3. bab 2

24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP DASAR LANSIA 2.1.1 Pengertian Lansia Menurut Nugroho (2008), lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan bertahap dalam jangka waktu beberapa decade terjadinya suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut Hardywinoto (1999), periode kemunduran pada masa lanjut usia dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu memenuhi segala kebutuhan hidup tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Depkes (2001) menyatakan batasan lansia dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kelompok pra senelis atau pra lansia Kelompok pralansia adalah kelompok usia dalam fase persiapan masa lanjut usia yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun). b. Kelompok usia lanjut 4

Upload: giovanny-sumeinar

Post on 03-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR LANSIA

2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut Nugroho (2008), lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan bertahap dalam jangka waktu beberapa decade terjadinya suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Menurut Hardywinoto (1999), periode kemunduran pada masa lanjut usia dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu memenuhi segala kebutuhan hidup tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Depkes (2001) menyatakan batasan lansia dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Kelompok pra senelis atau pra lansia

Kelompok pralansia adalah kelompok usia dalam fase persiapan masa lanjut usia yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun).

b. Kelompok usia lanjut

Kelompok usia lanjut adalah kelompok dalam masa senium (60 tahun keatas).

c. Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi

Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi adalah kelompok berusia lebih dari 70 tahun atau lebih atau seseorang dengan usia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan.

2.1.2 Gangguan kesehatan Lansia di Komunitas

Banyak terjadi kemunduran pada fungsi fisiologis lansia sehingga berakibat pada munculnya berbagai macam gangguan kesehatan. Nugroho (2000) menyatakan gangguan kesehatan yang biasa dialami oleh lansia yaitu:

1. Masalah fisik umum

Masalah fisik umum yang biasa dialami oleh lansia adalah mudah jatuh dan mudah lelah. Banyak faktor yang menyebabkan lansia mudah jatuh. Faktor instrinsik yang menyebabkan lansia mudah jatuh adalah gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstrimitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau pusing. Faktor ekstrinsik misalnya lantai yang terlalu licin dan tidak rata, tersandung benda, dan cahaya kurang terang.

Mudah lelah pada lansia disebabkan oleh faktor psikologi (perasaan bosan, keletihan, dan depresi), pengaruh obat, gangguan organis yang meliputi anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang (Osteomalasia), gangguan pencernaan, kelainan metabolisme (diabetes militus, hipertiroid), gangguan ginjal dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan sistem peredaran darah dan jantung.

2. Gangguan kardiovaskuler

Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrien pada setiap sel hidup yang diperlukan untuk bertahan hidup. Penurunan fungsi kardiovaskuler akan berdampak pada fungsi yang lainnya. Peningkatan usia menyebabkan jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik secara struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan tidak disadari (Steanly & Beare, 2007). Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi:

a. Ventrikel kiri menebal.

b. Katup jantung menebal dan membentuk penonjolan.

c. Jumlah sel peacemaker yang berfungsi menghasilkan impuls listrik menurun.

d. Arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi (pelebaran atau peregangan struktur tabular).

e. Vena mengalami dilatasi, katup menjadi tidak kompeten.

Manifestasi klinis penuaan pada sistem kardiovaskuler menurut (Steanly & Beare, 2007) adalah:

a. Tekanan darah tinggi

Takanan darah tinggi atau hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler. Kombinasi hipertensi dengan diabetes atau hiperlipidemia semakin meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hipertensi esensial

2. Hipertensi non esensial

Hampir 90% tekanan darah tinggi tergolong tekanan darah tinggi esensial atau tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. Tekanan darah tinggi esensial biasanya menyerang anak muda. Tekanan darah tinggi untuk lansia cenderung hipertensi non esensial.

b. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan proses patofisiologis yang paling sering mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Aterosklerosis adalah proses penyakit yang secara umum memiliki dampak pada hampir semua arteri. Aterosklerosis pada lansia dan orang masih muda hampir sama, akan tetapi dampak pada lansia lebih berat karena proses akumulasi yang lebih lama (Steanly & Beare, 2007).

c. Disritmia

Disritmia meningkat pada lansia karena perubahan struktural dan fungsional pada proses penuaan. Disritmia dipicu oleh tidak terkoordinasinya jantung dan sering dimanifestasikan sebagai perubahan perilaku, palpitasi, sesak napas, keletihan, dan jatuh (Steanly & Beare, 2007). Gangguan kardiovaskuler dapat berupa nyeri dada, sesak napas pada kerja fisik, palpitasi, dan edema kaki (Nugroho, 2010).

3. Berat badan menurun

Berat badan menurun pada lansia disebaban oleh:

a. Nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau kelesuan.

b. Penyakit kronis.

c. Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu.

d. Faktor sosio ekonimis (pensiunan).

4. Gangguan eliminasi

Gangguan eliminasi lansia terkait dengan gangguan pada sistem ekskresi pada tubuh manusia, meliputi:

a. Gangguan pada sistem alat kemih

Penyimpanan dan pengeluaran urin dalam interval yang sesuai adalah suatu proses koordinasi volunter dan involunter yang rumit. Sistem tersebut harus utuh secara fisik, neurologis, harus terdapat kesadaran kognitif, keinginan untuk berkemih, dan tempat serta situasi yang tepat untuk melakukannya (Staenly & Beare, 2007).

Perubahan yang biasa menyertai penuaan adalah kapasitas kandung kemih yang lebih kecil, peningkatan volume residu, dan kontraksi kandung kemih yang tidak disadari. Perubahan yang terjadi pada wanita lansia adalah penurunan produksi estrogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek setelah melahirkan dapat dilihat pada melemahnya otot dasar panggul. Perubahan pada lansia pria adalah hipertrofi prostat menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih dan uretra (Staenly & Beare, 2007).

Pemeriksaan mikroskopik ginjal lansia menunjukkan hanya 30% ginjal yang utuh. Kondisi seperti itu menyebabkan daya kerja ginjal berkurang. Gangguan pada sistem alat kemih biasa ditandai dengan:

1) Inkontinensia uri

Inkontinensia uri (gangguan terlalu sering kencing) dihubungkan dengan keinginan yang kuat dan mendesak untuk berkemih dengan kemampuan yang kecil untuk menunda berkemih. Proses inkontinensia uri terjadi apabila kandung kemih hampir penuh sebelum kebutuhan untuk berkemih dirasakan sehingga berakibat sebagian kecil sampai sedang urin keluar sebelum seseorang mencapai toilet (Staenly & Beare, 2007).

Nugroho (2000) menyatakan penyebab inkontinensia uri adalah:

a. Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kendung kemih dan memperkuat sfingter uretra.

b. Konstraksi abnormal pada kandung kemih.

c. Obat diuretik dan obat penenang yang terlalu banyak.

d. Radang kandung kemih dan saluran kemih.

e. Kelainan kontrol dan persarafan pada kandung kemih.

f. Hipertrofi prostat.

g. Faktor psikologi.

2) Retensio urine

Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urin dikandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkan secara sempurna (Staenly & Beare, 2007). Tanda dan gejala dalam retensio urine adalah:

a) Urin mengalir lambat.

b) Poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kendung kemih tidak efisien.

c) Distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

d) Terasa ada tekanan.

b. Inkontinensia alvi

Incontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar yang menyebabkan tinja (feses) bocor tidak terduga dari dubur. Kondisi tersebut dapat terjadi karena penurunan fungsi usus yang sebelumya bertugas sebagai penyerap dan pengeluaran feses (Staenly & Beare, 2007).

5. Gangguan pada sistem muskuloskeletal

Perubahan normal muskuloskeletal pada lansia meliputi penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekauan sendi (Staenly & Beare, 2007). Masalah muskuloskeletal yang sering terjadi adalah:

a. Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang secara keseluruhan sehingga seseorang tidak mampu berjalan atau bergerak. Osteoposisis sering ditemukan pada wanita, walaupun pria juga masih mengalami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menyebabkan tulang menjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk mengalami fraktur baik spontan maupun akibat trauma. Ketika kemampuan menahan berat badan normal menurun atau tidak ada sebagai konsekuensi dari penurunan atau gangguan mobilitas maka akan terjadi osteoporosis karena tulang jarang digunakan (Staenly & Beare, 2007).

b. Osteoartritis

Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lambat, tidak simetris, dan non inflamasi. Osteoarthritis terjadi pada sendi yang dapat digerakkan khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh. Kerusakan sendi akibat penuaan memainkan peranan dalam perkembangan osteoartritis (Staenly & Beare, 2007).

c. Artritis reumatoid (penyakit radang sendi)

Staenly & Beare (2007) menyatakan artritis reumatoid (AR) adalah penyakit inflamasi artikuler yang paling sering pada lansia. AR adalah suatu penyakit kronis sistemik yang berkembang secara perlahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul reumatoid, arthritis (radang sendi), neuropati (gangguan saraf), skleritis (radang pada bagian putih mata), perikarditis (radang pada perikardium), limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), dan splenomegali (pembesaran limfa).

6. Gangguan fungsi paru dan jantung

Hubungan antara jantung dan paru sangat dekat sehingga apabila salah satu terganggu maka akan menganggu fungsi yang lainnya. Paru memiliki struktur gelembung sangat halus yang dinamakan alveolus, apabila terjadi kerusakan pada alveolus tersebut maka akan menyebabkan darah antara paru dan jantung terbendung. Gejala yang timbul apabila terjadi penyakit paru yaitu; batuk, sesak nafas, kulit membiru karena kekurangan oksigen, dan sakit dada.

2.2 Posyandu Lansia

2.2.1 Definisi Posyandu Lansia

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Kegiatan posyandu adalah perwujudan dari peran serta masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan mereka.

Posyandu lansia adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia khususnya lanjut usia (Depkes, 2000).

2.2.2 Tujuan Posyandu Lansia

Adapun tujuan dari dibentuknya posyandu lansia menurut Azrul (1998), yaitu :

a. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik sesuai kemampuan dan aktifitas mental yang mendukung

b. Memelihara kemandirian secara maksimal

c. Melaksanakan diagnosa dini secara tepat dan memadai

d. Melaksanakan pengobatan secara tepat

e. Membina lansia dalam bidang kesehatan fisik spiritual

f. Sebagai sarana untuk menyalurkan minat lansia

g. Meningkatkan rasa kebersamaan diantara lansia

h. Meningkatkan kemampuan lansia untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan - kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan.

2.2.3 Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran penyelenggara posyandu lansia adalah seluruh penduduk yang berusia 60 tahun keatas (Depkes,2000).

2.2.4 Manfaat Posyandu Lansia

Menurut Depkes RI (2000), manfaat dari posyandu lansia adalah :

a. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar

b. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara

c. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang

2.2.5 Kader Posyandu

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI, 1993).

Kader adalah istilah umum yang dipergunakan untuk tenaga-tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama masyarakat dan untuk masyarakat secara sukarela (Zulkifli, 2003).

Kader posyandu adalah seorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih dan atau ditunjuk untuk memimpin pengembangan posyandu disuatu tempat atau desa (Depkes, 2008). Setiap warga keluarahan setempat laki-laki maupun perempuan yang bisa membaca dan menulis huruf latin, mempunyai waktu luang, memiliki kemampuan dan mau bekerja sukarela dengan tulus ikhlas bisa menajdi kader (Rahaju, 2005).

2.2.6 Tujuan Pembentukan Kader

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif, untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan. Disamping itu pula diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat tersebut, maka dilakukan latihan dalam upaya memberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan disesuaikan dengan tugas yang diembannya.

2.2.7 Syarat untuk menjadi Kader

Syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI, (1996) adalah:

Dapat membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia

Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader

Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan

Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya

Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa

Sanggup membina paling sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan

Menurut Bagus yang dikutip dari pendapat Zulkifli (2003) bahwa pendapat lain mengenai persaratan bagi seorang kader antara lain;

Berasal dari masyarakat setempat

Tinggal di desa tersebut

Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama

Diterima oleh masyarakat setempat

Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain

2.2.8 Peran Kader Posyandu

Kader posyandu bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerjasama dari sebuah tim kesehatan (Heru, 1995).

Peran serta atau keikutsertaan kader Pos Pelayanan Terpadu melalui berbagai organisasi dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa harus dapat terorganisir dan terencana dengan tepat dan jelas. Beberapa hal yang dapat atau perlu dipersiapkan oleh kader seharusnya sudah dimengerti dan dipahami sejak awal oleh kader posyandu. Karena disadari atau tidak keberadaan posyandu adalah sebuah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya posyandu yang telah ada dan telah berjalan selama ini mampu lebih ditingkatkan dan dilestarikan (Rachman, 2005).

Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut Depkes RI (2000) ada dua peran kader yaitu:

1. Peran kader saat posyandu (sesuai dengan sistem lima meja) adalah:

a. Melaksanakan pendaftaran (pada meja I)

b. Melaksanakan penimbangan bayi balita (pada meja II)

c. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan (pada meja III)

d. Memberikan penyuluhan (pada meja IV)

e. Memberi dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh petugas puskesmas (pada meja V)

2. Peran kader di luar posyandu adalah:

a. Menunjang pelayanan KB, KIA, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare.

b. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu.

c. Menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada, seperti pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah, pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih,menyediakan sarana jamban keluarga, pemberian pertolongan pertama pada penyakit, P3K dan dana sehat.

2.3 Definisi Hipertensi

2

2.1

2.2

2.3

2.3.1 Pengertian

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan atas peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus di ukur dalam posisi duduk dan berbaring (Baradero, 2008).

Hipertensi dengan peningkatan sistole tanpa disertai dengan peningkatan diastole lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan diastole tanpa disertai peningkatan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda (Tambayong, 2000).

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi

a. Hipertensi Esensial (primer)

90% dari kasus hipertensi adalah hipertensi primer. Tidak ada sebab yang jelas dari hipertensi primer, beberapa teori menyebutkan adanya hubungan dengan genetik, perubahan hormon, perubahan simpatis, usia, obesitas, alkohol, merokok, dll (Baradero, 2008).

b. Hipertensi sekunder

Merupakan akibat dari penyakit atau gangguan tertentu, misalnya obesitas, diabetes, pil KB, stres kronis, kelainan ginjal (penyakit parenkim ginjal : glomerulonefritis, gagal ginjal), kelainan kelenjar adrenal (sindrom cushing, aldoteronisme primer yang dapat menyebabkan retensi natrium dan air yang mabuat volume darah meningkat), fenokromositoma (sekresi berlebihan katekolamin, norepinefrin yang membuat tahanan meningkat), koarktasi aorta, trauma kepala / tumor intracranial (Baradero, 2008).

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi (JNC VI dalam Brasher, 2007)

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal