abstrak perbandingan ekskresi protein urin · pdf filei 10 abstrak perbandingan ekskresi...
TRANSCRIPT
i
10
ABSTRAK
PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN PADA ANAK
TERINFEKSI VIRUS DENGUE DENGAN ATAU TANPA RENJATAN
Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah dengue dengan angka
kejadian di Denpasar tahun 2015 adalah 178,7 per 100.000 penduduk. Angka
kematian meningkat 5% bila terjadi sindrom renjatan dengue. Penilaian yang
akurat terhadap risiko renjatan merupakan kunci penting mencegah terjadi
renjatan pada pasien demam berdarah dengue. Perubahan parameter hematologi
seperti peningkatan hematokrit, dan penurunan trombosit sudah lama dikenal
sebagai faktor prognosis terjadinya renjatan. Kelainan pada urin dapat menjadi
parameter praktis dari beratnya infeksi virus dengue. Penelitian mengenai
proteinuria masih bersifat kontroversi. Penelitian pada pasien dewasa proteinuria
didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan demam berdarah dengue
dibandingkan pasien dengan infeksi virus dengue. Penelitian pada anak sifatnya
terbatas. Proteinuria tipe nefrotik dapat terjadi pada infeksi virus dengue dengan
renjatan yang dapat menjadi gagal ginjal akut dengan mortalitas mencapai 60%.
Kondisi ini akan mempengaruhi tatacara pemberian cairan pada pasien infeksi
dengue dengan renjatan.
Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode
consequtive sampling. Sampel adalah anak usia 6 bulan sampai dengan 12 tahun
yang dirawat dengan infeksi virus dengue dengan atau tanpa renjatan dan tidak
mengalami kelainan ginjal sebelumnya.
Dari hasil penelitian didapatkan karakteristik subyek tidak berbeda bermakna
baik jenis kelamin, satus gizi, berat badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh.
Perbedaan didapatkan pada kondisi demam sebelum masuk rumah sakit, diuresis
yang menurun, dan adanya peningkatan hematokrit. Nilai median rasio protein
berbanding kreatinin urin pada kondisi renjatan lebih tinggi 0,3 (IQR=-0,12 s.d.
0,72) dibandingkan dengan tanpa renjatan 0,18 (IQR=0,02 s.d. 0,34), p=0,01.
Proteinuria tipe nefrotik seluruhnya dialami oleh pasien yang mengalami renjatan
OR=3,52; 95%IK (1,58 s.d. 7,85); p=0,002. Pengaruh status renjatan terhadap
proteinuria setelah memperhitungkan kadar albumin dan gula darah serum, luas
permukaan tubuh, dan status gizi pasien didapatkan kadar albumin memiliki
pengaruh signifikan menimbulkan proteinuria dibandingkan kondisi renjatan
dengan F=4,22; p=0,042; R2=0,04.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ekskresi protein urin lebih
tinggi pada infeksi virus dengue dengan renjatan dibandingkan tanpa renjatan, dan
kondisi renjatan cenderung menimbulkan proteinuria tipe nefrotik. Hipoalbumin
lebih signifikan menimbulkan proteinuria dibandingkan kondisi renjatan. Hal ini
menggambarkan mekanisme proteinuria yang terjadi pada infeksi virus dengue
lebih besar oleh karena adanya viral nefropati akibat reaksi antigen NS1 pada
glikokaliks endotel ginjal.
Kata kunci: infeksi virus dengue, renjatan, proteinuria
i
ii
ABSTRACT
COMPARISON OF URINE PROTEIN EXCRETION IN CHILDREN
WITH DENGUE VIRUS INFECTION WITH OR WITHOUT SHOCK
Dengue virus as the cause of dengue fever with the incidence rate in
Denpasar on 2015 was 178.7 per 100.000 populations. Mortality rate increased
5% in case of dengue shock syndrome. An accurate assessment of the risk of
shock is an important key to prevent of shock in patients with dengue
hemorrhagic fever. Hematological parameters such as increased hematocrit, and
platelet decline has long been known as a prognostic factor of the shock. Urine
abnormality can be a parameter of the severity of dengue infection. Research on
proteinuria is still a controversy. Research in adult said that proteinuria higher in
patients with dengue hemorrhagic fever than patients with dengue infection.
Researches are limited in pediatric field. Nephrotic range proteinuria that can
occured in dengue virus infection with a shock that could become acute renal
failure with mortality reached 60%. This condition will affect the procedure for
administration of fluids in dengue shock syndrome.
This study was a cross sectional study using consequtive sampling method.
Samples are children aged 6 month to 12 years who were treated with dengue
virus infection with less or without shock and no renal abnormalities.
From the results, subjects were not different in characteristics of both
genders, satus nutrition, weight, height, body surface area. The difference was
found in a state of fever before admission, diuresis decreased, and an increase in
hematocrit. The median value of urine creatinine ratio of protein versus the higher
shock condition 0.3 (IQR=-0.12 to 0.72) compared with those without shock 0.18
(IQR=0.02 to 0.34), p=0.01. Nephrotic type proteinuria entirely experienced by
patients who experienced shock of OR=3.52; 95%CI (1.58 to 7.85); p=0.002.
Albumin level had significant effect on proteinuria rather than shock in dengue
infection with F=4.22; p=0.042; R2=0.04.
Based on the results of this study conclude urine protein excretion were
higher in dengue virus infection with shock rather than without shock, and shock
conditions tend to cause nephrotic type of proteinuria. Hipoalbumin more
significant cause proteinuria compared than shock conditions. It describes the
mechanism of proteinuria occurring in dengue viral infection is greater because of
viral nephropathy due to NS1 antigen reactions in renal endothelial glycocalix.
Keywords: dengue virus infection, shock, proteinuria
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM………………………………………………………… i
PRASYARAT GELAR……………………………………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………….. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI……………………………………….. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………….. v
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. vi
ABSTRAK………………………………………………………………… ix
ABSTRACT……………………………………………………………….. x
DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xv
DAFTAR ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG.................……………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xx
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………… 7
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………… 7
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………… 8
1.5. Keaslian Penelitian …………………………………………9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 10
2.1. Demam Dengue ………………………………………….. 10
2.2 Sindrom renjatan dengue………………………………… 10
2.2.1 Etiologi ……………………………………………. 10
iv
2.2.2 Patogenesis ………….……………………………… 11
2.2.3 Manifestasi klinis …………………………………… 12
2.2.4 Faktor prognostik terjadinya sindrom renjatan
dengue………………………………………………. 13
2.2.5 Laboratorium ………………..……………………… 15
2.3 Proteinuria………………………………………………… 18
2.3.1 Etiologi dan faktor yang memperberat proteinuria… 19
2.3.2 Mekanisme terjadinya proteinuria………………….. 21
2.3.3 Pemeriksaan penunjang…………………………….. 26
2.4 Mekanisme terjadinya proteinuria pada sindrom renjatan
dengue…………………………………………………….. 27
2.5 Mekanisme proteinuria menimbulkan gagal ginjal
akut………………………………………………………... 31
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN………………………………………………………..……. 34
3.1. Kerangka berpikir ………………………………………… 34
3.2. Kerangka konsep Penelitian ……………………...……… 37
3.3. Hipotesis Penelitian ………………………………………. 38
BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………… 39
4.1. Rancangan Penelitian ……………………………………… 39
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………… 39
4.3. Penentuan Sumber Data …………………………………… 40
4.3.1. Populasi penelitian ……………………………….. 40
4.3.2. Penentuan sampel ………………………………… 40
4.3.3. Besar sampel penelitian …………………………… 41
4.4. Variabel Penelitian ……………………………………….. 42
4.4.1. Variabel penelitian ………………………………… 42
4.4.2. Batasan Operasional variabel ……………………… 43
4.5. Bahan Penelitian………….……………………………… 48
4.5.1Bahan untuk pengambilan darah dan
urin…………….…………………………………… 48
v
4.5.2 Bahan dan reagen untuk pemeriksaan
darah……………………..…………………………. 48
4.6. Instrumen Penelitian……………………………………….. 49
4.7. Prosedur Pemeriksaan……………………………………… 50
4.7.1 Albumin serum……………………………………… 50
4.7.2. Gula Darah Serum…………………………………. 50
4..7.3 Immunoglobulin dengue…………………………… 51
4.7.4 Protein berbanding kreatinin urin sewaktu………… 51
4.7.5 Cara pengukuran berat badan sampel penelitian…... 52
4.7.6 Cara pengukuran tinggi badan sampel penelitian…. 52
4.8. Alur Penelitian…………………………………………… 52
4.9. Etika Penelitian…………………………………………… 54
4.10. Analisis Data………………………….……………………. 54
BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………. 57
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………..…. 62
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 70
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 74
LAMPIRAN – LAMPIRAN ……………………………………………… 80
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang peningkatan rasio protein dan
kreatinin urin terhadap kejadian sindrom
renjatan dengue…………………………………….………….. 9
Tabel 2.1 Manifestasi klinis demam berdarah dengue…………………… 12
Tabel 2.2. Perbandingan nilai normal proteinuria melalui
beberapa metode pemeriksaan ………………………………… 19
Tabel 2. 3. Etiologi dan klasifikasi proteinuria…………………………… 20
Tabel 2.4 Karakteristik kelainan yang bersumber dari glomerulus
maupun nonglomerulus………………………………………… 24
Tabel 5.1 Karakteristik subyek penelitian………………………………… 58
Tabel 5.2 Karakteristik nilai rasio protein berbanding kreatinin urin
(UPCR) pada kondisi renjatan maupun tidak………………….. 59
Tabel 5.3 Hasil analisis multivariate kejadian renjatan terhadap terjadinya
proteinuria……………………………………………………… 61
Tabel 5.4 Perbandingan protein tipe nefrotik berdasarkan status renjatan... 61
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Prinsip cara kerja metode MAC-ELISA
sumber : WHO 2011…………………………………………. 16
Gambar 2.2.Perkiraan waktu munculnya infeksi virus dengue primer
atau sekunder, adapted from WHO 2009 Diagnosis,
tatalaksana, pencegahan dan control…………….…….…….. 17
Gambar 2.3 Lapisan dari membran glomerulus…………………………… 23
Gambar 2.4 Kerusakan tubulointerstitium oleh gangguan glomerulus…… 26
Gambar 2.5. Mekanisme pengaktifan TRPC 6 oleh angiotensin II ……… 29
Gambar 2.6 Mekanisme peradangan dan jalur fibrogenik pada sel tubulus
proksimal akibat beban protein berlebihan…………………. 33
Gambar 3.1 Kerangka berpikir…………………………………………… 36
Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian………………………………… 37
Gambar 4.1Skema dasar penelitian ……………………………………… 39
Gambar 4.2 Skema alur penelitian ………………………..……………… 56
Gambar 6.2 Mekanisme ekskresi protein urin berkaitan
dengan viral nefropati ………………………………………. 69
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ALT : Alanine Transaminase
AST : Aspartate Transaminase
ATR1 : Angiotensin Receptor 1
BMG : Basal Membran Glomerulus
BSA : Body Surface Area
CF : Complement Fixation
C3 : Complement 3
Da : Dalton
DBD : Demam Berdarah Dengue
DCSIGN : Dendritic Cell Specific I CAM 3-Grabbing non integrin Receptor
DENV : Dengue Virus
dL : Desiliter
ELISA : Enzyme-linked Immunosorbent Assay
ET-1 : Ebdothelin-1
GAG : Glikosaminoglikan
HCT : Hematokrit
HI : Haemagglutination-Inhibition
HLA : Human Leucocyte Antigen
ICAM 3 : Intercellular Adhesion Molecule 3
IgG : Imunoglobulin G
ix
IgM : Imunoglobulin M
IK : Interval Kepercayaan
IQR : Interquartile Range
KDOQI : Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
Kg : Kilogram
MAC ELISA : Immunoglobulin Antibody Capture Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay
mg : Miligram
MW : Molecular Weight
mL : Mili Liter
m2 : Meter Persegi
m3 : Meter Kubik
mm3 : Milimeter Kubik
NFKB : Nuclear Factor Kappa B
NS-1 : Nonstruktural 1 antigen
NSAID : Non Steroid Antiinflammatory Drug
NT : Neutralization Test
OVI : Other viral infection
PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1
PDGF : Platelet derived growth factor
pH : Potential of Hydrogen
PICU : Pediatric Intensive Care Unit
PRIFLE : Pediatric Risk, Injury, Failure, Loss, End Stage Renal Desease
x
RANTES : Regulated on Activation, Normal T Cell Expressed and Secreted
RBC : Red blood cell
RNA : Ribonucleic Acid
ROS : Reactive Oxygen Species
RT PCR : Reverse Transcriptase Polimerase Chain Receptor
s.d : sampai dengan
SSD : Sindrom Syok Dengue
TGF-β : Transforming Growth Factor-β
TRPC6 : Transient Receptor Potential Cation 6
UACR : Urine Albumin Creatinine Ratio
UPCR : Urine Protein Creatinine Ratio
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WBC : White Blood Cell
WHO : World Heart Organization
DAFTAR LAMBANG
< : kurang dari
< : kurang dari sama dengan
> : lebih dari sama dengan
> : lebih dari
% : perseratus
+ : positif
- : negatif
xi
µL : mikro liter
® : registered merk atau merek terdaftar
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Penelitian Pendahuluan………………………………………… 81
2. Persetujuan Setelah Penjelasan………………………………………. 82
3. Kuesioner………………………………………………………………. 86
4. Surat Keterangan Kelaikan Etik……………………………………….. 90
5. Surat Ijin Penelitian……………………………………………………..91
6. Hasil Analisis Data SPSS…………………………………………….. 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi virus dengue yang berat sering menyebabkan terjadi proteinuria
melalui beberapa mekanisme. Kebocoran protein plasma pada kondisi infeksi
virus dengue berat dalam hal ini renjatan menyebabkan protein yang difiltrasi di
ginjal semakin tinggi dan menimbulkan proteinuria. Kondisi proteinuria pada
pasien sindrom renjatan dengue akan mempengaruhi tatalaksana, prognosis dan
mortalitas pasien dengan infeksi virus dengue (Wills dkk., 2004).
Virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD),
merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Penularannya
melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue
diklasifikasikan menjadi DENV 1,2,3,4 (Guzman dkk., 2010). Indonesia sendiri
merupakan salah satu daerah endemis DBD, dengan angka kejadian 0,008 per
100.000 penduduk pada tahun 1968 dan meningkat menjadi 35,2 pada tahun 1998
(Soedarmo dkk., 2002). Angka kejadian di Denpasar tahun 2015 adalah 178,7 per
100.000 penduduk, dengan angka kematian tertinggi 1,7% pada tahun yang sama.
Risiko kematian meningkat 5% bila terjadi sindrom renjatan dengue (Karyana
dkk., 2005; Dinkes., 2015).
Penyebab utama kematian pada pasien DBD adalah renjatan karena
kebocoran plasma. Keberhasilan pengobatan ditentukan dari penanganan yang
tepat dan sedini mungkin terhadap pasien prerenjatan dan renjatan. Penilaian yang
akurat terhadap risiko renjatan merupakan kunci penting mencegah terjadi
3
10
renjatan pada pasien demam berdarah dengue (Vasanwala dkk., 2011).
Manifestasi klinis demam berdarah dengue bervariasi. Patogenesis yang kompleks
dan perbedaan serotipe virus pada daerah yang berbeda, membuat sulit
memprediksi pasien akan menjadi renjatan atau renjatan berulang. Indikator yang
dapat memprediksi terjadinya renjatan diperlukan pada pasien demam berdarah
dengue (Raihan dkk.,2010).
Terdapatnya hepatomegali dan perdarahan gastrointestinal meningkatkan
risiko terjadinya sindrom renjatan dengue (Raihan dkk., 2010). Peningkatan enzim
liver juga sebagai faktor prognosis (Wichman dkk., 2004). Perubahan pola
transmisi sakit dari penyebaran di rumah menjadi sekolah, kedatangan pasien
yang terlambat dan kejadian renjatan lebih banyak pada anak lebih
mudamerupakan penyulit klinisi mengetahui risiko awal renjatan. Hal ini dapat
dicegah dengan menemukan metode yang lebih sederhana dan praktis untuk
mengetahui faktor risiko pasien infeksi virus dengue yang berisiko jatuh pada
kondisi renjatan (Lumpaopong dkk., 2010).
Gangguan elektrolit serum seperti hiponatremia ringan dapat membedakan
derajat keparahan infeksi virus dengue (Mekmullica dkk., 2005; Lumpaopong
dkk., 2010). Melalui penanda enzim yang disekeresi oleh liver dari rerata kadar
enzim aspartate transaminase (AST) dan alanine transaminase (ALT)
menunjukkan perbedaan bermakna antara DBD derajat II dibandingkan DBD
derajat IV (Saniathy dkk., 2009). Selain kita melihat penanda praktis dari kelainan
di serum kita juga dapat melihat perbedaan yang terjadi pada urin pada pasien
2
4
1
terinfeksi virus dengue, karena ginjal sedemikian halnya mengalami cedera ringan
pada infeksi virus dengue ini (Oliveira dan Broadman., 2015).
Banyak kelainan pada urin yang berhubungan dengan infeksi virus dengue
yang dapat menjadi parameter praktis dari beratnya infeksi virus dengue tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukan oleh Lumpaopong dkk., 2010,
dimana terdapat 15% kejadian proteinuria pada infeksi virus dengue dibandingkan
dengan 27% kejadian proteinuria pada demam berdarah dengue. Penelitian
mengenai proteinuria pada infeksi virus dengue masih bersifat kontroversi.
Prevalensi kejadian proteinuria maupun hematuria tidak menunjukkan perbedaan
bermakna pada pasien dengan demam berdarah dengue dengan atau tanpa renjatan
pada penelitian lain. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan Vasanwala
dkk, 2014 pada pasien dewasa, yang menyimpulkan pasien dengan demam
berdarah dengue memiliki peningkatan kadar protein urin yang signifikan
dibandingkan pasien dengan infeksi virus dengue. Rata-rata peningkatan
proteinuria dialami pasien pada 2 hari sebelum maupun 3 hari setelah demam
turun (fase convalescens) (Vasanwala dkk., 2014).
Pasien dengan sindrom renjatan dengue mengekskresikan protein yang
berukuran lebih kecil yang ditunjukkan dengan ekskresi dari heparan sulfat yang
meningkat pada pasien demam dengue yang disertai renjatan (Wills dkk., 2004).
Proteinuria dan hematuria yang terjadi pada pasien infeksi virus dengue
terjadi akibat proses cedera ginjal atau kerusakan yang terjadi pada glomerulus
3
10
10
ginjal. Kerusakan ini terjadi akibat proses sekunder dari sistem kompleks imun
yang terdeposisi dengan antigen virus, terjadi proliferasi mesangial, deposisi dari
IgG, IgM, C3 dan penebalan membran glomerulus oleh deposit partikel bentuk
speris. Reaksi kompleks imun tersebut biasanya diekskresi melalui urin karena
besar partikelnya lebih kecil dari diameter glomerulus ginjal (Wills dkk., 2004).
Manifestasi ginjal pada pasien dengan demam berdarah dengue biasanya ringan.
Terdapat pula kemungkinan terjadinya keadaan yang cedera ginjal berat seperti:
proteinuria, nekrosis tubuler akut, glomerulonefritis, gagal ginjal dan sindrom
hemolitik uremik apabila terdapat faktor predisposisi seperti renjatan, hemolisis
dan rabdomiolisis disamping terjadinya peristiwa kompleks imun tersebut
(Acharya dkk., 2010; Bhagat dkk., 2012).
Penelitian pada orang dewasa oleh Vasanwala tahun 2014, proteinuria pada
demam berdarah dengue terjadi karena proses glomerulonefritis oleh kompleks
imun pada pembuluh darah yang menyebabkan vaskulitis. Kadar puncak
proteinuria terjadi karena proses autoimun dimana virus dengue mengaktifkan
sistem retikuloendotelial di glomerulus sehingga memunculkan kebocoran oleh
karena peradangan. Kerusakan pada glikosaminoglikan yakni heparan sulfat oleh
karena aktivasi enzim heparanase menyebabkan kerusakan pada glikokaliks
sehingga molekul yang muatan negatif dengan berat molekul yang besar dapat
menembus membran basal glomerulus (Germi dkk., 2002; Garsen dkk., 2014).
Kondisi proteinuria pada pasien dengan infeksi dengue dapat terjadi melalui
kondisi renal maupun prerenal. Kondisi renal jarang dilakukan penelitian.
Penelitian ini ingin membuktikan kelainan renal pada infeksi dengue melalui
11
mekanisme reaksi NS1 pada glikokaliks. Protein Non Struktural I dengue
langsung berikatan dengan heparan sulphate (HS) dan mendegradasinya sehingga
terjadi kebocoran oleh karena berkurangnya HS pada sel vero (Germi dkk., 2002).
Proses ini akan membaik seiring dengan perbaikan yang dialami oleh pasien.
Hanya saja penelitian mengenai proteinuria yang dinilai dengan rasio protein
dengan kreatinin pada urin dapat menjadi prediktor komplikasi infeksi virus
dengue menjadi lebih berat terbatas pada pasien dewasa sifatnya masih terbatas
(Bhagat dkk., 2012).
Penting untuk mengetahui kondisi proteinuria yang dapat berakhir pada gagal
ginjal akut. Incomplete renal recovery dapat terjadi pada kondisi infeksi dengue
yang merupakan awal munculnya kelainan kardiovaskuler (Aronow dkk., 2000;
Freda dkk., 2002).
Proteinuria tipe nefrotik dalam perjalanannya dapat menyebabkan gagal
ginjal akut yang merupakan kondisi akhir dari infeksi virus dengue pada ginjal
menyumbangkan nilai mortalitas sampai dengan 60 % jika kelainan ini menyertai
kondisi sindrom rejatan dengue. Kondisi ini akan mempengaruhi tatacara
pemberian cairan, monitoring kondisi cairan tubuh dan keseimbangan elektrolit
(Lee dkk., 2009). Gagal ginjal pada infeksi virus dengue yang berat terjadi proses
glomerulonefritis oleh tersumbatnya kompleks antigen dan antibodi pada
membran basal glomerulus (Wills dkk., 2004).
Penelitian mengenai proteinuria ini penting untuk dilakukan karena akan
dapat menentukan jenis cairan koloid yang digunakan bila kita mampu
mengetahui ukuran jenis dari protein yang diekskresi (Bethell dkk., 2001).
12
Kondisi proteinuria dalam rentang nefrotik dengan perbandingan protein dan
kreatinin> 2 mg/mg dapat merusak fungsi ginjal dan memperburuk outcome
pasien dengan infeksi virus dengue. Kondisi proteinuria persisten dapat
memperparah kerusakan ginjal (Alam dkk., 2010). Sangat diperlukan pengaturan
jumlah cairan pada kondisi ini untuk memperbaiki kondisi pasien.
Pada kondisi sindrom renjatan dengue, konsentrasi protein plasma dalam
berbagai ukuran kadarnya berkurang akibat kebocoran plasma. Persentase filtrasi
protein dalam urin meningkat pada penurunan kadar antitrombin plasma.
Penelitian pada pasien anak di Vietnam mencerminkan bahwa proses kebocoran
di ginjal mencerminkan kondisi pada pembuluh darah sistemik (Wills dkk., 2004).
Di Indonesia sendiri penelitian yang menilai hubungan proteinuria terhadap
sindrom renjatan dengue masih terbatas. Penelitian yang mengkaji mengenai
proteinuria yang muncul akibat proses glomerulus maupun tubulus ginjal yang
digambarkan dengan perbandingan urin protein dan kreatinin jumlahnya masih
terbatas pada anak (Raihan dkk., 2010).
Penelitian yang telah ada sebelumnya mengukur kadar albumin dalam urin
pada pasien dengan demam dengue lebih tinggi dibanding dengan demam akut
lainnya. Penelitian ini belum dapat menjelaskan protein dengan berat molekul
yang lebih rendah di urin selain albumin (Nguyen dkk., 2013).
Penelitian ini ingin mengetahui mekanisme terjadinya proteinuria pada anak
yang terinfeksi virus dengue. Poteinuria yang diteliti merupakan protein secara
menyeluruh, baik yang memiliki berat molekul yang besar maupun yang kecil.
Hal ini didapat melalui pengukuran rasio protein total berbanding dengan
13
kreatinin urin. Protein yang bocor dapat memiliki berat molekul besar seperti
albumin dan berat molekul rendah seperti heparan sulfat, karena proses kebocoran
plasma pada ginjal dapat melibatkan gangguan tubulus maupun glomerulus
sehingga kebocoran protein ini dapat dinilai dengan tepat (Nguyen dkk., 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ekskresi protein urin pada anak terinfeksi virus dengue dengan renjatan
lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan?
2. Apakah proteinuria tipe nefrotik pada anak terinfeksi virus dengue dengan
renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya proteinuria pada
pasien anak yang terinfeksi virus dengue dengan atau tanpa disertai renjatan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apakah ekskresi protein urin pada anak terinfeksi virus
dengue dengan renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.
2. Untuk mengetahui apakah proteinuria tipe nefrotik pada anak terinfeksi virus
dengue dengan renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.
14
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik
Dapat memberikan bukti yang lebih lengkap mengenai terjadinya proteinuria
serta dampak terjadinya renjatan karena pengukuran proteinuria pada penelitian
ini tidak hanya menilai kerusakan glomerulus saja melainkan kerusakan pada
tubulus renalis.
1.4.2. Manfaat praktis
Diketahuinya perbandingan proteinuria sebagai alternatif pemeriksaan
noninvasif pada sindrom renjatan dengue.
1.5 Keaslian Penelitian
Terdapat beberapa penelitian tentang hubungan peningkatan rasio protein dan
kreatinin urin terhadap kejadian sindrom renjatan dengue, namun penelitian pada
anak masih terbatas dan masih bersifat kontroversial. Laporan mengenai
proteinuria pada infeksi virus dengue dengan atau tanpa disertai renjatan hanya
didapatkan 3 jurnal. Hasil penelitian yang ada konsisten menyatakan proteinuria
lebih sering terjadi pada kondisi infeksi virus dengue berat, dan proteinuria oleh
karena infeksi virus dengue lebih tinggi dibandingkan dengan demam oleh
penyebab lainnya. Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat dari tabel 1.1 di
bawah ini.
15
Tabel 1.1
Penelitian terdahulu tentang peningkatan rasio protein dan kreatinin urin terhadap
kejadian sindrom renjatan dengue
Peneliti Tahun Subyek Desain Hasil
Lumpao
pong
2010 5,67 –
12,91
tahun
Deskriptif
cross-
sectional
Prevalensi proteinuria pada pasien demam
dengue sebesar 15 % dan 27 % pada pasien
demam berdarah dengue, namun tidak
didapatkan perbedaan bermakna prevalensi
proteinuria antara demam berdarah dengue
derajat ringan, sedang maupun berat.
Vasanwa
la
2011 22-46
tahun
Cohort
prospektif
Pasien demam berdarah dengue memiki median
proteinuria tertinggi dibandingkan dengan pasien
demam dengue yakni 0,56 dibandingkan 0,08
gram/ hari dengan nilai p < 0,001. Pada pasien
demam berdarah dengue nilai median
munculnya proteinuria -2 sampai dengan +3 hari
setelah defervescence
Nguyen 2013 5-15
tahun
Deskriptif
prospektif
Terdapat peningkatan rasio albumin dan
kreatinin urin (UACR) meningkat pada pasien
demam dengue dibandingkan pasien demam akut
lainnya nilai median 16,5 mg/gram dibandingkan
13,6 mg/gram (nilai p <0,0001). Terdapat
korelasi negatif dimana peningkatan 2 % UACR
terdapat penurunan trombosit 10.000 sel/ mm3
dan tidak terdapat hubungan bermakna antara
UACR dengan nilai hematokrit.