3.2 · web viewbagian 3 membahas lebih detil mengenai metode pengumpulan data serta teknik...
TRANSCRIPT
DETERMINAN PRAKTIK THIN CAPITALIZATION LISTED COMPANIES DI INDONESIA 2010-2013
Devi Christiana1, Dwi Martani
E-mail1: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas tentang determinan dari praktik thin capitalization yang dilakukan oleh perusahaan publik di Indonesia periode 2010-2013. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan data sampel dari 242 perusahaan terbuka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan berkarakter multinationality, memanfaatkan tax haven serta dikenakan tarif pajak efektif yang tinggi memiliki posisi thin capitalization yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tersebut. Sebaliknya, perusahaan yang mengungkapkan ketidakpastian pajak serta memiliki penjualan ekspor yang tinggi memiliki leverage yang lebih rendah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam menyusun thin capitalization rules yang tepat dan andal untuk Indonesia.
Determinants of Thin Capitalization Practices in Indonesian Listed Companies 2010-2013
Abstract
This study focus on analyzing determinants of thin capitalization practices in Indonesian listed companies during 2010-2013. This quantitative research use 242 listed companies as sample. Companies with foreign subsidiary, utilizes tax haven, and subject to higher tax rate, has higher thin capitalization position compare to others. In contrast, companies which disclose uncertain tax exposure, and has more extensive foreign exposure has lower thin capitalization. This study can be used as reference for Indonesian government in order to develop suitable and reliable thin capitalizaton rules.
Keywords: thin capitalization, leverage, tax avoidance
1. PendahuluanIsu penghindaran pajak telah menjadi masalah sejak ketentuan perpajakan disusun dan isu ini
selalu ada dalam setiap jenis masyarakat (Andreoni, Erard dan Feinstein, 1998; Uadiale,
Fagbemi dan Ogunleye, 2010; Annuar, Salihu dan Obid, 2014). Faktanya adalah proporsi beban
pajak terhadap pendapatan sebelum pajak semakin lama semakin besar, sehingga nilai
keuntungan yang dapat didistribusikan kepada pemangku kepentingan terus mengecil (Annuar,
Salihu dan Obid, 2014). Walaupun peraturan mengenai anti penghindaran pajak telah diterapkan
1 Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir pada Program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Paper ini merupakan ringkasan dari skripsi yang dibimbing oleh Dwi Martani, dosen senior pada Program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
1
di setiap negara, setiap perusahaan tetap berupaya untuk mempekerjakan akuntan yang paling
handal, dalam rangka menyusun strategi perpajakan yang dapat membuat mereka membayar
pajak dengan nilai yang lebih rendah (Daily Mail, 2010). Hundal (2011) memberi argumen
bahwa penghindaran pajak korporat merupakan salah satu isu yang paling sulit untuk dibenahi di
setiap yurisdiksi perpajakan, karena aktivitas ini terus menimbulkan kerugian penerimaan pajak
bagi pemerintah di negara berkembang.
Berdasarkan teori struktur modal yang disampaikan oleh Miller & Modigliani (1963), utang
dapat digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan, sebab terdapat insentif pajak yang
diterima perusahaan melalui kemampuan beban bunga pinjaman untuk mengurangi penghasilan
kena pajak. Kondisi dimana sebuah perusahaan lebih banyak menggunakan utang dibanding
modal sebagai sumber pendanaannya disebut sebagai praktik thin capitalization (OECD, 2012).
Praktik thin capitalization dapat dijadikan sebagai salah satu strategi penghindaran pajak (Lietz,
2014). Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak terbukti memiliki rasio debt to equity
yang lebih tinggi (Beuselinck, Buysschaert dan Deloof, 2005; Graham dan Tucker, 2006; dan
Dyreng, Hanlon dan Maydew, 2008)
Perusahaan multinasional memiliki insentif untuk mendanai perusahaan dengan utang yang
berasal dari luar negeri, saat tarif pajak yang dikenakan kepada pemberi pinjaman lebih tinggi
dibandingkan tarif pajak domestik tempat perusahaan berada (Dahlby, 2008). Nilai utang yang
dimiliki anak perusahaan juga bergantung dari perbedaan tarif pajak di negara induk dan negara
anak (Chowdry dan Coval, 1998; Dahlby, 2008).
Selanjutnya, perusahaan yang menempatkan anak perusahaannya di negara tax haven dapat
memperoleh keuntungan dari segi legal, finansial dan perlakuan perpajakan (ATO, 2004a;
2
OECD, 2006). Manfaat ini dapat mempermudah perusahaan untuk melakukan praktik
penghindaran pajak, salah satunya dengan metode thin capitalization.
Saat perusahaan mengungkapkan ketidakpastiannya dalam menghitung beban pajak aktual,
perusahaan tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar telah melakukan aktivitas
penghindaran pajak (Dyreng, Hanlon dan Maydew, 2014), sebab aktivitas ini membawa risiko
legal yang membuat estimasi nilai pajak aktual menjadi lebih sulit (Lietz, 2014).
Perusahaan dengan level eksposur luar negeri yang lebih besar terbukti memiliki tarif pajak
efektif yang lebih rendah (Rego, 2003; Mills dan Newberry, 2004). Hal ini memperlihatkan
bahwa perusahaan dengan karakteristik tersebut memiliki insentif untuk melakukan strategi tax
planning dengan memanfaatkan keuntungan yang diraih berkat adanya perbedaan tarif antar
yurisdiksi perpajakan.
Selain itu hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai tarif pajak efektif yang
dikenakan kepada perusahaan dapat memberi dampak bagi nilai utang yang dimiliki oleh
perusahaan tersebut (Graham dan Harvey, 2011, Desai, Foley dan Hines, 2004; Desat et al.,
2004; Huizinga, Laeven dan Nicodeme, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti determinan dari praktik thin capitalization di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan 242 sampel perusahaan dari periode 2010 hingga 2013
(968 firm-years). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh
dari sumber yang dapat diakses secara umum. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model General Least Square dengan modifikasi yang membuat pengujian ini dapat memberikan
model yang efisien walaupun data penelitian mengalami masalah heterokedastisitas dan
autokorelasi.
3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perusahaan Indonesia dengan karakter
multinationality, memanfaatkan tax haven, dan dikenakan tarif pajak efektif yang tinggi
memiliki posisi thin capitalization yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain; sedangkan
perusahaan yang mengungkapkan ketidakpastian pajak serta memiliki level eksposur luar negeri
yang tinggi memiliki posisi thin capitalization yang lebih rendah.
Penelitian yang menguji determinan dari strategi thin capitalization yang dilakukan
perusahaan belum banyak dilakukan dalam lingkup global, sehingga penelitian ini dapat
memberikan kontribusi kepada beberapa pihak; yaitu bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
pemerintah dan investor. Yang pertama, penelitian-penelitian yang sebelumnya dilakukan lebih
terfokus kepada menganalisis determinan dari praktik penghindaran pajak secara umum; belum
ada yang fokus dalam menganalisis determinan dari strategi thin capitalization, sehingga hasil
penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk menyusun peraturan terkait thin
capitalization yang lebih andal dan sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh perusahaan
Indonesia saat ini. Selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk membantu investor dalam
mengambil keputusan investasi yang lebih tepat. Investor menjadi lebih jeli dalam membaca
intensi yang dimiliki perusahaan Indonesia saat melaksanakan strategi thin capitalization.
Struktur penulisan dari penelitian ini terbagi ke dalam beberapa bagian. Bagian 1 membahas
tentang gambaran umum penelitian. Bagian 2 memberi pemaparan mengenai teori dan literatur
yang digunakan sebagai pendukung penelitian ini serta pengembangan hipotesis untuk setiap
variabel penelitian. Bagian 3 membahas lebih detil mengenai metode pengumpulan data serta
teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian. Bagian 4 menjabarkan analisis dari
hasil penelitian. Bagian terakhir (Bagian 5) membahas tentang kesimpulan yang dihasilkan atas
penelitian, serta saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
4
2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Kerangka Teoritis
Modigliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa nilai perusahaan tidak hanya bergantung
pada struktur modal yang dimilikinya, sebab terdapat keuntungan lain yang diperoleh perusahaan
melalui kemampuan bunga pinjaman sebagai pengurang pajak. Nilai perusahaan dapat
meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan utang. Alasannya adalah pembayaran bunga
dapat dikurangkan dari laba kena pajak perusahaan, saat dividen dan laba ditahan tidak memiliki
kemampuan yang sama.
Teori trade-off digunakan untuk menentukan struktur modal optimal perusahaan dengan
menyederhanakan asumsi pasar sempurna; seperti pajak, financial distress, dan biaya agensi.
Setiap perusahaan dianggap memiliki target nilai debt to equity yang ingin dicapai, dan mereka
akan berusaha untuk mencapainya. Teori ini menyarankan agar perusahaan terus meningkatkan
nilai utang sebagai sumber pendanaan, hingga biaya utang cukup besar untuk melenyapkan
keuntungan dari penggunaan utang tersebut.
Tidak ada definisi yang seragam mengenai istilah tax avoidance (Hanlon dan Heitzman,
2010; Dumbar, Higgins, Phillips dan Plesko, 2010; Lietz, 2014). Penghindaran pajak adalah
segala aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi pajak eksplisit yang dikenakan
kepada mereka (Lietz, 2014). Yang dimaksud dengan pajak eksplisit adalah beban pajak yang
secara langsung dapat mempengaruhi nilai laba setelah pajak perusahaan (Lietz, 2014).
Secara umum, aktivitas penghindaran pajak dapat dibagi ke dalam 3 kategori; agresivitas
pajak, tax sheltering, dan penggelapan pajak (Lietz, 2014). Salah satu cara untuk melakukan
5
penghindaran pajak adalah dengan menggunakan beban bunga sebagai pengurang pajak. Nilai
beban bunga dapat ditingkatkan apabila perusahaan memiliki interest-bearing liabilities yang
semakin tinggi. Praktik yang dilakukan perusahaan untuk mendanai perusahaan dengan utang
dibanding dengan ekuitas disebut juga dengan praktik thin capitalization.
Pengertian thin capitalization menurut OECD (2012) merujuk kepada sebuah situasi dimana
perusahaan dibiayai oleh level utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan modal. Pengertian
ini juga sejalan dengan pengertian thin capitalization yang terdapat dalam tulisan Taylor dan
Richardson (2013) dan Taylor, Tower dan Van der Zahn (2010). Perusahaan yang menerapkan
praktik ini disebut juga dengan “highly-leveraged” atau “highly-geared”. Strategi perusahaan
dalam memperoleh modal memiliki dampak yang signifikan terhadap level keuntungan yang
dilaporkannya untuk keperluan perpajakan. Peraturan perpajakan memperbolehkan beban bunga
yang sudah dibayar atau yang masih berbentuk utang bunga, sebagai beban yang dapat
dikurangkan, saat pengukuran laba fiskal dilakukan. Semakin tinggi level utang dalam
perusahaan, semakin tinggi pula beban bunga yang harus dibayarkan. Hal ini mengakibatkan
laba fiskal menjadi semakin rendah (OECD, 2012).
Perusahaan multinasional sering melakukan restrukturisasi atas kebijakan pendanaan mereka
untuk memaksimalkan keuntungan ini. Mereka tidak hanya dapat menyusun kombinasi utang
dan modal yang menghasilkan efisiensi pajak di negara sumber pinjaman, mereka juga dapat
mempengaruhi perlakukan perpajakan yang dilaksanakan oleh pemberi pinjaman. Sebagai
contoh, perusahaan dapat mengatur situasi agar pemberi pinjaman dapat memperoleh pendapatan
bunga di yurisdiksi pajak yang tidak mengenakan pajak atas pendapatan bunga, atau hanya
mengenakan pajak dengan tarif yang rendah (OECD, 2012).
6
Untuk alasan ini, bagian administrasi pajak di tingkat negara menyusun peraturan untuk
membatasi nilai beban bunga yang dapat dikurangkan untuk kepentingan penghitungan laba
fiskal. Peraturan ini disusun untuk menghalangi terjadinya cross-border shifting dari laba
perusahaan melalui level utang yang berlebihan, sehingga basis perpajakan di negara dapat
dilindungi. Dari perspektif pajak, kegagalan untuk menangani pembayaran bunga yang
berlebihan akan memberi keuntungan bagi perusahaan multinasional, karena perusahaan
domestik tidak dapat memanfaatkan hal ini (OECD,2012)
Peraturan mengenai thin capitalization dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan (OECD,
2012):
1. Menentukan nilai maksimum dari utang yang beban bunganya dapat dikurangkan
2. Menentukan nilai maksimum dari beban bunga yang dapat dikurangkan, dengan referensi
rasio dari bunga yang dibayarkan atas variabel yang lain
Untuk menentukan nilai maksimum utang, OECD (2012) memberikan 2 (dua) pendekatan;
pendekatan “arm’s length” atau pendekatan rasio. Dalam pendekatan arm’s length, nilai
maksimum dari utang yang beban bunganya dapat dikurangkan adalah sebesar nilai pinjaman
yang dapat diberikan oleh pemberi pinjaman independen kepada perusahaan. Di dalam
pendekatan rasio, nilai maksimum utang yang beban bunganya dapat dikurangkan telah
ditentukan berdasarkan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan peraturan
perpajakan, seperti rasio utang atas modal.
Untuk menentukan nilai maksimum dari beban bunga yang dapat dikurangkan, OECD (2012)
menyarankan pendekatan “earnings stripping”; dimana pendekatan ini fokus kepada jumlah
utang bunga atau beban bunga yang telah dibayarkan dibandingkan dengan jumlah pendapatan
darimana beban bunga tersebut akan dibayarkan. Sebagai contoh, pemerintah dapat
7
menggunakan rasio beban bunga terhadap laba sebelum beban bunga, pajak dan depresiasi
(EBITDA).
Peraturan Perpajakan di Indonesia Indonesia belum memiliki peraturan khusus terkait thin
capitalization. Akan tetapi telah ada ketentuan perpajakan yang menyinggung permasalahan ini.
Ketentuan tersebut tercakup dalam Pasal 18 Ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.”
Berdasarkan Country Tax Profile yang dikeluarkan KPMG (2014), sebagian besar negara
ASEAN belum menetapkan peraturan khusus terkait thin capitalization dalam perpajakan; hanya
Malaysia dan Thailand yang sudah memiliki ketentuan khusus terkait hal ini. Negara Asia
Pasifik yang memiliki peraturan thin capitalization menggunakan pendekatan arm’s length (rasio
debt to equity) untuk menetapkan batas maksimal dari kewajaran posisi thin capitalization.
Negara tersebut antara lain Jepang, Korea, China, Australia dan New Zealand. Rasio maksimal
debt to equity yang ditetapkan oleh negara Asia Pasifik yang memiliki thin capitalization rules
adalah 3:1, kecuali untuk negara China (2:1).
Secara spesifik, perusahaan multinasional memiliki insentif untuk membiayai penanaman
modal asing mereka dengan utang apabila tarif pajak perusahaan negara sumber lebih tinggi
daripada tarif pajak penghasilan badan di negara domisili, sebab pembayaran bunga tersebut
dapat dikurangkan dengan tarif pajak yang lebih tinggi apabila pinjaman tersebut dilasanakan
oleh anak perusahaan, dibandingkan apabila pinjaman tersebut dilakukan oleh induk perusahaan
8
(Dahlby, 2008). Penelitian dari Dahlby (2008) menunjukkan bahwa utang internal dan utang
eksternal dari anak perusahaan asing berhubungan langsung dengan perbedaan tarif pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Slemrod (2001) dan Rego (2003) menunjukkan bahwa
perusahaan yang highly-leveraged di Amerika Serikat memiliki tarif pajak efektif yang lebih
rendah, sebab penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan dapat meningkatkan beban bunga,
yang mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan tersebut. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Beuselinck, Buysschaert dan Deloof (2005), Graham dan Tucker (2006), dan Dyreng,
Hanlon dan Maydew (2008) juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang berhasil
melaksanakan praktik penghindaran pajak di Amerika Serikat memiliki proporsi utang yang jauh
lebih tinggi dalam struktur modalnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2013) menunjukkan bahwa
determinan dari praktik thin capitalization meliputi karakter multinationality, pemanfaatan tax
haven, keberadaan pajak withholding, dan ketidakpastian pajak. Keempat faktor di atas
signifikan secara statistik dalam menjelaskan praktik thin capitalization yang dilakukan oleh
perusahaan terbuka di Australia.
2.2 Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Multinationality
Dengan asumsi bahwa perusahaan multinasional mengaplikasikan perencanaan pajak yang
efisien diantara entitas grupnya, dapat diekspektasikan bahwa perusahaan yang memiliki anak
perusahaan yang memperoleh pendapatan dari luar negeri, memiliki kemungkinan lebih besar
untuk terlibat dalam praktik penghindaran pajak. Faktanya, Rego (2003) menemukan bahwa
perusahaan multinasional asal Amerika Serikat lebih sukses dalam melakukan praktik
9
penghindaran pajak dibandingkan dengan perusahaan yang murni beroperasi di Amerika Serikat.
Terlebih lagi, Hanlon, Mills dan Slemrod (2005) melaporkan bahwa foreign control subsidiaries
Amerika Serikat terbukti melakukan praktik ketidakpatuhan pajak dua kali lipat lebih banyak
dibandingkan dengan perusahaan yang dikontrol oleh domestik. Dyreng et al. (2008) juga
memberi argumen bahwa perusahaan asal Amerika Serikat dengan eksposur internasional yang
lebih luas cenderung memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk melaksanakan strategi
penghindaran pajak.
H1: Perusahaan dengan karakter multinationality memiliki thin capitalization yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tersebut.
2.2.2 Tax Haven
Penghindaran pajak juga dapat dilakukan apabila anggota dari grup perusahaan adalah wajib
pajak dalam negeri di negara yang berstatus tax haven yang menawarkan keuntungan dari segi
finansial, legal, dan perlakuan perpajakan (ATO, 2004; OECD, 2006). Negara yang berstatus tax
haven tidak mengenakan pajak atau hanya mengenakan pajak badan dengan nominal yang sangat
kecil; memiliki hukum atau praktik administrasi yang dapat mencegah adanya pertukaran
informasi yang efektif dan mengurangi transparansi yang berkenaan dengan penyusunan strategi
finansial dan perpajakan (seperti akses ke dokumen finansial). Tax haven juga dapat membantu
pelaksanaan praktik penghindaran pajak dengan memperbolehkan perusahaan untuk
mengalokasikan kembali penghasilan kena pajak dari yurisdiksi dengan tarif pajak yang tinggi ke
yurisdiksi dengan tarif pajak domestik yang dikenakan atas penghasilan dari luar negeri (Hanlon
dan Slemrod, 2009; OECD, 2006).
10
H2: Perusahaan dengan karakter tax haven memiliki thin capitalization yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tax haven.
2.2.3 Ketidakpastian Pajak
Ketidakpastian pajak dapat digunakan manajemen perusahaan sebagai alat untuk menutupi
aktivitas penghindaran pajak (Desai dan Dharmapala, 2006), termasuk penerapan thin
capitalization untuk mengurangi total nilai utang pajak perusahaan, Keuntungan pajak yang
diraih perusahaan dari berbagai praktik penghindaran pajak membutuhkan kompleksitas dan
kamuflase untuk menghindari adanya deteksi, sehingga praktik tersebut dapat mempertahankan
kesempatan yang dimiliki manajemen dalam melaksanakan praktik penghindaran pajak.
Kamuflase dapat dilaksanakan dengan penyembunyian obligasi, manipulasi pendapatan,
diversifikasi transaksi, praktik rahasia, serta melalui penciptaan lingkungan yang tidak pasti bagi
estimasi ajak (Desai dan Dharmapala, 2007). Selain itu, saat sebuah perusahaan memasuki suatu
“area abu-abu” dimana batas antara pelaksanaan tax planning dan tax avoidance menjadi tidak
jelas, terdapat ketidakpastian pajak yang menyertainya. Otoritas perpajakan dapat menantang
argumen perusahaan dalam melakukan hal ini, dan dapat mengakibatkan perusahaan mengalami
kerugian akibat denda yang dikenakan otoritas kepada perusahaan tersebut (Dyreng, Hanlon dan
Maydew; 2014).
H3 : Perusahaan yang mengungkapkan ketidakpastiannya dalam menghitung beban
pajak aktual memiliki thin capitalization yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
yang tidak mengungkapkan hal tersebut.
11
2.2.4 Foreign exposure
Perusahaan yang tidak hanya beroperasi di pasar domestik memiliki ruang yang lebih luas
untuk memiliki nilai utang yang lebih tinggi dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan
(Miller dan Modigliani, 1963), sebab mereka dapat memanfaatkan perbedaan dalam yurisdiksi
perpajakan untuk memaksimalkan nilai keuntungan yang dapat diraih dari pengurangan beban
bunga. Semakin ekstensif kegiatan operasi yang diakukan perusahaan di luar negeri, semakin
besar kemungkinannya untuk melakukan penghindaran pajak (Dyreng et al., 2008; Rego, 2003),
sebab perusahaan yang beroperasi di pasar asing memiliki kesempatan yang tidak dimiliki oleh
perusahaan yang hanya beroperasi di pasar domestik, untuk melakukan penghindaran pajak.
H4: Perusahaan yang memiliki foreign exposure memiliki thin capitalization lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki foreign exposure.
2.2.5 Effective tax rate
Berdasarkan trade-off theory, salah satu keuntungan dari penggunaan utang sebagai sumber
pendanaan adalah kemampuan beban bunga dari utang tersebut untuk mengurangi beban pajak
yang harus dibayarkan; sehingga menurut Miller dan Modigliani (1963), semakin besar nilai
utang yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi nilai pasar dari perusahaan tersebut. Jika
penerima pinjaman berada di yurisdiksi perpajakan yang mengenakan tarif pajak yang tinggi,
12
maka keuntungan dari beban bunga tersebut dapat dimaksimalkan. Level utang yang dimiliki
oleh debitur ternyata sangat dipengaruhi oleh perbedaan tarif di dalam yurisdiksi perpajakan
dimana kreditur dan debitur berada (Dahlby, 2008; Huizinga, Laeven dan Nicodeme, 2008).
H5: Tarif pajak efektif berpengaruh positif terhadap thin capitalization.
2.2.6 Variabel Kontrol
Penelitian ini menggunakan variabel ukuran perusahaan, intensitas modal, return on assets,
market to book ratio, rasio lancar dan intensitas persediaan sebagai variabel kontrol. Ukuran
perusahaan dan intensitas modal diperkirakan akan memiliki korelasi positif dengan thin
capitalization yang dimiliki perusahaan (Rego, 2003; Hanlon et al., 2005; Stickney dan McGee,
1982); sedangkan variabel intensitas persediaan diperkirakan akan memiliki korelasi negatif
(Stickney dan McGee, 1982). Variabel market to book ratio dan return on assets tidak dapat
diperkirakan arah korelasinya, sebab terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya.
3. Metode Penelitian
3.1 Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dan dimodifikasi dari model penelitian
yang dikembangkan oleh Taylor dan Richardson (2013) untuk mengukur hubungan antara thin
capitalization dengan determinannya. Ada beberapa modifikasi model yang dilakukan. Pertama,
proksi pengukuran variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini diganti. Dalam
penelitian ini variabel THINCAP diukur dengan menggunakan rasio utang terhadap modal yang
dimiliki perusahaan. Modifikasi kedua adalah peneliti mengeluarkan variabel withholding tax
(WTAX) dari model penelitian, sebab pengukuran variabel ini tidak dapat disetarakan dengan
pengukuran yang terdapat di Indonesia. Modifikasi ketiga adalah peneliti menambahkan variabel
13
effective tax rate (ETR) sebagai variabel independen, variabel rasio lancar (CR) sebagai variabel
kontrol, dan mengubah status variabel foreign exposure, dari variabel kontrol menjadi variabel
independen. Model tersebut adalah:
THINCAPi ,t=a0+ β1 MULTI i ,t+β2 TAXHAV i , t+ β3 UNCERT i ,t+ β4 FOR i ,t+β5 ETRi ,t+β6 ¿¿ i , t+ β7 CINT i ,t + β8 ROA i ,t+β9 MKTBK i , t+β10CRi , t+β11 INVINT i ,t+ei ,t ¿
dimana:
THINCAPi ,t = Nilai Debt to equity untuk perusahaan i di tahun t.
MULTIIT = Dummy variable; “1” untuk perusahaan yang setidaknya memiliki 1 anak
perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia, dan “0” untuk perusahaan
Indonesia yang tidak memiliki anak perusahaan yang berkedudukan di luar
negeri
TAXHAVit = Dummy variable; “1” untuk perusahaan yang setidaknya memiliki 1 anak
perusahaan yang berkedudukan di negara tax haven, dan “0” untuk perusahaan
yang tidak memiliki anak perusahaan di negara tax haven.
UNCERTit = Dummy variable; “1” untuk perusahaan yang mengeluarkan pernyataan
mengenai “Eksposur Ketidakpastian Pajak” dalam catatan atas laporan
keuangannya, dan “0” untuk perusahaan yang tidak mengeluarkan pernyataan
tersebut.
FORit = Penjualan ekspor dibagi dengan total penjualan perusahaan selama satu periode
tertentu.
ETRit = Nilai beban pajak aktual dengan nilai laba usaha sebelum pajak perusahaan di
periode tertentu
SIZEit = Logaritma natural dari total aset emiten dalam satu periode tertentu.
14
CINTit = Nilai bersih dari property, plant dan equipment dibagi nilai total aset di periode
sebelumnya (TotalAssett-1)
ROAit = Laba usaha sebelum pajak dibagi dengan total aset pada periode tertentu
MKTBKit = Nilai pasar per lembar saham perusahaan dibagi nilai buku per lembar saham
perusahaan, di akhir tahun buku yang berlaku
CRit = Aset lancar dibagi liabilitas lancar pada periode tertentu
INVINTit = Total persediaan dibagi nilai total aset di periode sebelumnya (TotalAssett-1)
Penelitian ini menggunakan 242 sampel perusahaan yang memenuhi beberapa kriteria yaitu
terdaftar di BEI sejak sebelum 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2013; menerbitkan
laporan keuangan tahunan yang telah diaudit selama kurun waktu 2010 sampai 2013; serta
memiliki data-data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti dengan lengkap dalam laporan
keuangan perusahaan dari tahun 2010 sampai dengan 2013. Penelitian ini mengecualikan data
dari Industri Keuangan, Properti & Real Estat.
3.2 Metode Pengolahan Data
Saat peneliti mengolah data penelitian ini dengan menggunakan teknik ordinary least square,
peneliti menemukan bahwa model ini memiliki masalah heterokedastisitas dan masalah
autokorelasi. Apabila teknik OLS tetap digunakan untuk mengolah data penelitian ini, model
yang dihasilkan bisa menjadi tidak efisien dan memberikan informasi yang salah. Oleh sebab itu
peneliti menggunakan model GLS (General Least Square) untuk mengatasi masalah tersebut.
Model general least square adalah model yang mampu membuat suatu estimasi yang efisien
walaupun terdapat masalah autokorelasi dan heterokedastisitas dalam data penelitian.
15
4. Hasil Penelitian
4.1 Analisis Deskriptif
Terdapat beberapa perusahaan yang tidak memiliki utang dalam struktur modalnya. Selain
itu, dari hasil statistik deskriptif di atas dapat dilihat bahwa 28% dari sampel penelitian
menempatkan anak perusahaannya di luar negeri. Akan tetapi hanya 25% dari perusahaan
tersebut yang menempatkannya di negara tax haven (Mean: 7.3%). Perusahaan Indonesia juga
terlihat masih fokus dalam kegiatan operasinya di dalam negeri, karena rata-rata proporsi
penjualan ekspor perusahaan dibanding total penjualan keseluruhan masih cukup rendah, hanya
11,7%. Rata-rata tarif pajak efektif yang dikenakan atas sampel perusahaan di penelitian ini tidak
berbeda jauh dengan tarif pajak perusahaan yang dikenakan oleh otoritas perpajakan di Indonesia
yaitu 25% (lihat Lampiran 1).
Berdasarkan sampel penelitian yang diperoleh peneliti, nilai rata-rata debt to equity secara
keseluruhan selama kurun waktu 4 (empat) tahun adalah 0,784. Tren nilai debt to equity milik
perusahaan Indonesia fluktuatif, hingga mencapai level tertinggi di tahun 2013.
Jika nilai rata-rata debt to equity dilihat dari segi sektor industri, maka sektor yang memiliki
posisi thin capitalization tertinggi adalah sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi,
sedangkan industri yang memiliki posisi thin capitalization terendah adalah sektor Barang
Konsumsi. Hal ini dapat terjadi sebab karakteristik dari sektor infrastruktur, utilitas dan
transportasi adalah perusahaan ini membangun dan menawarkan proyek bernilai tinggi, akan
tetapi mereka tidak dapat memperoleh pendapatan atas proyek tersebut dalam waktu cepat.
16
Berbeda dengan karakteristik industri barang konsumsi. Mereka menawarkan produk atau jasa
yang dipakai oleh masyarakat sehari-hari dan dapat memperoleh pendapatan seketika itu juga
saat transaksi dilaksanakan. Hal ini membuat sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi perlu
mendanai pembangunan proyek mereka melalui utang, agar kegiatan operasional dapat terus
berjalan.
Secara umum, jika dilihat dari nilai rata-rata THINCAP semata, perusahaan-perusahaan
terbuka di Indonesia belum memiliki intensi untuk melakukan thin capitalization, karena nilai
rata-rata THINCAP ini lebih rendah daripada batas maksimum yang ditentukan oleh peraturan
thin capitalization di negara lain, yaitu nilai rasio THINCAP sebesar 3:1. Nilai utang yang
dimiliki perusahaan di Indonesia masih lebih rendah daripada nilai ekuitasnya. Berarti,
perusahaan di Indonesia masih mengandalkan ekuitas untuk memperoleh pendanaan. Walaupun
Indonesia memiliki tingkat suku bunga rata-rata pinjaman yang cukup tinggi; yang membuat
nilai beban bunga yang dapat dikurangkan menjadi semakin besar, tidak semua beban bunga
boleh dikurangkan, hanya sebesar nilai beban bunga atas selisih nilai pinjaman dengan nilai
deposito atau tabungan yang dimiliki perusahaan.
Jika dilihat berdasarkan karakteristik tertentu yang dimiliki perusahaan, posisi thin
capitalization dari perusahaan yang memiliki karakteristik Multinationality, Tax Haven dan Tax
Uncertainty lebih tinggi dibandingkan thin capitalization perusahaan yang tidak memiliki
karakteristik tersebut. Akan tetapi, perusahaan Indonesia yang hanya beroperasi di pasar lokal
memiliki ternyata nilai rata-rata debt to equity yang lebih tinggi daripada perusahaan yang
beroperasi di pasar internasional; juga perusahaan yang dikenakan tarif pajak perusahaan diatas
tarif normal yaitu 25%. Gambaran lebih detil dapat dilihat di Lampiran 2.
17
Berdasarkan hasil uji beda antara nilai debt to equity yang dimiliki perusahaan dengan
karakteristik tertentu, dengan perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tersebut, perbedaan
nilai rata-rata dalam variabel multinationality, tax uncertainty dan foreign exposure signifikan di
level 10% atau lebih baik. Contoh perusahaan yang memiliki karakter multinationality antara
lain Adaro Energy, Aneka Tambang, dan Astra International. Perusahaan Indonesia yang
menempatkan anak perusahaannya di negara tax haven antara lain Berau Coal Energy, Indofood
Sukses Makmur serta Indah Kiat Pulp and Paper. Perusahaan yang pernah mengeluarkan
pernyataan uncertain tax exposure antara lain Adaro Energy, Aneka Tambang dan Berau Coal
Energy.
Variabel THINCAP memiliki korelasi yang signifikan dengan variabel TAXHAV,
UNCERT, CR (p < 0,01); MULTI dan ROA (p < 0,05). Variabel yang memiliki korelasi positif
dengan variabel THINCAP adalah MULTI, TAXHAV, UNCERT, ETR dan INVINT.
Sedangkan variabel yang memiliki korelasi negatif dengan variabel THINCAP adalah FOR,
SIZE, CINT, ROA, dan CR (lihat Lampiran 3).
4.2 Analisis Statistik
Model penelitian secara umum signifikan dalam menjelaskan variabel dependen THINCAP,
hal ini diperlihatkan oleh nilai Prob > chi2 dibawah 0,05. Variabel independen yang signifikan
dalam menjelaskan variabel dependen adalah variabel MULTI, TAXHAV, FOR, ETR (P>|z| <
0,01), UNCERT (P>|z| < 0,10). Selain itu, seluruh variabel kontrol signifikan secara individu
dalam mempengaruhi variabel THINCAP di level 1%; kecuali untuk variabel INVINT (P>|z| <
0,05) dan ROA (P>|z| < 0,10) (lihat Lampiran 4).
18
Variabel independen yang memiliki korelasi positif dengan variabel THINCAP adalah
MULTI, TAXHAV, ETR, dan MKTBK, sedangkan variabel yang memiliki korelasi negatif
dengan variabel dependen adalah UNCERT, FOR, SIZE, CINT, ROA, CR, dan INVINT.
Korelasi positif yang ditunjukkan oleh hasil regresi atas variabel MULTI selaras dengan hasil
penelitian yang diperoleh Taylor, Richardson (2013). Hasil ini juga sesuai dengan literatur
pendukung yang disusun oleh Chowdry dan Coval (1998), Rego (2003), Dyreng et al. (2008),
Dahlby (2008), Desai et al. (2004) (lihat Lampiran 4).
Perusahaan Indonesia yang memiliki karakter multinationality memiliki nilai debt to equity
yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak memiliki karakter tersebut. Hal ini dapat terjadi
sebab karakter multinationality memungkinkan mereka untuk meraih keuntungan yang lebih
besar dari nilai beban bunga yang dapat dikurangkan, dengan memanfaatkan perbedaan tarif
pajak antar yurisdiksi perpajakan. Perusahaan Indonesia dapat meraih keuntungan saat menerima
pinjaman dari kreditur yang bertempat di lokasi yang mengenakan tarif pajak badan yang lebih
rendah dari Indonesia. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian yang diperoleh Taylor,
Richardson (2013), Rego (2003) dan Dyreng et al. (2008)
Selanjutnya, perusahaan Indonesia yang memiliki anak perusahaan di negara tax haven
memiliki nilai rata-rata rasio utang yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak
menempatkan anak perusahaannya di negara tax haven. Saat perusahaan Indonesia memperoleh
pinjaman dari anak perusahaannya yang berada di negara tax haven, maka keuntungan dari
penggunaan bunga pinjaman untuk meminimalkan beban pajak grup menjadi maksimal.
Perusahaan Indonesia dapat mengurangkan beban bunga tersebut dengan nilai yang tinggi, dan
pendapatan bunga yang diterima oleh anak perusahaan tidak akan dikenakan pajak tinggi di
19
negara tax haven. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian yang diperoleh Taylor, Richardson
(2013), Rego (2003) dan Dyreng et al. (2008) (lihat Lampiran 4).
Tanda negatif yang terdapat pada nilai korelasi antara variabel UNCERT dan THINCAP
tidak selaras dengan hasil penelitian yang diperoleh Taylor, Richardson (2013), Desai dan
Dharmapala (2006) dan Slemrod, 2004.
Argumen yang bisa menjelaskan mengapa arah korelasi variabel UNCERT negatif dalam
penelitian ini adalah adanya kemungkinan bahwa sampel perusahaan yang dipakai dalam
penelitian sebelumnya melakukan praktik penghindaran pajak selain thin capitalization, saat
mereka mengungkapkan ketidakpastiannya dalam mengestimasi nilai pajak penghasilan badan.
Selain itu, Austin dan Wilson (2015) memberikan argumen bahwa perusahaan yang memiliki
risiko tinggi untuk mengalami kerusakan reputasi akan menghindari tindakan penghindaran
pajak. Saat perusahaan Indonesia mengungkapkan ketidakpastiannya dalam menentukan nilai
pajak akibat berada dalam proses hukum dengan otoritas perpajakan, secara tidak langsung hal
tersebut memberi dampak negatif terhadap reputasi mereka. Risiko tersebut membuat perusahaan
Indonesia menjadi menjauhi praktik penghindaran pajak yang dapat memperburuk reputasi
mereka di hadapan publik.
Hasil korelasi FOR yang ditunjukkan pada Tabel 4.12 di atas bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Taylor, Richardson (2013), dan juga bertentangan dengan
literatur pendukung yang ditulis oleh Rego (2003), Beuselinck et al. (2005), dan Mills dan
Newberry (2004). Argumen yang dapat diberikan atas inkonsistensi hasil yang diperoleh
penelitian ini adalah perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian sebelumnya
melakukan praktik penghindaran pajak selain strategi thin capitalization. Korelasi negatif yang
ditunjukkan oleh hasil regresi di atas juga menunjukkan bahwa penjualan ekspor yang dilakukan
20
oleh perusahaan Indonesia sebagian besar masih berupa transaksi dengan pihak ketiga.
Perusahaan tidak bisa melakukan pengalihan penjualan kepada pihak ketiga tersebut, dalam
rangka menurunkan beban pajak secara grup (lihat Lampiran 4).
Perusahaan Indonesia yang dikenakan tarif pajak efektif yang lebih tinggi cenderung
memiliki rata-rata debt to equity yang lebih besar, yang memberikan indikasi bahwa perusahaan
Indonesia menggunakan kesempatan untuk dapat mengurangi beban bunga dengan nilai yang
lebih tinggi saat mereka menerima pinjaman dari kreditur yang berada di yurisdiksi perpajakan
dengan tarif pajak yang lebih rendah (lihat Lampiran 4).
Korelasi dari variabel kontrol SIZE, CINT, ROA, CR dan INVINT negatif terhadap posisi
thin capitalization yang dimiliki perusahaan, sedangkan proksi pertumbuhan perusahaan,
MKTBK, memiliki korelasi positif dengan nilai rasio utang terhadap modal perusahaan
Indonesia. Seluruh variabel ini signifikan secara individu dalam mempengaruhi variabel thin
capitalization dengan signifikansi 10% atau lebih baik (lihat Lampiran 4).
4.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji konsistensi hasil yang diperoleh dari analisis
regresi yang memasukkan seluruh variabel independen dan kontrol. Analisis sensitivitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan regresi terpisah atas setiap variabel independen,
sehingga diperoleh hubungan murni dari setiap variabel independen dengan variabel dependen
penelitian yaitu thin capitalization. Seluruh analisis sensitivitas menggunakan teknik general
least square, sebab apabila data penelitian diolah dengan menggunakan ordinary least square,
terdapat masalah heterokedastisitas dan autokorelasi yang membuat model hasil regresi menjadi
tidak efisien.
21
Hasil dari analisis sensitivitas atas variabel multinationality menunjukkan bahwa perusahaan
yang memiliki anak perusahaan di luar negeri memiliki posisi thin capitalization yang lebih
tinggi, dan signifikan di level 1%. Hal ini menunjukkan konsistensi dengan hasil regresi secara
umum (lihat Lampiran 5).
Selanjutnya, perusahaan yang memanfaatkan tax haven juga memiliki nilai debt to equity
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan hal tersebut. Hasil ini
signifikan di level 1%, dan konsisten dengan hasil regresi keseluruhan (lihat Lampiran 6).
Perusahaan yang mengungkapkan risiko uncertain tax exposure memiliki posisi thin
capitalization yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak mengungkapkan hal ini.
Hasil ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari regresi dengan menggunakan seluruh variabel
independen. Saat variabel ketidakpastian pajak diolah terpisah, variabel ini lebih signifikan
dalam mempengaruhi variabel thin capitalization. Signifikansi variabel ini meningkat dari 10%
menjadi 5% (lihat Lampiran 7).
Yang keempat, hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa variabel foreign exposure
memiliki korelasi negatif dengan posisi thin capitalization yang dimiliki perusahaan, dengan
signifikansi 1%. Hasil ini konsisten dengan hasil regresi secara umum (lihat Lampiran 8).
Yang terakhir, variabel effective tax rate memiliki korelasi positif dengan nilai debt to equity
yang dimiliki perusahaan, dengan signifikansi di level 1%. Hasil dari analisis sensitivitas selaras
dengan hasil regresi keseluruhan (lihat Lampiran 9).
5. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai analisis determinan dari
praktik thin capitalization yang dilaksanakan oleh perusahaan Indonesia. Secara umum,
22
perusahaan Indonesia belum menerapkan praktik penghindaran pajak melalui strategi thin
capitalization, yang dilakukan dengan cara meningkatkan nilai rasio utang terhadap ekuitas yang
dimilikinya. Strategi ini akan membuat nilai rasio debt to equity yang dimiliki oleh perusahaan
menjadi lebih dari 1 (satu). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata debt to equity
yang dimiliki oleh sampel penelitian ini tidak mencapai angka 1; yang berarti penerapan praktik
thin capitalization diantara perusahaan Indonesia masih rendah. Hanya sampel perusahaan di
sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang memiliki nilai rata-rata debt to equity diatas
1. Perusahaan Indonesia yang memiliki karakteristik multinationality, tax haven dan tax
uncertainty, terbukti memiliki nilai rasio utang terhadap modal yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tersebut. Akan tetapi, perusahaan Indonesia yang
beroperasi di luar negeri, dan dikenakan tarif pajak efektif yang lebih tinggi dari tarif pajak
badan umum yaitu 20%, ternyata memiliki rata-rata debt to equity yang lebih rendah
dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki kedua karakteristik di atas.
Perusahaan yang memiliki karakter multinationality, memanfaatkan tax haven serta yang
dikenakan pajak dengan tarif tinggi memiliki nilai rasio utang terhadap modal lebih tinggi
dibandingkan perusahaan lain. Hal ini menunjukkan bahwa karakter multinationality dan tax
haven memberi insentif bagi perusahaan untuk melaksanakan praktik thin capitalization, dengan
memanfaatkan perbedaan tarif diantara yurisdiksi perpajakan untuk memperoleh keuntungan
pengurangan pajak maksimal dalam grup perusahaan. Perusahaan yang mengungkapkan risiko
uncertain tax exposure serta memiliki level eksposur luar negeri yang tinggi memiliki posisi thin
capitalization yang lebih rendah.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pemerintah dalam
menyusun peraturan terkait thin capitalization rules yang tepat dan andal. Selain itu penelitian
23
ini juga dapat digunakan oleh investor untuk mengerti insentif perusahaan dalam melakukan
praktik thin capitalization sehingga dapat membuat keputusan investasi yang lebih andal di masa
depan. Yang terakhir, penelitian ini berguna untuk meningkatkan awareness perusahaan
mengenai risiko legal yang dihadapi perusahaan saat melaksanakan praktik thin capitalization
yang berlebihan.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang diharapkan dapat disempurnakan di
penelitian selanjutnya. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain sampel penelitian ini masih
menggunakan data sekunder yang diungkapkan oleh perusahaan publik di Indonesia. Data
perusahaan privat masih dikecualikan dari penelitian ini. Selanjutnya, model penelitian ini masih
memiliki masalah multikolinearitas dan autokorelasi jika dianalisis dengan regresi Ordinal Least
Square. Oleh sebab itu terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian
selanjutnya, antara lain memakai sampel penelitian dari perusahaan privat agar hasilnya dapat
dibandingkan dengan penelitian yang memakai sampel perusahaan publik, dan melakukan
analisis determinan praktik thin capitalization dengan menggunakan sampel dari negara ASEAN
lainnya.
24
DAFTAR REFERENSI
Andreoni. J., Erard. B., & Feinstein. J. (1998). Tax Compliance. Journal of Economic Literature, 36, 818-860Annuar. H. A., S. I. (2014). Corporate Ownership, Governance, and Tax Avoidance: An Interactive Effects.
Procedia - Social and Behavioral Sciences 164, 150-160.Beuselinck, C., Buysschaert, A., & Deloof, M. (2005). Business groups, taxes and earnings management. Paper
prepared for the European Accounting AssociationChowdry, B., & Coval, J. (1998). Internal Financing of Multinational Subsidiaries: Debt vs Equity. Journal of
Corporate Finance, 87-105.Dahlby, B. (2008). Taxation of Inbound direct investment: Economic principles and tax policy considerations.
Research report prepared for the Advisory Panel on Canada’s System of International Taxation.Daily Mail (2010). The Greatest Tax Heist. 17 December.Deesomsak, R. (2015, June 7). Corporate Financing Decisions: Evidence from the Asia Pacific Region. Retrieved
from Durham E-Theses Online: http:e-theses.dur.ac.uk/2667Desai, & Dharmapala, D. (2006). Corporate tax avoidance and high-powered incentives. Journal of Financial
Economics, 79(1), 145–179.Desai, & Dharmapala, D. (2007). Taxation and corporate governance: An economic approach. In Taxation and
Corporate Governance Conference, Munich, 2007Desai, M. A., Foley, C. F., & Hines, J. R. (2004). A multinational perspective on capital structure choice and
internal capital markets. Journal of Finance, 59, 2451–2487.Desai, M., Foley, C. F., & Hines, J. R. (2006). The demand for tax haven operations. Journal of Public Economics,
90, 513–531.Dharmapala, D., & Riedel, N. (2011). Earnings shocks and tax-motivated income-shifting: Evidence from European
multinationals. Working Paper 1101, Oxford University, Centre of Business Taxation.Dumbar, Amy., Higgins, Danielle., Phillips, John., Plesko, George. (2010). What do measures of tax aggresiveness
measure?. Proceedings of the National Tax Association Annual Conference on Taxation, 18-26.Dyreng, S., Hanlon, M., & Maydew, E. (2008). Long-run corporate tax avoidance. The Accounting Review, 83(1),
61–82.Dyreng, S., & Lindsey, B. P. (2009). Using financial accounting data to examine the effect of foreign operations
located in tax havens and other countries on U.S. multinational firms’ tax rates. Journal of Accounting Research, 47(5), 1283–1316.
Dyreng. S., H. M. (2014). Rolling the Dice: When Does Tax Avoidance Results in Tax Uncertainty?Graham, J. R., & Harvey, C. R. (2001). The theory and practice of corporate finance: Evidence from the field.
Journal of Financial Economics, 60(2), 187–243.Graham, J. R., & Tucker, A. (2006). Tax shelters and corporate debt policy. Journal of Financial Economics, 81,
563–594.Hanlon, M., Mills, L., & Slemrod, J. (2005). An empirical examination of corporate tax noncompliance. Working
Paper 1025, University of Michigan, University of Texas.Hanlon, M., & Slemrod, J. (2009). What does tax aggressiveness signal? Evidence from stock price reactions to
news about tax shelter involvement. Journal of Public Economics, 93(1/2), 126–141.Hanlon, Michelles., & Heitzman, Shane. (2010). A review of tax research. Journal of Accounting and Economics,
50 (203), 127-178.Huizinga, H., Laeven, L., & Nicodeme, G. (2008). Capital structure and international debt shifting. Journal of
Financial Economics, 88, 80–118.Hundal. S (2011). Why tax avoidance is among the biggest issues of our generation. Liberal Conspiracy. Retrieved
from http://www.liberalconspiracy.orgLietz, G. (2014). Determinants and Consequences of Corporate Tax Avoidance. University of Munster: Institute of
Accounting and Taxation.Mills, L. F., & Newberry, K. J. (2004). Do foreign multinationals’ tax incentives influence their U.S. income
reporting and debt policy? National Tax Journal, 57(1), 89–107.Mintz, J., & Weichenrieder, A. (2005). Taxation and the financial structure of German outbound FDI. CESIFO
Working Paper no. 1612.Modigliani, F., & Miller, M. (1963). Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction. American
Economic Review, 53, 443-443.OECD. (2012). Thin Capitalisation Legislation: A Background Paper of Country Tax Administrations. 3-8.
25
Rego, S. O. (2003). Tax-avoidance activities of U.S. multinational firms. Contemporary Accounting Research, 20(4), 805–833.
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta.
Taylor, G., Richardson. G. (2013). The determinants of thinly capitalizaed tax avoidance structures: Evidence from Australian Firms. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 22, 12-25.
Taylor, G., Tower, G., & Van der Zahn, M. (2010). The influence of international taxation structures on corporate financial disclosure patterns. Accounting Forum, 35, 32-46.
Uadiale, O.M., Fagbemi. T. O., & Ogunleye. J. O. (2010). An empirical study of the relationship between culture and personal income tax evasion in Nigeria. European Journal of Economics, Finance and Administrative Services, 20, 116-126
Wahab, S. N. (2014). The Determinants of Capital Structure: An Empirical Investigation of Malaysian Listed Government Linked Companies. International Journal of Economics and Financial Issues Vol. 4 No. 4, 930-945
26
Lampiran 1
Analisis Deskriptif
Variable N Mean Std. Dev Minimum MaximumTHINCAP 968 0.783 1.038 0 12.257MULTI 968 0.281 0.450 0 1TAXHAV 968 0.073 0.261 0 1UNCERT 968 0.107 0.310 0 1FOR 968 0.117 0.250 0 1ETR 968 0.246 0.515 -7.917 8.268SIZE 968 21.270 1.693 14.509 26.089CINT 968 0.488 0.471 0.0001 7.552MKTBK 968 2.621 3.025 0 22.06ROA 968 0.100 0.520 -9.138 9.209CR 968 2.078 2.116 0.153 29.016INVINT 968 0.180 0.186 0 1.351
27
Lampiran 2
Perbandingan Posisi Thin Capitalization Perusahaan Indonesia dengan Karakteristik Tertentu
MULTI TAXHAV UNCERT FOR ETR0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Dummy Var 1 Dummy Var 0
Definisi variabel: THINCAP = rasio antara total interest-bearing liabilities dibandingkan dengan total ekuitas; MULTI = dummy variable, angka “1” untuk perusahaan yang setidaknya memiliki 1 anak perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia, dan “0” untuk perusahaan Indonesia yang tidak memiliki anak perusahaan di luar negeri; TAXHAV = dummy variable, angka “1” untuk perusahaan yang setidaknya memiliki 1 anak perusahaan yang berkedudukan di negara berstatus tax haven, dan “0” untuk perusahaan yang tidak memiliki anak perusahaan di negara tax haven; UNCERT = dummy variable; angka “1” untuk perusahaan yang mengeluarkan pernyataan mengenai kesulitan yang dihadapinya dalam mengestimasi kewajiban pajak, dan “0” untuk perusahaan yang tidak mengeluarkan pernyataan tersebut; FOR = dummy variable; angka “1” untuk perusahaan yang memiliki penjualan ekspor, dan “0” untuk perusahaan Indonesia yang hanya memiliki penjualan lokal; ETR = dummy variable; angka “1” untuk perusahaan yang memiliki nilai effective tax rate diatas 20%, dan “0” untuk perusahaan Indonesia yang memiliki nilai effective tax rate dibawah 20%.
28
Lampiran 3
Hasil Korelasi PearsonTHINCAP MULTI TAXHAV UNCERT FOR ETR SIZE CINT MKTBK ROA CR INVINT
THINCAP 1MULTI 0.076** 1TAXHAV 0.091*** 0.432*** 1UNCERT 0.104*** 0.102*** 0.146*** 1FOR -0.002 0.080** 0.103*** 0.026 1ETR 0.014 -0.084*** -0.037 0.012 -0.001 1SIZE -0.04 0.392*** 0.342*** 0.116*** 0.068** 0.041 1CINT -0.014 0.026 0.014 -0.026 0.062* 0.095** 0.077** 1MKTBK 0.087*** 0.037 0.029 0.114*** -0.098***-0.035 0.084*** 0.11*** 1ROA -0.084** 0.056* -0.006 0.003 0.007 -0.007 0.039 -0.058* 0.060* 1CR -0.233*** -0.085*** -0.04 -0.06* 0.028 -0.032 -0.072** -0.155*** -0.023 0.06* 1INVINT 0.013 -0.189*** -0.147*** -0.019 0.072** 0.005** -0.123*** -0.209*** -0.013 0.013 0.018 1
Definisi Variabel: Lihat Model PenelitianN = 968 untuk seluruh variabel.Nilai P>|t| menggunakan metode one-tailed untuk hipotesis yang memiliki arah, dan two-tailed untuk hipotesis lainnya.*Signifikan di level 10%**Signifikan di level 5%***Signifikan di level 1%
29
Lampiran 4
Hasil Regresi General Least Sqare dengan Modifikasi
Variable Predicted Sign THINCAP Z P>|z|Intercept ? 3.429 4.18 0.000***MULTI + 0.103 3.65 0.000***TAXHAV + 0.347 -1.36 0.000***UNCERT + -0.042 -3.04 0.087*FOR + -0.195 5.04 0.001***ETR + 0.099 -12.81 0.000***SIZE + -0.123 -14.79 0.000***CINT + -0.364 19.43 0.000***MKTBK ? 0.068 -1.94 0.000***ROA ? -0.077 -6.68 0.053*CR - -0.041 -2.26 0.000***INVINT - -0.129 17.35 0.012**
Prob > chi2 0.0000
N 968
30
Lampiran 5
Hasil Analisis Sensitivitas – Multinationality
31
_cons 2.48685 .2112224 11.77 0.000 2.072862 2.900839 invint .0121421 .0446051 0.27 0.785 -.0752823 .0995665 cr -.0497361 .0068179 -7.29 0.000 -.0630989 -.0363733 roa -.0859995 .0358784 -2.40 0.017 -.1563198 -.0156791 mktbk .0617424 .0041834 14.76 0.000 .0535431 .0699416 cint -.3409213 .0264552 -12.89 0.000 -.3927724 -.2890701 size -.0793155 .0097975 -8.10 0.000 -.0985182 -.0601129 multi .0977014 .0265995 3.67 0.000 .0455673 .1498355 thincap Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Prob > chi2 = 0.0000 Wald chi2(7) = 550.74Estimated coefficients = 8 Time periods = 4Estimated autocorrelations = 1 Number of groups = 242Estimated covariances = 242 Number of obs = 968
Correlation: common AR(1) coefficient for all panels (0.7367)Panels: heteroskedasticCoefficients: generalized least squares
Cross-sectional time-series FGLS regression
Lampiran 6
Hasil Analisis Sensitivitas - Tax Haven
32
_cons 3.514405 .1560911 22.52 0.000 3.208472 3.820338 invint -.0967498 .0493329 -1.96 0.050 -.1934405 -.0000591 cr -.0435298 .0056965 -7.64 0.000 -.0546949 -.0323648 roa -.0644795 .0327604 -1.97 0.049 -.1286887 -.0002703 mktbk .0753736 .0021972 34.30 0.000 .0710671 .0796801 cint -.3679216 .0196649 -18.71 0.000 -.406464 -.3293792 size -.1255456 .0073027 -17.19 0.000 -.1398587 -.1112326 taxhav .3687003 .0910643 4.05 0.000 .1902175 .5471831 thincap Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Prob > chi2 = 0.0000 Wald chi2(7) = 11434.64Estimated coefficients = 8 Time periods = 4Estimated autocorrelations = 1 Number of groups = 242Estimated covariances = 242 Number of obs = 968
Correlation: common AR(1) coefficient for all panels (0.7979)Panels: heteroskedasticCoefficients: generalized least squares
Cross-sectional time-series FGLS regression
Lampiran 7
Hasil Analisis Sensitivitas - Tax Uncertainty
_cons 2.798853 .1769656 15.82 0.000 2.452007 3.145699 invint -.1862692 .0565677 -3.29 0.001 -.2971399 -.0753985 cr -.0464452 .0060965 -7.62 0.000 -.0583941 -.0344963 roa -.0688891 .033699 -2.04 0.041 -.1349379 -.0028402 mktbk .0688853 .0032465 21.22 0.000 .0625224 .0752483 cint -.3599687 .0243387 -14.79 0.000 -.4076718 -.3122656 size -.0892473 .0085707 -10.41 0.000 -.1060455 -.072449 uncert -.0634415 .0281599 -2.25 0.024 -.118634 -.0082491 thincap Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Prob > chi2 = 0.0000 Wald chi2(7) = 1363.67Estimated coefficients = 8 Time periods = 4Estimated autocorrelations = 1 Number of groups = 242Estimated covariances = 242 Number of obs = 968
Correlation: common AR(1) coefficient for all panels (0.7669)Panels: heteroskedasticCoefficients: generalized least squares
Cross-sectional time-series FGLS regression
33
Lampiran 8
Hasil Analisis Sensitivitas – Foreign Exposure
_cons 1.950391 .21773 8.96 0.000 1.523648 2.377134 invint -.0691256 .0686749 -1.01 0.314 -.2037259 .0654747 cr -.0482809 .0064323 -7.51 0.000 -.060888 -.0356739 roa -.0709349 .0336519 -2.11 0.035 -.1368913 -.0049784 mktbk .0626337 .0039157 16.00 0.000 .054959 .0703084 cint -.2818195 .028591 -9.86 0.000 -.3378568 -.2257822 size -.053686 .0101331 -5.30 0.000 -.0735466 -.0338254 for -.1687264 .0611589 -2.76 0.006 -.2885957 -.0488572 thincap Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Prob > chi2 = 0.0000 Wald chi2(7) = 459.03Estimated coefficients = 8 Time periods = 4Estimated autocorrelations = 1 Number of groups = 242Estimated covariances = 242 Number of obs = 968
Correlation: common AR(1) coefficient for all panels (0.7959)Panels: heteroskedasticCoefficients: generalized least squares
34
Lampiran 9
Hasil Analisis Sensitivitas – Effective Tax Rate
_cons 2.651752 .196841 13.47 0.000 2.265951 3.037553 invint -.1234413 .0585765 -2.11 0.035 -.2382492 -.0086334 cr -.04589 .0066011 -6.95 0.000 -.058828 -.0329521 roa -.0835813 .0382937 -2.18 0.029 -.1586357 -.008527 mktbk .0693327 .0034083 20.34 0.000 .0626524 .0760129 cint -.3333251 .0283251 -11.77 0.000 -.3888414 -.2778089 size -.0861581 .0093333 -9.23 0.000 -.1044511 -.0678651 etr .0878671 .0178863 4.91 0.000 .0528106 .1229236 thincap Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Prob > chi2 = 0.0000 Wald chi2(7) = 789.26Estimated coefficients = 8 Time periods = 4Estimated autocorrelations = 1 Number of groups = 242Estimated covariances = 242 Number of obs = 968
Correlation: common AR(1) coefficient for all panels (0.7770)Panels: heteroskedasticCoefficients: generalized least squares
35