 orang yang didasarkan pada nomor
urut absen yang berangka genap.
E. Variabel Penelitian
1. Definisi Konseptual
Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau
pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu
melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara
keduanya, agar konseli (siswa) memiliki kemampuan atau kecakapan
melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan
masalahnya sendiri.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri
seseorang (siswa) yang menimbulkan kegaiatan belajar, yang menjamin
2 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 121 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pnedekatan, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), Edisi Revisi, h. 102
30
kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan
belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai.
2. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu
intensitas layanan bimbingan dan konseling sebagai variabel bebas
(variable X) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikatnya
(variabel Y).
Secara operasional, yang dimaksud dengan layanan bimbingan dan
konseling adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh
konselor yang meliputi sejumlah layanan orientasi, informasi. penempatan
dan penyaluran, konseling perorangan, konseling kelompok, konsultassi,
mediasi, dan layanan pembelajaran, yang diukur dengan skala layanan
bimbingan dan konseling.
Motivasi belajar siswa secara operasional didefinisikan sebagai
gerak yang mendorong seseorang (siswa) untuk bekerja atau melakukan
sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh yang tercermin dalam
keaktifan siswa dalam rangka menghadapi situasi pembelajaran yang
menyangkut minat dan keinginan untuk belajar, yang diukur dengan skala
motivasi belajar.
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Untuk memperoleh data-data dalam Penelitian ini, penulis menempuh
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian4. Observasi ini
dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan langsung dengan
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 3 Kota
Tangerang Selatan.
4 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan…, h. 158
31
2. Wawancara
Yaitu dengan mengumpulkan data dengan mewawancari pihak-
pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan
bimbingan dan konseling dalam memotivasi belajar siswa, guna untuk
mempertajam atau memperjelas hasil angket.
3. Kuesioner atau Angket
Kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan
kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai
dengan permintaan pengguna5. Dalam Penelitian ini kuesioner yang
digunakan adalah skala berbentuk pernyataan tertutup. Kuesioner ini
disebut juga kuesioner berstruktur, karena berisi pernyataan-pernyataan
yang disertai sejumlah alternatif jawaban yang disediakan. Responden
dalam menjawab terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang
sudah disediakan.6
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pedoman Observasi
1) Program layanan bimbingan dan konseling 09-10
2) Profil sekolah
b. Pedoman Wawancara
Berisi sejumlah daftar petanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun
secara sistematis, terutama yang berkaitan dengan kegiatan layanan
program bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
c. Kuesioner dalam bentuk skala layanan bimbingan dan konseling dan
skala motivasi belajar.
5 Ridwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan penelitian pemula, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 71
6 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan,…, h. 168
32
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan BK
Variabel Indikator No. Item
Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)
1. Layanan BK dalam Belajar: a. Membantu siswa dalam proses
belajar-mengajar b. Membentuk kebiasaan belajar c. Kegiatan layanan bimbingan dan
konseling
1, 2, 3, 4,
5, 6 7, 8, 9, 10,
11 12, 13, 14,
15
2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
16, 17, 18, 19
20, 21, 22, 23,24, 25
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Motivasi Belajar
Variabel Indikator No. Item Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar
b. Senang mengikuti pelajaran c. Menyelesaikan tugas
d. Meningkatkan pengetahuan
13,14, 17,
20, 24 3, 9, 26,
27, 29, 30 2, 8, 10, 18, 21
4, 11, 15, 19, 22, 28
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
1, 7 5, 25
6, 12, 16, 23
33
Untuk memperoleh data tentang layanan bimbingan dan konseling
dengan motivasi belajar siswa, digunakan angket (kuesioner) tertutup.
Pada angket penulis menggunakan skala likert dimana responden sudah
disediakan jawaban alternatifnya, yaitu:
SS : Sangat Sesuai : 4
S : Sesuai : 3
TS : Tidak Sesuai : 2
STS : Sangat Tidak Sesuai : 1
Seluruh bobot nilai di atas berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat positif, sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
negatif bobot nilai di atas menjadi kebalikannya.
Angket yang dirancang dan digunakan di dalam penelitian ini
dibuat berdasarkan indikator-indikator variabel layanan bimbingan dan
konseling dan motivasi belajar siswa.
G. Uji Coba Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling dan
motivasi belajar siswa dilakukan uji coba kepada 30 responden. Kemudian
akhir angket tersebut diuji coba tingkat validitas dan reliabilitasnya
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevali dan atau kesahihan suatu instrumen7. Untuk menguji tingkat
kesahihan atau validitas instrumen, maka peneliti melakukan analisis butir,
dimana skor-skor yang ada pada butir dipandang sebagai nilai X dan skor
total dipandang sebagai nilai Y. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap
butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang memenuhi
syarat ditinjau dari validitasnya. Analisis butir ini menggunakan rumus
korelasi product moment dari karl pearson, yaitu:
rxy = })(}{)({
))((2222 YYNXXN
YXXYN∑−∑∑−∑
∑∑−∑
7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), Cet. Ke-12, h. 144
34
Keterangan:
rxy : Angka indeks korelasi “r” product moment
X : Skor total X
Y : Skor total Y
(∑X)² : Kuadrat jumlah skor total X
∑X² : Jumlah kuadrat skor total X
(∑Y)² : Kuadrat jumlah skor total Y
∑Y² : Jumlah kuadrat skor total Y
N : Number of Cases
Bila koefisien daya bedanya rendah mendekati nol berarti fungsi
item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukuran skala dan daya bedanya
tidak cocok dengan fungsi ukur serta daya bedanya tidak baik.
1) Hasil Uji Validitas Skala Layanan Bimbingan dan Konseling
Dari data try out hasil perhitungan menggunakan komputerisasi
program SPSS versi 16.0 indeks validitas item skala layanan bimbingan
konseling yang diuji cobakan pada 30 orang siswa (N=30). Skala terdiri
dari 25 item, dan untuk perhitungan validitas digunakan rumus product
moment pearson dengan bantuan SPSS 16.0 dan menggunakan taraf
signifikansinya 5% dengan rtabel = 0,361, setelah diuji validitasnya
diperoleh hasil sebagai berikut: indeks validitas skala layanan
bimbingan dan konseling bergerak dari 0,208 sampai dengan 0,844.
Dari 25 item diujicobakan terdapat 7 item yang gugur atau tidak valid
yaitu item no : 2, 5, 6, 8, 14, 17, 18 karena tidak memenuhi standar
koefisien validitas yang dianggap memuaskan sebesar 0,361.
Sedangkan untuk item yang valid atau item yang memiliki korelasi
tetap menjadi 0,361, diperoloeh 18 item, yaitu nomor : 1, 3, 4, 7, 9, 10,
11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25
Dari 18 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk
penelitian. Berikut blue print skala try out dapat dilihat pada tabel 3.3.
35
Tabel 3.3 Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK
Variabel Indikator No. Item
Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)
1. Layanan BK dalam Belajar: a. Membantu siswa dalam proses
belajar-mengajar b. Membentuk kebiasaan belajar c. Kegiatan layanan bimbingan
dan konseling
1, 2*, 3, 4, 5*, 6*,
7, 8*, 9, 10, 11
12, 13, 14*, 15
2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
16, 17*, 18*, 19 20, 21, 22, 23,24,
25
*Ket :Tidak Valid
Tabel 3.4
Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK
Variabel Indikator No. Item
Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)
1. Layanan BK dalam Belajar: a. Membantu siswa dalam proses
belajar-mengajar b. Membentuk kebiasaan belajar c. Kegiatan layanan bimbingan
dan konseling
1, 3, 4
7, 9, 10, 11
12, 13, 15
2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
16, 19 20, 21, 22, 23,24, 25
2) Hasil Uji Validitas Skala Motivasi Belajar Siswa
Sedangkan Indeks Validitas skala motivasi belajar siswa bergerak
dari 0,142 sampai dengan 0,838. Dari 30 item diujicobakan terdapat 7
item yang gugur atau tidak valid yaitu item no : 2, 14, 17, 18, 26, 27, 28
36
karena tidak memenuhi standar koefisien validitas yang dianggap
memuaskan sebesar 0,361. Sedangkan untuk item yang valid atau item
yang memiliki korelasi tetap menjadi 0,361, diperoloeh 23 item, yaitu
nomor : 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23,
24, 25, 29, 30
Dari 23 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk
penelitian. Berikut blue print skala try out dapat dilihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa
Variabel Indikator No. Item
Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar b. Senang mengikuti pelajaran c. Menyelesaikan tugas d. Meningkatkan pengetahuan
13,14*, 17*,
20, 24 3, 9, 26*, 27*,
29, 30 2*, 8, 10, 18*,
21 4, 11, 15, 19,
22, 28*
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
1, 7
5, 25 6, 12, 16, 23
*Ket :Tidak Valid
37
Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Skala Motivasi Belajar Siswa
Variabel Indikator No. Item
Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar
b. Senang mengikuti pelajaran
c. Menyelesaikan tugas
d. Meningkatkan pengetahuan
13, 20, 24
3, 9, 29, 30
8, 10, 21
4, 11, 15,
19, 22
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
1, 7
5, 25 6, 12, 16,
23
b. Uji Reliabilitas Skala
Reliabilitas instrumen menunjukkan keajegan soal dalam
memberikan hasil pengukuran. Perhitungan reliabilitas menggunakan
rumus Alpha Cronbach’s.
Keterangan:
S1² dan S2² : Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Sx² : Varians skor skala
Untuk mengetahui reliabilitas skala layanan bimbingan dan
konseling dan skala motivasi belajar siswa dapat dilihat pada kaidah
reliabilitas Guilford :
38
Tabel 3.7
Kaidah Reliabilitas Guilford
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel > 0,9
Reliabel 0,7 – 0,9
Cukup Reliabel 0,4 – 0,7
Kurang Reliabel 0,2 – 0,4
Tidak Reliabel < 0,2
Dari hasil uji reliabilitas skala Layanan Bimbingan dan Konseling
dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 16.0
maka didapat :
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
57.20 98.441 9.922 18
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.941 18
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan, diperoleh keseluruhan koefisien reliabilitas
Alpha Cronbach skala layanan bimbingan dan konseling sebesar 0,941.
Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas skala Motivasi Belajar Siswa
didapat :
39
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
74.10 150.507 12.268 23
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.953 23
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan, diperoleh keseluruhan koefisien reliabilitas
Alpha Cronbach skala motivasi belajar siswa sebesar 0,953.
Dari perhitungan uji reliabilitas skala motivasi belajar siswa
diperoleh hasil keseluruhan item reliabel.
c. Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan guna membuktikan kebenaran untuk
mengetahui apakah intensitas layanan bimbingan dan konseling secara
nyata mempengaruhi motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota
Tangerang Selatan.
Dalam menguji kebenarannya yang dikemukakan oleh penulis,
maka digunakan rumus product moment sebagai berikut:
rxy = })(}{)({
))((2222 YYNXXN
YXXYN∑−∑∑−∑
∑∑−∑
Keterangan:
rxy : Angka indeks korelasi “r” product moment
X : Skor total X
Y : Skor total Y
40
(∑X)² : Kuadrat jumlah skor total X
∑X² : Jumlah kuadrat skor total X
(∑Y)² : Kuadrat jumlah skor total Y
∑Y² : Jumlah kuadrat skor total Y
N : Number of Cases
Untuk memperoleh koefisien korelasi ( r ) kemudian digunakan
dalam pengujian hipotesis statistik sebagai berikut:
Ho : P ≠ 0
Ha : P = 0
Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
Ho : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas
layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar
siswa.
Setelah menguji hipotetsis, diuji pula seberapa besar kontribusi
variabel layanan bimbingan dan konseling (X) terhadap motivasi belajar
siswa (Y), dengan menggunakan rumus:
KD = r² x 100%
Keterangan:
KD : Koefisien Determinasi
r : Angka koefisien korelasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Responden
1. Siswa
Penelitian ini melibatkan 30 responden yaitu siswa dan siswi yang
bersekolah di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan dan masih duduk di
kelas XI.
Tabel 4.1
Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kategori Jumlah Persentase
1. Perempuan 14 46,6 %
2. Laki-laki 16 53,4 %
Total 30 100 %
Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh gambaran siswa dan siswi
diantaranya 14 (46,6 %) yang berjenis perempuan dan 16 (53,4 %) orang
yang berjenis kelamin laki-laki. Ini menunjukkan bahwa berdasarkan jenis
kelamin, pengambilan responden lebih banyak laki-laki dari pada
perempuan.
41
42
Tabel 4.2
Subjek Berdasarkan Kelas
Kelas Jumlah Persentase
XI IPS 1 6 20 %
XI IPS 2 6 20 %
XI IPS 3 6 20 %
XI IPS 4 6 20 %
XI IPS 5 6 20 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden penelitian dari
masing-masing kelas XI IPS 1 sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI IPS 2
sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI IPS 3 sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI
IPS 4 sebanyak 6 orang (20 %), dan kelas XI IPS 5 sebanyak 6 orang (20
%).
Tabel 4.3
Subjek Berdasarkan Motivasi siswa Mengikuti Bimbingan
Kategori Jumlah Persentase
Ada Masalah Belajar 12 40 %
Ada Masalah Pribadi 8 26,6 %
Dipanggil Guru 10 33,4 %
Total 30 100 %
Berdasarkan motivasi siswa dalam mengikuti bimbingan, sebanyak 40
% mengikuti bimbingan karena memilki masalah belajar, 26,6 % mengikuti
bimbingan karena masalah pribadi, dan 33,4 % mengikuti bimbingan
karena dipanggil guru.
43
Tabel 4.4
Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah
Kategori Jumlah Persentase
Bimbingan Sosial 6 20 %
Bimbingan Pribadi 3 10 %
Bimbingan Belajar 14 46,7 %
Bimbingan Karir 0 0 %
Semua Bimbingan 7 23,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan bimbingan yang di dapat di sekolah, gambaran jenis
bimbingan yang dirasakan paling banyak oleh siswa yaitu bimbingan
belajar dengan perincian sebanyak 46,7 %, 23,3 % merasa mendapatkan
semua bimbingan, dan tidak ada yang merasa mendapatkan bimbingan
karir. Hal ini menunjukkan mayoritas siswa sebanyak 14 orang merasa
mendapatkan bimbingan belajar.
Tabel 4.5
Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan
Kategori Jumlah Persentase
Berkelompok di Ruang Bk 0 0 %
Individual di ruang BK 9 30 %
Bimbingan di kelas 18 60 %
Semua Cara 3 10 %
Total 30 100 %
Berdasarkan cara-cara siswa mendapatkan bimbingan, sebanyak 60 %
mendapatkan bimbingan di kelas, 30 % mendapatkan bimbingan secara
individual di ruang BK, dan 10 % mendapatkan bimbingan semua cara. Hal
ini menunjukkan mayoritas siswa sebanyak 18 orang lebih banyak
diberikan bimbingan dengan cara bimbingan di kelas.
44
Tabel 4.6
Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan
Kategori Jumlah Persentase
Tenang 22 73,4 %
Bersemangat Belajar 3 10 %
Masalah Teratasi 5 16,6 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel setelah mendapatkan bimbingan, siswa merasa
tenang karena mendapat arahan dengan perincian sebanyak 73,4 %,
bersemangat belajar kembali setelah mendapat bimbingan sebanyak 10 %,
dan masalahnya merasa teratasi sebanyak 16,6 %.
Tabel 4.7
Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan
Kategori Jumlah Persentase Selalu 2 6,6 %
Sering 1 3,4 % Kadang-kadang 20 66,7 % Tidak Pernah 7 23,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 20 siswa atau 66,7 % kadang-
kadang mengikuti bimbingan, tidak pernah mengikuti bimbingan sebanyak
23,3 %, selalu mengikuti bimbingan sebanyak 6,6 %, dan sering mengikuti
bimbingan sebanyak 3,4 %.
Dari semua hasil yang tertera pada tabel di atas yang diambil dari
angket yang telah disebarkan kepada 30 orang siswa SMA Negeri 3 Kota
Tangerang Selatan, menunjukkan masalah yang sering dihadapi siswa
adalah masalah belajar sebanyak 40 %, oleh karena itu bimbingan yang
banyak didapatkan siswa adalah bimbingan belajar sebanyak 46,7 %,
dibandingkan bimbingan yang lain. Bimbingan paling sering dilakukan di
45
dalam kelas sebanyak 60 %, walaupun bimbingan yang dilakukan kadang-
kadang sebanyak 66,7 %, akan tetapi siswa merasa tenang setelah
mendapatkan bimbingan dari guru BK sebanyak 73,4 %.
B. Deskripsi Data Penelitian
1. Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah ini sudah memadai,
karena di sekolah tersebut memiliki beberapa guru dan ruang BK. Selain itu
dalam melayani kebutuhan siswa di sekolah dilakukan dengan berbagai
cara, misalnya berbicara secara face to face, buku curahan hati siswa atau
melayani lewat sms. Jadi, secara umum layanan bimbingan dan konseling
yang dimiliki oleh sekolah tersebut cukup memadai.
Data layanan bimbingan dan konseling yang diperoleh dari pengisian
angket oleh responden sebanyak 30 orang siswa, dapat diketahui bahwa
skala layanan bimbingan dan konseling tersebut mempunyai skor tertinggi
0,840 dan skor terendah 0,578 dengan skor rata-rata sebesar 57,20.
Perolehan data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
57.20 98.441 9.922 18
2. Motivasi Belajar Siswa
Data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari pengisian skala
motivasi belajar siswa oleh 30 orang responden adalah skor tertinggi.0,742
dan skor terendah 0,622 dengan skor rata-rata sebesar 74,10. Perolehan data
selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
46
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
74.10 150.507 12.268 23
3. Kategori Skor
Untuk mengetahui tingkat bimbingan dan konseling, di SMA Negeri 3
Kota Tangerang Selatan, peneliti melakukan kategorisasi rentangan untuk
setiap responden berdasarkan data yang diperoleh dari skala yang disebar.
Dalam menentukan jenjang tersebut adalah skala yang terdiri dari 18 item
yang setiap itemnya diberi skor 1-4 untuk pernyataan favorable dan
unfavorable. Dengan demikian, skor yang mungkin diperoleh tiap subjek
berkisar 18-72. Skor terendah adalah 18 (hasil dari 18 x 1) dan skor
tertinggi adalah 72 (hasil dari 18 x 4). Skor tertinggi menunjukkan tingkat
bimbingan dan konseling tinggi, sedangkan skor terendah menunjukkan
tingkat bimbingan dan konseling rendah. Luas jarak sebarannya menjadi
72-18 = 54. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi (ō) bernilai
54/4 = 13,5, dengan mean teoritisnya (ŋ) adalah (18+72)/2 = 45. Kemudian
penggolongan tingkat bimbingan dan konseling dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu:
Skor Rendah = Nilai Minimum ≤ x < ŋ –ō
= 18 ≤ x < 45- 13,5
= 18 ≤ x < 31,5
Skor Sedang = ŋ – ō ≤ x < ŋ + ō
= 45- 13,5 ≤ x < 45+13,5
= 31,5 ≤ x < 58,5
Skor Tertinggi = ŋ+ ō ≤ x < Nilai Maximum
= 45+ 13,5 ≤ x < 72
= 58,5 ≤ x < 72
47
Tabel 4.8
Distribusi Skor Responden BK
Kategori Skor Frekuensi persentase Tinggi 58,5 > 72 10 33,4 % Sedang 31,5 – 58,5 15 50 % Rendah 18 < 31,5 5 16,6 % Total 30 100 %
Dari tabel di atas, dapat dilihat sebanyak 33,4 % tingkat bimbingan dan
konseling dalam kategori tinggi, 50 % tingkat bimbingan dan konseling
dalam kategori sedang, dan 16,6 % tingkat bimbingan dan konseling dalam
kategori rendah. Ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengikuti
intensitas layanan bimbingan dan konseling.
Adapun untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa SMA Negeri 3
Kota Tangerang Selatan, peneliti melakukan kategorisasi rentangan untuk
setiap responden berdasarkan data yang diperoleh dari skala yang disebar.
Dalam menentukan jenjang tersebut adalah skala yang terdiri dari 23 item
yang setiap itemnya diberi skor 1-4 untuk pernyataan favorable dan
unfavorable. Dengan demikian, skor yang mungkin diperoleh tiap subjek
berkisar 23-92. Skor terendah adalah 23 (hasil dari 23 x 1) dan skor
tertinggi adalah 92 (hasil dari 23 x 4). Skor tertinggi menunjukkan tingkat
motivasi belajar siswa tinggi, sedangkan skor terendah menunjukkan
tingkat motivasi belajar siswa rendah. Luas jarak sebarannya menjadi 92-23
= 69. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi (ō) bernilai 69/4 =
17,25, dengan mean teoritisnya (ŋ) adalah (23+92)/2 = 57,5. Kemudian
penggolongan tingkat motivasi belajar siswa dibagi ke dalam tiga kategori,
yaitu:
Skor Rendah = Nilai Minimum ≤ x < ŋ –ō
= 23 ≤ x < 57,5- 17,25
= 23 ≤ x < 40,25
48
Skor Sedang = ŋ – ō ≤ x < ŋ + ō
= 57,5- 17,25 ≤ x < 57,5+17,25
= 40,25 ≤ x < 74,75
Skor Tertinggi = ŋ+ ō ≤ x < Nilai Maximum
= 57,5+ 17,25 ≤ x < 92
= 74,75 ≤ x < 92
Tabel 4.9
Distribusi Skor Responden Motivasi Belajar
Kategori Skor Frekuensi persentase
Tinggi 74,75 > 92 13 43,4 %
Sedang 40,25 – 74,75 17 56,6 %
Rendah 23 < 40,25 0 0 %
Total 30 100 %
Dari tabel di atas, dapat dilihat sebanyak 43,4 % siswa yang memiliki
motivasi belajar dalam kategori tinggi, 56,6 % siswa lainnya memiliki
tingkat motivasi belajar dalam kategori sedang dan tidak ada siswa yang
memiliki tingkat motivasi rendah. Ini menunjukkan mayoritas siswa SMA
Negeri 3 Kota Tangerang Selatan memiliki tingkat motivassi belajar dalam
kategori sedang sebanyak 17 orang.
C. Interpretasi Data
Berdasarkan uji normalitas hasil output SPSS 16.0 untuk skala layanan
bimbingan dan konseling, didapat angka Sig.Shapiro-Wilk yaitu 0,086 dan
lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka dikatakan
bahwa distribusi data skala layanan bimbingan dan konseling normal. Hal ini
seperti yang digambarkan di bawah :
49
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Layanan Bimbingan dan Konseling .173 30 .053 .939 30 .086
a. Lilliefors Significance Correction
Sedangkan hasil uji normalitas untuk skala motivasi belajar siswa didapat
output sig. Shapiro-Wilk yaitu 0,069 dan lebih besar dari taraf signifikansi yang
ditetapkan yaitu 0,05 maka dikatakan bahwa distribusi data skala motivasi
belajar siswa normal. Hal ini seperti yang digambarkan di bawah :
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Motivasi Belajar Siswa .155 30 .064 .936 30 .069
a. Lilliefors Significance Correction
50
D. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan membandingkan harga “r” yang
diperoleh dari hasil perhitungan penelitian dengan harga “r” tabel. Jika harga
”r” hasil perhitungan kurang dari harga “r” tabel, maka hipotesis nihil (H0)
diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Sebaliknya jika harga “r” hasil
perhitungan lebih dari “r” tabel, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan
hipotesis nol (H0) ditolak.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh
hasil hipotesis seperti pada tabel berikut :
51
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Layanan Bimbingan dan Konseling dengan
Motivasi Belajar Siswa
Layanan Bimbingan dan
Konseling Motivasi
Belajar SiswaLayanan Bimbingan dan Konseling
Pearson Correlation 1 .496**
Sig. (2-tailed) .005N 30 30
Motivasi Belajar Siswa
Pearson Correlation .496** 1
Sig. (2-tailed) .005 N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil perhitungan harga “r” (r hasil perhitungan) diperoleh jumlah
0,496 dan harga koefisien korelasi tersebut bertanda positif. Artinya jika
korelasi antara layanan bimbingan dann konseling dengan motivasi belajar
siswa merupakan korelasi searah.
Untuk mengetahui arti harga indeks korelasi pada taraf signifikansi
tertentu, maka perlu diadakan pengujian dengan membandingkan besar “r”
hasil perhitungan dengan besarnya “r” yang tercantum dalam tabel nilai
Product Moment dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau
degrees of freedomnya (df) yang rumusnya sebagai berikut :
Df = N – nr
Keterangan :
Df : degree of freedom
N : number of cases
Nr : banyaknya variabel yang kita korelasikan
Dengan diperoleh db atau df , maka dapat dicari besarnya “r” yang
tercantum dalam tabel nilai “r” tabel Product Moment baik pada taraf 5 % atau
1% dalam hal ini df = 30 – 2 = 28.
52
Dari tabel nilai “r” Product Moment, dapat dilihat berapa harga “r” dengan
berapa derajat bebasnya. Pada df = 28 dengan taraf signifikan 5 % diperoleh
sebesar 0,36.
Dengan demikian harga “r” hasil perhitungan 0,496 lebih besar dari harga
tabel “r” yaitu 0,361, maka pada taraf signifikan 5 % hipotesis nol (H0) ditolak,
sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti pada taraf signifikan 5
% ada korelasi positif yang signifikan, antara layanan bimbingan dan koseling
dengan motivasi belajar siswa.
Kemudian apabila dibandingkan harga “r” hasil perhitungan dengan harga
“r” tabel pada taraf signifikan 1 % dimana pada “r” tabel dengan df = 28 adalah
0,463 maka taraf signifikan 1 % harga “r” hasil perhitungan lebih besar dari
harga “r” tabel , maka pada taraf signifikan 1 % pun hipotesis nol (H0) ditolak
dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian terbukti bahwa ada
hubungan positif yang signifikan.
Untuk mengetahui kontribusi yang diberikan variabel X terhadap variabel
Y terlebih dahulu dicari koefisien penentuan dengan rumus sebagai berikut :
KD = rxy2 X 100 %
= 0,4962 X 100 %
= 0,246 X 100 %
= 24,6 %
Hal ini mengandung pengertian bahwa intensitas layanan bimbingan dan
konseling memberikan kontribusi sebesar 24,6 % terhadap motivasi belajar
siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas
layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Artinya,
semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diikuti
oleh siswa, maka semakin tinggi pula motivasi belajar siswa. akan tetapi
sebaliknya semakin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling
yang diikuti oleh siswa, maka semakin rendah pula motivasi belajar siswa.
Adapun kontribusi yang diberikan oleh intensitas layanan bimbingan
dan konseling terhadap motivasi belajar siswa adalah 24,6 %, sedangkan
sisanya bisa disumbang oleh variabel lain yang tidak diteliti dari penelitian.
53
54
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mempunyai saran yang bisa
dijadikan pertimbangan bagi setiap pendidik khususnya konselor, bahwa bagi
setiap konselor hendaknya selalu memberikan perhatian yang cukup pada
proses belajar siswa ketika berada di sekolah. Karena perhatian itu sendiri tidak
harus bersifat materil dalam bentuk penyediaan peralatan saja, akan tetapi yang
tidak kalah pentingnya adalah perhatian yang bersifat immateril, yaitu
bagaimana guru BK (konselor) membantu kesulitan yang ditemui siswanya
dalam proses belajar, serta memberikan nasehat-nasehat atau dorongan ketika
siswa mengalami kegagalan atau pencapaian prestasinya kurang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, Ed. Revisi, Cet. 1, 1991.
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006. Arikunto Suharsimi, Prof. Dr., Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 13, 2006 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002. Azhari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Teraju, Cet. 1,
2004. Dalyono M., Drs., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 1, 1997. Dimyati, dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2,
2002. Djumhur I, dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV.
Ilmu, 1975. Hamalik, Oemar, Prof. Dr., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.
2, 2003 Hamzah B. Uno, Dr. M. pd, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di
Bidang pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 2, 2007. Iska, Zikri Neni, Bimbingan dan Konseling: Pengantar Pengembangan Diri dan
Pemecahan Masalah Peserta Didik atau Klien, Jakarta: Kizi Brother’s, Cet. 1, 2008.
Iska, Zikri neni, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, Jakarta:
Kizi Brother’s, Cet. 2, 2008. John Mcleod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, Ed. 3 Cet. 2, 2008. Margono S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Nata Abuddin, M. A. Prof. Dr. H., Perspektif Islam Tentang Strategi
Pembelajaran, Jakarta: Kencana, Ed. 1, Cet. 1, 2009.
55
56
Paimun, Drs. H, Bimbingan dan Konseling Sari Perkuliahan, Jakarta: UIN, 2006. Prayitno, Prof. Dr. H, dan Erman Amti, Drs., Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Ed. 2, 2004. Prayitno, Prof. DR. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan
Profil), Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. 1, 1995. Ridwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula,
Bandung: Alfabeta, 2005. Sabri, M. Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, Cet. 2, 1996. Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, Cet. 1, 2004. Slameto, Drs., Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:
Rineka Cipta, Cet. 4, 2003. Sudjiono Anas, , Prof. Drs, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Ed. 1-17, 2007. Suralaga Fadilah, Dra. M. Si, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Jakarta: UIN Press, 2005. Surya M., Prof. DR. H. Psikologi Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
Cet. 1, 2003. Suryabrata, Sumadi, Drs., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Ed. 5-14, 2006. Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004. Tohirin, M. Pd. Drs., Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis integrasi), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Ed. 1, 2007. Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), No. 20, Th. 2003 Winkel, W. S. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Ed. Revisi, 1997. Yusuf Syamsu, dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. 2, 2006.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Suherman, S. Pd
Jabatan : Guru Bimbingan dan Konseling
Hari/ Tgl : Senin, 04 Januari 2010
Waktu : 10.00-11.30 WIB
Tempat : SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
Daftar Pertanyaan:
1. Apa tujuan dilaksanakannya program bimbingan dan konseling di sekolah?
2. Kapan jadwal khusus memberikan bimbingan kepada siswa?
3. Apakah guru BK memiliki panduan dalam melayani siswa di sekolah ?
4. Apakah guru BK mempunyai catatan khusus setiap siswa? Catatan seperti apa?
5. Kegiatan layanan seperti apa yang diberikan guru BK kepada siswanya?
6. Kegiatan pendukung seperti apa yang diberikan guru BK kepada siswanya?
7. Bagaimana guru BK mengawasi kegiatan belajar siswa?
8. Bagaimana guru BK mengetahui siswa yang bermasalah dalam belajar? (misalnya penurunan
motivasi dalam belajar)!
9. Bagaiamana peran guru BK terhadap siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar?
10. Pendekatan apa yang biasa guru BK gunakan dalam memotivasi belajar siswa?
11. Apakah ada program layanan secara khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami
penurunan dalam motivasi belajar?
12. Faktor apa saja yang biasanya menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa?
13. Apa program jangka panjang BK di sekolah?
14. Apa program jangka pendek BK di sekolah?
15. Tahap-tahap pelaksanaan seperti apa yang dilakukan dalam program pelayanan bimbingan
dan konseling?
HASIL WAWANCARA
1. Tujuan dilaksanakannya program bimbingan dan konseling disekolah, tidak lain yang
pertama ialah harus mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu disusun
sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, peningkatan
potensi, kecerdasan dan minat peserta didik serta tuntutan dunia kerja. Disamping itu tujuan
dari dilaksanakannya program BK adalah untuk membantu pemecahan masalah yang sedang
dihadapi siswa baik kelompok maupun individu serta mengarahkan, memotivasi dan
memberikan informasi guna untuk perkembangan pribadi anak (siswa).
2. Secara klasikal jadwal khusus memberikan bimbingan kepada siswa yaitu 1 minggu sekali
pada jam pelajaran. Disini guru BK menyampaikannya dengan cara pribadi melalui tanya
jawab atau sharing guna untuk menggali potensi diri yang ada pada anak (siswa) melalui
pengembangan diri dari masing-masing anak.
3. Panduan yang harus dimiliki oleh guru BK ialah mengenai kode etik konselor. Karena
fungsi kode etik disini adalah untuk menjaga privasi seseorang dalam hal ini siswa.
Konselor tidak bisa semena-mena atau memaksanakan siswa untuk menceritakan terhadap
masalah yang terjadi dan konselor juga tidak boleh begitu saja menceritakan masalah siswa
kepada orang lain, karena sifatnya sangat rahasia.
4. SMA 1 Pamulang disini yang sudah berganti nama menjadi SMA Negeri 3 Tangerang
Selatan memiliki berbagai macam catatan yang berbeda-beda fungsinya yang berupa
himpunan lembaran-lembaran dengan format yang di design secara khusus; diantaranya
seperti buku catatan konseling, kartu status konseling, buku kasus dan buku layanan siswa
yang disebut dengan satuan layanan. Sedangkan satuan kegiatan pendukungnya itu dengan
melakukan kunjungan rumah yang ditandai adanya surat pemanggilan dan surat perjanjian.
5. Kegiatan layanan yang diberikan guru BK kepada siswanya yaitu dengan memberikan
layanan informasi seperti info mengenai dunia kerja maupun info mengenai universitas-
universitas dijakarta yang kelak akan dimasuki siswa. Selain itu kegiatan layanan yang
dilakukan oleh SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yaitu melalui layanan berupa sms,
curahan hati dan kotak saran. Disini siswa yang sedang mengalami atau mempunyai
masalah diberikan waktu oleh guru BK untuk menulis tentang apa saja yang menjadi dilema
(unek-unek) dalam diri siswa tersebut. Setelah itu guru BK bertugas untuk mencari solusi
dari masalah yang ada dengan mempertimbangkan pula aspek-aspek psikis anak (siswa).
6. Satuan kegiatan pendukung yang diberikan guru BK kepada siswanya yaitu melalui
kunjungan rumah. Hal ini dilakukan apabila pihak konselor sudah tidak mampu lagi
menangani masalah siswa yang ada. Maka tindakan selanjutnya adalah dengan pemberian
surat pemanggilan anak yang nantinya akan disampaikan kepada orang tua terlebih dahulu
sebelum diadakan kunjungan rumah, ini dimaksudkan agar orang tua murid tidak kaget
(terkejut) saat pihak konselor datang kerumah.
7. Cara yang dilakukan guru BK dalam mengawasi kegiatan belajar siswa yaitu informasi
melalui guru dari masing-masing bidang studi dan teman sebaya. Dari masing-masing guru
dan teman sebaya nantinya akan melaporkan tentang masalah yang sedang dihadapi siswa
kepada pihak konselor.
8. Cara guru BK mengetahui siswa yang bermasalah dalam belajar dalam hal ini yang terkait
dengan motivasi yaitu dengan melihat prestasi belajar siswa, terutama pada saat mid
semester dan semester. Dari situ dapat dilihat peningkatan dan penurunan motivasi siswa,
atau dapat pula dilihat dari tingkah laku sehari-seharinya disekolah. Sebagai contoh siswa
yang dalam kesehariannya disekolah sifatnya periang dan senang bercanda dengan teman
sebayanya, namun suatu ketika pada saat tertentu siswa tersebut tampak murung dan
pendiam. Hal tersebut menandakan pasti ada masalah dalam dirinya, sehingga menimbulkan
penurunan motivasi dalam belajar.
9. Peran guru BK terhadap siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar yaitu dengan
mengarahkan dan memotivasi siswa serta memberikan wawasan tentang bimbingan belajar
yang baik dan efektif. Karena peran guru BK itu sendiri bukan hanya sekedar menangani
kenakalan-kenakalan remaja saja, akan tetatpi mencakup keseluruhan yang terkait dengan
aspek pendidikan. Hal ini seperti terdapat pada fungsi dari pendidikan nasional selain
menegembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat, juga bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu dan kreatif serta bertanggung jawab. Jadi peran BK selain untuk memberikan
bantuan agar siswa mencapai kemandirian juga harus didasarkan pada norma-norma yang
berlaku untuk tujuan yang berguna bagi siswa.
10. Pendekatan yang biasa guru BK gunakan dalam memotivasi siswa belajar yaitu dengan
pendekatan yang bersifat persuasif dengan cara menegur atau mengenal nama si anak
(siswa). Apabila dari masing-masing guru terutama pihak konselor mengenal atau
mengetahui nama siswa, maka secara tidak langsung lama-kelamaan akan membentuk suatu
hubungan yang baik antara konselor dengan klien (siswa). Karena siswa disini merasa
diperhatikan dan akan merasa nyaman pula untuk bercerita tentang masalah yang
dihadapinya. Dan pihak konselor akan mudah pula untuk mencari solusi dari permasalahan
yang dihadapi siswa.
11. Program khusus yang diberikan oleh SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yang mengalami
penurunan dalam motivasi belajar yaitu melalui remedial teaching dan tutor teman sebaya.
Adapun remedial teaching tujuannya ialah untuk usaha pemberian bantuan kepada siswa
yang mengalami kesulitan belajar. Karena dari masing-masing siswa disini memiliki
kemampuan menanggapi belajar yang berbeda-beda ada yang cepat tanggap dan ada pula
yang tidak cepat tanggap. Oleh karena itu, dalam remedial teaching ini harus dicari sebab-
sebab kesulitan belajar yang dialami siswa dan dicarikan pemecahan dari kesulitan belajar
tersebut. Sedangkan tutor teman sebaya atau bisa disebut juga dengan layanan kelompok
yaitu fungsinya disini yaitu untuk mencari sebab-sebab mengapa siswa (klien) mengalami
penurunan motivasi belajar caranya disini adalah dengan membuat beberapa kelompok yang
tidak lain adalah temannya sendiri dari masing-masing temannya tersebut memberikan
masukan kepada klien (siswa) setelah itu konselor mencarikan solusi dari masalah yang ada.
12. Dari kebanyakan siswa yang saya tanyakan faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya
motivasi belajar siswa ialah dikarenakan memang mata pelajarannya sulit dan metode yang
digunakan atau yang disampaikan membosankan, serta guru yang sering tidak masuk hanya
memberikan tugas saja, tanpa siswa diterangkan terlebih dahulu dan materi yang diberikan
terlalu banyak. Sedangkan dari pihak konselor yang menyebabkan menurunnya motivasi
belajar siwa memang bermacam-macam dan tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan
diatas, akan tetapi tidak hanya itu saja, misalnya seperti masalah dilingkungan keluarga,
pribadi, sosial maupun pendidikan, karena siswa tersebut tidak tahu perguruan tinggi mana
yang harus dia pilih setelah pendidikan sekolah telah selesai.
13. Program jangka panjang yang dilakukan SMA Negeri 3 Tangerang Selatan dalam layanan
program BK dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah dengan program tahunan
yang dilaksanakan selama satu tahun pelajaran atau semesteran kemudian dari situ dapat
dilihat tingkat prestasi siswa apakah naik atau turun.
14. Program jangka pendek adalah dengan membuat suatu agenda harian yang didalamnya
memuat berbagai pelanggaran-pelanggaran. Misalnya seperti datang ke sekolah terlambat,
tidak memakai ikat pinggang, memakai perhiasan dan gelang, serta rambut bagi laki-laki
yang gondrong itu semua dilakukan setiap hari dalam satu minggunya.
15. Tahap pelaksanaannya yang dilakukan dalam program BK yaitu dengan pemberian poin-
poin dari pelanggaran yang dilakukan. Selain itu pelaksanaan yang biasanya dilakukan yaitu
dengan cara koordinasi pihak-pihak terkait. Disini dari masing-masing guru mata pelajaran
menginformasikan kepada wali kelasnya apabila terdapat siswa yang mengalami penurunan
motivasi belajar, setelah itu apabila wali kelas tidak bisa menangani masalah, maka
dialihkan oleh pihak konselor, apabila dalam hal ini konselor tidak bisa mengatasi juga
tentang masalah yang ada, maka dilakukan pemanggilan orang tua ke sekolah. Dan apabila
pihak orang tua belum bisa mengatasi masalah anaknya, maka kepala sekolahlah yang
menentukan apakah siswa tersebut masih bisa di sekolah tersebut atau tidak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
Pada sekitar tahun 1987-an wilayah Pamulang masih termasuk
bagian wilayah kecamatan Ciputat (belum merupakan suatu kecamatan
tersendiri). Saat itu pula sedang dibangun pemukiman penduduk berskala
luas yaitu perumahan pamulang permai II. Pertambahan kepadatan
penduduk kecamatan Ciputat khususnya di sekitar wilayah Pamulang
menuntut bertambahnya pula sarana pendidikan khususnya Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas. Atas bantuan berbagai pihak dan rekomendasi dari
pemerintah kabupaten Tangerang (surat Persetujuan Penggunaan Tanah
Fasilitas Sosial No. 593.3/1515_UM/ 1988 tertanggal 2 Juli 1988 ) akhirnya
pihak pengembang perumahan pamulang permai II menyetujui sebagian
tanahnya untuk dibangun sebuah sekolah. Di atas tanah seluas 4870 m2
mulailah dibangun sebuah sekolah dan pada tanggal 17 Oktober 1991
bernama SMA Negeri 2 Ciputat filial (kelas jauh) dipimpin oleh Ibu Hj.Siti
Aisyah, BA (alm) dengan pelaksana hariannya adalah Bapak Drs. A.Rifaie'
Sirath. Waktu itu baru berjumlah 12 kelas yaitu 4 kelas I, 4 Kelas II dan 4
kelas III.
Pada sekitar tahun 1991-1992 terjadi pemekaran wilayah dimana
wilayah Pamulang telah menjadi kecamatan tersendiri yaitu kecamatan
Pamulang. Nama SMA Negeri 2 Ciputat filial menjadi tidak cocok lagi
karena berada di wilayah kecamatan Pamulang. Berkat bantuan berbagai
pihak akhirnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0216/O/1992 tertanggal 5 Mei 1992, SMA Negeri 2 Ciputat filial berubah
namanya menjadi SMA Negeri 1 Pamulang, namun SK ini ditandatangani
baru pada bulan Juni 1992 dan dijadikan landasan berdirinya SMA Negeri 1
Pamulang yaitu bulan Juni 1992 (makna simbolik logo SMAN 1 Pamulang
6 akar tangkai, 9 mahkota bunga dan 2 kelopak bunga).
Dan setelah terjadi pemekaran diwilayah tengerang itu sendiri, maka
pada tanggal 29 Januari 2009-2010 yang pada awalnya bernama SMA
Negeri 1 pamulang berubah namanya menjadi SMA Negeri 3 Kota
Tengerang Selatan.
2. Visi dan Misi SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
a. Visi SMA Negeri 3 Kota Tangera Pamulang
Menjadi Sekolah Terunggul Berwawasan Nasional, Bersaing Secara
Internasional dan Religius.
b. Misi SMA Negeri 3 Kota Tangerang
1. Mewujudkan pencapaian delapan standar internasional
pendidikan.
2. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien
berbasis global (berbasis ICT) dan berpijak pada budaya bangsa.
3. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT)
dan bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan
pengelolaan sekolah.
4. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
5. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara
nasional dan internasional.
6. Mengembangkan jejaring nasional dan internasional yang luas.
7. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga
sekolah.
8. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya
bangsa serta implementasinya dalam kehidupan nyata.
9. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK dan
IMTAK.
3. Keadaan Guru, Pegawai dan Siswa
a. Keadaan Guru dan Pegawai
Pada saat ini, guru yang ada di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
semuanya berjumlah 73 orang. Dengan perincian laki-laki 24 orang dan
guru perempuan berjumlah 49 orang. Sedangkan jumlah pegawai
administari seluruhnya berjumlah 10 orang, selebihnya yaitu pesuruh
sekolah yang seluruhnya berjumlah 8 orang. Untuk lebih jelas lihat tabel di
bawah ini
Tabel 4.1
Keadaan Guru
SMA N 3 Kota Tangerang Selatan
PENDIDIKAN STATUS TUNO N A M A USIA BIDANG
GT
GTT
JAP
(TAHUN
) JENJAN
G STUDI MIN
1 Drs. H. Sujana,.M.Pd 49 Sarjana Sejarah V 3
2 Dra. Kamron Henilawati 48 Sarjana B.Indonesia V 3
3 Dra. Mardiati 49 Sarjana Matematika V 16 Matematika
4 Dra. Lia Ribawati 48 Sarjana B.Inggris V 16 B.Inggris
5 Dra. Sri Haryatmi 50 Sarjana BP/BK V 36 BP/BK
6 Dra. Hj. Laela Rochayati 44 Sarjana
Ekonomi/Akun V 22
Ekonomi/Akun
7 Dra. Hj. Hartati 48 Sarjana PPKn V 20 PPKn
8 Dra. Emma Rochminarti 46 Sarjana
Ekonomi/Akun V 22
Ekonomi/Akun
9 Suhermin. S.Pd. 46 Sarjana Fisika V Fisika
10 Dra. Yuniati 40 Sarjana Matematika V 34 Matematika 11 Juriah. S.Pd. 42 Sarjana Biologi V 33 Biologi 12 Dra. Harsining 44 Sarjana B. Inggris V 22 B.Inggris
13 Dra. Hj. Efi Rosita 44 Sarjana BP/BK V BP/BK
14 Dra. Hj. Suwarti 43 Sarjana Sejarah V Sejarah
15 Dra. Eny Suryani. M.Pd. 42 Sarjana Matematika V Matematika
16 Dra. Aan Sri Analiah 39 Sarjana Sejarah V 29 Sejarah
17 Aisyah. S.Pd. 40 Sarjana Matematika V 36 Matematika
18
Wiwin Purwi Indayati. M.Pd. 40
Pasca Sarjana Kimia V 16 Kimia
19
Hj. Sri Herminingsih. S.Pd. 40 Sarjana Fisika V 11 Sejarah
20 Iis Nurhayati. S.Pd. 35 Sarjana Biologi V 21 Matematika
21 Tati Erayati. S.Pd. 36 Sarjana B. Inggris V Fisika
22 Lina Nurlina. S.Pd. 35 Sarjana Matematika V Biologi
23 Drs. Eka Adifirsa Putra 38 Sarjana Matematika V 33 Matematika
24 R a t i h. S.Pd. 39 Sarjana Fisika V 20 Fisika 25 Dra. Unayah Sarjana Matematika V 18 Matematika
26
Siti Mahmudah. S.Pd. 35 Sarjana Matematika V 21 Matematika
27 Adi Ruchyadi Sarjana Ekonomi/Akun V Mulok
28 Ir. Shanty Sarjana Biologi V 32 Biologi
29 Emin Salimin Sarjana Pend. Agama V 38 Sosiologi
30 Sularno Sarjana Penjas V 22 Penjas
31 Maulana Panuju Sarjana Bhs Inggris V 20 Bhs Inggris
32 Sri Ridjeki Sarjana Ekonomi/ Akuntasi V 18
Ekonomi/Akun
33 Dra. Wiwi Widaningsih Sarjana
Bhs Indonesi V 14
Bhs Indonesi
34 Liman Bhs Indonesi V 18
Bhs Indonesi
35 Suherman BP/BK V 18 BP/BK
36 Arie Budiningsih Kimia V 28 Kimia
37 Junaedi. S.Ag. 36 Sarjana
Pend Agama Islam V 24
Pend Agama Islam
38 Dra. Dyah Katiyuwati 41 Sarjana PPKn V 34 PPKn
39
Wahyu Kumalawati. S.Pd. 38 Sarjana PPKn V 28 PPKn
40 Dra. Ellia Doniati. S.Pd. 32 Sarjana Sejarah V 20 Sejarah
41 Dra. Sri Mulyati 40 Sarjana B.Indonesia V 41 B.Indonesia
42 Susi Rosita. S.Pd 34 Sarjana
Bhs Indonesia
Bhs Indonesia
43 Dra. Siti Umayah 45 Sarjana Bhs Inggris V 18 Bhs Inggris
44 Sri Wahyuni. S.Pd. 34 Sarjana Bhs Inggris V 12 Bhs Inggris
45 RaniAnggraeni. S.Pd 32 Sarjana Biologi V 6 Biologi
46 Dra. Wara Gawatiningsih 36 Sarjana Kimia V 12 Kimia
47 Nellyta Basrie. S.Pd 33 Sarjana Biologi V 12 Biologi
48 Bambang Setiabudi 33 Sarjana Penjas V 10 Penjas
Pend
18
Pend Agama
49 Drs. Muhyidin 41 Sarjana Agama V
50
Tri Wuriyantini. S.Pd Ekonomi V 12 Ekonomi
51 Ir. Shanti 51 Sarjana Biologi V 34 Biologi
52 Siti Nursyamsiah 35 Sarjana Sejarah V 12 Sejarah
53 Rusmanelly 50 Sarjana Pend Seni V 18 Pend Seni
54 Tarsiah. S.Sg 33 Sarjana Pend Agama V 22
Pend Agama
55 Amin Paris Pane 43 Sarjana Bhs Jerman V 10 Bhs Jerman
56 Abd. Aziz Muslim 29 Sarjana
Pend Agama V 18
Pend Agama
57 Drs. Digi Susandi 41 Sarjana Penjas V 8 Penjas
58 Nimrah. S.Pd 29 Sarjana Bhs Inggris V 8 Bhs Inggris
59 Dedi Suryaman 45 Sarjana Mulok V 18 Mulok
60 Fuad Akhmad Jawari 40 Sarjana
Tek. Informatika V 12
Tek. Informatika
61 Uswatun Hasanah 37 Sarjana
Tek. Informatika V 12
Tek. Informatika
62 Budi Sudarsono 36 Sarjana
Tek. Informatika V 18
Tek. Informatika
63 Beni Tresnadi 38 Sarjana Tek. Informatika V 18
Tek. Informatika
64 Ainul Wardah Pasca Sarjana Pend. Seni Pend. Seni
65 Siti Amaliza 27 Sarjana Pend. Seni Pend. Seni
66 Nawang Priyandani D. III Bhs Jepang Bhs Jepang
67 Haposan D. III Pend. Agama
Pend. Agama
68 Ahmad Syukron 32 Fisika Fisika
69 Affandy Kartawinata 31 Sarjana TIK TIK
70 Dewimarhelly 37 Kimia Kimia
71 Ahmad Hasanudin Sarjana Bhs. Inggris Bhs. Inggris
72 Roni Purwansyah Bhs. Arab Bhs. Arab
73 Gunadi Geografi Geografi
b. Keadaan Siswa
Adapun jumlah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan pada
tahun ajaran 2008-2009 yang berdasarkan laporan statistik berjumlah 937
orang, dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 487 orang dan siswa
perempuan sebanyak 450 orang. Perkembangan siswa dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan minat masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan cukup
tinggi, sehingga dalam penerimaan siswa baru diadakan seleksi yang cukup
ketat yang juga dimaksudkan untuk mendapatkan input yang berkualitas.
Tabel 4.2
Keadaan Siswa-siswi
SMA N 3 Kota Tangerang Selatan
X XI
IPA
XI
IPS
JUMLAH XII IPA XII IPS JUMLAH
L 151 77 77 154 102 80 182
P 148 77 71 148 103 51 154 450
JML 229 154 148 302 205 131 336
937
c. Sarana Pendidikan
Sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai
suatu tujuan. Dalam pnelitian ini yang dimaksud dengan sarana dan
prasarana adalah fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh SMA Negeri 3 Kota
Tangerang Selatan. Dalam rangka menunjang terlaksananya proses
pendidikan, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik sehingga tujuan
pendidikan dapat terwujud adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Keadaan Sarana dan Prasarana
SMA N 3 Kota Tengerang Selatan
NO. JENIS JUMLAH
1. Gedung Sekolah 1 Unit
2. Ruang Belajar 4 Ruang
3. Ruang guru 1 Ruang
4. Ruang Kepala Sekolah 1 Ruang
5. Ruang Perpustakaan 1 Ruang
6. Ruang Koperasi Sekolah 1 Ruang
7. Ruang Tata Usaha 1 Ruang
8. Ruang TRRC 1 Ruang
9. Lab IPA 1 ruang
10. Lab Bahasa 1 Ruang
11. Lab. Komputer 1 Ruang
12. Ruang BK/BP 1 Ruang
13. Kamar WC asiswa 3 Kamar
14. Kamar WC Guru 2 Kamar
15. Meja Kursi guru 30 Kursi
16. Meja Kursi Murid 136 Kursi
17. Pesawat telpon 2 Buah
18. Pengerasa Suara 1 Buah
19. Gudang 1 Ruang
20. Ruang Penjaga Sekolah 2 Ruang
Tabel 4.4
Struktur Organisasi
SMA N 3 Kota Tengerang Selatan
DEWAN GURU
LAB PERAWATAN SARANA DAN
EKSKULOSIS
WAKSEK KESISWAAN
WAKSEK SARANA DAN PRASARANA
WAKSEK KURIKULUM
PERPUSTAKAAN REGULER
WAKSEK HUMAS
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
ADMINISTRASI KESISWAAN
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN
KEUANGAN
KEPALA TATA USAHA
KEPALA SEKOLAH
BIMBINGAN DAN KONSELING
WALI KELAS
Tebel 4.5
Struktur Organisasi Perpustakaan
STAF PERPUSTAKAAN
KOORDINATOR PERPUSTAKAAN
WAKIL PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN
TATA USAHA
KESISWAAN WAKIL MANAJEMEN MUTU
KEPALA SEKOLAH