6. bab ii tinjauan pustaka

21

Click here to load reader

Upload: yana-aurora-prathita

Post on 28-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi

2.1.1 Pengertian imunisasi

Imunisasi salah satu cara yang paling efektif untuk memberikan kekebalan khusus

terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka kematian dan

kesakitan karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi berasal

dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan

kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal

adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan

penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap

suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain.7

Menurut Musa dalam Mirzal (2008) Imunitas dalam ilmu kedokteran adalah suatu

peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi

antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim

imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari

serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang

dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit tertentu.Oleh karena itu imunisasi merupakan suatu upaya

pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit. Imunisasi adalah suatu

cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga

apabila seseorang terpapar antigen yang serupa maka tidak akan pernah terjadi penyakit.17

2.1.2 Program Imunisasi

Program imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi

penyakit cacar khususnya di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada

tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar.

Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT

secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak,

difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai

diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal

sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI).7

4

Page 2: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4% pada tahun

1984.Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada

akhir tahun 1989.Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan

kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO,

UNICEF, USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan

peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin .Pada

akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan

imunisasi dasar secara teratur.

Pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization (UCI) yaitu

komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990.Dengan

penerapan strategi mobilisasi sosial dan pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat

(PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990.Akhirnya lebih dari 80%

bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama.7

2.1.3 Tujuan Pelaksanaan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang

dapat menyerang anak-anak.Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sedini

mungkin kepada bayi dan anak-anak. Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi

adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh

wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program

imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita anak-

anak pra sekolah.

Pencapaian program PD3I perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua

petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi.Tujuan

pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan

kerja, mengetahui permasahan yang ada.Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki

program.1

Menurut Sarwono (1998), pemantauan yang dilakukan oleh petugas baik pimpinan

program, supervisor dan petugas imunisasi adalah sebagai berikut18 : Pemantauan ringan

adalah memantau apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan, apakah vaksin cukup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi

dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan

yang aman dan steril, apakah diantara 6 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

dijumpai dalam seminggu.

5

Page 3: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Cakupan imunisasi dapat dilakukan dengan cara memantau cakupan dari bulan ke

bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk

mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam

1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis

pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup berhasil

dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berarti program belum

berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti

program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian

diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten.Disamping itu, pada kedua tingkat

ini perlu mempertimbangkan pula memonitoring evaluasi pemakaian vaksin.14

2.1.4 Imunisasi Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi Hepatitis

B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui

transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.Ada dua tipe vaksin Hepatitis B yang

mengandung HbsAg, yaitu (1) vaksin yang berasal dari plasma, dan (2) vaksin

rekombinan.Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir

karena antibodi anti HBsAg ibu tidak mengganggu respons terhadap vaksin.22

Vaksin Hepatitis B sering disebut dengan unject. Unject ini sendiri adalah :Alat suntik

(spluit dan jarum) sekali dan tidak dipakai ulang dengan spesifikasi Uniject-HB sebagai

berikut:

a. Isi kemasan 0,5 cc

b. Ukuran jarum 25 G x 5/8”

c. Dimensi; panjang kemasan 2,3 x 3,5 cm

d. Satu box karton (3 liter) isi 100 uniject

e. Satu coldbox carton (isi 40 liter) berisi 800 uniject-Hb 12 water pack.

Kemudian uniject ini adalah alat suntik yang tidak perlu diisi vaksin oleh petugas

sebelum disuntikan, karena sudah terisi dari pabriknya, alat suntik yang tidak perlu

distrerilkan oleh petugas sebelum disuntikan karena sudah strelil dari pabriknya, alat suntik

yang dapat mencegah terjadinya penularan penyakit karena jarum suntik hanya dapat dipakai

satu kali saja.

Imunisasi Hepatitis B pasif dilakukan dengan memberikan Hepatitis B Imunoglobulin

(HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. HBIg tidak selalu tersedia di

kebanyakan negara berkembang, di samping itu harganya yang relatif mahal. Imunisasi aktif

6

Page 4: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

dilakukan dengan vaksinasi Hepatitis B. Dalam beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir

dari ibu penderita Hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan

vaksinasi Hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap VHB diberikan secara intra

muskular dengan dosis 0,5 ml, selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan. Vaksin

Hepatitis B (hepB) diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan.Untuk

mendapatkan efektivitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin Hepatitis B diberikan

segera setelah persalinan.4

2.1.5 Program Imunisasi Hepatitis B di Indonesia

Pedoman nasional di Indonesia merekomendasikan agar seluruh bayi diberikan

imunisasi Hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada bulan berikutnya.

Program Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari dimulai sejak tahun 2005 dengan memberikan vaksin

hepB-O monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, pada Tahun 2006 dilanjutkan dengan

vaksin kombinasi DTwP/hepB pada umur 2-3-4 bulan.10

Tujuan vaksin hepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP (Difteria, Tetanus,

Pertusis Whole cell) untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepB-3

yang masih rendah.10 Pada umumnya bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B melalui

puskesmas, rumah sakit, praktik dokter dan klinik.4

Pemberian imunisasi hepatitis B segera setelah lahir di Indonesia masih sulit.

Kesulitan itu antara lain karena masyarakat belum biasa menerima penyuntikan pada bayi

baru lahir dan kontak tenaga kesehatan dengan bayi baru lahir kurang karena sebagian

persalinan masih ditolong oleh dukun.7 Koordinasi pelaksanaan imunisasi hepatitis B

dilakukan oleh petugas KIA dan imunisasi.Pemberian HB 0-7 hari menjadi kewenangan

petugas imunisasi. Penjangkauan bayi baru lahir dengan memantau kohort ibu hamil yang

dimulai saat ANC. Persalinan yang ditolong oleh nakes, dosis pertama imunisasi hepatitis B

diberikan segera setelah lahir sedangkan persalina yang ditolong oleh dukun,

penjangkauannya berdasarkan laporan keluarga/kader/dukun kepada nakes/BDD.6

2.1.6 Tujuan Program Imunisasi Hepatitis B

Tujuan program imunisasi Hepatitis B di Indonesia dibagi menjadi tujuan umum dan

tujuan khusus.

1. Tujuan umum

7

Page 5: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh

infeksi virus Hepatitis B.

2. Tujuan khusus

a. Pemberian dosis pertama dari vaksin hepB kepada bayi sedini mungkin sebelum

berumur 7 hari.

b. Memberikan imunisasi Hepatitis B sampai 3 dosis pada bayi

2.1.7 Jadwal Imunisasi Hepatitis B

Pada dasarnya jadwal imunisasi Hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia

berbagai pilihan untuk menyatukannya ke dalam program imunisasi terpadu. Namun

demikian ada beberapa hal yang perlu diingat :

1. Minimal diberikan sebanyak 3 kali .

2. Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir.

3. Jadwal imunisasi dianjurkan adalah 0, 1, 6 bulan karena respons antibodi paling optimal.

Jadwal imunisasi Hepatitis B yaitu :

1. Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.

2. Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat

bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2

dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada

umur 3-6 bulan.10

Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Hepatitis B

Umur Bayi Imunisasi Kemasan

Saat lahir Hep B-0 Uniject (hepB-

monovalen)

2 bulan DTwP dan hepB-1 Kombinasi DTwP/hepB-1

3 bulan DTwP dan hepB-2 Kombinasi DTwP/hepB-2

4 bulan DTwP dan hepB-3 Kombinasi DTwP/hepB-3

2.2 Hepatitis B

2.2.1 Definisi

Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis

B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati

8

Page 6: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

(Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku,

mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit Hepatitis itu.13

2.2.2 Epidemiologi

Hepatitis virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati. Lima

kategori telah diketahui : virus Hepatitis (HAV), virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C

(HCB), agen delta yang yang berhubungan denagan HBV atau virus Hepatitis D (HDV) dan

virus Hepatitis E (HEV).11 Dari beberapa penyebab Hepatitis yang disebabkan oleh virus

Hepatitis B menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia karena

manifestasinya sebagai Hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi

kronik. Penyakit Hepatitis B sangat berbahaya karena penderita Hepatitis B dapat berbentuk

carrier chronic yang merupakan sumber penularan bagi lingkungan dan dapat berkembang

menjadi penyakit hati kronik seperti Chronic Active Hepatitis (CAH), sirosis dan

Hepatoselular Carsinoma.9

Pada tahun 1993 dilakukan penelitian pada pendonor darah dengan bantuan palang

merah Indonesia (PMI) dan dengan metode Elisa oleh NAMRU-2 (Naval American Research

Unit 2). Prevalensi HbsAg bervariasi 2,5% sampai dengan 36,17%, dengan prevalensi yang

sangat tinggi yaitu lebih dari 10% dilaporkan dibeberapa tempat di luar pulau jawa, yaitu

Ujung Pandang, Manado, Kupang dan Mataram .21 Penelitian pada pendonor darah PMI

cabang kota Yogyakarta Tahun 2005, diperoleh prevalensi HbsAg adalah 2,2%.15

2.2.3 Patofisiologi

Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat

kompleks.11 Virus Hepatitis B berupa virus DNA sirkoler berantai ganda, termasuk family

Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga jenis antigen tersebut yaitu

Antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang terdapat mantel (envelope virus), antigen ”cor’’

Hepatitis B (HbcAg) dan antigen ’’e’’ Hepatitis B (HbeAg) yang terdapat pada nucleocapsid

virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang timbulnya antibodi spesifik masing – masing

yang disebut anti HBs, anti HBc dan anti HBe.21

Bagian virus Hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya (HbcAg),

pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipat ganda DNA (DNA polimerase) dan serpihan virus

(HbeAg). HbsAg terdiri dari 4 sub tipe penting yang mempunyai subdeterminan yang sama

yaitu a dan 4 subdeterminan yang berlainan, yaitu d, y, w dan r.11

9

Page 7: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Semua partikel virus Hepatitis B bersifat imonogenik dan mampu merangsang

pembentukan antibodi. Bila seseorang terinfeksi virus Hepatitis B, maka tubuh penderita

terdapat antigen yang berasal dari partikel virus dan antibodi humoral yang dibentuk untuk

melawan antigen tersebut.

HbsAg telah diidentifikasi dalam darah dan produk darah, saliva, cairan serebrospinal,

peritoneal, pleural, cairan sinovial, cairan amnion, semen, sekresi vagina, dan cairan tubuh

lainnya. Penularan melalui perkutaneus meliputi intra vena, intra muscular, subcutan atau

intra dermal.2 Penularan non perkutaneus melalui ingesti oral telah dicatat sebagai jalur

pemajanan potensial tetapi efisiensinya cukup rendah. Di lain pihak dua jalur penularan non

perkutaneus yang dianggap memliki dampak terbesar adalah hubungan seksual dan perinatal.

Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan carrier HbsAg

atau ibu yang menderita Hepatitis B selama kehamilan trimester ketiga atau selama periode

awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10% dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti

epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi timbul kira-kira pada saat

persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus,

infeksi acut pada neonatus secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan menjadi

seorang carrier HbsAg.11

Penyebaran perinatal merupakan masalah yang besar di negara–negara di mana

terdapat prevalensi infeksi virus Hepatitis B yang tinggi dengan prevalensi HbsAg yang

tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu HbsAg positif akan terkena infeksi pada

bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan adanya HbsAg pada ibu sangat dominan

untuk penularan. Sebaiknya walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun bila HbsAg

dalam darah negatif maka daya tularnya menjadi rendah.21

Masa masuknya virus kedalam tubuh sampai timbulnya gejala (masa inkubasi) bervariasi

mulai dari 45-180 hari dan rata-rata 60-90 hari.2 Kemungkinan Hepatitis B menjadi kronik,

bervariasi tergantung usia terinfeksi virus Hepatitis B. Infeksi pada saat kelahiran umumnya

tanpa manifestasi klinik tapi 90% kemunkinan kasus menjadi kronik, di lain pihak apabila

infeksi Hepatitis B terjadi pada usia dewasa muda maka akan timbul manifestasi klinik risiko

berkembang menjadi kronik hanya 1%.11

Kurang dari 10% infeksi Hepatitis virus akut pada anak-anak dan 30% - 50% pada

orang dewasa terdeteksi secara klinis. Penderita umumnya mengalami gejala klinis nafsu

makan menurun, nyeri perut, mual, muntah dan kadang – kadang disertai nyeri sendi dan

rash dan sering berlanjut ke jaundice.2

10

Page 8: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

2.3 Peran Bidan

2.3.1 Pengertian Bidan

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan

sejumlah praktis diseluruh dunia. Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program

pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk

menjalankan praktek kebidanan. Bidan dikenal sebagai profesional yang bertanggung jawab

dan bekerja sebagai mitra perempuan.

Bidan memiliki tugas penting dalam memberikan konseling dan pendidikan

kesehatan, tidak hanya untuk wanita tetapi juga keluarga dan masyarakat. Tugas ini meliputi

pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua, serta dapat meluas hingga kesehatan

perempuan, kesehatan seksual atau reproduksi, dan perawatan anak.

2.3.2 Konsep Peran

Peran adalah suatu kumpulan norma untuk perilaku seorang dalam suatu posisi

khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, perawat, bidan dan sebagainya. Peran

merupakan suatu konsep struktural, dan masyarakat dapat dipandang sebagai suatu sistem

peran yang kompleks.12

Peran seperti halnya perilaku sosial lain, harus dipelajari. Banyaknya perilaku yang

harus dipelajari berbeda-beda satu sama lain untuk menjalankan suatu peran yang diterima.

Misalnya peran seseorang sebagai pelanggan toko adalah bentuk peran yang tidak

memerlukan banyak perilaku rumit sehingga mudah dikuasai. Selain itu ada juga peran

seorang dokter atau perawat, yang memerlukan banyak pola peran yang sangat rumit dan

memerlukan pendidikan formal khusus serta suatu penerimaan resmi dalam peran itu

(upacara sumpah jabatan).

Biasanya seorang individu mempunyai lebih dari satu peran. Orang yang sama secara

bersamaan juga dapat mempunyai berbagai peran misalnya sebagai suami, ayah, anak,

saudara, dosen, ketua sebuah panitia, maupun anggota rukun tetangga. Selain itu, setiap

individu mempunyai peran yang berbeda pada tahap-tahap kehidupan yang dilalui.

Peran merupakan suatu konsep struktural, dan masyarakat dapat dipandang sebagai

suatu sistem peran yang kompleks. Meskipun peran ditentukan oleh masyarakat, namun

diperankan oleh para individu dan setiap individu mempunyai konsepsinya sendiri tentang

apa yang termasuk dalam setiap peran tersebut.

Secara khas peran terdapat dalam pasangan-pasangan yang saling melengkapi, atau

timbal-balik, seperti ibu-anak, dosen-mahasiswa, dokter-pasien, majikan-karyawan, suami-

11

Page 9: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

istri. Dua peran dikatakan saling melengkapi dinamakan peran timbal balik jika sifat dasar

peran yang satu tidak dapat digambarkan sepenuhnya tanpa menunjuk kepada peran yang

lain. Sangat sukar menggambarkan peran ibu tanpa memperhatikan peran anak, atau peran

perawat tanpa mengingat peran pasien.

Perilaku peran pada umumnya melibatkan interaksi antara dua orang yang memainkan

peran resiprokal. Jalannya interaksi ini ditentukan oleh norma-norma yang berhubungan

dengan setiap peran itu. Setiap orang bukan saja tahu bagaimana berperilaku, tetapi juga tahu

perilaku yang diharapkan dari peran resiprokal. Dalam arti ini, peran dapat dipandang sebagai

peraturan-peraturan untuk interaksi antarposisi, diberi batas-batas pada peristiwa yang bisa

terjadi dalam rangkaian interaksi peran-peran itu. Karena itu, bila berinteraksi dengan orang-

orang yang memainkan peran tertentu, dapat meramalkan perilaku mereka atas dasar peran

mereka, atau paling sedikit menyingkirkan kemungkinan terjadinya beberapa jenis perilaku

tertentu yang tidak pantas. Selain itu dapat meramalkan jalannya interaksi lebih

menyenangkan. Bila berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman, sudah dapat mengetahui

perilaku apa yang diharapkan dari mereka karena sudah lama kenal kepribadian mereka, dan

bagaimana berinteraksi dengan mereka karena pengalaman di masa lalu.12

2.3.3 Peran Bidan

a. Peran bidan sebagai pelaksana

1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang

diberikan

2. Memberikan pelayanan kebidanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah

dengan melibatkan klien.

3. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal.

4. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan

melibatkan klien / keluarga.

5. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.

6. Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan

melibatkan klien / keluarga.

7. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan

pelayanan keluarga berencana.

8. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem

reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause.

9. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga.

12

Page 10: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

b. Peran bidan sebagai pengelola

1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan

untuk indivudu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja

dengan melibatkan masyarakat / klien.

2. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor

lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader

kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam

wilayah kerjanya.

c. Peran bidan sebagai pendidik

1. Memberikan pedidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu keluarga

kelompok dan masyarakat yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan

ibu, anak dan keluarga berencana.

2. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan serta

membina dukun di wilayah atau tempatnya kerjanya.

d. Peran bidan sebagai Peneliti

1. Melakukan penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri

maupun secara kelompok.

2.4 Sistem Pencatatan dan Pelaporan

2.4.1 Pengertian

Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu aktifitas dalam

bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan di atas kertas, disket, pita nam, pita film.Bentuk catatan

dapat berupa tulisan, grafik, gambar dan suara.Selanjutnya untuk melengkapi pencatatan

setiap kegiatan yang dilakukan diakhiri dengan pembuatan laporan. Pelaporan adalah catatan

yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya disampaikan ke pihak

yang berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tertentu

Pencatatan (recording) dan pelaporan(reporting) berpedoman kepada sistem

pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Sistem pencatatan dan pelaporan

terpadu puskesmas (SP2TP) merupakan kegiatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga

dan upaya pelayanan kesehatan di masyarakat (SK Menkes No 63/Menkes/SK/11/1981).16

Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) adalah tata cara pencatatan dan

pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana,

dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh puskesmas.8

13

Page 11: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) dikirim ke dinas

kesehatan kabupaten atau kota setiap awal bulan. Dinas kesehatan kabupaten atau kota

mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan umpan baliknya ke dinas kesehatan

provinsi dan departemen kesehatan pusat. Feed back terhadap laporan puskesmas harus

dikirimkan kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi keberhasilan

program4. Jenis dan periode laporan yaitu (1) Bulanan, data kesakitan, data kematian, data

operasional (gizi, imunisasi, KIA, KB, dsb.), data manajemen obat, (2) Triwulan, data

kegiatan puskesmas, (3) Tahunan, umum dan fasilitas, sarana, dan tenaga.8

Pemanfaatan data sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) untuk

memenuhi kebutuhan administrasi pada jenjang yang lebih tinggi dalam rangka pembinaan,

penetapan kebijaksanaan dan dimanfaatkan oleh puskesmas untuk peningkatan upaya

kesehatan puskesmas, melalui perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian, dan penilaian.8 Selain itu berfungsi untuk petugas di tingkat puskesmas lebih

bertanggung jawab dalam mencatat seluruh upaya kesehatan yang dilaksanakannya dan

melaporkan secara teratur dan tepat waktu serta mampu memanfaatkan data dan informasi

dari data sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) sehingga dapat

memberikan umpan balik.3

Beberapa  pengertian dasar dari SP2TP menurut DepKes. RI (1992) adalah sebagai berikut3

1.  Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan

pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas

termasuk puskesmas pembantu, yang ditetapkan melalui surat keputusan Menteri

Kesehatan RI no.63/Menkes/SK/II/1981

2. Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri atas beberapa komponen yang saling

berkaitan, berintegrasi dan mempunyai tujuan tertentu

3. Terpadu merupakan gabungan dari berbagai macam kegiatan pelayanan kesehatan

puskesmas, untuk menghindari adanya pencatatan dan pelaporan lain yang dapat

memperberat beban kerja petugas puskesmas.

4. Pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan adalah

melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan dan

melaporkan data tersebut kepada instansi yang berwenang berupa laporan lengkap

pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format yang di tetapkan.

5. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan tiap triwulan adalah melakukan

pencatatan data pada semua kegiatan dalam satu triwulan berjalan dan melaporkan

14

Page 12: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

data tersebut dalam bentuk rekapitulasi kegiatan triwulanan kepada instansi yang

berwenang dengan menggunakan format yang di tetapkan

6. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan yang di selenggarakan setiap triwulan

dan tiap tahun adalah pencatatan data untuk semua kegiatan dalam satu triwulan dan

satu tahun berjalan, serta melaporkan data tersebut dalam bentuk rekapitulasi kegiatan

triwulanan dan tahunan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan format

yang telah di tetapkan.

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) didalam

pelaksanaannya masih terbatas pada data yang merupakan hasil dari interaksi antara

masyarakat dengan fasilitas kesehatan.SP2TP dapat juga membantu dalam perencanaan

program-program kesehatan di puskesmas. Namun dalam kenyataannya belum berjalan

seperti yang harapkan, bahkan kehadiran  sistem pencatatan dan pelaporan di puskesmas

dilihat sebagai suatu hal yang cukup membebani petugas puskesmas. Evaluasi dilakukan

untuk mengkaji pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan di Puskesmas, menemukan

masalah-masalah yang dihadapi baik dari aspek teknis dan non teknis.

2.4.2 Tujuan

Adapun tujuan dari system pencatatan dan pelaporan adalah:

1. Sebagai dasar penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas

2. Sebagai dasar penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas (Lokakarya

Mini)

3. Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas

4. Mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan pokok Puskesmas

5. Memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil

2.4.3 Jenis Pencatatan Terpadu Puskesmas

Pencatatan kegiatan harian progam puskesmas dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung:.

1. Pencatatan yang dibuat di dalam gedung Puskesmas

Pencatatan yang dibuat di dalam gedung Puskesmas adalah semua data yang diperoleh dari

pencatatan kegiatan harian progam yang dilakukan dalam gedung puskesmas seperti tekanan

darah, laboratorium, KB dan lain-lain. Pencatatan dan pelaporan ini menggunakan: family

folder, kartu indek penyakit, buku register dan sensus harian.

2. Pencatatan yang dibuat di luar gedung Puskesmas

15

Page 13: 6. BAB II Tinjauan Pustaka

Pencatatan yang dibuat di luar gedung Puskesmas adalah data yang dibuat berdasarkan

catatan harian yang dilaksanakan diluar gedung Puskesmas seperti Kegiatan progam yandu,

kesehatan lingkungan, UKS, dan lain-lain. Pencatatan dan Pelaporan ini menggunakan kartu

register dan kartu murid.

Pencatatan harian masing-masing progam Puskesmas dikombinasi menjadi laporan

terpadu puskesmas atau yang disebut dengan system pencatatan dan pelaporan terpadu

Puskesmas (SP2TP). SP2TP ini dikirim ke dinas kesehatan Kabupaten atau kota setiap awal

bulan, kemudian ke Dinas Kesehatan kabupaten atau kota mengolahnya dan mengirimkan

umpan baliknya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan Pusat. Umpan balik

tersebut harus dikirimkan kembali secara rutin ke Puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi

keberhasilan progam.Namun sejak otonomi daerah dilaksanakan puskesmas tidak punya

kewajiban lagi mengirimkan laporan ke Departemen Kesehatan Pusat tetapi dinkes

kabupaten/kota lah yang berkewajiban menyampaikan laporan rutinnya ke Departemen

Kesehatan Pusat.20

2.4.4 Hasil Penelitian dalam Pencatatan dan Pelaporan

Proses pelaksanaan SP2TP di Puskesmas pauh, mengalami berbagai hambatan,

khususnya yang berkaitan dengan pengetahuan dan perilaku para pengelola dan pengguna

data, yang kurang mendukung terhadap keberhasilan SP2TP. Kualitas aspek teknis yakni

penguasaan tentang SP2TP, proses datanya, sarananya serta kapasitas SDM belum memadai

dan mendapat perhatian sebagaimana mestinya.Aspek sistem dalam konteks organisasional

yang berkaitan dengan aspek perilaku khususnya menyangkut dengan peran, tugas dan

tanggung jawab yang diwujudkan lewat sikap, motivasi dan tindakan nyata dalam

pelaksanaan SP2TP dan pemanfaatan data secara konsisten belum nampak.

16