3. revisi
DESCRIPTION
obesTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keracunan bukanlah sesuatu yang diharapkan. Namun, hal ini bukan
tidak mungkin terjadi pada diri kita, orang yang dekat dengan kita, atau
masyarakat luas. Umumnya yang terjadi di masyarakat adalah keracunan
makanan, gigitan binatang, zat-zat kimia, dan obat-obatan. Kejadian
keracunan ini ternyata kelazimannya masih terlalu tinggi.
Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian masuknya
racun kedalam tubuh manusia. Racun merupakan zat yang jika masuk kedalam
tubuh dalam jumlah tertentu mengakibatkan organ tubuh terganggu, baik yang
besifat sementara maupun permanen. Racun yang masuk ke dalam tubuh dapat
disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan maupun kesengajaan.
Racun adalah zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh
melalui mulut, hidung atau inhalasi, suntikan dan absorbsi melalui kulit atau
di gunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak
kehidupan atau menggangu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau
jaringan. Karena adanya bahan- bahan yang berbahaya, menteri kesehatan
telah menetapkan peraturan no 435 / MEN. KES / X1 / 1983 tanggal 16
November 1983 tentang bahan – bahan berbahaya. Karena tingkat bahayanya
yang meliputi besar dan luas jangkauan, kecepatan penjalaran dan sulitnya
dalam penanganan dan pengamanannya, bahan – bahan berbahaya atau yang
dapat membahayakan kesehatan manusia secara langsung atau tidak langsung.
Keracunan merupakan masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan keracunan antara lain makanan.
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia karena di dalamnya
mengandung nutrisi yang di perlukan antara lain untuk :
1. Pertumbuhan Badan
2. Memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang telah tua dan rusak
1
3. Di perlukan untuk proses yang terjadi di dalam tubuh
4. Di perlukan untuk berkembang biak
5. Menghasilkan energi untuk dapat melakukan aktivitas
Tetapi makanan juga dapat menyebabkan keracunan di karenakan
makanan tersebut mengandung toksin, makanan dari tumbuhan dan hewan
yang mengandung racun, makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya,
selain juga infeksi karena makanan yang mengandung mikroorganisme
pathogen (Food Infection).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Setelah di lakukan pembelajaran dan seminar di harapkan dapat
meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang Asuhan Keperawatan
Keracunan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami macam-macam zat racun yang biasa
terdapat di masyarakat
b. Mampu terampil dalam menangani kasus-kasus keracunan akut
maupun kronik
c. Mampu memutuskan apa yang harus di lakukan pada penderita
keracunan akut
d. Dapat membicarakan dan membuat saran-saran tentang cara untuk
mencegah keracunan umum beserta sarana yang di perlukan
C. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam makalah, penulis ini hanya membahas tentang keracunan
makanan dan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus keracunan.
2
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode studi
kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lainnya untuk
mendapatkan dasar yang menjadi landasan dalam penulisan makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :
BAB I : Berupa bab pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Berupa bab isi dan penjelasan materi, yang terdiri dari Masalah
Keracunan Makanan.
BAB III : Berupa bab penutup, berisi Kesimpulan, dan Saran.
Daftar Pustaka
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pengertian mengenai Keracunan Makanan banyak diungkapkan oleh
beberapa ahli, walaupun cara pandang para ahli berbeda tetapi mengandung
arti yang sama, diantaranya:
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk kedalam tubuh melalui
mulut, hidung (inhalasi), serta suntikan dan absorbsi melalui ,kulit, atau di
gunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak
kehidupan dan mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau
jaringan (Sartono 2001).
Intokkasi atau kercunan merupakan masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya. Keracuanan Makanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan
mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan / minuman yang
terkontaminasi. (KMB Brunner & Suddarth Vol.3)
Menurut Gaman dan Sherington (1996 : 255-256) yang mengatakan
bahwa keracunan makanan adalah gejala yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan yang beracun atau terkontaminasi bakteri atau
mikroorganisme.
Dari tiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Racun
adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Intoksikasi atau keracunan
adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang
menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya bagi kesehatan.
4
B. Faktor Resiko
1. Produsen makanan kurang atau tidak menyadari dan memahami
sepenuhnya arti kebersihan dan keselamatan makanan. Hal ini di sebabkan
antara lain oleh latar belakang pendidikan dan lingkungan yang tidak
mendukung.
2. Produsen menutup diri terhadap kontak dengan pihak luar dan instansi
yang berwenang dalam masalah kesehatan dan keselamatan makanan yang
di sebabkan, antara lain oleh faktor – faktor psikologi dan rahasia usaha.
3. Produsen kurang atau sama sekali tidak mendapat bimbingan dan petunjuk
dari instansi yang berwenang dengan masalah kesehatan dan keselamatan
makanan.
4. Kurang atau belum ada pengaturan yang tegas dari pemerintah yang
berhubungan dengan kontrol kualitas dan kontrol keselamatan setiap jenis
makanan yang di produksi, sebelum di edarkan untuk di pasarkan.
C. Jenis Keracunan
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai
yang ringan sampai yang berat. Secara umum jenis keracunan dibagi
berdasarkan sifatnya yakni :
1. Korosif
Keracunan korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat
korosif yang meliputi produk alkalin (pembersih toilet, deterjen
nonposphat, pemberish oven, baterai) dan produk asam (pembersih kolam
berenang, pembersih logam, penghilang karat) (Bruner & Sudarth, 2001).
a. Bahan Kimia
1) Peptisida golongan organofosfat
Golongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten
dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga.
Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas
enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa.
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh
5
asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus
menerus saraf muskarinik dan nikotinik. Gejala klinis keracunan
pestisida golongan organofosfat adalah :
a) Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur
b) Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat,
lakrimasi, salviasi dan juga sekresi bronchial.
c) Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.
d) Saluran napas; batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.
e) Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.
f) Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas,
ataksia, demam, konvulsi dan koma.
g) Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.
h) Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru,
pernapasan berhenti, blockade atrioventrikuler dan konvulsi.
Selain itu ada beberapa penangan yang dapat dilakukan
pada kondisi keacunan akut adalah :
a) Buat saluran udara.
b) Pantau tanda-tanda vital.
c) Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.
d) Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8
menit sampai gejala keracunan parasimpatik terkendali.
e) Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v, perlahan-
lahan, ulangi setelah 30 menit jika pernapasan belum normal.
Dalam 24 jam dapat diulangi 2 kali. Selain pralidoksim, dapat
digunakan obidoksim (toksogonin).
f) Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat, kulit
dan selaput lendir yang terkontaminasi harus dibersihkan
dengan air dan sabun.
g) Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung dengan
air dan berikan sirup ipeca supaya muntah.
6
Selain itu beberapa tindakan umum yang dapat dilakukan
yakni lakukan Sekresi paru disedot dengan kateter dan hindari
penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan barbital, golongan
fenotiazin dan obat-obat yang menekan pernapasan dan apabila
kondisi keracunan sudah kronik, jika keracunan melalui mulut dan
kadar enzim kolinesterase menurun, maka perlu dihindari kontak
lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.
2) Organofosfat dan Karbamat
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat memiliki
aktivitas antikolinesterase seperti halnya fisostigmin, neostigmin,
piridostigmin, distigmin, ester asam folat, ester tiofosfat dan
karbamat. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan
karbamat sama yaitu menghambat penularan implus saraf dengan
cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis
asetilkolin.
Tanda dan gejala yang biasa muncul adalah lelah, sakit
kepala, hilang selera makan, mual, kejang perut, diare, penglihatan
kabur, keluar air mata, keringat, air liur berlebih, tremor, pupil
mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot, tidak sanggup
berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil
tidak terkontrol, inkontinensi, tidak sadar dan kejang-kejang.
Gejala keracunan karbamat cepat muncul namun cepat
hilang jika dibandingkan dengan organofosfat. Pertolongan
pertama yang harus dilakukan adalah :
a) Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber
paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/ mandikan korban
b) Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan
buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak
serius tidak terjadi segera, ada waktu menolong korban
7
c) Orban harus segera dibawa kerumah sakit atau dokter terdekat.
Berikan informasi tentang pestisida yang memapari korban
dengan membawa lebel kemasan pestisida
d) Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang
pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat
memberikan pertolongan pertama.
2. Non-Korosif
Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat
non korosif yang meliputi makanan, obat-obatan dan gas (Co2). Sedangkan
keracunan makanan merupakan keracunan yang disebabkan oleh
perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan karena kerja bakteri
(daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang
mengandung asam sianida (Hcn), jengkol, tempe bongkrak, dan racun
pada udang atau kepiting.
a. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
1) Escherichia coli patogen
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal
pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong
bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora,
kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela,
ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa,
dan dapat memfermentasi laktosa.
Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada
pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti
Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli
O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya
terkait dengan kesehatan masyarakat. E.coli dapat masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar,
misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang,
susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
8
Gejala Keracunan yang disebabkan oleh EHEC adalah
kram perut, diare (pada beberapa kasus dapat timbul diare
berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8
hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
2) Staphilococus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus
aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan
keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri
berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif,
bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin
yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak
mudah rusak pada suhu memasak normal.
Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal.
Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal
selama 30 menit. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah
produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan
daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi
dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk
pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam;
pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh
atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis
dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6
jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya
nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan.
Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram
otot, dan perubahan tekanan darah.
Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan
dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan
antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi
pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak
9
dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk
penanganan lebih lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit
terdekat.
3) Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat
anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora.
Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur
dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses
pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri
Salmonella dinamakan salmonellosis.
Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri
dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi.
Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng terinfeksi,
binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang
akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain
juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan, pada kebanyakan orang yang terinfeksi
Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan
demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan
muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak
orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini
juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang
lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem
kekebalan tubuh. Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban
ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
4) Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang,
tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat
membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
10
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri
bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau
seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin
tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus,
yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang
menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
a) Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh
toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan
dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri
perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah
mengkonsumsi pangan.
b) Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh
toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih
parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan
bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari
pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang
mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil
toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau
penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang
efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila
tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan
dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang
berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas
dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak
akan menghancurkan toksin tersebut.
11
5) Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif
yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan
tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan
botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat
menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil.
Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30 menit cukup
untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap
suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam
pengeringan dan pembekuan.
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala,
pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri
perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat
menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah
toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai
14 hari.
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali
mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat
terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di
rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan,
fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan
dengan asam atau minyak.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng
yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang
kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi,
seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri
terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan
penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi
rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan
memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama
15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk
12
pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang
diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang
kemasannnya telah menggembung.
b. Toksin Alam
1) Jamur
Jamur dalam bahasa Indonesia sehari-hari mencakup
beberapa hal yang agak berkaitan. Arti pertama adalah semua
anggota kerajaan Fungi dan beberapa organisme berkaitan (jamur
lendir). Arti kedua berkaitan dengan sanitasi dan menjadi sinonim
bagi kapang. Arti terakhir, yang akan dibahas dalam artikel ini,
adalah tubuh buah yang lunak atau tebal dari sekelompok anggota
Fungi (Basidiomycetes) yang biasanya muncul dari permukaan
tanah atau substrat tumbuhnya. Bentuk umum jamur biasanya
adalah seperti payung, walaupun ada juga yang tampak seperti
piringan. Pengertian terakhir ini berkaitan dengan nilai ekonomi
jamur sebagai bahan pangan manusia atau sumber obat-obatan.
Beberapa jamur aman dimakan manusia bahkan beberapa
dianggap berkhasiat obat, seperti jamur merang (Volvariela
volvacea), jamur tiram (Pleurotus), jamur kuping (Auricularia
polytricha), jamur kancing atau champignon (Agaricus campestris),
dan jamur shiitake (Lentinus edulis). Jamur yang beracun
contohnya adalah Amanita muscaria, dan jamur yang dikenal
sebagai "destroying angel". Ciri-ciri jamur beracun antara lain:
a) Jenis jamur beracun pada umumnya mempunyai warna yang
mencolok: merah-darah, hitam-legam, biru-tua, ataupun warna-
warna lainnya. Walaupun ada pula jenis jamur beracun yang
mempunyai warna terang (kuning muda) atau putih, dan jamur
yang dapat dimakan berwarna gelap, misal coklat-tua.
b) Jenis jamur beracun dapat menghasilkan bau yang menusuk
hidung, seperti bau telur busuk ataupun bau ammoniak.
13
c) Jenis jamur beracun mempunyai cincin atau cawan. Walaupun
ada yang sebaliknya, seperti jamur-merang mempunyai cawan
dan jamur kompos mempunyai cincin, tetapi tidak beracun.
d) Jenis jamur beracun umumnya tumbuh pada tempat yang kotor:
tempat pembuangan sampah, kotoran kandang, dan sebagainya.
Walaupun untuk penanaman dan pemeliharaan jamur kompos
justru dipakai kotoran kandang/kotoran kuda.
e) Kalau jenis jamur beracun dikerat oleh pisau yang terbuat dari
perak, atau dikerat oleh pisau biasa kemudian benda perak
didekatkan kepada keratan tadi, maka pada benda perak
terbentuk warna hitam atau biru, itu menandakan bahwa jamur
tersebut beracun.
f) Jenis jamur beracun cepat sekali berubah warna, misal dari
putih ke warna gelap, kalau dimasak atau dipanaskan.
g) Ada kebiasaan yang turun-temurun di antara petani di desa
untuk menentukan apakah jamur beracun atau tidak, dengan
jalan memepes jamur bersama nasi putih. Kalau kemudian
warna nasi berubah menjadi warna gelap, menandakan bahwa
jamur termasuk jenis beracun.
h) Di banyak negara Eropa dan Amerika, banyak "pemburu
jamur" yang sengaja membawa babi terlatih untuk
membedakan jenis beracun dan tidak.
Cara lain yang dianjurkan kalau menemukan jenis jamur
dan ingin mengetahui apakah termasuk jenis beracun atau tidak
adalah dengan menanyakan kepada penduduk setempat. Karena
biasanya, penduduk setempat sedikit banyak akan mengetahuinya,
atau dapat memberikan penjelasannya. Lain soal kalau penduduk
setempat tersebut adalah musuh.
Senyawa beracun yang umum didapatkan pada jenis-jenis
jamur, antara lain Adalah Kholin, yaitu racun yang paling
berbahaya dan besar sekali daya mematikannya. Semua jenis jamur
14
yang disebut "supa upas" (upas = racun) mempunyai senyawa ini,
misal: Amanita, Lepoita, Russula, Collybia, dan Boletus.
Muskarin, juga racun jamur yang cukup berbahaya dan mematikan.
Dengan takaran antara 0,003-0,005 gram sudah dapat membunuh
manusia. Juga racun ini terdapat pada semua jenis jamur yang
tergolong "supa upas". Falin, sama seperti muskarin. Atropin
jamur, sama seperti muskarin. Asam helvelat, sama seperti
muskarin.Dapat pula jenis jamur tidak beracun menjadi beracun
kalau dibiarkan membusuk karena kemungkinan besar pada jamur
membusuk akan ditumbuhi bakteri penghasil racun, seperti
Clostridium, Pseudomonas, dan Salmonella.
Ada beberapa jenis racun atau toksin pada jamur beracun
dan menyebabkan bermacam-macam dampaknya pada kesehatan
manusia, yaitu :
a) Amatoxin/ Amanatin (Cyclopeptida)
Racun ini mengganggu transkripsi DNA dan
menyebabkan nekrosis pada sel-sel dengan sintesa protein
tingkat tinggi.
b) Gyromitrin
Gyromitrin merupakan salah satu grup hidrazin yang
mengikat protein, banyak ditemukan pada genus Gyromitra.
Toksin Gyromitrin (N-methyl-Nformylhydrazone) terurai
dengan cepat dalam lambung dan duodenum menjadi
asetaldehida dan N-methyl-N-formylhydrazine, melalui
hidrolisis lambat diubah menjadi monomethylhydrazine
(MMH) dan hidrazin lainnya.
c) Orellanine
Keracunan karena toksin Orellanine ditandai dengan
periode laten yang lama, gejala keracunan awal seperti mual,
muntah, nyeri pada abdomen, anoreksia dan diare akan tertunda
selama 12 – 14 jam setelah tertelan. Organ target utama dari
15
racun orellanine adalah ginjal, fase ginjal karena keracunan
biasanya berkembang 4-15 hari setelah tertelan, terdiri dari
gejala haus berat, diuresis dan rasa sakit berkembang dalam
segitiga lumbal atas ginjal.
d) Ibotenic Acid
Timbulnya gejala umumnya terjadi dalam 30-180
menit. Efek toksik bisa berlangsung 12 jam. Pengaruh utama
dari Ibotenic Acid dan Muscimol adalah disfungsi sistem saraf
pusat, biasanya depresi SSP. Diawali dengan gejala mual,
muntah, pusing, vertigo, ketiadaan koordinasi, mengantuk.
e) Psilocybin
Racun utama pada jamur Psilocybe yaitu psilocybin,
psilocin, baeocystin, norbaeocystin yang dapat melepaskan
efek neurotoksik mirip dengan LSD (d-lysergic acid) dengan
struktur kimia yang berkaitan erat dengan serotonin,
pengaruhnya terutama pada susunan saraf pusat (halusinasi)
selain itu juga melepaskan beberapa efek pada saraf periferal.
f) Coprine.
Efek dari jamur ini tidak seperti jamur pada umumnya,
efeknya akan terlihat jika dikonsumsi bersamaan dengan
alkohol (etanol) sedangkan jika dikonsumsi secara tunggal
tidak beracun. Keracunan juga dapat terjadi ketika alkohol
dikonsumsi sesaat sebelum mengkonsumsi coprine, bahkan
ketika alkohol dikonsumsi setelah 72 jam menelan coprine.
Gejala keracunan akan terus berlangsung selama alkohol masih
ada di lambung korban. Korban akan sembuh secara spontan
jika alkohol dibebaskan.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien adalah
dengan Emesis, bilas lambung dan beri pencahar, berikan
Injeksi Sulfas Atropin 1 mg / 1-2 jam, berikan Infus Glukosa
dan upayakan pasien untuk muntah.
16
2) Keracunan Singkong
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava
ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya,
mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan
organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida)
yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama
Linamarin.
Penyebab keracuan singkong karena singkong mengandung
asam syanida (HCN). Bergantung pada jenis singkong kadar asam
cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan
singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar
asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga
dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di makan. Diketahui
bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air
dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam
singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.
Asam ini akan mengikat enzym cytochrom oxydase
sehingga pengangkutan oksigen terganggu. Jaringan kekurangan
oksigen dan terjadilah asfiksia. Organ yang cepat terpengaruh oleh
asfiksia adalah otak, sehingga timbul dahulu depresi otak, kejang
kemudian kematian. Tatalaksana kegawat daruratan yang dapat
dilakukan adalah dengan :
a) Bebaskan jalan nafas, perbaiki sirkulasi dan beri oksigen
b) Eliminasi racun (rangsang muntah, bilas lambung, dan
pemberian norit)
c) Pemberian antidotum seperti Sodium thiosulfat IV pelan pelan
dan berikan sodium nitrit IV pelan pelan sesuai dengan dosis.
3) Tempe Bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses
pembuatannya di campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah.
Sering pada proses pembuatan ini terjadi kontaminasi dengan
17
Clostridium botalinum suatu kuman anaerob yang membentuk
spora atau dan Bacterium cocovenenans yang mengubah
gliserinum menjadi racun toksoflavin.
Dengan seringnya terjadi keracunan yang bisa
menyebabkan korban jiwa, pemerintah melarang penjualan tempe
ini. Namun pembuatan secara diam-diam terus dilakukan karena
rasanya yang digemari. Biasanya penanda amannya tempe
bongkrek adalah bau, tekstur, dan rasa yang baik. Tempe bongkrek
yang berwarna kekuningan biasanya menjadi tanda keberadaan
racun toxoflavin. Namun tempe bongkrek dengan warna yang
normal masih menyimpan kemungkinan adanya bahaya.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Gejala intoksikasi ini
serupa dengan gejala yang ditumbulkan oleh kurare yaitu : pusing,
diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis, strabismos, kesukaran
bernafas, menelan atau berbicara. Kematian bisa timbul dari 1 -8
hari. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu keluarga terkena.
Lavase lambung, katarsis, dapat pula diberikan antitoxin
yang disertai dengan pemberian glukosa intravena. Pemberian
glukosa intravena ini sebaiknya disertai dengan larutan garam
fisiologis dan plasma. Cairan ini harus diberikan secepat-cepatnya
bila ada persangkaan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
dengan memberikan terapi simptomatik.
4) Bayam beracun
Kandungan zat yang terdapat dalam Sayur Bayam adalah:
zat besi yang berupa Fe2+ (ferro), jikalau bayam terlalu lama
berinteraksi dengan O2 (Oksigen), maka kandungan Fe2+ pada
bayam akan teroksidasi menjadi Fe3+ (ferri). Meski sama-sama zat
besi, yang bermanfaat untuk manusia adalah ferro, lain halnya
dengan ferri yang bersifat racun. Jadi jangan sekali-sekali untuk
memanaskan sayur bayam yang sudah melalui proses pemasakkan
dalam bentuk makanan.
18
Jangan pernah mengkonsumsi bayam lebih dari 5 jam.
Selain mengandung zat tersebut, bayam juga mengandung zat
nitrat (NO3). Jika teroksidasi dengan udara, maka akan menjadi
NO2 (Nitrit). Nitrit adalah senyawa yang tidak berwarna, tidak
berbau dan bersifat racun bagi tubuh manusia.
Menurut John S Wishnok, bayam segar yang baru dicabut
dari persemaiannya telah mengandung senyawa nitrit kira-kira
sebanyak 5 mg/kg. Bila bayam disimpan di lemari es selama 2
minggu, kadar nitrit akan meningkat sampai 300 mg/kg. Dengan
kata lain, dalam 1 hari penyimpanan, senyawa nitrit akan
meningkat 21 mg/kg (7%).
Efek toxic (meracuni tubuh) yang ditimbulkan oleh Nitrit
bermula dari reaksi oksidasi Nitrit dengan zat besi dalam sel darah
merah, tepatnya di dalam Hemoglobin (Hb). Ikatan Nitrit dengan
hemoglobin, disebut Methemoglobin, mengakibatkan hemoglobin
tidak mampu mengikat oksigen. Jika jumlah methemoglobin
mencapai lebih dari 15% dari total hemoglobin. Maka akan terjadi
keadaan yang disebut Sianosis, yaitu suatu keadaan dimana seluruh
jaringan tubuh manusia kekurangan oksigen. Jika hal ini terjadi
pada bayi dikenal dengan nama “Blue Baby”.
Efek toxic lainnya adalah kemampuan nitrit bereaksi
dengan amino sekunder dapat membentuk senyawa yg dpt
menyebabkan kanker. Jangan memasak bayam menggunakan panci
aluminium karena bisa bereaksi dengan zat besi yg ada di bayam
dan jadi racun.
5) Kerang
Menurut para ahli, ternyata kerang memiliki sifat yang
statis, tidak seperti ikan. Kerang merupakan hewan yang
memperoleh makanannya mirip seperti penyedot debu. Kerang
akan menyantap atau menyedot apa saja yang ada didekatnya tanpa
adanya filter untuk memilah apakah makanan yang disedotnya itu
19
mengandung zat berbahaya atau tidak. Makanya, berbagai zat yang
ada di dalam tubuh kerang sifatnya campur aduk, termasuk
didalamnya logam berat yang sangat berbahaya kalau sampai
masuk ke dalam tubuh manusia baik langsung ataupun tidak.
Tindakan kegawatdaruratan yang dapat dilakukan adalah
netralisikan keracunan dengan cairan dan upayan korban untuk
muntah.
6) Biji Jengkol
Biji jengkol mengandung asam jengkol yaitu asam amino
yang mengandung belerang yang dapat diisolasi dari biji jengkol
(Pithecolobium lobatum). Timbulnya keracunan tidak bergantung
dari jumlah biji jengkol yang di makan dan apakah jengkol itu di
makan mentah atau di masak lebih dahulu. Demikian juga tidak
ada hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang di
makan. Van Veen dan Hyman berkesimpulan bahwa timbulnya
gejala keracunan tergantung dari kerentanan seseorang terhadap
asam jengkol.
Di saluran kemih, asam jengkol mengkristal dan
menyumbat saluran maka timbul nyeri perut, oligouria sampai
anuria dan kadang hematuria. Begitu hebatnya sumbatan dapat
terjadi infiltrasi urin pada penis dan skrotum.
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam
jengkol yang menyumbat tractus urinarius. Keluhan pada
umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol.
Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah
makan biji jengkol. Umumnya penderita menceritakan setelah
memakan beberapa biji jengkol, ia akan merasa nyeri perut,
kadang-kadang disertai muntah, adanya serangan kolik pada waktu
berkemih. Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi
anuria. Kadang-kadang terdapat hematuria. Nafas dan urine berbau
jengkol.
20
Pada pemeriksaan urine dengan mikroskop dapat
ditemukan hablur asam jengkol berupa jarum runcing yang
kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset.
Tindakan yang dapat diberikan pada pasien dengan
keracunan jengkol adalah :
a) Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perutjpinggang saja)
penderita tidak perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banyak
minum serta memberikan natrium bikarbonat saja.
b) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak
dapat minum) penderita perlu dimuat dan diberi infus natrium
bikarbonat dalam larutan glukosa 5%.
c) Rangsang muntah, bilas lambung, beri norit,
d) Alkalinisasi : Nabic, Bila penderita masih bisa minum bisa
diberi Nabic peroral
e) Pemberian cairan, dan tidak ada antidotum spesifik
b. Keracunan Gas Co
Karbon monoksida adalah suatu gas tak berwarna dan tak
berbau, dengan afinitas terhadap hemoglobin 300 kali dari pada
oksigen, sebagai akibat perubahan hemoglobin terhadap karboksi-
hemoglobin, kemampuan mengangkut oksigen dari darah
arteri berkurang sehingga menimbulkan hipoksia. Juga ada bukti
bahwa karbon monoksida mungkin mempunyai efek toksik langsung
terhadap miokardium. Tanda dan gejala awal keracunan adalah
stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin
muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi . Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan
sekresi bronkus.
Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi
nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks,
bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne
21
Stokes dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam
waktu 6 – 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan gas
akut umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru,
bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia
jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai
penyebab kematian, melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa
menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu
lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir.
Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan
kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada
mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur
saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak
nafas danbatuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan
neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed
neuropathy (OPIDN).
Sindrom ini berkembang dalam8-35 hari sesudah pajanan
terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai daritungkai
bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan
kaki berupafoot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi.Demikian juga
refleks tendon dihambat.
c. Keracunan Obat-Obatan
1) Asetaminofen
Gejala keracunan asetaminofen terjadi melalui 4 tahapan:
a) Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala.
b) Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil
pemeriksaan menunjukan bahwa hati tidak berfungsi secara
normal.
22
c) Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut;
pemeriksaan menunjukan bahwa hati hampir tidak berfungsi,
muncul gejaa kegagalan hati.
d) Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau
meninggal akibat gagal hati.
Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah
segera memberikan sirup ipekak untuk merangsang muntah dan
mengosongkan lambung. Di rumahs sakit dimasukan selang
kedalam lambung melalui hidung unruk menguras lambung dengan
air. Untuk menyerap asetaminoven yang tersisa bisa diberikan
arang aktif melalui selang ini. Kadar asetaminoven dalam darah
dapat diukur 4-6 jam kemudian. Jika anak telah menelan sejumlah
besar asetaminofen (terutama jikakadarnya dalam darah sangat
tinggi), biasanyadiserikan asetilsistein untuk mengurangi efek
racun dari asetaminoven, yang diberikan setelah aran dikeluarkan
Kegagalan hati bisa mempengaruhi kemampuan darah
untuk membeku, karena itu diberikan suntikan vitamin K1
(fitonadion). Mungkin perlu diberikan transfuse plasma segar atau
factor pembekuan. Prognosis tergantung kepada jumlah
asetaminofen yang tertelan dan tindakan pengobatan. Jika
pengobatan dimulai dalam waktu 8 jam setelah keracunan, atau
dosis yang tertelan masih di bawah dosis racun, maka prognosisnya
baik.
2) Aspirin
Overdosis aspirin (salisilisme) pada anak yang telah
meminum aspirin dosis tinggi selama beberapa hari biasanya lebih
berat. Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak
wintergreen (metilsalisilat), yang merupakan komponen dari obat
gosok dan larutan penghangat. Seorang anak dapat meninggal
karena menelan kurang dari 1 sendok teh metilsalisilat murni.
Gejala awal dari salisilisme adalah mual dan muntah diikuti
23
dengan pernafasan yang cepat, hipersensitivitas, peningkatan suhu
tubuh dan kadang kejang. Anak menjadi mengantuk, mengalami
kesulitan bernafas dan pingsan. Kadar aspirin yang tinggi dalam
darah menyebabkan anak menjadi sering berkemih, dan hal ini bisa
menyebabkan dehidrasi. Tindakan darurat yang dapat dilakukan
adalah :
a) Dilakukan pengurasan lambung segera mungkin.
Jika anak dalam keadaan sadar, diberikan arang aktif melalui
mulut atau melalui selang yang dimasukkan ke dalam lambung.
b) Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan
minum banyak seperti susu maupun jus buah.
c) Untuk dehidrasi yang lebih berat, diberikan cairan
melalui infus.
d) Demam diatasi dengan kompres hangat,
e) Untuk mengatasi perdarahan bisa diberikan vitamin K1.
Prognosis tergantung kepada kadar salisilat dalam darah.
Kadar yang bisa menimbulkan keracunan adalah 150-300 mg/kg
berat badan
B. Patofisiologi
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ-
organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual,
muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah
dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia).
Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL
dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia beracun
(IFO) dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE).
Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid
(AKH) dengan jalan mengikat Akh- KhE yang bersifat inakttif. Bila
24
konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat- tempat tertentu, sehingga
timbul gejala- gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan
menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulakan stimulasi
kemudian depresi SSP)
25
Bahan non korosif (Co) Terhirup Alveolus
Terjadi difusi HB-CoCoHbMenghalangi ikatan o2 dengan HB
(OKSIHEMOGLOBIN)Hipoksia
kemoreseptor
Ansietas
otak s. kardio Saraf simpatis dan pemb.darah
Sistem pernafasan
O2 ↓
Pandngan buram
Resiko cedera
Aktvtas jantung ↑ Sianosis perifer
Perbhan perfusi Jar.perifer
Frekuensi nafas
Pola nafas tdk efektif
Perlu energi ↑
kelelahan
Intoleransi aktivitas
↓ perfusi jar. ke otak curah jantung ↑
Tensi ↑Nafas ↑Nadi ↑Sakit kepala
Nyeri akut
Bahan korosif (Asam Hipoklosit)
Tertelan Iritatis Toxin Perdarahan
Ulseratif Sal.cerna
malabsorbsiPenyerapan melalui usus halusDestruktif sel epitel pd sal.cerna bag.atas
Resiko ↓ volume
cairan dan elektrolit
Beredar keseluruh tubuh melalui vena porta
Hati
Nyeri pada dada dan ulu hati
Defisit pengetahuan
Nyeri
Ansietas
obstruktif
Ujung distal usus besar
Hambatan implus ke SSP
Penurunan peristaltik
Konstipasi
Polorus
Muntah
Perubahan pemenuhan
nutrisi
SSP (Otak)
Perubahan perfusi
jar.cerebral
Kesulitan bernafas
Kompensasi
unkompensasi
Toxin dinonaktifkan
Destruktif sel hepatosik
Hepatitis
C. Pathway Keracunan Non Korosif Dan Korosif
26
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan Visus
b. Hiperaktivitas kelenjar
ludah dan keringat
c. Gangguan Saluran
pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Tremor pada lidah dan
kelopak mata
f. Pupil miosis
3. Keracunan sedang
a. Nausea
b. Muntah – muntah
c. Kejang dan kram perut
d. Hipersalifa
e. Hiperhidrosis
f. Fasikulasi otot
g. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare
b. Reaksi cahaya negatif
c. Sesak nafas
d. Sianosis
e. Edema paru
f. Inkontinensia urine dan feses
g. Kovulsi
h. Koma
i. Blokade jantung akhirnya
meninggal
E. Komplikasi
1. Syok Neurogenik
2. CHF
3. Gagal ginjal
F. Penatalaksanaan
1. Prinsip Penatalaksanaan
a. Mencegah / menghentikan penyerapan racun
b. Pengobatan simptomatik
27
1) Racun yg tertelan
a) Encerkan racun yang ada dilambung dengan cairan yg banyak;
cairan yg dipakai ; air biasa, susu, norit yg dilarutkan
b) Emesis (muntah), upayakan pasien muntah efektif bila
dilakukan dalam 4 jam sejak masuknya racun
c) Emesis dapat dilakukan dengan colok di faring dg jari, bila
pasien sadar
d) Emesis tdk boleh dilakukan pada keracunan zat korosif, pasien
tdk sadar
e) Bila tdk sadar pasang NGT, bilas lambung
2) Racun melalui kulit/mata
a) Pakaian yg terkontaminasi dilepas
b) Cuci/bilas bagian yg terkena racun dg air
c) Perhatikan jangan sampai penolong ikut terkena racun
3) Racun melalui inhalasi (NAFAS)
a) Pindahkan penderita ke tempat yg aman
b) Beri O2
c) Jangan lakukan pernafasan mulut ke mulut
2. Tindakan Emergensi
a. Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
b. Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan
atau pernafasan tidak adekuat
c. Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.
3. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa
pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan, O2,
hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat – obatan depresan
saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari
pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun orga fhosfat akan
28
meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya di lakukan
dengan meniup face masuk atau menggunakan alat bag – valve – mask.
4. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda
usaha -usaha penyelamatan penderita yang harus segera di lakukan.
5. Mengurangi absorbsi
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan
dengan merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun
dengan karbon aktif dan membersihkan usus.
6. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis
basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfusi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang
menyebabkan penundaan disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk
menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar
elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium.
Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti
sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahanstatus mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara langsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang keracunan,
skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak keracunan, tapi mungkin
29
racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui
toksin apa saja yang diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga
pemeriksaannya bisa efektif.
H. Pencegahan
1. Masak masakan sampai benar - benar matang karena racun akan tidak aktif
dengan pemanasan makanan pada suhu di atas 45 0C selama 1 menit, pada
suhu 80 0C selama 5 menit, selain itu spora juga tidak aktif dengan
pemanasan 120 0C
2. Letakkan bahan- bahan kimia berbahaya di tempat yang aman dan jauh
dari jangakauan anak - anak
3. Tandailah sejelas jelasnya tiap atau kaleng yang berisi bahan berbahaya
4. Hindari pemakaian botol atau kaleng bekas
5. Kuncilah kotak penyimpanan racun dan obat - obatan
6. Perhatikan petunjuk tanggal atau masa kadaluarsa
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari
korban atau dari orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan Fisik
1) Bau
a) Aceton : methanol, isopropyl, alcohol, acetyl salicylic acid
b) Coal gas : carbon monoksida
c) Buah per : clorahidrat
d) Bawang putih : arsen, fosfor, thalium, orgofosfat
e) Alcohol : ethanol, methanol
30
f) Minyak : minyak tanah atau destilat minyak
2) Kulit
a) Kemerahan: Co, cyanide, asam borax, anticholinergic
b) Kering : anticholinergic
c) Berkeringat : amfetamin, LSD, organofosfat, cocain,
barbiturate
d) Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
e) Ikterus : acetaminophen, carbon-tetra-chlorida, Fe, fosfor,
jamur
f) Purpura : aspirin, wafarin, gigitan ular
g) Sianosis : nitrit, nitrat, fenacetin, benzocainc
3) Suhu Tubuh
a) Hipotermi : sedative hipnotik, ethanol, carbon monoksida,
clonidin, fenothiazin
b) Hyperthermia : anthicolinergic, salisilat, afetamin, cocain,
fenothiazin, theofilind
4) Tekanan Darah
a) Hipertensi : simpatomimetik, organofosfat, amfetamin
b) Hipotensi : sedative hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin,
beta blocker
5) Nadi
a) Bradikardi : digitalis, sedative hipnotik, beta-blokke.
b) Takikardi : antikolenergik, amfetamin, simpatominetik,
alcohol, oksin, aspirin, theofilin
c) Aritmia : antikolenergik, organofosfat, fenothiazin, cyanide,
beta-blokker
6) Selaput Lendir
a) Kering : antikolenergik
b) Salivasi : organofosfat, carbamat
c) Lesi mulut : bahan korosif, paraquat
d) Lakrimasi : kaustik, organofosfat, gas iritang.
31
7) Respirasi
a) Depresi : alkhohol, narkotika, barbiturate, sedative hipnotik
b) Tachipnea : salsilat, amfetamin, carbonmonoksida
c) Kussmaul : methanol, ethylene gycol, salsilath.
8) Oedem Paru : salsilat, narkotika, simpatominetik
9) Susunan Saraf Pusat
a) Kejang : amfetamin, fenothiazin cocain, camfer, tembaga,
soniazid, organofosfat
b) Miosis : narkotika, fenothiazin, diazepam, barbiturate,
jamur.
c) Buta : methanol
d) Fasikulasi : organofosfat
e) Nistagamus : barbiturate, ethanol, karbon monoksida.
f) Hipertoni : antikolenergik, fenothiazin
g) Rigiditas : antikolenergik, fenothiazin, haloperidol
h) Delirium : antikolenergik, simpatominetik, alcohol,
fenothiazin, logam berat, cocain, heroin.
i) Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida,
narkotika, anti depresi
j) Paralise : organofosfat, carbonat, logam berat
10) Saluran Pencernaan
a) Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium,
flourida, organofosfat.
b) Nyeri perut (korosif)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Keracunan Non Korosif
1) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru akibat akumulasi udara
2) Peningkatan curah jantung berhubungan dengan perubahan tahanan
vaskuler sistemik
32
3) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom
pada perubahanstatus sistem yang tiba-tiba
4) Ansietas
berhubungan dengan merasakan adanya ancaman kematian
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
6) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan perubuahan aliran darah
7) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
cerebral
b. Diagnosa Keperawatan Keracunan Korosif
1) Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya perdarahan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya
gangguan integritas mukosa pada saluran cerna.
3) Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman
kematian.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek
tokxinpada pencernaan.
6) Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic
usus oleh karena obstruksi saluran cerna bagian bawah
7) Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan
saraf pusat.
8) Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
perubahan alirandarah
3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi Keperawatan Keracunan Non Korosif
No.DX
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas
a. Pantau tingkat / kedalaman pola pernafasan
a. Pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin
33
klien kembali efektif dengan kriteria hasil :- Pasien mampu
mempertahankan pola nafas yang efektif dengan tingkat pernafasan yang normal
- Paru-paru pasien bersih, bebas dari cianosis, dan tanda-tanda gejala hipoksia lain
b. Catat periode apnea,pernafasan sheyne-stokes
c. Auskultasi bunyi nafas
d. Catat pengembangan dada
e. Pertahankan posisi tidur yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur
f. Berikan tambahan O2
berubah secara drastisb. Bunyi nafas dapat menurun
atau tidak ada pada lobus,segmen paru, atau seluruh area paru(unilateral)
c. Area atelektasi bila tidak ada bunyi nafas, dan pada area yang kolaps menurun bunyinya, evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks
d. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru
e. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru
f. Hipoksia pada susunan saraf pusat mengakibatkan depresi pernafasan
2 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan curah jantung klien kembali normal dengan kriteria hasil :- Tanda-tanda vital
dalam batas normal
a. Pantau tanda-tanda vital
b. Tinggikan posisi kepala tempat tidur
c. Auskultasi bunyi nafas,catat adanya perubahan bunyi nafas adventisius seperti stidor, gallop, ronkhi dan mengi
d. Berikan O2 tambahan
e. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan AGD
a. Hipertermi yang terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan pada otak. Yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran. Adanya peningkatan suhu, menunjukan pasien berada dalam tahap infeksi baik karena dehidrasi
b. Tekanan diagfragma bagian bawah menjadi berkurang, sehingga inflasi paru menjadi meningkat
c. Perubahan bunyi nafas menunjukan pasien mengalami perubahan ke arah yang memburuk seperti adanya penurunan kesadaran ataupun pasien jatuh ke dalam penyakit paru-paru seperti edema paru dan pneumonia
d. Hipoksia yang terlalu lama mempengaruhi susunan saraf pusat dapat membuat pasien mengalami deperesi nafas yang hebat
e. Hasil pemeriksaan AGD dapat menunjukan kadar O2 dalam darah sehingga dapat dilakukan/diberikan obat-
34
f. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan iv dan obat-obatan
obatan oleh dokter yang mampu mempertahankan kadar O2 dalam darah pasien
f. Cairan IV dapat mencegah terjadinya syok
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cedera kepala tidak terjadi dengan kriteria hasil :- Trauma pada
pasien tidak terjadi- Pasien mengerti
tentang keadaan sakit yang dialaminya saat ini
- Pasien kooperatif dalam setiap tindakan yang diberikan
a. Pasang bantalan lunak atau penghalang pada tempat tidur
b. Pantau adanya kejang/ kedutan pada kaki, tangan dan wajah
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut,berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhannya
d. Berikan penjelasan pada pasien tentang apa yang sedang dialami dan apa tujuan setiap tindakan yang diberikan
a. Mengurangi terjadinya trauma akibat jatuh dari tempat tidur saat pengobatan karena pasien mengalami penurunan ketajaman pandang
b. Mencerminkan adanya hipoksia pada ssp yang dapat mempengaruhi kerja saraf yang lain termasuk saraf penglihatan
c. Meurunkan resiko jatuh
d. Akan mampu meningkatkan kesadaran pasien tentang keadaannya saat ini
4 Setelah diberikan asuhan keperawtan diharapkan ansietas klien menurun atau hilang dengan kriteria hasil :- Pasien akan
melaporkan adanya tingkat penurunan kecemasan yang dialaminya
- Pasien menunjukan keadaan yang relaksasi
- Pasien dapat mengidentifikasikan kecemasan yang dialaminya dan mampu mengontrol diri dan situasi
a. Kaji tingkat kecemasan pasien secara terus menerus
b. Orientasikan pada pasien terhadap keadaan sekelilingnya waktu dan orang-orang yang ada bersama pasien
c. Jelaskan tentang semua tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
d. Anjurkan pasien untuk berdoa sesuai dengan keyakinannya
a. Peningkatan kecemasan akan mengacu pada pasien tidak mau berespon terhadp lingkungan
b. Pengetahuan tentang dimana pasien akan meningkatkan rasa aman
c. Pasien akan merasa aman dan kooperatif
d. Doa akan menyebabkan psikologis pasien merasa aman
5 Setelah diberikan asuhan keperawata diharapkan pemenuhan informasi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :- Klien menyatakan
pemahaman
a. Kaji kemampuan pengetahuan pasien dan orang-orang terdekat
b. Jelaskan efek dari adnya peningkatan keja jantung
a. Kesalahan persepsi dari pasien maupun orang-orang terdekat tentang kondisi yang dialami saat ini akan mempengaruhi kemajuan kondisi pasien
b. Memberikan pemahaman dasar tentang efek dari
35
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
- Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda gejala dengan proses penyakit
c. Berikan penguatan tentang pentingnya kerjasama dalam pengobatan dan pertahanan perjanjian tindak lanjut
d. Jelaskan tentang obat yang akan diberikan dan efek sampingnya
peningkatan kerja jantungc. Alasan kurangnya kerjasama
umum terjadi dalam kegagalan terapi
d. Informasi yang adekuat tentang efek samping dan pemahaman tentang efek samping dari obat akan mengurangi tingkat kecemasan pasien dan keluarga
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal
a. Awasi TTV
b. Lakukan pengkajian neuromuscular
c. Kolaborasi dalam pemberian IV periodik/produk darah sesuai indikasi
d. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan adanya perubahan perfusi
a. Indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi
b. Gangguan sirkulasi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pada seluruh jaringan tubuh
c. Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan
d. Mungkin berguna dalam mencegah pembentukn thrombus, Mencegah adanya gangguan sirkulasi dan kerusakan perifer lebih lanjut
7 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri terkontrol dengan kriteria hasil :- Pasien mampu
melaporkan tingkat nyeri berkurang atau hilang
- Pasien relaks, tidak gelisah dan tidak enunjukan gejala-gejala nyeri nonverbal lainnya
a. Kaji tingkat nyeri
b. Onbservasi tanda-tanda nyeri non verbal
c. Berikan kompres lembab/kering pada kepala sesuai kebutuhan pasien
d. Kolaborasi dalam pemberian O2 sesuai dengan indikasi
a. Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien.
b. Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami
c. Kompres dapat meningkatkan sirkulasi dan mampu menimbulkan relaksasi
d. Pendekatan serangan sakit kepala 60-70 % pada beberapa pasien dapat menurunkan hipoksia yang berhubungan dengan perubahan tekanan vaskuler cerebral
b. Intervensi Keperawatan Keracunan Non Korosif
No.DX
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
36
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan volume cairan dan elektrolit seimbang dengan KH :
- pasien menunjukan perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit dibuktikan oleh haluran urin yang adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler cepat
a. catat karakteristik muntah dan perdarahan
b. awasi TTV
c. Catat respon fisiologis pasien terhadap perdarahan
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan/darah sesuai indikasi
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan selang NGT pada perdarahan akut
f. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi
a. Membantu menentukan penyebab distres pada gaster
b. Perubahan TD dan nadi dapat dijadikan indikator perkiraan kehilangan darah
c. Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat/lamanya episode perdarahan
d. Penggantian cairan tergantung dari derajat hipovelemia dan lamanya perdarahan
e. Memberikan kesempatan untuk menghilangkan sekresi iritan pada gaster
f. Obat-obatan tersebut berfungsi sebagai penghambat H2 menurunkan produksi asam gaster dan meningkatkan PH gaster dan untuk penyembuhan
2 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien terkontrol dan hilang dengan KH :
- Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang dan bahkan hilang
- Pasien tampak rileks
a. Catat keluhan nyeri termasuk lokasi,lama dan intervensinya (1-10)
b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
c. Catat petunjuk nyeri non verbal
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
a. Nyeri tidak sesuai bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya
b. Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan therapi
c. Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologi dan patofisiologi
d. Analgetik dapat menurunkan fase nyeri yang hebat dan dapat menurunkan peristaltic usus
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pemenuhan kebutuhan informasi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Klien menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
- Klien dapat mengidentifikasi hbungan tanda/gejala dengan proses
a. Sadar dan hadapi ansietas pada psien dan keluarga
b. Berikan peran aktif pasien atau orang terdekat dalam proses belajar seperti diskusi tentang keadaan pasien
c. Kaji kemampuan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap penyakit yang dihadapi pasien saat ini
d. Informasikan semua tindakan yang akan ilakukan
a. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan mendengar dan mengasimilasi informasi
b. Belajar akan dapat ditingkatkan apabila individu dapat secara aktif terlibat
c. Membantu dalam memperlancar pelaksanaan perencanaan yang dibuat untuk proses kesembuhan pasien
d. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami pentingnya tindakan yang dilakukan
37
penyakit4 Setelah diberikan
asuhan keperawatan diharapkan ansietas klien menurun atau hilang dengan KH :- Pasien akan
melaporkan adanya tingkat penurunan kecemasan yang dialaminya’pasien menunjukan keadaan yang relaksasi
- Pasien dapat mengidentifikasi kecemasan yang dialaminya dan mampu mengontrol diri dan situasi
a. Identifikasi penyebab ansietas
b. Kembangkan hubungan saling percaya
c. Informasikan pada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
a. Dengan melibatkan pasien dalam proses pengobatan akan menurunkan tingkat ansietas pasien
b. Meningkatkan perasaan pasien sebagai manusia,menurunkan perasaan curiga
c. Meningkatkan rasa kepercayaan dan menurunkan ansietas
5 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :- Nafsu makan
meningkat- BB naik- Kebutuhan nutrisi
terpenuhi- Pasien tidak
menunjukan penurunan status gizi
a. Evaluasi adanya kualitas bising usus
b. Catat adanya mual,muntah dan diare
c. Kolaborasi dalam mengusahakan status puasa sesuai dengan indikasi
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nutrisi melalui IV
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan seperti antasida dan vitamin
a. Iritasi pada membran mukosa saluran cerna terutama pada gaster dapat mengekibatkan nyeri pada epigastrium
b. Mual dan muntah adanya tanda yang sering muncul reaksi gangguan gastroentistinal
c. Memberikan istirahat pada gastrointestinal untuk menurunkan efek yang berbahaya pada stimullasi lambung
d. Nutrisi yang diberikan secara IV tidak akan mengganggu proses istirahat gastrointestinal
e. Antasida dapat menurunkan iritasi lambung, vitamin dapat menggantikan kehilangan vitamin tubuh
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan BAB klien lanacar dengan KH :- Klien melaporkan
tidak konstipasi- Peristaltik usus
normal
a. Pantau pergerakan usus pasien
b. Pantau keadekuatan masukan cairan
c. Kolaborasi dalam pemantauan pemeriksaan lab dan rontgen
a. Mengidentifikasi masalah konstifasi pada pasien
b. Ketidakadekuatan masukan cairan dapat menimbulkan konstifasi
c. Adanya ketidakseimbangan dalam pemeriksaan elektrolit menunjukan ketidakadekuatan nutrisi IV yang masuk kedalam tubuh pasien. Dengan adanya rontgen dapat menunjukan posisi kelainan pada gastrointestinal
38
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang semua hasil pemeriksaan lab dan rontgen
e. Lavement bila tergantung indikasi
d. Pasien dan keluarga paham dengan penyebab mengapa pasien tidak buang air besar
e. Lavement dapat membantu mengeluarkan isi usus bagian bawah.
7 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak kesulitan bernafas dengan KH :
- RR normal- Pasien rileks
a. Pertahankan bantalan lunak dan penghalang tempat tidur dengan posisi tempat tidur rendah
b. Catat tipe aktifitas kejang seperti lokasi, lamanya, tanda penurunan kesadaran
c. Observasi munculnya tanda status epileptikus
d. Kolaborasi dalam pemberian Oksigen 4-6 l/menit
e. Kolaborasi dalam pemberian obat anti koagulan dosis rendah sesuai indikasi
f. Kolaborasi dengan petugas lab. Untuk pemeriksaan kadar oksigen dalam darah
a. Mengurangi trauma saat kejang selama pasien berada di tempat tidur
b. Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami hipoksia
c. Hal ini merupakan keadaan darurat yang mengancam hidup dapat mengakibatkan henti nafas
d. Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia
e. Mungkin berguna dalam mencegah dalam pembentukan thrombus
f. Dengan diketahuinya kadar oksigen dalam darah dapat menentukan tindakan segera
8 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perfusi serebral kembali normal
-
a. Tinggikan tempat tidur, tempat kepala posisi sedang
b. Observasi pupil atau perubahan TTV,tingkat kesadaran atau fungsi motorik
c. Dorong istirahat dan ketenangan
d. Pantau TD dan TTV
e. Kolaborasi dalam pemberian O2 4-6 l/menit
a. Memindahkan aliran darah vena sehingga dapat mengurangi resiko kongesti vaskular
b. Memberikan deteksi awal dan intervensi untuk meminimalkan perlukaan pada susunan saraf pusat
c. Meningkatkan relaksasi dan dapat membantu menurunkan tekanan darah
d. Mengevaluasi kebutuhanefektivitas intervensi
e. Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia pada jaringan perifer karena suplai oksigen ke otak mencukupi
4. Evaluasi
a. Evaluasi Diagnosa Keperawatan Keracunan Non Korosif
1) Pola nafas klien efektif
2) Curah jantung normal
39
3) Tidak terjadi cedera
4) Ansietas berkurang
5) Pemenuhanan informasi terpenuhi
6) Perfusi jaringan perifer normal
7) Nyeri terkontrol
b. Evaluasi Diagnosa Keperawatan Keracunan Korosif
1) Volume dan cairan elektrolit seimbang
2) Nyeri terkontrol atau hilang
3) Pemenuhan informasi klien terpenuhi
4) Ansietas berkurang
5) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
6) BAB klien lancer
7) Klien tidak kesulitan bernafas.
8) Perfusi serebral normal
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan.
Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan datang karena
masalah toksik.
Gambaran klinis yang paling menonjol pada keracunan adalah
kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar ludah, keringat dan gangguan saluran
pencernaan, serta kesukaran bernafas. Adapun gejala ringan meliputi
Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor pada lidah, kelopak
mata, pupil miosis.
40
Yang terjadi pada keracunan sedang adalah nausea, muntah-muntah,
kejang atau kram perut, bradikardi. Dan pada keracunan berat terjadi diare,
reaksi cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontenesia urine
dan feces, koma. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan meliputi :
tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah
penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : Air way,
breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan
dengan cara kumbah lambung, emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
B. SARAN
Sebagai seorang calon petugas kesehatan khususnya perawat, kita
hendaknya turut serta dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang racun
dan keracunan. Disini selain sebagai seorang praktisi kesehatan, perawat juga
berperan untuk memberikan health education kepada masyarakat. Selain itu,
pengetahuan yang kita miliki mengenai racun dan keracunan akan
memberikan manfaat yang baikbagi kita, karena dengan pengetahuan yang
cukup maka kita akan dapatmenentukan rencana perawatan yang tepat bagi
klien
41
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. vol.3. Jakarta: EGC.
Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.Fitrirosdiana.2011.
Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease, Thirteenth Edition, Hal: 198-200.
Gaman P.M, dan Sherrington, 1994, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hasan Rusepno, dr, dkk, 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hal: 967 -973.
http://cariilmu92.blogspot.com/p/ciri-ciri-jamur-beracun.html. Diunduh Tanggal 26 September 2013.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/. Diunduh Tanggal 24 September 2013.
42
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe_bongkr%C3%A8k. Diunduh Tanggal 24 September 2013.
http://mediskus.com/penyakit/keracunan-singkong.html#ixzz2fxcGIZ6d. Diunduh Tanggal 26 September 2013.
http://pecelbule.com/596/cara-mengkonsumsi-bayam-tanpa-keracunan/. Diunduh Tanggal 26 September 2013.
http://perpustakaan.pom.go.id. Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI. Diunduh Tanggal 24 September 2013
http://www.deherba.com/mengkonsumsi-kerang-berlebihan-berpotensi-terkena-bahaya-logam-berat/. Diunduh Tanggal 24 September 2013.
Manik, Murniati. 2003. Keracunan Makanan : Food Poisoning. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sartono. 2001. Racun Dan Keracunan. Jakarta. Widya Medika.
Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr, 1989. Ilmu gizi, Jilid II, Dian Rakyat, Jakarta, Hal: 159 -181.
43