5 haries-poligami

15
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF ASGHAR ALI ENGINEER DAN RELEVANSINYA DENGAN KONTEKS INDONESIA Oleh: H. Akhmad Haries * Abstract: polygamy has become a polemic among Islamic jurists (fuqaha’) since the classical era of Islamic jurisprudence. The core polemic lies on the issue whether polygamy is permitted, prohibited or permitted with some requirements. This article is to analyze Ashgar Ali Engineer’s opinion on the legal status of polygamy. According to Ashgar, the al-Nisa chapter : 3 concerning about polygamous permissibility must be construed in the light of the al-Nisa chapter : 1 which concerns of doing justice to orphans. This understanding then suggest, Asghar further argue, the permissibility of polygamy is contextual in Islam. Thus, it is possible that its implementation in Muslim country is strictly limited as long as the context where Muslims live required so. Kata Kunci : Poligami, QS. Al-Nisa (4) : 3, ayat kontekstual Pendahuluan Salah satu masalah yang sejak dahulu sampai sekarang tetap menjadi perdebatan hangat di kalangan ahli hukum Islam adalah status poligami. Mayoritas ilmuan klasik dan pertengahan berpendapat bahwa poligami adalah boleh secara mutlak. Sementara mayoritas pemikir kontemporer dan perundang-undangan muslim modern membolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam kondisi tertentu yang sangat terbatas. Lebih dari itu ada pemikir dan UU perkawinan Muslim yang mengharamkan poligami secara mutlak. Dengan ungkapan lain, ada tiga (3) pandangan tentang poligami ini, yakni : Pertama, mereka yang membolehkan poligami secara mutlak, di antaranya mayoritas ulama klasik dan pertengahan, dengan syarat; mampu mencukupi nafkah keluarga, dan mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya, di antaranya dari mazhab Hanafi seperti al- Sarakhsi, al-Kasani, Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Kedua, mereka yang membolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam kondisi- kondisi tertentu; Di antara tokoh yang masuk kelompok ini adalah Quraisy Shihab, Asghar Ali Engineer, Amina Wadud dan lain-lain. Dan ketiga, mereka yang melarang poligami secara mutlak, di antaranya al-Haddad dan Druze Lebanon. 1 Hal ini sejalan dengan lahirnya Undang-undang Turki dan masyarakat Druze di Lebanon, * Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Syari’ah STAIN Samarinda. 1 Khoiruddin Nasution, ”Perdebatan sekitar Status Poligami”, Jurnal Musawa, No. 1. Vol. 1. Maret 2002, h. 59-78.

Upload: ahmad-faqih

Post on 01-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5 Haries-poligami

POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF ASGHAR ALI ENGINEER

DAN RELEVANSINYA DENGAN KONTEKS INDONESIA Oleh: H. Akhmad Haries *

Abstract: polygamy has become a polemic among Islamic jurists (fuqaha’) since the classical era of Islamic jurisprudence. The core polemic lies on the issue whether polygamy is permitted, prohibited or permitted with some requirements. This article is to analyze Ashgar Ali Engineer’s opinion on the legal status of polygamy. According to Ashgar, the al-Nisa chapter : 3 concerning about polygamous permissibility must be construed in the light of the al-Nisa chapter : 1 which concerns of doing justice to orphans. This understanding then suggest, Asghar further argue, the permissibility of polygamy is contextual in Islam. Thus, it is possible that its implementation in Muslim country is strictly limited as long as the context where Muslims live required so.

Kata Kunci : Poligami, QS. Al-Nisa (4) : 3, ayat kontekstual

Pendahuluan Salah satu masalah yang sejak dahulu sampai sekarang tetap

menjadi perdebatan hangat di kalangan ahli hukum Islam adalah status poligami. Mayoritas ilmuan klasik dan pertengahan berpendapat bahwa poligami adalah boleh secara mutlak. Sementara mayoritas pemikir kontemporer dan perundang-undangan muslim modern membolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam kondisi tertentu yang sangat terbatas. Lebih dari itu ada pemikir dan UU perkawinan Muslim yang mengharamkan poligami secara mutlak.

Dengan ungkapan lain, ada tiga (3) pandangan tentang poligami ini, yakni : Pertama, mereka yang membolehkan poligami secara mutlak, di antaranya mayoritas ulama klasik dan pertengahan, dengan syarat; mampu mencukupi nafkah keluarga, dan mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya, di antaranya dari mazhab Hanafi seperti al-Sarakhsi, al-Kasani, Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Kedua, mereka yang membolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam kondisi-kondisi tertentu; Di antara tokoh yang masuk kelompok ini adalah Quraisy Shihab, Asghar Ali Engineer, Amina Wadud dan lain-lain. Dan ketiga, mereka yang melarang poligami secara mutlak, di antaranya al-Haddad dan Druze Lebanon.1 Hal ini sejalan dengan lahirnya Undang-undang Turki dan masyarakat Druze di Lebanon,

* Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Syari’ah STAIN Samarinda. 1 Khoiruddin Nasution, ”Perdebatan sekitar Status Poligami”, Jurnal

Musawa, No. 1. Vol. 1. Maret 2002, h. 59-78.

Page 2: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 159

Tunisia dengan UU Keluarga, mereka melarang poligami secara mutlak, dan menghukum orang yang melanggar aturan berpoligami.2

Menariknya, ketiga kelompok ini dalam interpretasi mereka tentang poligami, sama-sama beranjak dari QS. an-Nisa’ (4): 3 dan 127-129.

Agar pembahasan ini lebih terfokus, maka pembahasan poligami hanya akan dikaji berdasarkan pendapat kelompok kedua, itupun dikhususkan kepada pendapat Asghar Ali Engineer. Hal ini dilakukan karena selain Asghar Ali Engineer dikenal sebagai orang yang gigih dalam penegakan kesetaraan gender dan perjuangan untuk menetapkan relasi gender yang berkeadilan dalam Islam dan pandangannya yang cukup revolusioner dalam bidang teologi yaitu perlunya dikembangkan “teologi pembebasan Islam,” ia juga memiliki pandangan yang cukup liberal dalam menginterpretasikan suatu teks yang dianggap bias gender .3

Dalam kajian ini akan dibahas tentang pemahaman Asghar Ali Engineer terhadap QS. an-Nisa’ (4): 3. Pemahaman ini akan direlevansikan dengan konteks Indonesia, khususnya perundang-undangan perkawinan yang ada, agar dapat diteliti ulang, apakah perundang-undangan tersebut masih tetap relevan atau justru perlu perubahan karena adanya bias gender.

Pengertian dan Dasar Hukum Poligami Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan

dalam masyarakat Muslim adalah poligami. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai poligami dalam pandangan Asghar Ali Engineer dan relevansinya dengan konteks Indonesia, berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu sepintas tentang makna dan dasar hukum tentang poligami.

Sebagaimana dikemukakan banyak penulis, poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan kata poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos, yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Kalau dipahami dari kata ini,

2 Alasannya selain berdasarkan QS. al-Nisa yakni mustahil seorang suami dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Dalam UU Keluarga Tunisia bahawa seorang yang berpoligami sebelum perkawinannya bubar/cerai akan dihukum dengan hukuman penjara selama satu tahun penjara atau denda 240.000 malims atau keduanya. Lihat Dawoud El Alami dan Doreen Hinchliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws of The Arab Word (London, The Hague, Boston: Kluwer Law International, 1996), h. 242.

3 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf (Yogyakarta: LSPPA & CUSO, 1994), h. 30.

Page 3: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 160

menjadi sah untuk mengatakan, bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas.4

Namun, dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan empat atau bahkan lebih dari sembilan isteri.5

Singkatnya, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligami.6

Sedangkan dasar hukum mengenai poligami dalam pernikahan disebutkan secara jelas dan tegas dalam al-Qur’an. Ayat yang sering menjadi rujukan para ulama dalam hal poligami antara lain ialah: adalah QS. Al-Nisa (4) :1-3 yang artinya:

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , dan hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan itu, adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim , maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. {QS. Al-Nisa(4): 1-3}.

Ayat ini diturunkan di Madinah setelah perang Uhud. Sebagaimana dimaklumi, karena kecerobohan dan ketidakdisiplinan

4 Labib MZ., Pembelaan Ummat muhammad (Surabaya: Bintang Pelajar, 1986), h. 15.

5 Perbedaan ini disebabkan perbedaan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al-Nisa(4): 3, sebagai dasar penetapan hukum poligami. Lihat Khoiruddin Nasution, Riba & Poligami: Sebuah Studiatas Pemikiran Muhammad Abduh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 84.

6 Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami (Jakarta: LKAJ-SP, 1999), h. 2.

Page 4: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 161

kaum Muslim dalam perang itu mengakibatkan mereka kalah telak. Banyak prajurit Muslim yang gugur di medan perang. Dampak selanjutnya, jumlah janda dan anak-anak yatim dalam komunitas Muslim meningkat drastis. Tanggung jawab pemeliharaan anak-anak yatim itu tentu saja kemudian dilimpahkan kepada para walinya. Tidak semua anak yatim berada dalam kondisi papa dan miskin, di antara mereka ada yang mewarisi harta yang banyak, peninggalan mendiang orang tua mereka.7

Pada situasi dan kondisi yang disebutkan terakhir, muncul niat jahat di hati sebagian wali yang memelihara anak yatim. Dengan berbagai cara mereka berbuat culas dan curang terhadap anak yatim tersebut. Terhadap anak yatim yang kebetulan memiliki wajah yang cantik, para wali itu mengawini mereka, dan jika tidak cantik, mereka menghalanginya agar tidak menikah meskipun ada laki-laki lain yang melamarnya. Tujuan para wali menikahi anak yatim yang berada dalam kekuasaan mereka semata-mata agar harta anak yatim itu tidak beralih pada orang lain, melainkan jatuh ke dalam genggaman mereka sendiri, sehingga akibatnya tujuan luhur perkawinan tidak terwujud. Tidak sedikit anak yatim yang telah dinikahi oleh para wali mereka sendiri mengalami kesengsaraan akibat perlakuan tidak adil. Anak-anak yatim itu dikawini, tetapi hak-hak mereka sebagai isteri, seperti mahar dan nafkah tidak diberikan. Bahkan, harta mereka dirampas oleh suami mereka sendiri untuk menafkahi isteri-isteri mereka yang lain yang jumlahnya lebih dari batas kewajaran.8

Para mufassir sepakat bahwa sabab an-nuzul ayat ini berkenaan dengan perbuatan para wali yang tidak adil terhadap anak yatim yang berada dalam perlindungan mereka.9

Biografi dan Aktivitas Keilmuan Ashgar Ali Engineer Ashgar Ali Engineer dilahirkan di Rajastan, dekat Udaipur, pada

tanggal 10 Maret 1940 dalam keluarga yang berafiliasi ke Syi’ah Isma’iliyah. Adapun ayahnya bernama Sheikh Qurban Husain, dan ibunya bernama Maryam. Dalam hal ini, ayahnya merupakan seorang pemuka agama yang mengabdi kepada pemimpin keagamaan Bohra. Melalui ayahnya, Asghar Ali Engineer mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperti teologi, tafsir, hadis dan fiqh. Bahkan ia juga pernah menempuh pendidikan formal dari tingkat dasar dan lanjutan pada sekolah yang berbeda-beda, seperti Hoshangabad, Wardha, Dewas dan Indore. Adapun pendidikan tingginya dimulai pada tahun 1956. Enam tahun kemudian, yaitu tahun 1962, ia berhasil menyelesaikannya dan

7 Ibid., h.32. 8 Ibid., h. 33. 9 Ibid.

Page 5: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 162

akhirnya memperoleh gelar Doktor dalam bidang teknik sipil dari Vikram University, Ujjain (India).10

Di samping itu, Asghar Ali Engineer juga menguasai berbagai bahasa, seperti Inggris, Arab, Urdu, Persia, Gujarat, Hindi dan Marathi. Dengan menguasai berbagai bahasa tersebut Asghar Ali Engineer mempelajari dan menekuni masalah-masalah agama. Ia mempelajari fiqh perbandingan yang meliputi empat mazhab sunni dan juga mazhab Syi’ah Isma’iliyah. Dia sangat membela pada hak-hak wanita dalam Islam dan mempelajari berbagai mazhab hukum serta berusaha mengambil putusan yang paling baik tentang wanita dari mazhab-mazhab tersebut dengan jalan talfiq. Bahkan dengan serius ia membaca tentang rasionalisme, baik yang berbahasa Urdu, Arab ataupun Inggris. Asghar Ali Engineer juga membaca tulisan-tulisan Niyaz Fatehpuri (seorang penulis berbahas Urdu yang terkenal dan pengkritik ortodoksi), Bertrand Russel (seorang filosof rasional asal Inggris), dan juga karya monumental Karl Marx, Das Capital. Asghar mengakui bahwa pemikirannya banyak dipengaruhi oleh para pemikir ini. Sedangkan untuk tafsir al-Qur’an, dia membaca karya tokoh-tokoh Islam seperti Sir Sayyid Ahmad Khan (meninggal 1898) dan Maulana Abu al-Kalam (meninggal 1958). Engineer juga telah membaca hampir semua karya besar tentang Dakwah Fatimi yang ditulis oleh, antara lain, Sayedna Hatim, Sayedna Qadi Nu‘man, Sayedna Muayyad Sirazi, Sayedna Haminuddin Kirmani, Sayedna Hatim ar-Razi dan Sayedna Ja’far Mansur al-Yaman. Tak ketinggalan juga, Rasa’il Ikhwanus Safa, sebuah sintesis antara akal dan wahyu, turut serta membentuk wacana intelektual Asghar.11

Di samping sebagai pemikir, Asghar Ali Engineer juga adalah seorang aktifis sekaligus seorang Da‘i yang memimpin sekte Syi‘ah Isma‘iliyah, Daudi Bohras yang berpusat di Bombay India. Untuk diakui sebagai Da‘i tidaklah mudah. Ia harus memenuhi 94 kualifikasi yang secara ringkasnya dibagi dalam empat kelompok. Pertama, kualifikasi-kualifikasi pendidikan. Kedua, kualifikasi-kualifikasi administratif. Ketiga, kualifikasi-kualifikasi moral. Keempat, kualifikasi-kualifikasi keluarga dan kepribadian.12 Bahkan yang lebih menarik lagi, di antara kualifikasi tersebut, seorang Da‘i harus tampil sebagai pembela umat yang tertindas dan berjuang melawan kezaliman. Baginya, harus ada keseimbangan antara refleksi dan aksi.

10 M. Agus Nuryatno, Islam, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, Cet.I (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 7-8.

11 Ibid, h. 10-11. 12 Djohan Effendi, “Memikirkan Kembali Asumsi Pemikiran Kita”, dalam

kata pengatar bukunya Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, alih bahasa Hairus Salim dan Imam Baehaqy, Cet. I (Yogyakarta: Lkis, 1993), h. Vii.

Page 6: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 163

Dengan memahami posisi Asghar Ali Engineer di atas, maka

tidaklah mengherankan mangapa ia sangat vokal sekali dalam memperjuangkan dan menyuarakan pembebasan. Suatu tema yang menjadi ruh pada setiap karyanya, seperti hak asasi manusia, hak-hak wanita, pembelaan rakyat tertindas, perdamaian etnis, agama, dan lain-lainnya. Itulah sebabnya, ia banyak terlibat bahkan memimpin organisasi yang memberikan banyak perhatian kepada upaya advokasi sosial. Meskipun harus bertentangan dengan generasi tua yang cenderung bersikap konservatif, dan pro status qou. Hal ini terjadi ketika sekte Daudi Bohra dipimpin oleh Sayyidina Muhammad Burhanuddin yang dikenal sebagai Da‘i mutlak (absolute preacher).13

Sebagai seorang Da‘i mutlak, Burhanuddin mempunyai otoritas absolut dan bahkan ia beranggapan bahhwa kekuatan yang tersembunyi dari seorang Imam berasal dari Nabi dan Allah sehingga semua pengikut Bohra diharuskan tunduk kepadanya, kecuali jika ingin menghadapi penyiksaan.

Melihat realita di atas, maka pada tahun 1972 ketika terjadi gerakan revolusi di Udaipur, Asghar Ali Engineer mulai terjun ke arena gerakan pembaharuan Bohra untuk menetang eksploitasi atas nama agama. Dia memimpin gerakan kaum reformis menentang apa yang mereka sebut sebagai otoritarianisme dan rigiditas pemimpin Bohra. Asghar Ali Engineer menyerukan perlunya tafsir liberal terhadap Islam yang dapat mengakomodasi hak-hak individu, martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Penentangan terhadap pemimpin Bohra tersebut bukan hanya mendapat reaksi keras, tetapi juga berakibat terjadinya beberapa kali usaha pembuhuhan. Di antaranya terjadi pada tanggal 8 Nopember 1977 di Calcutta dan di Heiderabad pada tanggal 26 Desember 1977. .

Di samping aktifis, Asghar Ali Engineer juga mendirikan sebuah institut pada tahun 1980 yang terutama sekali memfokuskan pada dua bidang, yaitu : (1), kerukunan antar umat agama, (2), studi-studi wanita dari persfektif Islam. Karena kegigihan dan kesungguhan usahanya tersebut, Asghar Ali Engineer di anugerahi gelar kehormatan D. Lit. (Doctor of Literature) oleh Universitas Calcuta pada tahun 1993 atas jasa dan publikasinya di Communal Harmony and Interreligious Understanding yaitu di bidang kerukunan dan pemahaman antar agama. Bahkan, Asghar Ali Engineer juga memperoleh National Communal Harmony Award atas kerja kerasnya di Communal Harmony oleh National Foundation for Communal Harmony, pada tahun 1997 berkat perhatian yang besar dan partisipasinya dalam upaya pemecahan konflik yang diakibatkan oleh adanya pluralisme agama dan kelompok yang berbeda di India dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis dan berbagai penghargaan

13 M. Agus Nuryatno, Islam., h. 8

Page 7: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 164

lainnya seperti Hakim Khan Sur Award oleh Maharana Mewar Foundation, Udaipur, Rajasthan.

Adapun jabatan yang pernah ia pegang adalah Wakil Presiden pada People’s Union for Civil Liberties, Pemimpin Rikas Adhyayan Kendra (Centre for Development Studies), Pimpinan EKTA (Committee for Communal Harmonyi), Ketua Pendiri pada Centre for Study of Society and Secularism, Mantan Dewan Eksekutif Universitas Jawaharlal Nehru, Delhi, Sekretaris Umum pada Board of Dawoodi Bohra Community dan Convenor Asian Muslims’ Action Network (AMAN). Di samping aktif dalam organisasi, Asghar juga aktif dalam akademik pendidikan. Ia pernah memberikan kuliah di universitas diberbagai negara seperti, Amerika, Kanada, Inggris, Swiss, Thailand, Malaysia, Indonesia, Sri Langka, Pakistan, Yaman, Mesir, Hongkong dan lain-lainnya.14

Sebagai seorang pemikir-reformis, lebih-lebih kapasitasnya sebagai Directur of Islamic Studies di Bombay, dan mantan anggota Dewan Eksekutif Universitas Jawaharlal Nehru, di India, Asghar sangat rajin dalam menuangkan ide-ide pemikirannya di berbagai forum ilmiah baik dalam seminar, perkuliahan, lokakarya, maupun simposium di berbagai negara. Bahkan dalam mensosialisasikan pemikirannya, Asghar Ali Engineer aktif menulis maupun sebagai penyunting di berbagai penerbitan. Sehingga tidak lebih dari 38 buku yang telah ia terbitkan.

Pandangan Asghar Ali Engineer tentang Poligami Seperti dicatat sebelumnya di bagian pendahuluan, mayoritas

pemikir kontemporer dan perundang-undangan modern membolehkan poligami dengan syarat dan dalam kondisi tertentu. Di antara tokoh yang masuk kelompok ini adalah Asghar Ali Engineer.

Ali Engineer berpendapat bahwa untuk memahami konteks ayat QS. Al-Nisa (4);3, yang biasa dijadikan dasar poligami, perlu lebih dahulu dihubungkan dengan ayat yang mendahului konteksnya.15 Ayat al-Nisa (4):1 berbicara tentang penciptaan laki-laki dan perempuan dari sumber yang sama. Karena itu, ayat ini memberikan gambaran kesetaraan kedua jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Al-Nisa (4):2 mendesak Muslim agar memberi harta anak yatim yang menjadi warisannya tidak mengganggu untuk kepentingan wali. Sementara al-Nisa (40):3 berkaitan dengan poligami, yang dimulai dengan “dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak (perempuan) yang yatim…”. Penekanan ketiga ayat ini bukan mengawini lebih dari seorang perempuan, tetapi berbuat adil kepada

14 Adapun mengenai biodata aktifitas organisasi dan kegiatan akademik pendidikan Asghar Ali Engineer secara lengkap dapat ditemukan dalam halaman akhir dari buku Hak-hak Perempuan dalam Islam yang dimuat oleh editor LSPPA.

15Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan…, h. 30

Page 8: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 165

anak yatim. Maka konteks ayat ini adalah menggambarkan orang-orang yang bertugas memelihara kekayaan anak yatim sering berbuat yang tidak semestinya, yang kadang mengawininya tanpa mas kawin. Maka al-Qur’an memperbaiki perilaku yang salah tersebut.16 Sebagai tambahan, Aisyah dalam Sahih Muslim memahami ayat ini, bahwa jika para pemelihara anak (perempuan) yatim khawatir dengan mengawini perempuan lain. Karena itu, ayat ini bukan merujuk pada satu hal yang umum, tetapi terhadap satu konteks, bahwa keadilan terhadap anak-anak yatim lebih sentral daripada masalah poligami.17

Konteks lain tambah Asghar Ali Engineer, ayat ini turun setelah selesai perang Uhud, ketika dalam perang ini 70 dari 700 laki-laki wafat. Akibatnya banyak perempuan muslimah yang menjadi janda dan anak yatim, yang harus dipelihara. Maka menurut konteks sosial ketika itu jalan terbaik untuk memelihara, dengan syarat harus adil. Konteks pemeliharaan dan penjagaan janda ini didukung dengan hadis Nabi, yang pernah bersabda, “seorang yang bekerja keras untuk menafkahi para janda adalah seperti orang yang membiayai perang jihad atau orang-orang yang secara terus menerus menunaikan shalat pada waktu malam dan melakukan puasa pada waktu siang”.18

Karena itu, pemahaman terhadap al-Nisa (4):3, bahwa menikahi janda dan anak-anak Yatim dalam konteks ini sebagai wujud pertolongan, bukan untuk kepuasan seks.

Sejalan dengan itu, pemberlakuannya harus dilihat dari konteks itu bukan untuk selamanya. Ini artinya, bahwa ayat ini adalah ayat yang kontekstual yang temporal pemberlakuannya, bukan ayat yang prinsip yang universal yang harus berlaku selamanya.

Poligami Dalam Perundang-undangan Di Indonesia Masalah poligami di Indonesia, diatur dalam UU No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan dan Inpres No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam..

Dalam UU No. 1 Tahun 1974, masalah poligami diatur pada pasal 3, 4, dan 5.

Pasal 3 berbunyi : (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya

boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 4 berbunyi :

16 Ibid., h. 142. 17 Ibid., h. 143. 18 Ibid., h. 146.

Page 9: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 166

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,

sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila : a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan

Pasal 5 berbunyi : (1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. adanya persetujuan dari isteri/ister-isteri b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka

c. adanya jaminan bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.19

Dalam Inpres No. 1/1991, masalah poligami diatur pada pasal 55, 56, 57, 58, dan 59.

Pasal 55 berbunyi : (1) Beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan,

terbatas hanya sampai empat orang isteri. (2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu

berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. (3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak

mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri lebih dari seorang.

19 Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Inpres No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000), h. 117-118

Page 10: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 167

Pasal 56 berbunyi :

(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

(2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. Tahun 1975.

(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57 berbunyi : Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang yang akan beristeri lebih dari seorang apabila : a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58 berbunyi : (1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka

untuk memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu : a. adanya persetujuan isteri b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekali pun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada siding Pengadilan Agama.

(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59 berbunyi : Dalam hal isteri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alas an yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57,

Page 11: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 168

Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan.20

Pandangan Asghar Ali Engineer tentang Poligami dan Relevansinya dengan Konteks Indonesia

Kalau pemahaman Asghar Ali Engineer ini direlevansikan dengan konteks Indonesia, secara historis masalah poligami sebelumnya telah marak dibicarakan, jauh sebelum UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjadi undang-undang. Pada akhirnya monogami ditetapkan menjadi salah satu azas tetapi dengan suatu pengecualian yang ditujukan kepada orang yang menurut hukum dan agamanya diizinkan bagi seorang suami beristeri lebih dari seorang. Masuk dalam pengecualian tersebut adalah orang yang beragama Islam, karena secara normatif tekstual al-Qur’an dianggap membolehkan poligami.

Syarat alternatif yang mengandaikan kebolehan melakukan poligami pada mulanya ditujukan untuk melindungi perempuan dari tindakan poligami yang sewenang-wenang. Namun demikian, karena perspektif yang digunakan sarat dengan bias gender, dan tanpa memperhatikan suara perempuan yang dipoligami itu sendiri, maka hasil ketentuan-ketentuan tersebut justru merugikan perempuan. Syarat-syarat yang ditentukan hanya dibebankan kepada perempuan sebagai isteri, baik yang berkaitan dengan ketidakmampuan menjalankan kewajiban, cacat badan maupun sakit seolah hanya dapat terjadi pada perempuan.21 Bagaimana jika laki-laki atau suami yang tidak dapat menjalankan kewajiban, cacat badan atau sakit? Hal ini tidak terjamah dalam undang-undang. Bagaimana pula jika isteri dalam kondisi yang lemah baik secara ekonomi maupun ekonomi non-ekonomi sehingga tidak memiliki kekuatan untuk menyatakan ketidaksetujuan untuk dipoligami? Meskipun persetujuan dari isteri menjadi salah satu ketentuan, undang-undang tidak memberikan kepastian dan jaminan terhadap hak dan kebebasan perempuan dalam memberikan persetujuan atau penolakan.

Dengan demikian, beberapa alasan yang ditentukan UU pada prinsipnya bertentangan dengan konsep merawat cinta kasih antara suami isteri dalam keluarga. keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah mengandaikan kesediaan kedua belah pihakuntuk saling menghargai, menghormati dan menerima kelebihan sekaligus kelemahan masing-masing. Jika kekurangan fisik baik pada laki-laki maupun perempuan dianggap sebagai kelemahan maka seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengahdirkan perempuan atau pihak lain

20 Ibid., h.176-177. 21 UU No. 1 Tahun 1974 pasal 4 ayat 2. Lihat Departemen Agama RI,

Bahan Penyuluhan Hukum (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam, 2000), h. 118.

Page 12: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 169

untuk menutupi kekurangan tersebut. Terlebih jika isteri menderita karena suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan, maka tidak manusiawi jika suami justru menduakan dengan mengawini perempuan lain demi kepentingan suami sendiri. Sama halnya dengan kekurangan isteri karena tidak dapat melahirkan keturunan. Kondisi semacam ini tidak hanya menjadi persoalan suami tetapi juga menjadi kekecewaan isteri, dan tidak adil jika kekecewaan tersebut diselesaikan dengan menambah beban isteri karena dipoligami.

Alasan lain yang tidak diatur dalam UU sering dijadikan dasar melakukan poligam adalah asumsi bahwa angka statistik menunjukkan jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Beberapa penelitian ilmiah menunjukkan bahwa perempuan yang lanjut usia lebih banyak dari laki-laki usia lanjut. Salah satu penyebabnya adalah usia harapan hidup perempuan Indonesia lebih panjang daripada laki-laki. Fenomena ini disebabkan antara lain karena daya tahan tubuh perempaun pada umumnya lebih baik. Kondisi demikian menyebabkan banyak perempuan yang bertahan hidup di atas usia 60 tahun dibanding laki-laki.22 Dengan demikian kelebihan jumlah perempuan terjadi di usia lanjut dan jika alasan poligami adalah menolong perenmpuan maka seharusnya poligami dilakukan dengan para “manula” tersebut.

Dalam realitas kehidupan yang dialami perempuan, seperti yang tampak dalam data-data mengenai kasus kekerasan terhadap isteri dalam bentuk poligami yang masuk di Rifka Annisa Women Crisis Center tahun 2000, perempuan bahkan tidak terjamah dalam UU. Data di Rifka Annisa menunjukkan bahwa 62% dari kasus poligami yang masuk pada tahun 2002 adalah poligami sirri dan hanya 38% kasus poligami yang dilakukan secara resmi. Sementara itu, data yang ada menunjukkan bahwa 75% dari 90 kasus kekerasan terhadap isteri yang ada, solusi yang dipilih adalah cerai.23 Perceraian yang diakibatkan oleh poligami seperti ini tidak diakomodir dan tidak mendapatkan jaminan undang-undang.

Sebagai gambaran tercatat bahwa sampai bulan Oktober tahun 1999 terdapat 40 kasus kekerasan (yang terungkap) dalam rumah tangga dan hanya 38 kaus yang masuk ke Pengadilan.24

Dari kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk di Rifka Annisa Women Crisis Center mengenai kekerasan terhadap perempuan di Yogyakarta pada tahun 2000, 225 diantaranya dialami

22 Syafiq Hasyim, Poligami dan Keadilan kualitatif (Jakarta: P3M, 1999), h. 33.

23 Grafik Solusi yang dipilih klien kasus KTI Bulan Januari-Desember 2000 di Rifka Annisa WCC Yogyakarta, Sumber Divisi Litbang RAWCC Yogyakarta.

24 Eka, Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Jakarta: P3M, 1999), h. 8.

Page 13: 5 Haries-poligami

, Vol. IV, No. 2, Desember 2007 170

oleh isteri.25 92 kasus adalah kekerasan dalam pacaran, 28 kasus pelecahan seksual, 25 kasus perkosaan, dan 12 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Total kasus yang masuk dari tahun 1994 sampai 2000 sebanyak 1309 kasus dengan rincian sebagai berikut: kekerasan terhadap isteri sejumlah 820 kasus, kekerasan dalam pacaran sejumlah 294 kasus, perkosaan 85 kasus, pelecehan seksual 68 kasus dan kekerasan dalam keluarga dan kehamilan yang tidak dikehendaki sejumlah 42 kasus.

Penutup Dari berbagai paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa:

Menurut Asghar Ali Engineer bahwa untuk memahami konteks ayat QS. Al-Nisa (4);3, yang biasa dijadikan dasar poligami, perlu lebih dahulu dihubungkan dengan ayat yang mendahului konteksnya. Ayat al-Nisa (4):1-3 pada ayat yang ketiga ini berkaitan dengan poligami, yang dimulai dengan “dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak (perempuan) yang yatim…”. Penekanan ketiga ayat ini bukan mengawini lebih dari seorang perempuan, tetapi berbuat adil kepada anak yatim. Maka konteks ayat ini adalah menggambarkan orang-orang yang bertugas memelihara kekayaan anak yatim sering berbuat yang tidak semestinya, yang kadang mengawininya tanpa mas kawin. Maka al-Qur’an memperbaiki perilaku yang salah tersebut. bahwa menikahi janda dan anak-anak Yatim dalam konteks ini sebagai wujud pertolongan, bukan untuk kepuasan seks. Sejalan dengan itu, pemberlakuannya harus dilihat dari konteks itu bukan untuk selamanya. Ini artinya, bahwa ayat ini adalah ayat yang kontekstual yang temporal pemberlakuannya, bukan ayat yang prinsip yang universal yang harus berlaku selamanya.

Ketentuan hukum di Indonesia yang disusun tanpa memperhatikan kepentingan dan hak asasi perempuan sebagai individu yang otonom, yang menjadi subjek dari hukum yang berkaitan dengan diri dan kehidupannya, menjadi embrio lahirnya berbagai ketidakadilan terhadap perempuan baik secara psikis maupun ekonomis. Perempuan-perempuan yang mengalami poligami baik poligami resmi apalagi sirri, sangat rentan mengalami ketidakadilan. Lemahnya posisi mereka yang dipoligami selanjutnya berdampak pada pola ketergantungan, subordinasi dan marginalisasi perempuan terhadap laki-laki, baik dalam bidang ekonomi, pengambilan keputusan (dalam) keluarga maupun yang lainnya.

25 Dokumen Litbang Rifka Annisa Women Crisis Center, Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Yang masuk di Rifka Annisa WCC, Periode Tahun 1994-2000.

Page 14: 5 Haries-poligami

H. Akhmad Haries, Poligami dalam Perspektif……. 171

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.

Ali Engineer, Asghar, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Assegaf, Cici Farkha, Yogyakarta: LSPPA & CUSO, 1994.

Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam, 2000.

Dokumen Litbang Rifka Annisa Women Crisis Center, Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Yang masuk di Rifka Annisa WCC, Periode Tahun 1994-2000.

Effendi, Djohan, “Memikirkan Kembali Asumsi Pemikiran Kita”, dalam kata pengatar bukunya Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, alih bahasa Hairus Salim dan Imam Baehaqy, Cet. I, Yogyakarta: Lkis, 1993.

El Alami, Dawoud dan Hinchliffe, Doreen, Islamic Marriage and Divorce Laws of The Arab Word, London, The Hague, Boston: Kluwer Law International, 1996.

Eka, Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta: P3M, 1999.

Grafik Solusi yang dipilih klien kasus KTI Bulan Januari-Desember 2000 di Rifka Annisa WCC Yogyakarta, Sumber Divisi Litbang RAWCC Yogyakarta.

Hasyim, Syafiq, Poligami dan Keadilan kualitatif, Jakarta: P3M, 1999.

Labib MZ., Pembelaan Ummat muhammad, Surabaya: Bintang Pelajar, 1986.

Mulia, Musdah, Pandangan Islam tentang Poligami, Jakarta: LKAJ-SP, 1999.

Nasution, Khoiruddin, ”Perdebatan sekitar Status Poligami”, Jurnal Musawa, No. 1. Vol. 1. Maret 2002.

----------, Riba & Poligami: Sebuah Studiatas Pemikiran Muhammad Abduh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Nuryatno, M. Agus, Islam, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, Cet.I (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 7-8.

Page 15: 5 Haries-poligami

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.