88280387 bab i iii haccp endang
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian proses pengolahan makanan
hingga dihasilkan hidangan yang berkualitas dan memiliki cita rasa tinggi. Tujuan
penyelenggaraan makanan adalah menyiapkan hidangan sesuai dengan jumlah kualitas
dan biaya yang ditetapkan.
Untuk menghasilkan produk hidangan yang berkualitas dibutuhkan suatu sistem
manajemen penyelenggaraan makanan yang kompleks mulai dari persiapan bahan
makanan, pemasakan bahan makanan, distribusi makanan, sistem ketenagaan, manajemen
sarana fisik, perencanaan anggaran belanja, dan penjaminan mutu. Semua hal tersebut
harus dikerjakan sesuai dengan standar yang berlaku.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam
rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Depkes RI, 2003).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk
menyediakan makanan yang berkualitas dengan jumlah sesuai kebutuhan serta pelayanan
yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen yang membutuhkannya.
Untuk mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi
konsumennya perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya
pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan
mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan
minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di
rumah sakit agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan.
Salah satu upaya pengendaliannya yaitu dengan meningkatkan keamanan pangannya.
Untuk menjamin keamanan pangan dapat dilakukan dengan salah satu sistem yaitu sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
2
Asupan makanan menjadi bagian penting dalam meningkatkan kesembuhan
pasien, selain faktor pengobatan medis (Persagi, 2004). Namun, makanan yang
dibutuhkan pasien tidak hanya cukup yang bergizi, tetapi juga harus aman dikonsumsi,
karena makanan yang aman berarti makanan tersebut tidak mengandung zat yang
berbahaya yang dapat menjadi penyebab terjadinya foodborne disease. Salah satu
makanan yang disajikan oleh instalasi gizi RSUD Dr. Moewardi adalah bakwan jagung.
Bakwan jagung termasuk jenis lauk nabati yang diperuntukkan bagi pasien kelas
paviliun atau VIP yang mengonsumsi makanan biasa, yang disajikan pada siklus menu
kedelapan. Makanan berbahan dasar jagung ini menjadi subyek pengamatan HACCP
kami karena kami ingin mengetahui sejauh mana penerapan HACCP pada makanan
rumah sakit yang diperuntukkan bagi pasien, khususnya pasien kelas VIP. Hal inilah
yang menjadi latar belakang kami dalam melakukan pengamatan terhadap penerapan
HACCP makanan rumah sakit, yaitu hidangan bakwan jagung pada menu paviliun
RSUD Dr. Moewardi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan HACCP pada hidangan bakwan jagung untuk menu
paviliun di Instalasi Gizi RSUD Dr.Moewardi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada bakwan jagung di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bahan yang digunakan untuk membuat bakwan jagung di Instalasi
Gizi RSUD Dr. Moewardi.
b. Mengetahui cara pengolahan bakwan jagung di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
c. Mengetahui dan melakukan analisis bahaya pada bakwan jagung.
d. Menetapkan cara pencegahan bahaya pada bakwan jagung.
e. Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada bakwan jagung.
f. Menetapkan batas kritis pada pengolahan makanan bakwan jagung.
g. Memantau Critical Control Point (CCP) pada pengolahan makanan bakwan
jagung.
3
h. Melakukan tindakan koreksi penyimpanan Critical Control Point (CCP) pada
pengolahan makanan bakwan jagung.
D. Manfaat
1. Bagi Instalasi Gizi
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan bagi instalasi gizi rumah sakit dalam
rangka meningkatkan mutu dan pelayanan makan bagi konsumen, khususnya pasien
untuk produk bakwan jagung di instalasi gizi RSUD Dr. Moewardi.
2. Bagi Peneliti
Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan pada
saat perkuliahan tentang Hazard Analysis Critical Point (HACCP) dan
membandingkan dengan penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
3. Bagi pasien
Sebagai jaminan kualitas dan keamanan pangan makanan yang dikonsumsi,
sehingga dapat meminimalisir risiko terpapar food-borne disease.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
1. Pengertian HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard
Analysis and Critical Control Point/HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan
ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan
bahaya. Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan,
namun sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri
lainnya. Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan
berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan pangan Codex,
Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang
sesuai.
Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko
bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata
rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab
masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi:
Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik
pada bahan mentah.
Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau
jadi, atau pada lingkungan produksi.
Kontaminasi atau kontaminasi silang (cross contamination) pada produk antara
atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
2. Pengertian CCP (Critical Control Point)
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik
pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau
5
pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi
bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP 1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP 2), adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi.
3. Prinsip HACCP
Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
1. Melakukan analisis bahaya: segala macam aspek pada mata rantai produksi
pangan yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa.
Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan)
biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup
pertumbuhan mikrroganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki
selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara,
produk jadi, atau lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point/CCP): suatu titik,
tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat
dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima
(diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik
Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik
Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.
3. Menentukan batas kritis: kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima
dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat
batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan
dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat
kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual
dan tekstur.
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP: suatu sistem pemantauan
(observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini
termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami
6
perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus
menggunakan catatan tertulis.
5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP
yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan
pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang
terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP
kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang
mengalami penyimpangan secara tepat.
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup
peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap
penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam
pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji.
Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara
acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem
untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan
memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang
digunakan dalam proses produksi.
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan
dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam
sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis,
aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang
berhubungan.
4. Keuntungan dan Kerugian HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan
keuntungan, yaitu :
a) Mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen.
b) Meminalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan.
c) Meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga secara tidak
langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
Beberapa kerugian dari HACCP adalah sebagai berikut:
7
a) Tidak cocok bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit
diketahui.
b) Tidak melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko.
c) Tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan
risiko.
5. Manfaat Penerapan HACCP
Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan instansi
kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan
makanan:
a) HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan pada
semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara biologi, kimia,
dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai
penggunaan produk akhir.
b) HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk mendemonstrasikan
kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadi bahaya
sebelum mencapai konsumen.
c) Sistem HACCP memfokuskan kep ada upaya timbulnya bahaya dalam proses
pengolahan makanan.
d) Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga
pengawasan menjadi optimal.
e) Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis
dari proses produksi y ang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan.
f) Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi
makanan.
g) Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu
mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
B. Produk Makanan Bakwan Jagung
Bakwan jagung adalah salah satu menu yang terbuat dari jagung dan dapat
dijadikan sebagai lauk nabati, dimasak dengan cara digoreng dan terdiri dari bahan –
bahan seperti jagung manis, tepung terigu, telur ayam dan daun bawang. Semua bahan
dicampur jadi satu dan kemudian digoreng.
8
1. Bahan Utama Pembuatan Bakwan Jagung
a. Jagung manis
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari
tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi
(www.wikipedia.org).
Kemungkinan bahaya yang terdapat pada jagung adalah mikotoksin.
Mikotoksin pada jagung dapat dihasilkan dari mikroba Aspergillus flavus,
Aspergillus ochraceus, Fusarium sp, dan Fusarium moniliforme. Bahaya tersebut
dapat dicegah dengan cara pencucian, dan pemasakan.
b. Tepung terigu
Tepung merupakan salah satu produk hasil teknologi pengeringan.
Tepung terigu adalah sumber karbohidrat yang sering digunakan sebagai bahan
pelengkap maupun bahan utama dalam pembuatan makanan. Bahaya yang
mungkin terdapat pada tepung terigu salah satunya adalah jamur / kapang. Untuk
mencegah munculnya kapang, bahan kering harus disimpan pada suhu yang tepat
dan tempat penyimpanan yang bersih. Suhu penyimpanan bahan kering berkisar
antara 19-210C. Disamping itu bahan kering tidak boleh kontak dengan lantai
ataupun dinding ruang penyimpanan untuk mencegah munculnya kapang.
c. Telur ayam
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis
burung, seperti ayam, bebek, dan angsa, akan tetapi telur-telur yang lebih kecil
seperti telur ikan kadang juga digunakan sebagai campuran dalam hidangan
9
(kaviar). Selain itu dikonsumsi pula juga telur yang berukuran besar seperti telur
burung unta (Kasuari) ataupun sedang, misalnya telur penyu. Sebagian besar
produk telur ayam ditujukan untuk dikonsumsi orang tidak disterilkan, mengingat
ayam petelur yang menghasilkannya tidak didampingi oleh ayam pejantan. Telur
yang disterilkan dapat pula dipesan dan dimakan sebagaimana telur-telur yang
tidak disterilkan, dengan sedikit perbedaan kandungan nutrisi. Telur yang
disterilkan tidak akan mengandung embrio yang telah berkembang, sebagaimana
lemari pendingin mencegah pertumbuhan sel-sel dalam telur (www.wikipedia.org)
Bahaya yang mungkin terdapat pada telur yaitu bakteri Salmonella.
Bakteri ini dapat diatasi dengan cara pemanasan suhu tinggi, yaitu diatas 700C.
Selain itu, proses pencucian diharapkan juga dapat mengurangi kotoran yang
menempel pada cangkang telur ayam yang kemungkinan mengandung bakteri
Salmonella.
d. Daun bawang
Daun bawang merupakan jenis sayuran dari kelompok bawang yang
banyak digunakan dalam masakan. Dalam seni masak Indonesia, daun bawang
bisa ditemukan misalnya dalam martabak telur, sebagai bagian dari sop, atau
sebagai bumbu tabur seperti pada soto.
Daun bawang sebenarnya istilah umum yang dapat terdiri dari spesies
yang berbeda. Jenis yang paling umum dijumpai adalah bawang daun (Allium
fistulosum). Jenis lainnya adalah A. ascalonicum, yang masih sejenis dengan
bawang merah. Kadang-kadang bawang prei juga disebut sebagai daun bawang
(www.wikipedia.org).
Bahaya yang mungkin terdapat pada daun bawang berupa bahaya fisik,
dan mikrobiologi. Bahaya fisik meliputi kotoran, atau tanah yang menempel pada
daun bawang. Sedangkan bahaya mikrobiologi meliputi mikroba yang menempel
pada daun bawang seperti Salmonella, Shigella, V.Cholerae, L.Monocytogenes.
Bahaya fisik dapat dihilangkan dengan cara penyiangan dan pencucian. Bahaya
mikrobiologis dapat dikurangi dengan cara pemanasan ata pemasakan pada suhu
tinggi.
10
2. Bahan Bumbu Pembuatan Bakwan Jagung
a. Bawang putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama
dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan
utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah penuh dengan
senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat
bawang putih mentah terasa getir atau anggur (www.wikipedia.org).
Bahaya yang mungkin terdapat pada bawang putih meliputi bahaya fisik,
dan mikrobiologi. Bahaya fisik seperti kotoran, debu, tanah dan kotoran lain yang
menempel pada bawang putih. Bahaya fisik dapat diminimalisir dengan cara
pengupasan, dan pencucian menggunakan air mengalir. Sedangkan untuk bahaya
mikrobiologis yaitu jamur/kapang. Jamur/kapang dapat dicegah dengan cara
penyimpanan yang benar. Penyimpanan yang benar meliputi pengaturan suhu dan
kelembaban ruang penyimpanan.
b. Merica
Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud
bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada sangat penting
dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan
penting di Dunia Lama. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga
menjadi salah satu pemicu penjelajahan orang Eropa ke Asia Timur untuk
menguasai perdagangannya dan, dengan demikian, mengawali sejarah kolonisasi
Afrika, Asia, dan Amerika. Di Indonesia, lada terutama dihasilkan di Pulau
Bangka. Lada disebut sahang dalam bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Banjar,
Melayu Belitung, Melayu Sambas, dan lain-lain (www.wikipedia.org).
Bahaya yang mungkin terdapat pada bawang putih meliputi bahaya fisik,
dan mikrobiologi. Bahaya fisik seperti kotoran. Bahaya fisik dapat dikurangi
dengan cara sortasi berdasarkan spesifikasi bahan makanan. Sedangkan untuk
bahaya mikrobiologis yaitu jamur/kapang. Jamur/kapang dapat dicegah dengan
cara penyimpanan yang benar. Penyimpanan yang benar meliputi pengaturan suhu
dan kelembaban ruang penyimpanan.
11
c. Garam
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia.
Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur
yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl).
Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara
berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah
tinggi (hipertensi). Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan
dan sebagai bumbu.
Bahaya yang kemungkinan terdapat pada garam adalah bahaya fisik,
kimia dan mikrobiologi. Bahaya fisik meliputi kotoran seperti debu, pasir, atau
kerikil kecil, dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara sortasi garam
berdasarkna spesifikasi yang telah ditentukan. Bahaya kimia yaitu adanya zat
pengawet pada garam dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara
mencantumkan tanggal kadaluarsa sehingga konsumen dapat mengetahui kapan
garam tersebut kadaluarsa. Sedangkan untuk bahaya mikrobiologi adalah adanya
bakteri halofilik yang tahan pada suasana garam tinggi, bahaya ini dapat dicegah
dengan cara disimpan pada tempat kering dan tertutup.
3. Higiene dan Sanitasi Makanan
Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi
mempunyai arti yang berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu upaya untuk
dapat hidup sehat dan terhindar dari gangguan kesehatan ataupun penyakit. Dalam
penerapannya, usaha sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan
hidup manusia, sedangkan higiene menitikberatkan usahanya kepada kebersihan
individu (Azwar, 1989).
a. Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan
Higiene dan sanitasi makanan adalah untuk mencegah
kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Higiene
dan sanitasi makanan merupakan usaha untuk mengamankan dan
12
menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia,
2005).
Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting
dan sangat esensial dalam kehidupan manusia karena merupakan
sumber energi satu-satunya, sehingga makanan maupun minuman
harus memenuhi syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan
keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau
mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan tubuh (Moehyi,
1992).
b. Usaha Higiene dan Sanitasi Makanan
Usaha higiene dan sanitasi makanan mencakup tindakan
menjaga kebersihan pada beberapa tingkatan, mulai dari pemilihan
bahan mentah sampai penyajian. Usaha higiene dan sanitasi makanan
antara lain :
1. Penanganan makanan dan minuman yang disediakan
2. Higiene perorangan dan praktik penanganan makanan
3. Keamanan terhadap penyediaan air
4. Pengolahan air limbah dan kotoran
5. Pencucian, kebersihan, dan penyimpanan alat
6. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi
c. Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan
Menurut Purnawijayanti (2001) mengutip dari Labensky, dkk
(1994), tujuan higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan
2. Mencegah konsumen dari penyakit
13
3. Mencegah penjualan makanan yang merugikan pembeli
4. Mengurangi kerusakan maupun pemborosan makanan
d. Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan Rumah Sakit
Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah
pengendalian terhadap tempat atau bangunan, peralatan, orang, dan bahan
makanan. Prinsip ini penting untuk diketahui karena berperan sebagai faktor
kunci keberhasilan usaha penyelenggaraan makanan. Menurut Depkes RI,
2004, enam prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu :
1. Pemilihan bahan makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik
dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya.
Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran
termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi,
2008).
2. Penyimpanan bahan makanan
Proses penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak
mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan
dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan
dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan
pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu
rendah (Kusmayadi, 2008).
Menyimpan makanan dalam freezer sama sekali tidak membunuh
bakteri melainkan menghambat pertumbuhan (berkembangbiak bakteri).
Apabila makanan dikeluarkan dari dalam freezer dan temperatur menjadi
tinggi, maka bakteri akan mulai memperbanyak diri kembali. Bakteri baru
14
berhenti tumbuh apabila makanan disimpan pada temperatur di bawah 30C
(Moehyi, 1992).
Dalam penyimpanan bahan makanan hal – hal yang harus diperhatikan
adalah:
1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang
bersih dan memenuhi syarat.
2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :
a. Mudah untuk mengambilnya.
b. Tidak menjadi tempat bersarang/ bersembunyi serangga dan
tikus.
c. Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang
mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.
d. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat
digunakan untuk riwayat kelur masuk barang dengan system FIFO
(First In Firs Out).
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan
mentah manjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang
baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan
sanitasi. Dalam istilah asing dikenal dengan sebutan Good Manufacturing
Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) (Depkes
RI, 2001).
Menurut Anwar, dkk (1997), pengolahan makanan menyangkut empat
aspek, yaitu : penjamah makanan, cara pengolahan makanan, tempat
pengolahan makanan, dan perlengkapan dalam pengolahan makanan.
15
a. Penjamah makanan
Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah
makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan,
mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan,
sikap, dan perilaku seorang penjamah makanan mempengaruhi
kualitas makanan yang dihasilkan. Penjamah juga dapat berperan
sebagai penyebar penyakit, hal ini bisa terjadi melalui kontak
antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular
dengan konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap makanan oleh
penjamah makanan yang sakit, serta pengolahan makanan oleh
penjamah yang membawa kuman.
Kriteria penjamah makanan yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan adalah (Depkes RI, 2003) :
1. Seorang penjamah makanan harus mempunyai temperamen
yang baik
2. Seorang penjamah makanan harus mengetahui hygiene
perorangan (Personal Hygiene) yang terdiri dari kebersihan
panca indera, kebersihan kulit, kebersihan tangan,
kebersihan rambut dan kebersihan pakaian pekerja.
3. Harus berbadan sehat dengan mempunyai surat keterangan
kesehatan.
4. Memiliki pengetahuan tentang hygiene perorangan dan
sanitasi makanan.
b. Cara pengolahan makanan
16
Dari segi kesehatan atau sanitasi makanan, maka cara
pengolahan makanan yang baik menitikberatkan kepada hal-hal
sebagai berikut (Moehyi, 1992) :
1. Cara menjamah makanan yang baik
2. Nilai nutrisi atau gizi yang memenuhi syarat
3. Teknik memasak yang menarik dan sehat
4. Cara pengolahan makanan serba bersih dan sehat
5. Menerapkan dasar-dasar hygiene dan sanitasi makanan
6. Menerapkan dasar-dasar hygiene perorangan bagi para
pengolahnya
7. Melarang petugas yang berpenyakit kulit atau yang
mempunyai luka pada tangan atau jari-jari untuk bekerja
sebagai penjamah makanan.
Persyaratan pengolahan makanan menurut Kepmenkes RI
Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :
1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan
dengan cara terlindung dari kontak langsung antara
penjamah dengan makanan.
2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi
dilakukan dengan :
a. Sarung tangan plastik
b. Penjepit makanan
c. Sendok, garpu dan sejenisnya
3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus :
17
a. Menggunakan celemek, penutup rambut, dan sepatu
dapur
b. Tidak merokok
c. Tidak makan/mengunyah
d. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang
tidak berhias/polos
e. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan sesudah
keluar dari kamar kecil
f. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih
4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat
kesehatan.
c. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah
sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut dapur.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003
Persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari :
1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air,
mudah dibersihkan dan tahan korosi atau rapuh.
b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus
melengkung bulat dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62
cm dari lantai.
c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.
18
2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan :
a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap
dan mudah dibersihkan.
b. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau
percikan air harus rapat air dan atau dilapisi dengan
perselen setinggi 2 m dari lantai.
3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan
kesehatan adalah :
a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor
b. Mudah dibersihkan, tidak menyerap air
4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan
persyaratan kesehatan adalah :
a. Semua penerangan harus bebas dari silau, tidak
menimbulkan bayangan.
b. Intensitas minimum penerangan 20 foot candles (Fe).
5. Ventilasi yang dianjurkan adalah harus cukup mencegah
udara yang melampui batas, mencegah pengembunan dan
pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak
sedap.
6. Ada persediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-
syarat kesehatan
7. Ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan
8. Ada pembuangan air bekas yang memenuhi persyaratan
9. Tersedia tempat pencuci tangan dan alat-alat dapur
10. Ada perlindungan dari serangga dan tikus
19
11. Barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya
tidak diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama,
peledak, dan lain-lain
12. Tersedia alat pemadam kebakaran
d. Perlengkapan pengolahan makanan
Menurut Anwar dkk (1997) prinsip dasar persyaratan
perlengkapan/peralatan dalam pengolahan makanan adalah aman
sebagai alat/perlengkapan pemroses makanan. Aman ditinjau dari
bahan yang digunakan dan juga dari desain perlengkapan tersebut.
Syarat bahan perlengkapan mencakup persyaratan umum, terdiri
dari bahan yang digunakan untuk membuatnya atau bahan yang
digunakan untuk perbaikan harus anti karat, kedap air, halus,
mudah dibersihkan, tidak berbau, berasa, serta terhindar dari bahan-
bahan yang terbuat dari logam berat, seperti : Antimon (An),
Cadmium (Cd), dan Timah Hitam (Pb).
4. Penyimpanan makanan masak
Penyimpanan makanan dimaksudkan untuk mengusahakan makanan
agar dapat awet lebih lama. Kualitas makanan yang telah diolah sangat
dipengaruhi oleh suhu, dimana terdapat titik-titik rawan untuk
perkembangbiakan bakteri patogen dan pembusuk pada suhu yang sesuai
dengan kondisinya.
Tujuan dari penyimpanan makanan adalah :
1. Mencegah pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri patogen
2. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan adalah :
20
1. Makanan yang disimpan diberi tutup
2. Lantai atau meja yang digunakan untuk menyimpan makanan harus
dibersihkan terlebih dahulu
3. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air limbah
(selokan)
4. Makanan yang disajikan sebelum diolah (timun, tomat, dan
sebagainya) harus dicuci dengan air hangat
5. Makanan yang dipak dengan karton jangan disimpan dekat air atau
tempat yang basah.
Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan
makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan
hewan lainnya
2. Disimpan dalam ruangan bertutup dan bersuhu dingin (10º-18ºC)
3. Makan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 ºC atau lebih,
atau disimpan dalam suhu dingin 4 ºC atau kurang
4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih
dari 6 jam) disimpan dalam suhu -5 ºC sampai dengan 1 ºC
5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan
bahan makanan mentah dan tidak disajikan ulang
5. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygienis akan
menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu
diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagi berikut :
21
a. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan
mentah
b. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri
c. Pengisian wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang
gerak
d. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidaak saling mencemari
atau menumpahi
e. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya
mudah dibersihkan (Depkes RI, 2000)
6. Penyajian makanan
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan
makanan. Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap.
Makanan yang siap santap harus laik santap (Depkes RI, 2001).
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah
dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen
memiliki berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan wadah
boks plastik yang digunakan hanya sekali pakai, serta dilengkapi dengan
sendok, garpu dan tissue yang dibungkus plastik bersih dan tertutup rapat.
Dalam penyajian makan haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Dalam keadaan tertutup sewaktu diangkut
2. Tidak dicicipi secara langsung dari wadah aslinya, karena akan
memudahkan terjadinya pencemaran melalui percikan ludah dan
debu
22
3. Waktu penyajian yang lebih dari 6 jam sejak makanan selesai
dimasak, memungkinan terjadinya perkembangan kuman yang
dapat memungkinkan kerusakan makanan dan menimbulkan
mikroba patogen.
Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan
penyajian makanan adalah sebagai berikut :
1. Harus terhindar dari pencemaran
2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya
3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih
4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang
bersih
5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Di tempat yang bersih
b. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik
c. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan
d. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5
menit sudah dicuci.
Dalam penyajian makanan kepada konsumen, tenaga penyaji haruslah
memperhatikan persyaratan umum penjamah makanan, sebagai berikut :
1. Menjaga kesopanan
2. Tidak membawa makanan
3. Penampilan dan temperamen yang baik
4. Cara menghidangkan, teknis dan pengaturan diatas meja harus ditata
dengan sebaik-baiknya.
23
BAB III
METODE PENGAMATAN
A. Ruang Lingkup Pengamatan
1. Jenis Pengamatan
Pengamatan ini merupakan pengamatan deskriptif, yaitu untuk mengetahui
gambaran penerapan HACCP pada hidangan bakwan jagung.
2. Lokasi Pengamatan
Pengamatan HACCP dilakukan di ruang persiapan, pengolahan, dan distribusi
makanan biasa di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
3. Waktu Pengamatan
Pengamatan HACCP dilakukan pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2012.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut :
a. Formulir HACCP
b. Perangkat keras dan lunak komputer
c. Alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian.
B. Jenis Data yang Dikumpulkan
1. Data Primer
Data tentang bahan makanan yang digunakan dalam pembuatan bakwan jagung,
proses atau cara pembuatan dan hasil dari pengolahan bakwan jagung di ruang
pengolahan makanan VIP Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
2. Data Sekunder
Data standar bumbu, standar resep atau prosedur pengolahan bakwan jagung.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi langsung mulai dari
proses penerimaan bahan hingga distribusi makanan VIP di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.