3 perancangan standard operating procedures (sop…... · standard operating procedures (sop)...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES
PENGELOLAAN
DENGAN METODE
DI
JINGGA NUANSA
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
STANDARD OPERATING PROCEDURES
PENGELOLAAN PASCA PANEN DAUN KUMIS KUCING
METODE PLAN DO CHECK ACTION (PDCA)
DI KLASTER BIOFARMAKA
KARANGANYAR
Skripsi
JINGGA NUANSA NARWASTUJATI
I0308050
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)
DAUN KUMIS KUCING
(PDCA)
FAKULTAS TEKNIK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Jingga Nuansa Narwastujati, NIM : I0308050, PERANCANGAN
STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGELOLAAN PASCA
PANEN DAUN KUMIS KUCING DENGAN METODE PLAN DO CHECK
ACTION (PDCA) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR.
Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret, Februari 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang Standard Operating Procedures
(SOP) proses pasca panen Kumis Kucing yang dapat diterapkan di Klaster
Biofarmaka Karanganyar. Selama ini para petani di klaster melakukan
pengelolaan pasca panen, khususnya untuk Daun Kumis Kucing belum dengan
prosedur standar atau hanya berdasarkan pengalaman mereka. Hal ini
menyebabkan kualitas simplisia yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas.
Standar kualitas tersebut antara lain adalah kadar air maksimal 10% dan tidak
mengandung serangga.
SOP ini dibuat dengan melihat proses penanganan pasca panen tanaman
obat Daun Kumis Kucing di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu. Untuk perancangan dan
penyusunan SOP tersebut, digunakan metode Plan Do Check Action (PDCA).
Metode atau siklus PDCA juga disebut dengan Deming cycle, Shewhart cycle,
Deming wheel, atau Plan–Do–Study–Act (PDSA). Metode ini merupakan
penyusunan langkah-langkah perbaikan dengan menggunakan macam-macam
tools kualitas atau biasa disebut dengan Seven tools. PDCA ini digunakan dalam
upaya perbaikan dan implementasi SOP agar berjalan secara terus menerus
(continuous improvement) untuk mempertahankan kualitas proses dan produk
pasca panen. Hasil dari penelitian ini ialah prosedur standar untuk meningkatkan
kualitas proses dan produk pasca panen khususnya simplisia tanaman Kumis
Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
Kata kunci: Daun Kumis Kucing, Klaster Biofarmaka, Pasca panen, PDCA,
Simplisia, SOP, Tanaman obat
xii + 73 , 9 gambar, 8 tabel, 3 lampiran, daftar pustaka: 21 (1979-2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Jingga Nuansa Narwastujati, NIM : I0308050, DESIGNING STANDARD
OPERATING PROCEDURES (SOP) OF AFTER-HARVEST KUMIS
KUCING PLANT USING PLAN. DO. CHECK, ACTION (PDCA) IN
KARANGANYAR BIOFARMAKA CLUSTER. Skripsi. Surakarta :
Departement of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas
Maret University, February 2013.
This research has aim to design Standard Operating Procedures (SOP) of
after-harvest Kumis Kucing Plant which can be implemented in Karanganyar
Biofarmaka Cluster. For all the time, farmers in this cluster manage after-harvest
activity with their own experiences and neglecting the use of standard procedures.
However, the quality of dried slice does not conform with standard of quality.
Those standard qualities for dried slice are the maximum moisture content 10%
and not bugs containing.
This SOP is designed by observing after-harvest process of Kumis Kucing
Plant in Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu. This SOP used Plan Do Check Action
(PDCA) method. This method or PDCA cycle also called as Deming cycle,
Shewhart cycle, Deming wheel, or Plan–Do–Study–Act (PDSA). This method
conducts the improvement by using quality tools or usually it called Seven Tools.
PDCA has effort for improving and applying the SOP to develop continuous
improvement of after-harvest quality in its process and product. The result of this
research is standard procedures to improve process and product qualities of
after-harvest, especially dried slice of Kumis Kucing Plant in Karanganyar
Biofarmaka Cluster.
Keywords: Kumis Kucing Plant, Biofarmaka Cluster, After-harvest, PDCA, Dried
slice, SOP, Plant medicne
xii + 73 , 9 figures, 8 tables, 3 attachments, bibliography: 21 (1979-2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang telah
dilakukan, serta sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG
Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk mengembangkan sektor
pertanian karena sebagian besar wilayahnya masih didominasi oleh lahan-lahan
pertanian. Salah satunya ialah pertanian tanaman obat. Tanaman obat di
Kabupaten Karanganyar memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat, namun
belum dimanfaatkan secara optimal. Melihat kondisi tersebut, maka dibentuklah
Klaster Biofarmaka Karanganyar yang terdiri atas 10 Gapoktan dari 6 kecamatan
di Karanganyar, yaitu Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Ngargoyoso,
Mojogedang dan Kerjo.
Komoditas utama klaster ini ialah tanaman obat yang berasal dari rimpang.
Tanaman obat selain rimpang masih sekadar untuk memenuhi kebutuhan petani
sendiri. Tanaman obat misalnya yang berasal dari daun sebenarnya memiliki
potensi yang sama. Salah satunya adalah Daun Kumis Kucing. Daun ini memiliki
banyak khasiat, seperti di Indonesia daun ini digunakan sebagai obat yang
memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik), penyembuhan batuk, encok,
masuk angin, sembelit, pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, dan
albuminuria (Rukmana, 2000). Walaupun banyak manfaatnya, tanaman ini belum
banyak dibudidayakan secara intensif. Di klaster juga belum ada kebijakan untuk
mengembangkan tanaman tersebut, dikarenakan budidaya Kumis Kucing yang
secara monokultur dianggap menyebabkan produktivitas tanaman dan tingkat
pendapatan rendah. Padahal, Daun Kumis Kucing ini dapat menambah potensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
dan peluang klaster untuk lebih mengembangkan keanekaragaman dan pemasaran
produk biofarmakanya.
Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional atau B2P2TO-OT (2011), daun ini memiliki prospek ekonomi yang
cukup menjanjikan. Jika dihitung berdasarkan tingkat produktivitas minimalnya
yaitu 6 ton/Ha/tahun dengan harga simplisia Rp 6.000,-/kg maka akan
menghasilkan Rp 36.000.000,-/Ha/tahun. Selain melihat prospek ekonominya,
dari segi potensi pasar menurut Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik atau
Balittro (2009), daun ini biasa dipasarkan untuk industri farmasi dan jamu,
sedangkan ekspornya ditujukan ke negeri Belanda, Jerman, Eropa Barat dan
Amerika Serikat. Permintaan simplisia Kumis Kucing menurut Trubus (2009),
untuk industri obat tradisional lokal pada tahun 2009 sebanyak 10 ton/tahun dan
berfluktuasi setiap tahunnya. Namun, suatu produk biofarmaka yang akan
dipasarkan baik dalam bentuk segar, serbuk, maupun simplisia harus memenuhi
standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Ketiga hal tersebut selain ditentukan
oleh proses budidayanya, pengelolaan pasca panen juga memegang peranan
penting dalam segi kualitas.
Pengelolaan pasca panen ini meliputi kegiatan penyortiran, pencucian,
pengolahan hasil, pengeringan, pengemasan, sampai pada penyimpanan. Kegiatan
pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan menjadi hal yang penting dalam
pengelolaan pasca panen karena dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia.
Standar kualitas simplisia menurut Balittro (2009) ialah kadar air maksimal 10%
dan tidak terjangkit serangga. Kegiatan pengeringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan tingginya kadar air pada simplisia sehingga simplisia mudah busuk
dan berjamur. Begitu juga pada kegiatan pengemasan dan penyimpanan, jika
kemasan tidak kedap udara, serta gudang penyimpanan kotor dan lembab maka
kadar air simplisia akan meningkat sehingga simplisia mudah berjamur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
Selama ini beberapa petani yang tertarik dengan budidaya Daun Kumis
Kucing melakukan pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing hanya
berdasarkan pengalaman. Hal ini menyebabkan kualitas simplisia yang dihasilkan
tidak memenuhi standar kualitas. Maka dari itu, perlu disusun suatu pedoman
pengelolaan pasca panen yang berisi prosedur standar atau biasa disebut dengan
Standard Operating Procedures (SOP). SOP dibuat dengan melihat proses
penanganan pasca panen tanaman obat Daun Kumis Kucing di B2P2TO-OT
Tawangmangu. Untuk perancangan dan penyusunan SOP tersebut, digunakan
metode Plan Do Check Action (PDCA).
PDCA ini merupakan metode problem solving yang terdiri atas empat
langkah proses, yaitu Perencanaan (Plan), Pelaksanaan / Implementasi (Do),
Pemeriksaan (Check), dan Tindak Lanjut (Action). PDCA ini digunakan dalam
upaya perbaikan dan implementasi SOP agar berjalan secara terus menerus
(continuous improvement) untuk mempertahankan kualitas proses dan produk
pasca panen.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang
Standard Operating Procedures (SOP) dengan metode Plan Do Check Action
(PDCA) yang dapat diterapkan pada pengelolaan pasca panen Daun Kumis
Kucing?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan
rancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen Daun
Kumis Kucing yang dapat diterapkan di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah menstandarkan prosedur untuk
meningkatkan kualitas proses dan produk pasca panen khususnya tanaman Kumis
Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah :
1. Penyusunan SOP untuk proses produksi simplisia Daun Kumis Kucing.
2. Sampel penelitian dilakukan pada kelompok tani Sumber Rejeki I.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan
dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang
ingin dicapai, batasan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi landasan teori yang merupakan penjelasan secara terperinci
mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan
masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang
digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini
diambil dari berbagai sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses
pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan
tiap tahapnya diberi penjelasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian
masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai
tujuan penelitian.
BAB V ANALISIS
Bab ini berisi analisis dari pengolahan data sesuai dengan permasalahan
yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-
saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang tinjauan umum tempat studi kasus dan konsep-
konsep teori yang menjadi tinjauan pustaka dalam penulisan laporan.
2.1 TINJAUAN UMUM TEMPAT STUDI KASUS KLASTER
BIOFARMAKA
Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk mengembangkan pertanian
karena sebagian besar wilayahnya masih didominasi oleh lahan-lahan pertanian.
Sektor pertanian sendiri memiliki kontribusi sebesar 21% terhadap PDRB
kabupaten Karanganyar. Salah satu pertanian yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan ialah tanaman obat. Terdapat banyak jenis tanaman obat di
Kabupaten Karanganyar yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat,
namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Melihat kondisi tersebut maka dibentuklah Klaster Biofarmaka Karnganyar.
Klaster Biofarmaka Karanganyar ini terdiri atas 10 Kelompok Tani dari 6
kecamatan di Karanganyar, yaitu Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro,
Ngargoyoso, Mojogedang dan Kerjo. Berikut visi dan misi dari Klaster
Biofarmaka:
Visi : Mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra Biofarmaka
di Indonesia.
Misi : 1. Peningkatan luas lahan dan produksi biofarmaka.
2. Peningkatan kualitas budidaya dan pasca panen sesuai SAP-
SOP.
3. Peningkatan kerja sama dengan pelaku usaha serta pelaku pasar
biofarmaka.
4. Pelatihan yang terintegrasi dan berkesinambungan bagi petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
klaster.
5. Pengembangan usaha berbasis teknologi dan pemberdayaan
masyarakat.
6. Pemanfaatan sumber daya modal dan perbankan untuk pengem-
bangan usaha.
Tujuan dibentuknya klaster biofarmaka di Kab Karanganyar adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani yang didukung dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai dan tepat guna.
2. Terbentuknya home industri klaster biofarmaka (simplisia, tepung, dan jamu
instan) sehingga berperan dalam penciptaan lapangan kerja masyarakat.
3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster.
Struktur organisasi dari Klaster Biofarmaka ialah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
Sumber: Klaster Biofarmaka, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur
organisasi klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Ketua
a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster.
b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari
hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan,
pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang
produktivitas klaster.
2. Wakil Ketua I dan II
Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di
klaster.
3. Sekretaris
Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan
laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.
4. Wakil Sekretaris
Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang
dilaksanakan di klaster.
5. Bendahara
Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk
permodalan.
6. Produksi Usaha
Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan.
7. Pengolahan dan Pemasaran
Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terkait dengan
pemasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
8. Usaha
Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster.
2.2 BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN
OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TO2T) TAWANGMANGU
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu berada di desa Kalisoro dan
Tlogodlingo, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa
Tengah dan memiliki ketinggian ± 1.200 m dpl dilereng Barat Gunung Lawu, 45
km di sebelah Timur Kota Surakarta. B2P2TO-OT Tawangmangu ini berdiri sejak
tahun 1978. Semula balai ini bernama Hortus Medicus Tawangmangu, namun atas
dasar pertimbangan bahwa Hortus Medicus merupakan tempat Penelitian
Tanaman Obat, maka sesuai surat keputusan Menteri Kesehatan R.I No.
149/Men.Kes/SK/IV/78 tanggal 28 April 1978, Hortus Medicus Tawangmangu
diubah menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Obat (BPTO) yang merupakan
Unit Pelaksanaan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Balai
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
B2P2TO-OT mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan
tanaman obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut
B2P2TO-OT Tawangmangu mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi penelitian dan atau pengembangan di
bidang tanaman obat dan obat tradisional.
2. Pelaksanaan eksplorasi, iventarisaasi, identifikasi, adaptasi dan koleksi plasma
nutfah tanaman obat.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi dan pelestarian
plasma nutfah tanaman obat.
4. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi standarisasi tanaman obat dan
bahan baku obat tradisional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Pelaksanaan dan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang
tanaman obat dan obat tradisional.
6. Pelaksanaan kajian dan diseminasi informasi tanaman obat dan obat
tradisional.
7. Pelaksanaan dan pelatihan teknis di bidang pembibitan, pembudidayaan, pasca
panen, analisa, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan
kemanfaatan obat tradisional.
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Di B2P2TO-OT ini
membandingkan prosedur pengelolaan pasca panen di lembaga tersebut dengan
Klaster Biofarmaka. Prosedur ini sebenarnya hampir sama dengan prosedur pasca
panen di Klaster Biofarmaka, namun dilengkapi dengan beberapa proses, yaitu
penyortiran basah dan kering, penimbangan basah dan kering, pelabelan, serta
pengamatan. Berikut Gambar 2.2 menunjukkan
Gambar
naan dan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang
tanaman obat dan obat tradisional.
Pelaksanaan kajian dan diseminasi informasi tanaman obat dan obat
Pelaksanaan dan pelatihan teknis di bidang pembibitan, pembudidayaan, pasca
anen, analisa, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan
kemanfaatan obat tradisional.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
ini dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan prosedur pengelolaan pasca panen di lembaga tersebut dengan
Prosedur ini sebenarnya hampir sama dengan prosedur pasca
panen di Klaster Biofarmaka, namun dilengkapi dengan beberapa proses, yaitu
basah dan kering, penimbangan basah dan kering, pelabelan, serta
Gambar 2.2 menunjukkan bagan pasca panennya:
Gambar 2.2 Proses Pasca Panen B2P2TO-OT
Sumber: B2P2TO-OT, 2011
A
naan dan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang
Pelaksanaan kajian dan diseminasi informasi tanaman obat dan obat
Pelaksanaan dan pelatihan teknis di bidang pembibitan, pembudidayaan, pasca
anen, analisa, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan
bertujuan untuk
membandingkan prosedur pengelolaan pasca panen di lembaga tersebut dengan
Prosedur ini sebenarnya hampir sama dengan prosedur pasca
panen di Klaster Biofarmaka, namun dilengkapi dengan beberapa proses, yaitu
basah dan kering, penimbangan basah dan kering, pelabelan, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar
1. Pengumpulan
Panen Kumis Kucing dilakukan ketika tanaman berumur sekitar 10 minggu.
Pada saat itu, tanaman sudah berbunga tapi belum keluar buah, karena pada fase
awal pembungaan diperoleh kandungan bahan aktifnya yang tinggi. Pemanenan
dilakukan dengan memetik langsun
Daun hasil panen dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung atau
bersih.
2. Penyortiran basah
Penyortiran basah bertujuan memisahkan bahan dari kotoran
misalnya kerikil, tanah, gulma, dan rumpu
bertujuan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, kecil, layak
atau tidaknya daun sehingga nantinya akan diperoleh ukuran simplisia yang
seragam.
Gambar 2.2 Proses Pasca Panen B2P2TO-OT (lanjutan)
Sumber: B2P2TO-OT, 2011
Panen Kumis Kucing dilakukan ketika tanaman berumur sekitar 10 minggu.
Pada saat itu, tanaman sudah berbunga tapi belum keluar buah, karena pada fase
awal pembungaan diperoleh kandungan bahan aktifnya yang tinggi. Pemanenan
dilakukan dengan memetik langsung daun yang berada pada pucuk tanaman.
Daun hasil panen dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung atau bagor
Penyortiran basah bertujuan memisahkan bahan dari kotoran-kotoran seperti
misalnya kerikil, tanah, gulma, dan rumput. Selain itu, penyortiran basah
bertujuan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, kecil, layak
atau tidaknya daun sehingga nantinya akan diperoleh ukuran simplisia yang
A
(lanjutan)
Panen Kumis Kucing dilakukan ketika tanaman berumur sekitar 10 minggu.
Pada saat itu, tanaman sudah berbunga tapi belum keluar buah, karena pada fase
awal pembungaan diperoleh kandungan bahan aktifnya yang tinggi. Pemanenan
g daun yang berada pada pucuk tanaman.
bagor yang
kotoran seperti
t. Selain itu, penyortiran basah
bertujuan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, kecil, layak
atau tidaknya daun sehingga nantinya akan diperoleh ukuran simplisia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
3. Pencucian
Pencucian ini untuk membersihkan daun dari tanah, kotoran-kotoran maupun
mikroba yang menempel. Pencucian ini akan menurunkan jumlah mikroba
pathogen yang menyebabkan pembusukan. Pencucian menggunakan air yang
mengalir sehingga kotoran yang sudah lepas tidak menempel lagi. Proses
pencucian hendaknya tidak terlalu lama / direndam, agar senyawa aktifnya tidak
larut dalam air.
Kualitas air yang dipakai hendaknya diperhatikan. Tidak dianjurkan memakai
air sungai, karena dikhawatirkan sudah tercemar bakteri, Setelah pencucian
selesai, bahan ditiriskan untuk mengurangi kandungan air. .
4. Penimbangan Basah
Penimbangan basah ini bertujuan untuk mengetahui berat bersih bahan yang
akan diproses menjadi simplisia. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat
timbang dan alat ukur yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan
yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011).
5. Pelayuan / Peram
Pelayuan / peram bertujuan agar bahan mengalami fermentasi dan pelayuan
sebelum dikeringkan. Bahan / daun dihamparkan di atas alas anyaman bambu
(widig) dan dibiarkan selama 1-2 malam. Pada proses ini daun tidak boleh
ditumpuk terlalu tebal sebab akan menghasilkan daun yang tidak kering merata
dan kualitasnya rendah.
6. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan
oven. Untuk pengeringan manual, dijemur di atas nampan bambu dengan
menggunakan sinar matahari langsung selama 3 hari hingga diperoleh daun yang
kering dan mati. Jika menggunakan oven, maka suhunya tidak boleh di atas 60o C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Pengeringan dengan cara dibolak-balik agar diperoleh hasil daun yang kering
merata. Pengeringan ini dilakukan hingga kadar air mencapai di bawah 10%.
7. Penyortiran Kering
Penyortiran kering bertujuan memisahkan simplisia dari kotoran-kotoran
seperti misalnya kerikil, debu, dan tanah. Penyortiran ini bertujuan simplisia tidak
tercemar oleh benda-benda asing sehingga kualitasnya dapat terjaga. Selain itu,
penyortiran kering juga bertujuan untuk memilih antara simplisia yang sudah
kering sempurna maupun yang belum.
8. Penimbangan Kering
Penimbangan kering ini bertujuan untuk mengetahui bobot susut dari
simplisia. Bobot susut yang dimaksud ialah membandingkan bobot basah bahan
segar dengan bobot kering sesudah menjadi simplisia. Perbandingan bobot
tersebut sekitar 5:1, yaitu 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang dipakai
hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM,
2011).
9. Pengepakan dan Pelabelan
Simplisia yang sudah kering dimasukkan ke dalam plastik kedap udara agar
tidak lembab dan menyebabkan timbulnya jamur pada simplisia. Pelabelan
memuat informasi tentang no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat
simplisia,
10. Penyimpanan
Simplisia yang sudah dikemas, disimpan di dalam gudang penyimpanan.
Setiap simplisia dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, tidak tercampur antar
simplisia yang lain. Simplisia disusun dengan metode FIFO (First In First Out)
sesuai dengan tanggal penyimpanannya (BPOM, 2011). Gudang penyimpanan
hendaknya bersih, tidak lembab, dan terlindung dari sinar matahari langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
11. Pengamatan
Pengamatan pada produk simplisia dilakukan dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 3 bulan sekali. Pengamatan ini meliputi pengecekan dan pengujian mutu
yang ada dalam gudang. Kerusakan akibat penyimpanan dapat berupa hancurnya
simplisia, berjamur, terkena serangga, berubah dalam hal warna, rasa, dan bau.
2.3 KUMIS KUCING (ORTHOSIPHON STAMINEUS, BENTH)
Berikut merupakan taksonomi dari tanaman Kumis Kucing:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus, Benth
Tanaman Kumis Kucing merupakan tanaman terna yang tumbuh tegak, pada
buku-bukunya berakar tetapi tidak tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2 m.
Batang bersegi empat agak beralur. Helai daun berbentuk bundar telur lonjong,
lanset, lancip atau tumpul pada bagian ujungnya, ukuran daun panjang 1 – 10 cm
dan lebarnya 7.5 mm – 1.5 cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau
gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang
jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 – 29 cm.
Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang
sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna
ungu pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 – 27mm, di bagian atas ditutupi
oleh bulu pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 – 18mm,
panjang bibir 4.5 – 10 mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya
lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk
berwarna coklat gelap, panjang 1.75 – 2 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
Gambar 2.3 Kumis Kucing
Sumber : B2P2TO-OT, 2011
Untuk prosedur pasca panen Kumis Kucing menurut Balittro (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Pemanenan
Pemetikan yang terbaik bila umur tanaman sudah mencapai 10 minggu. Cara
memetiknya dengan 4 - 6 helai daun paling atas beserta batangnya di petik, daun
dibawahnya dipetik karena termasuk daun tua.
2. Pencucian
Daun yang sudah dipetik, kemudian melalui proses pencucian. Pencucian
dengan menggunakan air mengalir.
3. Pengeringan
Daun yang sudah dicuci kemudian dijemur dipanas matahari (merupakan cara
konvensional). Untuk cara pengeringan yang baik ialah dengan menggunakan
panas buatan (oven). Caranya ialah daun diangin-anginkan di tempat atau di
bangsal-bangsal yang mempunyai sirkulasi udara baik. Lalu letakan daun di atas
para-para, suhu dalam oven antara 50o C sampai 60
o C. Tempat pengeringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
dibuat dari papan dan jangan dari logam. Pengeringan dianggap cukup bila daun
sudah kering dan mudah hancur jika diremas. Biasanya penyusutan dari daun
basah menjadi daun kering dengan perbandingan 5 : 1.
4. Pengemasan
Daun yang telah kering harus segera dikemas dengan cara dibungkus dan
dimasukan ke dalam kaleng yang dilapisi aluminium dan tertutup rapat agar tidak
menghisap uap air. Berikut merupakan standar kualitas Daun Kumis Kucing:
a. Warna : daun hijau kecoklatan atau hijau kelabu.
b. Bau : harum, tidak tajam
c. Rasa : asin agak pahit
d. Kadar air : max 10%
e. Kotoran : max 2%
f. Abu : 10%
g. Tidak mengandung serangga dan cendawan / jamur.
2.4 PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT
Pengelolaan pasca panen adalah suatu perlakuan yang diberikan pada hasil
pertanian hingga produknya siap konsumsi (Siswanto, 2004). Tujuan dari
pengelolaan pasca panen ini antara lain:
1. Mencegah kerugian karena perlakuan prapanen yang tidak tepat.
2. Menghindari kerusakan karena teknologi pasca panen yang kurang tepat,
seperti misalnya mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan, mencegah
timbulnya patogen, dan mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan
hama.
3. Menekan penyusutan kuantitatif dan kualitatif hasil.
4. Terjaminnya suplai bahan baku produksi tanaman obat meskipun tidak pada
musimnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
Pengelolaan pasca panen ini meliputi kegiatan penyortiran, pencucian,
pengolahan hasil, pengeringan, pengemasan, sampai pada penyimpanan. Berikut
penjelasan tentang kegiatan pasca panen menurut Siswanto (2004):
1. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk memperoleh simplisia yang bersih serta bebas dari
kotoran yang mungkin terbawa saat pemanenan atau pengangkutan. Perlakuan ini
akan menurunkan jumlh mikroba patogen yang menyebabkan pembusukan dan
membuat tampilan simplisia menjadi lebih menarik.
Untuk simplisia yang banyak memgandung senyawa aktif yang mudah larut
dalam air sebaiknya tidak dicuci atau cukup direndam air sebentar saja, Selain
teknik pencucian, kualitas air yang dipakai juga dapat mempengaruhi mutu
simplisia. Pencucian bahan dengan air sungai tidak dianjurkan karena
dikhawatirkan air telah tercemar bakteri, antara lain Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus cereus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia coli.
Pencucian yang benar dilakukan pada air yang mengalir atau bak bertingkat,
sehingga kotoran yang terlepas tidak menempel kembali. Setelah dicuci, bahan
ditiriskan,. Penirisan dilakukan di tempat yang teduh karena bila setelah dicuci
bahan langsung dikeringkan di bawah sinar matahari, maka akan menyebabkan
pembusukan.
2. Sortasi
Tujuan dari sortasi atu penyortiran adalah untuk memperoleh simplisia seperti
yang dikehendaki baik kebenaran bahan maupun kebersihannya. Sortasi sekaligus
berperan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, atau kecil
sehingga diperoleh ukuran yang seragam.
Sortasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu sortasi basah dan sortasi kering.
Sortasi basah dilakukan saat bahan masih segar dan bertujuan untuk memisahkan
bahan dari kotoran-kotoran atau benda-benda asing, misalnya tanah, kerikil,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
gulma, dan sebagainya. Sortasi kering dilakukan ketika bahan sudah melalui
proses pengeringan dan bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran seperti
debu, kerikil, tanah, dan sebagainya.
3. Pengubahan Bentuk
Pengubahan bentuk tanaman obat menjadi bentuk lain, seperti irisan,
potongan, dan serutan bertujuan untuk memudahkan kegiatan pengeringan,
pengepakan, serta pengolahan lebih lanjut menjadi bahan baku obat atau
kosmetika. Beberapa jenis simplisia yang sering mengalami perubahan bentuk,
ialah akar, batang, umbi, rimpang, dan kulit batang.
Pada umumnya, semakin tipis bahan, maka proses pengeringan akan semakin
cepat karena proses penguapan air yang cepat. Namun, irisan yang terlaalu tipis
juga tidak baik karena senyawa aktif yang terkandung akan mudah menguap dan
simplisia lebih mudah rusak saat dikemas.
4. Pengeringan
Pengeringan pada dasarnya merupakan upaya untuk menurunkan kadar air
bahan sampai pada tingkat yang diinginkan. Pengeringan ini berfungsi untuk
mencegah terjadinya pencemaran serta kontaminasi oleh jamur atau patogen yang
dapat menurunkan kualitas atau mengakibatkan keracunan pada saat bahan
dikonsumsi. Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pengeringan secara alami dan dengan bantuan alat. Pengeringan secara alami
pada dasarnya melibatkan unsur iklim, yaitu cahaya matahri, hembusan angin,
atau pergantian udara. Pengeringan dengan menggunakan alat tidak bergantung
terhadap iklim. Alat pengeringan dapat menggunakan berbagai tenaga, misalnya
listrik, energi panas, dan api.
5. Pengemasan
Syarat bahan pengemas yang baik adalah sebagai berikut:
a. Mampu melindungi simplisia dari kerusakan mekanis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
b. Tidak mengandung zat kimia yang menyebabkan perubahan rasa, aroma,
dan kadar air simplisia.
c. Sesuai dengan kebutuhan konsumen, misalnya tidak terlalu berat, praktis,
ukuran, dan bentuk menarik.
d. Mampu mencegah penambahan air atau menghindari kelembaban.
e. Mampu menahan pengaruh cahaya.
f. Memiliki daya lindung yang dapat diandalkan, tidak bersifat racun, dan
murah.
6. Penyimpanan
Dalam dunia pertanian, penyimpanan merupakan bagian dari proses produksi
sebelum hasil tersebut digunakan oleh konsumen. Untuk itu, dalam membangun
gudang penyimpanan simplisia perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. Memiliki ventilasi yang baik.
b. Bebas dari kebocoran.
c. Terpisah dari tempat penyimpanan bahan atau alat-alat lain yang tidak
sejenis.
d. Penerangan cukup serta dapat mencegah masuknya sinr matahari yang
berlebih.
e. Bersih dan bebas dari sampah dan limbah yang memungkinkan menjadi
sarang serangga dan hama.
2.5 KONSEP SIMPLISIA
Pengertian simplisia menurut Katno (2008) adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, kecuali
dinyatakan lain, umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
merupakan bahan alamiah yang yang digunakan sebagai obat baik dalam bentuk
bahan asli atau sebagai bahan baku obat yang dikeringkan (Siswanto,2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
Simplisia digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu sinplisia nabati, hewani, dan
pelikan (mineral).
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari
selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan dan madu.
3. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
Simplisia berdasarkan bagian-bagian yang dipakai dapat dikelompokkan
menjadi 14 macam, yaitu simplisia daun, kulit, kayu, herba, bunga, akar, umbi,
rimpang, buah,kulit buah, biji, ekstrak, tingtur, dan getah (Siswanto,2004). Untuk
tanaman obat Kumis Kucing termasuk dalam simplisia daun. Simplisia daun dapat
berupa lembaran daun tunggal maupun majemuk.
2.6 KONSEP KUALITAS
Berbagai definisi tentang kualitas telah banyak diusulkan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kualitas adalah kecocokan untuk digunakan (Juran, 1988).
2. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan – yang telah ditetapkan
(Crosby, 1979).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
3. Kualitas harus berorientasi pada kebutuhan konsumen, sekarang dan yang
akan datang (Deming, 1986).
4. Kualitas adalah gabungan seluruh karakteristik produk dan pelayanan yang
meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh
produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan /
kebutuhan konsumen (Feigenbaum, 1983).
Dari sisi mana kualitas dinilai disebut dimensi kualitas. Suatu perusahaan
dalam melihat sisi kualitas biasanya hanya memakai salah satu dimensi yang ada.
Garvin (1987) mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakteristik kualitas sebagai berikut:
1. Performance, yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti atau kinerja.
2. Feature, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap atau ciri khas yang
membedakan dengan produk lain.
3. Reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal
dipakai atau kepercayaan pelanggan terhadap produk lain yang merupakan
karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan baik kepada
pelanggan.
4. Conformance to specifications, yaitu sejauh mana karakteristik desain atau
operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau
sejauh mana kesesuaian produk dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Durability, berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
diperbaiki, penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Aesthetic, yaitu daya tarik produk tersebut.
8. Perception, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan
terhadapnya yang menyebabkan fanatisme konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
2.7 KONSEP STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)
Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang
berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi
yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta
penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam
organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis
(Tambunan, 2011). SOP sebenarnya bukan hanya merupakan pedoman prosedur
rutin yang harus dilaksanakan, tetapi SOP juga berfungsi untuk mengevaluasi
pekerjaan yang telah dilakukan, apakah pekerjaan tersebut telah dikerjakan
dengan baik atau tidak, kendala yang dihadapi, atau mengapa kendala tersebut
terjadi. Dengan adanya SOP yang jelas maka akan lebih mengefektifkan dan
mengefisiensikan waktu dan pekerjaan, dimana hal tersebut berhubungan dengan
kualitas mutu, dan berimplikasi pada kepuasan pelanggan.
Tambunan (2011) menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern
organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang
berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain.
2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar
yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi.
3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir,
blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar.
4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan
penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi).
5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah
ditetapkan.
6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
7. Menjamin adanya standarisasi kontrol.
8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian
kegiatan organisasi.
9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak
luar organisasi.
10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara
prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka
tujuan organisasi.
11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk
menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar.
12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta
pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang.
Untuk dasar sistematika penyajian SOP dapat ditentukan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Berikut dasar sistematika penyajian SOP menurut
Tambunan (2011):
1. Tujuan SOP
Mencerminkan yang akan dan seharusnya dicapai apabila SOP dijalankan.
2. Penjelasan Singkat tentang SOP
Penjelasan singkat ini ditulis dengan tujuan agar pengguna dapat memahami
isi SOP secara umum.
3. Peraturan dan Kebijakan terkait SOP
Penjelasan tentang peraturan kebijakan secara internal dan eksternal dari
perusahaan.
4. Teknik yang Digunakan dalam SOP
Penjelasan tentang teknik yang digunakan dalam penyusunan SOP, yaitu dapat
berupa teknik naratif, diagram alir, atau tabular.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
5. Pihak yang Terlibat
Penjelasan tentang pihak yang terlibat dalam SOP, baik pihak internal maupun
eksternal perusahaan.
6. Formulir dan Dokumen yang digunakan dalam SOP
Pencantuman formulir dan dokumen apa saja yang digunakan dalam SOP.
7. Laporan-laporan yang dihasilkan SOP
Pencantuman laporan-laporan yang dihasilkan pada saat pelaksanaan SOP.
8. Kaitan dengan SOP lain
Pencantuman prosedur-prosedur lain yang terkait dengan pelaksanaan SOP.
9. Lampiran SOP
Berisi lampiran contoh format dari formulir, dokumen, atau laporan-laporan.
2.8 KONSEP PLAN DO CHECK ACTION (PDCA)
Siklus Plan Do Check Action (PDCA) ini merupakan empat langkah proses
problem solving yang dapat digunakan untuk mengkoordinasi upaya dengan
tujuan mencapai quality improvement atau perbaikan secara terus menerus.
Konsep dari siklus PDCA pertama dikemukakan oleh Walter Shewhart tahun
1930 yang kemudian dikembangkan oleh W. Edwards Deming, pada tahun 1950.
Siklus PDCA juga disebut dengan Deming cycle, Shewhart cycle, Deming wheel,
atau Plan–Do–Study–Act (PDSA).
Gambar 2.4 Siklus PDCA
Sumber: Foster, 1995
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
Dari gambar tersebut dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus
PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Fase Plan, yang dilakukan pada tahap ini adalah
a. Mendifinisikan hal-hal yang dapat menjadi sebagai improvement
opportunity
b. Menunjukkan proses yang berlangsung saat ini.
c. Mengukur keefektifan proses yang berlangsung saat ini.
d. Merencanakan perubahan berupa alternatif perbaikan
2. Fase Do, yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perubahan proses
dengan cara menjalankan proses baru yang memuat alternatif perbaikan.
3. Fase Check, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi hasil dari
perubahan proses yang dijalankan.
4. Fase Act, yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan reaksi terhadap
hasil yang didapat dari hasil proses yang memuat alternatif perbaikan.
Proses problem solving dengan PDCA atau PDSA ini merupakan penyusunan
langkah-langkah perbaikan dengan menggunakan macam-macam tools kualitas
atau biasa disebut dengan Seven tools (Summers, 2000). Namun, tidak ditutup
kemungkinan untuk menggunakan tools lain, misalnya dengan cara
brainstorming. Bentuk pengulangan atau kontinuitas dari lingkaran PDCA
tersebut menjurus pada semakin efektifnya perencanaan, maka akan semakin
efisien pengendaliannya (Mizuno, 1994).
2.9 FISHBONE DIAGRAM
Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai
fishbone diagram. Fishbone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang
untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga
sebagai cause and effect diagram (Besterfield, 1998). Selain itu diagram ini
biasanya disebut diagram Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa yang dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
sebagai bapak QC Circles. Fishbone diagram adalah alat yang sangat efektif
untuk menganalisis penyebab terjadinya masalah.
Gambar 2.5 Diagram Fishbone
Sumber: Besterfield, 1998
2.10 KONSEP FOCUSSED GROUP DISCUSSION (FGD)
Metode Focused Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan
data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang
sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). FGD ini merupakan
teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif
dengan tujuan menemukan makna menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik
ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan
hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga
dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti
terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Setiap FGD dibutuhkan satu orang moderator, satu pencatat proses, 1 satu
pengembang peserta dan satu atau 2 dua orang logistik dan blocker (Irwanto,
2006). Berikut merupakan tugas masing-masing pihak:
1. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami masalah
yang dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai (ketrampilan
substantif), serta terampil mengelola diskusi (ketrampilan proses).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
2. Pencatat Proses / Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti
permasalahan yang didiskusikan serta dinamika kelompoknya. Umumnya
dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit komputer atau laptop yang
lebih fleksibel.
3. Pengembang / Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal,
menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut mitra
kerja lokal di daerah penelitian.
4. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD
berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi,
akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau barang/cinderamata),
alat dokumentasi, dll.
5. Blocker, yaitu penjaga “keamanan” FGD, dari pengaruh negatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini membahas secara sistematis tentang langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dapat dilihat pada
gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Metodologi penelitian pada Gambar 3.1 diuraikan dalam beberapa tahap.
Uraian tiap tahapnya akan dijelaskan sebagai berikut :
3.1 TAHAP AWAL
Tahap awal pada penelitian ini meliputi observasi awal, identifikasi masalah,
pemilihan produk, perumusan masalah dan studi pustaka yang akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Observasi awal
Observasi awal merupakan tahap awal dalam penelitian ini. Observasi
dilakukan di Klaster Biofarmaka dan kelompok tani Sumber Rejeki I Desa
Sambirejo Kecamatan Jumantono. Dalam proses ini bertujuan untuk melihat
secara langsung kondisi yang ada di klaster sehingga dapat dengan mudah
mengidentifikasi masalah yang ada, yaitu perlunya suatu standar untuk menjamin
produknya yang berupa Standard Operating Procedure (SOP).
2. Identifikasi Masalah
Tahap ini digunakan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, kemudian
dapat dicari bahan, materi, serta literatur yang digunakan agar dapat menentukan
metode yang tepat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi.
3. Perumusan masalah
Perumusan masalah dilakukan untuk merangkum permasalahan yang terjadi
dan bagaimana memecahkan masalah yang ada. Pada penelitian ini dirumuskan
masalah tentang bagaimana merancang Standard Operating Procedures (SOP)
dengan metode PDCA yang dapat diterapkan pada proses pasca panen Kumis
Kucing?
4. Studi Pustaka
Studi pustaka diperlukan untuk mencari landasan teori yang dipakai untuk
memecahkan masalah. Studi pustaka ini mengacu pada literatur baik text book
maupun jurnal yang membahas tentang penyusunan SOP (Standard Operating
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
Procedures) untuk pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing, metode dan
konsep PDCA, dan Focused Group Discussion.
3.2 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
1. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data meliputi pengolahan lebih lanjut dari data hasil
penelitian di B2P2TO-OT dan studi pustaka dengan melakukan Focussed Group
Discussion (FGD) di Klaster Biofarmaka.
2. Pengolahan Data
Tahap pengolahan data pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
a. Identifikasi Akar Masalah
Permasalahan yang dibahas di sini ialah peningkatan kualitas hasil pasca
panen agar mencapai standar kualitas. Identifikasi akar penyebab masalah dari
kualitas simplisia tidak sesuai standar menggunakan Fish bone diagram.
Identifikasi akar masalah ini ditinjau dari segi Method dan Material.
b. Perancangan Standard Operating Procedures dengan menggunakan Plan,
Do, Check, Act
Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, maka dilakukan problem-
solving atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang direncanakan
ialah perancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca
panen untuk tanaman obat yang berasal dari daun dan dilengkapi dengan form
kegiatan pasca panen. Perancangan SOP ini dengan menggunakan metode
PDCA. Berikut langkah-langkahnya:
• Tahap Plan
Pada tahap Plan ini dilakukan perencanaan terhadap pemecahan masalah.
Rencana ini disusun berdasarkan hasil dari FGD, serta sumber lain yang
terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
• Tahap Do
Pada tahap ini dilakukan implementasi atau pelaksanaan dari rencana yang
telah disusun sebelumnya (tahap Plan) dan memantau proses pelaksanaan
dalam skala kecil (proyek uji coba). Proses pemantauan dilakukan secara
langsung dan dicatat pada checklist.
• Tahap Check
Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari data hasil checklist pada tahap
proyek uji coba (tahap Do). Evaluasi ini dilakukan terhadap hal-hal apa saja
yang harus diperbaiki menurut hasil checklist.
• Tahap Action
Pada tahap ini merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Tahapan ini
meliputi revisi dan perbaikan lebih lanjut terhadap hasil evaluasi. Hasil dari
tahapan ini dapat langsung diimplementasikan, atau digunakan untuk tahap
perencanaan selanjutnya.
3.3 ANALISIS DAN KESIMPULAN
1. Analisis
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis dan interpretasi hasil. Pada tahap ini
dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data yaitu analisis penyusunan SOP
dengan metode PDCA pada proses pasca panen Kumis Kucing.
2. Kesimpulan dan saran
Tahap akhir adalah menarik kesimpulan berdasar hasil analisis data, serta
memberikan saran-saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini dijelaskan mengenai pengumpulan dan pengolahan data. Data
yang sudah terkumpul diolah untuk mengidentifikasi akar masalah keseragaman
kualitas produk simplisia. Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, dilakukan
problem-solving atau perbaikan terhadap masalah tersebut.
4.1 PENGUMPULAN DATA
Dari data hasil penelitian di B2P2TO-OT dan studi pustaka kemudian
dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan Focussed Group Discussion (FGD) di
Klaster Biofarmaka. Berikut adalah pelaksanaan teknis FGD:
Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012
Waktu FGD : 11.45-13.00 WIB
Tempat FGD : Klaster Biofarmaka, Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono,
Kabupaten Karanganyar
Narasumber : 1. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar.
2. Bapak Sarwoko selaku perwakilan dari Kelompok Tani
Sumber Rejeki I Kecamatan Jumantono.
3. Bapak Widodo selaku perwakilan dari Kelompok Tresno Asih
Mulyo Kecamatan Jumapolo.
4. Bapak Wiratno selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Kecamatan Jumantono.
5. Bapak Amat selaku tenaga kerja di Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar.
Moderator : Jingga Nuansa N
Peserta FGD : 1. Nia Kartika Wuri
2. Martha Cintya
3. Sony Irwan Prabowo
4. Pungky Nor Kusumawardhani
Hasil FGD : terlampir pada Tabel 4.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Hasil FGD tersebut kemudian dicatat dan dirangkum. Hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil FGD
Topik yang
dibahas Hasil FGD
Pengumpulan
daun segar
1. Daun segar dikumpulkan dari hasil panen lahan milik
klaster dan lahan petani, apabila ada petani yang ingin
menjual keluar harus lapor ke klaster.
2. Daun yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam karung /
bagor yang bersih.
Tahap
penyortiran
basah
1. Siapkan karung (bagor).
2. Setelah panen, kumpulkan semua daun hasil panen dan
masukkan ke dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan pengumpulan.
Tahap
pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari
sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian
dibilas pada bak air.
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung
dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah.
Tahap
penimbangan
basah
1. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak.
2. Pencatatan berat bersih
Tahap
pelayuan
1. Bahan / daun dihamparkan di atas alas anyaman bambu
(widig) dan dibiarkan selama 1-2 malam.
2. Daun tidak boleh ditumpuk terlalu tebal sebab akan
menghasilkan daun yang tidak kering merata dan
kualitasnya rendah.
Tahap
pengeringan
1. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari
dengan cara dijemur di atas nampan bambu (widig) dan
ditutup dengan kain hitam selama 3 hari.
2. Pengeringan menggunakan oven, suhunya tidak boleh di a-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
Tabel 4.1 Hasil FGD (lanjutan)
Topik yang
dibahas Hasil FGD
tas 60o C.
3. Daun diletakkan di atas widig yang terletak > 30 cm dari
tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan
gangguan binatang.
4. Daun yang diletakkan di atas widig tidak boleh ditumpuk.
5. Pengeringan dengan cara dibolak-balik 4 jam sekali agar
diperoleh hasil daun yang kering merata.
Daun dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan
daun kering yang mudah dihancurkan.
Tahap
penyortiran
kering
Simplisia yang telah kering disortir, yaitu memisahkan
simplisia dari benda-benda asing (seperti kerikil, debu, dan
tanah) dan pengotor lainnya yang masih tertinggal.
Tahap
penimbangan
kering
1. Menimbang simplisia kering untuk mengetahui
perbandingan hasil daun kering dengan daun basah.
2. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5
kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
3. Pencatatan berat bersih.
4. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Menyiapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang
kedap udara.
2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
3. Memberi silica gel agar simplisia tetap kering dan tidak
lembab.
4. Memberi label produk yang memuat informasi tentang
simplisia, seperti no.kode, nama simplisia, tanggal
penyimpanan, berat simplisia.
5. Menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
6. Jika simplisia akan dikirim, simplisia dimasukkan ke dalam
plastik, kemudian dibungkus di dalam karung. Karung ditu-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Tabel 4.1 Hasil FGD (lanjutan)
Topik yang
dibahas Hasil FGD
tup dengan cara dijahit hingga rapat sehingga tidak
terkontaminasi udara dari luar.
Tahap
penyimpanan
1. Simplisia disusun dengan metode FIFO (First In First Out)
sesuai dengan tanggal penyimpanannya.
2. Simplisia dikelompokkan sesuai dengan jenisnya.
3. Lakukan pembersihan terhadap gudang penyimpanan yang
kotor dan lembab, serta pengecekan terhadap simplisia
yang tersimpan di gudang.
4. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau
kemungkinan masuk air hujan dan suhu gudang tidak
melebihi 300C.
5. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan
lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan
baik.
Tahap
pengamatan
1. Jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
2. Bila simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau
berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini
sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi.
3. Bila kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka
lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
4.2 PENGOLAHAN DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk proses perbaikan
pasca panen Daun Kumis Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Perbaikan
yang harus dilakukan adalah berkaitan dengan kualitas hasil pasca panen.
4.2.1 Identifikasi Akar Masalah
Tahapan ini merupakan identifikasi akar penyebab masalah. Fokus
permasalahan yang dibahas di sini ialah peningkatan kualitas hasil pasca panen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
Daun Kumis Kucing agar mencapai standar kualitas di Klaster Biofarmaka. Untuk
mengidentifikasi akar penyebab masalahnya, digunakan Fish bone diagram.
Fish bone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang
menunjukkan hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok
permasalahan yang ditinjau dari berbagai faktor yang ada. Identifikasi akar
permasalahan ini ditentukan dari masalah umum yang dihadapi oleh klaster yaitu
kadar air lebih dari 10% dan adanya serangga pada simplisia. Berikut penjabaran
akar permasalahan dengan menggunakan Fish bone Diagram pada Gambar 4.1
dan Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Fish Bone Diagram Masalah Kadar Air Simplisia
Gambar 4.2 Fish Bone Diagram Masalah Simplisia yang Terjangkit Serangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
1. Kadar Air Simplisia
a. Method
Ditinjau dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum
dilakukan dengan prosedur baku pasca panen, khususnya pada tahap pengeringan,
pengemasan, dan penyimpanan. Tanpa adanya prosedur yang baku, petani
menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi
lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak
terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan
simplisia menjadi meningkat kadar airnya dan menjadi tidak layak, berjamur,
serta rusak kandungan zat aktifnya. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca
panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan
kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan
dan mengontrol kegiatan pasca panen.
b. Environment
Ditinjau dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang
penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia
kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain.
Ventilasi yang kurang, dapat menyebabkan udara di dalam gudang menjadi
meningkat kelembabannya. Hal ini berpengaruh terhadap kadar air di dalam
simplisia juga akan ikut meningkat. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, maka
simplisia akan ditumbuhi jamur.
c. Machine
Ditinjau dari segi peralatan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena pengecekan kadar air masih secara manual / organoleptik.
Klaster tidak memiliki alat pengecek kadar air untuk mengetahui secara pasti
jumlah kandungan kadar air pada simplisia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
d. Material
Ditinjau dari segi material, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar
airnya, seperti penyediaan silica gel dan kemasan kedap udara.
2. Serangga pada Simplisia
a. Method
Ditinjau dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster
Biofarmaka karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum
dilakukan dengan prosedur baku pasca panen. Tanpa adanya prosedur yang baku,
petani menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masing-
masing. Selain itu kendali terhadap kegiatan pasca panen terutama dalam hal
pengamatan terhadap simplisia yang telah tersimpan di gudang belum dilakukan.
Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen di Klaster Biofarmaka
Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai
alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen.
b. Environment
Ditinjau dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster
Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak:
Ventilasi di gudang penyimpanan tidak ditutup dengan kasa. Hal ini akan
memudahkan serangga dan binatang pengerat masuk ke dalam gudang. Selain itu,
gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Bahan panen lain inilah yang
akan mengundang serangga maupun binatang pengerat ke dalam gudang.
c. Material
Ditinjau dari segi material, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster
Biofarmaka disebabkan karena bahan kemasan yang mudah rusak. Kemasan cacat
/ terkoyak dapat disebabkan karena binatang pengerat atau pun kemasan yang
memang cacat produksi. Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang
tidak terdapat data informasi lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang
sudah disimpan terlalu lama tidak terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu
lama akan mengakibatkan simplisia menjadi sudah tidak layak, rusak, atau
terjangkit serangga. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen tanaman
obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol
kegiatan pasca panen.
4.2.2 Perancangan Standard Operating Procedures dengan Menggunakan
Plan, Do, Check, Action
Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, maka dilakukan problem-
solving atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang direncanakan ialah
perancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen
untuk tanaman obat yang berasal dari daun dan dilengkapi dengan form kegiatan
pasca panen. Dengan adanya Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan
pasca panen ini diharapkan agar para petani dapat menerapkannya sehingga
proses pasca panen berjalan secara efektif dan efisien. Berikut pada Gambar 4.4
langkah-langkah perancangan SOP dengan menggunakan metode Plan, Do,
Check, Action (PDCA) secara garis besar:
Gambar 4.3 Siklus PDCA
1. Tahap Plan
Tahap perencanaan ini meliputi pembuatan draft atau rancangan awal SOP
proses pasca panen dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Rancangan
awal SOP ini meliputi prosedur dari tiap tahapan pasca panen Daun Kumis
Kucing yang disusun sesuai dengan format SOP. Prosedur ini disusun berdasarkan
hasil dari FGD, serta sumber lain, yaitu BPOM, Depkes, dan Keputusan Menkes.
Menyusun rancangan awal SOP
Melakukan uji coba prosedur dalam skala kecil.
Mengevaluasi hasil uji coba terhadap rancangan awal SOP.
Perbaikan prosedur dan menyusun dokumen SOP pasca panen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Rancangan awal prosedur operasional pada tiap tahap proses pasca panen daun
Kumis Kucing dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional
Tahap Prosedur Operasional
Pengumpulan
daun segar
1. Siapkan karung (bagor).
2. Setelah pemanenan, kumpulkan semua daun hasil panen dan
masukkan ke dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan pengumpulan.
Tahap
penyortiran
basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses penyortiran.
2. Pilih daun yang cukup umur panennya (umur: 10 minggu),
layak atau tidak busuk.
3. Bersihkan daun dari kerikil, tanah, gulma, dan rumput
dengan cara dipukul perlahan-lahan.
4. Memilah daun berdasarkan ukuran agar ukuran simplisia
seragam.
5. Mengisi data kegiatan penyortiran basah pada form kegiatan
pencucian dan sortasi basah.
Tahap
pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari
sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian
dibilas pada bak air.
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung
dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah.
4. Mengisi form kegiatan pencucian dan sortasi basah.
Tahap
penimbangan
basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses penimbangan basah.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011).
3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang
agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau
ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang tidak layak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
Tahap Prosedur Operasional
4. Timbang daun pada alat timbang.
5. Catat berat daun pada form kegiatan pencucian dan sortasi
basah.
Tahap
pelayuan
1. Siapkan alas anyaman bambu (widig).
2. Hamparkan daun di atas alas anyaman bambu (widig),
jangan ditumpuk terlalu tebal (Priadi, 2004).
3. Biarkan selama 1-2 malam.
Tahap
pengeringan
1. Siapkan alat/sarana pengeringan
Sarana pengeringan yang dapat digunakan untuk
pengeringan daun yaitu :
a. Cahaya matahari dibawah naungan (manual).
b. Alat pengering / oven.
c. Kombinasi keduanya.
2. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari:
a. Letakkan daun secara merata di atas nampan bambu
(widig), jangan ditumpuk.
b. Letakkan widig di atas 30 cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam.
d. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali.
e. Daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10%
yang ditandai dengan daun kering / simplisia yang mudah
dihancurkan.
f. Mengisi form kegiatan pengeringan.
3. Pengeringan menggunakan oven:
a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata.
b. Set suhu pengeringan sebesar 60o C.
c. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali.
d. Angkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air
mencapai 10 %.
e. Mengisi form kegiatan pengeringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
Tahap Prosedur Operasional
Tahap
penyortiran
kering
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses penyortiran.
2. Pisahkan simplisia dari benda-benda asing dan pengotor
lainnya yang masih tertinggal.
3. Pilih / sortir simplisia yang sudah kering sempurna, yaitu
ditandai dengan daun yang mudah hancur jika diremas serta
warnanya hijau kecokelatan atau hijau kelabu.
4. Mengisi form kegiatan penyortiran kering.
Tahap
penimbangan
kering
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses penimbangan.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011).
3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang
agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau
ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang sudah tidak
layak.
4. Timbang simplisia pada alat timbang. Perbandingan bobot
basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah
dan 1 kg saat bobot kering.
5. Catat berat simplisia pada form kegiatan penyortiran kering.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses pengemasan.
2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap
udara.
3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan.
4. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam sebelum digunakan.
5. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
6. Masukkan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap
kering dan tidak lembab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
Tahap Prosedur Operasional
7. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
8. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia,
seperti no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat
simplisia.
9. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah
dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara
dijahit hingga rapat.
10. Pengisian form kegiatan pengemasan.
Tahap
penyimpanan
1. Penyimpanan dilakukan di gudang bersih, sirkulasi
udaranya baik dan tidak lembab, suhu tidak melebihi 30o C
(Sembiring, 2007).
2. Melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas
dengan susunan sesuai dengan jenis dan waktu
penyimpanan atau dengan metode FIFO (First In First Out)
(BPOM, 2011).
3. Menjaga kebersihan gudang.
4. Mengisi form penyimpanan.
Tahap
pengamatan
1. Melakukan pengamatan simplisia dalam gudang
penyimpanan dengan jangka waktu pengamatan selama 3
bulan sekali.
2. Bila ditemukan simplisia hancur, berjamur, terkena
serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau,
maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat
digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau
simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap
simplisia.
4. Pengisian form laporan pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
2. Tahap Do
Tahap Do atau pelaksanaan ini merupakan tahapan implementasi dari tahap
Plan. Dalam tahap ini, dilakukan pelaksanaan rencana yang telah disusun
sebelumnya (tahap Plan) dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil
(proyek uji coba) dengan cara mengimplementasi draft SOP pengelolaan pasca
panen Daun Kumis Kucing pada proses pasca panen. Pelaksanaan uji coba ini
dilakukan oleh Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki I dan
praktisi budidaya tanaman Kumis Kucing pada tanggal 17 Mei 2012 pukul 09.00-
selesai.
Pada tahap Do ini pelaksanaan uji coba disertai dengan checklist. Checklist
ini digunakan untuk membantu konfirmasi proses pasca panen dalam draft SOP
dengan kondisi lapangan yang sebenarnya saat pelaksanaan uji coba. Checklist
dari pengamatan uji coba rancangan awal prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur
Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
Pengumpulan
daun segar
1. Siapkan karung (bagor). √
2. Setelah pemanenan,
kumpulkan semua daun hasil
panen dan masukkan ke dalam
karung.
√
3. Mengisi form kegiatan
pengumpulan. √
Tahap
penyortiran
basah
1. Cuci tangan atau gunakan
sarung tangan bersih sebelum
proses penyortiran.
-
Belum melakukan
prosedur tersebut
secara konsisten.
2. Pilih daun yang cukup umur
panennya (umur: 10 minggu),
layak atau tidak busuk.
√
3. Bersihkan daun dari kerikil,
tanah, gulma, dan rumput
dengan cara dipukul perlahan-
lahan.
√
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
4. Memilah daun berdasarkan
ukuran agar ukuran simplisia
seragam.
√
5. Mengisi data kegiatan
penyortiran basah pada form
kegiatan pencucian.
√
Tahap
pencucian
1. Daun dicuci dengan air
mengalir untuk membersihkan
dari sisa tanah dan bakteri
yang masih menempel
kemudian dibilas pada bak air.
√
2. Daun kemudian ditiriskan dan
hindari kontaminasi langsung
dengan tanah atau lantai.
√
3. Menimbang daun untuk
mengetahui berat daun basah. √
4. Mengisi form kegiatan
pencucian. √
Tahap
penimbangan
basah
1. Cuci tangan atau gunakan
sarung tangan bersih sebelum
proses penimbangan basah.
√
2. Bersihkan terlebih dahulu alat
timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan (BPOM,
2011).
√
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
3. Periksa kapasitas, ketelitian
dan ketepatan alat timbang
agar sesuai dengan jumlah
bahan yang ditimbang atau
ditakar (BPOM, 2011). Ganti
alat timbang yang sudah tidak
layak.
√
4. Timbang daun pada alat
timbang. √
5. Catat berat daun pada form
kegiatan pencucian. √
Tahap
pelayuan
1. Siapkan alas anyaman bambu
(widig). √
2. Hamparkan daun di atas alas
anyaman bambu (widig),
jangan ditumpuk terlalu tebal
(Priadi, 2004).
√
3. Biarkan selama 1-2 malam. √
Tahap
pengeringan
1. Siapkan alat atau sarana
pengeringan. Sarana
pengeringan yang dapat
digunakan untuk pengeringan
daun yaitu :
a. Cahaya matahari dibawah
naungan (manual).
b. Alat pengering / oven.
c. Kombinasi keduanya.
√
2. Pengeringan secara manual /
menggunakan sinar matahari: √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
a. Letakkan daun secara merata
di atas nampan bambu
(widig), jangan ditumpuk.
√
b. Letakkan widig di atas 30 cm
dari tanah. -
Peletakkan widig
>50 cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam. -
Tidak tersedianya
kain hitam.
d. Bolak-balik daun setiap 4 jam
sekali. -
Belum melakukan
prosedur tersebut
secara konsisten.
e. Daun dijemur selama 3 hari
atau sampai kadar air 10%
yang ditandai dengan daun
kering / simplisia yang mudah
dihancurkan.
√
f. Mengisi form kegiatan
pengeringan. √
3. Pengeringan menggunakan
oven:
a. Letakkan daun pada alat
pengering secara merata.
b. Set suhu pengeringan sebesar
60o C.
c. Bolak-balik daun setiap 4 jam
sekali.
d. Angkat simplisia dari alat pe-
ngering setelah kadar air
mencapai 10 %.
-
Tahap Pengeringan
dengan
menggunakan oven
ini tidak dilakukan
karena klaster masih
melakukan
pengeringan secara
manual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
e. Mengisi form kegiatan
pengeringan. -
Tahap
penyortiran
kering
1. Cuci tangan atau gunakan
sarung tangan bersih sebelum
proses penyortiran.
-
Belum melakukan
prosedur tersebut
secara konsisten.
2. Pilih / sortir antara simplisia
yang sudah kering sempurna
maupun yang belum.
√
3. Pisahkan simplisia yang sudah
kering dari benda-benda asing
dan pengotor lainnya yang
masih tertinggal.
√
4. Mengisi form kegiatan
penyortiran kering. √
Tahap
penimbangan
kering
1. Cuci tangan atau gunakan
sarung tangan bersih sebelum
proses penimbangan.
-
Belum melakukan
prosedur tersebut
secara konsisten.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat
timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan (BPOM,
2011).
√
3. Periksa kapasitas, ketelitian
dan ketepatan alat timbang
agar sesuai dengan jumlah
bahan yang ditimbang atau
ditakar (BPOM, 2011). Ganti
alat timbang yang sudah tidak
layak.
√
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
4. Timbang simplisia pada alat
timbang. Perbandingan bobot
basah dengan kering sebesar
5:1, atau 5 kg saat bobot
basah dan 1 kg saat bobot
kering.
√
5. Catat berat simplisia pada
form kegiatan penyortiran
kering.
√
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Cuci tangan atau gunakan
sarung tangan bersih sebelum
proses pengemasan.
-
Belum melakukan
prosedur tersebut
secara konsisten.
2. Siapkan bahan pengemas
yang berupa plastik yang
kedap udara.
√
3. Masukkan simplisia ke dalam
kemasan. √
4. Bersihkan terlebih dahulu alat
timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan.
√
5. Menimbang berat bersih
untuk setiap kemasan. √
6. Masukkan silica gel ke dalam
kemasan agar simplisia tetap
kering dan tidak lembab.
-
Tidak tersedianya
silica gel.
7. Tutup kemasan dengan
menggunakan mesin pres. -
Tidak tersedianya
mesin pres saat uji
coba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
8. Beri label produk yang
memuat informasi tentang
simplisia, seperti no.kode,
nama simplisia, tanggal
penyimpanan, berat simplisia.
√
9. Jika simplisia akan dikirim,
masukkan simplisia yang
sudah dikemas ke dalam
karung. Karung ditutup deng-
an cara dijahit hingga rapat.
-
Opsional.
10. Pengisian form kegiatan
pengemasan. √
Tahap
penyimpanan
1. Penyimpanan dilakukan di
gudang bersih, sirkulasi
udaranya baik dan tidak
lembab, suhu tidak melebihi
30o C, ventilasi diberi kasa
agar serangga / hewan
pengerat tidak mudah masuk.
-
Gudang masih
tercampur dengan
bahan lain selain
simplisia dan agak
lembab.
2. Melakukan penyimpanan
simplisia yang sudah dikemas
dengan susunan sesuai dengan
jenis dan waktu penyimpanan
atau dengan metode FIFO
(First In First Out) (BPOM,
2011).
√
3. Menjaga kebersihan gudang. √
4. Mengisi form penyimpanan. √
Tahap
pengamatan
1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang pe- -
Tahap Pengamatan
akan dilakukan da-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
nyimpanan dengan jangka waktu
pengamatan selama 3 bulan
sekali.
lam jangka waktu 1
bulan sekali.
2. Bila ditemukan simplisia
hancur, berjamur, terkena
serangga, atau berubah dalam
hal warna, rasa, dan bau,
maka simplisia ini sudah tidak
layak dan tidak dapat
digunakan lagi.
√
3. Bila ditemukan simplisia
dengan kadar air meningkat
atau simplisia lembab, maka
lakukan penjemuran ulang
terhadap simplisia.
√
4. Pengisian form laporan
pengamatan √
Dari hasil pengamatan checklist uji coba tersebut, terdapat beberapa hal yang
tidak dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain:
a. Tahap Pengeringan dengan menggunakan oven ini tidak dilakukan karena
klaster masih melakukan pengeringan secara manual.
b. Pada tahap pengeringan tidak menggunakan kain hitam untuk menyerap panas
matahari dan menjaga kandungan zat aktif daun.
c. Pada tahap pengemasan tidak menggunakan mesin pres dan tidak diberikan
silica gel untuk menjaga kadar air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji
coba.
d. Pada tahap penyimpanan, hasil uji coba tidak sesuai dengan rancangan awal
SOP, sebab kondisi gudang masih lembab dan tercampur dengan bahan lain.
e. Tahap Pengamatan akan dilakukan dengan jangka waktu 1 bulan sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
3. Tahap Check
Tahap pemeriksaan ini mengacu pada evaluasi hasil data checklist pada
tahap uji coba prosedur pasca panen (tahap Do). Evaluasi ini dilakukan terhadap
prosedur-prosedur mana yang harus diperbaiki menurut hasil checklist. Tabel hasil
evaluasi prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi
Tahap Prosedur Awal Prosedur Hasil Evaluasi
Pengumpulan
daun segar
1. Siapkan karung (bagor).
2. Setelah pemanenan, kum-
pulkan semua daun hasil
panen dan masukkan ke
dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan
pengumpulan.
1. Kumpulkan semua daun hasil
panen.
2. Timbang hasil panen per ke-
lompok tani.
3. Mengisi formulir pengumpul-
an
4. Kelompokkan hasil panen
sesuai dengan asal usul panen
/ kelompok taninya.
Pengeringan 1. Siapkan alat/sarana penge-
ringan. Sarana pengeringan
yang dapat digunakan untuk
pengeringan daun yaitu :
a. Cahaya matahari dibawah
naungan (manual).
b. Alat pengering / oven.
c. Kombinasi keduanya.
2. Pengeringan secara manual /
menggunakan sinar
matahari:
a. Letakkan daun secara
merata di atas nampan bam-
bu (widig), jangan ditumpuk
1. Siapkan alat/sarana penge-
ringan.
2. Sarana pengeringan digun-
akan untuk pengeringan daun
yaitu cahaya matahari
dibawah naungan (manual).
3. Letakkan daun secara merata
di atas nampan bambu
(widig), jangan ditumpuk.
4. Letakkan widig di atas 50 cm
dari tanah.
5. Tutup dengan kain hitam.
6. Bolak-balik daun setiap 4
jam sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi (lanjutan) Tahap Prosedur Awal Prosedur Hasil Evaluasi
b. Letakkan widig di atas 30
cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam.
d. Bolak-balik daun setiap 4
jam sekali.
e. Daun dijemur selama 3 hari
atau sampai kadar air 10%
yang ditandai dengan daun
kering / simplisia yang
mudah dihancurkan.
f. Mengisi form kegiatan
pengeringan.
3. Pengeringan menggunakan
oven:
a. Letakkan daun pada alat
pengering secara merata.
b. Set suhu pengeringan
sebesar 60o C.
c. Bolak-balik daun setiap 4
jam sekali.
d. Angkat simplisia dari alat
pengering setelah kadar air
mencapai 10 %.
e. Mengisi form kegiatan
pengeringan.
7. Daun dijemur selama 3 hari
atau sampai kadar air 10%
yang ditandai dengan daun
kering / simplisia yang
mudah dihancurkan.
8. Mengisi form kegiatan
pengeringan.
Pengamatan 1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang
penyimpanan dengan jangka
waktu pengamatan selama 3
bulan sekali.
1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang
penyimpanan dengan jangka
waktu pengamatan selama 1
bulan sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi (lanjutan) Tahap Prosedur Awal Prosedur Hasil Evaluasi
2. Bila ditemukan simplisia
hancur, berjamur, terkena
serangga, atau berubah
dalam hal warna, rasa, dan
bau, maka simplisia ini
sudah tidak layak dan tidak
dapat digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia
dengan kadar air meningkat
atau simplisia lembab, maka
lakukan penjemuran ulang
terhadap simplisia.
4. Pengisian form laporan
pengamatan
2. Bila ditemukan simplisia
hancur, berjamur, terkena
serangga, atau berubah dalam
hal warna, rasa, dan bau,
maka simplisia ini sudah
tidak layak dan tidak dapat
digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia
dengan kadar air meningkat
atau simplisia lembab, maka
lakukan penjemuran ulang
terhadap simplisia.
4. Pengisian form laporan
pengamatan
4. Tahap Action
Tahap action ini merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Tahapan ini
meliputi revisi dari draft SOP pengelolaan pasca panen dan menyusunnya menjadi
sebuah dokumen SOP yang telah disesuaikan dengan format. Berikut sistem
penomoran dokumen SOP:
KBF-SOP-01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka.
SOP menyatakan Standard Operating Procedures.
01 menyatakan nomor prosedur.
Daftar nomor dokumen, nama dokumen SOP yang disusun dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Dokumen SOP Pasca Panen
No. Dokumen Nama Dokumen
Standard Operating Procedures KBF-SOP-01 Pengumpulan KBF-SOP-02 Penyortiran Basah KBF-SOP-03 Pencucian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Tabel 4.5 Dokumen SOP Pasca Panen (lanjutan)
No. Dokumen Nama Dokumen
Standard Operating Procedures KBF-SOP-04 Penimbangan Basah KBF-SOP-05 Pelayuan / Peram KBF-SOP-06 Pengeringan KBF-SOP-07 Penyortiran Kering KBF-SOP-08 Penimbangan Kering KBF-SOP-09 Pengemasan dan Pelabelan KBF-SOP-10 Penyimpanan KBF-SOP-11 Pengamatan
Selain dokumen SOP dirancang juga form pencatatan pasca panen. Form
ini berfungsi sebagai bukti dokumentasi dari suatu proses. Form pencatatan pasca
panen yang akan dirancang antara lain formulir pengumpulan bahan baku,
formulir pencatatan pencucian dan sortasi basah, formulir pencatatan pengeringan,
formulir pencatatan penyortiran kering, formulir pencatatan pengemasan, formulir
pencatatan penyimpanan dan formulir pengamatan. Banyaknya form yang
dihasilkan maka diperlukan penomoran dokumen untuk mempermudah
melakukan penelusuran pencatatan prosedur pasca panen. Penomoran form
pencatatan pasca panen adalah sebagai berikut:
KBF-FORM-01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka
FORM menyatakan formulir.
01 menyatakan nomor formulir.
Daftar nomor dokumen, nama dokumen formulir kegiatan yang disusun dapat
dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen
No. Dokumen Nama Dokumen KBF-FORM-01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku KBF-FORM-02 Formulir Pencucian dan Sortasi Basah KBF-FORM-03 Formulir Pengeringan KBF-FORM-04 Formulir Penyortiran Kering KBF-FORM-05 Formulir Pengemasan KBF-FORM-06 Formulir Penyimpanan KBF-FORM-07 Formulir Pengamatan
Untuk rangkuman proses PDCA secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA
Penyebab Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil
Membuat rancanganawal SOPPengumpulan DaunSegar
Pengumpulan hasil panendimasukkan ke dalam karung(bagor ).
Hasil panen yang dimasukkan kedalam karung (bagor ).
Karung yangdigunakan harusbaru dan bersihdan perubahanterhadap prosedur
Perbaikan SOP
Membuat rancanganawal SOPPenyortiran Basah
Daun yang layak atau tidak busukdan terbebas dari benda asing dandipilah sesuai dengan ukuran
Daun dipilih yang layak (tidakbusuk) dan terbebas dari bendaasing dan dipilah sesuai denganukuran
Sudah sesuairancangan awalSOP
Pertahankan SOP
Membuat rancanganawal SOP Pencucian
Daun yang bersih dari bakteri danbenda-benda asing yang menempel
Daun bersih dari bakteri dan benda-benda asing yang menempel
Sudah sesuairancangan awalSOP
Pertahankan SOP
Membuat rancanganawal SOPPenimbangan Basah
Mengetahui berat bersih / beratawal daun yang akan diprosesmenjadi simplisia
Berat bersih / berat awal daundiketahui
Sudah sesuairancangan awalSOP
Pertahankan SOP
Membuat rancanganawal SOP Pelayuan
Daun yang layu / terperam Daun layu / terperam Sudah sesuairancangan awalSOP
Pertahankan SOP
Membuat rancanganawal SOPPengeringan
Daun dengan kadar air 10% yangditandai dengan daun kering yangmudah dihancurkan.
Daun kering yang mudahdihancurkan.
Pengeringan yangdilakukan hanyasecara manual saja
Perbaikan SOP
PLAN DOCHECK ACTION
Pasca Panentanaman obat yangberasal dari daunbelum secaraintensif atau masihsecara perorangan.
Belum adaprosedur pascapanen tanamanobat yang berasaldari daun.
Melakukan seluruh tahapanproses pascapanen sesuaidengan rancanganawal SOP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V
ANALISIS
Pada bab ini berisi tentang analisa dan interprestasi hasil dari pengolahan
data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis
dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan.
5.1 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka
Permasalahan kualitas simplisia tidak sesuai standar disebabkan beberapa
faktor seperti ditinjau dari segi Method, Environment, Machine, dan Material.
Dari hasil penelitian, tidak semua permasalahan dapat diatasi. Ada beberapa
permasalahan yang membutuhkan tindakan lebih lanjut. Berikut pada tabel 5.1
dilakukan pemetaan terhadap permasalahan yang dapat maupun yang belum dapat
diselesaikan pada penelitian ini:
Tabel 5.1 Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka
Faktor
Masalah
Permasalahan di Klaster
Kadar Air Simplisia
Method
Diatasi dengan penyusunan SOP pasca panen yang dilengkapi
dengan formulir kegiatan pasca panen.
Environment
Perlu penelitian lebih lanjut yang berfokus pada prosedur standar
sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP)
Machine
Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air simplisia. Maka,
penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat
pengecek kadar air simplisia yang terjangkau harganya.
Material
Dapat diatasi dengan penyediaan bahan pendukung agar simplisia
terjaga kadar airnya, seperti silica gel dan kemasan kedap air.
Keterangan:
: Masalah sudah teratasi
: Masalah belum teratasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
Tabel 5.1 Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka (lanjutan)
Faktor
Masalah
Permasalahan di Klaster
Simplisia yang Terjangkit Serangga
Method
Dapat diatasi dengan penyusunan prosedur penyimpanan pada
SOP pasca panen yang dilengkapi dengan formulir kegiatan
penyimpanan.
Environment Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak dapat diken-
dalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa pada
tahap penyimpanan. Hal ini dilakukan agar serangga atau hewan
pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar tidak
tercampur dengan bahan panen lain.
Material Bahan kemasan yang rusak, cacat, atau terkoyak karena hewan
pengerat atau pun kemasan yang memang cacat produksi dapat
dikendalikan dengan memilih kemasan kedap udara dan layak
atau tidak cacat produksi. Pelaksanaan prosedur pada tahap
penyimpanan jika dilakukan dengan benar, maka dapat
mencegah hewan pengerat agar tidak mudah masuk dan merusak
kemasan.
Keterangan:
: Masalah sudah teratasi
: Masalah belum teratasi
1. Kadar Air Simplisia
Dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10%
karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan
prosedur baku pasca panen. Tahapan dari prosedur pasca panen yang sangat
berpengaruh pada kadar air simplisia, yaitu tahap pengeringan, pngemasan, dan
penyimpanan. Pada tahap pengeringan, permasalahan ini dikendalikan dengan
prosedur menutup daun yang dijemur/dikeringkan dengan kain hitam. Kain hitam
ini berfungsi untuk mempertahankan kandungan zat aktif daun agar tidak rusak
oleh paparan sinar matahari langsung serta membantu menyerap panas agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Kemudian dengan prosedur
membolak-balik daun setiap 4 jam sekali agar daun kering merata. Prosedur daun
dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% agar simplisia kering sempuna.
Simplisia yang kering sempurna ditandai dengan daun kering / simplisia yang
mudah dihancurkan jika diremas, serta warnanya hijau kecokelatan atau hijau
kelabu. Pada tahap pengemasan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan
prosedur menyertakan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan
tidak lembab, kemudian menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
Pada tahap penyimpanan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan
prosedur melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas dengan disusun
sesuai jenisnya. Penyimpanan juga dilakukan dengan metode FIFO (First In First
Out) sesuai dengan tanggal masuk gudang. Selain itu, untuk permasalahan
simplisia di gudang yang tidak terdapat data lama penyimpanan, diatasi dengan
penyediaan formulir kegiatan penyimpanan. Formulir ini dimaksudkan sebagai
alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut. Formulir ini
juga memudahkan penelusuran proses, sehingga dapat meminimalkan terjadinya
kesalahan yang mengakibatkan naiknya kadar air produk.
Dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas
10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang
penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia
kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Hal ini
dikendalikan dengan prosedur penyimpanan simplisia diharuskan di gudang
bersih, sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab, suhu ruang tidak melebihi 30o.
Kebersihan gudang juga sangat penting untuk menjaga agar kadar air simplisia
agar tidak meningkat. Maka, penelitian selanjutnya dapat berfokus pada prosedur
standar sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) baik sanitasi peralatan, gudang, dan operator pasca panen.
Dari segi Machine atau peralatan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka
masih di atas 10% karena pemeriksaan kadar air masih secara manual /
organoleptik. Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air untuk mengetahui
secara akurat jumlah kandungan kadar air pada simplisia. Maka, penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat pengecek kadar air simplisia
yang terjangkau harganya.
Dari segi material atau bahan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar
airnya, seperti penyediaan silica gel dan kemasan kedap air. Selain itu, simplisia
yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya
penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak
terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan
simplisia menjadi meningkat kadar airnya. Tersedianya formulir kegiatan pasca
panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. digunakan sebagai alat
untuk mendokumentasikan data informasi simplisia dan mengontrol kegiatan
pasca panen.
2. Simplisia yang Terjangkit Serangga
Dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka
karena pengelolaan pasca panen belum dilakukan dengan prosedur baku pasca
panen terutama untuk tahap penyimpanan. Maka dengan adanya prosedur yang
baku, petani menjalankan kegiatan penyimpanan sesuai dengan prosedur yang
benar. Selain itu, kendali terhadap kegiatan penyimpanan dilakukan dengan
penyediaan formulir kegiatan penyimpanan yang dimaksudkan sebagai alat untuk
mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut.
Dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster
Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak.
Hal ini dapat dikendalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa agar
serngga atau hewan pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar
tidak tercampur dengan bahan panen lain.
Dari segi material, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka
disebabkan karena bahan kemasan yang mudah rusak. Kemasan cacat / terkoyak
dapat disebabkan karena binatang pengerat atau pun kemasan yang memang cacat
produksi. Hal ini dapat dikendalikan dengan memilih kemasan yang kedap udara
dan layak atau tidak cacat produksi. Selain itu, dengan pelaksanaan prosedur pada
tahap penyimpanan dengan benar untuk mencegah hewan pengerat agar tidak
mudah masuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
5.2 Analisis Standard Operating Procedures
Perancangan SOP diawali dengan pembuatan draft atau rancangan awal SOP
proses pasca panen dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Setelah itu
dilakukan pelaksanaan terhadap rancangan SOP dan memantau proses
pelaksanaan dalam proyek uji coba. Dari hasil pengamatan checklist uji coba
tersebut, terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik,
hal ini dikarenakan terdapat beberapa kendala. Kendala tersebut diatasi pada tahap
pemeriksaan.
Dari hasil pemeriksaan, beberapa prosedur mengalami perubahan yaitu pada
tahap pengumpulan, pengeringan, dan pengamatan. Berikut beberapa revisi yang
dilakukan:
1. Pada tahap pengumpulan diberi keterangan penjelas tentang keadaan karung,
yaitu harus baru dan bersih. Selain itu dilakukan perubahan prosedur, yang
awalnya tahap pengumpulan ini dimulai dari pengumpulan hasil panen dari
lahan, diubah menjadi pengumpulan hasil panen yang sudah berada dalam
karung. Hal ini disebabkan karena proses pengumpulan hasil panen dari lahan
termasuk dalam proses budidaya.
2. Pada tahap pengeringan yang digunakan hanya pengeringan secara manual,
kemudian peletakkan widig saat pengeringan yang pada rancangan awal
sebesar 30 cm dari tanah, direvisi menjadi 50 cm dari tanah. Selain itu,
mempertahankan prosedur menutup daun dengan kain hitam walaupun saat uji
coba tidak tersedia kain hitam.
3. Pada tahap pengamatan, jangka waktu pengamatan yang pada kesepakatan
FGD dan rancangan awal prosedur selama 3 bulan sekali diubah menjadi 1
bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan kebijakan klaster yang akan memulai
melakukan kontrol secara intensif terhadap gudang maupun simplisia yang
tersimpan di dalamnya.
Tahap selanjutnya merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Pada tahap ini
dibuat standardisasi prosedur yaitu Standard Operating Procedures (SOP) pasca
panen dan standardisasi formulir kegiatan pencatatan pasca panen yang berfungsi
sebagai alat dokumentasi proses. Berikut penjelasannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
1. SOP Pengumpulan (KBF-SOP-01) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pengumpulan Bahan Baku (KBF-FORM-01) pada lampiran 2.
SOP Pengumpulan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengumpulan,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-
langkah bagaimana tahap ini dilakukan.
Pada tahap pengumpulan, sebelumnya klaster tidak melakukan pengelompok-
kan hasil panen sesuai dengan kelompok tani. Selain itu hasil panen itu tidak
dicatat dengan jelas, terutama asal usulnya. Hal ini akan menyebabkan kesulitan
dalam menelusuri data dan asal-usul hasil panen tersebut jika terdapat hal-hal
yang tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen. Maka prosedur di sini lebih
ditekankan pada pendataan dan pengelompokkan hasil panen sesuai dengan asal-
asulnya atau dari kelompok tani apa. Tujuannya ialah jika terdapat hal-hal yang
tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen, akan dengan mudah dilakukan
penelusuran data dan asal-usul hasil panen itu untuk perbaikan lebih lanjut.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan
pengumpulan bahan baku. Formulir tersebut berisi nomor, tanggal, asal panen,
jumlah panen (kg), petugas, dan keterangan. Hal yang penting disini ialah
pengisian asal panen dan jumlahnya. Tujuannya ialah untuk mendukung
keabsahan data jika nantinya dilakukan penelusuran terhadap hasil panen yang
tidak sesuai. Selain itu, dengan adanya data tersebut, dapat diketahui kelompok
tani mana yang berpotensi atau tidak dengan melihat kondisi, kuantitas, dan
kualitas hasil panen.
2. SOP Penyortiran Basah (KBF-SOP-02) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3.
SOP Penyortiran basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyortiran
basah, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan
prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan
urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada tahap penyortiran
basah dilakukan pemilihan layak tidaknya daun, membersihkan daun dari kotoran,
serta pemilahan daun berdasarkan ukuran, sedangkan sebelumnya klaster belum
memilahkan daun bedasarkan ukurannya. Prosedur di sini lebih ditekankan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
bagaimana cara penyortiran yang benar, sehingga menghasilkan Daun Kumis
Kucing yang layak (tidak busuk), bersih dari bahan pengotor dan seragam
ukurannya.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah panen (kg), lama sortasi, lama
pencucian, berat setelah pencucian (kg), petugas. Namun, dalam tahap penyortiran
basah, pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk
pengisian kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap pencucian dan penimbangan
basah. Tahap penyortiran basah, pencucian, dan penimbangan basah ini
menggunakan satu formulir. Hal ini karena ketiga tahapan tersebut dilakukan
dalam satu waktu.
3. SOP Pencucian (KBF-SOP-03) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir
Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3.
SOP Pencucian basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses pencucian,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Tahap pencucian daun pada klaster
awalnya dengan cara direndam. Proses pencucian dengan cara direndam akan
menyebabkan senyawa aktif pada daun larut dalam air, selain itu kotoran yang
sudah lepas cenderung akan menempel lagi. Maka, prosedur di sini lebih
ditekankan pada cara pencucian yang benar, yaitu dengan air yang mengalir dan
tidak direndam.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini hanya pada kolom lama pencucian. Untuk
kolom selanjutnya, diisi pada saat proses penimbangan basah selesai. Kolom lama
pencucian ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dihabiskan
saat mencuci. Dari data tersebut maka dapat digunakan sebagai alat kendali agar
waktu pencucian tidak terlalu lama, sehingga kandungan zat pada Daun Kumis
Kucing tidak banyak yang hilang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
4. SOP Penimbangan Basah (KBF-SOP-04) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3.
Awalnya di klaster tidak ada tahapan penimbangan basah. Dari hasil FGD,
disepakati adanya tahapan penimbangan basah untuk mengetahui besarnya
penyusutan berat setelah proses pengeringan. SOP Penimbangan basah ini
memuat definisi dan tujuan dari proses penimbangan basah, standar yang harus
dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang
dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah
bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur di sini dilakukan untuk mengetahui berat
bersih / berat awal daun yang akan diproses menjadi simplisia.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat
berat setelah pencucian dan kolom petugas.
5. SOP Pelayuan / Peram (KBF-SOP-05) pada lampiran 1 tidak dilengkapi
dengan formulir.
SOP Pelayuan / peram ini memuat definisi dan tujuan dari proses pelayuan /
peram, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan
prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan
urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Klaster awalnya belum
melakukan tahapan pelayuan/peram, sehingga banyak ditemukan daun mengalami
pembusukan saat proses pengeringan. Tahapan pelayuan/peram ini dilakukan
karena jika setelah proses pencucian daun langsung dikeringkan / terkena panas
matahari, maka daun akan cepat busuk. Prosedur yang terpenting ialah daun saat
proses pelayuan ini jangan sampai saling bertumpuk terlalu tebal karena akan
mempengaruhi kualitas daun.
Pada tahapan ini tidak dilengkapi formulir kegiatan karena merupakan tahapan
transisi sebelum proses pengeringan dan tidak ada data yang perlu
didokumentasikan.
6. SOP Pengeringan (KBF-SOP-06) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir
Pengeringan (KBF-FORM-03) pada lampiran 4.
SOP Pengeringan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengeringan,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Sebelumnya prosedur pengeringan di
klaster tidak tepat karena hanya menggunakan sinar matahari langsung, tanpa
ditutup dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk mempertahankan
kandungan zat aktif daun agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung
dan menyerap panas agar simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Maka,
prosedur pada tahap ini ditekankan pada cara pengeringan yang benar. Hal ini
dikarenakan proses pengeringan inilah yang menentukan kualitas simplisia dari
tingkat kadar airnya dan lamanya ketahanan produk simplisia.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), waktu pengeringan, cara
pengeringan, lokasi pengeringan, lama pengeringan, petugas. Hal yang terpenting
dalam pengisian kolom ini ialah pada kolom waktu pengeringan, cara pengeringan,
lokasi pengeringan, lama pengeringan. Waktu, cara, dan lokasi sangat
menentukan lamanya proses pengeringan. Sangat penting dalam menentukan
waktu pengeringan terutama jika pengeringan dilakukan secara manual atau
dengan menggunakan sinar matahari langsung. Waktu pengeringan terbaik ialah
saat pagi hari antara pukul 08.00-11.00 dan udara sekitar juga belum tercemar.
Lokasi pengeringan juga berpengaruh terhadap lamanya proses pengeringan
secara manual. Lokasi pengeringan seharusnya tidak terhalang pepohonan dan di
tempat yang cukup tinggi dari permukaan tanah.
7. SOP Penyortiran Kering (KBF-SOP-07) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Penyortiran Kering (KBF-FORM-04) pada lampiran 5.
SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses
penyortiran kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan
penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang
menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur
disini lebih ditekankan pada bagaimana cara penyortiran kering agar simplisia
yang tersortir telah kering sempurna (kadar air ≤10 dan bebas dari benda-benda
asing atau pengotor setelah proses pengeringan.
Pada tahap penyortiran kering dilakukan penyortiran antara simplisia yang
sudah kering sempurna maupun yang belum. Apabila terdapat simplisia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
belum kering sempurna ikut terkemas maka akan mempengaruhi kadar air
simplisia yang lain sehingga akan lembab dan timbul jamur. Simplisia yang sudah
kering pun dibersihkan dari benda-benda asing dan pengotor lainnya yang masih
tertinggal.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), lama sortasi, berat setelah
sortasi (kg), petugas, dan keterangan. Namun, dalam tahap penyortiran kering,
pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk pengisian
kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap penimbangan kering. Tahap
penyortiran dan penimbangan kering ini menggunakan satu formulir. Hal ini
karena kedua tahapan tersebut dilakukan dalam satu waktu.
8. SOP Penimbangan Kering (KBF-SOP-08) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Penyortiran Kering (KBF-FORM-04) pada lampiran 5.
SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses
penimbangan kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan
penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang
menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur ini
dilakukan untuk mengetahui perbandingan berat daun saat basah dengan berat
kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat
setelah sortasi, petugas, dan keterangan. Kolom keterangan disini digunakan
untuk mencatat jumlah simplisia yang harus menjalani pengeringan ulang (jika
ada).
9. SOP Pengemasan dan Pelabelan (KBF-SOP-09) pada lampiran 1 dilengkapi
dengan Formulir Pengemasan (KBF-FORM-05) pada lampiran 6.
SOP Pengemasan dan Pelabelan ini memuat definisi dan tujuan dari proses
pengemasan dan pelabelan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar
acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja
yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada
tahap pengemasan dan pelabelan di klaster, label produk memuat sedikit
informasi tentang simplisia. Label produk seharusnya memuat informasi seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, dan berat simplisia. Selain itu
penggunaan silica gel belum dilakukan oleh klaster ke dalam kemasan agar
simplisia tetap kering dan tidak lembab. Maka, prosedur di sini lebih kepada
pemberian informasi tentang produk simplisia berupa label. Selain itu kemasan
kedap udara dan pemberian silica gel untuk menjaga simplisia agar lebih tahan
lama.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, no.label, jenis simplisia, jumlah (kg),
waktu pengemasan, petugas. Formulir pada tahap ini berfungsi sebagai
dokumentasi data yang sudah tercantum pada label kemasan simplisia. Dari data
dalam formulir tersebut akan lebih memudahkan mengetahui berapa banyaknya
simplisia yang dihasilkan, berapa yang akan masuk gudang, dan berapa yang akan
dikirim.
10. SOP Penyimpanan (KBF-SOP-10) pada lampiran 1 dilengkapi Formulir
Penyimpanan (KBF-FORM-06) pada lampiran 7.
SOP Penyimpanan ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyimpanan,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Kondisi gudang penyimpanan klaster
tidak layak sebab gudang tercampur dengan bahan panen lain dan ventilasi
gudang yang kurang memadai tanpa adanya pelindung / kasa. Hal tersebut
mempengaruhi tingkat kelembapan gudang yang dapat berakibat meningkatkan
kadar air simplisia, serta memungkinkan terjadinya kontaminasi dari binatang
pengerat dan serangga yang dapat mempengaruhi kualitas produk.
Selain itu, klaster tidak menerapkan First in First Out (FIFO) dalam tahap
penyimpanan produk di gudang, hal ini mengakibatkan kenaikan kadar air
simplisia sebab simplisia yang lebih awal masuk gudang memiliki kemungkinan
lebih lama berada di dalam gudang. Maka, prosedur pada tahapan ini lebih
ditekankan pada cara penyimpanan yang benar agar simplisia tetap awet dan
terjaga kualitasnya. Cara penyimpanan tersebut meliputi cara penyusunan, yaitu
dengan metode FIFO (First In First Out) sesuai dengan tanggal penyimpanannya
atau tanggal masuk gudang, dan pengelompokkan simplisia sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
jenisnya. Selain itu diatur juga tentang syarat kondisi gudang penyimpanan, yaitu
bersih, tidak lembab, dan terlindung dari sinar matahari langsung.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, jenis simplisia, no. label, tanggal masuk gudang,
petugas. Pada formulir ini yang terpenting adalah pencatatan no.label dan tanggal
masuk gudang. No.label digunakan untuk memudahkan dalam penelusuran data
simplisia, sedangkan tanggal masuk gudang dapat digunakan untuk mengetahui
berapa lamanya simplisia telah disimpan sejak pertama kali masuk gudang. Data
ini juga dapat digunakan untuk mengetahui berapa lama daya tahan simplisia
selama proses penyimpanan dan masa kadaluarsa produk.
11. SOP Pengamatan (KBF-SOP-11) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir
Pengamatan (KBF-FORM-07) pada lampiran 8.
SOP Pengamatan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengamatan, standar
yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan
bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Klaster belum melakukan tahapan ini
secara konsisten. Maka, prosedur ini lebih ditekankan bagaimana cara untuk
menangani bila terdapat simplisia yang mengalami kerusakan akibat proses
penyimpanan, misalnya dapat berupa hancurnya simplisia, berjamur, terkena
serangga, berubah dalam hal warna, rasa, dan bau. Prosedur pengamatan ini tentu
saja berlaku untuk pengujian secara organoleptik karena di klaster belum terdapat
alat untuk pengujian laboratorium.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, no.label, tanggal pengemasan, tanggal
masuk gudang, lama penyimpanan, jenis kerusakan, tindakan, petugas. Formulir
ini mencatat simplisia yang masa kadaluarsanya sudah akan habis dan yang
mengalami kerusakan. Formulir ini harus berdampingan dengan formulir
penyimpanan karena untuk mengetahui lamanya masa penyimpanan dengan
melihat tanggal masuk gudang. Selain itu data no.label simplisia pada formulir
penyimpanan digunakan untuk mencocokkan data no.label berapa saja pada
formulir pengamatan yang harus ditindaklanjuti atau keluar dari gudang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang mencakup dari tujuan yang
dicapai dalam penulisan laporan. Selain itu pada bagian ini dibahas juga tentang
rekomendasi sebagai saran.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis, dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. SOP yang dibuat yaitu Standard Operating Procedures pengumpulan,
penyortiran basah, pencucian, penimbangan basah, pelayuan, pengeringan,
penyortiran kering, penimbangan kering, pengemasan dan pelabelan,
penyimpanan, dan pengamatan,
2. Sebagai dokumentasi proses dibuat formulir pencatatan kegiatan pasca panen
yaitu formulir pengumpulan bahan baku, formulir pencatatan sortasi basah dan
pencucian, formulir pencatatan pengeringan, formulir pencatatan penyortiran
kering, formulir pengemasan dan pelabelan simplisia, formulir penyimpanan
simplisia, dan formulir pengamatan.
3. Setelah dilakukan dokumentasi terhadap SOP dan formulir pencatatan
kegiatan pasca panen, dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga konsistensi
kualitas produk, seperti:
a. Pengelolaan pasca panen dengan penerapan SOP secara konsisten dan benar.
b. Pengisian formulir di setiap kegiatan pasca panen sesuai dengan SOP
c. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan.
d. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan.
e. Membersihkan gudang secara teratur.
f. Mempertahankan penerapan FIFO.
g. Pemisahan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah kontaminasi.
h. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang dan
mencegah masuknya binatang pengerat dan serangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Klaster Biofarmaka dan untuk penelitian
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Klaster Biofarmaka sebaiknya memiliki komitmen yang mengatur seluruh
sumber daya manusia yang ada agar mau melaksanakan prosedur pasca
panen sesuai dengan SOP yang telah dibuat. Pada penelitian selanjutnya perlu
dibuat prosedur yang mengatur kebijakan organisasi dan pelatihan untuk
seluruh sumber daya manusia agar mau melaksanakan SOP dengan konsisten.
2. Jika permasalahan penerapan SOP telah dapat diatasi, maka penelitian
selanjutnya di Klaster Biofarmaka dapat berfokus ke arah perancangan alat
pengukur tingkat kadar air simplisia yang terjangkau harganya.
3. Untuk penelitian selanjutnya dapat juga berfokus ke arah prosedur standar
sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP) baik sanitasi alat, bangunan, dan pekerja.