9eko hartini 17.pdf

10
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4 Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 144 Dampak Pajanan Plumbum (Pb) dalam Darah Terhadap Fungsi Tiroid Pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian Eko Hartini 1 1 Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang ABSTRAK Latar Belakang: Pestisida dan pupuk yang digunakan dalam pertanian berisi Pb dan meninggalkan residu dalam tanah, air, dan tanaman. Pb akan terakumulasi dalam tubuh manusia, secara bertahap akan memberikan berdampak buruk pada kesehatan. Beberapa penelitian telah menemukan perpanjangan gondok di daerah dataran rendah yang cukup yodium, kemungkinan disebabkan oleh polutan di lingkungan yang menghambat pemanfaatan yodium dalam tubuh, sehingga mengganggu fungsi tiroid. Subur perempuan rentan dan sering sangat berbahaya bila terkena pestisida, karena bisa bahaya untuk janin yang akan dilahirkan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar Pb darah dan efeknya pada fungsi tiroid pada wanita subur di daerah pertanian. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dengan pendekatan cross sectional. Total sampel 89 wanita subur, dilakukan di empat desa di Kecamatan Kersana Brebes. Kriteria untuk sampel purposive adalah tingkat tertinggi penggunaan pestisida dibandingkan dengan desa-desa lain. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan analisis laboratorium terhadap spesimen darah dan air seni. Hasil: kadar Pb dalam darah masih dalam batas toleransi (rata-rata 25,55 ± 12,45 μgr / ml). Tingkat Pb dalam darah (p = 0,748) tidak berhubungan dengan gangguan fungsi tiroid(hipotiroidisme). Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah masa kerja sebagai faktor beresiko dalam kegiatan pertanian dengan keberadaan Pb dalam darah, tapi itu bukan faktor risiko gangguan fungsi tiroid pada wanita usia subur di Kecamatan Kersana Brebes. Kata kunci: wanita subur, bawang merah, kadar Pb dalam darah, hipotiroidisme ABSTRACT Background: Pesticides and fertilizers used in agriculture contain Pb and to leave residues in soil, water, and plants. Pb will accumulate in the human body; gradually will give adverse affect on health. Several studies have found the extension of goiter in lowland areas that enough iodine, possibly caused by pollutants in the environment that inhibits the utilization of iodine in the body, so that disrupt thyroid function. Fertile women are vulnerable and often very dangerous when exposed to pesticides, because it can be hazard for the fetus to be born. Methods: The purpose of this study was to analyze the level of lead in blood and its effects on thyroid function on fertile women in agricultural areas. This research was an explanatory research with approach cross sectional. Total samples 89 fertile women, were conducted in four villages in the district Kersana Brebes. The criterias for purposive sample were the highest levels of pesticide usage compared to other villages. The instruments used are questionnaires and laboratory analysis on blood and urine specimen. Result: Pb levels in the blood are still within tolerable limits (mean 25.55 ± 12.45 μgr / ml). Levels of Pb in blood (p = 0.748) were not associated with impaired thyroid function (hypothyroidism). Conclusion: Conclusion of this research was the working lives as a risky factor in agricultural activities to the presence of Pb in blood, but it was not a risk factor in the disruption of thyroid function on fertile woman in the District of Kersana Brebes. Keywords: the fertile woman, red onion, Pb levels in blood, hypothyroidism

Upload: ahmad-muzakkir

Post on 10-Aug-2015

32 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 144

Dampak Pajanan Plumbum (Pb) dalam Darah Terhadap Fungsi Tiroid Pada Wanita Usia Subur

di Daerah Pertanian

Eko Hartini1

1Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

ABSTRAK

Latar Belakang: Pestisida dan pupuk yang digunakan dalam pertanian berisi Pb dan meninggalkan residu dalam tanah, air, dan tanaman. Pb akan terakumulasi dalam tubuh manusia, secara bertahap akan memberikan berdampak buruk pada kesehatan. Beberapa penelitian telah menemukan perpanjangan gondok di daerah dataran rendah yang cukup yodium, kemungkinan disebabkan oleh polutan di lingkungan yang menghambat pemanfaatan yodium dalam tubuh, sehingga mengganggu fungsi tiroid. Subur perempuan rentan dan sering sangat berbahaya bila terkena pestisida, karena bisa bahaya untuk janin yang akan dilahirkan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar Pb darah dan efeknya pada fungsi tiroid pada wanita subur di daerah pertanian. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dengan pendekatan cross sectional. Total sampel 89 wanita subur, dilakukan di empat desa di Kecamatan Kersana Brebes. Kriteria untuk sampel purposive adalah tingkat tertinggi penggunaan pestisida dibandingkan dengan desa-desa lain. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan analisis laboratorium terhadap spesimen darah dan air seni. Hasil: kadar Pb dalam darah masih dalam batas toleransi (rata-rata 25,55 ± 12,45 μgr / ml). Tingkat Pb dalam darah (p = 0,748) tidak berhubungan dengan gangguan fungsi tiroid(hipotiroidisme). Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah masa kerja sebagai faktor beresiko dalam kegiatan pertanian dengan keberadaan Pb dalam darah, tapi itu bukan faktor risiko gangguan fungsi tiroid pada wanita usia subur di Kecamatan Kersana Brebes. Kata kunci: wanita subur, bawang merah, kadar Pb dalam darah, hipotiroidisme

ABSTRACT

Background: Pesticides and fertilizers used in agriculture contain Pb and to leave residues in

soil, water, and plants. Pb will accumulate in the human body; gradually will give adverse affect

on health. Several studies have found the extension of goiter in lowland areas that enough iodine,

possibly caused by pollutants in the environment that inhibits the utilization of iodine in the body,

so that disrupt thyroid function. Fertile women are vulnerable and often very dangerous when

exposed to pesticides, because it can be hazard for the fetus to be born.

Methods: The purpose of this study was to analyze the level of lead in blood and its effects on

thyroid function on fertile women in agricultural areas. This research was an explanatory research

with approach cross sectional. Total samples 89 fertile women, were conducted in four villages in

the district Kersana Brebes. The criterias for purposive sample were the highest levels of

pesticide usage compared to other villages. The instruments used are questionnaires and

laboratory analysis on blood and urine specimen.

Result: Pb levels in the blood are still within tolerable limits (mean 25.55 ± 12.45 μgr / ml). Levels

of Pb in blood (p = 0.748) were not associated with impaired thyroid function (hypothyroidism).

Conclusion: Conclusion of this research was the working lives as a risky factor in agricultural

activities to the presence of Pb in blood, but it was not a risk factor in the disruption of thyroid

function on fertile woman in the District of Kersana Brebes.

Keywords: the fertile woman, red onion, Pb levels in blood, hypothyroidism

Page 2: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 145

PENDAHULUAN

Pupuk dan pestisida yang digunakan dalam budidaya pertanian di Indonesia tidak dapat

dihindarkan, selain keberhasilan yang dicapai, dapat juga menyebabkan pencemaran pada

tanah dan lambat laun akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan para petani, karena pupuk

dan pestisida mengandung logam berat dan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Hasil

penelitian di sentra produksi bawang merah di Brebes dan Tegal, diperoleh informasi bahwa

kandungan logam berat Plumbum (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalam tanaman sudah cukup

tinggi, melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Kandungan

Pb dan Cd dalam tanaman bawang merah masing-masing berkisar 0,41-5,71 ppm dan 0,05-

0,34 ppm. Menurut kriteria Ditjen POM Depkes, nilai ambang batas logam berat Pb adalah 0,20

ppm dan menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) nilai ambang batas logam Cd dalam

kelompok sayuran adalah 0,05 ppm. Dengan mengacu pada kriteria di atas maka sebagian

besar tanaman bawang merah sudah mengandung Pb di atas ambang batas, sedangkan untuk

kandungan Cd semua tanaman bawang merah sudah di atas ambang batas.1

Hasil penelitian Karyadi, tentang akumulasi logam berat Pb sebagai residu pada lahan

pertanian, studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh, Kabupaten

Kendal, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Industri

Semarang, diketahui bahwa pada beberapa pestisida mengandung logam berat Pb yaitu

Antracol 70 WP, Dithane M 45 80 WP, Furadan 3G, Goal 240 EC, Buldog 25 EC, Hostathion

200 EC, dan Profile 430 EC. Kadar Pb yang terendah terdapat pada Goal 240 EC sebesar 0,87

mg/kg dan kadar Pb yang tertinggi terdapat pada Dithane sebesar 19,37 mg/kg.2

Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan logam berat Pb yang

terdapat dalam pestisida dan pupuk adalah Wanita Usia Subur (WUS) yang tinggal di daerah

pertanian. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO)

jumlah perempuan yang terlibat di sektor pertanian meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah

tenaga kerja perempuan dalam sektor pertanian mengalami peningkatan hampir empat kali lipat

dari tahun 1960 sebanyak 7,43 juta menjadi 20,82 juta orang pada tahun 2000.

Pajanan timah hitam (Pb) dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum,

dan lingkungan kerja yang tercemar Pb. Timah hitam dan senyawanya masuk ke dalam tubuh

manusia melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit

sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Sebanyak 30-40% Pb yang diabsorbsi melalui saluran

pernapasan akan masuk ke aliran darah. Masuknya Pb ke aliran darah tergantung pada ukuran

partikel, daya larut, volume pernapasan dan variasi faal antar individu.3

Pajanan Pb terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia. Efek

Pb terhadap kesehatan terutama terhadap sistem haematopoetic (pembentukan sel-sel darah

merah), sistim pencernaan, sistim urinaria, ginjal, syaraf pusat, sistim reproduksi, jantung dan

sistim endokrin.4,5,6

Page 3: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 146

Studi pada pekerja memberikan bukti adanya hubungan antara paparan Pb yang tinggi

dengan perubahan fungsi tiroid, hipofisis, dan hormon testis. Perubahan pada tingkat sirkulasi

hormon tiroid, terutama serum tiroksin (T4) dan tiroid stimulating hormone (TSH), umumnya

terjadi pada pekerja dengan kadar PbB rata-rata ≥ 40-60 μg/dL. Perubahan tingkat serum

hormon reproduksi, terutama follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan

testosteron, diketahui pada konsentrasi PbB ≥30-40 μg/dL.6

Beberapa informasi menyebutkan, angka kejadian gondok ternyata juga tinggi di beberapa

daerah yang merupakan dataran rendah, di mana kandungan yodium dari air, tanah dan

produk-produk pertanian di daerah tersebut mestinya cukup memadai. Berkaitan dengan hal

tersebut muncul beberapa teori, antara lain kemungkinan adanya paparan oleh kontaminan di

lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi tiroid, seperti logam berat

(Plumbum=Pb, Hydrargyrum=Hg dan Cadmium=Cd), polychlorinated biphenyl (PCB), dan

pestisida.7

Hasil penelitian risiko pajanan Pb di Yogyakarta, diketahui proporsi Wanita Usia Subur

(WUS) menderita hipotiroid sebesar 19,2% (95% CI: 11,4%–26,9%). Proporsi WUS dengan

kadar Pb tinggi (PbB = 50 µgr/L) adalah 49,5% (95% CI: 39,6%–59,3%). Hasil uji regresi logistik

menunjukkan ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan fungsi tiroid (p=0,018;

RR=3,99; 95%CI: 1,3–12,6). Kadar Pb tinggi dalam darah merupakan faktor risiko terjadinya

hipotiroid pada WUS risiko terpajan Pb di perkotaan. Tingginya kadar Pb dalam darah ini

mengakibatkan terbentuknya ikatan dengan unsur yodium di dalam tubuh yang akibatnya akan

menyebabkan timbulnya gondok.8

Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal

sehingga dapat berfungsi normal. Kelenjar tiroid tidak essensial bagi kehidupan tetapi

ketiaadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya

tahan terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan.

Sebaliknya sekresi tiroid yang berlebihan, menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah,

takikardia, tremor dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon

perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone = TSH = tirotropin) dari hipofisis anterior.9

Wanita usia subur adalah kelompok yang rawan terkena Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKY), hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan yodium ketika memasuki

periode kehamilan. Dalam program GAKY posisi WUS ini paling sentral dan strategis, berkaitan

dengan upaya mencegah anak lahir kretin dengan perkembangan otak terganggu. Hal ini

sesuai dengan WHO dalam menanggulangi masalah GAKY yaitu upaya eliminasi sebagai

masalah kesehatan masyarakat dan mencegah kerusakan otak bayi dalam kandungan ibu.

Studi pendahuluan pada WUS di Kecamatan Kersana, diperoleh hasil 80% WUS ikut serta

dalam kegiatan pertanian. Keikutsertaan WUS dalam kegiatan di bidang pertanian, antara lain

seperti “ngoleh” atau mencampur bibit tanaman bawang merah dengan fungisida, menanam

bibit bawang merah, “nguleri” atau mencari hama, membuang rumput dari tanaman, menyiram

tanaman, memupuk tanaman dan memanen, “mbodoli” atau melepaskan bawang merah dari

Page 4: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 147

tangkainya serta mencuci peralatan penyemprot dan pakaian yang dipakai untuk menyemprot.

Dari 26 orang yang diperiksa didapatkan rerata kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) 5,09

(± 6,14) uIU/ml, dengan nilai terendah adalah 0,47 dan yang tertinggi 31,73 uIU/ml. Hasil

pemeriksaan hormon Free Thyroxine (FT4) mendapatkan nilai rerata adalah 15,18 (± 2,089)

pmol/L, dengan nilai terendah 8,73 dan tertinggi 18,87 pmol/L. Dengan menggunakan batasan

kadar TSH > 5,0 uIU/ml sebagai batasan kejadian hipotiroidisme, maka terdapat 12 orang

(44,4%) yang menderita disfungsi tiroid (hipotiroidisme sub-klinis). Hasil pemeriksaan ekskresi

yodium urin (urinary iodine excretion=UIE) menunjukkan nilai median 295,0 mg/L, sehingga

dapat disimpulkan bahwa asupan yodium di lokasi penelitian cukup memadai (standar menurut

World Health Organization/WHO adalah > 150,0 mg/L). Dari data tersebut sangat besar

kemungkinannya bahwa kejadian disfungsi tiroid (hipotiroidisme sub-klinis) bukan karena

kekurangan konsumsi yodium. Hasil pemeriksaan Pb dalam darah adalah berkisar antara 0,3

mg/dL sampai 0,6 mg/dL, sehingga perlu dilakukan penelitian apakah kejadian disfungsi tiroid

(hipotiroidisme sub-klinis) pada petani perempuan tersebut disebabkan oleh adanya pajanan

logam berat Pb.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode survey analytical, yaitu penelitian

yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Pendekatan

yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian di mana variabel-variabel yang

termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi sekaligus

dalam waktu yang sama.

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua WUS dengan kisaran usia 17-35 tahun,

yang bertempat tinggal di empat desa terpilih di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes.

Keempat desa dipilih secara purposive dengan pertimbangan tingkat pemakaian pestisida yang

tertinggi dibanding desa lainnya (data Dinas Pertanian dan Kantor Kecamatan Kersana).

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh WUS yang terpilih dari tahap screening

pada penelitian tersebut, yaitu 216 WUS dari 4 desa terpilih. Teknik pemilihan sampel yang

digunakan adalah purposive sampling (judgmental sampling). Pemilihan sampel secara

purposive sampling dilakukan dengan memilih responden berdasarkan pada pertimbangan

subyektif peneliti dan diperoleh sampel sebanyak 89 orang.

Variabel bebas dari penelitian ini adalah kadar Pb dalam darah dan variabel terikat adalah

fungsi tiroid yaitu TSH, FT4 dan T3. Data dikumpulkan dengan dua metode, yakni wawancara

menggunakan kuesioner terstruktur untuk data tentang karakteristik subjek dan keterlibatan

WUS dalam kegiatan pertanian dan kadar Pb dalam darah, TSH, FT4 dan T3 pada WUS diuji di

laboratorium.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya pajanan Pb dalam darah dan

dampaknya terhadap fungsi tiroid pada wanita usia subur di daerah pertanian. Selama ini, dari

beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, adanya kandungan Pb dalam darah biasanya

Page 5: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 148

terjadi pada populasi yang berisiko terpajan Pb yang disebabkan oleh udara yang tercemar gas

sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, atau pada pekerja-pekerja tambang atau

industri yang menggunakan logam berat Pb di dalam proses produksinya, seperti industri

peleburan atau industri baterai.

Di daerah pertanian, pencemaran lingkungan umumnya disebabkan oleh aktifitas budi

daya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida yang tidak

terkendali. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan petani di Desa

Limbangan Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes diketahui bahwa penggunaan pestisida

oleh petani di dalam budidaya sayuran, khususnya pada bawang merah dan cabe sebagai

komoditas bernilai ekonomis tinggi sangat intensif dan diberikan dalam takaran tinggi, hal ini

bertujuan untuk menjamin keberhasilan produk hasil pertanian tersebut. Antara petani satu

dengan petani lainnya jumlah dan jenis pestisida yang digunakan tidak sama, karena

banyaknya jenis dan merek pestisida yang ada di pasaran. Hasil penelitian dari Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian menunjukkan 30-50% dari total biaya produksi

hortikultura digunakan untuk pestisida. Penggunaan pestisida yang intensif dapat meninggalkan

residu di dalam tanah dan tanaman, bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau

biota air lainnya. Pestisida dengan paruh waktu degradasi yang lama dapat membahayakan

kesehatan manusia dan mahluk hidup yang mengkonsumsi produk yang mengandung residu

pestisida tersebut.10

Jenis pestisida yang dapat peneliti identifikasi meliputi insektisida, fungisida dan surfaktan,

ada 15 macam merek dengan beragam jenis bahan aktif. Para petani menginformasikan bahwa

jenis pestisida yang ada di pasaran dan yang diaplikasikan di lahan pertanian oleh semua

petani di kecamatan Kersana Kabupaten Brebes pasti lebih banyak dari apa yang dapat peneliti

identifikasi. Beberapa jenis pestisida yang digunakan oleh petani di Kecamatan Kersana

Kabupaten Brebes yaitu Antracol 70 WP, Buldog 25 EC dan Dithane M-45 serta yang berbahan

aktif Propineb 70%, Mancozeb 80% dan Profenofos diketahui mengandung logam berat Pb dan

termasuk ke dalam 17 jenis pestisida yang beredar di Indonesia dan digunakan oleh petani

yang ditengarai berpotensi mencemari lingkungan dan residunya dapat menimbulkan endocrine

disrupting activities (EDs) atau gangguan pada sistem endokrin dan fungsi tiroid pada

manusia.11

Indikasi kemungkinan adanya Pb di dalam pestisida diduga pada bahan pestisida sendiri

dimungkinkan mengandung logam berat Pb, karena bahan baku pestisida berasal dari

pengeboran minyak bumi. Persenyawaan yang terbentuk antara Pb dan arsenat dapat

digunakan sebagai insektisida. Pestisida cair dibuat dengan melarutkan bahan aktif dengan

pelarut xylene, naftalen dan kerosen. Formulasi pestisida dalam bentuk padat dibuat dari bahan

aktif dihaluskan kemudian dicampur dengan bahan pembawa inert misal tepung kaolin, pasir,

kapur atau tanah liat. Bahan-bahan yang berasal dari minyak bumi, pelarut dengan

menggunakan kerosen atau minyak tanah merupakan hasil penyulingan minyak mentah dan

Page 6: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 149

zat pembawa misal kaolin, kapur, pasir dan tanah liat yang dicampurkan dalam formulasi

pestisida, mungkin mengandung logam berat Pb.2

Residu logam berat Pb di lahan pertanian selain berasal dari pestisida, kemungkinan juga

dapat berasal dari residu pupuk fosfat. Penggunaan pupuk phosphat yang digunakan dalam

budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, karena pupuk tersebut

mengandung logam berat Pb 40-20.000 mg/kg.12

Dalam pertumbuhannya tanaman menyerap

unsur hara dari dalam tanah termasuk logam berat Pb, sehingga produk atau hasil pertanian

dapat mengandung logam berat Pb.

1. Kadar Plumbum (Pb) dalam Darah WUS

Dari hasil penelitian diketahui kadar Pb dalam darah pada WUS di Kecamatan Kersana

Kabupaten Brebes mempunyai nilai rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ml, dengan kisaran 6,97 – 55,05

µgr/ml. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar Pb dalam darah pada WUS sebanyak 78

orang (87,6%) termasuk dalam kategori normal (<40 µgr/ml) dan 11 orang (12,4%) termasuk

dalam kategori masih dapat ditoleransi (40–80 µgr/ml). Kadar Pb darah WUS belum ada yang

melebihi ambang batas, masih dalam batas dapat ditoleransi oleh tubuh, sehingga digunakan

titik potong berdasarkan Receiver Operating Characteristic (ROC) dan diperoleh hasil WUS

dengan kadar Pb > 23,86 µg/ml (kategori “tinggi”) adalah 46 orang (51,7%) dan WUS dengan

kadar Pb dalam darah ≤ 23,86 µg/ml (kategori “rendah”) adalah 43 orang (48,3%).

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam berat Pb dapat terjadi karena

masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh

dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan

atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.4

Bentuk-bentuk kimia dari persenyawaan Pb, merupakan faktor penting yang mempengaruhi

tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa Pb organik relatif lebih mudah untuk diserap

tubuh melalui selaput lendir atau lapisan kulit, bila dibandingkan senyawa-senyawa Pb an-

organik. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut

dalam minyak atau lemak, sekitar 5-10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau

sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah yang terserap

itu, 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh dan sisanya akan turut terbuang bersama

bahan sisa metabolisme seperti urin dan feces.4

2. Fungsi Tiroid pada WUS

Pengukuran kadar TSH, FT4 dan T3 dalam darah dilakukan untuk mengetahui fungsi tiroid,

dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini:

Tabel 1. Fungsi Tiroid Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010

Fungsi Tiroid Minimal Maksimal Rata-Rata Kadar TSH (µIU/ml) 0,09 60,00 5,46 Kadar FT4 (pmol/L) 5,74 28,91 16,21 Kadar T3 (nmol/L) 0,76 2,50 1,51

Page 7: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 150

Hasil penelitian terhadap 89 WUS diketahui nilai rerata TSH adalah 5,46 uIU/ml, jika

dikategorikan berdasarkan nilai standar 4,5 µIU/ml, maka diperoleh 44 orang termasuk dalam

hipotiroidisme dan 45 orang tidak hipotiroidisme (normal). Nilai rerata FT4 adalah 16,21 pmol/L,

jika dikategorikan berdasarkan nilai standar 9-20 pmol/L adalah normal, maka diperoleh 78

orang (87,6%) kadar FT4-nya dalam keadaan normal dan 11 orang (12,4%) kadar FT4-nya

tidak normal. Nilai rerata T3 adalah 1,51 nmol/L, jika dikategorikan berdasarkan nilai standar

0,93 – 2,33 nmol/L adalah normal, maka 84 orang (94,4%) kadar T3-nya normal dan 5 orang

(5,6%) mempunyai kadar T3 tidak normal.

Tabel 2. Distribusi Wanita Usia Subur Berdasarkan Fungsi Tiroidnya di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010

Fungsi Tioid Distribusi Frekuensi Fungsi Tiroid (%) Normal Tidak Normal

Kadar TSH (µIU/ml) 50,6 49,4 Kadar FT4 (pmol/L) 87,6 12,4 Kadar T3 (nmol/L) 94,4 5,6

Gangguan fungsi tiroid seringkali diikuti oleh gangguan bentuk dan strukturnya yang dapat

ditentukan dengan cara palpasi, berdasarkan Tabel 3, diketahui 71 (79,8%) WUS tidak terlihat

maupun teraba adanya gondok (grade 0), 16 (18%) WUS masuk kategori grade 1 yaitu gondok

teraba tetapi tidak terlihat ketika leher dalam posisi normal dan hanya 2 orang WUS yang

terlihat pembekakan di leher yang jelas pada saat leher dalam posisi normal.

Tabel 3. Distribusi Palpasi Kelenjar Tiroid pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010

Palpasi Frekuensi

%

Grade 2 Grade 1b Grade 1a Grade 0

2 11 5 71

2,2 12,4 5,6

79,8 Total 89 100

3. Hubungan Kadar Pb dalam Darah WUS dengan Fungsi Tiroid

Pajanan logam berat Pb merupakan masalah kesehatan masyarakat. Meskipun jumlah Pb

yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu

disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ

yang terdapat dalam tubuh. Pajanan logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada

hematologi, gastrointestinal, rheumatological, endokrin, neurological dan masalah pada ginjal.

Tetapi efek pada kelenjar tiroid masih kontroversial.

Dosis yang besar dan lama pajanan dapat menimbulkan efek yang berat dan bisa

berbahaya. Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya pajanan seperti jumlah jam kerja

dan waktu kerja. Inhalasi adalah jalur utama pajanan Pb. Konsentrasi Pb dalam darah

Page 8: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 151

meningkat dengan segera ketika Pb terhirup saat bernafas, bertambah secara berangsur-

angsur, dan memiliki waktu paruh didalam darah beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Pajanan yang besar akan meningkatkan level konsentrasi dalam beberapa jam.

Wanita Usia Subur yang tinggal di daerah pertanian adalah populasi yang berisiko terkena

pajanan pestisida (sumber pajanan Pb), sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi

tiroid yang kemudian berisiko terjadinya aborsi, anak lahir mati serta perkembangan saraf bayi

dan anak terganggu.

Tabel 4. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan TSH, FT4 dan T3 pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010

TSH FT4 T3 Kadar Pb dalam Darah r = 0,025a)

p = 0,815 r = 0,320b) p = 0,002

r = -0,056a) p = 0,599

a) Uji Spearman’s rho b)

Uji Pearson Correlation

Berdasarkan Tabel 4, diketahui kadar Pb dalam darah secara signifikan berhubungan

dengan FT4 dengan arah hubungan positif, artinya semakin banyak kadar Pb dalam darah

semakin banyak FT4. Sedangkan kadar Pb dalam darah tidak signifikan terhadap TSH dan T3.

Dataran rendah yang cukup sumber yodium seharusnya tidak ada kejadian GAKY,

sehingga diduga ada kontribusi lain yang menghambat proses absorbsi dan utilisasi yodium

sehingga dapat mengakibatkan timbulnya gangguan fungsi tiroid. Kemungkinan ada faktor lain

yang menyebabkan timbulnya gangguan fungsi tiroid, yaitu adanya polusi logam berat (Pb, Hg,

dan Cd) dan adanya bahan makanan goitrogenik.

Dari hasil penelitian ini, dari 89 WUS diketahui 44 orang mengalami gangguan

hipotiroidisme, dan kadar Pb dalam darah secara signifikan berhubungan dengan FT4 dengan

arah hubungan positif, artinya semakin banyak kadar Pb dalam darah semakin banyak FT4.

Sedangkan kadar Pb dalam darah tidak signifikan dengan TSH dan T3. Hal ini disebabkan

kadar Pb dalam darah masih dalam batasan normal dan dapat ditoleransi tubuh, sehingga daya

racun yang dimiliki oleh Pb tidak bekerja dan tidak menimbulkan pengaruh apa-apa, sehingga

pada penelitian ini bahwa belum cukup bukti untuk menyimpulkan kadar Pb dalam darah

berhubungan dengan gangguan fungsi tiroid hipotiroidisme (p = 0,748), sesuai dengan Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Gangguan Fungsi Tiroid pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010

Kadar Pb dalam Darah

Gangguan Fungsi Tiroid

p RP IK 95% Hipotirodisme Normal n % n %

Tinggi (n = 46) 24 52,2 22 47,8 0,748*) 1,1 0,7 - 1,7

Rendah (n = 43) 20 46,5 23 53,5 Total 44 49,4 45 50,6

*) Uji Chi-Square

Page 9: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 152

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Refowitz 1984;

Schumacher et al. 1998; Dursun dan Tutus 1999; Erfurth et al. 2001, bahwa pekerja dengan Pb

dalam darah (PbB) sekitar 20-30 μg/dL tidak menunjukkan indikasi yang jelas pada disfungsi

tiroid. Pada penelitian Tuppurainen et al. 1988, di Kenya pada 176 laki-laki pekerja pabrik aki

mobil dan pekerja peleburan timah (rata-rata PbB 56 μg/dL; rata-rata lama terpajan Pb 7,6 ± 5,1

tahun) menunjukkan bahwa serum T4, FT4, T3, dan TSH adalah sama dengan kelompok dari

93 pekerja dengan PbB ≤ 56 μg/dL dan 83 pekerja dengan PbB ≥ 56 μg/dL, dan berdasarkan

hasil analisis regresi tidak menemukan korelasi yang signifikan antara PbB dengan salah satu

pengukuran hormon tiroid. Penelitian Siegel et al. 1989, pada 36 anak laki-laki dan 32 anak

perempuan berusia antara 11 bulan sampai 7 tahun (median usia 25 bulan) di perkotaan,

diperoleh hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara PbB baik

dengan T4 atau FT4.

Logam berat Pb dapat berperan sebagai “blocking agent”, prinsip kerjanya adalah Pb

dapat menghambat pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid. Sehingga meskipun konsumsi

yodium mencukupi, namun apabila ada gangguan pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid,

maka kejadian gangguan fungsi tiroid hipotiroidisme dapat terjadi.

Perubahan pada tingkat sirkulasi hormon tiroid, terutama serum thyroxine (T4) dan thyroid

stimulating hormone (TSH), umumnya terjadi pada pekerja dengan kadar Pb dalam darah (PbB)

rata-rata ≥ 40-60 μg/dL. Hasil dari penelitian Robins et al. 1983 dan Cullen et al. 1984 adalah

terjadi penurunan serum T4 yang ditemukan dalam penelitian pada pekerja dengan pajanan

PbB yang sangat tinggi. Penelitian Gustafson et al. 1989; López et al. 2000; Singh et al. 2000,

menemukan perubahan pada serum hormon tiroid dan TSH pada kisaran PbB 40-60 μg/dL.

Hasil penelitian López et al. 2000, pada analisis regresi menunjukkan korelasi positif yang

signifikan untuk serum T4, FT4, T3, dan TSH vs PbB dalam kisaran 8-50 μg/dL, dan korelasi

negatif yang signifikan untuk T4 dan T3 vs PbB dalam kisaran 50-98 μg/dL, hal ini menunjukkan

adanya penurunan hormon pada sirkulasi dengan PbBs sekitar 50 μg/dL.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dalam penelitian ini adalah kadar Pb dalah darah WUS masih dalam batas dapat

ditoleransi (rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ml), 49,4% WUS mengalami gangguan hipotiroidisme sub

klinis dan belum cukup bukti untuk menyimpulkan adanya pajanan Pb dalam darah WUS

menyebabkan gangguan fungsi tiroid (hipotiroidisme).

Saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan hasil penelitian di atas adalah bagi

WUS yang terlibat dalam kegiatan pertanian disarankan untuk selalu menggunakan alat

pelindung diri berupa masker serta WUS yang merencanakan untuk hamil atau sedang hamil

untuk sementara waktu tidak melakukan kegiatan pertanian.

Page 10: 9eko Hartini 17.PDF

©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 153

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Pencemaran Agrokimia Perlu

Diwaspadai.

2. Karyadi. Akumulasi logam berat Pb sebagai residu pestisida pada lahan pertanian (studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal) (Tesis). 2005.

3. Denny A. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah masyarakat yang terpanjan timbal (Plumbum). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Juli 2005; Vol. 2, No. 1: 67-76.

4. Palar H. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2004; 74-93.

5. Saryan, L.A, Zenz.C. Lead its compounds, Occupational Medicine, 3th Ed. London. Mosby. p. 56-539, 1994.

6. U.S. Deparment of Health and Human Services, Public Health Service, Toxicological profile for lead, Agency for Toxic Substances and Disease Registry, p: 89-94, August. 2007.

7. Adriani M, Wirjatmadi B, Gunanti IR. Identifikasi gondok di daerah pantai: suatu gangguan akibat kekurangan yodium. Jurnal Gaky Indonesia (Indonesian Journal of IDD) Volume 3, Nomor 1:17-30, 2002.

8. Samsudin, M, Hubungan kadar Pb dalam darah dengan fungsi thyroid (TSH, FT4) pada wanita usia subur (wus) risiko terkena paparan Pb di daerah perkotaan, Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2007.

9. Ganong, W. Buku ajar fisiologi kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1999.

10. Undang K., Husen S., Rasti S., Nurjaya. Teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004.

11. Sutrisno N., Setyanto P., dan Kurnia U. Perspektif dan urgensi pengelolaan lingkungan pertanian yang tepat, Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Bogor, 2 (4) 286 – 291, 2009.

12. Setyorini, dkk. Kadar logam berat pada pupuk. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian; Pertanian Produktif Ramah Lingkungan Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. hlm 219-229, 2003.