repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 22266... · web view...
TRANSCRIPT
KONSUMSI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR KAMBING YANG MENDAPAT WAFER PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL
JAGUNG DENGAN LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA
SKRIPSI
OLEH
FADLY HIDAYAT ILYASI 111 11 004
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2016
i
KONSUMSI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR KAMBING YANG MENDAPAT WAFER PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL
JAGUNG DENGAN LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA
SKRIPSI
OLEH
FADLY HIDAYAT ILYASI 111 11 004
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fadly Hidayat Ilyas
NIM : I111 11 004
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya sekripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, November 2016
Fadly Hidayat Ilyas
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya,
sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis
juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setinggi tingginya kepada :
1. Kedua orang tuaku ayahanda A.Ilyas,SP dan ibunda Ariyanti Saleh, SP,
dan Tante Ariyanni Saleh, serta saudaraku yang selama ini banyak
memberikan doa, semangat, kasih sayang, saran, dorongan dan materi
kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc sebagai pembimbing utama dan Dr.
Ir. Hj. Rohmiyatul Islamiyati, M.P selaku pembimbing anggota yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan
memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian sampai selesainya
penulisan Skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.
4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Wakil Dekan I, Ibu
Ir. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II, Bapak Prof. Dr. Ir. Jasmal A
v
Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
5. Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Raharjda, M.Sc selaku penasehat akademik
yang senantiasa membimbing dan mengarahkan selama dalam bangku
perkuliahan.
6. Bapak Prof. Dr. H. Muh Rusdy, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Budiman Nohong,
MP., Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si., dan Ibu Dr. Sri Purwanti, S.Pt,
M.Si selaku dosen pembahas yang telah banyak memberikan saran-saran
dan masukan untuk perbaikin skripsi ini
7. Bapak Ir. H. Muhammad Zain Mide, MS. terima kasih atas bimbingannya
selama penulis melakukan penelitian.
8. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya
selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
9. Kepada Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan yang telah
memberikan sumbangsih ilmu, didikan dan pelayanan akademik selama
penulis berada di bangku kuliah.
10. Kepada teman penelitian Sukri, Khaerunnisa, eka, dan haliq yang telah
banyak membantu selama berada dilapangan.
11. Kepada teman-teman dikandang Muh.Yusuf, Muh. Sukri, Muh. Adnan,
Muh. Fajrul, Muh, Chaidir , Darwis, Arditia, DLL yang mendukung dan
memberikan doa, saran dan dorongan kepada penulis.
vi
12. Kawan – kawan “SOLANDEVEN 11” yang telah menjadi keluarga kecil
di Kampus Universitas Hasanuddin terima kasih telah menemani penulis
di saat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
13. Teman-teman KKN Reguler UNHAS GEL.87 Kab. BONE Kec. Ajangale
terkhusus kepada posko Desa Leppangeng: Appar, Fais, Suci, Nilda, May,
dan Lilis semoga apa yang menjadi kebersamaan kita akan selalu ada
untuk tetap menjadikan kita sebagai saudara.
14. Sahabat-sahabat kelas PROTEK 2011 terima kasih atas segala cinta,
pengorbanan, bantuan, pengertian, candatawa, serta kebersamaannya
selama ini.
15. Buat Suci Ramadani, S.Pt yang selalu menemani dan memberi semangat
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
16. Buat keluarga MATERPALA UNHAS, KPA PHINISI, KKMB UNHAS,
HMI (komisariat peternakan), SEMA FAPET-UH yang telah memberikan
banyak ilmu, serta mendukung dan penginspirasi penulis.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang selalu
memberikan doa kepada penulis hingga selesai penyusunan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Amiin
Makassar, November 2016
Fadly Hidayat Ilyas
vii
Fadly Hidayat Ilyas (I 111 11 004). Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Kambing Yang Mendapat Wafer Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Level Tepung Rese Berbeda. (Dibawah bimbingan Asmuddin Natsir sebagai Pembimbing Utama dan Rohmiyatul Islamiyati sebagai Pembimbing Anggota).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung rese yang berbeda dalam pembuatan wafer berbahan baku utama tongkol jagung terhadap konsumsi protein dan serat kasar pada ternak kambing. Percobaan dilaksanakan berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar Latin (4 x 4). Perlakuan adalah P1 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 0%, P2 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 5%, P3 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 10%, P4 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 15%. Sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan level tepung rese berbeda dalam wafer tongkol jagung tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar dan serat kasar. Disimpulkan bahwa penggunaan tepung rese dengan level berbeda dalam pembuatan wafer tongkol jagung tidak mempengaruhi tingkat konsumsi protein kasar dan konsumsi serat kasar pada kambing.
Kata Kunci: Tongkol jagung, wafer pakan komplit, konsumsi, protein kasar, serat kasar.
viii
Fadly Hidayat Ilyas (I 111 11 004). Consumption Of Crude Protein And Crude Fiber Goat Which Got Corn Cobs Based Complete Feed Wafer With Different Levels Of Rese Meal. (Under the supervision of Asmuddin Natsir, as the main supervisor and Rohmiyatul Islamiyati, as the Cosupervisor).
ABSTRACT
The purpose of this research was to study the effect different levels of rese meal in corn cob-based wafer on crude protein and crude fiber intake of goat. The experiment was carried out according to 4x4 latin square design. The treatments were P1= corn cobs-based wafer + 0% rese meal, P2= corn cobs-based wafer + 5% rese meal, P3= corn cobs-based wafer + 10% rese meal, P4= corn cobs-based wafer + 15% rese meal. Statistical analysis indicated that levels of rese meal ini the corn cobs-based wafer did not significantly (P>0,05) effect crude protein and crude fiber consumption. The concusion improving levels of rese meal in the corn cobs-based wafer does not improve the consumption of crude protein and crude fiber in goats.
Keyword: Corn cobs, Complete feed wafer, crude protein intake, crude fiber intake.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
ABSTRAK..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kambing ................................................................... 5Pakan Komplit......................................................................................... 6Wafer....................................................................................................... 7Tongkol Jagung....................................................................................... 8Bahan Pakan Sumber Protein.................................................................. 9Bahan Pakan Sumber Energi................................................................... 10Konsumsi Protein Kasar ......................................................................... 13Konsumsi Serat Kasar ............................................................................ 14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat.................................................................................. 16Materi Penelitian..................................................................................... 16Perlakuan dan Rancangan Percobaan...................................................... 17Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung ......................................... 19Prosedur Penelitian.................................................................................. 20Pengambilan Sampel............................................................................... 20Peubah yang Diukur ............................................................................... 21Analisis Sampel ...................................................................................... 21Pengolahan Data ..................................................................................... 23
x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Protein Kasar......................................................................... 24 Konsumsi Serat Kasar............................................................................ 25
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Denah perlakuan wafer tongkol jagung ............................................... 172. Komposisi bahan pakan tiap perlakuan ............................................... 183. Kandungan nutrisi bahan pakan wafer pakan komplit ......................... 184. Kandungan mineral sapi per kilogram ................................................. 185. Kandungan nutrisi setiap perlakuan ..................................................... 196. Rataan konsumsi protein kasar dan serat kasar pada kambing ............ 24
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Prosedur pembuatan wafer tongkol jagung untuk kambing ................ 19
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing murupakan hewan yang banyak diternakan oleh masyarakat.
Kambing dikenal hidup di daerah tropis dan mempunyai kelebihan sebagai
penghasil daging dan susu, serta kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organic, serta kulitnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Salah satu faktor penting yang menentukan keberlanjutan peternakan
ternak ruminansia adalah suplai secara konsisten sumber pakan yang murah tetapi
mempunyai nilai nutrisi yang mencukupi. Namun demikian, di negara tropis
seperti Indonesia ketersediaan pakan secara kontinyu baik kualitas dan kuantitas
masih terkendala terutama pada saat musim kemarau. Hal ini diperoleh dengan
semakin terbatasnya lahan khusus untuk penggembalaan ternak. Ternak
ruminansia umumnya diusahakan secara terintegrasi dengan lahan tanaman
pangan ataupun tanaman tahunan. Untuk ternak ruminansia kecil seperti kambing
dan domba peternak masih memberikan pakan segar dimana untuk sumber rumput
diperoleh dari pinggir jalan, pinggir sungai, pinggir waduk, tegalan, galengan
sawah, ataupun di hutan.
Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia
adalah dengan pemanfaatan limbah pertanian. Hasil sisa tanaman pertanian yang
cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak
adalah tongkol jagung (Yulistiani, 2010). Tongkol jagung mengandung
lignoselulosa yang terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Aylianawaty
dan Susiani, 1985) sehingga sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber
1
serat/energi bagi ruminansia dan tetapi, ada beberapa faktor yang menjadi kendala
dalam pemanfaatan tongkol jagung sebagai pakan ternak yaitu palatabilitas yang
rendah dan kandungan protein yang rendah. Tongkol jagung berukuran cukup
besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan langsung, oleh
karena itu, untuk memberikannya perlu perlakuan pengolahan terlebih dahulu
misalnya pengolahan menjadi pakan komplit. Pengurangan ukuran partikel pakan
dengan penggilingan kemudian dibuat wafer merupakan salah satu perlakuan
pradigesti pada pakan berserat secara fisik yang mampu meningkatkan konsumsi
bahan kering, dan protein kasar pada ransum kambing untuk mengatasi masalah
rendahnya kandungan protein, maka dapat digunakan pakan tambahan sumber
protein dalam pembuatan wafer.
Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada
beberapa tahun terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang.
Indonesia termasuk negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data DJPB tahun
2010 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 380.972 ton dan produksi
ini meningkat sebesar 13,85% per tahun. Tahun 2014 produksi udang mencapai
angka 592.219 ton (DJPB 2014). Apabila udang segar ini diolah menjadi udang
beku, maka sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang,
kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya.
Murdinah (1989) menyatakan bahwa, tepung kepala udang dibuat dari
limbah udang yang masih mempunyai kandungan protein yang tinggi. Tepung
kepala udang mempunyai kandungan protein 15 sampai 20%. Selain itu
penggunaan bahan pakan sumber protein, tepung rese dalam pembuatan wafer pakan
2
komplit berbasis tongkol jagung paling baik terhadap konsumsi NDF dan ADF
dibandingkan bahan pakan sumber protein tepung ikan, urea dan bungkil kedelai
terhadap kambing (Nurfaini, 2015).
Padli (2015) menyatakan bahwa, konsumsi protein kasar kambing kacang
jantan yang diberikan pelet tongkol jagung yang bahan pakan sumber proteinnya
adalah tepung rese lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan
uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi protein
kasar dan serat kasar wafer pakan komplit dengan level tepung rese yang
berbeda.
Rumusan Masalah
Limbah pertanian berupa tongkol jagung banyak tersedia pada musim
panen, limbah ini belum dimanfaatkan pada ternak dan terkadang dibakar, akan
tetapi kendala utama dari pemanfaatan tongkol jagung adalah rendahnya
palatabilitas. Selain palatabilitas yang rendah tongkol jagung juga memiliki
kandungan protein yang rendah sehingga diperlukan pengolahan menjadi wafer
tongkol jagung dengan penambahan tepung rese sebagai sumber protein. Akan
tetapi belum ada informasi level optimal tepung rese sebagai sumber protein pada
wafer berbahan baku tongkol jagung.
Hipotesis
Peningkatan level tepung rese dalam pembuatan wafer tongkol jagung
akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi protein dan serat kasar.
3
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
tepung rese yang berbeda dalam pembuatan wafer berbahan baku utama tongkol
jagung terhadap konsumsi protein dan serat kasar pada ternak kambing.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi para
peternak tentang penggunaan tongkol jagung sebagai sumber energi/serat dalam
pakan komplit yang dijadikan wafer dengan penambahan tepung rese sebagai
sumber protein untuk pakan ternak Kambing.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kambing
Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang sudah sejak lama
dibudidayakan. Memelihara ternak ini relatif tidak sulit, karena selain jinak
makanannya juga cukup beragam (Wijoseno, 2009). Kambing bisa hidup dan
berkembang walau tanpa dikandangkan karena mereka akan memakan apa saja
yang ditemui sepanjang wilayahnya. Namun, pola hidup seperti ini tidak baik dan
tidak sehat karena penuh resiko. Oleh karena itu dalam usaha peternakan
membutuhkan kandang untuk melindungi kambing dari terik matahari, hujan,
hewan pemangsa dan mencegah kambing merusak tanaman serta mengkonsumsi
pakan dan air yang berbahaya (Andoko,2013).
Kambing umumnya menolak pakan yang telah disentuh oleh ternak lain
dan tidak dapat mengkonsumsi satu jenis pakan saja dalam waktu yang lama.
Kambing dapat membedakan rasa pahit, manis, asin dan masam dan mempunyai
toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit. Pada ruminansia rangsangan penciuman
(bau/aroma) sangat penting bagi ternak untuk mencari dan memilih makanan.
Demikian pula rangsangan selera (rasa) akan menetukan apakah pakan tersebut
akan dikonsumsi oleh ternak atau tidak (Asminaya, 2007).
Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak
untuk ukuran tubuhnya, kambing lebih efisien dalam mencerna pakan yang
mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan domba. Kambing mampu
mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang
5
sudah tua dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan
efisien sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan
(Tarigan, 2009).
Pakan Komplit
Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan
yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi satu campuran
yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa
tambahan rumput segar. Complete feed dibuat dari hasil samping pertanian seperti
jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok,
dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi. Wahjuni dan Bijanti
(2006) menjelaskan, complete feed disusun untuk menyediakan ransum secara
komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi yang tercukupi untuk
kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan sistem pemberian pakan.
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain :
1). Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu), 2). Sumber energi (dedak
padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3). Sumber protein (bungkil kedelai,
bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok) dan 4). Sumber mineral (tepung
tulang, garam dapur).
Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi
dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan
yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong
meningkatnya konsumsi. Selain itu, pakan komplit juga lebih menjamin
6
meratanya distribusi asupan harian ransum, agar fluktuasi kondisi ekosistem di
dalam rumen diminimalisir (Tafaj et al., 2007).
Wafer
Wafer pakan merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang,
lebar, dan tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau
seragam (Ningrum, 2013). Wafer pakan yang berasal dari limbah sayuran
merupakan pakan alternatif untuk mengganti hijauan pakan pada saat musim
kemarau.sehingga harganya murah Wafer pakan dibuat dengan menggunakan
mesin pengepres dengan bantuan panas dan tekanan. Komposisi zat makanan
dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan sehingga diharapkan dapat disukai
ternak (palatabel) dan dapat diberikan dengan maksimal serta dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pada musim kemarau (Anonim,2012).
Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi
bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran
(homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu.
Bahan baku yang digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat
dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak (Ningrum,
2013).
Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas diharapkan dapat : (1)
memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan
penanganan hijauan lainnya, (2) memberikan nilai tambah karena memanfaatkan
limbah pertanian dan perkebunan, (3) menggunakan teknologi sederhana dengan
7
energi yang relatif rendah dan (4) menghemat biaya produksi sebesar 10 %
(Anonim,2012).
Tongkol Jagung
Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung
dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk
utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006).
Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk segar
adalah yang termudah dan termurah tetapi pada saat panen hasil limbah tanaman
jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan pada saat
musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Di Indonesia,
kebanyakan petani akan memberikan tanaman jagung secara langsung kepada
ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang dilakukan oleh peternak
komersial sapi perah yang ada di Sumatera Utara.
Di daerah Indonesia bagian Timur, jerami jagung selain diberikan dalam
bentuk segar, dapat dikeringkan atau diolah menjadi pakan awet seperti wafer,
cubes dan disimpan untuk cadangan pakan ternak (Nulik dkk., 2006). Sedangkan
di Amerika dan negara lain seperti Argentina dan Brazil yang merupakan negara
produsen jagung, limbah jagung sangat berlimpah (Mccutcheon dan Samples,
2002). Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas
pakan terus terjamin. Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan kepada
ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal penanaman setelah
8
jagung dipanen, namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan dengan
cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering) atau diawetkan dalam bentuk
silase sebagai pakan cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002).
Tongkol jagung merupakan limbah hasil pertanian yang termasuk dalam
pakan kasar. Tongkol jagung dapat diberikan pada ternak ruminansia dan
merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Komposisi nutrisi tongkol
jagung terdiri dari BK 90%, PK 2,8%, LK 0,7%, abu 1,5%, SK 32,7%, dinding sel
80% selulosa 25%, lignin 6% dan ADF 32% (Forsum, 2012).
Bahan Pakan Sumber Protein
1 . Tepung Kepala Udang / Tepung rese
Kebutuhan ternak akan protein menjadi salah satu hal yang krusial bagi
peternak dewasa ini. Penggunaan sumber protein yang mahal menjadi salah satu
kendala yang berdampak pada tingginya biaya produksi.Limbah udang
mengandung protein kasar sekitar 25-40 persen, kalsium karbonat 45-50 persen
dan kitin 15-20 persen. Selain sebagai sumber yang telah disebutkan, limbah
udang sendiri mengandung karotinoid berupa astaxantin yang merupakan pro
vitamin A untuk pembentukan warna kulit. Gambaran kandungan protein dan
mineral yang cukup tinggi dari limbah udang, dapat dijadikan sebagai pakan
alternatif untuk ternak (Muzzarelli dan Joles, 2000).
Menurut Murdinah (1989), tepung kepala udang dibuat dari limbah udang
yang masih mempunyai kandungan protein yang tinggi. Tepung kepala udang
mempunyai kandungan protein 15 sampai 20%. Daging udang mengandung asam
amino essensial, seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistin.
9
2. Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah: sisa-sisa ampas kelapa parut dan telah dihilangkan
kadar airnya melalui proses pemanasan (digongseng), begitu juga dengan jagung
dan kedelai. Bungkil jagung berarti sisa-sisa ampas jagung setelah diperas, lalu
dikeringkan. Tujuan menghilangkan kadar air ini adalah agar bisa bertahan lama
saat disimpan (Anonim 2013 ).
Bahan Pakan Sumber Energi
1. Dedak Padi
Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan
kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi adalah
hasil samping pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak
padi merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses
pemutihan beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena
mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh,
dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Menurut (Schalbroeck,
2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4
juta ton dan setiap kuwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak,
sedangkan menurut Yudono et al. (1996) proses penggilingan padi dapat
menghasilkan beras giling sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak
35%, yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein
dedak berkisar antara 12-14%, lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan
abu sekitar 9-12% (Murni et al.,2008).
10
Dedak padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh
sebagian peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang berasal dari limbah
agroindustri. Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber
energi bagi ternak (Scott et al.,1982). Kelemahan utama dedak padi adalah
kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0% dan adanya senyawa
fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan
oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas penggunaannya
dalam penyusunan ransum. Namun, dilihat dari kandungan proteinnya yang
berkisar antara 12-13,5%, bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam
penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis
berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah
kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin
dan mineral (Rasyaf, 2004).
2. Molasses
Molasses atau tetes tebu adalah cairan dari hasil sampingan yang
didapatkan dari pengolahan gula melalui proses kristalisasi berulang. Molasses
dapat digunakan sebagai pakan ternak secara langsung dicampurkan pada pakan
konsentrat ataupun melalui proses pengolahan fermentasi pada pembuatan
konsentrat sebagai bahan campuran, activator dalam pembuatan sillase.
Molasses merupakan bahan pakan yang mengandung karbohidrat tinggi.
Selain itu, terkandung vitamin B kompleks dan vitamin – vitamin yang larut
dalam air (Yusran,2015).
11
Hewan ruminansia seperti kambing,domba, sapi, kerbau suka dan bagus
untuk perkembangan pertambahan berat badannya, karena molasses ini berfungsi
sebagai perangsang Molasses atau tetes tebu adalah limbah utama industri
pemurnian gula yang berasal dari tanaman tebu. Molases merupakan sumber
energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu,
molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak
dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki
kandungan protein kasar 3,1%; serat kasar 0,6%; BETN 83,5%; lemak kasar
0,9%; dan abu 11,9%, karena rasanya manis, juga bisa sebagai media aktifator
dalam proses fermentsi dalam rumen pencernannya (Yusran,2015) .
3. Dedak Jagung/Tepung Jagung
Dedak jagung adalah limbah dari hasil olahan tanaman jagung, dedak
jagung biasa disebut tepung jagung atau empok jagung. Dedak jagung berbentuk
mesh atau tepung dan berwarna kuning. Dedak jagung mengandung BK 84,980
%, PK 9,379%, LK 5,591%, SK 0,577% dan 81,835% TDN (Wahyono dan
Hardiyanto, 2004).
4. Tapioka
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang
ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan
kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu
amilopektin 83% dan amilosa 17%, sedangkan buah-buahan termasuk
polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin (Winarno, 2004).
12
5. Mineral
Sumber mineral adalah segala bahan yang mengandung cukup banyak
mineral dan fosfor. Mineral merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam
kehidupan alam maupun dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan
unsur penting dalam tanah, bebatuan, air dan udara. Sekitar 50% mineral tubuh
terdiri atas kalsium, 25% fosfor, dan 25% lainnya terdiri atas mineral lain.
Mineral merupakan unsur nutrisi yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis
ternak sehingga hewan dalam kelompok ini merupakan unsur nutrisi yang jika
kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis yang disebut defisiensi
mineral. Defisiensi mineral yang terjadi pada ternak antara lain: pertumbuhan
menjadi terhambat, konsumsi ransum menjadi menurun, laju metabolik basal
tinggi, kepekaan dan aktivitas menjadi menurun, osteoporosis, sikap dan cara
berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di dalam, suatu kenaikan dalam
jumlah urine, daya hidup berkurang, kulit telur menipis dan produksi telur
menurun, tetanus, pika yaitu nafsu makan menurun, hewan mengunyah kayu,
tulang, dan batu dan pertumbuhan bulu kasar (Anonim, 2014).
Konsumsi Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk protein
kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi
protein.
13
Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang
cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut
sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti, 2011).
Semakin cepat makanan diberikan maka semakin tinggi pula konsumsi
protein. Umumnya pada ternak ruminansia jika konsumsi energi termanfaatkan
dengan baik maka akan berpengaruh pada konsumsi zat makanan lainnya seperti
protein, mineral dan vitamin (Rudiah, 2011).
Konsumsi protein kasar yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah jenis bahan pakan khususnya bahan penyusun konsentrat.
Konsentrat merupakan pangan penguat dengan kadar serat kasar rendah dan
banyak mengandung protein dan energi. Palatabilitas pakan dan jumlah pakan
yang dimakan akan meningkatkan konsumsi protein yang lebih banyak dari
kebutuhan minimalnya sehingga dapat berguna untuk meningkatkan bobot badan
(Rangkuti, 2011).
Konsumsi serat kasar
Pakan hijauan merupakan sumber serat kasar yang dapat merangsang
pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya
kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak terhadap kinerja dari mikroba
rumen (Tillman et al., 1991)
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis.
Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan pakan,
baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al, 1991).
Serat tidak pernah digunakan secara keseluruhan oleh ruminansia, sekitar 20- 70
14
% dari serat yang dikonsumsi ditemukan dalam feses (Cuthbertson, 1969).
Tillman et al (1991) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah merupakan
akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis dengan pemberian pakan
hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan
yang tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat
makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2016.
Penelitian dimulai dengan pembuatan pakan komplit yang dilaksanakan di
Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Analisis kandungan protein kasar dan serat kasar berdasarkan analisis proksimat
di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak kambing
jantan umur 1,5 tahun, tongkol jagung, dedak padi, tepung jagung, tepung tapioka,
bungkil kedelai, tepung rese, molasses, mineral sapi, dan garam dapur, serta
bahan-bahan dalam analisa protein kasar dan serat kasar
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, mesin penggiling, mesin
wafer, oven, tanur dan baskom, serta peralatan dalam analisa protein kasar dan
serat kasar.
16
Perlakuan dan rancangan percobaan
Penelitian ini di rancang dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (RBSL) 4×4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Keempat perlakuan tersebut
sebagai berikut:
P1 : Ransum komplit mengandung tepung rese 0 %
P2 : Ransum komplit mengandung tepung rese 5 %
P3 : Ransum komplit mengandung tepung rese 10 %
P4 : Ransum komplit mengandung tepung rese 15 %
Adapun denah perlakuan wafer tongkol jagung pada kambing jantan selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Denah Perlakuan wafer Tongkol Jagung pada Kambing jantan berdasarkan rancangan percobaan.
PeriodeKambing
A B C D
I P1 P2 P4 P3
II P2 P1 P3 P4
III P4 P3 P1 P2
IV P3 P4 P2 P1
Komposisi bahan pakan penyusun perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Sementara kandungan nutrisi setiap jenis bahan baku yang dugunakan dilihat pada
Table 3. Tabel 4 memperlihatkan kandungan mineral sapi wafer pakan komplit
per kilogram. Table 5 memperlihatkan komposisi kimia proksimat dari masing-
masing perlakuan.
17
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan
Bahan (%)Perlakuan
P1 P2 P3 P4Tongkol Jagung 50 50 50 50Dedak padi 7 7 7 7Tepung Jagung 7 7 7 7Bungkil Kelapa 14.5 10 5.5 1Tapioka 8 8 8 8Tepung rese 0 5 10 15Urea 1.5 1 0.5 0Molases 10 10 10 10Garam 1 1 1 1Mineral Sapi 1 1 1 1Total 100 100 100 100
Tabel 3. Kandungan nutrisi bahan pakan wafer pakan komplit
Bahan Pakan BK (%)
PK (%)
SK (%)
LK (%) Ca P
Tongkol jagunga 90,62 2.8 25,38 1,8 - -Tepung Reseb 91,4 45 17,59 6,62 7,76 1,31Urea - 287 - - - -Bungkil Kelapa 87,9 21,5 15 2 0,2 0,2Dedak padic 89,6 12,9 11,4 13,0 0,04 0,21Tepung Tapiokac 89,7 2,5 4,0 0,5 0,3 0,12Tepung jagungc 89,1 9,0 2,0 4,0 0,02 0,1Molasesc 87,5 4,0 0,38 0,08 1,5 0,1Mineral sapi - - - - 16,2 5,2Garam - - - - 0,1 -
Sumber: a=Wahyono (2004). b= Suryaningrum (2011).c= Anggorodi (1995).
Table 4. kandungan mineral sapi per kilogramKandungan Jumlah (mg)Calcium 165.000Phosphor 52.000Sodium 157.000Iron 2.500Copper 2.500Manganese 125Iodine 50Inc 5.000Selenium 10
Sumber : PT.medion
Tabel 5. Kandungan nutrisi setiap perlakuan
18
Jumlah PerlakuanP1 (%) P2 (%) P3 (%) P4 (%)
Bahan Kering 83,3849 83,4994 83,6139 83,7284Protein Kasar 10,855 10,828 10,801 10,773Serat Kasar 16,168 16,469 16,547 16,736Lemak Kasar 2,642 2,809 2,976 3,143Ca 0,3872 0,8692 1,1882 1,5072P 0,1453 0,8183 1,4393 2,0603
Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung
Tongkol jagung dan bahan pakan lainnya yang masih kasar di giling halus
terlebih dahulu dengan menggunakan grinder, kemudian setiap bahan pakan
ditimbang berdasarkan formulasi tiap perlakuan dan dicampur secara merata.
Dilakukan pencetakan dengan menggunakan cetakan pengepres.
Prosedur pembuatan wafer tongkol jagung untuk kambing dapat dilihat
pada Gambar dibawah.
Gambar : Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung untuk Kambing.Prosedur penelitian
19
Tongkol Jagung
Penggilingan Bahan Pakan Yang Masih
KasarFormulasi
Penimbangan
pencampuran
Pencetakan
Diangin-anginkan
Wafer Tongkol Jagung Siap Saji
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing jantan dengan umur 1,5–2,0
tahun. Kambing di tempatkan dalam kandang metabolisme yang berukuran ± 1 x
1 m yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Kandang ini dipasangi ram plastik
di bawah lantai kandang yang berfungsi untuk memisahkan feses dan urin, corong
plastik dan toples dipasang di bawah ram plastik untuk menadah urine, sehingga
feses dan urine tertampung dalam penampungan masing-masing.
Penelitian ini berlangsung 4 periode penelitian, tiap periode dibagi 2 tahap
yaitu tahap pertama pembiasaan selama 10 hari dan tahap kedua yaitu periode
koleksi data selama 5 hari. Pembiasaan pakan dimasudkan agar ternak terbiasa
dengan pakan yang ditawarkan, dan semua pakan yang dimakan sebelumnya
sudah keluar semua selama 10 hari. Sedangkan periode koleksi data adalah data
yang diambil merupakan pengaruh pakan perlakuan. Sedangkan pemberian pakan
dan air minum dilakukan secara ad-libitum.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel pakan wafer dan sisa dilakukan setiap hari selama
koleksi disetiap periode. Sampel yang terkumpul dicampur secara homogen
kemudian diambil 10 % untuk kebutuhan analisis di laboratorium.
Peubah yang diukur
20
Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah konsumsi protein kasar dan
serat kasar dari wafer tongkol jagung. Dimana konsumsi ransum diukur
berdasarkan jumlah ransum yang diberikan pada hari itu dikurangi dengan sisa
ransum keesokan paginya. Adapun rumus dari Konsumsi Protein Kasar (KPK)
dan Konsumsi Serat Kasar menurut Haris (1970) adalah:
Konsumsi Protein kasar dihitung berdasarkan rumus :
Konsumsi PK = ( konsumsi BK x kadar PK wafer) - (BK sisa x kadar PK wafer )
Keterangan : PK = Protein KasarBK = Bahan Kering
Konsumsi serat kasar dihitung berdasarkan rumus:
Konsumsi SK= (konsumsi BK x kadar SK wafer) x (BK sisa x kadar SK wafer)
Keterangan : SK = Serat KasarBK = Bahan Kering
Analisis sampel
Analisa protein kasar dan serat kesar dilakukan dengan analisa proksimat
untuk mengetahui kandungan protein kasar dan serat kasar dilakukan menurut
prosedur sebagai berikut (AOAC, 1990):
Protein kasar
Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl. Metode ini
terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, distilasi dan titrasi. Mula-mula sampel
ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl (dapat juga
menggunakan tabung reaksi). Kemudian ditambahkan dengan 1 gram CuSO4 dan
ditambah dengan 2,5 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya cuplikan didestruksi selama 2
jam pada suhu 100 ºC. Setelah hasil destruksi didinginkan, kemudian dimasukkan
21
kedalam labu bulat yang telah diberi batu didih dan ditambah dengan 50 mL aqua
DM serta 15 mL NaOH 50 % w/v dan dilakukan distilasi. Distilat ditampung
dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl 0,02 N; 4 tetes metil merah dan 4 tetes
metilen biru hingga volume total mencapai 40 mL. Kemudian larutan dalam
erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan larutan
H2C2O4 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari ungu
menjadi hijau. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi dicatat. Replikasi
untuk masing-masing cuplikan sebanyak lima kali.
Penentuan kadar protein kasar dihitung menggunakan rumus :
Kadar protein kasar = VxNx 0,014 x6,25 xPberat sampel (gram) x 100 %
Keterangan :
V= volume titrasi contohN= normalitas larutan HCl atau H2SO4 sebagai penitarP= faktor pengencer 100/5
Serat kasar
Sampel sebanyak 5 g dimasukan kedalam Erlenmeyer 500 ml kemudian
ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30
menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit.
Dalam keadaan panas disaring kertas Whatman No. 40 setelah diketahui bobot
keringnya. Kertas saring yang di gunakan dicuci berturut-turut dengan air panas,
25 ml H2SO4 dan etanol 95 %. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu
100-110oC sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
22
Penentuan kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus :
Serat Kasar= Berat setelah oven – berat setelah tanur – berat kertas saring x 100%Berat sampel sesungguhnya
Pengolahan data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisi ragam berdasarkan
Rancangan Bujur Sangkar Latin 4×4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Perlakuan yang
berpengaruh nyata terhadap parameter yang diukur akan diuji dengan
menggunakan uji jarak berganda Duncan (Sudjana. 1991). Model matematika
sebagai berikut.
Yijk = µ + ßi + Κj + Ƭk + Ɛ ijk
Ket µ = rataan umum
ßi = pengaruh periode ke- i ( i =1,2,3,4 )
Κj = pengaruh ternak ke -j (j= 1,2,3,4)
Ƭk = pengaruh perlakuan ke- k (k =1,2,3,4)
Ɛ ijk = galat percobaan
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata konsumsi protein kasar dan Serat Kasar pada Kambing
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Pada Kambing
Parameter Perlakuan (g/hari/ekor)P1 P2 P3 P4 Rata-rata
Konsumsi PK 68,4 ± 3,0 65,4±9,7 60,9±6,5 59,3±6,9 63,5Konsumsi SK 189,4±60,1 194,3±55,3 216,4±95,6 186,9±51,7 196,7keterangan: P1: Ransum komplit mengandung tepung rese 0%
P2: Ransum komplit mengandung tepung rese 5%P3: Ransum komplit mengandung tepung rese 10%P4: Ransum komplit mengandung tepung rese 15% PK : protein kasarSK : serat kasar
Konsumsi Protein Kasar
Analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan level tepung rese dalam
wafer pakan komplit berbasis tongkol jagung tidak memberikan pengaruh yang
nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar pada ternak kambing. Rataan
konsumsi protein kasar ternak percobaan adalah 63,5 (g/ekor/hari) dengan ayunan
antara 59,3 g/ekor/hari (P4) sampai dengan 68,4 g/ekor/hari (P1).
Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi protein kasar tiap perlakuan
tidak berpengaruh nyata hal ini dikarenakan bahan pakan penyusun dan bentuk
fisik pakan perlakuan sama. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Mubarok
(2008) bahwa keseragaman sifat fisik pakan dapat menyebabkan palatabilitas
pakan sama. Dalam penyusunan ransum kandungan protein kasar dari setiap
ransum adalah relatife sama yaitu berkisar 16,1% (P1) sampai 16,7 (P4). Dari
data ini menunjukkan bahwa tepung rese bisa dipakai sampai taraf 15% dalam
ransum tanpa berpengaruh negative pada konsumsi. Menurut NRC (1981) bobot
24
kambing antara 10-20 kg (rataan 15 kg) untuk hidup pokoknya memerlukan
protein kasar (PK) sebesar 22-38 g/ekor/hari (rataan 30 g). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rataan konsumsi protein kasar ternak kambing adalah 63,5
(g/ekor/hari), dengan demikian konsumsi protein kasar pada penelitian ini telah
mencukupi untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan.
Konsumsi Serat Kasar
Sidik ragam menunjukkan bahwa wafer pakan komplit berbasis tongkol
jagung dengan level tepung rese berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap konsumsi serat kasar pada kambing, rataan konsumsi serat kasar ternak
percobaan adalah 196,7 g/ekor/hari dengan ayunan antara 186,9 g/ekor/hari (P4)
sampai dengan 216,4 g/ekor/hari (P3). Perbedaan yang tidak nyata pada konsumsi
serat kasar disebabkan kambing memiliki tingkat kesukaan (palatabilitas) yang
sama terhadap ransum perlakuan, baik pada P1, P2, P3, dan P4.
Durand (1989), menyatakan bahwa faktor aroma ransum menentukan
tingkat konsumsi. Hal ini diperkuat oleh Pond et al. (1995), bahwa palatabilitas
sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera
makan dan langsung dimakan oleh ternak. Palatabilitas biasanya diukur dengan
cara memberikan dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat
memilih dan memakan pakan yang lebih disukai.
Hasil penelitian ini menujukkan rataan konsumsi serat kasar yaitu 196,7
g/ekor/hari. Menurut pendapat Lu et al., (2005) bahwa kambing membutuhkan
serat pakan yang cukup untuk aktivitas dan fungsi rumen yang normal. Serat
pakan mengalami degradasi oleh mikroba yang berperan sebagai penyedia energi
25
untuk mendukung hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi. Rataan
konsumsi serat kasar berkisar 109-157 g/ekor/hari, (Lu et al., 2005). Hasil
penelitian ini menujukkan rataan konsumsi serat kasar yaitu 196,7 g/ekor/hari,
dengan demikian konsumsi serat kasar pada penelitian ini telah mencukupi untuk
kebutuhan hidup ternak kambing.
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penggunaan tepung rese dengan level yang berbeda dalam wafer pakan komplit
berbasis tongkol jagung tidak mempengaruhi tingkat konsumsi protein kasar dan
serat kasar pada ternak kambing.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk menguji wafer pakan komplit berbasis
tongkol jagung terhadap kinerja produksi ternak kambing.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2012. Memanfaatkan Limbah Pertanian Menjadi Pakan Kambing. http:// Wordpressby-Chris-Pearson-Converted-to-Blogger.com. Diakses pada tanggal 10 oktober 2016, Makassar.
_______.2013.Bungkil Kelapa dan Kedelai.http://kesehatan-ternak.blogspot.co.id. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
_______. 2014. Sumber Mineral untuk Ternak. http://www.ilmuternak.com. Di Akses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
Andoko, A. 2013. Beternak Kambing Unggul.Agromedia Pustaka, 2013. Jakarta.Wijosenodkk,.Beternak Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id /ind/infotek/it-3.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT. Gramedia Putaka Utama. Jakarta.
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 14th ed. Association of Officianalytical Chemists, Washington.
Asminaya, N. A. 2007. Penggunaan Ransum Komplit Berbasis Sampah Sayuran Pasar untuk Produksi dan Komposisi Susu Kambing Perah. IPB, Bogor.
Aylianawaty dan E. Susiani. 1985. Pengaruh Berbagai Pre-Treatment Pada Limbah Tongkol Jagung Terhadap Aktivitas Enzim Selulase Hasil Fermentasi Substrat Padat Dengan Bantuan Aspergillus Niger. http://www. lppm.wima.ac.id/ailin.pdf.Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
Cuthbertson, D. 1969. The Science of Nutrition of Farm Livestock. Part 1. Pegamon Press Ltd, Oxford, London.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Durand, M. 1989. Conditions for optimizing cellulytic activity in the rumen in evaluation of straw in ruminant feeding. Elsevier Applied Science, London and New York.
Forsum, 2012. Tongkol Jagung. Http://www.forsum.wordpress. com. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015. Makassar.
28
Lu, C. D., J. R. Kawas, and O. G. Mahgoub. 2005. Fiber digestion and utilization in goats. Small Rumin. Res. 60:45-65.
Mccutcheon, J. dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State University Extension. US. ANR10-02.
Mubarok, M.S. 2008. Pemanfaatan Energi Pakan pada Domba dengan Pakan Komplit dari Berbagai Limbah Pertanian dan Argoindustri. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat pakan undang bentuk pelet. Jurnal Penelitian Pasca Perikanan. 15 : 29-36
Muzzarelli, R.A.A and P.P. Joles. 2000. Chitin and Chitinases; Biochemistry of Chitinase. Switzerland, Bikhauser Verlag.
Ningrum, D.L, 2013. Sampah Potensi Pakan Ternak yang Melimpah. http://rizal15fauzi.blogspot.com.Diakses Pada tanggal 10 oktober 2016, Makassar.
NRC. 1981. Nutrient Requirements of Goats : Angora, Dairy, and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries. Nutrient Requirements of Domestic Animals. No. 15. National Academy Sci., Washington. D.C.
Nulik, J, D. Kanahau dan E.Y. Hosang. 2006. Peluang dan prospek integrasi jagung dan ternak di Nusa Tenggara Timur. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 253 – 260.
Nurfaini, A. 2015. Konsumsi NDF dan ADF Pellet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Sumber Protein Berbeda Pada Kambing Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Padli, Y. 2015. Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Pelet Tongkol Jagung Yang Mengandung Bahan Pakan Sumber Protein Berbeda Pada Kambing Kacang Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Pond, W.G., D.C. Chruch, and K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th. JhonWiley and Son, United States of America.
29
Rangkuti, J. H. 2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Rohaeni, E.S., A. Subhan dan A. Darmawan. 2006. Kajian Penggunaan Pakan Lengkap Dengan Memanfaatkan Janggel Jagung Terhadap Pertumbuhan Sapi. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 – 192.
Rudiah. 2011. Respon Kambing Kacang Jantan Terhadap Waktu Pemberian Pakan. Media Litbang Sulteng IV (1) : 67 – 74.
Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd Edition, Published M, L Scott and Associates: Ithaca, New York.
Sarwono, 2012.Beternak Kambing Unggul.Jakarta : Penebar Swadaya.
Shcalbroeck. 2001. Toxicologikal Evalution Of Red Mold Rice. DFG- Senate Comision On Food Savety. Ternak Monogastrik. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sudjana, M. A. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Penerbit Tarsito, Bandung.
Suryaningrum, L.H. 2011. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Alternatif Bahan Baku Pakan Ikan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. No. 1033-1034. Hlm. 120.
Tafaj, M. Q. Zebeli, C.H. Baes, H. Steingass and W.D. Rochner. 2007. A meta-analysis examining effects of particle size of total mixed rations on intake, rumen digestion and milk production in high-yielding dairy cows at early lactation. Anim. Feed Sci. Technol. 138: 137 – 161.
Tarigan, A. 2009.Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp Sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda. IPB,Bogor.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyono, D. E. dan R. Hardiyanto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. Hal 66-76.
30
Wahjuni, R.S., dan R. Bijanti. 2006. Uji efek samping formula pakan komplit terhadap fungsi hati dan ginjal pedet sapi friesian holstein. Media Kedokteran Hewan. 22 (3): 174 – 178.
Wijoseno. 2009. Beternak Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/infotek/it-3.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015
Winarno, F.G.2004. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Yudono, B. F. Oesman, dan Hermansyah. 1996. Komposisi Asam Lemak Sekam dan Dedak Padi. Majalah Sriwijaya. 32 (2): 8-11.
Yulistiani, D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (Kecernaan>50%) dalam Ransum Komplit Domba Komposit Sumatera dengan Laju Pertumbuhan >125 gram/hari.Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Yusran, Y. 2015. Molases Pada Pakan Sapi. http://yusranyahya.blogspot.co.id. Di Akses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 . Konsumsi protein kasar wafer tongkol jagung berdasarkan rancangan percobaan
PERIODEKAMBING
TOTALA B C D
I 70,56(P1) 56,02(P2) 49,26(P4
) 56,27(P3) 232,11
II 65,06(P2) 70,45(P1) 59,14(P3
) 62,67(P4) 257,33
III 64,90(P4) 57,90(P3) 68,52(P1
) 78,93(P2) 270,25
IV 70,57(P3) 60,56(P4) 61,72(P2
) 63,99(P1) 270,83
TOTAL 271,09 244,93 238,63 261,87 1016,53
RATA-RATA 67,77 61,23 59,66 65,46 254.13
Lampiran 2. Rataan konsumsi protein kasar untuk masing-masing perlakuan
PERIODEPERLAKUAN
P1 P2 P3 P4
I 70.56 56.02 56.27 49.25
II 70.45 65.061 59.14 62.67
III 68.52 78.93 57.90 64.90
IV 63.99 61.72 70.57 60.56
TOTAL 273.52 261.73 243.88 237.39
RATA-RATA 68.38 65.43 60.97 59.35
32
Lampiran 3. Sidik ragam konsumsi protein kasar wafer tongkol jagung.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PK
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 563.488a 9 62.610 1.659 .277
Intercept 64583.448 1 64583.448 1.712E3 .000
Kambing 168.176 3 56.059 1.486 .310
Periode 190.596 3 63.532 1.684 .269
Level 204.716 3 68.239 1.809 .246
Error 226.392 6 37.732
Total 65373.328 16
Corrected Total 789.880 15
a. R Squared = .713 (Adjusted R Squared = .283)
Lampiran 4 . Konsumsi Serat Kasar wafer tongkol jagung berdasarkan rancangan percobaan
PERIODEKAMBING TOTAL
A B C D
I 142,15(P1) 168,66(P2) 121,74(P4) 139,90(P3) 572,45
II 147,77(P2) 133,57(P1) 133,82(P3) 168,93(P4) 584,10
III 228,65(P4) 328,42(P3) 230,77(P1) 273,77(P2) 1061,62
IV 263,33(P3) 228,24(P4) 187,14(P2) 251,05(P1) 929,76
TOTAL 781,90 858,89 673,47 833,66 3147,93
RATA-RATA 195,47 214.72 168.36 208,41 786,98
33
Lampiran 5. Rataan konsumsi serat kasar untuk masing-masing perlakuan
PERIODEPERLAKUAN
P1 P2 P3 P4I 142.15 168.66 139.90 121.74
II 133.57 147.77 133.82 168.93
III 230.77 273.77 328.42 228.65
IV 251.05 187.14 263.33 228.24
TOTAL 757.56 777.35 865.47 747.56
RATA-RATA 189.39 194.34 216.37 186.89
Lampiran 6. Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar wafer tongkol jagung.
34
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SK
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 52981.748a 9 5886.861 7.547 .012
Intercept 619343.621 1 619343.621 794.007 .000
Kambing 5064.865 3 1688.288 2.164 .193
Periode 45748.486 3 15249.495 19.550 .002
Level 2168.398 3 722.799 .927 .483
Error 4680.138 6 780.023
Total 677005.507 16
Corrected Total 57661.886 15
a. R Squared = .919 (Adjusted R Squared = .797)
DOKUMENTASI PENELITIAN
35
pembuatan tepung ubiproses pencetakan penjemuran wafer
36
analisa protein kasartahan titrasikandang metabolisme
tahap destilasitahap refluksi serat kasar
tahap titrasi
RIWAYAT HIDUP
FADLY HIDAYAT ILYAS (I111 11 004) lahir di
Bulukumba, pada tanggal 16 Agustus 1993 dari pasangan
A.Ilyas, SP dan Ariyanti Saleh, SP. Jengjang pendidikan
formal yang pernah ditempuh adalah menyelesaikan
Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Terang-Terang pada tahun 2005, kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bulukumba, tamat
pada tahun 2008 dan melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 1 Bulukumba, tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Jalur
Undangan di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Hingga akhirnya lulus Pendidikan Sarjana (S1) Program
studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar pada
Tahun 2016.
37