9eko hartini 17.pdf
TRANSCRIPT
![Page 1: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/1.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 144
Dampak Pajanan Plumbum (Pb) dalam Darah Terhadap Fungsi Tiroid Pada Wanita Usia Subur
di Daerah Pertanian
Eko Hartini1
1Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
ABSTRAK
Latar Belakang: Pestisida dan pupuk yang digunakan dalam pertanian berisi Pb dan meninggalkan residu dalam tanah, air, dan tanaman. Pb akan terakumulasi dalam tubuh manusia, secara bertahap akan memberikan berdampak buruk pada kesehatan. Beberapa penelitian telah menemukan perpanjangan gondok di daerah dataran rendah yang cukup yodium, kemungkinan disebabkan oleh polutan di lingkungan yang menghambat pemanfaatan yodium dalam tubuh, sehingga mengganggu fungsi tiroid. Subur perempuan rentan dan sering sangat berbahaya bila terkena pestisida, karena bisa bahaya untuk janin yang akan dilahirkan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar Pb darah dan efeknya pada fungsi tiroid pada wanita subur di daerah pertanian. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dengan pendekatan cross sectional. Total sampel 89 wanita subur, dilakukan di empat desa di Kecamatan Kersana Brebes. Kriteria untuk sampel purposive adalah tingkat tertinggi penggunaan pestisida dibandingkan dengan desa-desa lain. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan analisis laboratorium terhadap spesimen darah dan air seni. Hasil: kadar Pb dalam darah masih dalam batas toleransi (rata-rata 25,55 ± 12,45 μgr / ml). Tingkat Pb dalam darah (p = 0,748) tidak berhubungan dengan gangguan fungsi tiroid(hipotiroidisme). Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah masa kerja sebagai faktor beresiko dalam kegiatan pertanian dengan keberadaan Pb dalam darah, tapi itu bukan faktor risiko gangguan fungsi tiroid pada wanita usia subur di Kecamatan Kersana Brebes. Kata kunci: wanita subur, bawang merah, kadar Pb dalam darah, hipotiroidisme
ABSTRACT
Background: Pesticides and fertilizers used in agriculture contain Pb and to leave residues in
soil, water, and plants. Pb will accumulate in the human body; gradually will give adverse affect
on health. Several studies have found the extension of goiter in lowland areas that enough iodine,
possibly caused by pollutants in the environment that inhibits the utilization of iodine in the body,
so that disrupt thyroid function. Fertile women are vulnerable and often very dangerous when
exposed to pesticides, because it can be hazard for the fetus to be born.
Methods: The purpose of this study was to analyze the level of lead in blood and its effects on
thyroid function on fertile women in agricultural areas. This research was an explanatory research
with approach cross sectional. Total samples 89 fertile women, were conducted in four villages in
the district Kersana Brebes. The criterias for purposive sample were the highest levels of
pesticide usage compared to other villages. The instruments used are questionnaires and
laboratory analysis on blood and urine specimen.
Result: Pb levels in the blood are still within tolerable limits (mean 25.55 ± 12.45 μgr / ml). Levels
of Pb in blood (p = 0.748) were not associated with impaired thyroid function (hypothyroidism).
Conclusion: Conclusion of this research was the working lives as a risky factor in agricultural
activities to the presence of Pb in blood, but it was not a risk factor in the disruption of thyroid
function on fertile woman in the District of Kersana Brebes.
Keywords: the fertile woman, red onion, Pb levels in blood, hypothyroidism
![Page 2: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/2.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 145
PENDAHULUAN
Pupuk dan pestisida yang digunakan dalam budidaya pertanian di Indonesia tidak dapat
dihindarkan, selain keberhasilan yang dicapai, dapat juga menyebabkan pencemaran pada
tanah dan lambat laun akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan para petani, karena pupuk
dan pestisida mengandung logam berat dan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Hasil
penelitian di sentra produksi bawang merah di Brebes dan Tegal, diperoleh informasi bahwa
kandungan logam berat Plumbum (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalam tanaman sudah cukup
tinggi, melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Kandungan
Pb dan Cd dalam tanaman bawang merah masing-masing berkisar 0,41-5,71 ppm dan 0,05-
0,34 ppm. Menurut kriteria Ditjen POM Depkes, nilai ambang batas logam berat Pb adalah 0,20
ppm dan menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) nilai ambang batas logam Cd dalam
kelompok sayuran adalah 0,05 ppm. Dengan mengacu pada kriteria di atas maka sebagian
besar tanaman bawang merah sudah mengandung Pb di atas ambang batas, sedangkan untuk
kandungan Cd semua tanaman bawang merah sudah di atas ambang batas.1
Hasil penelitian Karyadi, tentang akumulasi logam berat Pb sebagai residu pada lahan
pertanian, studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Industri
Semarang, diketahui bahwa pada beberapa pestisida mengandung logam berat Pb yaitu
Antracol 70 WP, Dithane M 45 80 WP, Furadan 3G, Goal 240 EC, Buldog 25 EC, Hostathion
200 EC, dan Profile 430 EC. Kadar Pb yang terendah terdapat pada Goal 240 EC sebesar 0,87
mg/kg dan kadar Pb yang tertinggi terdapat pada Dithane sebesar 19,37 mg/kg.2
Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan logam berat Pb yang
terdapat dalam pestisida dan pupuk adalah Wanita Usia Subur (WUS) yang tinggal di daerah
pertanian. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO)
jumlah perempuan yang terlibat di sektor pertanian meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah
tenaga kerja perempuan dalam sektor pertanian mengalami peningkatan hampir empat kali lipat
dari tahun 1960 sebanyak 7,43 juta menjadi 20,82 juta orang pada tahun 2000.
Pajanan timah hitam (Pb) dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum,
dan lingkungan kerja yang tercemar Pb. Timah hitam dan senyawanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit
sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Sebanyak 30-40% Pb yang diabsorbsi melalui saluran
pernapasan akan masuk ke aliran darah. Masuknya Pb ke aliran darah tergantung pada ukuran
partikel, daya larut, volume pernapasan dan variasi faal antar individu.3
Pajanan Pb terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia. Efek
Pb terhadap kesehatan terutama terhadap sistem haematopoetic (pembentukan sel-sel darah
merah), sistim pencernaan, sistim urinaria, ginjal, syaraf pusat, sistim reproduksi, jantung dan
sistim endokrin.4,5,6
![Page 3: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/3.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 146
Studi pada pekerja memberikan bukti adanya hubungan antara paparan Pb yang tinggi
dengan perubahan fungsi tiroid, hipofisis, dan hormon testis. Perubahan pada tingkat sirkulasi
hormon tiroid, terutama serum tiroksin (T4) dan tiroid stimulating hormone (TSH), umumnya
terjadi pada pekerja dengan kadar PbB rata-rata ≥ 40-60 μg/dL. Perubahan tingkat serum
hormon reproduksi, terutama follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan
testosteron, diketahui pada konsentrasi PbB ≥30-40 μg/dL.6
Beberapa informasi menyebutkan, angka kejadian gondok ternyata juga tinggi di beberapa
daerah yang merupakan dataran rendah, di mana kandungan yodium dari air, tanah dan
produk-produk pertanian di daerah tersebut mestinya cukup memadai. Berkaitan dengan hal
tersebut muncul beberapa teori, antara lain kemungkinan adanya paparan oleh kontaminan di
lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi tiroid, seperti logam berat
(Plumbum=Pb, Hydrargyrum=Hg dan Cadmium=Cd), polychlorinated biphenyl (PCB), dan
pestisida.7
Hasil penelitian risiko pajanan Pb di Yogyakarta, diketahui proporsi Wanita Usia Subur
(WUS) menderita hipotiroid sebesar 19,2% (95% CI: 11,4%–26,9%). Proporsi WUS dengan
kadar Pb tinggi (PbB = 50 µgr/L) adalah 49,5% (95% CI: 39,6%–59,3%). Hasil uji regresi logistik
menunjukkan ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan fungsi tiroid (p=0,018;
RR=3,99; 95%CI: 1,3–12,6). Kadar Pb tinggi dalam darah merupakan faktor risiko terjadinya
hipotiroid pada WUS risiko terpajan Pb di perkotaan. Tingginya kadar Pb dalam darah ini
mengakibatkan terbentuknya ikatan dengan unsur yodium di dalam tubuh yang akibatnya akan
menyebabkan timbulnya gondok.8
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal
sehingga dapat berfungsi normal. Kelenjar tiroid tidak essensial bagi kehidupan tetapi
ketiaadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya
tahan terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan.
Sebaliknya sekresi tiroid yang berlebihan, menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah,
takikardia, tremor dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon
perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone = TSH = tirotropin) dari hipofisis anterior.9
Wanita usia subur adalah kelompok yang rawan terkena Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY), hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan yodium ketika memasuki
periode kehamilan. Dalam program GAKY posisi WUS ini paling sentral dan strategis, berkaitan
dengan upaya mencegah anak lahir kretin dengan perkembangan otak terganggu. Hal ini
sesuai dengan WHO dalam menanggulangi masalah GAKY yaitu upaya eliminasi sebagai
masalah kesehatan masyarakat dan mencegah kerusakan otak bayi dalam kandungan ibu.
Studi pendahuluan pada WUS di Kecamatan Kersana, diperoleh hasil 80% WUS ikut serta
dalam kegiatan pertanian. Keikutsertaan WUS dalam kegiatan di bidang pertanian, antara lain
seperti “ngoleh” atau mencampur bibit tanaman bawang merah dengan fungisida, menanam
bibit bawang merah, “nguleri” atau mencari hama, membuang rumput dari tanaman, menyiram
tanaman, memupuk tanaman dan memanen, “mbodoli” atau melepaskan bawang merah dari
![Page 4: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/4.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 147
tangkainya serta mencuci peralatan penyemprot dan pakaian yang dipakai untuk menyemprot.
Dari 26 orang yang diperiksa didapatkan rerata kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) 5,09
(± 6,14) uIU/ml, dengan nilai terendah adalah 0,47 dan yang tertinggi 31,73 uIU/ml. Hasil
pemeriksaan hormon Free Thyroxine (FT4) mendapatkan nilai rerata adalah 15,18 (± 2,089)
pmol/L, dengan nilai terendah 8,73 dan tertinggi 18,87 pmol/L. Dengan menggunakan batasan
kadar TSH > 5,0 uIU/ml sebagai batasan kejadian hipotiroidisme, maka terdapat 12 orang
(44,4%) yang menderita disfungsi tiroid (hipotiroidisme sub-klinis). Hasil pemeriksaan ekskresi
yodium urin (urinary iodine excretion=UIE) menunjukkan nilai median 295,0 mg/L, sehingga
dapat disimpulkan bahwa asupan yodium di lokasi penelitian cukup memadai (standar menurut
World Health Organization/WHO adalah > 150,0 mg/L). Dari data tersebut sangat besar
kemungkinannya bahwa kejadian disfungsi tiroid (hipotiroidisme sub-klinis) bukan karena
kekurangan konsumsi yodium. Hasil pemeriksaan Pb dalam darah adalah berkisar antara 0,3
mg/dL sampai 0,6 mg/dL, sehingga perlu dilakukan penelitian apakah kejadian disfungsi tiroid
(hipotiroidisme sub-klinis) pada petani perempuan tersebut disebabkan oleh adanya pajanan
logam berat Pb.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode survey analytical, yaitu penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Pendekatan
yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian di mana variabel-variabel yang
termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi sekaligus
dalam waktu yang sama.
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua WUS dengan kisaran usia 17-35 tahun,
yang bertempat tinggal di empat desa terpilih di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes.
Keempat desa dipilih secara purposive dengan pertimbangan tingkat pemakaian pestisida yang
tertinggi dibanding desa lainnya (data Dinas Pertanian dan Kantor Kecamatan Kersana).
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh WUS yang terpilih dari tahap screening
pada penelitian tersebut, yaitu 216 WUS dari 4 desa terpilih. Teknik pemilihan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling (judgmental sampling). Pemilihan sampel secara
purposive sampling dilakukan dengan memilih responden berdasarkan pada pertimbangan
subyektif peneliti dan diperoleh sampel sebanyak 89 orang.
Variabel bebas dari penelitian ini adalah kadar Pb dalam darah dan variabel terikat adalah
fungsi tiroid yaitu TSH, FT4 dan T3. Data dikumpulkan dengan dua metode, yakni wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur untuk data tentang karakteristik subjek dan keterlibatan
WUS dalam kegiatan pertanian dan kadar Pb dalam darah, TSH, FT4 dan T3 pada WUS diuji di
laboratorium.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya pajanan Pb dalam darah dan
dampaknya terhadap fungsi tiroid pada wanita usia subur di daerah pertanian. Selama ini, dari
beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, adanya kandungan Pb dalam darah biasanya
![Page 5: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/5.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 148
terjadi pada populasi yang berisiko terpajan Pb yang disebabkan oleh udara yang tercemar gas
sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, atau pada pekerja-pekerja tambang atau
industri yang menggunakan logam berat Pb di dalam proses produksinya, seperti industri
peleburan atau industri baterai.
Di daerah pertanian, pencemaran lingkungan umumnya disebabkan oleh aktifitas budi
daya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida yang tidak
terkendali. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan petani di Desa
Limbangan Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes diketahui bahwa penggunaan pestisida
oleh petani di dalam budidaya sayuran, khususnya pada bawang merah dan cabe sebagai
komoditas bernilai ekonomis tinggi sangat intensif dan diberikan dalam takaran tinggi, hal ini
bertujuan untuk menjamin keberhasilan produk hasil pertanian tersebut. Antara petani satu
dengan petani lainnya jumlah dan jenis pestisida yang digunakan tidak sama, karena
banyaknya jenis dan merek pestisida yang ada di pasaran. Hasil penelitian dari Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian menunjukkan 30-50% dari total biaya produksi
hortikultura digunakan untuk pestisida. Penggunaan pestisida yang intensif dapat meninggalkan
residu di dalam tanah dan tanaman, bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau
biota air lainnya. Pestisida dengan paruh waktu degradasi yang lama dapat membahayakan
kesehatan manusia dan mahluk hidup yang mengkonsumsi produk yang mengandung residu
pestisida tersebut.10
Jenis pestisida yang dapat peneliti identifikasi meliputi insektisida, fungisida dan surfaktan,
ada 15 macam merek dengan beragam jenis bahan aktif. Para petani menginformasikan bahwa
jenis pestisida yang ada di pasaran dan yang diaplikasikan di lahan pertanian oleh semua
petani di kecamatan Kersana Kabupaten Brebes pasti lebih banyak dari apa yang dapat peneliti
identifikasi. Beberapa jenis pestisida yang digunakan oleh petani di Kecamatan Kersana
Kabupaten Brebes yaitu Antracol 70 WP, Buldog 25 EC dan Dithane M-45 serta yang berbahan
aktif Propineb 70%, Mancozeb 80% dan Profenofos diketahui mengandung logam berat Pb dan
termasuk ke dalam 17 jenis pestisida yang beredar di Indonesia dan digunakan oleh petani
yang ditengarai berpotensi mencemari lingkungan dan residunya dapat menimbulkan endocrine
disrupting activities (EDs) atau gangguan pada sistem endokrin dan fungsi tiroid pada
manusia.11
Indikasi kemungkinan adanya Pb di dalam pestisida diduga pada bahan pestisida sendiri
dimungkinkan mengandung logam berat Pb, karena bahan baku pestisida berasal dari
pengeboran minyak bumi. Persenyawaan yang terbentuk antara Pb dan arsenat dapat
digunakan sebagai insektisida. Pestisida cair dibuat dengan melarutkan bahan aktif dengan
pelarut xylene, naftalen dan kerosen. Formulasi pestisida dalam bentuk padat dibuat dari bahan
aktif dihaluskan kemudian dicampur dengan bahan pembawa inert misal tepung kaolin, pasir,
kapur atau tanah liat. Bahan-bahan yang berasal dari minyak bumi, pelarut dengan
menggunakan kerosen atau minyak tanah merupakan hasil penyulingan minyak mentah dan
![Page 6: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/6.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 149
zat pembawa misal kaolin, kapur, pasir dan tanah liat yang dicampurkan dalam formulasi
pestisida, mungkin mengandung logam berat Pb.2
Residu logam berat Pb di lahan pertanian selain berasal dari pestisida, kemungkinan juga
dapat berasal dari residu pupuk fosfat. Penggunaan pupuk phosphat yang digunakan dalam
budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, karena pupuk tersebut
mengandung logam berat Pb 40-20.000 mg/kg.12
Dalam pertumbuhannya tanaman menyerap
unsur hara dari dalam tanah termasuk logam berat Pb, sehingga produk atau hasil pertanian
dapat mengandung logam berat Pb.
1. Kadar Plumbum (Pb) dalam Darah WUS
Dari hasil penelitian diketahui kadar Pb dalam darah pada WUS di Kecamatan Kersana
Kabupaten Brebes mempunyai nilai rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ml, dengan kisaran 6,97 – 55,05
µgr/ml. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar Pb dalam darah pada WUS sebanyak 78
orang (87,6%) termasuk dalam kategori normal (<40 µgr/ml) dan 11 orang (12,4%) termasuk
dalam kategori masih dapat ditoleransi (40–80 µgr/ml). Kadar Pb darah WUS belum ada yang
melebihi ambang batas, masih dalam batas dapat ditoleransi oleh tubuh, sehingga digunakan
titik potong berdasarkan Receiver Operating Characteristic (ROC) dan diperoleh hasil WUS
dengan kadar Pb > 23,86 µg/ml (kategori “tinggi”) adalah 46 orang (51,7%) dan WUS dengan
kadar Pb dalam darah ≤ 23,86 µg/ml (kategori “rendah”) adalah 43 orang (48,3%).
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam berat Pb dapat terjadi karena
masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh
dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan
atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.4
Bentuk-bentuk kimia dari persenyawaan Pb, merupakan faktor penting yang mempengaruhi
tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa Pb organik relatif lebih mudah untuk diserap
tubuh melalui selaput lendir atau lapisan kulit, bila dibandingkan senyawa-senyawa Pb an-
organik. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut
dalam minyak atau lemak, sekitar 5-10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau
sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah yang terserap
itu, 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh dan sisanya akan turut terbuang bersama
bahan sisa metabolisme seperti urin dan feces.4
2. Fungsi Tiroid pada WUS
Pengukuran kadar TSH, FT4 dan T3 dalam darah dilakukan untuk mengetahui fungsi tiroid,
dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini:
Tabel 1. Fungsi Tiroid Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010
Fungsi Tiroid Minimal Maksimal Rata-Rata Kadar TSH (µIU/ml) 0,09 60,00 5,46 Kadar FT4 (pmol/L) 5,74 28,91 16,21 Kadar T3 (nmol/L) 0,76 2,50 1,51
![Page 7: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/7.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 150
Hasil penelitian terhadap 89 WUS diketahui nilai rerata TSH adalah 5,46 uIU/ml, jika
dikategorikan berdasarkan nilai standar 4,5 µIU/ml, maka diperoleh 44 orang termasuk dalam
hipotiroidisme dan 45 orang tidak hipotiroidisme (normal). Nilai rerata FT4 adalah 16,21 pmol/L,
jika dikategorikan berdasarkan nilai standar 9-20 pmol/L adalah normal, maka diperoleh 78
orang (87,6%) kadar FT4-nya dalam keadaan normal dan 11 orang (12,4%) kadar FT4-nya
tidak normal. Nilai rerata T3 adalah 1,51 nmol/L, jika dikategorikan berdasarkan nilai standar
0,93 – 2,33 nmol/L adalah normal, maka 84 orang (94,4%) kadar T3-nya normal dan 5 orang
(5,6%) mempunyai kadar T3 tidak normal.
Tabel 2. Distribusi Wanita Usia Subur Berdasarkan Fungsi Tiroidnya di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010
Fungsi Tioid Distribusi Frekuensi Fungsi Tiroid (%) Normal Tidak Normal
Kadar TSH (µIU/ml) 50,6 49,4 Kadar FT4 (pmol/L) 87,6 12,4 Kadar T3 (nmol/L) 94,4 5,6
Gangguan fungsi tiroid seringkali diikuti oleh gangguan bentuk dan strukturnya yang dapat
ditentukan dengan cara palpasi, berdasarkan Tabel 3, diketahui 71 (79,8%) WUS tidak terlihat
maupun teraba adanya gondok (grade 0), 16 (18%) WUS masuk kategori grade 1 yaitu gondok
teraba tetapi tidak terlihat ketika leher dalam posisi normal dan hanya 2 orang WUS yang
terlihat pembekakan di leher yang jelas pada saat leher dalam posisi normal.
Tabel 3. Distribusi Palpasi Kelenjar Tiroid pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010
Palpasi Frekuensi
%
Grade 2 Grade 1b Grade 1a Grade 0
2 11 5 71
2,2 12,4 5,6
79,8 Total 89 100
3. Hubungan Kadar Pb dalam Darah WUS dengan Fungsi Tiroid
Pajanan logam berat Pb merupakan masalah kesehatan masyarakat. Meskipun jumlah Pb
yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu
disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ
yang terdapat dalam tubuh. Pajanan logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada
hematologi, gastrointestinal, rheumatological, endokrin, neurological dan masalah pada ginjal.
Tetapi efek pada kelenjar tiroid masih kontroversial.
Dosis yang besar dan lama pajanan dapat menimbulkan efek yang berat dan bisa
berbahaya. Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya pajanan seperti jumlah jam kerja
dan waktu kerja. Inhalasi adalah jalur utama pajanan Pb. Konsentrasi Pb dalam darah
![Page 8: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/8.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 151
meningkat dengan segera ketika Pb terhirup saat bernafas, bertambah secara berangsur-
angsur, dan memiliki waktu paruh didalam darah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Pajanan yang besar akan meningkatkan level konsentrasi dalam beberapa jam.
Wanita Usia Subur yang tinggal di daerah pertanian adalah populasi yang berisiko terkena
pajanan pestisida (sumber pajanan Pb), sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi
tiroid yang kemudian berisiko terjadinya aborsi, anak lahir mati serta perkembangan saraf bayi
dan anak terganggu.
Tabel 4. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan TSH, FT4 dan T3 pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010
TSH FT4 T3 Kadar Pb dalam Darah r = 0,025a)
p = 0,815 r = 0,320b) p = 0,002
r = -0,056a) p = 0,599
a) Uji Spearman’s rho b)
Uji Pearson Correlation
Berdasarkan Tabel 4, diketahui kadar Pb dalam darah secara signifikan berhubungan
dengan FT4 dengan arah hubungan positif, artinya semakin banyak kadar Pb dalam darah
semakin banyak FT4. Sedangkan kadar Pb dalam darah tidak signifikan terhadap TSH dan T3.
Dataran rendah yang cukup sumber yodium seharusnya tidak ada kejadian GAKY,
sehingga diduga ada kontribusi lain yang menghambat proses absorbsi dan utilisasi yodium
sehingga dapat mengakibatkan timbulnya gangguan fungsi tiroid. Kemungkinan ada faktor lain
yang menyebabkan timbulnya gangguan fungsi tiroid, yaitu adanya polusi logam berat (Pb, Hg,
dan Cd) dan adanya bahan makanan goitrogenik.
Dari hasil penelitian ini, dari 89 WUS diketahui 44 orang mengalami gangguan
hipotiroidisme, dan kadar Pb dalam darah secara signifikan berhubungan dengan FT4 dengan
arah hubungan positif, artinya semakin banyak kadar Pb dalam darah semakin banyak FT4.
Sedangkan kadar Pb dalam darah tidak signifikan dengan TSH dan T3. Hal ini disebabkan
kadar Pb dalam darah masih dalam batasan normal dan dapat ditoleransi tubuh, sehingga daya
racun yang dimiliki oleh Pb tidak bekerja dan tidak menimbulkan pengaruh apa-apa, sehingga
pada penelitian ini bahwa belum cukup bukti untuk menyimpulkan kadar Pb dalam darah
berhubungan dengan gangguan fungsi tiroid hipotiroidisme (p = 0,748), sesuai dengan Tabel 5.
Tabel 5. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Gangguan Fungsi Tiroid pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2010
Kadar Pb dalam Darah
Gangguan Fungsi Tiroid
p RP IK 95% Hipotirodisme Normal n % n %
Tinggi (n = 46) 24 52,2 22 47,8 0,748*) 1,1 0,7 - 1,7
Rendah (n = 43) 20 46,5 23 53,5 Total 44 49,4 45 50,6
*) Uji Chi-Square
![Page 9: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/9.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 152
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Refowitz 1984;
Schumacher et al. 1998; Dursun dan Tutus 1999; Erfurth et al. 2001, bahwa pekerja dengan Pb
dalam darah (PbB) sekitar 20-30 μg/dL tidak menunjukkan indikasi yang jelas pada disfungsi
tiroid. Pada penelitian Tuppurainen et al. 1988, di Kenya pada 176 laki-laki pekerja pabrik aki
mobil dan pekerja peleburan timah (rata-rata PbB 56 μg/dL; rata-rata lama terpajan Pb 7,6 ± 5,1
tahun) menunjukkan bahwa serum T4, FT4, T3, dan TSH adalah sama dengan kelompok dari
93 pekerja dengan PbB ≤ 56 μg/dL dan 83 pekerja dengan PbB ≥ 56 μg/dL, dan berdasarkan
hasil analisis regresi tidak menemukan korelasi yang signifikan antara PbB dengan salah satu
pengukuran hormon tiroid. Penelitian Siegel et al. 1989, pada 36 anak laki-laki dan 32 anak
perempuan berusia antara 11 bulan sampai 7 tahun (median usia 25 bulan) di perkotaan,
diperoleh hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara PbB baik
dengan T4 atau FT4.
Logam berat Pb dapat berperan sebagai “blocking agent”, prinsip kerjanya adalah Pb
dapat menghambat pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid. Sehingga meskipun konsumsi
yodium mencukupi, namun apabila ada gangguan pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid,
maka kejadian gangguan fungsi tiroid hipotiroidisme dapat terjadi.
Perubahan pada tingkat sirkulasi hormon tiroid, terutama serum thyroxine (T4) dan thyroid
stimulating hormone (TSH), umumnya terjadi pada pekerja dengan kadar Pb dalam darah (PbB)
rata-rata ≥ 40-60 μg/dL. Hasil dari penelitian Robins et al. 1983 dan Cullen et al. 1984 adalah
terjadi penurunan serum T4 yang ditemukan dalam penelitian pada pekerja dengan pajanan
PbB yang sangat tinggi. Penelitian Gustafson et al. 1989; López et al. 2000; Singh et al. 2000,
menemukan perubahan pada serum hormon tiroid dan TSH pada kisaran PbB 40-60 μg/dL.
Hasil penelitian López et al. 2000, pada analisis regresi menunjukkan korelasi positif yang
signifikan untuk serum T4, FT4, T3, dan TSH vs PbB dalam kisaran 8-50 μg/dL, dan korelasi
negatif yang signifikan untuk T4 dan T3 vs PbB dalam kisaran 50-98 μg/dL, hal ini menunjukkan
adanya penurunan hormon pada sirkulasi dengan PbBs sekitar 50 μg/dL.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dalam penelitian ini adalah kadar Pb dalah darah WUS masih dalam batas dapat
ditoleransi (rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ml), 49,4% WUS mengalami gangguan hipotiroidisme sub
klinis dan belum cukup bukti untuk menyimpulkan adanya pajanan Pb dalam darah WUS
menyebabkan gangguan fungsi tiroid (hipotiroidisme).
Saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan hasil penelitian di atas adalah bagi
WUS yang terlibat dalam kegiatan pertanian disarankan untuk selalu menggunakan alat
pelindung diri berupa masker serta WUS yang merencanakan untuk hamil atau sedang hamil
untuk sementara waktu tidak melakukan kegiatan pertanian.
![Page 10: 9eko Hartini 17.PDF](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022073017/55721378497959fc0b925d87/html5/thumbnails/10.jpg)
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 153
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Pencemaran Agrokimia Perlu
Diwaspadai.
2. Karyadi. Akumulasi logam berat Pb sebagai residu pestisida pada lahan pertanian (studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal) (Tesis). 2005.
3. Denny A. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah masyarakat yang terpanjan timbal (Plumbum). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Juli 2005; Vol. 2, No. 1: 67-76.
4. Palar H. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2004; 74-93.
5. Saryan, L.A, Zenz.C. Lead its compounds, Occupational Medicine, 3th Ed. London. Mosby. p. 56-539, 1994.
6. U.S. Deparment of Health and Human Services, Public Health Service, Toxicological profile for lead, Agency for Toxic Substances and Disease Registry, p: 89-94, August. 2007.
7. Adriani M, Wirjatmadi B, Gunanti IR. Identifikasi gondok di daerah pantai: suatu gangguan akibat kekurangan yodium. Jurnal Gaky Indonesia (Indonesian Journal of IDD) Volume 3, Nomor 1:17-30, 2002.
8. Samsudin, M, Hubungan kadar Pb dalam darah dengan fungsi thyroid (TSH, FT4) pada wanita usia subur (wus) risiko terkena paparan Pb di daerah perkotaan, Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2007.
9. Ganong, W. Buku ajar fisiologi kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1999.
10. Undang K., Husen S., Rasti S., Nurjaya. Teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004.
11. Sutrisno N., Setyanto P., dan Kurnia U. Perspektif dan urgensi pengelolaan lingkungan pertanian yang tepat, Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Bogor, 2 (4) 286 – 291, 2009.
12. Setyorini, dkk. Kadar logam berat pada pupuk. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian; Pertanian Produktif Ramah Lingkungan Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. hlm 219-229, 2003.