62193802 lapsus gangguan bipolar
DESCRIPTION
gfdyfdTRANSCRIPT
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny M
Usia : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Debar loa 03/04 , desa mekar wangi garut
Pendidikan : SMA Tamat
Agama : Islam
Suku : Sunda/Indonesia
Status : Janda
Kamar :
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
Autoanamnesa tanggal 28 mei 2015
A. KELUHAN UTAMA
Mengamuk dan melempar barang-barang
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pertengahan bulan mei 2015 pasien mengalami perseteruan dengan kaka
ipar karena kaka ipar sudah menghina ibu kandung pasien. Pada saat
perseteruan emosi pasien makin meningkat dan tidak terkendali
sehingga pasien memukul kaka ipar, dan membanting-banting barang di
rumah. Kejadian tersebut membuat pasien sangat membenci dan dendam
1
terhadap kaka ipar. Kemudian pasien dengan kakak ipar saling
memaafkan. Pasien sudah bisa memaafkan tetapi masih merasa dendam
dengan kaka ipar. Pada saat bertemu dengan kaka ipar, pasien cuma
bertegur sapa seperti biasa dan berusaha untuk menjauh, karena pasien
sangat membenci dan kecewa karena sudah menghina ibu pasien. Pada
awal mei yang lalu pasien mengaku sering merasa lebih bersemangat
dan senang sehingga sukar untuk tidur pada malam hari, psien merasa
lebih banyak berbicara dan suka jalan-jalan keluar untuk berbelanja
baju-baju yang menurut pasien bagus, sehingga mengaku sampai
menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan pribadi. Keluhan ini
dirasakan kurang lebih 1 minggu. Pasien mengaku pada akhir tahun
2014 merasa sangat sedih, hingga sempat menangis seorang diri dikamar
dan tidak mau makan, dan tidak mau melakukan aktivitas apapun, dan
tidak mau berbicara pada siapapun, karena merasa sedih melewati tahun
baru tanpa suaminya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pada awal februari tahun 2014 sewaktu pasien mengurus sidang
perceraiannya dengan suaminya, pasien sempat pingsan di pengadilan
tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD setempat. Menurut
pasien dirinya pingsan karena sangat sedih terhadap perkawinannya
yang gagal. Setelah bercerai tahun 2014 pasien menjadi sering diam,
murung dan sering mengeluh sakit kepala tiap bulan. Pada pertengahan
2014 pasien mulai bekerja mengajar di bagian laboratorium SMP 2
2
Garut sebagai pegawai honor. Pekerjaan pasien selain honor disekolah,
pasien juga mengajar mengaji disore hari. Pasien sering kecewa, cemas,
dan marah dengan anak muridnya karena anak didiknya tidak bisa terus
dengan apa yang pasien ajarkan. Pasien juga sering kesal kepada anak
muridnya kalau anak muridnya menanyakan kenapa pasien tidak kawin
lagi. Pasien tidak bisa mengungkapkan kemarahannya, pasien hanya
mendiamkan diri. Pasien mengatasi masalah ditempat yang sunyi dengan
cara sholat dan menangis seorang diri, setelah pasien menangis pasien
merasa nyaman sebab beban yang diterimanya sudah mulai berkurang.
Awal desember 2015 pasien mengaku kalau perasaannya senang dan
pasien sering dimintai air yang berisi doa oleh para muridnya dan pasien
mengaku kalau dirinya bisa meramalkan nasib seseorang dan ramlannya
tersebut selalu terbukti.
Pasien Tidak ada riwayat adanya gangguan jiwa sebelumnya, tidak ada
riwayat kejang,tidak ada riwayat mengalami penurunan kesadaran dan
tidak ada riwayat kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala.
C. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Perinatal
Tidak didapatkan data yang cukup mendukung
2. Riwayat Masa Bayi ( 0 – 1,5 tahun ) = Trus vs Mistrust
Tidak didapatkan data yang cukup mendukung
3. Riwayat Masa Kanak-Kanak (1,5-3 tahun ) = Autonomy vs Shame,
Doubt
3
Tidak didapatkan data yang cukup mendukung
4. Riwayat Masa Prasekolah ( 3 – 6 tahun ) = Initiative Vs Guilt
Tidak didapatkan data yang cukup mendukung
5. Riwayat Masa Sekolah (6 – 12 tahun) = Industry vs Inferiority
Tidak didapatkan data yang cukup mendukung
6. Riwayat Masa Remaja (12-20 tahun) = Identity vs Identity Confusion
Pasien mengaku memiliki cukup teman dan cukup mudah bergaul.
Pasien memiliki beberapa teman akrab dan tidak ada musuh. Pasien
mengaku cukup tertutup pada orang lain dan sukar untuk mempercayai
orang lain, pasien lebih suka menyendiri dan tidak suka berisik, namun
tidak pendendam, tidak mudah tersinggung, tidak suka melawan,
perasaanya tidak cepat berubah antara gembira dan sedih dan selera
humornya baik. Pasien mampu mengekspresikan kehangatan maupun
kelembutan. Pasien bukan orang yang suka mencari perhatian dan
mengutamakan penampilan fisik dan bukan oang yang ragu-ragu dan
kaku. Pasien orang yang mandiri tidak bergantung pada orang lain dan
tidak memiliki perhatian yang berlebihan terhadap dirinya. Pasien bukan
orang yang mudah tegang dan takut atau menghindari aktivitas sosial.
Pasien bisa bergaul dengan lingkungan social dan emosi cukup stabil
dan tidak mudah marah.
7. Riwayat Masa Dewasa (21-40 tahun) = intimacy vs isolation
4
Pasien mengaku memiliki banyak teman, nampaknya pasien telah cukup
baik mengalami fase intimacy karena cukup terjalin persahabatan yang
sehat dan memiliki relasi.
8. Riwayat pendidikan
Pasien lancar mengikuti pendidikan di sekolah dari SD hingga SMA
dan tidak pernah tinggal kelas. Setelah tamat SMA pasien bekerja di
bank, kemudian setelah bekerja 3 tahun di bank pasien menikah
sehingga pasien tidak melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
9. Riwayat pekerjaan
Setelah tamat SMA pasien bekerja di bank, kemudian setelah menikah
pasien berhenti bekerja. Pada pertengahan tahun 2007, pada usia 35
tahun pasien mulai bekerja lagi. Pasien bekerja di bagian laboratorium
SMP Negeri 2 Banjarmasin. Pasien nampak menikmati pekerjaannya
dan tidak ada masalah serta pasien mengajar mengaji di Tk Al-Quran
sejak pertengahan tahun 2007
10. Riwayat perkawinan
Pasien menikah pada umur 25 tahun, dengan sebelumnya didahului
dengan pacaran. Awal rumah tangga hubungan pasien dengan suami
harmonis kemudian setelah lahir anak pertama pasien sering bertengkar
kecil dengan suaminya. Tahun 2007 pasien mengalami masalah dengan
5
suami karena suami mempunyai istri muda. Pasien merasa marah karena
sudah dikhianati oleh suami. Pasien tidak bisa mengeluarkan
kemarahannya dan hanya berdiam dengan menangis sendiri. Pasien
memikirkan kalau keadaan ini semakin bertambah rumit, pasien
membicarakan dengan suami kalau pasien tidak ingin diduakan dan
suami harus memilih salah satu dari mereka, apapun keputusan dari
suami pasien akan menerima. Suami memutuskan kalau dia memilih
istri mudanya, akhirnya mereka bercerai dengan cara baik-baik. Pasien
berusaha dengan ikhlas atas cobaan yang diberikan, rasa dendam dan
benci baik pada suami maupun istri muda tidak ada. Suami bertanggung
jawab dan masih membiayai anak-anak mereka. Hubungan sosial antara
suami dan istri muda baik.
6
D. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :
Keterangan :
: Penderita
: Laki-laki
: Perempuan
Pasien adalah anak ke-5 dari 5 orang bersaudara. Tidak terdapat riwayat
gangguan jiwa dalam keluarga pasien.
E. RIWAYAT SITUASI SEKARANG
Saat ini pasien tinggal dengan kedua anaknya. Dan ibu kandung pasien.
Keluarga pasien memahami keadaan pasien dan selalu berusaha
menolong pasien.
F. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA
Pasien tidak merasa dirinya mengalami kelainan jiwa
7
+ + +
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Seorang perempuan berperawakan sedang, kurus, kulit cokelat dan
roman muka sesuai dengan umur. Pasien mengenakan pakaian terusan
warna hijau motif bunga, kerudung warna biru serta pasien tampak
berdandan dengan memakai lipstik merah. Pasien tampak rapi dan
terawat. Saat ditanya oleh pemeriksa maka pasien segera menjawab
dengan spontan, bersikap kooperatif dan selalu tersenyum.
Petikan wawancara dengan pasien tanggal 27 Juni 2011 pukul 12.00
WITA :
Sepanjang autoanamnesis pasien tampak senang dan selalu tersenyum.
Pasien selalu menjawab pertanyaan pemeriksa dengan berbicara lancar
dan suara yang jelas dan tidak ragu-ragu. Sepanjang autoanamnesis
pasien memandang pemeriksa dan selalu tersenyum kepada pemeiksa,
Pasien mampu menjelaskan identitas diri dan mengenali orang lain yaitu
pasien lain yang sedang menunggu untuk pemeriksaan. Pasien mampu
mengenali tempat pasien berada yaitu di poliklinik jiwa di lantai dua dan
pasien mampu mengenali apakah sekarang siang atau malam. Pasien
mengetahui hari serta tanggal saat dilakukan wawancara serta pasien
mampu menjawab dengan benar ketika pemeriksa menanyakan hari
sebelum dan sesudah hari senin. Pasien mengetahui kenapa pasien
8
sekarang berada di poliklinik jiwa karena pasien sakit. Pasien mampu
mengenali pemeriksa sebagai dokter yang akan memeriksa pasien.
Pasien mampu menjawab pertanyaan dengan siapa dia diantar ke
poliklinik jiwa serta menggunakan apa ke poliklinik jiwa dan pasien
menjawab dengan temannya menggunakan sepeda motor. Pasien mampu
menjawab alamat pasien tinggal dan bersama siapa pasien tinggal.
Pasien juga mampu menjawab dengan benar nama SD, SMP serta SMA
tempat pasien dulu bersekolah dan mampu mengingat nama wali kelas
tiga sewaktu SMA. Pasien mampu mengingat nama saudara-saudara
pasien. Pasien mampu mengulang nama tiga benda yang disebutkan
pemeriksa. Pasien dapat berkosentrasi dengan baik ketika menghitung
100 – 7 sebanyak 5x kemudian disuruh menyebutkan nama bulan dari
januari sampai desember kemudian diurut secara terbalik tetapi agak
lambat. Pasien mampu menjawab nama presiden RI saat ini serta apa ibu
kota Belanda. Saat ditanya pemeriksa apakah pasien ada mendengar
bisikan atau melihat sesuatu pasien menjawab tidak ada. Saat pasien
ditanya apa yang ada dipikiran pasien, pasien menjawab sedang senang
dan pasien mengaku kalau merasa dirinya dapat memperkirakan nasib
seseorang. Pasien menjawab akan mengembalikan dompet yang berisi
alamat pemilik ketika pemeriksa menanyakan sikap pasien apabila
pasien menemukan dompet ditengah jalan.
9
2. Kesadaran
Komposmentis
3. Perilaku dan aktivitas motorik
Normoaktif
4. Pembicaraan
Pasien berbicara lancar dengan suara yang jelas dan tidak ragu-ragu.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
6. Kontak Psikis
Kontak (+) wajar (+) dapat dipertahankan.
B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF,
KESERASIAN DAN EMPATI
1. Afek(mood) : Hipertim
2. Ekspresi afektif : Senang, gembira, senyum
3. Keserasian : Appropriate
4. Empati : Dapat dirabarasakan
C. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran : komposmentis
2. Orientasi : Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
Situasi : Baik
3. Konsentrasi: Baik
10
4. Daya ingat : Jangka pendek : Baik
Jangka panjang : Baik
Segera : Baik
5. Intelegensia dan Pengetahuan Umum : Sesuai dengan tingkat
pendidikan formal pasien
D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : (-)
2. Depersonalisasi/ Derealisasi : (-)
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir : a. Produktivitas : Pasien menjawab bila ditanya
b. Kontinuitas : Koheren dan berkesinambungan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir : a. Preocupasi : ide-ide kebesaran
b. Waham : waham kebesaran (merasa dirinya
dapat memperkirakan nasib seseorang)
F. PENGENDALIAN IMPULS
Tidak terganggu
G. DAYA NILAI
a. Daya norma sosial : baik
b. Uji daya nilai : baik
c. Penilaian realita : terganggu
11
H. TILIKAN
T4 : Menyadari keadaan sakitnya disebabkan karena sesuatu yang
tidak diketahui dalam diri pasien.
I. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Tidak dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
1. STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : Baik
Tanda vital : TD : 120/90 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 C
Kepala Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret -/- epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir kering, pucat (-), lidah tidak tremor
Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thoraks I : bentuk simetris
P : fremitus raba simetris
P : Pulmo : sonor
Cor : batas jantung normal
A : Pulmo : vesikuler, Ronki/wheezing -/-
12
Cor : S1S2 tunggal
Abdomen I : simetris
P : hepar/lien/massa tidak teraba
P : timpani
A : BU (+) normal
Ekstremitas Superior : edema -/- parese -/- tremor -/-
Inferior : edema -/- parese -/- tremor -/-
2. STATUS NEUROLOGIS
N I-XII : normal
Gejala rangsang meningeal : tidak ada
Gejala TIK meningkat : tidak ada
Refleks patologis : tidak ada
Refleks fisiologis : normal
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Autoanamnesis
Pada awal Mei tahun 2006 sewaktu pasien mengurus sidang
perceraiannya, pasien sempat pingsan di pengadilan tidak sadarkan diri
dan langsung dibawa ke RSUD ulin.
Pada tahun 2007 setelah pasien bercerai (stressor), pasien menjadi
sering diam, murung dan sering mengeluh sakit kepala tiap bulan.
Awal bulan februari 2011 pasien mengalami perseteruan dengan kaka
ipar karena kaka ipar sudah menghina ibu kandung pasien (stressor).
13
Pada awal bulan april pasien sering mengalami cemas dan masih selalu
memikirkan masalah perseteruannya dengan kakak ipar
4 Mei 2011 pasien di rawat inap di RSUD ulin selama 11 hari. Selama
di rawat inap pasien mengeluh nyeri tengkuk, jantung berdebar,
anoreksia dan insomnia.
Pasien sering kecewa, cemas, dan marah dengan anak muridnya karena
anak didiknya tidak bisa terus dengan apa yang pasien ajarkan. Pasien
kesal kepada anak muridnya kalau anak muridnya menanyakan kenapa
pasien tidak kawin lagi.
Awal Juni 2011 pasien mengaku kalau dia sering dimintai air yang
diberi doa oleh para muridnya dan pasien mengaku kalau dirinya bisa
meramalkan nasib seseorang dan ramlannya tersebut selalu terbukti.
Autoanamnesis
Afek(mood) : Hipertim
Ekspresi afektif : Senang,gembira senyum
Preocupasi : ide-ide kebesaran
Waham :waham kebesaran (merasa dirinya dapat
memperkirakan nasib seseorang)
Penilaian realita : terganggu
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
1. Aksis I : Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
(F.31.0)
2. Aksis II : Kepribadian paranoid (F.60.0)
14
3. Aksis III : None
4. Aksis IV : Masalah keluarga dan pekerjaan
5. Aksis V : GAF scale 70-61
VII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Status internus dan kelainan neurologi tidak ada kelainan
2. Psikologik
Afek(mood) hipertim, ekspresi afektif senang,gembira senyum,
preocupasi adanya ide-ide kebesaran, terdapat waham kebesaran
(merasa dirinya dapat memperkirakan nasib seseorang) dan penilaian
realita terganggu
3. Sosial Keluarga
Adanya masalah perceraian dan masalah pekerjaan yang menjadi
stressor pada pasien.
VIII.PROGNOSIS
Diagnosis penyakit : dubia ad bonam (gangguan afektif bipolar
episode kini hipomanik)
Perjalanan penyakit : dubia ad malam (kronis)
Ciri kepribadian : dubia ad malam (kepribadian paranoid)
Stressor psikososial : dubia ad bonam (bercerai dengan suami)
Riwayat herediter : dubia ad bonam
Usia saat menderita : dubia ad bonam
Pendidikan : dubia ad bonam (SMA)
15
Perkawinan : dubia ad malam (cerai)
Ekonomi : dubia ad bonam
Lingkungan sosial : dubia ad bonam
Organobiologi : dubia ad bonam (tidak ada penyakit fisik)
Pengobatan psikiatrik : dubia ad bonam (rutin kontrol)
Ketaatan berobat : dubia ad bonam (rutin minum obat)
Kesimpulan : dubia ad bonam
IX. RENCANA TERAPI
Psikofarmaka : Kalxetin 2 x 10 mg
Clobazam 2 x 10 mg
Halopeidol 2 x 1,5 mg
Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga
Mencoba lebih percaya dan terbuka dengan keluarga
Religius : Bimbingan /ceramah agama, shalat berjamaah, pengajian
Rehabilitasi : sesuai bakat dan minat (tes psikotes)
Laboratorium : Darah rutin dan kimia darah
Terapi kejang listrik (ECT)
X. DISKUSI
Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan
diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai
penyebab ketidak mampuan atau disabilitas. Gangguan bipolar dikenal juga
dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang
menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses
16
berfikir. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya
fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang
tidak terkendali) dan depresi.
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-
psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh
masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi factor lainnya. Didapatkan fakta bahwa
gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan
depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan
gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi
saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27%
anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua
orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko
mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7
kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar
monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-
20%.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan
bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya
adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada
17
gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli
menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang
2 terakhir belum dijelaskan. Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi
beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal
yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun
hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap
dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat
berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode
tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik. Gangguan
bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II
dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh
episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi
tersebut didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan
suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan
serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada
waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi
dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi
cenderung berlangsung lebih lama. Episode pertama bisa timbul pada setiap
18
usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada
dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita
bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu
hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik.
Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang
dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta.
Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan
seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat
hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala-gejala tersebut tidak
mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup
berat hingga mengacaukan hamper seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial.
Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah
tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya
dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga
logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau),
dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa
sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik,
berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah
berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik
perlu ditegakkan.
19
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-
kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu
terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan energi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas
depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama
disbanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya.
Pada pasien ini didiagnosis gangguan afektif bipolar, episode kini
hipomanik (F.31.0) karena dari anamnesis didapatkan tanda-tanda yaitu
terdapat gangguan alam perasaan dan proses pikir. Pada pasien didapatkan
tingkat peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas
(atau hipomania), dimana pada pasien mengaku kalau 2 minggu terakhir
perasaannya senang dan pasien sering dimintai air yang didoakan oleh para
muridnya dan pasien mengaku kalau dirinya bisa meramalkan nasib
seseorang dan ramlannya tersebut selalu terbukti dimana hal ini menjurus
pada waham kebesaran. Di lain waktu pada pasien juga terjadi penurunan
suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi) seperti
yang dialami pasien pada tahun 2007 sewaktu pasien mengurus sidang
perceraiannya dengan suaminya, pasien sempat pingsan di pengadilan tidak
sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD ulin. Pada saat itu pasien
pingsan karena sangat sedih dan kecewa terhadap perkawinannya yang
20
gagal hingga akhirnya pasien mengalami stroke serta awal bulan februari
2011 pasien mengalami perseteruan dengan kaka ipar karena kaka ipar
sudah menghina ibu kandung pasien. Kejadian tersebut membuat pasien
sangat membenci dan dendam terhadap kaka ipar. Akibat perseteruan pasien
dirawat di di RSUD ulin dengan keluhan nyeri dilehernya. Pasien sering
kecewa, cemas, dan marah dengan anak muridnya karena anak didiknya
tidak bisa terus dengan apa yang pasien ajarkan. Pasien juga sering kesal
kepada anak muridnya kalau anak muridnya menanyakan kenapa pasien
tidak kawin lagi hal ini membuat keluhan nyeri dilehernya semakin
bertambah, pasien menjadi susah tidur, pasien sering terbangun tengah
malam sehingga dipagi hari membuat badan pasien menjadi lemas, lesu dan
tidak ada gairah untuk bekerja. Tingkah laku masih dalam batas normal,
sekarang ini pasien menunjukkan perilaku normal dan afek hipertim, dan
tidak ada riwayat perubahan perilaku.
Berdasarkan pemeriksaan psikiatrik didapatkan penampilan pasien
rapi.dan terawatt Perilaku dan aktifitas psikomotor normal dengan ekspresi
senang dan gembira, pembicaraan koheren, empati dapat dirabarasakan.
Dari fungsi kognitif didapatkan daya konsentrasi dan daya ingat baik. Pasien
menjawab sesuai dengan pertanyaan pemeriksa dan relevan terhadap
pertanyaan pemeriksa.
Pada pasien ini memiliki kepribadian paranoid ditandai sifat
pencuriga, dan tidak terbuka pada orang lain. Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat herediter.
21
Terdapat beberapa stressor psikososial yaitu setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang,
sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk
menanggulangi stressor (tekanan mental) yang timbul. Namun, tidak semua
orang mampu melakukan adaptasi dan mampu menanggulanginya sehingga
memunculkan keluhan-keluhan kejiwaan. Pada umumnya jenis stressor
psikososial dapat digolongkan menjadi masalah perkawinan, problem orang
tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan,
hukum, perkembangan, penyakit fisik atau cidera, faktor keluarga dan lain-
lain.
Stressor psikososial pada pasien ini adalah faktor keluarga dimana
pasien bercerai dengan suami pasien tahun 2008. Namun pasien mengaku
hal ini tidak terlalu mempengaruhi keluhannya.selain itu ada adanya
perseteruan pasien dengan kaka ipar serta stresor pekerjaan dimana pasien
kesal dengan anak muridnya.
Prognosis untuk penderita ini adalah dubia ad bonam, karena dilihat
dari perjalanan penyakit, stressor psikososial, usia saat menderita,
pendidikan, ekonomi, lingkungan sosial, organobiologi, pengobatan
psikiatrik, ketaatan berobat.
Psikofarmaka yang diberikan Kalxetin 2 x 10 mg, Clobazam 2 x 10
mg, Halopeidol 2 x 1,5 mg. Kalxetin merupakan antidepresan golongan baru
yang secara kimiawi tidak berhubungan dengan golongan trisiklik,
tetrasiklik, atau antidepresan lainnya. Mekanisme kerja antidepresi ini
22
diduga berhubungan dengan efek inhibisinya terhadap reuptake serotonin
oleh sel neuron. Penelitian pada dosis klinis menunjukkan bahwa obat ini
menghambat reuptake serotonin, tetapi tidak untuk norepinefrin, ke dalam
platelet. Sehingga efek samping antikolinergik yang biasanya muncul pada
penggunaan antidepresan golongan siklik tidak terjadi pada golongan ini.
Sebagai golongan obat antidepresan serotoninergik, juga efektif untuk
pengobatan gangguan obsessive-compulsive dan bulimia nervosa. Indication
Depresi, gangguan obsessive-compulsive, bulimia nervosa.
Clobazam merupakan anti anxietas golongan benzodiazepine,obat ini
digunakan untuk mengurangi sindrom anxietas. Pemakaian preparat
benzodiazepine dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama dapat
menimbulkan toleransi, ketergantungan dan efek sindroma putus zat.
Terutama bila mempergunakan benzodiazepine dengan waktu paruh yang
singkat.
Haloperidol diberikan untuk mengatasi gejala mania pada pasien ini.
Adapun efek samping dari pemberian obat anti psikotik yaitu:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolenergik berupa mulut
kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, dan mata
kabur).
3. Gangguan endokrin
4. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia dan sindrom
Parkinson berupa : tremor, bradikinesia, rigiditas)
23
5. Hepatotoksik
Efek samping gangguan ekstrapiramidal haloperidol lebih besar
dibandingkan chlorpromazine karena haloperidol lebih cenderung ke
blokade reseptor dopamine di sistem ekstrapiramidal daripada di sistem
limbik (sebaliknya untuk chlorpromazine).
Apabila terjadi sindrom Parkinson maka penatalaksanaannya adalah
menghentikan obat anti psikosis atau bila obat anti psikosis masih
diperlukan diberikan trihexilphenidyl atau sulfas atrofin. Jika sindrom
Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap
untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti
Parkinson.
Psikoterapi, rehabilitasi, terapi religius dan perilaku juga perlu
diberikan pada pasien ini. Perlu pemeriksaan psikologi terlebih dahulu
untuk memilih metode yang cocok dengan minat dan bakat pasien. Semua
terapi diatas sangat menunjang kesembuhan pasien. Sedangkan pemeriksaan
laboratorium darah dimaksudkan untuk mengetahui fungsi hepar dan ginjal
karena efek samping dari terapi psikofarmaka adalah hepatotoksik dan
nefrotoksik.
Pada pasien dengan gangguan bipolar dapat dilakukan terapi dengan
terapi kejang listrik (ECT). Terapi kejang listrik (ECT) merupakan
perawatan untuk psikiatri dengan menggunakan arus listrik singkat
melewati otak pasien yang berada dalam pengaruh anestesi dengan
24
menggunakan alat khusus. Frekuensi penggunaan biasanya 2 sampai 5 kali
per minggu dan terapi segera dihentikan sesudah tampak kemajuan klinis
Adapun indikasi penggunaan ECT antara lain : depresi berat,
gangguan bipolar, schizophrenia terutama pada tipe katatonik, tipe
schizoafektif dan akut. SEdangkan kontra indikasi penggunaan ECT :
1. Mutlak : SOL (Space Occupying Lesion), infark myocard
2. Relatif
a. Penyakit jantung: dekompensasio kordis, angina pektoris, A-V
Block, aneurisma aorta, dll
b. Kelainan tulang à skoliosis, kiphosis, dll
c. Kehamilan
d. Hipertensi berat
e. Hiperpireksia
f. Diatesa Haemoragic
g. Epilepsi
h. Ansietas berat
Pada penggunaan ECT juga terdapat komplikasi antara lain :
1. Kematian sangat jarang
2. Dislokasi atau fraktur
3. Apneu (berhenti bernafas)
4. Cardiac arrest
5. Reaktivasi proses tambah lama
6. Pneumonia
25
DAFTAR PUSTAKA
1 Yayan AS.Ganggan afektif bipolar. ; (online), (http://www.google.com) diakses 30 juni 2011.
2 Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan Ringkasan dari PPDGJ – III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2002.
3 Sungkar AS. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf ilmu kedokteran jiwa.Surabaya: RSUD Dr. Soetomo, 1994.
4 Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik edisi ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2007.
5 Safyuni Naswati, dr,Sp.KJ.Psikoterapi dan rehabilitasi psikiatrik.; (online), (http://www.google.com) diakses 7 juli 2011.
27