repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 57095 › chapter...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria
2.1.1. Etiologi Penyakit Malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan infeksi parasit Protozoa dari
genus Plasmodium dan ditransmisikan kepada manusia oleh nyamuk
betina Anopheline spesies tertentu.16
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium,
dikenal sebagai infeksi campuran, yang paling banyak dijumpai adalah
campuran Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau
Plasmodium malariae. Kadang dapat dijumpai ketiga jenis Plasmodium
sekaligus walaupun sangat jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya
terdapat di daerah dengan angka penularan yang tinggi.16
2.1.2. Daur Hidup Plasmodium
Daur hidup Plasmodium mempunyai dua hospes yaitu vertebrata dan
nyamuk. Siklus aseksual dalam hospes vertebrata dikenal sebagai
7
skizogoni dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk disebut sporogoni.16
Gambar 2.1. Siklus hidup Plasmodium17 Gambar dikutip dari Gebrak Malaria, yang diterbitkan Direktorat Jenderal pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2008.
2.1.3. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri
dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme),
yang diselingi oleh periode laten bebas demam. Pada pasien dengan
infeksi campuran atau infeksi tunggal tapi berulang, maka serangan dapat
menjadi terus-menerus tanpa interval. Pejamu yang imun gejala klinisnya
dapat menjadi minimal dan tidak khas. Serangan demam yang pertama
8
diawali dengan masa inkubasi yang bervariasi antara 9-30 hari tergantung
spesies parasit.16
Pada pasien malaria, demam disebabkan oleh pecahnya eritrosit
dengan skizon yang matang sehingga merozoit masuk ke dalam darah.
Pada malaria vivak dan malaria ovale, skizon dari tiap generasi menjadi
matang 48 jam sekali sehingga timbul demam tiap hari ketiga atau disebut
malaria tertiana. Pada malaria malariae demam dapat terjadi setiap 72
jam atau hari keempat sehingga disebut malaria kuartana. Pada malaria
falsiparum setiap 24–48 jam.16
Pada malaria anak gejala bervariasi dan sering menyerupai
penyakit yang sering pada anak seperti gastroenteritis,
meningitis/ensefalitis, atau pneumonia. Demam dan sakit kepala atau
gejala gastrointestinal dapat menjadi gejala tunggal ataupun menjadi
gejala yang dominan. Demam malaria pada anak dapat menjadi sangat
tinggi >400C yang terkadang mengakibatkan kejang demam. Pneumonia
dan diare akut merupakan kondisi komorbid paling sering dan merupakan
prediktor kuat mortalitas. Kejadian penyakit paru atau pencernaan
diakibatkan koinfeksi dengan bakteri atau virus dapat terjadi, namun perlu
dibedakan dengan malaria-related respiratory distress.18
Hampir semua orang pada infeksi pertama akan bermanifestasi
klinis. Penduduk daerah endemis membuat imunitas terhadap malaria,
pada infeksi berikutnya gejala akan bertambah ringan. Imunitas terhadap
malaria terbentuk lambat dan membutuhkan beberapa kali infeksi.19 Di
9
daerah yang endemik hanya anak yang lebih muda memiliki resiko tinggi
berkembang menjadi malaria berat, sedangkan anak yang lebih tua dan
dewasa jarang menjadi malaria berat ataupun kematian. Pada malaria
walaupun telah terbentuk imunitas tetap berpeluang terinfeksi, imunitas
yang terbentuk juga jangka pendek, dengan ketiadaan paparan maka
derajat imunitas menurun sehingga jika terinfeksi lagi dapat menjadi
berat.19
2.1.4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita malaria tanpa komplikasi biasanya tidak
khas. Pucat, hepatomegali, ikterik cukup sering dijumpai. Splenomegali
dan anemis sering ditemukan pada anak penderita malaria kronik di
populasi endemik.20 Splenomegali lebih sering ditemui pada penderita
populasi endemik daripada pendatang.21
Walaupun sering terjadi namun trombositopenia jarang
mengakibatkan perdarahan, yang jika terjadi biasanya pada
trombositopenia berat dapat berupa petekie, hematom sampai perdarahan
ataupun disseminated intravascular coagulation (DIC). 22,23
2.1.5. Pemeriksaan Laboratorium
Penemuan laboratorium pada malaria tanpa komplikasi hampir sama pada
semua spesies malaria. Sebagai tambahan pemeriksaan spesifik untuk
malaria, beberapa pemeriksaan nonspesifik didapati kelainan yang umum.
10
Ikterik ringan dapat dijumpai pada penderita dengan hiperbilirubinemia,
biasanya bilirubin indirek yang meningkat, sangat jarang disebabkan
peningkatan bilirubin direk. Anemia biasa ditemukan terutama pada
penderita kronis. Hal ini diakibatkan peningkatan destruksi eritrosit baik
pecahnya eritrosit berisi parasit maupun pemecahan oleh limpa serta
penurunan produksi eritrosit karena penekanan sumsum tulang. Di
samping itu bisa didapat peningkatan level aminotransferase, neutropenia,
peningkatan C-reactive protein dan prokalsitonin.20
2.2. Gambaran Trombosit Secara Umum
Trombosit manusia kecil dan berbentuk diskus dengan dimensi 2.0 x 4.0 x
0.5 µm, dan volume 7 – 11 µL. Trombosit merupakan sel darah terbanyak
kedua pada sirkulasi normal yang berkisar antara 150 – 400 x 109/L.
Trombosit merupakan sel tak berinti yang berasal dari megakaryosit dan
biasanya beredar selama 7-10 hari sebelum dihancurkan umumnya oleh
limpa.25 Trombosit beredar bebas di sirkulasi tanpa adhesi pada pembuluh
darah atau agregasi dengan trombosit lainnya. Jika terstimulasi, trombosit
berubah menjadi berbentuk bulat dan memiliki pseudopodia, granul
tersusun di tengah sel, pengeluaran granul melalui canalicular system dan
trombosit ini melekat pada dinding pembuluh darah dan trombosit
lainnya.24,25
11
2.2.1. Struktur dan Komponen Trombosit
Struktur trombosit terdiri dari tiga komponen utama yaitu (Gambar 2) :
a. Struktur membrane
Terdiri dari glikoprotein transmembran dan permukaan membran terdapat
adenylate cyclase, katalis untuk sintesis cAMP, platelet prothrombinase,
lipoprotein permukaan yang akan mengaktifkan faktor X dari jalur intrinsik,
phopolipase A dan C, thrombospondin, calmodulin seperti Ca2+/Mg2+
ATPase.25
Gambar 2.2. Struktur dan isi trombosit24
Gambar dikutip dari buku Essential Haematology 6th Ed, penulis Hoffbrand AV dan Moss
PAH.
b. Mikrotubulus
Mikrotubulus mempertahankan struktur bagian dalam dari trombosit agar
tetap berbentuk diskus dan berfungsi untuk kontraktilitas.25
12
c. Granul
Terdiri dari granul glikogen, mitokondria, lisosom, peroksisom yang
terdistribusi secara acak di sitoplasma. Berdasarkan transmisi elektron,
granul yang melekat pada membran bervariasi berdasarkan densitas
elektron dan ukurannya. Granul yang lebih electro-dense mengandung
adenosine diphosphate (ADP), kalsium dan serotonin, α-granul yang
kurang electro-dense terdiri dari berbagai macam isi dan ukuran. Granul-
granul ini mengandung substansi berupa platelet factor 4, β-
thromboglobulin, fibrinogen, von Willebrand factor (vWf), platelet-derived
growth factor (PDGF), fibrinoectin, thrombospondin, imunoglobulin G
(IgG), faktor V, VIII, XIII, epidermal growth factor (EGF), transforming
growth factor (TGF) dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). 25
Bentuk dan ukurannya yang kecil membuat trombosit dapat
mencapai ujung pembuluh darah kecil, membuatnya dapat berada di
tempat optimum untuk pengawasan secara kontinu integritas dari
pembuluh darah. Trombosit juga memiliki banyak fungsi dan terlibat dalam
banyak proses patofisiologi termasuk hemostasis dan trombosis, retraksi
bekuan darah, konstriksi dan memperbaiki pembuluh darah, inflamasi
termasuk pembentukan aterosklerosis, pertahanan tubuh dan juga
pertumbuhan tumor/metastasis.26 (Gambar 3)
13
Gambar 2.3. Multifungsi dari trombosit. Trombosit ikut berperan dalam banyak proses
patofisiologi, di samping hemostasis dan trombosit, yaitu mempertahankan tonus
pembuluh darah, inflamasi, pertahanan tubuh dan biologi tumor. 26
Gambar dikutip dari jurnal Blood Review dengan judul Platelet function analysis, tulisan
dari Harrison P tahun 2005.
2.2.2. Trombositopenia dan Beberapa Penyebabnya Definisi trombositopenia adalah jumlah trombosit <150.000/mm3,
trombositopenia yang berdiri sendiri biasanya tidak menyebabkan
perdarahan spontan kecuali jumlah trombosit <30.000/ mm3.27 Beberapa
peyebab trombositopenia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
14
Tabel 2.1. Beberapa penyebab trombositopenia27
Kegagalan produksi trombosit Penekanan megakariosit selektif
- Defek kongenital yang langka - Obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus
Bagian dari kegagalan sumsum tulang umum - Obat sitotoksik - Radioterapi - Anemia aplastik - Leukemia - Sindrom mielodisplastik - Mielofibrosis - Infiltrasi sumsum tulang, karsinoma, limfoma - Mieloma multipel - Anemia megaloblastik - Infeksi HIV
Peningkatan konsumsi trombosit Imun
- Autoimun (idiopatik) - Terkait dengan lupus eritematosus sistemik - Infeksi: HIV, virus lain, malaria - Diinduksi obat - Heparin - Purpura pasca transfusi - Trombositopenia aloimun feto-maternal
Koagulasi intravaskular diseminata Purpura trombositopenia trombotik Distribusi abnormal Splenomegali Kehilangan akibat dilusi Transfusi masif darah simpan pada pasien dengan perdarahan ---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada trombositopenia yang disebabkan autoimun atau disebut
thrombocytopenia idiopatic purpura (ITP) merupakan penyebab tersering
trombositopenia tanpa anemia atau neutropenia.27 Penyebabnya adanya
antibodi terhadap trombosit yang mengakibatkan penghancuran serta
penekanan produksi dari trombosit. ITP dikaitkan dengan inisiasi infeksi
virus 1 - 3 minggu sebelum gejala muncul.28 Hal ini berbeda dengan
trombositopenia pada malaria di mana gejala akut dari infeksi masih
dijumpai seperti demam, sakit kepala, gejala gastrointestinal dan lainnya
15
seperti disebutkan sebelumnya. Gejala ITP dapat berupa perdarahan di
kulit (petekie, purpura, ekimosis) dan di mukosa (hematuria,
hematoshezia, menometrorhagia, epistaksis), biasanya ringan dan jarang
menjadi berat seperti perdarahan intrakranial. Penegakan diagnosis
dengan cara mengekslusikan penyebab lain, hal ini karena pemeriksaan
antibodi antitrombosit hanya terdeteksi pada 60 – 80% kasus sehingga
dianggap tidak begitu penting.28 Kriteria diagnosis untuk ITP adalah
isolated thrombocytopenia dengan normalnya eritrosit dan leukosit28,
sedangkan trombositopenia pada malaria sebaliknya menunjukkan
adanya anemia hemolisis dengan leukosit cenderung neutropenia.20
2.3. Mekanisme Trombositopenia pada Malaria
Trombositopenia pada malaria biasanya ditemukan pada infeksi
dini malaria falsiparum dan vivak. Insidennya tinggi pada anak maupun
dewasa.23 Mekanisme trombositopenia pada infeksi malaria terdiri dari
beberapa mekanisme13. (Gambar 4)
16
Gambar 2.4. Mekanisme trombositopenia yang diakibatkan oleh malaria dan
kemungkinan hubungannya dengan malaria berat.13
Gambar dikutip dari jurnal dengan judul Thrombocytopenia in malaria : who cares?,
tulisan Lacerda MV, Maurao MP, Coelho HC, Santos JB, tahun 2011
2.3.1. Agregasi Trombosit
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, trombosit segar dari
penderita malaria tanpa stimulasi menunjukkan sentralisasi dari granul
sentral, menipisnya cadangan glikogen dan mikroagregasi serta polypoid
sebagai tanda dari sekuestrasi dan teraktivasinya trombosit intravaskuler
in vivo, yang menyebabkan pseudotrombositopenia oleh karena
sekuestrasi dari trombosit yang teraktivasi ini di dalam pembuluh darah.29
17
Trombosit juga berperan dalam patogenesis mikrovaskuler pada
malaria, trombosit melekat pada sel endotel yang sebelumnya telah
terstimulasi oleh tumor necrosis factor (TNF).30 Perlekatan IRBC dengan
endotel ini disebut juga sekuestrasi yang merupakan mekanisme untuk
menghindari penghancuran IRBC oleh limpa. Selain itu juga terjadi
rosetting, yakni terjadinya perlekatan IRBC dengan eritrosit normal
ataupun trombosit.23 Walaupun tanpa stimulasi TNF, trombosit dapat
melekat dan memfasilitasi perlekatan antara P.falciparum-IRBC melalui
CD36.31 Trombosit kemudian berfungsi menstabilkan dan menguatkan
jembatan antara eritrosit dan sel endotel. Hal ini diduga merupakan
penyebab malaria falsiparum berat.23
2.3.2. Splenomegali
Limpa memiliki fungsi yang penting dalam respon imun terhadap infeksi
malaria, yaitu berfungsi mengontrol parasitemia dengan memfagositosis
IRBC.32 Pada percobaan eksperimental pada tikus terinfeksi Plasmodium
chaubaudi menunjukkan pada tikus yang telah displenektomi tidak
dijumpai trombositopenia, menunjukkan bahwa limpa penting pada
terjadinya trombositopenia.33 Perbandingan limpa pada pasien dengan
malaria falsiparum berat dengan kontrol dan pasien sepsis, ditemukan
bahwa sel dendritik limpa meningkat pada pasien dengan malaria yang
erat kaitannya dengan terbentuknya hematoma limpa.34 Terjadinya
18
splenomegali kemudian dapat diikuti dengan penurunan satu atau lebih
komponen sel darah, termasuk trombosit.13
2.3.3. Penurunan Fungsi Sumsum Tulang
Menurunnya trombopoeisis di sumsum tulang juga diduga berperan dalam
mekanisme trombositopenia. Hal ini mungkin disebabkan oleh
dismegakariopoiesis yang dipengaruhi oleh beberapa sitokin.
Trombopoietin terlihat meningkat saat infeksi akut walaupun ada
penurunan fungsi hati. Hal ini menjelaskan bahwa tidak adanya
penekanan sumsum tulang selama infeksi.35 Penelitian pada infeksi
malaria vivak menyebutkan adanya korelasi negatif antara jumlah
trombosit dengan volume trombosit.36 Diduga megatrombosit dilepaskan
oleh megakaryosit ke sirkulasi dari sumsum tulang untuk
mengkompensasi trombositopenia. Adanya megatrombosit yang
dilepaskan ke sirkulasi pada anak dengan infeksi malarium falsiparum
juga telah dilaporkan.14 Rendahnya frekuensi perdarahan pada pasien
malaria diduga karena peran megatrombosit dalam perdarahan primer.13
2.3.4. Destruksi Trombosit Secara Antibody-mediated
Terdapat bukti bahwa platelet-associated IgG (PAIgG) meningkat pada
malaria dan dihubungkan dengan trombositopenia. Namun perlu diketahui
bahwa semua jenis IgG dapat ditemukan pada permukaan trombosit,
termasuk antibodi yang tersimpan dalam α-granul. Maka peningkatan
19
PAIgG dapat diinterpretasikan sebagai aktivasi trombosit dan perpindahan
IgG dari permukaan trombosit, serta bukan diakibatkan oleh proses
autoimun.13 Peningkatan autoantibodi terhadap trombosit ini sering terlihat
pada infeksi virus, bakteri dan parasit lain tanpa harus terpapar
sebelumnya.37 Saat infeksi malaria akut, terjadi perlekatan antigen parasit
dengan permukaan trombosit sehingga membentuk immune complexes
(ICs) yang menyebabkan trombositopenia.38 Tidak ada hubungan
trombositopenia dengan IgM.39 Karena peningkatan ICs proporsional
dengan peningkatan antigen, maka terjadi korelasi negatif antara jumlah
trombosit dengan parasitemia.36 Terjadinya immune thrombocytopenia
purpura (ITP) sekunder terhadap infeksi malaria jarang dijumpai, mungkin
terjadi akibat mekanisme autoimun idiosinkrasi.40
2.3.5. Stress Oksidatif
Radikal bebas dapat berperan penting dalam destruksi trombosit pada
infeksi malaria. Pada penelitian lain terdapat korelasi negatif antara jumlah
trombosit dengan peroksidasi lipid trombosit, dan korelasi positif antara
jumlah trombosit dengan aktivitas gluthatione peroxidase dan superoxide
dismutase, yang merupakan enzim antioksidan.41 Juga diteliti bahwa
adanya hubungan yang kuat antara jumlah trombosit dengan gluthatione
peroxidase intra-trombosit, hal ini diduga mekanisme kompensasi oleh
trombosit dalam menghadapi ledakan oksidatif yang diakibatkan parasit
malaria.42
20
2.4. Fungsi Proteksi Trombosit pada Infeksi Malaria
Trombosit yang tersebar pada sirkulasi menjadikannya “prajurit
penjaga” ideal melawan infeksi dini. Jumlah dan kelompok trombosit
melampaui semua leukosit dalam sirkulasi. Trombosit merespon pada
berbagai jenis sel mikroba dengan melepaskan molekul imunomodulator
dan dengan membunuh secara langsung patogen mikroba.43 Trombosit
mengikat Plasmodium falciparum infected erytrocyte, terutama melalui
interaksi platelet-expressed scavanger receptor protein, CD36 dan
Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein (PfEMP1), yang
diproduksi parasit dan muncul di permukaan eritrosit.44 Kemudian
trombosit yang mengikat infected erytrhocyte (IE) diasosiasikan dengan
kematian parasit.
Infeksi malaria umumnya disertai penurunan jumlah atau kehilangan
trombosit dari destruksi yang meningkat yaitu agregasi trombosit,
splenomegali, antibody-mediated, dan stress oksidatif, serta penurunan
produksi di sumsum tulang13, sedangkan beratnya penyakit dicerminkan
dari banyaknya jumlah parasit. Studi menyebutkan bahwa trombosit
melindungi inang dari parasit saat fase eritrositer.45 Percobaan pada tikus
yang telah defisiensi trombosit sebelumnya, infeksi malaria
mengakibatkan parasitemia lebih berat dibandingkan tikus normal. Terapi
aspirin yang merupakan antiaggregasi trombosit pada tikus normal juga
menurunkan angka kesembuhan dari infeksi. Dapat disimpulkan
trombositopenia dan disfungsi trombosit dapat meningkatkan angka
21
mortalitas. Pada awal infeksi malaria, trombosit memperlambat
pertumbuhan parasit di darah, sehingga memberikan waktu kepada
mekanisme pertahanan tubuh yang lain aktif untuk mengendalikan
infeksi.43
2.4.1. Platelet Factor 4 sebagai molekul pembunuh parasit
Derivat kemokin CXC yaitu platelet factor 4 (PF4) merupakan molekul
yang dilepaskan oleh trombosit yang aktif untuk membunuh parasit, PF4
ini merupakan molekul unik yang memiliki efek plasmosidal langsung.
Sebanyak 25% protein yang dilepaskan oleh trombosit merupakan PF4,
konsentrasinya di sekitar trombosit cukup tinggi.46 Tikus percobaan yang
defisiensi PF4 diinfeksikan parasit, ternyata gagal membunuh parasit.
Trombosit yang terpapar P.falciparum-IRBC akan melepaskan PF4,
kemudian PF4 melekat pada membran eritrosit dan diinternalisasi. PF4
menyasar vakuola saluran cerna parasit di mana parasit mencerna
hemoglobin, sehingga menyebabkan lisis organel yang mengakibatkan
kematian parasit.47
2.4.2. Antigen Duffy dan Fungsi Membunuh Parasit oleh Trombosit
Platelet factor 4 melekat pada Duffy, yang merupakan red cell antigen
receptor for chemokines (DARC).48 Trombosit melekat pada DARC
permukaan IRBC, diikuti oleh internalisasi kompleks PF4-DARC.
Internalisasi ini merupakan proses aktif yang memerlukan jaringan
22
tubovesicular membrane (TVM) yang berfungsi menghubungkan parasit
dengan membrane plasma. TVM terbentuk sejak 24 jam sesudah invasi
merozoit ke eritrosit.49 Peran DARC pada manusia sehat yang tidak
terinfeksi malaria masih belum diketahui.13
2.5. Perbandingan Trombositopenia pada Malaria Falsiparum, vivak
dan Malaria Campuran
Beberapa laporan mempertimbangkan trombositopenia sering pada
malaria falsiparum tapi jarang pada malaria vivak50, hal ini berdasarkan
kecenderungan P. vivax, P. ovale menginfeksi hanya eritrosit muda, P.
malariae cenderung menginfeksi hanya eritrosit tua, sedangkan P.
falciparum tidak membedakan usia eritrosit sehingga sering menyebabkan
parasitemia yang lebih berat dibandingkan spesies lain.11 Namun studi
terbaru menghubungkan trombositopenia dengan malaria falsiparum,
malaria campuran antara malaria falsiparum maupun malaria vivak.51
Studi lainnya, trombositopenia berat jarang terjadi pada malaria vivak dan
campuran.11,50 Walaupun begitu belum ada data penelitian tentang
trombositopenia pada penderita malaria anak yang dilakukan di daerah
endemik Indonesia.
2.5.1. Trombositopenia pada Malaria Falsiparum
Trombositopenia merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada
infeksi tunggal malaria falsiparum pada penelitian di Sub Sahara Afrika,
23
pada penelitian dengan sampel 3044 anak dengan infeksi malaria
falsiparum akut tanpa komplikasi, didapati adanya penurunan jumlah
trombosit mencapai (13% sampai 49%).39 Penelitian di Kenya Barat pada
anak usia kurang dari 5 tahun, membandingkan parameter hematologi
antara 523 anak dengan infeksi malaria falsiparum dengan 438 anak
dengan usia dan komunitas yang sama. Ternyata pada anak dengan
infeksi malaria, trombosit menurun secara signifikan dengan risiko 13.8
kali lipat dibandingkan dengan normal. Trombositopenia ditemukan pada
49% anak dari 523 anak dengan malaria falsiparum, di antaranya kejadian
trombositopenia berat pada 5% anak. Selain itu ditemukan bahwa
parasitemia dengan jumlah trombosit berbanding terbalik, lebih dari 50%
sampel dengan parasitemia di atas 10% memiliki jumlah trombosit di
bawah 50.000/uL.14
2.5.2. Trombositopenia pada Malaria Vivak dan Campuran
Penelitian di Mumbai India meneliti pasien malaria sebanyak 1565 orang,
ternyata 78.4% mengalami trombositopenia dengan rata-rata trombosit
malaria falsiparum lebih rendah dibandingkan malaria vivak. Trombosit di
bawah 20.000/uL sebanyak 1.5% kasus pada malaria vivak dibandingkan
malaria falsiparum 8.5%, tidak ditemukan trombosit di bawah 5.000/uL
pada malaria vivak.52
Berbeda dengan penelitian di Mumbai tersebut di mana malaria
falsiparum lebih dominan dalam menimbulkan trombositopenia, penelitian
24
di Mangalore India pada 102 pasien positif malaria dengan proporsi
49.01% menderita malaria campuran, 45.09% malaria vivak dan hanya
5.88% malaria falsiparum. Dengan kejadian trombositopenia pada malaria
campuran 76%, malaria vivak 74% dan malaria falsiparum 83%. Peneliti
menyebutkan pada infeksi malaria jarang tanpa penurunan jumlah
trombosit, walaupun pada penelitian ini infeksi malaria vivak bermakna
lebih sering menyebabkan trombositopenia namun beratnya trombosit
tidak dapat membedakan spesies malaria penyebab.53
Trombositopenia berat pada infeksi P. vivax juga dilaporkan oleh
beberapa studi di India54-55, juga di Iran.10 Penelitian di India tahun 2011
secara retrospektif pada anak dengan malaria vivak mengungkapkan
terjadi trombositopenia pada 82.1% anak, serta menekankan perubahan
dari virulensi P. vivax dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitasnya
dalam dekade terakhir.6
2.5.3. Penelitian Trombositopenia pada Malaria di Indonesia
Penelitian di Papua Indonesia pada 162 penderita malaria dewasa,
39.5% terinfeksi P. vivax, 60.49% terinfeksi P. falciparum dan 6.17%
terinfeksi campuran. Pada penderita malaria vivak trombositopenia lebih
rendah secara bermakna dibandingkan dengan malaria falsiparum.
Kejadian trombositopenia 78.8% pada penderita malaria, dan tidak ada
perbedaan antara penduduk lokal (daerah endemis) ataupun pendatang.21
Di samping itu sebagai tambahan dilaporkan kasus malaria vivak dengan
25
trombositopenia pada dua wanita dewasa di Malang Jawa Timur,
Indonesia.56
Penelitian-penelitian di atas menggambarkan hubungan
trombositopenia dengan jenis malaria. Walaupun secara statistik terdapat
perbedaan prevalensi dan derajat trombositopenia pada malaria vivak,
falsiparum dan campuran di tiap daerah, sehingga dari hitung trombosit ini
tidak dapat membedakan jenis infeksi, namun dapat diperhitungkan
sebagai indikator diagnostik.9
2.6. Derajat Trombositopenia pada Malaria
Pembagian derajat trombositopenia ada perbedaan dari literatur. Pada
penelitian di Pakistan57 trombositopenia dibagi atas 4 derajat yakni derajat
1 (75.000-150.000/uL); derajat 2 (50.000-75.000/uL); derajat 3 (25.000-
50.000/uL) serta derajat 4 (di bawah 25.000/uL). Sedangkan penelitian di
India mengelompokkan trombositopenia ke dalam tiga subgrup yaitu
trombositopenia berat (di bawah 50.000/uL); moderat (50.000-100.000/uL)
dan ringan (100.000-150.000/uL).53
Kejadian trombositopenia berat sampai mengakibatkan komplikasi
seperti perdarahan spontan pada kulit yaitu petekie dan perdarahan
saluran cerna dan atau ginjal dilaporkan lebih banyak terjadi pada anak
usia 0-5 tahun.51 Hal ini sesuai dengan laporan sebelumnya yakni anak
yang lebih muda lebih cenderung mempunyai manifestasi malaria berat.19
26
Selain itu pada penelitian di Dakar Senegal menemukan bahwa pada
malaria berat pada anak, jumlah trombosit menurun bermakna
dibandingkan dengan malaria tidak berat, dengan median jumlah
trombosit 98.000/uL berbanding 139.000/uL. Di samping itu jumlah
median trombosit yang meninggal 68.500/uL berbanding yang sembuh
109.000/uL, dengan kesimpulan pasien malaria berat dengan
trombositopenia dengan faktor resiko 6.31 kali lebih cenderung untuk
mengalami kematian.22
Penelitian di Nigeria pada pasien malaria anak di bawah 14 tahun,
sebanyak 59.3% anak yang menderita trombositopenia (trombosit
<150.000/uL) menunjukkan tidak ada korelasi antara jumlah trombosit
dengan usia anak, maupun dengan kepadatan parasit dalam darah
ataupun suhu tubuh. Namun dapat dijadikan prediktor diagnostik malaria
pada pasien anak.58 Begitupun penelitian di Senegal disebutkan usia
berkorelasi erat dengan trombositopenia dan letalitas.22
2.7. Tatalaksana Trombositopenia pada Malaria
Lima persen trombositopenia pada dari malaria falsiparum dapat menjadi
berat dan menyebabkan perdarahan.59 Tidak ada penanganan pasti pada
trombositopenia yang disebabkan malaria. Pemberian transfusi trombosit
secara umum dilakukan namun tidak ada konfirmasi efikasi. Indikasi
transfusi trombosit profilaksis jika jumlah trombosit di bawah 10.000/mm3
27
yang disebabkan kegagalan sumsum tulang melepaskan trombosit60 atau
jika trombosit di bawah 10.000/mm3 dan disertai perdarahan, sangkaan
atau telah DIC.61 Kecuali kasus atipikal ITP dengan perdarahan, tidak ada
dasar pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), walaupun pada
trombositopenia berat.13 Namun dilaporkan sebuah kasus dengan infeksi
malaria falsiparum berat dengan trombositopenia, di mana pemberian
IVIG mempunyai hasil yang baik.59
Penggunaan steroid telah dipelajari namun karena penyembuhan
trombositopenia sesudah penggunaan antimalaria hampir semua kasus
dengan prognosis yang baik pada semua spesies malaria yang
menginfeksi manusia dan rendahnya bukti destruksi secara imunologi
sebagai mekanisme utama pada trombositopenia malaria, sehingga
penggunaan steroid tidak dipertimbangkan.13 Trombositopenia pada
malaria vivak biasanya bersifat sementara dan tidak menyebabkan
perdarahan pada penderita anak. Pada penderita yang mendapat terapi
antimalaria peningkatan trombosit lebih cepat bermakna dibandingkan
tanpa antimalaria yaitu tiga hari berbanding sembilan hari. Perbaikan juga
lebih cepat terjadi pada pasien anak muda dibandingkan anak yang lebih
tua.62
28
2.8. Kerangka Konseptual
Keterangan: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.5: Kerangka konseptual
Hematocytoblast
trombopoeitin
Common lymphoid progenitor Common Myeloid Progenitor
Megakaryocyte Lymphoblast Proerythroblast Myeloblast
trombopoeitin
Trombosit Eritrosit Netrofil Monosit Eosinofil Basofil
Sel T Sel B
Fagositosis
Splenomegali Sitoadheren trombosit -
infected erythrocyte
Stress oksidatif
- Malaria serebral - Anemia berat - Dehidrasi, gangguan
elektrolit & metabolik - Hipoglikemi - Gagal ginjal - Edema paru akut - Kegagalan sirkulasi - Perdarahan - Hiperpireksia - Hemoglobinuria - Ikterus - Hiperparasitemia
- Iklim, cuaca, musim - Tinggal di daerah
endemik - Usia di bawah 5 tahun - Status gizi - Kebiasaan tidur tanpa
kelambu - Sering berada di luar
rumah malam hari - Sosioekonomi - Kelainan darah G6PD,
sickle cell anemia
Infeksi Malaria
Komplikasi
Plasmodium ovale Plasmodium malariae Plasmodium vivax Plasmodium falciparum