91939919 makalah detergen fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Deterjen
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu
Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada
di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu
surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916.
Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan
pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan
kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan
masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang
sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear
alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat
menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa. Sepanjang
sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan
mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran
mesin sekeras apapun, akan menghilangkan sebagian bercak saja, kotoran dan
partikel-partikel tanah. Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut
dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain agar tetap
tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain). Jadi
diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan
kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak
ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau
lemak dan basa.
Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa
campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun
berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah
1
dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni
akan bergabung dengan mineral-mineral yang terlarut dalam air membentuk
senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak
kekuningan di kain atau mesin pencuci.
Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring
dengan meningkatnya popularitas deterjen. Salah satu deterjen yang pertama
dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Tetapi pada saat ini,
kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya
dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan
dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air
maupun yang tak larut dalam air.
Salah satu ujung pada molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau
tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan
mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak
kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Detergen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai
daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen
merupakan garam Natrium dari asam sulfonat.
Gambar 2.1 Reaksi pembuatan deterjen
Detergent sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah
tangga. Detergent digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan
kegunaannya, biasanya pabrik menambahkan natrium perborat, pewangi,
pelembut, naturium silikat, penstabil, enzim, dan zat lainnya agar fungsinya
semakin beragam. Tapi diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa
dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan
pencemaran lingkungan. Apabila air yang mengandung detergent dibuang
kedalam air, tercemarlah air dan pertumbuhan alga yang sangat cepat. Hal ini
akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air berkurangan dan otomatis ikan,
tumbuhan laut,dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah detergent juga
menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang
3
mengakibatkan tanaman serta kehidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal
cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah
Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang
dinamakan asamsulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan
detergent merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom
karbon per molekul. Detergent pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam
natrium dari alkylhydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara
penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan
dengan asam sulfat menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan
dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya
berasal dari asamkuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan
magnesiumnya tidak mengendap dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan
air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergent yang umum digunakan adalah
alkil benzenesulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena
rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis
Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan
dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil
benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad renik
(biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun
1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danau-
danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzene sulfonat yang tidak bercabang.
Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan
tidak berakumulasi dilingkungan kita.
2.2 Zat-zat yang Terkandung Dalam Deterjen
Adapun zat-zat yang terkandung dalam deterjen yaitu:
1. Surfaktan, yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan.
2. Abrasive untuk menggosok kotoran.
3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun
stabilitas dari komponen lain.
4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan.
4
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran.
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi.
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam
kotoran.
2.3 Komposisi Detergen
Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan
turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada umumnya, deterjen mengandung
bahan-bahan yaitu, Surfaktan, Builder, Filler dan Additives.
a. Surfaktan
Komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan adalah
untuk meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat
dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan
kotoran yang telah terlepas.
Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene
sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner,
imidazolin dan betain. Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila
dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki
daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan
untuk pencuci kain dan pencuci piring). Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel
yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air
yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir
semua jenis kotoran. Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi
partikel positif ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada
pelembut (softener). Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif,
netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup
kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk
pencuci alat-alat rumah tangga.
5
b. Bahan Aktif (Active Ingredient)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus
ada dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa
sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini
diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis
Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP- 30.
Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya
bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
c. Bahan Pengisi (Filler)
Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas, contoh : Sodium sulfate.
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen semat-mata ditinjau
dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan
sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu
tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
d. Bahan Penunjang (Builder)
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut
soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi
meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh
terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan
rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah
STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif,
yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen
yanhg menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan
hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan
salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk
melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut,
6
sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan
dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan
mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak
busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen.
Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen,
kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang
jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan
di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa
tidak memiliki peran yang penting.
Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting
karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap
"memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian
mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam
perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim sebagai bantuan untuk
mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim proteolik
telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an
dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut
juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim
proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino
baik sebagian maupun keseluruhan.
Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi
dengan metode yang telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai
enzim, dikembangkan untuk bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya,
deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih,
pencerah warna, bahkan antiredeposisi (NaCMC atau sodium
carboxymethylcellulose).
7
e. Bahan Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen
bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru
akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih
pada produk deterjen tersebut. Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk
membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna,
dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax,
Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual
produk deterjen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah
carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi
untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut
“antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi
pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya
merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini
sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
Bahan Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk.
Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum
untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis
0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke
milliliter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum
untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum
eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di
masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen
deterjen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari
parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari
8
jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk
mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase
keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-
0,06%.
2.4 Penggolongan Deterjen
2.4.1 Berdasarkan bentuk fisik
Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:
Deterjen Cair
Secara umum, deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Hal yang
membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan
di laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi
yang canggih.
Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi
kandungan formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasanya tidak
dijual dalam kemasan kecil, tetapi dijual dalam kemasan besar (kemasan 25 kg).
Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-
masing produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang
keunggulan produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai
contoh ada sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan
produk deterjen dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila
dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini
bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan
tersebut.
9
2.4.2 Berdasarkan keadaan butirannya
Berdasarkan keadaan butirnya, detergen dibedakan atas:
Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga.
Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak
yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume
per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis
berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata
istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa
terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang
dilanjutkan proses pengeringan. Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan
dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang
sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan
dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga
mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi
yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu
mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga
tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga),
baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang
dipasarkan ke konsumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.
Deterjen bubuk padat/masif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola
tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak
berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses
pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua,
yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode
campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan
deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan.
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan
modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah.
10
Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar
sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
2.4.3 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya
Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :
Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents.
Sebagai tambahan, selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga
mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah
sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
Gambar 2.2 Deterjen kationik
Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion
negatif. Pada jenis surfaktan ini terdapat group ion negatif sehingga dinamakan
anionic detergent. Umumnya, bagian head merupakan gugus yang bermuatan
negativ. Sifat detergent ditentukan oleh anion yang terdapat dalam rantainya.
Apabila ingin menghasilkan tingkat detergentcy optimum, maka anion dapat
dinetralisasi dengan alkali atau material yang bersifat basa.
11
Gambar 2.3 Detrjen anionik
Neutral atau Non-Ionic Detergents
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring.
Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis
ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents
kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.
Gambar 2.4 Deterjen nonionic
12
2.5 Proses Pembuatan Detergen
Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Spray-drying
2. Agglomerasi
3. Dry-mixing
2.5.1 Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk
sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan
proses pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan
pada gambar berikut
Traditional powderTo packaging
Fuel
Burner
Gas turningPower
generatorCleaning ring
Detergent slurry
Spray dryingtower
Hoist Exhaust gas
Dedusting filter
Fines Extraction
screw
Ejector
Air
Fan
Fan
Detergent powder
Air lift Feeding helt
Hopper
Density Analyzer controller
Mouisture analyzer
Static perfumer
perfumepump
Detergent powderVibrating system
Air lift
To atmosphere
Dedusting filter
To atmosphere
To concentratiedPowder prosessing
Air
Gambar 2.6 Diagram alir spray-drying
Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan
(diterima dalam drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur
kemudian dicampurkan dengan kmponen padat (diterima dalam bags atau wadah
khusus dan kemudian disimpan dalam silos) untuk membentuk slurry yang
homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan konsentrasi
13
berdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi (hingga 10 bar). Dan
di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam
menara berbentuk silinder (spray–drying tower) seperti yang ditunjukkan pada
gambar di atas, dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus
aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi
dan proses drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses
drying yang mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang
berasal dari ekspansi mula–mula dan drying permukaan ketika slurry menurun
pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam
kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun,pengeringan produk diproses yang
dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan
efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang
sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada
bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara
bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan
komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang
kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.
2.5.2 Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung
satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau
penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau
granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi
deterjen bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap
14
proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan
kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang
sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing
atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam
crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue.
Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi
slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
Gambar 2.7 Blok diagram aglomerasi
2.5.3 Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen
bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
15
Aglomerator
Bahan baku
Cairan panas kental
Pencampura
n
Bahan homog
enBahan baku (cair) Cairan
panas kental
Udara panas
Crushing
Bubuk yang
menggumpal
Packaging
Gambar 2.8 Proses dry mixing
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk
yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit
penyimpanan.
2.6 Daya Pembersih Deterjen
Deterjen merupakan sediaan pembersih yang terdiri dari zat aktif
permukaan (surfaktan), bahan pengisi, pemutih, pewangi (bahan pembantu),
bahan penimbul busa, dan optikal brightener (bahan tambahan yang membuat
pakaian lebih cemerlang). Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Pada
deterjen ini, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang
ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida (pembunuh bakteri). Fungsi
surfaktan anionik adalah sebagai zat pembasah yang akan menyusup ke dalam
ikatan antara kotoran dan serat kain. Hal ini akan membuat kotoran menggulung,
lama kelamaan menjadi besar, kemudian lepas ke dalam air cucian dalam bentuk
16
butiran. Agar butiran ini tidak pecah kembali dan menempel di kain, perlu
ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus butiran tersebut dan
membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga posisinya mengambang. Ini
untuk memudahkannya terbuang bersama air cucian.
Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang
berasal dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan
noda darah, perlu ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau
lemak. Namun, jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena
antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda
dengan kain.
Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada bahan pengisi.
Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau melunakkan air,
mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci dan mencegah
terbentuknya gumpalan dalam air cucian. Tetapi jika air terlalu sadah, seperti yang
terdapat di beberapa tempat di Jakarta, maka daya pembersih deterjen apa pun
tidak akan optimal.
Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian
dipanaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci
dengan air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian
berwarna, sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas. Sedangkan hubungan
antara daya pembersih deterjen dengan bahan penimbul busa sama sekali tidak
signifikan. Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap
kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan
tanpa perlu adanya busa. Jadi, opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang
melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan.
2.7 Dampak Deterjen Terhadap Manusia dan Lingkungan
Bahan kimia yang merupakan bahan deterjen ada yang termasuk keras dan
ada pula yang termasuk lunak. Keras-lunaknya deterjen tergandung pada kadar pH
(tingkat keasaman atau kebasaan) jenis zat-zat kimia di dalam deterjen, terutama
dari bentuk rantai kimia dan jenis gugus fungsi surfaktan. Dari kadar pH deterjen
17
yang sangat basa (9,5-12), diketahui bahwa deterjen memang
bersifat korosif. Hal ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Sementara pada
susunan rantai kimia surfaktan terdapat formulasi bahwa semakin panjang dan
bercabang rantai surfaktan, akan semakin keras deterjen tersebut. Sedangkan dari
jenis gugus fungsinya, maka gugus fungsi sulfonat bersifat lebih keras
dibandingkan gugus fungsi karboksilat.
Deterjen yang keras dapat menimbulkan masalah pada kulit. Dari hasil
survei YLKI, dapat diketahui keluhan yang biasanya dirasakan konsumen yaitu
kulit terasa kering, melepuh dan retak-retak, kulit tangan gampang mengelupas,
hingga timbulnya eksim kulit semacam bintik-bintik gatal berair di telapak tangan
maupun kaki. Untuk mengatasi itu, sebaiknya konsumen menghindari kontak
langsung kulit dengan deterjen. Kalaupun sudah terlanjur kontak, maka tangan/
kaki yang terkena harus cepat dibilas air bersih dan dikeringkan. Selain itu,
konsumen juga dapat memilih deterjen lunak, seperti deterjen cair. Bahan
deterjen cair ini kurang menimbulkan iritasi karena rantai surfaktan-nya lebih
pendek dari deterjen bubuk, tetapi daya pembersih deterjen cair ini lebih rendah
dari deterjen bubuk.
Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan
builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap manusia dan lingkungannya. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan
kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan
meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Ada dua ukuran yang digunakan
untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun
(toksisitas) dan daya urai (biodegradable).
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen
adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen,
sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara
mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari
daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya
berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya
racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan
18
mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat
menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air,
sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae
(phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi
bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air
sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya
justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara,
penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah
dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Deterjen merupakan campuran berbagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan dapat dibuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi/nabati.
Komposisi deterjen terdiri dari:
Surfaktan
Bahan aktif
Bahan pengisi (filler)
Bahan penunjang (builder)
Bahan tambahan (aditif)
Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
Deterjen cair
Deterjen krim
Deterjen bubuk
Berdasarkan ion yang dikandungnya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
Kationik
Anionik
Netral
Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas tiga, yaitu:
Spray-drying
Aglomerasi
Dry mixing
.
20
21
Sifat Fisis dan Kimia Detergen, Pembuatan dan Komposisi DetergenKata Kunci: aditif, builder, filler, komposisi detergen, pembuatan detergen,sifat fisis
detergen, sifat kimia detergen
Ditulis oleh Ratna dkk pada 25-01-2010
Sifat fisis dan kimia detergen
1. Fisis
Ujung non polar : R – O (hidrofob)
Ujung polar : SO3Na (hidrofil)
2. Kimia
Dapat melarutkan lemak
Tak dipengaruhi kesadahan air
Pembuatan
ROH + H2SO4 → ROSO3H + H2O
ROSO3H + NaOH → ROSO3Na + H2O
Komposisi detergen
Pada umumnya, getergen mengandung bahan-bahan berikut ini :
1. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:
Anionik :
Alkyl Benzene Sulfonate (ABS)
Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
Alpha Olein Sulfonate (AOS)
Kationik : Garam Ammonium
Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
Amphoterik : Acyl Ethylenediamines
Builder
22
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
1. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)
2. Asetat :
- Nitril Tri Acetate (NTA)
- Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
1. Silikat : Zeolit
2. Sitrat : Asam Sitrat
Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium
sulfat.
Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik,
misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung
dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud
komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC).
23
Definisi DetergenKata Kunci: alkil benzenasulfonat, alkil hydrogen sulfat, asam organik,asam
sulfonik, definisi deterjen, garam natrium, natrium lauril sulfat,natrium perborat, rantai alkil
Ditulis oleh Ratna dkk pada 24-01-2010
Definisi
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan
sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih
baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium
dari asam sulfonat.
Rantai hidrokarbon, R, di dalam molekul sabun di atas mungkin adalah rantai
hidrokarbon yang lurus atau rantai hidrokarbon yang bercabang.
24
Detergen sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah tangga.
Detergen digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan kegunaannya,
biasanya pabrik menambahkan Natrium Perborat, pewangi, pelembut, Naturium Silikat,
penstabil, Enzim, dan zat lainnya agar fungsinya semakin beragam. Tapi diantara zat-
zat tersebut ada yang tak bisa dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga
otomatis menyebabkan pencemaran lingkungan. Apabila air yang mengandungi
detergen dibuang ke dalam air, tercemarlah air dan pertumbuhan Alga yang sangat
cepat. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air berkurangan dan
otomatis ikan, tumbuhan laut, dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah
Detergen juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan
tanah yang mengakibatkan tanaman serta hidupan tanah termasuk cacing mati.
Padahal cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah.
Bahan utamanya ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam
sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan
molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul.
Detergen pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkyl
hydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak
dan minyak.
Alkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil
hydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan dengan basa.
Natrium lauril sulfat adalah detergen yang baik. Karena garamnya berasal dari asam
kuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap
dalam larutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa
kini, detergen yang umum digunakan adalah alkil benzenasulfonat berantai lurus.
Pembuatannya melalui tiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14
direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil
benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini.
Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzenasulfonat yang bercabang bersifat
tidak dapat didegradasi oleh jasad renik (biodegradable). Detergen ini mengakibatkan
masalah polusi berat pada tahun 1950-an, yauti berupa buih pada unit-unit
penjernihan serta disungai dan danau-danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil
benzenasulfonat yang tidak bercabang. Detergen jenis ini mudah didegradasi secara
biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.
25
Oseana, Volume XII, Nomor 1 : 25-34, 1987ISSN 0216-1877SIFAT-SIFAT DETERJEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRANolehJ.M. Manik 1) dan Edward 1)ABSTRACKTHE PROPERTIES OF DETERGENT AND ITS EFFECTS ON ENVIRONMENT. Detergent is a petrochemical compound and has molecular structure, R-SO3Na+ (R = alky I benzene). It is more easily dissolved in water than ordinary soap (R-COONa+) and do not presipitate in hard water. Based on its electric charge, detergent can be divided into three groups ie. anionic (has negatively charge ion), catio-nic (has positively charged ion) and non-ionic detergent While, based on its molecular structure, can be divided into two groups ie. straight chain (LAS = linear alkylbenzene sulfonate) and branched chain detergent (ABS = alkylbenzene sulfonate). The straight chain detergent is more degradable in aquatic environment than the branched one. Detergent has strong cleaning capacity than ordinary soap, but an excess application will resulting negative effect to aquatic environment e.g. accelerate shallowness process and reduce esthetic value. At certain degree of concentration, it will be harmful to the life of aquatic organisms.PENDAHULUANUntuk membersihkan badan dan pera-bot rumah tangga, zaman dahulu biasa digu-nakan minyak zaitun dan cairan buah-buahan, yang dicampur dengan abu dari bermacam tumbuh-tumbuhan. Sabun belum-lah dikenal pada waktu itu. Sabun adalah hasil hidrolisis lemak
26
dalam suasana alkalis, yang menghasilkan gliserol dan garam alkali. Sabun merupakan zat pembersih, karena mempunyai sifat pengemulsi (emulgator) dan dapat menurunkan tegangan permukaan zat cair (surface tension) (ISKANDAR 1974). Beberapa sabun dengan berat mole-kul yang tinggi dan derajat ketidakjenuhan yang besar, merupakan zat pembunuh ku-rnan yang selektif, seperti natrium resinolat, yang mempunyai daya detoksikasi terhadap tokan diphteri dan tetanus (WINARNO1984). Pada proses pembuatan sabun, le-mak (lemak hewan, minyak kelapa sawit, minyak kelapa) yang dipanaskan dengan lo gam alkali (lindi natron atau lindi kali), akan menghasilkan gliserol dan garam natrium atau kalium dari asam lemak. Pro-ses ini disebut proses penyabunan atau sapo-nifikasi. Sabun dari logam-logam alkali ini larut dalam air dan dipakai sebagai bahan untuk pengemulsi dan pembersih, sedangkan sabun dari logam-logam lain menurut HOLLEMAN (1946) biasanya tidak larut dalam air dan tidak dapat dipakai un-tuk pembersih. Secara kimia sabun adalah suatu garam dari asam lemak berantai pan-jang dengan rumus kimia R-COONa+ (R adalah rantai hidrokarbon). Sabun yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, biasa-nya adalah campuran dari garam natrium dengan lemak yang mempunyai jumlah atom1). Balai Penelitian dan Pengembengan Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Ambon.25www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987karbon banyak seperti asam palmitat, stearat dan oleat. Sabun yang terbuat dari campuran lemak dengan garam natrium disebut sabun keras, sedangkan yang terbuat dari garam ka-lium, disebut sabun lunak. Sabun lunak lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan sabun keras. Reaksi dari pembuatan sabun dapat dilihat pada Gambar l. Disamping itu keuntungan dari sabun yaitu dibuat dari sumber alam yang dapat diperbaharui dan mudah didegradesi oleh bakteri, sehingga tidak menimbulkan polusi. Tetapi dalam penggunaannya terutama dalam air sadah, sabun membentuk endapan dengan logam magnesium dan kalsium, sehingga mengu-rangi daya cuci sabun tersebut. Selain itu endapan bisa menempel pada kain dan ini akan mengganggu dalam proses pencucian.DETERJEN
27
Ilmu pengetahuan selamanya akan me-nguntungkan masyarakat, karena dapat memberikan sumbangan yang berpianfaat. Contoh dari hasil ilmu pengetahuan dalam bidang kimia adalah perubahan penggunaan sabun oleh deterjen. Setelah perang dunia kedua, ditemukan pengganti sabun yaitu deterjen. Hanya dalam waktu lebih kurang satu dekade deterjen mampu mendesak sa-bun yang pemakaiannya telah bertahan lama dalam peradaban manusia (± 450 tahun). Kata deterjen berasal dari bahasa latin "detere" yang berarti membersihkan. Deterjen sendiri diartikan sebagai bahan pencuci, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksudkan dengan deterjen adalah deterjen sintetis, selain sabun. Deterjen di-buat dari bahan petrokimia, dengan rumus kimia hampir menyerupai rumus kimia sa-bun, dimana gugus —COO pada sabun diganti dengan gugus —SO3, yaitu R—SO3Na+, sedangkan R adalah gugus alkil benzen yang dibuat dari propilen dan benzen, yang me-rupakan hasil buangan produk petrokimia. Senyawa deterjen lebih mudah larut di da-lam air jika dibandingkan dengan sabun dantidak mengendap dalam air sadah. Disam-ping kelebihan deterjen dibandingkan de-ngan sabun, ada kekurangannya yaitu gugus R-SO3 ini sukar diuraikan oleh bakteri.SIFAT KIMIA DAN FISIKA DETERJENSifat kimia deterjen yang terpenting adalah sebagai zat pengemulsi (emulgator). Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling bercamptir tetapi saling antagonis (WINAR-NO 1984). Air dan minyak merupakan dua cairan yang tidak saling bercampur, tetapi saling ingin berpisah, karena air mempunyai polaritas yang tinggi (merupakan senyawa polar) sedangkan minyak mempunyai polari-tas yang sangat rendah (senyawa non polar). Setiap emulsi biasanya terdiri dari tiga bagi-an utama yaitu bagian terdispersi, pendis-persi, dan emulsifier. Bagian terdispersi terdiri dari butir-butir molekul organik (biasanya senyawa non polar seperti molekul lemak), bagian pendispersi (continue phase) terdiri dari molekul-molekul polar yaitu air, sedangkan bagian emulsifier berfungsi untuk menjaga kestabilan emulsi (HUTAGALUNG 1987, komunikasi pribadi). Emulsi merupa-kan salah satu sifat dari sabun maupun deter-jen. Zat-zat yang tidak larut oleh sabun mau-pun deterjen didispersikan sedemikian rupa sehingga seolah-olah kelihatannya laut. Sabun dan deterjen merupakan zat pengemulsi yang baik. Daya kerja zat pengemulsi terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang terikat baik pada
28
minyak maupun air. Bila zat pengemulsi tersebut lebih terikat atau larut dalam air, maka molekul-molekul minyak lebih mudah masuk ke dalam molekul-molekul air, sehingga terjadi dispersi minyak dalam air (O/W). Sebaliknya bila zat pengemulsi lebih larut dalam minyak akan terjadi emulsi air dalam minyak (W/O). Lebih lanjut diterangkan bila butir-butir lemak telah berpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokkan), maka butir-butir26www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987Gambar 1. Reaksi-reaksi pembuatan sabun (MORRISON & ROBERT 1980).27www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987lemak yang terdispersi tersebut segera dise-lubungi oleh selaput tipis zat pengemulsi (Gambar 2). Bagian molekul zat pengemulsi yang tidak berkutub, larut dalam lapisan hiar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang berkutub, menghadap ke pelarut (Gam-bar 3).Senyawa deterjen umumnya mudah la-rut dalam air, dan dalam air sadah tidak membentuk endapan dengan logam magne-sium dan kalsium serta mempunyai gugus R-SO3 yang sangat stabil, sehingga sukar diuraikan oleh bakteri.Secara fisika deterjen merupakan zat yang berfungsi menuiunkan tegangan per-mukaan zat cair (surface tension). Me-nurut ISKANDAR (1974), tegangan per-mukaan adalah suatu tegangan yang diper-lukan agar selaput permukaan tidak pecah. Deterjen ataupun sabun merupakan zat aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air dengan jalan mengemul-sikan lemak atau kotoran-kotoran yang ada. Seperti sabun, deterjen dapat juga mem-perlihatkan aktivitas permukaan yang baik, dimana molekul-molekul yang larut tidak terbagi rata dalam larutan, tetapi berkumpul pada bidang batas dan menurunkan te-gangan permukaan pada bidang batas tersebut. Akibat penurunan tegangan permu-kaan pada bidang batas ini, larutan deterjen atau sabun lebih mudah memasuki ruangan-mangan kapiler dari air murni. Penggum-palan pada bidang batas antara kain dan kotoran, dan antara kotoran dengan kotor-an itu sendiri, ditingkatkan oleh daya gabung tertentu bidang batas terhadap molekul-mo-lekul
29
sabun yang diionisasi. Akibat dari adsorpsi ini, terjadi keadaan tolak menolak antara kain dan kotoran dan antara kotoran dengan kotoran itu sendiri. Dengan demi-kian, deterjen maupun sabun membuat kain menjadi bersih dan mendispersikan kotoran-kotoran ke dalam larutan. Proses terjadinya tegangan permukaan, dimana pada A ter-dapat gaya tarik menarik ke segala arah, sehingga molekul A dapat bergerak bebas(Gambar 4). Pada B gaya tarik menarik ha- nya kearah bawah, sehingga pada B hanya ada tegangan kebawah. Jadi pada permuka- an ada tegangan yang membuat selaput permukaan itu tidak pecah. Dalam Gambar 5 (belahan dari suatu cairan), pada A ter- dapat gaya tarik ke segala arah, pada B hanya ada gaya tarik kearah titik pusat, sehingga pada permukaan ada gaya yang menahan selaput itu agar tidak pecah. Gaya-gaya ini disebut tegangan permukaan (surface tension) dan dinyatakan dalam gr.cm-1 atau dyne.cm-1. Tegangan per-mukaan ini dipengaruhi oleh beberapa fak-mtor antara lain: suhu, sabun, deterjen, alko-hol, asam-asam organik dan ester-ester. Dengan perkataan lain faktor ini dapat menurunkan tegangan permukaan. Pada waktu mencuci, tanpa menggunakan sabun atau deterjen, air akan sulit memasuki bagian kotoran (Gambar 6), karena terha-lang oleh tegangan permukaan air yang me-nyentuh kotoran tersebut. Dalam hal ini deterjen atau sabun mempunyai sifat meru-sak tegangan permukaan air atau menurun-kan tegangan permukaan tersebut. Penu-runan tegangan permukaan oleh sabun atau deterjen, akan menyebabkan air dapat me-ngeluarkan kotoran dari pakaian, sehingga pakaian menjadi bersih (HUTAGALUNG 1987, komunikasi pribadi).Pada umumnya deterjen digolongkan atas 3 bagian yaitu deterjen anionik, deter- jen kationik, dan deterjen non-ionik. Deter-jen anionik adalah deterjen yang bagian muatan negatifnya dapat menurunkan te-gangan permukaan zat cair. Deterjen anionik ini mudah larut dalam air (Gambar 7). Deter-jen kationik adalah deterjen yang bagian muatan positifnya dapat menurunkan te-gangan permukaan zat cair. Seperti deter- jen anionik, deterjen kationik juga mudah larut dalam air (Gambar 8). Sedangkan deterjen non-ionik sama sekali tidak mengan-dung muatan positif maupun negatif. Ber-beda dengan kedua jenis deterjen terdahulu, deterjen non-ionik sukar larut dalam air (Gambar 9).28www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987
30
29www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 198730www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987Gambar 10. Jenis deterjen rantai lurus dan rantai cabang.31www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987DAMPAK DETERJENWalaupun kehadiran deterjen cukup mendapat sambutan hangat dari para konsu-men, namun tidak berarti bahwa deterjen tidak mempunyai dampak negatif. Dampak negatif deterjen terhadap lingkungan per-airan, dapat dikategorikan atas 3 bagian yaitu pendangkalan perairan, pencemaran lingkungan dan pencemaran biota.1. Pendangkalan perairanAda beberapa jenis deterjen yang gugus alkilnya adalah bukan turunan alkana yang mempunyai rantai lurus. Jenis deterjen ini dibuat secara sintetis dari bahan minyak bumi. Pada umumnya deterjen ini merupa-kan turunan alkana dengan rantai berca-bang dari gugus alkil dan sukar diuraikan oleh bakteri. Menurut HAMMERTON (1955) dan SHARMAN (1964) deterjen sin-tetis yang dibuat dari bahan dasar alkil benzen sulfonat yang tidak bercabang, tallow alkil sulfat dan alkil etoksilat sulfat adalah jenis-jenis deterjen yang dapat di-uraikan oleh bakteri, tetapi deterjen sintetis yang dibuat dari bahan dasar alkil benzen sulfonat yang bercabang sukar diuraikan oleh bakteri.Menjelang tahun 1971, diperkirakan 30% — 40% fosfor yang masuk ke perairan berasal dari deterjen fosfat (GRUNDY 1971) dan menurut LAWS (1981) dalam setiap gram deterjen, dijumpai 6% - 8% unsur fos-for. Gugus fosfat sukar diuraikan oleh bak-teri, karena itu hams diganti dengan gugus lain, yang dalam hal ini ditemukan gugus nitrilo triasetat sebagai pengganti. Akibat sukarnya gugus fosfat diuraikan oleh bakteri, maka akan terjadi penimbunan fosfat, yang makin lama makin bertambah banyak. Bila hal ini memasuki lingkungan perairan, dapat menimbulkan terjadinya pendangkalan suatu perairan.2. Pencemaran lingkunganPada dasarnya deterjen tidak beracun, tetapi pada kadar yang cukup tinggi deterjen dapat menimbulkan gangguan kesehatan.Karena sifat
31
deterjen yang aktif permukaan, maka dengan kadar yang rendahpun (kira-kira 0,5 ppm), deterjen sudah membentuk busa. Busa ini akan menghambat diffusi oksigen dari udara ke perairan. Air buang-an deterjen dapat meresap ke dalam air tanah, sehingga pemanfaatan air tanah yang mengandung deterjen ini sebagai air minum atau air mandi akan mengganggu kesehatan manusia. Terhadap lingkungan, dampak deterjen dapat menimbulkan eutro-fikasi (pengayaan zat hara), dan ini akan merangsang pertumbuhan biota nabati air yang tidak diinginkan dan dapat menurun-kan estetika (KANTOR NEGARA KEPEN-DUDUKAN dan LINGKUNGAN HIDUP 1984). Oleh karena deterjen yang mempu-nyai rantai bercabang, seperti alkil benzen sulfonat sukar didegradesi oleh mikroorga-nisme, maka diadakanlah penelitian tentang pembuatan deterjen yang mudah terurai di alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deterjen yang berantai lurus ternyata lebih mudah terurai dibandingkan deter-jen yang bercabang (Gambar 10), kemu-dian penemuan baru lagi dengan ditemu-kannya senyawa natrium alkil sulfat dengan rumus kimia R-OSO3Na+. Deterjen ini paling mudah terdegradesi dan kecepatan degradesinya hampir sama dengan kecepatan degradesi sabun (Gambar 11).3. Pencemaran BiotaDeterjen sintetis pada konsentrasi ter-tentu akan bisa mencegah perkembangan populasi plankton, seterusnya populasi orga-nisme dalam suatu perairan. Daerah toksis konsentrasi deterjen baik yang anionik maupun yang non-ionik terhadap berbagai organisme dapat dilihat pada Gambar 12. Daerah toksis untuk fitoplankton berkisar antara 10 ppm — 600 ppm, makropita ber-kisar antara 0,8 ppm — 100 ppm, krus-tasea berkisar antara 2 ppm - 950 ppm, ikan berkisar antara 0,8 ppm - 600 ppm, moluska berkisar antara 0,2 ppm — 950 ppm, anelida berkisar antara 0,1 ppm — 10 ppm, dan koelenterata berkisar antara 9 ppm - 500 ppm (PATIN 1982).32www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 19870 1 2 3 4 5 6 7Gambar 12. Daerah toksis konsentrasi deterjen terhadap berbagai organisme.33www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987
32
KESIMPULAN DAN SARANDeterjen sintetis akan mempercepat teijadinya proses pendangkalan perairan. Hal ini disebabkan adanya jenis-jenis deter-jen sintetis tertentu yang tidak dapat diurai-kan oleh bakteri. Umumnya deterjen dibuat dari alkil benzen sulfonat dengan rantai yang bercabang. Untuk menjaga kelestarian lingkungan suatu perairan, perlu diperhati-kan pemakaian jenis deterjen sintetis serta menghindari pembuangan sampah deterjen ini secara berlebihan ke dalam suatu ling-kungan perairan.DAFTAR PUSTAKAGRUNDY, R.D. 1971. Strategies for control of man made eutrophication. Environ. Sci. Tech. 5 : 1184-1190.HAMMERTON, C. 1955. Observation on the decay of synthetic anionic detejgents in natural waters. J. Apol. Chem. 5 : 517-524.HOLLEMAN, L.W.J. 1946, Kimia organik. Edisi ke 16. J.B.Wolter Djakarta, Groni-gen, 723 hal.ISKANDAR, Y. 1974. Biokimia. Seri penun-tun kuliah, bag. 1. Inst. For Personality and Educat. Res. Yayasan Dharma Graha Jakarta, 149 hal.KANTOR MENTERI NEGARA KEPEN-DUDUKAN dan LINGKUNGAN HI-DUP 1984. Bahan Penyusun RPP Baku Mutu Air Laut untuk Mandi dan Renang, Biota laut, dan Budidaya Biota laut. Hasil Lokakarya Baku Mutu lingkungan Laut, Bogor, 32 hal.LAWS, E.A. 1981. Aquatic pollution. John Wiley & Sons, United States, 482 pp.MORRISON, R.T. and N. ROBERT 1980. Organic chemistry. 3rd ed. Allyn and Bacon Inc, United States, 1258 pp.PATIN, S.A. 1982. Pollution and the biolo-gical resources of the ocean. Butter-worth, London, 287 pp.SHARMAN, S.H. 1984. Extensive biodegra-dation of synthetic detergents. Nature 201 : 704 - 705.WINARNO, G.F. 1984. Kimia pangan dan gizi P.T. Gramedia, Jakarta 239 hal.34www.oseanografi.lipi.go.idOseana, Volume XII No. 1, 1987
33