3.bab i pendahuluan/analisis... · 1 bab i pendahuluan a. latar belakang masalah era globalisasi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi telah membawa dampak yang sangat mempengaruhi
keseimbangan sistem pemerintahan di Indonesia. Semenjak adanya perubahan
yang mengarah pada globalisasi, pemerintah mengharapkan adanya peningkatan
pada berbagai sektor bidang untuk mewujudkan kondisi yang nyaman dan
sejahtera sehingga dapat menyetarakan posisi dengan negara lain.
Bidang pendidikan merupakan salah satu sektor yang ikut menjadi
pertimbangan pemerintah untuk mencapai globalisasi. Pendidikan merupakan
sesuatu yang penting bagi setiap negara, karena dengan pendidikan suatu negara
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan mampu meningkatkan
kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dapat ditandai dan
diukur dari kemajuan pendidikannya. Dengan adanya globalisasi, tidak menutup
kemungkinan terjadi kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya dalam hal komunikasi dan informasi sehingga setiap orang akan
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh berbagai informasi dan berita.
Seseorang maupun lembaga (institusi) dapat secara mudah menjalin komunikasi
ataupun bekerjasama dengan pihak lain, karena itu setiap orang memiliki
kebebasan untuk belajar dan melanjutkan pendidikan di negara lain.
Globalisasi telah membuat perubahan dalam paradigma pendidikan.
Pertama, proses pendidikan yang semula berorientasi pada guru bergeser ke
proses pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Kedua, adanya sumber
belajar alternatif, misalnya internet, membuat peran guru bergeser dari satu-
satunya sumber belajar menjadi fasilitator bagi siswa. Ketiga, model pembelajaran
yang berorientasi pada pendekatan klasikal dan formal bergeser ke model
pembelajaran yang lebih fleksibel. Keempat, mutu pendidikan suatu negara tidak
hanya diukur dalam konteks standar nasional, tetapi dibandingkan dengan standar
internasional.
2
Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan
mengadakan perubahan kurikulum. Atas dasar pemikiran inilah, maka dalam
sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa perubahan kurikulum,
mulai dari kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
merupakan pengembangan dari kurikulum 1994 dan mulai tahun ajaran
2006/2007 diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai
kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang diharapkan mampu
menghadapi tantangan di era globalisasi.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum yang dikembangkan
oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP)
yang diharapkan dapat mewujudkan sekolah yang lebih efektif, produktif dan
berprestasi. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan
dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada
lembaga pendidikan dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar. Selain
itu, KTSP ditujukan untuk menciptakan sumber daya manusia atau lulusan yang
kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas budaya dan bangsanya,
sehingga mampu mencapai standar nasional.
Untuk menghadapi era globalisasi diperlukan sumber daya manusia atau
output pendidikan yang tidak hanya memenuhi standar nasional saja tetapi juga
standar internasional sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Untuk itu
pemerintah berusaha mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia agar mampu
bersaing secara internasional dengan menyelenggarakan satuan pendidikan yang
bartaraf internasional.
Lebih khusus upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan
pemerintah dituangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 3 yang
menyatakan bahwa ”Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
Implementasi dari undang-undang tersebut Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas akan
mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses layanan
3
pendidikan yang berkualitas dan menghasilkan lulusan yang diakui secara
nasional maupun internasional setara dengan tamatan sekolah pada negara-negara
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara
maju lainnya.
Layanan pendidikan yang berkualitas diawali dengan program Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Lahirnya program RSBI tak lepas dari
kondisi mutu pendidikan yang hingga kini masih memprihatinkan. Berdasarkan
survei Trends in International Mathematics and Science Survey (TIMSS) tahun
2007 yang diikuti oleh 48 negara, meneliti kemampuan anak-anak usia 13 tahun
dalam bidang matematika dan sains, menegaskan kenyataan bahwa siswa-siswa
Indonesia menempati urutan 36 untuk matematika, dan urutan 35 untuk sains.
Hasil ini dihitung berdasarkan United State average score (http://nces.ed.gov).
Disamping survei TIMSS, hasil serupa juga terlihat pada studi yang
dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), yang
obyek surveinya pelajar berusia 15 tahun. Tiga aspek yang diteliti PISA adalah
kemampuan membaca, matematika, dan sains. Tahun 2006, ada 57 negara yang
ikut berpartisipasi dalam PISA. Untuk sains, siswa Indonesia yang mencapai
tingkatan 5 atau 6 dapat diabaikan secara statistik, sedangkan 61,6% siswa berada
pada tingkatan 1 ke bawah, termasuk sekitar 20% yang bahkan tidak mencapai
tingkatan 1, dimana tingkatan 1 merupakan tingkatan terendah. Pada matematika,
siswa Indonesia yang mencapai tingkatan 6 kembali dapat diabaikan secara
statistik, sementara 65,7% berada pada tingkatan 1 ke bawah. Laporan tersebut
dimuat dalam pena Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah
Dasar pada hari Senin, 8 Juni 2009 oleh Ahmad Muchlis (http://beta.pikiran-
rakyat.com). Fakta-fakta memprihatinkan tersebut mendorong pemerintah
menggulirkan program RSBI sebagai salah satu upaya untuk menggenjot mutu
pendidikan Indonesia agar setara dengan negara-negara lain, sehingga mutu
lulusannya memiliki daya saing yang tinggi di kancah internasional.
Dalam mewujudkan amanat UU No. 20/ 2003, maka Direktur Pembinaan
SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen
Mandikdasmen) pada tahun 2007 telah merintis 100 SMP Negeri di Indonesia
4
menjadi SBI Angkatan ke-1. Dan mulai tahun pelajaran 2009/2010 telah dirintis
pula untuk 25 SMP swasta se Indonesia Angkatan ke-3 sebagai RSBI Mandiri,
yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Nomor: 1880/C3/DS/2008, tanggal 19
November 2008. Disamping itu, menurut Dirjen Mandikdasmen sebagaimana
dikutip oleh Erna Martiyanti pada hari Senin, 21 April 2008
(http://mandikdasmen.aptisi3.org) mengemukakan sebanyak 200 SMA dirintis
menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) dan ditargetkan sebanyak lebih dari
500 SBI akan tersebar di seluruh Indonesia.
Program RSBI ditujukan pada sekolah yang sudah memenuhi seluruh
SNP dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara
anggota OECD atau negara maju lainnya. Dengan program RSBI diharapkan
mampu mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas dalam kemampuan akademik
tetapi juga mampu menerapkan akhlak, budi pekerti, dan etika moral dalam
implementasi e-learning agar membentuk jiwa kepatriotan serta pembentukan
budi pekerti yang kompetitif dalam diri siswa. Hal itu dikatakan oleh Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo pada pengarahan kepada
200 SMA di Depdiknas, Jakarta tanggal 21 April 2008.
Penyelenggaraan RSBI antara daerah yang satu dengan yang lain terdapat
perbedaan, baik dalam hal kurikulum yang digunakan (minimal KTSP), proses
penjaringan input siswa, tenaga pendidik dan kependidikan, penyediaan sarana
dan prasarana, pembiayaan, model pembelajaran, kegiatan pembelajaran, kondisi
lingkungan fisik maupun psikis, manajemen sekolah dan aspek-aspek yang
lainnya sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Namun demikian,
pembicaraan antara penyelenggara SBI, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan
stakeholder perlu ditingkatkan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan SBI.
Salah satu program yang diberlakukan dalam RSBI adalah model
pembelajaran dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar dalam pembelajaran (bilingual). Pada tahap awal, hal tersebut
diterapkan pada mata pelajaran yang berkategori hard science, yaitu Matematika,
Fisika, Kimia, dan Biologi. Dan tidak menutup kemungkinan memberi peluang
5
pada soft science (seperti sejarah, ekonomi, geografi, dan seni) untuk melakukan
hal serupa yang disesuaikan dengan kemampuan serta kesiapan sekolah. Selain
proses pembelajaran yang menggunakan bilingual, kegiatan pembelajaran
menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) antara lain menggunakan laptop, LCD, VCD,
ataupun penggunaan internet.
Pelaksanaan pembelajaran matematika pada jenjang sekolah menengah
khususnya SMA secara garis besar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif. Kondisi
pembelajaran matematika yang masih konvensional dengan guru sebagai satu-
satunya sumber belajar akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran
matematika di atas. Dengan adanya program RSBI, dimana yang semula
pembelajaran matematika dilakukan secara konvensional bergeser pada
pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan bahasa Inggris dan berbasis
TIK dalam proses pembelajarannya, diharapkan dapat membuat pembelajaran
matematika semakin menarik dan menantang bagi siswa dan pendidik. Namun
demikian, keberhasilan pembelajaran matematika pun tidak terlepas dari
dukungan institusi sekolah sebagai lembaga yang menaungi proses pembelajaran
tersebut. Kesiapan perangkat pembelajaran dari segi administrasi, fisik, sosial dan
lainnya akan memberikan andil dalam pencapaian tujuan pembelajaran
matematika pada program RSBI. Berdasarkan dari uraian di atas, maka peneliti
mencoba mengkaji lebih dalam pelaksanaan program RSBI pada pembelajaran
matematika khususnya di SMA Negeri 1 Cilacap.
6
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti memberikan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) pada pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Cilacap?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi SMA Negeri 1 Cilacap dalam
pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
pada pembelajaran matematika?
3. Usaha apakah yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Cilacap untuk
mengatasi kendala dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui dan mengkaji lebih dalam pelaksanaan program Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika di
SMA Negeri 1 Cilacap.
2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi SMA Negeri 1 Cilacap
dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) pada pembelajaran matematika.
3. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan SMA Negeri 1 Cilacap untuk
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran
matematika.
7
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menjawab
permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan
tentang proses pembelajaran pada program Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) di Sekolah Menengah Atas, khususnya SMA Negeri 1
Cilacap serta menambah referensi dan masukan bagi peneliti berikutnya.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi sekolah, khususnya guru
matematika dan siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika.
b. Memberikan informasi kepada sekolah tentang kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teori
3. Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (R-SMA-BI)
a. Landasan Hukum Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Pengembangan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSBI) di
Indonesia menggunakan landasan hukum sebagai berikut :
1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Pemerintah dan/ atau Pemerintah
Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional.
2) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
8
3) Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional.
5) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) menyatakan “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan
dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan
menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional”.
6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi.
7) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 tahun 2007 sebagai
penyempurnaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun
2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun 2006.
9) Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana
Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009.
a) Pemerataan dan Perluasan Akses.
b) Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya
pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya
saing bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangkan SBI pada
tingkat kabupaten/ kota melalui kerjasama yang konsisten antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan
untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf
internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
c) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik.
10) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 tahun 2007 tentang Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dari beberapa landasan hukum yang digunakan dalam pengembangan
program RSBI ini, UU No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3 merupakan landasan
9
yang kuat untuk menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional.
Setiap kabupaten atau kota harus memiliki minimal satu SD/ MI, SMP/ MTs dan
SMA/ MA serta SMK yang bertaraf internasional. Hal ini disesuaikan dengan
pemerintahan daerah masing-masing yang telah diberi otonomi daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuai perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan program RSBI, kurikulum yang dirujuk adalah KTSP
dimana KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan
SKL dan standar isi, serta dalam pengembangan program RSBI satuan pendidikan
dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih
tinggi dari yang telah ditetapkan dengan memperhatikan panduan penyusunan
KTSP yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain itu, dana
untuk pelaksanaan RSBI berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sesuai dengan perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah
dengan pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan
efisien dilihat dari kondisi dan kebutuhan daerah.
b. Tujuan Pengembangan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah mengadakan program
rintisan SMA bertaraf internasional. Menurut Dirjen Mandikdasmen (2008 : 5),
tujuan pengembangan program rintisan SBI ini adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Pengembangan program rintisan SMA bertaraf internasional bertujuan
untuk meningkatkan mutu kinerja sekolah dalam mewujudkan situasi belajar
dan proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
secara optimal dalam mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab serta memiliki daya saing pada taraf internasional.
2) Tujuan Khusus
Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam menyiapkan lulusan
SMA yang memiliki kompetensi seperti yang tercantum di dalam Standar
10
Kompetensi Lulusan yang memenuhi standar kompetensi lulusan berdaya
saing pada taraf internasional yang mempunyai kriteria sebagai berikut :
a) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta berakhlak mulia.
b) Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.
c) Meningkatkan mutu lulusan dengan standar yang lebih tinggi daripada
standar kompetensi lulusan nasional.
d) Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Siswa termotivasi untuk belajar mandir, berpikir kritis dan kreatif, serta
inovatif.
f) Mampu memecahkan masalah secara efektif.
g) Meningkatkan kecintaan pada persatuan dan kesatuan bangsa.
h) Menguasai penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
i) Membangun kejujuran, objektivitas dan tanggung jawab.
j) Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan atau bahasa asing
lainnya secara efektif.
k) Siswa memiliki daya saing melanjutkan pendidikan bertaraf internasional
l) Mengikuti sertifikasi internasional.
m) Meraih medali internasional.
n) Dapat bekerja pada lembaga internasional.
Untuk mempersiapkan lulusan sesuai kriteria di atas, sekolah melakukan
proses seleksi terhadap calon siswa program rintisan SMA bertaraf internasional.
Penjelasan tentang mekanisme seleksi calon siswa program rintisan SMA bertaraf
internasional pada pembahasan selanjutnya.
c. Kriteria Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Sekolah Menengah Atas yang dapat mengikuti program rintisan SMA
bertaraf internasional menurut Dirjen Mandikdasmen (2008 : 7) harus memiliki
kriteria minimal sebagai berikut :
1) Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri atau swasta yang telah memenuhi
Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan terakreditasi A.
11
2) Kepala Sekolah memenuhi Standar Nasional Pendidikan, berkompeten dalam
pengelolaan manajemen mutu pendidikan, mampu mengoperasikan komputer
dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
3) Telah melaksanakan kurikulum KTSP sebagai kurikulum minimal sesuai
Permendiknas N0. 22, 23 dan 24 tahun 2006 dan kurikulum tambahannya
diadopsi dari kurikulum Cambridge.
4) Memiliki tenaga pengajar fisika, biologi, kimia, matematika dan mata
pelajaran lainnya yang berkompeten dalam menggunakan ICT (Information
and Communication Technology) dan pengantar bahasa Inggris.
5) Tersedia sarana dan prasarana yang memenuhi standar untuk menunjang
proses pembelajaran bertaraf internasional antara lain :
a) Memiliki tiga laboratorium IPA (Kimia, Fisika, Biologi).
b) Memiliki perpustakaan yang memadai.
c) Memiliki laboratorium komputer.
d) Tersedia akses internet.
e) Memiliki web sekolah. f) Memiliki kultur sekolah yang kondusif (bersih, bebas asap rokok, bebas
kekerasan, indah dan rindang). 6) Memiliki dana yang cukup untuk membiayai pengembangan program rintisan
SMA bertaraf internasional.
7) Jumlah rombongan belajar pada satu satuan pendidikan minimal 9 (sembilan)
atau setara dengan 288 siswa.
8) Memiliki lahan minimal 10.000 m2.
9) Memiliki akses jalan masuk yang mudah dilalui oleh kendaraan roda empat.
4. Konsep Dasar Penyelenggaraan Program Rintisan SMA BI
a. Pengertian SMA Bertaraf Internasional
Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional merupakan sekolah/
madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan
diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/ atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
12
pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional. SMA bertaraf
internasional perlu menjalin kerjasama dengan sekolah lain, baik di dalam
maupun luar negeri, yang telah memiliki reputasi internasional sebagai bentuk
kegiatan perujukan (benchmarking). Bentuk kerjasama lain dapat berupa
kolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi sebagai pengguna lulusan.
Konsep SMA bertaraf internasional dapat dirumuskan sebagai berikut :
SMA Bertaraf Internasional = SNP + X
SNP adalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan yang
terdiri atas delapan komponen utama yang meliputi standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar
penilaian, disamping memiliki program unggulan tambahan.
Menurut Mardiyana (2007 : 1) dalam makalahnya, program SBI harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Merencanakan pengembangan sekolah berdasarkan delapan SNP seperti yang
tertulis di dalam PP No. 19 tahun 2005 dan Permendiknas yang terkait.
2) Melaksanakan SNP secara patuh sekaligus dinamis, adaptif dan proaktif
terhadap perkembangan mutakhir pendidikan nasional maupun internasional.
3) Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap program-program SBI yang telah
dilaksanakan.
4) Melakukan revisi terhadap program-program SBI yang telah dilaksanakan
sesuai dengan hasil kajian dan tuntutan pengembangan pendidikan nasional
dan internasional.
Terkait dengan 4 hal di atas, maka program unggulan tambahan dalam
hal ini sebagai faktor “X” yang dipilih dapat berupa penguatan, pengayaan,
perluasaan, penambahan dan pengembangan terhadap SNP melalui adaptasi atau
adopsi standar internasional baik dari dalam maupun dari luar negeri. Adaptasi,
yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan
mengacu standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/ atau negara maju
lainnya yang mutunya telah diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki
kemampuan daya saing internasional. Sedangkan adopsi yaitu penambahan atau
13
pengayaan/ pendalaman/ penguatan/ perluasan dari unsur-unsur tertentu yang
belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar
pendidikan salah satu anggota OECD/ negara maju lainnya.
b. Karakteristik SMA Bertaraf Internasional
1) Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga atau organisasi, menentukan visi sangat penting
sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush dan Merianne Coleman
menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan.
Hal itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang
diekspresikan dalam tema-tema nilai dan menjelaskan arah organisasi yang
diinginkan. Tony Bush dan Merianne Coleman mengutip pendapat Block (2006 :
36-37), bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang
diinginkan.
Kir Haryana (2007 : 43) mengemukakan bahwa “Visi Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) adalah terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif secara internasional”. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung
gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu
mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/ memiliki daya saing
secara internasional.
2) Karakteristik Esensial
Kir Haryana (2007 : 45) menjelaskan bahwa karakteristik esensial dalam
indikator kunci minimal sesuai dengan SNP dan indikator kunci tambahan (X)
sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada Tabel
2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Karakteristik Esensial
No Obyek Penjaminan
Mutu
Indikator Kinerja
Kunci Minimal
(dalam SNP)
Indikator Kinerja Kunci
Tambahan sebagai X
1.
Akreditasi
Terakreditasi A dari
Terakreditasi tambahan dari
14
Badan Akreditasi
Nasional (BAN)
Sekolah dan
Madrasah
badan akreditasi pada salah
satu lembaga akreditasi pada
salah satu negara anggota
OECD dan/ atau negara maju
lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan.
Menerapkan KTSP
Sekolah telah menerapkan
KTSP, sistem administrasi
akademik berbasis teknologi
Informasi dan Komunikasi
(TIK) dimana setiap peserta
didik dapat mengakses
transkipnya masing-masing.
Memenuhi Standar
Isi
Muatan isi pelajaran dalam
kurikulum telah setara atau
lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada
sekolah unggul dari salah satu
negara diantara 30 negara
anggota OECD dan/ atau dari
negara maju lainnya.
2.
Kurikulum (Standar
Isi) dan Standar
Kompetensi lulusan
Memenuhi Standar
Kompetensi Lulusan
Menerapkan standar kelulusan
yang setara atau lebih tinggi
dari SNP.
15
Meraih medali pada tingkat
internasional dalam berbagai
kompetensi bidang sains,
matematika, teknologi, seni,
dan olahraga.
3.
Proses Pembelajaran
Memenuhi Standar
Proses
a. Proses pembelajaran pada
semua mata pelajaran telah
menjadi teladan atau
rujukan bagi sekolah yang
lainnya dengan tujuan
pengembangan, budi pekerti
luhur, kepribadian unggul,
jiwa kepemimpinan, akhlak
mulia, jiwa kewirausahaan,
jiwa patriot dan jiwa
inovator.
b. Proses pembelajaran telah
diperkaya dengan model-
model proses pembelajaran
sekolah unggul dari salah
satu negara diantara 30
negara anggota OECD dan/
atau negara maju lainnya.
c. Menerapkan pembelajaran
berbasis TIK pada semua
mata pelajaran.
d. Pembelajaran pada mata
pelajaran IPA, Matematika,
dan lainnya dengan bahasa
16
Inggris, kecuali mata
pelajaran bahasa Indonesia.
4.
Penilaian
Memenuhi Standar
Penilaian
Sistem/ model penilaian telah
diperkaya dengan sistem/
model penilaian dari sekolah
unggul di salah satu negara
diantara 30 negara anggota
OECD dan/ atau negara maju
lainnnya.
5.
Pendidik
Memenuhi Standar
Pendidik
a. Guru mata pelajaran sains,
matematika dan teknologi
mampu mengajar dengan
bahasa Inggris.
b. Semua guru mata pelajaran
mampu memfasilitasi
pembelajaran berbasis TIK.
c. Minimal 20% guru
berpendidikan S2/ S3 dari
perguruan tinggi yang
program studinya
terakreditasi A.
17
6.
Kepala Sekolah
Memenuhi Standar
Kepala Sekolah
a. Kepala sekolah minimal
berpendidikan S2 dari
perguruan tinggi yang
program studinya telah
terakreditasi A.
b. Kepala sekolah telah
menempuh pelatihan kepala
sekolah yang telah diakui
oleh pemerintah.
c. Kepala sekolah mampu
berbahasa Inggris secara
aktif.
d. Kepala sekolah memiliki
visi internasional, mampu
membangun jaringan
internasional, memiliki
kompetensi manajerial, serta
memiliki jiwa
kepemimpinan dan
enterprenual yang kuat.
18
7. Sarana Prasarana Memenuhi Standar
Sarana Prasarana
a. Setiap ruang kelas
dilengkapi sarana
pembelajaran berbasis TIK.
b. Sarana perpustakaan telah
dilengkapi dengan sarana
digital yang memberikan
akses ke sumber
pembelajaran berbasis TIK
di seluruh dunia.
c. Dilengkapi dengan ruang
multi media, ruang seni
budaya, fasilitas olahraga,
klinik dan lainnya.
8. Pengelolaan Memenuhi Standar
Pengelolaan
a. Sekolah meraih sertifikat
ISO 9001 versi 2000 atau
sesudahnya (2001, dst) dan
ISO 14000.
b. Sekolah telah menjalin
hubungan “sister school”
dengan sekolah bertaraf/
berstandar internasional di
luar negeri.
c. Sekolah terbebas dari rokok,
narkoba, kekerasan,
kriminal, pelecehan seksual
dan lain-lain.
d. Sekolah menerapkan prinsip
kesetaraan gender dalam
semua aspek pengelolaan
sekolah.
19
9.
Pembiayaan
Memenuhi Standar
Pembiayaan
Menerapkan model
pembiayaan yang efisien
untuk mencapai target
indikator kunci tambahan.
c. Pelaksanaan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Berdasarkan Dirjen Mendikdasmen (2008 : 13) pelaksanaan program
rintisan SMA bertaraf internasional meliputi sepuluh komponen, yaitu :
1) Akreditasi
Mutu setiap sekolah bertaraf internasional dijamin dengan keberhasilan
memperoleh akreditasi yang sangat baik. Akreditasi menentukan kelayakan
program pendidikan dengan sertifikat predikat A dari BAN S/ M. Disamping
itu ditandai dengan pencapaian hasil akreditasi yang baik dari salah satu
sekolah unggul negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
2) Pengembangan Kurikulum (KTSP)
Perangkat KTSP disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi
lulusan yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. KTSP
menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih tinggi dari standar
kompetensi lulusan. Perangkat KTSP minimal terdiri atas silabus, bahan ajar,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen penilaian siswa.
Mengembangkan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran sekolah unggul dari salah satu negara OECD atau negara maju
lainnya dalam bentuk sumber belajar, buku teks siswa, buku pegangan guru,
LKS (student worksheet) dan bahan ajar elektronik dalam bentuk e–learning,
video cassette, compact disc, audio cassette dan digital video disc.
Menerapkan sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) serta mengembangkan kesiapan sekolah dalam
menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS).
20
3) Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan dan
menantang sehingga dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif.
Proses pembelajaran memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar
memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul,
kepemimpinan, jiwa entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa inovator, prakarsa,
kreativitas, kemandirian berdasarkan bakat, minat dan perkembangan fisik
maupun psikologisnya secara optimal.
Proses pembelajaran diperkaya dengan model pembelajaran sekolah
unggul dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya (seperti
penerapan standar belajar, standar mengajar : persiapan pembelajaran,
pemilihan bahan ajar, strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, pemilihan alat
peraga pembelajaran dan pemilihan sumber belajar). Proses pembelajaran
diperkaya pula dengan menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua
mata pelajaran, menggunakan bahasa Inggris untuk kelompok sains dan
matematika. Pengembangan berikutnya untuk mata pelajaran ekonomi pada
jurusan IPS. Pembelajaran mata pelajaran lainnya kecuali bahasa asing
menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam pembelajaran yang kreatif, guru dan siswa merupakan dua
pihak yang dituntut untuk menunjukkan kreatifitasnya. Guru kreatif dalam
merancang seluruh kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran. Sedangkan
siswa memiliki kreatifitas dalam menemukan fakta, konsep, referensi lain dan
mampu memecahkan masalah matematika dalam bahasa Inggris.
Proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf
internasional yang ideal dapat dicapai dengan melalui rincian tahapan sebagai
berikut :
a) Pendampingan Tahun I
Pada tahun pertama sekolah telah mampu menyelenggarakan
proses pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA
bertaraf internasional, antara lain :
21
(1) 20% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses
SMA bertaraf internasional.
(2) 20% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual.
(3) 20% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media
pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK.
(4) 20% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan berpusat
pada siswa.
(5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi
minimal 2 kali seminggu.
b) Pendampingan Tahun II
Pada tahun kedua sekolah telah mampu menyelenggarakan proses
pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA bertaraf
internasional, antara lain :
(1) 50% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses
SMA bertaraf internasional.
(2) 50% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual.
(3) 50% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media
pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK.
(4) 50% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan berpusat
pada siswa.
(5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi
minimal sekali dalam seminggu.
c) Pendampingan Tahun III
Pada tahun ketiga sekolah telah mampu menyelenggarakan proses
pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA bertaraf
internasional, antara lain :
(1) 100% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses
SMA bertaraf internasional.
(2) 100% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual.
(3) 100% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media
pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK.
22
(4) 100% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan
berpusat pada siswa.
(5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi
minimal sekali dalam sebulan.
4) Peningkatan Mutu Penilaian
Sekolah perlu mengembangkan instrumen penilaian autentik yaitu
penilaian yang diperoleh dari proses pembelajaran yang mengukur tiga ranah
penilaian, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif, termasuk penilaian
portofolio. Hasil belajar siswa dapat diukur melalui ujian sekolah, ujian
nasional dan ujian internasional yang diperkaya dengan model penilaian
sekolah unggul dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Ujian sekolah dan
ujian nasional bersifat wajib. Sementara ujian internasional bersifat pilihan,
karena memerlukan dukungan dana dari orang tua atau stakeholders, namun
sekolah harus memfasilitasi siswa yang ingin mengikuti ujian internasional
untuk mendapatkan ijasah/ sertifikat internasional.
5) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) sekolah
harus mengembangkan program peningkatan kompetensi guru melalui
peningkatan kualifikasi pendidikan guru, minimal 30% guru berpendidikan
S2/ S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A. Selain itu
kompetensi guru dalam pengelolaan sistem pembelajaran ditingkatkan untuk
menuju pada proses pembelajaran yang setara dengan proses pembelajaran
pada sekolah unggul bertaraf internasional. Untuk itu, sekolah perlu
mengembangkan pula kompetensi bahasa Inggris guru dan kompetensi pada
bidang TIK terutama untuk guru kelompok sains dan matematika.
Peningkatan mutu SDM juga melalui kegiatan pelatihan dalam bentuk
pemagangan, studi banding, workshop (on the job training atau off the job
training) dan seminar yang dilakukan oleh masing-masing sekolah atau
bekerjasama dengan lembaga pendidikan di luar sekolah yang memiliki
kewenangan dan kompetensi yang relevan. Tidak hanya para guru dan
23
karyawan, kepala sekolah juga harus mempunyai visi internasional, memiliki
kompetensi manajerial serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneurship yang
kuat untuk mengembangkan sekolah dengan keunggulan kompetitif dan
komparatif bertaraf internasional. Untuk mendukung kelancaran tugas
tersebut kepala sekolah harus berpendidikan minimal S2 dan mampu
berbahasa Inggris secara aktif.
6) Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sekolah secara bertahap harus memenuhi standar sarana dan prasarana
yang mendukung efektivitas proses pembelajaran yang setara dengan proses
pembelajaran sekolah unggul di salah satu anggota negara OECD atau negara
maju lainnya, antara lain :
a) Pengembangan Sumber Belajar dan Perpustakaan
Perpustakaan memegang peranan penting dalam sekolah, oleh karena itu
perlu dilengkapi dengan buku-buku pelajaran berbahasa Inggris, buku
referensi, jurnal nasional dan internasional, koran, majalah, serta
perangkat audio visual. Perpustakaan diharapkan dapat membantu siswa
mengasah otak, memperluas dan memperdalam pengetahuan, melahirkan
kreativitas serta membantu kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Selain
itu, perpustakaan dilengkapi dengan fasilitas komputer dan internet yang
memungkinkan warga sekolah mendapatkan berbagai informasi yang
disediakan di dunia maya, serta harus menerapkan sistem komputerisasi/
digital dalam mencari katalog buku. Ruang perpustakaan harus nyaman
dan sebaiknya dilengkapi AC.
b) Pengembangan Laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi
Setiap sekolah harus memiliki minimal satu laboratorium Fisika, satu
laboratorium Kimia dan satu laboratorium Biologi yang dilengkapi
dengan peralatan dan bahan praktikum yang memadai untuk menunjang
proses pembelajaran. Laboratorium tersebut perlu didayagunakan secara
maksimal dengan dukungan TIK serta memenuhi standar.
24
c) Pengembangan Laboratorium Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat ketrampilan dasar yaitu
mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Pembelajaran bahasa asing dilakukan oleh native speaker yang direkam
di dalam audio cassette, CD, VCD atau media rekam lain, yang dapat
disimak dengan fasilitas laboratorium bahasa.
d) Pengembangan Laboratorium Multimedia
Laboratorium multimedia adalah fungsional laboratorium (tempat
praktikum) yang mampu memfasilitasi beberapa aktivitas praktikum
sekolah dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Laboratorium multimedia berisi seperangkat komputer berikut perangkat
audio visualnya yang saling terintegrasi, dilengkapi dengan program
aplikasi yang sesuai untuk memberikan layanan tambahan terhadap
laboratorium konvensional, dimana laboratorium multimedia dapat
melayani seluruh rumpun mata pelajaran. Fungsi pokok laboratorium
multimedia adalah untuk melayani kegiatan interaksi guru dan siswa,
penayangan video pembelajaran, latihan mata pelajaran interaktif dan
menyediakan ensiklopedi digital.
e) Pengembangan Laboratorium Komputer
Laboratorium komputer digunakan untuk pembelajaran Teknologi
Information dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication
Technology (ICT).
f) Pengembangan Laboratorium IPS
Pengembangan laboratorium IPS juga perlu dilakukan terutama
laboratorium geografi, workshop untuk keperluan praktek ekonomi.
g) Pengembangan TRRC (Teacher Resource and Reference Centre)
TRCC merupakan pusat kegiatan untuk pengembangan diri guru secara
individual dan kelompok melalui diskusi atau latihan dan workshop
dalam bentuk forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Oleh
karena itu TRCC juga perlu dilengkapi dengan fasilitas seperti buku
25
referensi guru, ICT, Learning Resource Centre (LRC) dan perangkat
pengembangan produk inovasi pembelajaran.
h) Pengembangan Sarana Lainnya
Sarana lainnya seperti ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru,
ruang TU, ruang BK, ruang OSIS, ruang UKS, ruang serbaguna yang
dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK, ruang ibadah, WC,
koperasi, kantin, ruangan kesenian, gudang, lapangan upacara, lapangan
olahraga dalam jumlah memadai, berfungsi dan terawat dengan baik.
7) Pengelolaan
Pengelolaan RSBI menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan
akuntabilitas. Kultur sekolah yang mendapat perhatian adalah penegakkan
disiplin, budaya baca, semangat kompetitif, kejujuran, sopan santun, budaya
malu, kekeluargaan, bebas asap rokok, bebas narkoba, dan anti kekerasan.
Untuk mendukung itu sekolah perlu menciptakan lingkungan sekolah yang
sehat dan kondusif dengan lebih meningkatkan kebersihan, kerapihan,
keamanan, keindahan dan kerindangan. Administrasi sekolah meliputi proses
pembelajaran, kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana prasarana dan
keuangan harus dilakukan secara tertib, rapi, efisien dan efektif.
8) Pembiayaan
Sumber pembiayaan program RSBI berasal dari orang tua siswa (Komite
Sekolah), Pemerintah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Pusat. Dana dari komite sekolah, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan
Pemerintah Propinsi lebih difokuskan untuk kegiatan pengembangan sarana
dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu pembelajaran. Sedangkan
dana dari Pemerintah Pusat lebih difokuskan untuk pemenuhan penjaminan
mutu pendidikan.
9) Kesiswaan
a) Penerimaan Siswa Baru
Proses penerimaan siswa baru harus transparan dan dilakukan seleksi
secara ketat dengan menerapkan tahapan sebagai berikut :
26
(1) Seleksi Administrasi, meliputi :
(a) Nilai rapor SMP atau MTs kelas VII – kelas IX untuk mata
pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggis minimal 7,5.
(b) Penghargaan prestasi akademik.
(c) Sertifikat dari lembaga kursus bahasa Inggris.
(2) Achievement test, meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan
IPS dengan skor minimal 7 dalam rentang 0 – 10.
(3) Tes kemampuan bahasa Inggris, meliputi reading, listening, writing,
dan speaking dengan skor minimal 7 dalam rentang 0 – 10.
(4) Lulus tes psikologi, meliputi minat, bakat dan kepribadian.
(5) Wawancara dengan siswa dan orang tua siswa. Wawancara dengan
siswa dimaksudkan untuk mengetahui tingkat minat siswa untuk
masuk program rintisan SMA bertaraf internasional. Wawancara
dengan orang tua dimaksudkan untuk mengetahui minat dan
dukungan orang tua. Dalam penerimaan siswa baru harus
memberikan kesempatan kepada masyarakat golongan ekonomi
lemah atau tidak mampu tetapi berprestasi minimal 10% dari jumlah
siswa.
b) Pembinaan Siswa
Pembinaan siswa dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh potensi
siswa secara maksimal, baik potensi akademik maupun non akademik.
Pola pembinaannya dilakukan melalui kegiatan tatap muka, penugasan
terstruktur, tugas mandiri tidak terstruktur dan pengembangan diri
melalui layanan konseling dan ekstrakurikuler.
10) Sosialisasi Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Kegiatan sosialisasi program R-SMA-BI dilakukan agar program yang
direncanakan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Sosialisasi ini mengikutsertakan kepala sekolah, guru, tenaga administrasi
sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, pejabat Dinas Pendidikan,
Pemerintah Daerah, Komisi Bertaraf Internasional dan Dewan Pendidikan.
27
Materi sosialisasi meliputi rasional, tujuan, manfaat, arah pengembangan
program RSBI dan peran lembaga terkait terhadap keberhasilan dan
keberlanjutan program rintisan SMA bertaraf internasional.
d. Proses Pembelajaran Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
Proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional
harus mampu menghasilkan lulusan yang berkepribadian Indonesia tetapi
memiliki kemampuan bertaraf internasional. Rintisan SMA bertaraf internasional
tidak boleh kehilangan jati diri sebagai sekolah nasional, sebaliknya rintisan SMA
bertaraf internasional harus mampu duduk setara dengan sekolah di negara-negara
maju.
Permendiknas No. 23 tahun 2006 menuntut lulusan SMA mampu
menunjukkan kesadaran hidup yang tinggi, bersikap dan berperilaku hidup yang
positif, mampu berpikir logis, kritis, analitis dan kreatif, serta mampu
memecahkan masalah secara inovatif. Untuk menghasilkan lulusan sesuai
harapan, maka pengembangan proses pembelajaran pada program rintisan SMA
bertaraf internasional dapat berpedoman pada lima prinsip pembelajaran yang
tertuang dalam PP No. 19 tahun 2005, yang menyebutkan bahwa proses
pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan
ruang yang cukup tinggi bagi prakarsa dan kreativitas, sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kelima prinsip tersebut
dapat dikembangkan untuk menghasilkan proses pembelajaran yang bercirikan
internasional.
Menurut Kir Haryana (2007 : 42), ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian
dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut:
1) Pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk
menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery.
2) Menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan;
student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful
28
learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan
contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar
internasional.
3) Menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran.
4) Proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran
sains, matematika, dan teknologi.
5) Proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari
negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya.
Sementara menurut Dirjen Mendikdasmen (2008 : 29), proses
pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional harus mampu
membekali siswa dengan ketrampilan-ketrampilan sebagai berikut :
a) Mengorganisasi belajar, artinya peserta didik mampu mengelola waktunya
dengan baik, menggunakan buku agenda, dan lain-lain.
b) Berkolaborasi dan bertanggung jawab dalam kerja kelompok.
c) Ketrampilan berkomunikasi dalam melakukan presentasi, menyajikan data.
d) Ketrampilan meneliti sehingga mampu menerapkan metode ilmiah.
e) Belajar untuk berpikir dengan sudut pandang lain.
f) Melakukan evaluasi diri maupun kelompok terhadap kegiatan proyek atau
tugas yang dilakukan.
Disamping itu, proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf
internasional juga harus mampu membekali peserta didik tentang kesadaran
terhadap peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat, serta
tanggap terhadap masalah pribadi, sosial dan global. Namun demikian, proses
pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional yang ideal dapat
dicapai dengan melalui program pendampingan sebelum akhirnya menjadi SMA
bertaraf internasional.
e. Kendala yang Dihadapi dalam Penyelenggaraan Program RSBI
Kelemahan RSBI tidak sekadar berkutat pada sarana dan prasarana yang
membutuhkan dana yang cukup besar, namun lebih banyak pada kurangnya
penyediaan SDM yang handal di masing-masing sekolah rintisan. Selain lokasi
29
sekolah yang luas dan memadai, kebutuhan sarana prasarana sekolah baik untuk
perpustakaan, laboratorium, SDM memang harus benar-benar bermutu tinggi. Hal
yang yang tidak boleh diabaikan menyangkut soal manajemen yang transparan,
sehat dan obyektif. Menyadari pentingnya kualitas SDM merupakan kunci pokok
keberhasilan SBI, maka sangat diperlukan penjaringan SDM secara ketat dan
obyektif. Pengangkatan guru dan kepala sekolah harus benar-benar berdasar
prestasi kerja, kemampuan dan tingkat profesionalitasnya sehingga dalam
pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan standar RSBI.
5. Tinjauan mengenai Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Matematika
Menurut Depdiknas (2003) matematika berasal dari bahasa latin
manthanaein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Dalam
bahasa Belanda matematika disebut sebagai wiskunde atau ilmu pasti, yang
semuanya berkaitan dengan penalaran. Adapun ciri utama matematika adalah
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antara konsep
atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa
matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan. Sedangkan menurut Purwoto (2003 : 12-13), “Matematika adalah
pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang
terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang
didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”.
R. Soedjadi (2000 : 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari
matematika, yaitu sebagai berikut:
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan
berhubungan dengan bilangan.
30
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran,
logika, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat
dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.
b. Karakteristik Mata Pelajaran Matematika
Menurut R. Soedjadi (2000 : 13), karakteristik matematika adalah :
1) Memiliki objek kajian abstrak. 2) Bertumpu pada kesepakatan. 3) Berpola pikir deduktif. 4) Memiliki symbol yang kosong dari arti. 5) Mempertahankan semesta pembicaraan. 6) Konsisten dalam sistemnya.
Depdiknas (2002) dalam buku pedoman khusus pengembangan silabus
berbasis kemampuan dasar SMA, menyatakan bahwa karakteristik mata pelajaran
matematika adalah sebagai berikut :
1. Menekankan penguasaan konsep dan algoritma disamping ketrampilan memecahkan masalah.
2. Bersifat hierarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya, sehingga di dalam mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada : a) Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau setiap topik
matematika berdasarkan subtopik tertentu. b) Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah
memahami subtopik pendukungnya/ prasyaratnya. c) Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau
memahami suatu topik dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh penguasaan subtopik prasyaratnya.
d) Penguasaan topik baru tergantung dari penguasaan topik sebelumnya.
3. Matematika SMA meliputi logika, aljabar, kalkulus, geometri, trigonometri dan statistika.
31
c. Matematika Sekolah
Matematika sekolah adalah unsur-unsur dari matematika yang dipilih
berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu.
R. Soedjadi (2000 : 37) menyatakan perbedaan-perbedaan tersebut antara lain
dalam hal (1) penyajian, (2) pola pikir, (3) keterbatasan semesta, dan (4) tingkat
keabstrakan.
d. Tujuan Matematika Sekolah
Menurut As’ari (2004 : 1) tujuan diajarkannya matematika sekolah
adalah sebagai berikut :
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan persamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran yang divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan dalam hal menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, diagram dan dalam menjelaskan gagasan.
e. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Berdasarkan KTSP
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.
32
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Menurut Depdiknas (2002), “Standar kompetensi mata pelajaran
matematika merupakan seperangkat kemampuan yang mencakup pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang dapat ditampilkan atau didemonstrasikan oleh siswa
sebagai hasil belajar mata pelajaran matematika”. Sedangkan Mardiyana (2007: 2)
dalam makalahnya mengemukakan bahwa :
“Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam komponen kompetensi dasar, indikator dan materi pokok untuk setiap aspeknya. Kemampuan matematika yang dipilih dalam standar kompetensi ini dirancang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa agar dapat berkembang secara optimal, serta memperhatikan pula perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang ini.” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta berpedoman pada panduan
penyusunan kurikulum yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
dan mempertimbangkan pertimbangan komite sekolah.
Di dalam mencermati KTSP, dalam makalah yang ditulis oleh Mardiyana
(2007 : 2), perlu diperhatikan rambu-rambu sebagai berikut :
1. Standar kompetensi yang disajikan merupakan acuan bagi guru di sekolah
untuk menyusun silabus atau perencanaan pembelajaran.
2. Kompetensi dasar yang dituangkan merupakan kompetensi minimal yang
dapat dikembangkan oleh sekolah.
3. Standar kompetensi dirancang untuk melayani semua kelompok.
4. Strategi pembelajaran, metode, teknik, penilaian, penyediaan sumber belajar,
organisasi kelas dan waktu yang digunakan tidak tercantum secara eksplisit
33
dalam standar kompetensi agar guru dapat mengelola dan mengembangkan
kurikulum secara optimal, sesuai dengan sumber daya dan kebutuhan sekolah.
5. Guru perlu melakukan penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
efisiensi suatu pembelajaran.
6. Guru perlu menggunakan atau memilih media pembelajaran yang tepat dalam
rangka meningkatkan efisiensi pembelajaran.
f. Kurikulum Berdasarkan Cambridge International Examinations (CIE)
Berdasarkan makalah yang ditulis Mardiyana (2007 : 4) terdapat
beberapa level di dalam Cambridge International Examinations, antara lain level
IGCSE, level O, level AS, dan level A. Untuk siswa seumur lulusan SMA dan
yang ingin melanjutkan studi ke universitas, maka level yang sesuai adalah level
A. Kurikulum dari Cambridge International Examinations (CIE) untuk level A
(advanced level) mencakup 7 unit area yaitu :
1) Pure mathematics (units P1, P2, and P3)
2) Mechanics (units M1 and M2)
3) Probability and Statistics (units S1 and S2)
dengan unit-unit P2, M2, dan S2 masing-masing merupakan kelanjutan dari unit-
unit P1, M1, dan S1. Unit P3 juga merupakan kelanjutan dari P1. Setiap siswa
yang mengambil ujian level A diberi kebebasan untuk mengambil 4 unit dari 7
unit yang disediakan, dan dari 4 unit tersebut dapat diambil sekaligus atau dapat
diambil 2 unit di level AS (advanced subsidiary) dan 2 unit di level A.
Isi kurikulum matematika untuk masing-masing unit disajikan dalam
Tabel 2.2 sebagai berikut.
34
Tabel 2.2 Isi Kurikulum Cambridge untuk Matematika
Unit P1 Unit P2 Unit P3 Unit M1 Unit M2 Unit S1 Unit S2
Quadratics Algebra Algebra Forces and
Equilibrium
Motion of a
projectile
Represen-
tation of
data
The Poisson
distribution
Functions
Logarith-
mic and
exponential
functions
Logarith-
mic and
exponential
functions
Kinematics
of Motion in
a straight
line
Equilibrium
for a rigid
body
Permuta-
tions and
combina-
tions
Linear
combinations
of random
variables
Coordinate
Geometry
Trigono-
metry
Trigono-
metry
Newton’s
laws of
motion
Uniform
motion in a
circle
Probabi-
lity
Continuous
random
variable
Circular
Measure
Differen-
tiation
Differen-
tiation
Energy,
work and
power
Hooke’s
law
Discrete
random
variables
Sampling and
estimation
Trigono-
metry Integration Integration
Linear
motion
under a
variable
force
The
normal
distribu-
tion
Hypothesis
test
Vectors
Numerical
solution of
equations
Numerical
solution of
equations
Series Vectors
Differen-
tiation
Differential
equations
Integration Complex
Numbers
35
B. Kerangka Pemikiran
Perubahan-perubahan strategis yang terjadi di lingkungan pendidikan
yang disebabkan karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan
kurikulum dari kurikulum 1994 sampai menerapkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) berpengaruh pada Sekolah Menengah Atas (SMA).
Implikasinya berupa pelaksanaan KTSP yang kemudian dianjurkan untuk
menyelenggarakan program rintisan SMA bertaraf internasional (RSBI) pada
satuan pendidikan di Indonesia.
Uji coba dilaksanakannya program RSBI mulai tahun 2006 di beberapa
sekolah di kabupaten Cilacap dipandang sebagai suatu konsep yang menawarkan
otonomi di bidang pendidikan guna meningkatkan mutu dan efisiensi pendidikan.
Tujuan dilaksanakan program RSBI agar dapat menghasilkan lulusan-lulusan
yang berkualitas dan mampu bersaing baik di kancah nasional maupun
internasional. Program RSBI merupakan langkah awal menuju SBI dimana
sekolah yang menyelenggarakan program ini telah melaksanakan KTSP secara
maksimal. KTSP ini digunakan sebagai pedoman kurikulum yang akan digunakan
dalam program RSBI sehingga kegiatan pembelajaran mempunyai pedoman dan
tujuan yang diharapkan.
Keberhasilan dari kegiatan pembelajaran ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu guru sebagai pengajar, siswa sebagai subyek yang belajar, strategi
pembelajaran yang digunakan, sumber belajar, media dan fasilitas pendukung
kegiatan pembelajaran. Antara faktor yang satu dengan yang lain sangat
berkesinambungan dalam proses pembelajaran sehingga saling melengkapi satu
sama lain. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, pada program RSBI ini
kegiatan proses belajar mengajar dituntut untuk menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran. Oleh karena itu, antara siswa dan
guru harus mempersiapkan diri untuk melaksanakan program RSBI ini agar dapat
berjalan secara optimal.
Dalam pelaksanaan program RSBI terkait dengan faktor keberhasilan
dalam proses pembelajaran, pastinya banyak kendala yang dihadapi oleh pihak
guru, siswa maupun sekolah sehingga dapat menghambat kegiatan belajar
36
mengajar. Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaaan program RSBI
seharusnya dapat diatasi bersama sehingga dari pihak sekolah, guru dan siswa
mempunyai solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh masing-masing
pihak. Diharapkan dengan adanya solusi dari masing-masing pihak maka proses
pembelajaran dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan dalam program
RSBI.
Untuk keperluan penelitian perlu digambarkan skema atau kerangka
pemikiran sesuai dengan Gambar 2.1
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
SOLUSI
KENDALA
GURU dan STRATEGI
MENGAJAR SISWA
SUMBER BELAJAR
dan FASILITAS
PROSES PEMBELAJARAN
KTSP
PROGRAM RSBI
37
Tempat penelitian digunakan sebagai tempat untuk memperoleh data
yang mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di
SMA Negeri 1 Cilacap semester II tahun pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahap-tahap
penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan
kegiatan–kegiatan seperti permohonan pembimbing, pengajuan proposal
penelitian, pembuatan permohonan ijin penelitian di SMA Negeri 1
Cilacap dan pembuatan instrumen. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
selama bulan Maret - April 2009.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melakukan
kegiatan pengambilan data. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 25
April – 13 Mei 2009.
c. Tahap Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan
Pada tahap ini penulis melakukan
kegiatan analisis data hasil penelitian, penarikan kesimpulan, penyusunan
laporan hasil penelitian, dan konsultasi dengan pembimbing. Kegiatan ini
dilakukan selama bulan Juni-Agustus 2009.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Dengan melihat permasalahan yang ada, dan berdasarkan telaah teori
yang telah disusun maka bentuk penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
HB. Sutopo (2002 : 35) mengatakan bahwa “Pada penelitian kualitatif, peneliti
berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa
sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat”. Ini berarti
realitas yang muncul menjadi bahan kajian dalam penelitian kualitatif, dengan
38
kata lain penelitian kualitatif lebih menekankan pada sifat naturalisme. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Hadari Nawawi dan Mimi Martini (2005 : 174)
mengemukakan bahwa “Penelitian kualitatif atau penelitian naturalistik adalah
penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan
dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan
tidak dirubah dalam bentuk simbol–simbol atau bilangan”.
Menurut Ruseffendi (1994: 174), “Penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian dimana kita akan mengejar lebih jauh dan dalam, tetapi kita belum bisa
memperkirakan apa yang sebenarnya terjadi (banyak kemungkinan)”. Sedangkan
menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J. Moleong, 2001: 3), “Penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat
diamati”.
Dalam penelitian ini penulis berusaha menggambarkan proses
pembelajaran pada program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI),
kendala pelaksanaan, dan usaha untuk mengatasi kendala tersebut oleh SMA
tempat penelitian, sehingga tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah
data deskriptif yang berupa kata–kata tertulis atau lisan. Untuk itu peneliti
menggunakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif.
2. Strategi Penelitian
Dalam mengkaji permasalahan penelitian secara lengkap, diperlukan
suatu pendekatan pemecahan permasalahan melalui pemilihan strategi penelitian
yang tepat. Strategi yang dipilih peneliti dipergunakan untuk mengamati,
mengumpulkan informasi dan menyajikan analisis hasil penelitian, juga untuk
menentukan pemilihan sampel serta instrumen penelitian yang dipergunakan
untuk mengolah informasi.
Strategi penelitian memuat metode dan teknik yang membawa
konsekuensi perbedaan pada penelitian serta dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 160) “ Metode penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, variasi metode
39
yang dimaksud adalah angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dan
dokumentasi”. Untuk itu strategi penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Ruseffendi (1994: 30), “Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara, atau angket
mengenai keadaan objek yang sedang diteliti sekarang”.
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dideskripsikan atau
diuraikan kembali kemudian akan dianalisis.
C. Sumber Data
Menurut Lofland dalam Lexy J Moleong (2001: 157), ”Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata–kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen”. Adapun sumber data dalam penelitian ini
adalah :
a. Narasumber
Narasumber adalah orang yang dianggap mengetahui dengan baik
terhadap masalah yang diteliti dan bersedia untuk memberikan informasi
kepada peneliti. Menurut HB Sutopo (2006 : 57), ” Dalam penelitian
kualitatif posisi narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki
informasi”. Narasumber merupakan tumpuan pengumpulan data bagi peneliti
dalam mengungkap permasalahan penelitian.
Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah :
1. Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum SMA Negeri 1 Cilacap.
2. Guru Matematika kelas X SMA Negeri 1 Cilacap.
3. Siswa kelas X SMA Negeri 1 Cilacap.
b. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa menjadi informasi, karena dalam pengamatan
harus sesuai dengan konteksnya dan setiap situasi sosial melibatkan tempat,
perilaku, dan aktivitasnya. Peneliti mengambil tempat penelitian di SMA
40
Negeri 1 Cilacap yang tersedia data yang bermanfaat untuk memecahkan
masalah dalam penelitian ini.
c. Arsip dan Dokumen
Arsip dan dokumen merupakan sumber data yang sangat penting dalam
penelitian kualitatif terutama apabila sasaran terarah pada latar belakang
peristiwa masa lampau dan yang berkaitan dengan peristiwa masa kini yang
harus dipelajari. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data penelitian
meliputi segala bentuk literatur/ pustaka/ arsip dan dokumen operasional yang
relevan dengan obyek penelitian.
D. Teknik Sampling
Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih
secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling). Tujuannya
bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan–perbedaan yang nantinya
dikembangkan dalam generalisasi tetapi untuk memperoleh kedalaman studi
dalam konteksnya. Selain itu, juga untuk menggali informasi yang menjadi dasar
dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif
tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sampling) (Lexy. J.
Moleong, 2001: 165).
Menurut HB Sutopo (2002 : 36) ” Purposive sampling adalah sampling
dimana peneliti cenderung memilih narasumber yang dianggap tahu dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya
secara mendalam”. Untuk itu peneliti melakukan sampling dengan memilih
narasumber yang dianggap mengetahui masalah penelitian. Sedangkan menurut
Noeng Muhadjir (2000: 167), ”Salah satu ciri purposive sampling adalah seleksi
sampel menuju kejenuhan informasi, artinya apabila dengan sampel yang telah
diambil masih ada informasi yang diperlukan maka diambil sampel lagi,
sebaliknya jika dengan menambah sampel diperoleh informasi yang sama berarti
sampel cukup karena informasinya cukup”.
Sampel yang dipilih tidak mewakili populasi tetapi lebih mewakili
informasi, untuk memperoleh kedalaman studi dan konteksnya, sehingga
41
pemilihan sampel lebih ditekankan pada kualitas pemahaman terhadap
permasalahan yang diteliti. Untuk itu peneliti menyebut sampel sebagai subyek
penelitian. Siswa kelas X program RSBI, guru matematika kelas X program
RSBI, dan wakil kepala sekolah bagian kurikulum adalah subyek dalam penelitian
ini yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan program
RSBI pada pembelajaran matematika di kelas X SMA Negeri 1 Cilacap semester
II tahun pelajaran 2008/2009.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, data yang obyektif sangat diperlukan guna
memecahkan masalah penelitian. Untuk mendapatkan data yang obyektif
diperlukan teknik pengumpulan data sebagai metode atau cara untuk
mengumpulkan data penelitian.
Data hasil penelitian disebut data kualitatif, yang berupa kata-kata,
tindakan atau tingkah laku, dokumen dan peristiwa. Menurut Ruseffendi (1994:
30), “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi,
wawancara, atau angket mengenai keadaan objek yang sedang diteliti”. Hal
tersebut sejalan dengan ciri penelitian kualitatif yang menggunakan orang sebagai
instrumen pengumpulan data yaitu melalui observasi, wawancara atau angket.
Berdasarkan pendapat tersebut maka penelitian in menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
“ Wawancara atau interview adalah percakapan antara peneliti (seseorang
yang ditugasi) dengan obyek penelitian atau responden atau sumber data”
(Budiyono, 2003 : 52). Sedangkan menurut Lexy J. Moleong (2003 : 135)
“Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu dan
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban pertanyaan”. Dari
pendapat tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa wawancara adalah teknik
untuk memperoleh data dari yang diwawancarai atau narasumber.
42
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan kepada narasumber yaitu guru matematika, siswa, dan wakil
kepala sekolah bagian kurikulum untuk mendapatkan data mengenai
permasalahan yang diteliti. Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti
terlebih dahulu mempersiapkan pertanyaan yang akan diajukan secara secara
sistematis sehingga proses wawancara dapat mengarah ke pokok
permasalahan.
b. Observasi
“Observasi adalah kegiatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap
sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra” (Suharsimi Arikunto,
2006 : 156). Sedangkan Budiyono (2003 : 53) menyatakan bahwa “Observasi
adalah cara pengumpulan data dimana peneliti (orang yang ditugasi)
melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian sedemikian hingga si
subjek tidak tahu bahwa dia sedang diamati”. Observasi dilakukan secara
sistematis yaitu melalui struktur dan kerangka yang jelas, yang berisi semua
faktor yang diperlukan dan sudah dikelompokkan dalam kategori tertentu
seperti yang tertuang dalam pedoman observasi, kemudian dilakukan
pengamatan dan pencatatan mengenai hasil yang diperoleh.
Dalam melakukan observasi, peneliti tidak ikut ambil bagian ke dalam
kegiatan yang dilakukan obyek yang diobservasi. Dalam penelitian ini,
observasi dilaksanakan terhadap proses belajar mengajar matematika yang
terjadi dalam kelas untuk melihat pelaksanaan program RSBI pada
pembelajaran matematika dan untuk melihat keaktifan, partisipasi dan
kemandirian siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
c. Analisis dokumen
Merupakan teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencatat dan
mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang isinya
berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. “Metode dokumen ini
untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-
catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, notulen rapat dan sebagainya”
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 158).
43
Dalam penelitian ini diselidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
laporan-laporan, dokumen dan gejala dari obyek yang diteliti, antara lain
tentang profil sekolah tempat penelitian dan laporan pelaksanaan program
RSBI pada pembelajaran matematika di sekolah tempat penelitian.
F. Validasi Data
Dalam penelitian kualitatif validitas atau kesahihan data dapat
ditunjukkan melalui keabsahan data, sehingga keabsahan data merupakan sarana
untuk menjaga kesahihan atau validitas data yang dikumpulkan serta untuk
menghindari adanya bias penelitian. Untuk menetapkan keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini teknik pemeriksaan data yang dilakukan
adalah dengan triangulasi. Menurut Patton dalam buku Lexy J. Moleong (2002 :
178) ditegaskan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk mengecek atau
membandingkan terhadap data atau dengan data yang satu dikontrol oleh data
yang sama dari sumber yang berbeda”.
Lebih lanjut Patton dalam HB Sutopo (2002 : 78) mengatakan bahwa ada
empat macam teknik triangulasi, yaitu :
1. Triangulasi data (data triangulation) atau triangulasi sumber. Yaitu dengan membandingkan data yang sejenis yang diperoleh dari sumber data yang berbeda, misalnya dari narasumber yang berbeda.
2. Triangulasi peneliti (investigator triangulation). Yaitu triangulasi yang dilakukan dengan menguji keabsahan data hasil penelitian melalui beberapa peneliti.
3. Triangulasi metode (methodological triangulation). Yaitu membandingkan data hasil penelitian dengan menggunakan metode atau teknik pengumpulan data yang berbeda.
4. Triangulasi teori (theoritical triangulation). Yaitu triangulasi yang menggunakan perspektif dari beberapa teori. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data tentang
pelaksanaan program RSBI pada pembelajaran matematika, kendala pelaksanaan,
dan usaha untuk mengatasi kendala tersebut. Peneliti menggunakan triangulasi
metode untuk memeriksa keabsahan data tentang pelaksanaan program RSBI pada
44
pembelajaran matematika. Triangulasi metode pada penelitian ini dilakukan
dengan membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan
analisis dokumen. Untuk memeriksa keabsahan data tentang kendala pelaksanaan
program RSBI pada pembelajaran matematika dan usaha untuk mengatasinya,
peneliti menggunakan triangulasi sumber atau triangulasi data, yaitu dengan
membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa
narasumber.
G. Analisis Data
Patton dalam Lexy J. Moleong (2002 : 103) mengatakan bahwa “Analisis
data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Langkah-langkah
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti teknik analisis
mengalir. Menurut Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman (1992: 16),
“Analisis mengalir terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan,
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi data”.
Dalam penelitian ini, data diambil dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini kemudian akan
dianalisis. Data hasil wawancara, data hasil observasi dan data dari dokumentasi
dibandingkan untuk mendapatkan data yang valid, kemudian dilakukan reduksi
data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data–data kasar dari catatan–catatan di lapangan
(Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman, 1992: 16). Proses reduksi data
bertujuan untuk menghindari penumpukan data/ informasi dari narasumber,
kemudian data yang telah valid dapat disajikan.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan serangkaian langkah–langkah secara urut
dari awal hingga akhir yang dilakukan dalam penelitian. Di dalam penelitian ini
peneliti menggunakan prosedur atau tahap-tahap penelitian sebagai berikut :
45
1. Tahap pra lapangan
Tahap pra lapangan ini dilakukan dengan kegiatan pembuatan proposal
penelitian sampai dengan pencarian berkas perijinan penelitian lapangan.
Adapun caranya dengan mengadakan survei awal, memilih dan
memanfaatkan informasi yang bersifat informal, menyiapkan perlengkapan
penelitian dan instrumen penelitian untuk pengembangan pedoman
pengumpulan data (daftar pertanyaan wawancara dan pedoman observasi).
2. Tahap pengumpulan data
Tahap ini dilakukan untuk mengambil data yang relevan dan akurat,
dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian sesuai tujuan penelitian
dengan melakukan wawancara, observasi dan pencatatan dokumen.
Disamping kegiatan tersebut, pada tahap ini digunakan untuk melaksanakan
review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul dengan
melakukan refleksi, dan juga menentukan strategi pengumpulan data yang
dipandang paling tepat serta menentukan fokus, pendalaman data,
pemantapan data pada proses pengumpulan data berikutnya, kemudian
mengatur untuk kepentingan analisa awal.
3. Tahap analisis data
Tahap ini meliputi kegiatan pengolahan data atau analisis akhir dari data
yang telah dikumpulkan dari lokasi penelitian melalui kegiatan reduksi,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Bila data dirasa
belum cukup untuk memecahkan masalah penelitian, maka peneliti dapat
melakukan pengumpulan data kembali dan melakukan analisis awal.
4. Tahap penulisan laporan
Pada tahap ini peneliti mulai menyusun laporan awal, melaksanakan
review laporan dengan orang yang cukup memahami permasalahan penelitian
untuk mendiskusikan laporan yang telah disusun sementara. Dalam kegiatan
ini tidak menutup kemungkinan peneliti melaksanakan perbaikan laporan.
Selanjutnya kegiatan berikutnya menyusun laporan akhir penelitian dan
memperbanyak laporan tersebut sesuai kebutuhan.
46
Untuk lebih memperjelas jalannya penelitian yang akan dilakukan, maka
dibuat skema prosedur penelitian mulai dari pembuatan proposal hingga
pembuatan laporan hasil penelitian, yaitu sebagai berikut :
Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian
Tahap Pra Lapangan
Proposal
Pengumpulan Data dan
Analisis Awal
Analisis Akhir
Penyusunan Laporan Awal
Penulisan Hasil Laporan
Penggandaan Laporan