repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii tinjauan pustaka 2.1...

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Ganglia Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus (eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik. Nukleus pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk oleh putamen dan kedua segmen dari globus palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas disini hanya meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak diantara nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan motorik lain (Tortora, 2009). Vaskularisasi yang mendarahi basal ganglia adalah cabang-cabang arteri yang berasal dari arteri serebri anterior (ACA), serebri media (MCA), choroidal anterior, posterior communicans (P-commA), serebri posterior (PCA) dan serebelar superior. Cabang dari MCA, yang disebut Lenticulostriata lateral, adalah yang terbanyak mendarahi striatum dan lateral dari pallidum. Perdarahan pada basal ganglia yang tersering adalah dikarenakan ruptur arteri lenticulostriata media. Arteri Heubner, disebut juga arteri striata media, berasal dari A2, yaitu segmen dari ACA, memperdarahi putamen dan kepala dari nukleus caudatus. Arteri choroidalis anterior memperdarahi sebagian dari globus palidus dan putamen, juga ekor dari nukleus caudatus. Arteri posterior communicans memperdarahi bagian medial dari pallidum, medial substansia nigra dan sebagian nukleus subthalamikus. Thalamo perforata dari PCA Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Basal Ganglia

Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus

(eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik. Nukleus pedunkulopontin

tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan

dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus

palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk

oleh putamen dan kedua segmen dari globus palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal

ganglia yang dibahas disini hanya meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula

interna terletak diantara nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah

tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan

menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan motorik lain (Tortora,

2009).

Vaskularisasi yang mendarahi basal ganglia adalah cabang-cabang arteri yang berasal

dari arteri serebri anterior (ACA), serebri media (MCA), choroidal anterior, posterior

communicans (P-commA), serebri posterior (PCA) dan serebelar superior. Cabang dari MCA,

yang disebut Lenticulostriata lateral, adalah yang terbanyak mendarahi striatum dan lateral

dari pallidum. Perdarahan pada basal ganglia yang tersering adalah dikarenakan ruptur arteri

lenticulostriata media. Arteri Heubner, disebut juga arteri striata media, berasal dari A2, yaitu

segmen dari ACA, memperdarahi putamen dan kepala dari nukleus caudatus. Arteri

choroidalis anterior memperdarahi sebagian dari globus palidus dan putamen, juga ekor dari

nukleus caudatus. Arteri posterior communicans memperdarahi bagian medial dari pallidum,

medial substansia nigra dan sebagian nukleus subthalamikus. Thalamo perforata dari PCA

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

adalah yang terbanyak memperdarahi substansia nigra dan sebagian dan STN. Cabang dari

SCA memperdarahi bagian lateral dari substatia nigra (Moore, 2005).

Gambar 2.1. Potongan axial dari serebrum. Basal ganglia adalah yang ditunjukkan

oleh lingkaran berwarna merah.

2.2 Perdarahan Intraserebral Spontan

Perdarahan Intraserebral Spontan adalah perdarahan pada jaringan otak yang bukan

disebabkan oleh trauma kepala ataupun patologi lain seperti tumor, aneurisma, malformasi

arteri vena, kavernoma dan sebagainya. Perdarahan intraserebral spontan penyebab stroke

kedua tersering setelah stroke iskemik (Mohr, 1978; Broderick, 1993). Estimasi insidensi

pada stroke perdarahan berkisar antara 16 sampai 33 kasus per 100.000 kasus stroke (Sacco,

2009).

Lokasi tersering terjadinya PIS adalah pada basal ganglia, tepatnya pada putamen,

dengan persentase 35% hingga 50%, diikuti dengan lobar sekitar 30%, thalamus (10 hingga

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

15%), pons (5 hingga 12%), nukleus kaudatus (7%), dan serebelum (5%) (Fisher, 1959;

Freytag, 1968; Furlan, 1979).

Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan adalah arteri

lentikulostriata yang merupakan cabang langsung dan arteri serebri media. Ruptur dan arteri

ini akan mengakibatkan perdarahan pada basal ganglia, tepatnya putamen. Arteri Thalamo-

perforata yang merupakan percabangan dan arteri serebri anterior dan media juga merupakan

sumber terjadinya PIS. Ruptur arteri ini akan mengakibatkan perdarahan thalamus. Arteri lain

yang terlibat pada PIS adalah cabang paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan

menyebabkan perdarahan dan pons dan serebelum (Manish, 2012).

Perdarahan intraventrikular (PIV) juga sering terjadi menyertai PIS pada kasus-kasus

stroke hemoragik. Menjangkiti 12%-45% dengan pasien yang mengalami PIS. Tetapi PIV

juga dapat terjadi tanpa disertai dengan PIS (Hallevi, 2008; Leira, 2004; Tuhrim, 1999).

Gambar 2.2. Lokasi dan perdarahan yang dapat terjadi pada PIS

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

2.3 Edema Perihematoma

Edema perihematoma ditandai dengan hipodensitas disekeliling hematoma

intraserebral pada CT scan. Edema perihematoma ini menjadi perhatian oleh beberapa

praktisi untuk dijadikan sebagai target terapi. Pembentukan edema setelah terjadi perdarahan

intraserebral dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, herniasi otak, dan

kematian.

Wagner (1996) memasukan komponen whole blood ke intraserebal untuk sebagai

percobaan dan edema perihematoma terjadi 1 jam setelah pemberian whole blood. Ketika

diberikan hanya komponen sel darah merah saja, edema tidak terjadi bahkan pada 72 jam

pasca pemberian. Hal ini menandakan bahwa edema yang terjadi pada fase awal disebabkan

oleh faktor-faktor yang terdapat dalam serum dan bukan yang terkandung dalam sel darah

merah, atau terjadi kebocoran cairan akibat cedera pada sawar darah otak (blood brain

barrier). Edema yang terjadi setelah 72 jam diakibatkan oleh lisis sel darah merah atau

kerusakan sawar darah otak.

Penelitian berikutnya melaporkan bahwa edema perihematoma dapat terjadi dengan

menggunakan faktor pembekuan. Elemen kaskade pembekuan yang dapat menimbulkan

edema adalah thrombin dan fibrinogen (Lee, 1996). Fenomena ini telah dikonfirmasi oleh

kelompok peneliti yang berbeda yang melaporkan bahwa darah yang telah diberikan heparin

yang disuntikkan kedalam otak, menimbulkan edema perihematoma yang minimal

dibandingkan dengan darah yang tidak diberikan heparin. Dikarenakan pada otak yang tidak

disuntikkan heparin, edema terbentuk sangat cepat (Xi, 1998).

Pada penelitian yang dilakukan dengan subyek manusia, Gebel (1998) melaporkan

bahwa kebanyakan perdarahan yang disebabkan oleh terapi trombolitik memiliki karakteristik

volume perdarahan yang besar dengan edema perihematoma yang minimal. Hal ini konsisten

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

dengan temuan bahwa aktivitas faktor pembekuan berhubungan dengan pembentukan edema

perihematoma pada fase awal.

Gambar 2.3. Potongan axial dan gambaran MRI Brain yang menggunakan teknik FLAIR

yang diambil pada penderita perdarahan intraserebral spontan 48 jam dan onset serangan (A

dan B) dan pada hari ke 7 (C). Tampak perdarahan putaminal dengan edema perihematoma

(Venkatasubramanian, 2011).

Sebagai kesimpulan, aktivasi kaskade pembekuan darah merupakan hal penting dalam

fase awal pembentukan edema perihematoma. Perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh

terapi trombolitik atau koagulopati memiliki edema perihematoma yang lebih sedikit

dibandingkan dengan perdarahan intraserebral spontan.

2.4 Manifestasi Klinis PIS

Beberapa inisial gejala klinis pada PIS meliputi nyeri kepala, hemiparesis, perubahan

status mental, dan juga penurunan kesadaran. Juga disertai dengan simtom susulan seperti

mual, muntah, gangguan visus, dan diplopia. Beberapa simtom berbeda pada PIS, tergantung

dari lokasi lesi. Pada perdarahan supra tentorial terutama pada perdarahan basal ganglia akan

menampilkan hemiparesis pada kontralateral lesi. Pada perdarahan infra tentorial akan

menimbulkan efek cepat ke batang otak seperti koma, intranuclear ophthalmoplegy, reflex

pupil yang abnormal, quadriparesis, dan postur dekortikasi (Nyquist, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

Gambar 2.4. Gambaran anatomis pembuluh darah basal ganglia. A) Lenticulo striata

merupakan cabang dan Ml yang memperdarahi basal ganglia dan kapsula interna. B) Ruptur

arteri Lenticulo Striata menyebabkan infark pada kapsula interna yang menyebabkan

hemiparesis.

Muntah terjadi pada perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid (51% dan

47%) dibandingkan pada stroke iskemik (4%-10% kasus). Tujuh puluh delapan persen

penderita dengan perdarahan subarachnoid mengalami nyeri kepala pada onset serangan,

sedangkan pada sepertiga pasien yang mengalami perdarahan intraserebral spontan

mengalami nyeri kepala, dibandingkan dengan hanya 3% hingga 12% pasien stroke iskemik

yang mengalami nyeri kepala. 24% pasien perdarahan subarachnoid dan perdarahan

intraserebral spontan mengalami koma, dibandingkan hanya 5% saja pada penderita stroke

iskemik. Onset serangan yang gradual terjadi pada 63% penderita perdarahan intraserebral

spontan dan hanya 34% pasien yang mengalami onset yang mendadak. Sedangkan pada

stroke iskemik hanya 5% sampai 20% pasien saja yang mengalami onset yang gradual,

sedangkan pada perdarahan subarachnoid onset gradual hanya terjadi pada 14% pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

2.5 Faktor Risiko PIS

Hipertensi merupakan faktor predisposisi tersering pada PIS. Baik tekanan sistolik

maupun diastolik merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Hipertensi merupakan presentasi

klinis tersering pada kasus stroke terutama pada PIS. Pada pasien dengan perdarahan

intraserebral spontan memiliki tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan atau tekanan darah

diastolik > 100mHg meliputi 91% pada saat terjadinya stroke dan 72% memiliki riwayat

hipertensi sebelumnya (Mohr, 1990).

Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke, dengan nilai risiko relatif

1,5-2,2 (Abbort, 1986; Colditz, 1988; Shinteon, 1989). Faktor risiko yang lain adalah kadar

kolesterol darah, rendahnya kadar kolesterol darah merupakan faktor risiko dan terjadinya

perdarahan intraserebral spontan. Iso (1989) menyatakan dalam penelitiannya bahwa risiko

terjadinya PIS tiga kali lipat lebih tinggi pada pasien dengan kadar kolesterol rendah

dibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan dengan stroke non

hemoragik.

Salah satu mekanisme terjadinya stroke akibat rendahnya kadar kolesterol darah

adalah dikarenakan kadar kolesterol darah berhubungan dengan konsentrasi asam arakidonat

pada membran sel. Asam arakidonat adalah komponen struktural yang penting dan membran

sel pada endotel pembuluh darah. Dan metabolit dari asam arakidonat berperan dalam tonus

pembuluh darah dan perbaikan dan dinding endotel pembuluh darah. Maka kekurangan

kolesterol akan meningkatkan risiko terjadinya stroke (Golfetto, 2001).

Tingginya konsumsi alkohol juga merupakan faktor risiko terjadinya PIS. Meskipun

demikian konsumsi alkohol yang sedang tidak memberikan efek dan bahkan dapat mencegah

terjadinya PIS (Biller, 1998).

Pemakaian antiplatelet merupakan faktor risiko lain terjadinya PIS. Pemakaian

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

warfarin sering menyebabkan terjadinya PIS dengan hematoma yang besar. Meskipun

demikian pemakaian antiplatelet pada kadar tertentu dapat menurunkan risiko stroke, tetapi

dosis optimal belum diketahui. Dosis aspirin yang dapat diterima adalah 30-1300 mg/hari, dan

dosis yang direkomendasikan 325 mg/hari (American Heart Association: Guidelines for the

management of transient ischemic attacks, 1994).

2.6 Etiologi

Beberapa etiologi telah dikemukakan dalam beberapa penelitian, seperti hipertensi,

Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA), pemakaian anti koagulan, pemakaian beberapa obat

dan alkohol, aneurisma, dan AVM. Tetapi secara garis besar etiologi terjadinya PIS terbagi

menjadi primer dan sekunder. PIS primer disebabkan oleh karena gangguan pada pembuluh

darah yang disebabkan hipertensi kronis atau CAA, ini merupakan penyebab tersering dari

PIS, meliputi 80% dan seluruh kasus PIS. PIS sekunder berhubungan dengan malformasi

vaskular, tumor atau gangguan koagulasi.

2.6.1 Hipertensi

Hipertensi diduga kuat merupakan penyebab utama terjadinya PIS. Hipertensi kronis

menyebabkan degenerasi dan dinding pembuluh darah kecil yang berasal dan arteri serebri

anterior, media dan posterior. Perubahan ini dapat mengurangi compliance, sehingga

pembuluh darah mudah ruptur. Tekanan darah normal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan

80 mmHg untuk diastolik. Hipertensi terbagi kedalam empat tingkat, yaitu: prehipertensi

untuk tekanan darah sistolik/diastolik 120-139/80-89 mmHg, hipertensi tingkat 1 untuk

tekanan darah 140-159/90-99 mmHg, tingkat 2 untuk tekanan 160-179/100-109 mmHg, dan

tingkat 3 untuk tekanan darah >190/>110 mmHg. Risiko terjadinya PIS bervariasi pada

beberapa penelitian tentang hubungan tingginya risiko PIS dengan tingkat hipertensi. Tingkat

rekurensi PIS dikarenakan hipertensi kronis adalah 2%, tetapi dapat diturunkan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

pemakaian obat-obatan anti hipertensi secara teratur (Furlan, 1979).

2.6.2 Cerebral amyloid angiopathy (CAA)

CAA merupakan penyebab utama perdarahan lobar pada kelompok lanjut usia

(Okazaki, 1983; Vinters, 1987). Gambaran patologi dari CAA ini berupa deposisi protein

amiloid pada tunika media dan tunika adventisia dari arteri leptomeningeal, arteriol, kapiler,

dan yang jarang terjadi, pada vena (Vonsattel, 1991; Mandybur, 1978; Maruyama, 1990).

Destruksi elemen pembuluh darah yang normal oleh deposisi amiloid pada tunika media dan

adventisia dapat menyebabkan perdarahan intraserebral. Pembuluh darah yang sudah

mengalami gangguan ini rentan untuk mengalami ruptur oleh trauma ataupun perubahan

tekanan darah yang mendadak (Ueda, 1988). CAA juga berperan pada kelainan transient

neurologic symptoms dan demensia akibat leukoencephalopathy (Greenberg, 1993).

Gambar 2.5. Gambaran skematis manifestasi iskemik dan hemoragik yang diakibatkan oteh

sporadic CAA yang tampak pada MRI. (Charidimou, 2012)

CAA hampir selalu terjadi di daerah lobar. Deposisi amiloid di dalam pembuluh darah

kortikal semakin meningkat seiring pertambahan usia. Pada individu berusia 60 hingga 69

tahun, hanya 5% sampai 8% yang memiliki amyloid angiopathy dibandingkan dengan 57%

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

sampai 58% pada individu yang berusia diatas 90 tahun. Deposisi ini lebih sering dijumpai di

daerah parietal dan occipital, dan jarang terjadi di daerah basal ganglia, batang otak, atau

serebelum.

Okazaki dan Whisnant (1983) melaporkan bahwa amyloid angiopathy terjadi pada 5

dari 17 individu yang berusia 65 tahun ke atas yang mengalami perdarahan intraserebral, dan

Drudy dan kawan-kawan melaporkan bahwa separuh dari perdarahan intraserebral yang

dialami oleh individu yang berusia 65 tahun ke atas memiliki perdarahan lobar. Sifat

rekurensi dan multifokal yang dimiliki oleh CAA ini menjadi ciri khusus yang membedakan

jenis perdarahan ini dengan perdarahan yang disebabkan oleh hipertensi, yang jarang sekali

terjadi berulang. Hill (2000) melaporkan pasien dengan perdarahan lobar memiliki 4 kali

mengalami perdarahan berulang di lokasi lobar.

2.6.3 Apolipoprotein E dan CAA

Beberapa penelitian menyebutkan peranan genotip apolipoprotein Eε2 (ApoE2)

(setidaknya satu alel ApoE2) dan genotip apolipoprotein Eε4 (ApoE4) pada perdarahan

intraserebral yang berkaitan dengan CAA. Greenberg melaporkan bahwa dan 45 kasus

perdarahan lobar yang dikumpulkan di Massachusetts dibandingkan dengan 1899 population

based controls dari Iowa, kasus perdarahan lobar memiliki prevalensi dua kali lipat memiliki

ApoE4 dibandingkan kontrol tersebut. Individu yang memiliki carrier alel ApoE4 memiliki

kecenderungan untuk mengalami serangan perdarahan pertama kali 5 tahun lebih awal

dibandingkan individu yang non-carrier. Nicoll et al melaporkan bahwa diantara 36 pasien

yang telah dikonfirmasi atau probable memiliki CAA secara patologi, ApoE4 memiliki faktor

risiko mengalami penyakit Alzheimer, tetapi bukan merupakan faktor risiko independen untuk

perdarahan yang disebabkan oleh CAA. Para peneliti ini melaporkan 42% kasus CAA

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

memiliki ale ApoE2. Skema patofisiologi peranan genotip apolipoprotein E yang berkaitan

dengan CAA menyebabkan terjadinya PIS, dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Peranan produksi Amyloid-β(Aβ) dan ApoE dalam kejadian PIS

(Charidimou A, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

Berdasarkan diagram diatas ditemukan bahwa sumber utama dari Aβ berasal dart sel

neuron. Produksi Aβ diawali dengan pelepasan protein prekursor amiloid (APP) oleh

sekretase β- dan γ sesuai dengan proporsi aktivitas neuron. Aβ dieliminasi oleh otak melalui

Empat jalur utama: (a) degradasi proteolitik oleh endopeptidase (seperti neprilysin dan

insulin degrading enzyme (IDE)); (b) pembersihan yang dimediasi oleh reseptor di sel pada

parenkim otak (microglia, astrosit dan sebagian kecil oleh neuron); (c) transport aktif kedalam

darah melalui sawar darah otak; (d) eliminasi di sepanjang jalur perivaskuler dimana cairan

interstisial mengalir ke otak. Carrier khusus (seperti ApoE) dan/ atau mekanisme transport

reseptor (seperti low density lipoprotein receptor (LDLR) dan LDLR related protein (LRP1))

terlibat pada seluruh jalur pembersihan selular utama. Deposisi vaskular difasilitasi oleh

faktor-faktor yang meningkatkan rasio Aβ40:Aβ42 (peningkatan Aβ42 menyebabkan

oligomerisasi dan pembentukan plak amiloid). Apabila proses pembersihan ini gagal karena

misalnya faktor usia, Aβ akan terjebak dan tidak terdrainase di jalur perivaskuler ke dalam

membrane basalis kapiler atau arteriol otak yang menyebabkan terjadinya CM. Alel ApoE

memiliki efek yang berbeda pada proses selular dan molecular pembentukan AO. (8) Peranan

dari alel ApoE yang berbeda pada berbagai jalur di otak yang berperan pada pathogenesis

terjadinya CM (Charidimou A, 2012).

2.6.4 Koagulopati dan perdarahan intraserebral pasta terapi

trombolitik

Koagulopati baik disebabkan oleh kelainan kongenital maupun akibat efek samping

pengobatan, berhubungan dengan terjadinya perdarahan intraserebral. Penggunaan

antikoagulan Coumadin memiliki peningkatan risiko 6 hingga 11 kali lipat terjadinya

perdarahan intraserebral spontan. Petty et al melaporkan bahwa risiko terjadinya perdarahan

intraserebral meningkat dan waktu ke waktu dari 1% pada 6 bulan, menjadi 7% pada 2 hingga

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

3 tahun pengobatan. Meskipun dosis obat yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan risiko

perdarahan, kebanyakan kasus perdarahan terjadi pada rentang dosis standar. Riwayat stroke

atau trauma kepala sebelumnya tidak jelas berhubungan dengan perdarahan akibat

koagulopati.

Perdarahan intraserebral akibat terapi trombolitik 20% terjadi di luar distribusi

vaskular yang terlibat stroke iskemik. Gebel melaporkan bahwa 77% perdarahan intraserebral

akibat terapi trombilitik terjadi di daerah lobar. Perdarahan akibat terapi trombolitik terjadi

soliter pada 66% kasus, konfluens pada 80% kasus, dan menunjukan gambaran blood-fluid

level pada 82% kasus. Pfleger (1994) melaporkan bahwa gambaran blood-fluid level 98%

spesifik untuk adanya PT atau APTT yang tidak normal.

2.6.5 Perdarahan akibat infark serebri

Infark serebri memiliki risiko terjadi perdarahan intraserebral sebesar 5 hingga 22 kali

lipat. Hubungan yang erat antara infark dengan perdarahan intraserebral tidak mengherankan,

karena kedua kelainan ini memiliki faktor risiko yang sama, yakni hipertensi. Pada penelitian

di Greater Cinninati, 15% pasien yang mengalami perdarahan intraserebral memiliki riwayat

stroke sebelumnya. Woo (2002) juga melaporkan bahwa 13% dari seluruh perdarahan

intraserebral disertai faktor risiko stroke iskemik.

2.6.6 Hipokolesterolemia

Hipokolesterolemia merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan intraserebral

dibandingkan individu yang memiliki kadar kolesterol yang normal. Analisis multivariat yang

dilaporkan oleh (Giroud, 1995) di Dijon, Perancis, faktor risiko yang signifikan pada

perdarahan intraserebral adalah hipertensi dan kadar kolesterol yang rendah. (Okumura, 1999)

juga melaporkan bahwa kadar kolesterol yang rendah juga merupakan faktor risiko yang

signifikan pada pria, dan tidak signifikan secara statistik pada wanita. (Segal, 1999)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

melaporkan bahwa 47% kasus perdarahan intraserebral yang letaknya dalam memiliki kadar

kolesterol yang rendah dibandingkan dengan 27% pada kasus perdarahan lobar.

2.6.7 Konsumsi alkohol

Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan

faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya perdarahan intraserebral (Caicoya, 1999)

melaporkan bahwa mengkonsumsi alkohol lebih dari 140g per hari memiliki OR 6.2 (CI:1.3-

24.0) terhadap terjadinya perdarahan intraserebral. Monforte melaporkan hubungan ini paling

signifikan terjadi pada perdarahan lobar. Pada penelitian Greater Cincinnati, multivariate OR

untuk konsumsi alkohol yang berlebihan (>2 gelas per hari) terhadap terjadinya perdarahan

lobar adalah 5.3 (CI: 1.4-20). Woo et al melaporkan bahwa 8% seluruh perdarahan lobar

disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan.

2.7 Morbiditas dan Mortalitas

Beberapa penelitian terakhir menunjukkan angka mortalitas yang lebih rendah dari

penelitian sebelumnya, yaitu dengan mortalitas 30 hari sebesar 18%. Pada penelitian

sebelumnya berkisar antara 23%-58% (Wijdicks, 2004; Qureshi, 2001; Lisk, 1994; Broderick,

1993; Mayer, 2008; Naidech, 2009; Becker, 2001). PIS score adalah skala yang valid dalam

menentukan prognosis dari suatu PIS. Dikarenakan skala ini menggabungkan antara besar

hematoma, GCS, ada atau tidak PIV dan usia pasien. Becker mengatakan bahwa variabel

terpenting untuk menentukan outcome dan suatu PIS adalah tingkat dari dukungan medis

yang disediakan. Persepsi dari kegagalan terapi agresif mengarah pada pemberhentian awal

dukungan medis, yang mana PIS nya sedikit menyerupai PIS pada pasien yang ditangani

secara pembedahan (Becker, 2001), Ini mungkin menjadi penelitian yang bernilai apabila PIS

pasien mempunyai hasil akhir yang lebih baik pada volume tinggi yang sering kali diterapi

dengan medis dan pembedahan, suatu fenomena yang ditunjukkan pada penanganan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

pembedahan aneurisma yang belum pecah (Barker, 2003). Dilaporkan mortalitas 30

hari tertinggi pada PIS adalah yang berlokasi pada basal ganglia, yaitu sekitar 50%. Kemudian

disusul oleh perdarahan thalamus sekitar 23%. Perdarahan serebellum 16% dan perdarahan

lobar dan pons adalah PIS yang memiliki angka mortalitas terendah yaitu 13%, dan outcome

jangka panjang yang baik (Cheung, 2003) (Salvati, 2001).

Salah satu yang diperdebatkan dalam manajemen post PIS jangka panjang ialah

mengenai penggunaan antikoagulan. Pada suatu penelitian, data epidemiologis dari literatur

medis digunakan untuk mendapatkan model Markov-state transition decision. Keberhasilan

terapi diukur dengan kualitas angka harapan hidup (Eckman, 2003). Peneliti menemukan

bahwa pada pasien dengan lobar PIS sebelumnya menunda penggunaan antikoagulan akan

menghasilkan outcome lebih baik bagi kualitas angka harapan hidup sebanyak 1,9 kali.

Sebaliknya, pada pasien dengan deep interhemispheric PIS, dikarenakan rendahnya risiko

recurrent PlS akibat ketiadaan amyloid angiopathy, sebaiknya tidak diberikan antikoagulan

untuk keadaan fibrilasi atrium non katup, namun antikoagulan disertai aspirin tetap diberikan

apabila terdapat risiko moderat-tinggi kejadian trombo-emboli dan ditambah coumadin bila

risiko tersebut sangat tinggi. ASA Stroke Council (Broderick, 2007) dan EUSI guidelines

(Steiner, 2006) merekomendasikan antikoagulan warfarin bagi pasien yang memiliki katup

jantung buatan selama 7-14 hari setelah onset PIS (Butler, 1998). Angka rekurensi PIS

diperkirakan 2,4% per tahun, dan 3,8 kali lipat lebih tinggi setelah lobar PlS cerebral amyloid

angiopathy dibandingkan dengan hypertensive deep PIS (Hill, 2000). Faktor yang berperan

sebagai prediktor positif perdarahan berulang yaitu usia diatas 65 tahun dan jenis kelamin pria

(Vermeer, 2002).

Volume perdarahan juga memegang peranan terhadap prognosis pasien dengan PIS

secara signifikan. Meskipun demikian, volume perdarahan pada PIS pada daerah yang dalam

dan pada lobar memiliki prognosis yang berbeda, dikarenakan perdarahan pada bagian dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

lebih tidak dapat menolerir adanya perdarahan yang luas. Hematoma dibagi menjadi

perdarahan kecil (≤30cm3), sedang (30-60 cm3), dan luas (≥ 60 cm3). Mortalitas 30 hari pada

hematoma yang kecil, sedang dan luas adalah 23%, 60%, dan 71% untuk perdarahan lobar,

dibandingkan dengan 7%, 64%, dan 93% untuk hematoma pada daerah otak yang dalam

(Broderick, 1993). Secara keseluruhan mortalitas 30 hari untuk lobar hematoma adalah 39%

dan 48% untuk hematoma yang dalam. Volume perdarahan juga berhubungan dengan

terjadinya perdarahan ulang. Pada salah satu penelitian retrospektif menyebutkan bahwa

perdarahan ulang pada PIS dengan volume <25 cm3adalah 39% dibandingkan dengan volume

perdarahan >25 cm3

2.8 Diagnosis

yaitu 23% (Kazui S, 1997).

Meskipun diagnosis dari stroke dapat ditentukan dengan berdasarkan gejala klinis dan

faktor risiko, diagnosis pasti haruslah melalui radio imejing. Dengan radio imejing dapat

ditentukan ada tidaknya perdarahan, luas perdarahan dan lokasi perdarahan, dan bahkan dapat

memprediksikan penyebab terjadinya perdarahan. CT scan adalah modalitas pertama untuk

diagnostik dari PIS. Dikarenakan CT dapat mudah diulangi dan dengan biaya yang tidak

terlalu mahal. Pada CT scan akan ditemukan PIS berupa lesi hiperdense (putih) pada

intrakranial jika perdarahan masih pada fase akut. Seiring waktu clot akan lisis dan akan

memberikan gambaran yang lebih gelap dari fase akut. Pada fase kronis perdarahan akan

memberikan gambaran hipodense yang mirip seperti CSF. Selain untuk melihat perdarahan

intraserebral CT juga dapat menampilkan perdarahan intraventrikular dan ada atau tidaknya

hidrosefalus. Jika terdapat lesi lain, tindakan bedah akan menjadi berbeda.

Beberapa teknik dapat digunakan untuk mengukur volume dari hematom. Salah

satunya dengan metode computed planimetric measurement. Yaitu dengan menggunakan alat

bantu komputer yang dilengkapi dengan neuronavigasi (BrainLab®). Data gambar CT scan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

diubah formatnya dengan menggunakan software khusus untuk perencanaan navigasi (Iplan®

Cranial software). Hematoma didelineasi pada setiap potongan dengan menggunakan

software yang dapat melakukan brush atau smart brush. Kemudian volume perdarahan akan

dikalkulasi oleh software tersebut dan disajikan dalam cm3

Volume perdarahan juga dapat diukur dengan menggunakan rumus volume elipsoid

yang dimodifikasi, yaitu (A x B x C)/2. A dan B adalah merupakan diameter hematoma

terbesar yang saling tegak lurus, dan C adalah jumlah dari slice yang terdapat hematoma

dikalikan dengan ketebalan slice (Kothari, 1996). Pada penelitian Kothari didapati bahwa

volume PIS dapat diestimasi dengan menggunakan rumus (AxBxC)/2 secara akurat, dengan

mengkorelasikannya terhadap computed planimetric measurement. Penting untuk mengetahui

volume perdarahan, dikarenakan volume perdarahan berhubungan dengan prognosis dari

suatu PIS seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

. Tetapi pada keadaan emergensi,

hal ini sulit untuk dilakukan.

Perdarahan intraventrikular dapat terlihat dengan adanya gambaran hiperdens di dalam

sistem ventrikel. Perdarahan ini bisa meliputi salah satu ventrikel ataupun seluruh sistem

ventrikel. Jika ventrikel tidak terisi penuh oleh darah, dapat dilihat gambaran fluid level dari

hematom. Hal ini penting diperhatikan untuk membedakan perdarahan dari kalsifikasi plexus

choroid, dikarenakan keduanya menampilkan gambaran hiperdens pada intraventrikular.

Hidrosefalus dapat dilihat dari CT scan dengan menampilkan gambaran dilatasi dari

sistem ventrikel (ventrikulomegali). Ventrikulomegali ditentukan dengan menggunakan ratio

evans. Ratio evans adalah perbandingan jarak kedua frontal horn ventrikel lateral dengan

jarak biparietal terjauh. Dikatakan ventrikulomegali jika ratio evans lebih dari 30%.

MRI lebih sensitif dari CT untuk melihat keadaan intrakranial, tetapi memerlukan

waktu yang lebih lama sehingga sulit untuk melakukannya berulang-ulang. MRI tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

dianjurkan untuk tindakan screening. Dan juga biayanya relatif lebih mahal dan CT scan.

Tetapi dengan MRI dapat melihat etiologi yang menyebabkan terjadinya PIS. Seperti

ditemukannya gambaran tumor, malformasi serebrovaskular dan aneurisma. Tetapi MRI tetap

merupakan pilihan diagnostik sekunder setelah CT.

Serebral angiogarafi diperlukan untuk lesi yang disangkakan akibat gangguan

vascular, seperti AVM atau aneurisma. Dengan ditemukannya CT-angiografi dan MRA,

penemuan lesi vaskular tanpa terpapar risiko angiografi dapat dihindari. Dan MRA maupun

CTA dapat dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi lesi bilamana diperlukan operasi

emergensi.

2.9 Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral Spontan

2.9.1 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan terbaik untuk perdarahan intraserebral spontan masih menjadi

perdebatan. Terapi medikamentosa, tindakan bedah ataupun kombinasi dari keduanya masing

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tetapi inti penatalaksanaan PIS adalah untuk

memperbaiki fungsi neurologis, dengan menyelamatkan penumbra di sekitar PIS. Pada

beberapa penelitian disebutkan bahwa penumbra yang mengelilingi suatu hematoma

mengandung sel saraf yang hampir rusak dan kadang masih reversibel. Pada PIS jaringan otak

akan ditekan oleh hematoma yang keluar dari pembuluh darah. Pada penelitian Bullock dkk.

(1984) terhadap hewan percobaan menyebutkan penekanan tersebut akan menyebabkan

terjadinya edema, iskemik, dan nekrosis pada batas dari clot. Bahkan volume dan penumbra

ini dapat melebihi dan volume perdarahan. Sehingga kemungkinan defisit neurologis yang

disebabkan oleh adanya penumbra akan bersifat reversibel jika penumbra berhasil

diselamatkan. Studi SPECT dapat menampilkan gambaran jaringan penumbra menunjukkan

iskemia reversibel.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

Seluruh pasien PIS dirawat di ICU neurologi. Infus terpasang dan tekanan darah

sistolis dipertahankan antara 100-140 mmHg menggunakan obat antihipertensi intra vena

Selain itu, pasien juga diberikan manitol dan obat antiepileptik, pemasangan EVD, serta untuk

proteksi penumbra dilakukan kontrol gula darah, suhu, dan pemberian obat hemostatik untuk

mencegah perdarahan ulang.

Dikarenakan beberapa kasus kegagalan manitol menurunkan ICP dan efek rebound,

maka dikembangkan agen osmolar baru berupa larutan garam hipertonis 23,4% , yang dapat

diberikan secara bolus 30 cc. Efek penurunan ICP bertahan hingga 15 jam. Studi random

masih diperlukan untuk obat altematif ini.

EVD dipasang pada kasus PIS yang disertai dengan PIV yang berujung pada

hidrosefalus obstruktif. Untuk mencegah clot diberikan 5 mg tPA 2 kali/hari i.v sesuai dengan

penelitian sebelumnya (Goh, 1998). Setelahnya EVD ditutup selama 30 menit jika ICP tidak

naik, untuk mencegah tPA keluar dan ventrikel.

PIS sering diikuti oleh kejang, sekitar 5-10% pada perdarahan supratentorial

(Passero,2002). Dikarenakan kejang dapat meningkatkan tekanan intrkranial, maka pemberian

obat antiepileptik profilaksis dianjurkan (Broderick , 1999).Demam sering terjadi pada PIS,

ditemukan 90% pada perdarahan supratentorial. Dan semakin sering dan parah pada

perdarahan intrventrikular. Demam dapat menyababkan outcome jangka panjang yang buruk.

Untuk itu, demam harus diturunkan secara agresif dengan menggunakan asetaminofen

ataupun kompres dingin hingga temperatur ≤ 37,50C (Schwarz, 2000).

Pada perdarahan intraserebral dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien nondiabetik

maupun dengan penyakit diabetes. Dan hiperglikemia juga merupakan predictor outcome

yang buruk bagi pasien diabetik maupun nondiabetik (Passero, 2003). Untuk mengontrol

kadar gula darah diberikan insulin intravena dengan menggunakan syringe pump hingga kadar

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

gula darah dipertahankan 80-110 mg/d1. Pada penelitian Van den Berghe G dkk. (2006)

mengemukakan bahwa dengan pengontrolan kadar gula darah yang ketat dapat mengurangi

angka mortalitas terutama yang disebabkan sepsis dan kegagalan beberapa organ.

Terapi hemostasis dapat diberikan untuk mencegah terjadinya pertambahan

perdarahan ataupun perdarahan ulang beberapa jam setelah serangan. Pada pasien dengan

koagulopati diberikan FFP, prothrombin complex concentrate dan faktor IX. Terapi pengganti

faktor VIII dan IX diberikan pada pasien dengan hemofilia A dan B. Cryoprecipitate

diberikan pada pasien dengan hipofibrinogenemia. Dan Desmopressin Diacetate Arginine

Vasopressin (ddAVP) diberikan pada pasien gangguan trombosit.

Pada PIS juga dapat diberikan neuroprotektor, yang berguna untuk melindungi

penumbra disekitar hematoma. Neuroprotektor yang telah terbukti secara klinis adalah GABA

antagonist muscimol dan NMDA receptor antagonists MK801 dan D-(E)-4-(3-

phodphonoprop- 2-enyl)-piperazine-2-carboxylic acid (D-CPP-ene). Obat-obatan ini telah

terbukti mengurangi edema dan melindungi white matter pada hewan percobaan (Mendelow,

1993).

2.9.2 Tindakan Pembedahan pada Perdarahan Intraserebral Spontan

Terdapat beberapa bukti eksperimental yang menyatakan bahwa evakuasi hematoma

yang dilakukan segera dapat memperbaiki cerebral blood flow (CBF), perubahan histologis,

edema serebri, iskemia, dan outcome. Lia kematian pada perdarahan intraserebral

terjadidalam 48 jam setelah onset dan pertambahan volume atau rebleeding terjadi maksimal

dalam 3 hingga 4 jam dan terus berlangsung hingga 24 jam setelahnya. Oleh sebab itu,

tindakan operasi dapat meningkatkan outcome. Beberapa bukti klinis juga mendukung

tindakan operasi yang segera. Salah satu cabang dan arteri lentikulostriata yang ruptur dalam

waktu yang singkat dapat menyebabkan hematoma hipertensif yang bermakna. Tindakan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

koagulasi pada pembuluh darah tersebut yang dilakukan dengan segera dapat menguntungkan.

Eksaserbasi terjadi tiba-tiba dan kebanyakan terjadi pada 4 hingga 6 jam setelah onset

perdarahan, evakuasi sebelum periode waktu tersebut dapat mencegah terjadinya perburukan

klinis. Oleh karena perubahan sekunder seperti edema otak terjadi dalam 7 hingga 8 jam

setelah perdarahan, maka tindakan evakuasi sebelum periode waktu tersebut dapat mencegah

terjadinya perubahan sekunder tersebut.

Kaneko dan kawan-kawan melakukan pengamatan pada 100 perdarahan putaminal

yang dilakukan operasi dalam 7 jam setelah onset. Seluruh pasien mengalami hemiplegia,

dengan skor GCS berkisar antara 6 hingga 12 dan volume hematoma diatas 20 hingga 30 cm3.

Mortalitas mencapai 7% dan useful recovery dalam 6 bulan mencapai 83%. Dua pasien

meninggal akibat eksaserbasi yang terjadi sangat cepat sebelum tindakan operasi dilakukan,

dan dua pasien yang lain meninggal akibat reakumulasi hematoma. Hasil penelitian ini

menunjukan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kasus serial yang

dilaporkan oleh Yukawa dan Kanaya, yang tidak menekankan tindakan operasi segera pada

perdarahan intraserebral (28.6% angka mortalitas dan 62.8% angka useful recovery). Pasien-

pasien dalam kelompok penelitian Kaneko dan kawan-kawan menunjukan nilai neurologis

preoperatif yang lebih baik, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan operasi yang

segera ini dapat menghentikan proses perburukan lebih lanjut. Dalam penelitian tersebut tidak

dimasukkan pasien-pasien dengan skor GCS 13 dan volume hematoma antara 20 cm3 hingga

30 cm3

Hasil penelitian tersebut diatas juga didukung oleh analisis retrospektif pada kelompok

pasien dengan hematoma putaminal yang berukuran sedang. Pada penelitian prospektif yang

dilakukan oleh Juvela dan kawan-kawan, 52 pasien dengan skor GCS antara 7 hingga 10 tidak

memperoleh keuntungan dari tindakan operasi yang dilakukan setelah 24 jam. Tindakan

operasi dapat memperbaiki angka mortalitas apabila dilakukan dalam 13 jam.

.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

Medical Research Council dan Stroke Association mendanai proyek penelitian

Surgical Trial in Intracerebral Hemorrhage (STPIS) yang dilakukan pada tahun 1998.

Penelitian tersebut merupakan penelitian prospektif dan randomized yang membandingkan

tindakan operatif yang segera dengan pengobatan konservatif pada penderita perdarahan

intraserebral spontan. Tindakan operasi yang dilakukan dalam 24 jam dibandingkan dengan

pengobatan konservatif. Analisis didasari oleh intention-to-treat basis. Pada 6 bulan, 468

pasien diacak untuk dilakukan tindakan operasi segera, dan 122 (26%) menunjukkan

favorable outcome dibandingkan dengan 118 (24%) dari 496 pasien yang diacak memperoleh

pengobatan konservatif (OR, 0.89 [95% CI, 0.66 hingga 1.19]; p= ,414). Dari penelitian

tersebut disimpulkan bahwa tidak dijumpai overall benefit dari tindakan operasi yang

dilakukan segera dibandingkan dengan pengobatan konservatif. Tetapi setelah dilakukan

analisis yang seksama pada CT scan kelompok pasien yang dimasukan dalam penelitian

STPIS ini, ada 42% pasien yang memiliki perdarahan intraventrikular. Telah diketahui bahwa

pasien yang memiliki perdarahan intraventrikel baik mengalami hidrosefalus atau tidak,

memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang hanya memiliki

perdarahan intraserebral saja. Apabila kelompok pasien ini dikeluarkan dari penelitian ini dan

menambahkan kelompok pasien dengan hematoma yang letaknya di superfisial menunjukan

manfaat yang lebih baik pada tindakan operasi. Apabila penilaian prognosis yang digunakan

adalah Rankin score pada subgroup pasien tersebut, maka menunjukkan hasil yang lebih baik

pada kelompok yang memperoleh tindakan operasi (p=013). Analisis yang dilakukan lebih

lanjut oleh Auer dan kawan-kawan dan Teemstra dan kawan-kawan mendukung hipotesis

bahwa subgroup pasien dengan perdarahan lobar memperoleh manfaat yang lebih baik apabila

dilakukan tindakan operatif yang segera.

Perdarahan yang terjadi di serebelum atau di dekat batang otak, dianjurkan untuk

dievakuasi apabila diameternya diatas 3 cm. Perdarahan serebelum cenderung berkembang

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

cepat menyebabkan perburukan neurologis atau kematian karena letaknya dekat dengan

batang otak. Pada penderita dengan GCS 13 atau kurang dengan perdarahan 4 ml atau lebih

perlu dilakukan evakuasi. Beberapa penulis lain lebih menekankan beberapa sindroma

serebelar dan saraf kranial sebagai dasar untuk pengambilan keputusan operasi di samping

kriteria radiologis diatas.

2.9.3 Teknik operasi pada perdarahan intraserebral spontan

Meskipun Chushing merupakan manusia yang sukses pertama kali melakukan

craniotomy untuk mengevakuasi hematoma intraserebral, beberapa ahli bedah setelahnya

secara sporadis juga berhasil dalam operasi intraserebral hematoma, bahkan meliputi

perdarahan intrakranial akibat trauma maupun spontan (Penfield,1933) (Bagley,1932)

(Doughty, 1938). Pada tahun 1932, Bagley pertama kali mendeskripsikan indikasi evakuasi

berdasarkan lokasi hematoma.

Pada tahun 1961, McKissock dan kawan-kawan mempublikasikan sikap pesimistik

terhadap tindakan operasi pada perdarahan intraserebral spontan. Mereka melaporkan angka

mortalitas sebesar 51% pada 244 pasien yang dilakukan operasi dan mortalitas 100% pada

pasien yang koma. Mortalitas setelah tindakan operasi dilaporkan bervariasi pada penelitian-

penelitian berikutnya berkisar antara 20% hingga 90% pada penderita koma dengan

perdarahan ganglionik dan thalamik yang lokasinya dalam. Berdasarkan hasil penelitian yang

saling kontroversial tersebut, kemudian muncul beberapa teknik minimal invasive seperti

tindakan aspirasi sederhana, aspirasi menggunakan stereotaktik, pengobatan menggunakan

fibrinolitik, aspirasi mekanik, dan endoskopi.

Kraniektomi dekompresi tanpa melakukan evakuasi clot juga dapat memberikan hasil

klinis yang baik pada perdarahan basal ganglia. Heuts dkk. (2013) melakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

terhadap pasien dengan basal ganglia yang dilakukan hemikraniektomi dekompresi tanpa

evakuasi clot dan didapati mortalitas 6 bulan sebesar 20%. (Simon G. 2013)

Secara keseluruhan teknik operasi yang dipakai pada penatalaksanaan tindakan bedah

pada perdarahan spontan basal ganglia meliputi: evakuasi clot dengan open surgery dan

endoscopy atau hanya kraniektomi dekompresi tanpa evakuasi clot.

2.10 Modified Intracerebral Hemorrhage Score

Modified Intracerebral Hemorrhage Score (MICH Score) merupakan skala modifikasi

dari ICH score hemphill yang dibuat oleh Cho dkk. (2008). MICH score ini dipakai sebagai

skala pengambilan keputusan tindakan untuk perdarahan spontan basal ganglia, apakah perlu

dilakukan tindakan operasi atau hanya terapi konservatif. MICH score ini berbeda dengan

ICH score, dikarenakan ICH score hanya untuk menentukan prognosis tetapi tidak untuk

pilihan terapi.

MICH score terdiri dari beberapa komponen, meliputi GCS, volume perdarahan dan

ada atau tidak terdapat PIV atau hidrosefalus. Setiap komponen akan diberikan nilai.

Akumulasi dari seluruh nilai komponen inilah yang disebut MICH score.

Komponen GCS pada MICH score terbagi kedalam 3 kelompok nilai. GCS 15 - 13

bernilai 0, GCS 12 - 5 bernilai 1, dan GCS 4 - 3 bernilai 2. Pembagian kelompok GCS ini

dibuat berdasarkan keriteria GCS PIS score hemphill.

Volume perdarahan dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu kelompok dengan volume

perdarahan 20 ml, volume perdarahan 21 - 50 ml, dan volume perdarahan ≥ 51 ml. Kelompok

ini juga dibuat berdasarkan penelitian Hemphill. Volume perdarahan dihitung dengan

menggunakan rumus AxBxC/2 seperti yang disebutkan sebelumnya. Nilai dari setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

kelompok secara berurutan adalah: volume perdarahan ≥ 20 ml bernilai 0, volume perdarahan

21 - 50 ml bernilai 1,dan volume perdarahan ≥ 51 ml bernilai 2.

Komponen terahir adalah ada atau tidaknya PIV atau hidrosefalus. Jika terdapat PIV

atau hidrosefalus bernilai 1, dan jika tidak terdapat PIV atau hidrosefalus bernilai 0.

Tabel 2.1 MICH score.

Komponen Nilai GCS

• 15-13 0 • 12-5 1 • 4-3 2

Volume PIS • < 20 ml 0 • 21-50 ml 1 • > 51 ml 2

PIV / Hidrosefalus • Ada 0 • Tidak ada 1

Total MICH score 0-5

Cho dkk. meneliti 226 pasien dengan perdarahan basal ganglia. Kemudian pasien

dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok yang diterapi dengan terapi bedah dan kelompok yang

diterapi dengan konservatif. Mereka meneliti hasil akhir klinis pada kedua kelompok dengan

melihat GOS dan Barthel index selama satu tahun. Penelitian ini dianalisis dengan chi-square

test dan Student's t-tests. Cut-off MICH score dikalkulasi dengan menggunakan youden index.

Hasil penelitian menunjukkan terapi konservatif menunjukkan angka barthel index

yang lebih baik pada MICH score 0 dan 1 dibandingkan dengan terapi bedah. Pada MICH

score 2 tindakan bedah menunjukkan hasil akhir klinis yang lebih baik dari tindakan

konservatif. Dan pada MICH score 3 dan 4 menunjukkan bahwa terapi bedah menurunkan

tingkat mortalitas yang signifikan. Tetapi pada MICH score 5 pasien yang mendapat terapi

konservatif maupun terapi bedah semuanya meninggal. Hasil penelitian ditunjukkan seperti

pada grafik dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Basal Gangliadibandingkan yang tinggi. Tetapi hiperkolesterolemia berhubungan

Gambar 2.7. Grafik mortalitas pasien kelompok konservatif dibandingkan dengan kelompok

pembedahan (Chou, 2008).

2.11 KERANGKA TEORI

Gambar 2.8. Diagram Kerangka Teori

Perdarahan Intraserebral Spontan (PIS) Perdarahan intraventrikular (PIV)

Edema Perihematoma

Peningkatan TIK

Herniasi Otak

Mortalitas

MICH Score

Vol darah

Hipertensi Merokok

Hiperkolesterolemia Konsumsi alkohol

Pemakaian Anti Koagulan

Operatif

Konservatif

GCS Hidrosefalus

Komorbid:

• Usia • DM • Koagulopati • Uremia • Sirosis Hati

Universitas Sumatera Utara