61435857-amen-ore
DESCRIPTION
amenoreTRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Amenore adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut. Berdasarkan mekanisme terjadinya amenore dapat dibagi menjadi 2,
yaitu amenore fisiologis yang mencakup amenore pada pra puberitas, kehamilan dan
post menopause, dan amenore patologis yang terdiri atas amenore primer dan
amenore sekunder.1
Jika menstruasi tidak pernah terjadi pada wanita berusia 18 tahun ke atas
maka disebut sebagai amenore primer.1,2 Pada beberapa literature mengambil batasan
usia pada amenore primer adalah 16 tahun. Dimana diperlukan pemeriksaan ada
tidaknya tanda-tanda seksual sekunder. Jika hingga umur 16 tahun terjadi amenore
namun didapatkan tanda seksual sekunder maka batasan ini dapat ditunggu hingga
berumur 18 tahun.3 Jika menstruasi pernah terjadi tetapi kemudian berhenti selama 6
bulan atau lebih maka disebut amenore sekunder. 2
Amenore bisa terjadi akibat kelainan di hipothalamus, kelenjar hipofisis,
kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari sistem
reproduksi lainnya. Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang
terletak diatas kelenjar hipofisis) mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisis untuk
melepaskan hormon-hormon yang merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium.
Penyebab amenore primer ini dapat diklasifikasikan atas 3, yaitu (1) kelainan
pada hypothalamus dimana tidak terdapat gonadotrophic releasing hormone, GnRH,
atau kelainan pada hipofisis berupa hipogonadotropik dimana tidak terdapat LH atau
FSH, (2) kelainan kromosom, dan (3) kelainan congenital. 3
Penyebab amenore sekunder paling baik diklasifikasikan berdasarkan organ
dan dapat dibagi kedalam kelainan pada poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan
penyakit sistemik.4
2
Penyebab tersering terjadinya amenore sekunder adalah hiperprolaktinemia
yakni sekitar 18,8 %. Hiperprolaktinemia merupakan keadaan dimana prolaktin
meningkat secara abnormal (kadar normal prolaktin adalah 10-28 µg/L). Sekitar 0,4-
10 % hiperprolaktinemia terjadi pada orang normal, 9-15 % menyebabkan
oligominore dan amenore sekunder, galaktore 25%, dan sekitar 43-70% mengalami
amenore dan galaktore. Berbagai keadaan dapat menyebabkan peningkatan ringan
konsentrasi prolakatin serum, seperti stress, dan stimulasi payudara.4,5
Prolaktin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 199 asam amino
dengan berat molekul 23 kD.5 Rantai polipeptida prolaktin dihubungkan oleh dua
jembatan disulfida. Pembentukan prolaktin dikode oleh gen yang terletak pada
kromosom 6 p22.2, p21.3. Pit-1 merupakan faktor transkripsi yang berikatan dengan
gen prolaktin sehingga memicu produksi prolaktin di hipofisis anterior.6 Struktur
prolaktin menyerupai hormon pertumbuhan dan hormon plasenta laktogen.7
Table 1. Penyebab Amenore Sekunder
Kelainan pada uterus Kelainan pada ovarium Kelainan pada hipofisis (hipogonadism) Kelainan pada hipotalamus (hipogonadotropik hipogonadime) Penyakit sistemik
Asherman`s syndrome Stenosis serviks Syndrom polikistik ovarium Ovarium premature (genetic, autoimun, infeksi, radio/kemoterapi) Hiperprolaktinemia Sheehan syndrome Tumor (kraniopharingoma, glioma, germinoma, kista dermoid), Penurunan berat badan Latihan Penyakit kronik Idiopatik Penyakit endokrin seperti penyakit tiroid, cushing sindrom
3
Gambar 1. Struktur prolaktin
Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang disintesa
dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior.2-8 Prolaktin juga
dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae, plasenta, uterus dan limfosit
T.8 Pada kehamilan, prolaktin juga disekresi oleh sel stroma endometrium desidualis.7
Fungsi utama prolaktin adalah untuk memicu perkembangan payudara saat hamil
serta merangsang dan mempertahankan proses laktasi.5,9 Secara tidak langsung
prolaktin turut mengatur sekresi hormon hipofisis yang berperan pada fungsi gonad,
termasuk luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH).10 Hal ini
adalah karena prolaktin dapat berikatan dengan reseptor spesifik di gonad selain dari
sel limfoid, dan hepar. 5, 10-12
Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi 40 kali
pengeluaran.4,10 Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan saat
dilakukan stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal umumnya
adalah kurang dari 30 ng/mL.5 Hormon prolaktin dikatakan berhubungan dengan
hormon pertumbuhan karena susunan asam aminonya mirip dengan hormon
pertumbuhan dan laktogen plasenta. Hormon-hormon ini mempunyai persamaan
genom, struktur dan ciri biologi protein.7,8,12
4
Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi oleh
hipotalamus adalah melalui kontrol inhibitorik oleh dopamin hipotalamus. Tidak
seperti hormon hipofisis anterior lainnya, pengaruh hipotalamus dominan adalah
berupa inhibitori tonik. Hipotalamus mensekresi prolactin-release-inhibiting factor
(PIF) dan prolactin-releasing factor (PRF) yang mengatur keseimbangan prolaktin
dalam darah. Jika keseimbangan ini terganggu, maka terjadilah hiperprolaktinemia
yang seringkali ditemukan sebagai bagian dari permasalahan endokrinologi, obstetri
dan ginekologi.6-9
HIPERPROLAKTINEMIA
ETIOLOGI
Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan sebelum
mendiagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis. Penyebab
tersering hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme, pemakaian obat
antagonis dopamin (termasuk fenotiazin dan metoklopramid). Hiperprolaktinemia
juga merupakan manifestasi utama dari sindrom ovarium polikistik. Penyebab
tersering hiperprolaktinemia yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma dan
hiperprolaktinemia idiopatik.7
Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah :
1. Gangguan pada hypothalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi
adrenal. Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal ini adalah oleh
karena terjadinya peningkatan thyrotropin releasing hormone (TRH) di
hipotalamus dan penurunan metabolismenya.2,6
Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi prolaktin.
Kekurangan hormone tiroid (hipotiroid), khususnya hipotiroid primer
menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Hal ini disebabkan oleh
bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan hipotiroid. TRH merangsang
5
laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang berlebihan, sedangkan biosintesis
Prolaktin Inhibiting Factor (PIF) menurun, sehingga wanita dengan hipotiroid
akan mengalami hiperprolaktinemia.2
Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan
hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan
menyebabkan gangguan siklus haid, dari oligomenore sampai amenore dan
anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara akan menjadi lebih peka
terhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun. Sehingga
hiperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hampir selalu menampilkan
galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella tursika melebar. Selain
itu pada keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid, galaktore atau kadar PRL yang
tinggi harus dipikirkan adanya tiroid.2
Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat dijelaskan
sebagai berikut. Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative dari T3 dan T4
terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis tersebut akan melepaskan hormone
pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak, dan ini akan memicu T3 dan T4 dan
juga sekresi prolaktin. Dengan demikian hipotiroid hampir selalu menimbulkan
hiperprolaktinemia, yang akhirnya akan mengganggu fungsi ovarium. Kadar
prolaktin yang tinggi akan menekan FSH dan LH sehingga menyebabkan
gangguan pematangan folikel. Di samping itu prolaktin yang tinggi juga
menyebabkan peningkatan sekresi androgen dari kelenjar adrenal yaitu
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs). Kadar androgen yang tinggi ini
selanjutnya akan menghambat pematangan folikel.2
2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa mikro
ataupun makroprolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis seperti
tuberculosis, dan sarcoidosis, hypothalamic stalk Interruption6. Hal ini dapat
terjadi karena adanya gangguan atau hambatan dari transport dopamine di
hypothalamus dan atau terjadinya sekresi growth hormone dan prolaktin. Suplai
6
pendarahan abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya, dapat mengganggu
sirkulasi hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof.6
3. Obat-obatan. Misalnya Dopamine-receptor antagonists (phenothiazines,
butyrophenones, thioxanthenes, risperidone, metoclopramide, sulpiride,
pimozide), Dopamine-depleting agents (methyldopa, reserpine), Anti histamin2
(AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil), dan anti depresan golongan
trisiklik, estrogen dan opiate. Estrogen dapat menyebabkan hiperprolaktinemia
oleh karena estrogen memiliki sifat positif terhadap laktotrof. Dan obat-obat
opiate menyebabkan hiperprolaktinemia karena dapat menstimulasi reseptor
opiod pada hipotalamus.5
4. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi, luka
bakar, dan herpes zoster. hal ini adalah akibat refleks abnormal dari stimulasi
cedera tersebut sehingga terjadi peningkatan prolaktin. Refleks tersebut berawal
pada saraf intercostalis yang menjalar ke spinal cord lalu menuju mesensefalon
hingga sampai pada hipotalamus yang pada akhirnya mengurangi pelepaskan
dopamine.6
5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal, dan
insufisiensi hepar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan prolaktin dalam
sirkulasi sistemik tubuh dan stimulasi prolaktin langsung pada pusat. 6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal ini
merupakan bentuk polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG sehingga
prolaktin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan tidak dapat dieliminasi
7. Idiopatik
Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamin, dan semua proses
yang mengganggu sekresi dopamin atau mengganggu transpor dopamin ke pembuluh
darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Terdapat 10 kali lipat
peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah senam, makan, dan pada stimulasi
dinding dada.5,11 Stress fisik dan psikologik juga dapat meningkatkan kadar prolaktin.
7
Metoklopramid, fenotiazin, dan antagonis butirofenon dapat menyebabkan
peningkatan prolaktin sampai melebihi 100 µg/L.8,11 Begitu juga dengan risperidon,
inhibitor oksidase monoamine dan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan kadar
prolaktin melalui efeknya terhadap transpor dopamin ke pembuluh portal. Obat-
obatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin adalah verapamil, estrogen,
serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa, walaupun peningkatannya tidak
signifikan (antara 25-100 µg/L).11
Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormon prolaktin juga disekresi
bersama dengan hormon pertumbuhan. Tumor hipofisis non fungsional juga dapat
menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi peningkatan prolaktin dalam kadar antara
25-100 µg/L.10,11 Beberapa pasien hipotiroidisme primer dapat menderita
hiperprolaktinemia ringan akibat meningkatnya sintesa TRH (thyrotropin-releasing
hormone). Sedang pada penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena
terjadi penurunan klirens hormon tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang
spesifik, maka ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik.11
PATOFISIOLOGI
Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara untuk
berproliferasi dan merangsang produksi air susu.5,9 Estrogen menstimulasi proliferasi
sel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantititas sel ini pada wanita usia
premenopause, terutama saat kehamilan. Namun, laktasi dihambat oleh kadar
estrogen dan progesteron yang tinggi saat kehamilan. Penurunan kadar estrogen dan
progesteron yang cepat pada periode pasca persalinan akan menyebabkan terjadinya
laktasi. Saat laktasi dan menyusui, ovulasi dapat ditekan akibat supresi gonadotropin
oleh prolaktin.5
Seperti kebanyakan hormon hipofisis anterior lainnya, prolaktin diregulasi
oleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal hipotalamus-hipofisis. Pada
8
umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik tonik, yang menghalangi
pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neurotransmitter dopamin, yang bekerja
pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik
dimediasi oleh hormon hipotalamus, yaitu TRH (thyrotropin-releasing hormone) dan
VIP (vasoactive intestinal peptide).5,11 Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut
menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior. Jumlah
yang dikeluarkan melalui ginjal turut menentukan konsentrasi prolaktin di dalam
darah.10 Maka pada hipotiroidisme (keadaan di mana kadar TRHnya tinggi) dapat
terjadi hiperprolaktinemia. VIP meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari
menyusui dengan meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-cyclic phosphate (cAMP).5
Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang
berlebihan.5 Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor dopamin ke
kelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia.5,9
Secara praktis, dapat diingat 3P – Physiological, Pharmacological dan
Pathological. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan akibat dari
kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa blockers, antidepressan, dan
estrogen. Penyebab patologik antara lain adalah penyakit hipotalamo-hipofisis, cedera
tangkai hipofisis, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis dan sirosis hati. Manifestasi
klinis pada hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon terhadap jaringan
target prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara dari kedua jenis
kelamin.9
9
Gambar 2. Bagan penyebab hiperprolaktinemia.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti induksi galaktorea atau
10
hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti tumor hipofisis), yang menyebabkan
gejala nyeri kepala, gangguan lapang pandang, atau yang terkait disfungsi sekresi
hormon hipofisis anterior.6 Pasien biasanya datang dengan keluhan gangguan
menstruasi – amenorea atau oligomenorea – atau siklus regular tetapi dengan
infertilitas. Kadang, pasien dapat mengeluh menoragia atau galaktorea. Galaktorea
jarang terjadi pada wanita postmenopause akibat kurangnya estrogen.5,6 Pada fase
lanjut dapat timbul gejala akibat perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan visus,
dan oftalmoplegi eksterna) atau gejala-gejala akibat kegagalan kelenjar adrenal atau
gangguan tiroid sekunder.6
Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek prolaktin
pada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita wanita dengan
hiperprolaktinemia mengalami galaktorea7 Galaktorea dapat terjadi unilateral atau
bilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau dirangsang, dan dapat bersifat encer atau
kental. Namun galaktorea bukan ciri khas dari hiperprolaktinemia karena ia dapat
terjadi tanpa adanya hiperprolaktinemia.9
Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan
infertilitas.5,6,11 Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami atrofi
payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada pemeriksaan, didapatkan
payudara dan areola terbentuk sempurna dengan tuberkel Montgomery yang
hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah perifer menuju areola untuk
mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan penekanan areola untuk
mengosongkan sinus laktaris, dapat ditemukan galaktorea.6 Efek prolaktin terhadap
gonad kemungkinan disebabkan oleh gangguan pulsatilitas normal dari
gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) dan perubahan sekresi luteinizing
hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini akan berakibat pada
anovulasi, dengan gejala amenorea atau oligomenorea dan infertilitas.7 Biasanya
penderita mengalami oligomenorea, namun dapat juga mengalami menstruasi
teratur.7,9
11
Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder yaitu
penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai prolaktin
kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali tetapi tidak
mencapai nilai normal.5,7,11
Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam 2
kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin yang
berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme.10
DIAGNOSIS
Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien
pascamenopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.
Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampel sebaiknya
tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga yang berlebihan, pada
penderita sindroma ovarium polikistik, setelah riwayat operasi atau trauma pada
dinding dada, atau pada penderita dengan gagal ginjal atau sirosis hati. Namun,
kondisi-kondisi tersebut biasanya menunjukkan kadar prolaktin kurang dari 50
ng/mL.5,7 Hal serupa dapat ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan pemakai
obat yang menekan kadar dopamin atau memblokir reseptor dopamin sentral.
Pemeriksaan hormone prolaktin sebaiknya dilakukan pada saat puasa, istirahat, dan
pada jam 10 malam.
Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga sebaiknya
dilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia, dengan kadar
prolaktin kurang dari 100 ng/mL.5,6 Obat-obat tersebut antara lain adalah: 5
• Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon, risperidon,
metoklopramid, sulpiride)
• Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)
• Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)
12
Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan menyingkirkan suatu
lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus dipertimbangkan: mikro-
adenoma (lebih sering pada wanita premenopause), makro-adenoma (lebih sering
wanita postmenopause), atau tidak ada tumor sama sekali. Jika tidak dapat ditegakkan
adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.
Dikatakan suatu mikoradenoma adalah bila diameter terbesar tumor kurang dari 10
mm (diameter maksimal suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan
dikatakan makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm. Kadar
normal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L).5,6,8 Prolaktinoma
biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250 ng/mL, kecil kemungkinan
terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang dari 100 ng/mL.5 Nilai prolaktin
serum pada pasien mikroadenoma biasanya kurang dari 200 ng/mL dan pada pasien
makroadenoma biasanya nilainya lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah
lebih dari 100 ng/mL atau kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi, khususnya MRI. Jika dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat
ditegakkan, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.5,6
Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan
penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan stress,
hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000 mU/l) terkait
dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai hipofisis, peningkatan di
atas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu makroadenoma hipofisis.7
Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan keluhan
utama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang dibutuhkan pengukuran
kadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid, dilakukan pengukuran hormon
TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar ureum kreatinin untuk mendeteksi gagal
ginjal. Tes kehamilan perlu dilakukan, kecuali pada pasien yang telah menopause
atau pada pasien yang telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan makroadenoma
perlu dievaluasi untuk mencari suatu hipohipofisisme.6
13
MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita
hiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses fisiologis,
kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat mendeteksi adenoma sampai
ukuran sekecil 3-5 mm.5,9,10
Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan MRI.
Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan hipofisis itu sendiri
(baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya. Maka dapat diketahui
hubungan antara struktur-struktur tersebut.6 Jika tidak ada fasilitas MRI, dapat
dipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus dibanding MRI sendiri, CT scan
tidak dapat mendeteksi mikroadenoma.6,9,10
Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia
14
Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup untuk
menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami sekresi prolaktin
yang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress, maka hasil 25-40 µg/L
perlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia. Kebanyakan
penyebab hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, tes kehamilan, penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasus
prolaktinoma, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan sebagai
alternatif.11
Gambar 4. Gambaran pemeriksaan MRI yang menunjukkan mikroadenoma dan
makroadenoma. Mikroadenoma (anak panah, Gambar 3A) merupakan suatu massa
intrasellar hipodens, dengan diameter 4 mm. Makroadenoma (anak panah, Gambar
4B) merupakan massa, dengan diameter 1 cm, dengan perluasan ke kiasma optik.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau mengurangi
ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan penyebab terjadinya
hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat obatan yang mengakibatkan
15
hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan hipotiroidisme dengan memberikan
terapi hormone replacement.6
Medikamentosa
• Dopamine agonist, bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama
Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan
memulihkan proses ovulasi pada wanita usia premenopause. Pada pasien
dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut, dapat
diberikan cabergoline. Terapi diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan
jika kadar prolaktin telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine juga dapat
digunakan untuk mengecilkan ukuran makroadenoma. Jika pengobatan
medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan operasi.5,10
Operasi
• Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan
intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau
pada pasien dengan gangguan lapangan pandang yang persisten meskipun
telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat penekanan
tumor).6,10
• Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati
dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan transfenoidal.6
16
KOMPLIKASI
Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi tersebut;
komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan, pendarahan, osteoporosis,
dan infertilitas.5
PROGNOSIS
• Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami penurunan
sekresi prolaktin secara gradual, jika konsisten dengan pengobatan minimal
selama 7 tahun.5
Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia
17
• Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami resolusi tanpa
pengobatan.5,6
• Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi maka pasien
memerlukan terapi medis jangka panjang.6
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Pitkin J., Peattie A., Magowan B., 2003, Obstetrics and Ginaecology an
Illustrated Colour text, London, Churchill Livingstone.
2. Prawirohardjo, 1999, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
3. Hamilton-Fairley D., 2004., Lecture Notes Obstetrics and Ginaecology Second
Edition, Blackwell Publising.
4. Edmonds D.K., 2007, Dewhurst`s Textbook of Obstetrics and Ginaecology.
Blackwell Publising
5. Shenenberger D., Hyperprolactinemia, [August] 2001, [cited 2009 May],
Available from : http://www.emedicine.com
6. Thorner M.O., Hyperprolactinemia, [October] 2003, [cited 2009 May], Available
from : http://www.endotext.com
7. Davis J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In: Current Opinion in
Obstetrics and Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7.
8. Bachelot A., Binart N., Reproductive Role of Prolactin. In Reproduction Review,
[December] 2006, [cited 2009 May], Available from: http://www.reproduction-online.org
9. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In: Singapore
Medical Journal 2001, 61(9):398-401.
10. Serri O., Chik C.L., Ur E., Ezzat S., Diagnosis and management of
hyperprolactinemia. In: Canadian Medical Association Journal 2003, 169(6):575-
81.
11. Schlechte J.A., Prolactinoma. In: The New England of Journal of Medicine 2003,
349:2035-41.
12. Goffin V., Bernichtein S., Touraine P., Kelly P.A., Development and potential
clinical uses of human prolactin receptor antagonists, [September] 2005, [cited
2009 May], Available from: http://edrv.endojournals.org