2817

12

Click here to load reader

Upload: rycho-nakcampblando

Post on 24-Jul-2015

56 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

235

KAJIAN SOSIAL MASYARAKAT PERAMBAH SEKITAR TAMAN NASIONAL TESSO NILO1

Oleh: Darmawan Aji Wibowo2 dan Bakhdal2

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang gangguan yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berupa kegiatan perambahan liar dan ille-gal logging. Kegiatan illegal logging sudah jauh berkurang sejak adanya Operasi Hutan Lestari (OHL). Khusus untuk desa sampel yaitu Desa Lubuk Kembang Bu-nga (LKB), kegiatan perambahan liar dan illegal logging didorong oleh motif eko-nomi, yaitu pemenuhan kebutuhan hidup dan jual beli lahan. Dalam persepsi ma-syarakat Desa LKB, terbentuknya TNTN justru merugikan secara sosial, ekonomi, dan budaya. Keberadaan TNTN dianggap telah mempersempit lapangan usaha masyarakat Desa LKB. Masyarakat kehilangan akses ke hutan yang dianggap se-bagai wilayah adat ataupun masyarakat adat. Selain itu, gangguan gajah terhadap usaha pertanian/perkebunan masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik antara masyarakat dengan TNTN. Oleh karena itu, perlu diupayakan pe-ningkatan partisipasi positif masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat se-bagai tenaga kerja di TNTN maupun di perusahaan-perusahaan di sekitar TNTN, pengembangan ekonomi masyarakat, yaitu usaha lebah madu, rotan, dan hasil hutan non-kayu lainnya serta wisata alam. Pembuatan parit/kanal perlu segera di-realisasikan bersama antara masyarakat, Balai TNTN, dan perusahaan swasta di sekitar TNTN untuk mengatasi gangguan gajah. Perlu segera dilakukan tata batas kawasan TNTN, upaya pemeliharaan pal batas secara partispatif, dan didukung dengan sosialisasi yang melibatkan seluruh unsur masyarakat.

Kata kunci: Taman Nasional Tesso Nilo, partispasi, Lubuk Kembang Bunga I. PENDAHULUAN

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dinyatakan resmi sebagai taman nasional dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 255/ Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004. Taman nasional ini meru-pakan kesatuan dari kawasan bekas Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelala-wan dan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau dengan luas + 38.576 ha.

---------- 1 Makalah pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian: “Peran Penelitian dalam Pelestarian dan

Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan di Sumbagut”. Medan, 3 Desember 2008 2 Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, bahkan tertinggi di dunia menurut hasil pene-litian Center for Biodiversity Management. Pernyataan ini juga didukung oleh hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo-nesia (LIPI). Hasil penelitian dari LIPI, Biotrop, dan tim dari Aus-tralia memperoleh hasil yang mendukung pernyataan tersebut bahwa tingkat keragamannya 2,5 kali lebih tinggi dari hutan Amazon. Keanekaragaman hayati taman nasional ini bahkan ter-tinggi di Sumatera atau jauh lebih tinggi dibanding Leuser dan Bukit Tigapuluh (Budi, 2003). Hal yang cukup unik dari taman nasional ini adalah dari segi posisi/letak bahwa TNTN diapit oleh

Page 2: 2817

PROSIDING EKSPOSE

236

kawasan konsesi HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan perkebunan kelapa sawit. Letak TNTN tersebut sangat po-tensial dari segi kelestarian. Adanya kawasan konsesi hutan ta-naman industri (HTI) dan kelapa sawit yang mengapit taman na-sional tersebut sebenarnya dapat menjadi kawasan penyangga atau buffer zone dari berbagai gangguan terutama yang berasal dari manusia.

Namun kenyataannya, TNTN tetap menjadi target operasi pa-ra pembalak liar (illegal logging). Selain illegal logging, gangguan yang terjadi pada taman nasional ini berupa perambahan liar. Pe-rambahan liar di kawasan ini justru makin meningkat setelah di-tetapkan sebagai taman nasional. Data satu tahun terakhir me-nunjukkan bahwa lahan yang terbuka di kawasan ini meningkat empat kali lipat menjadi 20.000 ha diikuti adanya pemukiman liar yang dihuni 2.000 kepala keluarga (KK). Adanya perambahan dan munculnya pemukiman liar menyebabkan rencana perluasan TNTN menjadi terhambat dan terancam gagal (Kompas, 2006). Perluasan taman nasional ini sangat diperlukan untuk memberi ruang hidup yang lebih baik bagi satwa-satwa langka yang dilin-dungi (khususnya gajah sumatera) agar tidak mengganggu manu-sia dan juga untuk membantu peningkatan perekonomian masya-rakat di sekitar taman nasional dengan pengembangan HTI.

Kedua masalah tersebut di atas merupakan hal yang cukup penting untuk segera diselesaikan dalam upaya pengelolaan TNTN. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kondisi sosial masyarakat dalam berinteraksi dengan TNTN, sekaligus menyusun rekomendasi strategi pengelolaan yang partisipatif. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di TNTN. Secara spesifik mengambil lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB), Keca-matan Ukui, Kabupaten Pelelawan, Riau pada bulan Juli- Desem-ber 2007.

B. Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawan-cara dan pengisian kuesioner terhadap informan kunci atau key person. Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan mendu-kung data primer. Pengumpulan data ini dilakukan dengan studi literatur yang terkait dengan penelitian, pengumpulan data pen-dukung, baik di tingkat dinas maupun UPT yang terkait dengan pengelolaan TNTN.

Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif guna men-dapatkan karakteristik kondisi sosial, budaya, dan partisipasi ma-syarakat sekitar TNTN. Wawancara dilakukan terhadap 22 orang responden. Data ini dilengkapi dengan pengisian kuesioner yang disusun secara terstruktur.

Page 3: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

237

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitan

1. Profil Taman Nasional Tesso Nilo

Taman Nasional Tesso Nila (TNTN) merupakan Hutan Produk-si Terbatas yang telah ditunjuk menjadi taman nasional dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 dengan luas 38.576 ha yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau (Anonim d, 2004). Kawasan TNTN merupakan ekosistem hutan hujan da-taran rendah yang masih tersisa di Sumatera dan merupakan per-wakilan ekosistem transisi hutan dataran tinggi dan dataran ren-dah, yang memiliki potensi keanekaragaman hayati sangat tinggi. Taman nasional ini merupakan habitat bagi spesies payung (umbrella species) seperti gajah sumatera dan harimau sumatera.

Jenis satwa lain yang dijumpai di TNTN antara lain: beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), oma/ungko (Hylobates sp.), lutung budeng (Trachypithecus auratus), macan dahan (Neofelis nebulosa), berang-berang (Castor canadensis), babi hutan (Sus scorfa), burung rangkong (Buceros rhinoceros), dan berbagai jenis satwa lainnya. Sedangkan jenis flora yang da-pat dijumpai antara lain: kayu batu (Iruingia malayana), kempas (Kompasia malaccensis), jelutung (Dyera polyphylla), tembesu (Fragrea fragrans), gaharu (Aquilaria malaccensis), ramin (Gonys-tylus bancanus), meranti-merantian (Shorea spp.), keruing (Dipte-rocarpus spp.). Selain itu terdapat juga 82 jenis tanaman obat, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpeto fauna, dan 644 jenis kumbang (Maryati, 2006).

2. Batas Kawasan TNTN

Dalam laporan Maryati (2006) disebutkan bahwa TNTN ber-batasan langsung dengan beberapa HPH, HTI, dan perkebunan, baik milik swasta maupun perorangan. Batas-batas selengkapnya adalah: a. Sebelah barat berbatasan dengan HPH Nanjak Makmur. b. Sebelah utara berbatasan dengan PT RAPP, wilayah

perbatas-an berupa tegakan akasia. Selain itu wilayah TNTN di sebelah utara berbatasan dengan Desa Lubuk Kembang Bunga dan De-sa Air Hitam.

c. Sebelah timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau. Selain itu di sebelah timur berbatasan dengan PT Indosawit, wilayah ini berupa kebun kelapa sawit. Di sebelah tenggara berbatas-an dengan Kredit Kepemilikan Primer Anggota (KKPA), wila-yah ini didominasi oleh kelapa sawit dan hutan.

d. Sebelah selatan berbatasan dengan PT Putri Lindung Bulan dan PT. Rimba Lazuardi (wilayah perbatasan ini

Page 4: 2817

PROSIDING EKSPOSE

238

didominasi oleh vegetasi akasia) serta berbatasan dengan CV Riau Jambi Sejahtera dengan didominasi oleh hutan.

3. Iklim dan Curah Hujan

Secara umum wilayah TNTN termasuk kategori sangat lembab dengan curah hujan tahunan berkisar antara 2.000-3.000 mm/ tahun. Curah hujan rata-rata bulanan terendah dapat mencapai 60 mm dengan rata-rata hari hujan per tahun antara 120-150 mm (Gillison, 2001 dalam Maryati, 2006).

4. Profil Desa Lubuk Kembang Bunga

Desa Lubuk Kembang Bunga terletak di bagian utara TNTN dan termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Ukui, Kabu-paten Pelelawan, Provinsi Riau. Luas wilayahnya adalah 242,9 km² (18,5% dari total luas Kecamatan Ukui). Jarak dari Kecamat-an Ukui adalah 30 km dan dapat ditempuh melalui jalur darat. Desa Lubuk Kembang Bunga memiliki curah hujan rata-rata 2.000-3.000 mm/tahun dengan lima bulan hujan. Suhu rata-rata adalah berkisar 28-35°C. Wilayah ini sebagian besar memiliki bentang alam yang berbukit dengan ketinggian rata-rata adalah 20 m dpl. Jenis tanah adalah podsolik merah kuning dengan tekstur berpasir (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2005).

Desa Lubuk Kembang Bunga berpenduduk sekitar 2.640 jiwa terdiri atas 1.490 jiwa laki-laki dan 1.150 jiwa perempuan. Jum-lah kepala keluarga (KK) adalah 597 KK. Jenis penggunaan lahan yaitu: sawah 85 ha (0,3%), perkebunan 5.000 ha (20,6%), lahan tidur 6.001 ha (24,7%), dan hutan 7.020 ha (28,9%). Untuk per-kebunan didominasi oleh tanaman kelapa sawit yaitu 4.834,9 ha diikuti perkebunan karet seluas 150 ha, kopi seluas 10 ha, dan pinang seluas 0,1 ha (BPS Kabupaten Pelelawan, 2004).

Tabel 1. Jenis penggunaan lahan Desa Lubuk Kembang Bunga

No. Perkebunan Luas (Ha) Hutan Luas (Ha) 1. Perkebunan Rakyat 665,1 Lindung 20 2. Perkebunan Negara - Produksi 7.000 3. Perkebunan Swasta 4.334,9 Konversi - Jumlah 5.000,0 Jumlah 7.020

B. Bentuk Tekanan Masyarakat terhadap TNTN

1. Perambahan Lahan

Sebelum dibentuknya TNTN, 80% sumber pendapatan masya-rakat berasal dari kawasan hutan, baik berupa hasil hutan kayu ataupun non-kayu. Dengan semakin bertambah dan berkembang-nya penduduk di sekitar kawasan TNTN, maka kebutuhan akan lahan semakin bertambah pula. Berdasarkan hasil sensus Balai TNTN, Balai Besar KSDA Riau, dan WWF tahun 2007 tercatat se-luas 4.217 ha kawasan taman nasional yang telah dirambah oleh masyarakat.

Motivasi utama masyarakat merambah adalah untuk merubah kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit karena diang-

Page 5: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

239

gap sebagai sumber uang, oleh karena itu sebagian besar kawas-an hutan yang dirambah dijadikan kebun kelapa sawit. Selain itu masyarakat juga menjadikan kawasan hutan yang dirambah menjadi kebun karet, kebun pisang, dan tanaman palawija lain-nya, malahan sudah banyak juga masyarakat yang telah bermu-kim di kawasan hutan tersebut.

Maraknya kegiatan perambahan di kawasan hutan TNTN mu-lai terjadi pada tahun 1997 setelah masuknya pendatang, baik lo-kal ataupun dari luar. Perambahan kawasan TNTN ini dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok dengan mengatasnamakan kelompok masyarakat dan juga pribadi. Antar kelompok masya-rakat saling berlomba untuk merambah karena takut didahului oleh kelompok masyarakat yang lain. Biasanya kawasan hutan yang dirambah seluas dua ha/KK untuk kelompok masyarakat dan untuk perorangan bisa mencapai ratusan hektar dan kawas-an hutan yang dirambah tersebut telah mendapat surat keterang-an dari kepala desa masing-masing. Adapun alasan perambah un-tuk merambah kawasan hutan TNTN adalah: a. Tanahnya lebih subur. b. Dekat dengan perkebunan kelapa sawit. c. Persiapan penggantian pada saat replanting perkebunan

kela-pa sawit. d. Tidak memiliki lahan di tempat lain. e. Harga relatif murah dan akses untuk mendapatkan tanah

le-bih mudah karena dibantu oleh oknum tertentu. Kegiatan perambahan pada kawasan hutan TNTN masih be-lum

dapat teratasi walaupun telah dilakukan kegiatan patroli ga-bungan, sebagian besar masyarakat bersikukuh bahwa kawasan hutan yang telah dirambah merupakan lahan hak milik karena telah dibeli dengan susah payah. Masyarakat desa juga pernah bentrok dengan petugas patroli yang menyebabkan terjadinya in-siden penyanderaan petugas patroli oleh masyarakat yang meng-anggap bahwa petugas patroli telah mengganggu sumber mata pencaharian mereka (berkebun). Ini terjadi di Dusun Bagan Li-mau pada tahun 2006. Baru-baru ini masyarakat sekitar kawasan TNTN meminta kepada Balai TNTN agar membebaskan 1.200 ha kawasan yang telah mereka rambah (Suprahman, 2007).

Penelitian secara spesifik dilakukan di Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB) karena desa tersebut langsung berbatasan dengan kawasan TNTN, penduduknya dahulu memiliki ketergantungan yang besar terhadap hutan, dan banyak terjadi kegiatan peram-bahan hutan. Selain itu, desa tersebut relatif aman dan cukup menerima kehadiran para pendatang.

Berikut disajikan beberapa profil Desa LKB terutama berkait-an dengan karakteristik sosial ekonomi dan tingkat partisipasi mereka dalam pengelolaan TNTN.

2. Karakteristik Sosial Ekonomi

Usia rata-rata perambah dari desa LKB adalah 42 tahun. Ini berarti mereka berusia produktif dan masih membutuhkan la-pangan kerja. Usia termuda dari perambah adalah 25 tahun dan usia tertua adalah 70 tahun. Perambahan areal TNTN yang

Page 6: 2817

PROSIDING EKSPOSE

240

ter-masuk dalam wilayah administatif Desa LKB banyak dilakukan oleh orang dari luar daerah tersebut. Dari hasil pengolahan data sekunder diperoleh jumlah perambah yang berasal dari luar Desa LKB adalah 1.811 orang (86,2%), sedangkan 13,8% sisanya me-rupakan penduduk asli. Luas daerah yang dirambah adalah 5.354 ha.

Perambahan di kawasan TNTN dilakukan, baik oleh individu maupun sekelompok orang yang tergabung dalam organisasi ko-perasi atau kelompok tani. Data menunjukkan bahwa dari kese-luruhan perambah di lokasi Desa LKB, 87,5% (1.838 orang) me-rupakan masyarakat biasa dan 12,5% sisanya (262 orang) meru-pakan pengurus koperasi atau organisasi perambahan. Sedang-kan untuk 289 orang perambah yang berasal dari Desa LKB, 14 orang (5%) merupakan pengurus dan 275 orang (95%) merupa-kan masyarakat biasa.

Penduduk Desa LKB memiliki mata pencaharian yang bera-gam. Sebelum terbentuknya TNTN, hampir 80% penduduknya mempunyai mata pencaharian yang sangat tergantung dari hu-tan. Secara ekonomis, masyarakat Desa LKB dahulu diuntungkan dengan kegiatan pengambilan kayu dan hasil hutan lainnya. Ra-ta-rata pendapatan responden yang dahulu bekerja di sektor ini adalah Rp 50.000,- per hari. Mereka bekerja sebagai tenaga pe-nebang, penyarad, maupun pengangkut kayu.

Terbentuknya TNTN merubah akses masyarakat Desa LKB ke hutan. Akibatnya, kegiatan ekonomi masyarakat yang sebagian tergantung dari sektor kehutanan menjadi terhenti. Mata penca-harian mereka menjadi tidak menentu karena belum ada kegiat-an ekonomi yang mampu memberikan hasil setara dengan hasil yang mereka peroleh sebelumnya. Mereka ada yang menjadi pen-cari ikan, buruh ataupun berkebun. Perubahan ini menjadi beban sosial dan ekonomi yang berat bagi masyarakat Desa LKB. Pe-rambah yang berasal dari Desa LKB hampir sebagian besar ber-profesi sebagai petani dan buruh tani (Gambar 1).

Gambar 1. Mata pencaharian masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga

Perambah di kawasan TNTN mempunyai luas rambahan yang sangat bervariasi. Perambah yang tergabung dalam koperasi atau kelompok tani memiliki lahan rambahan rata-rata seluas

Jumlah (orang)

39%

23%

10%

1%

2%

4%

10%

4%

0%

2%

1%

1%

3%

Petani

Buruh Tani

Buruh/ swasta

PNS

Pengrajin

Pedagang

Pengusaha

Nelayan

M ontir

Pengemudi

Kontraktor

Tukang Kayu/ Batu

Guru Swasta

Page 7: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

241

2 ha. Perambah yang berasal dari Desa LKB mempunyai lahan ram-bahan rata-rata seluas 3,25 ha.

Hasil wawancara dengan beberapa orang perambah menun-jukkan bahwa ada beberapa alasan utama mereka melakukan pe-rambahan, yaitu ingin memperluas lahan untuk ditanami komodi-ti tanaman tertentu (sawit) dan motif ingin memperjual-belikan lahan yang dirambah. Alasan kedua nampaknya menjadi motif utama para perambah yang berasal dari Desa LKB. Hal ini ter-bukti dari kondisi lahan yang mereka rambah sebagian menjadi semak belukar (800 ha), hanya sedikit yang telah diolah dan ditanami sawit (4 ha) dan karet (135 ha). Mereka beralasan telah mengolah tanah tetapi gagal karena adanya gangguan gajah.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa LKB masih rendah. Seba-gian besar tidak bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Hanya satu orang yang dapat menyelesaikan pendidikan sarjana. Data tingkat pendidikan masyarakat Desa LKB disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga

3. Pengetahuan Masyarakat Desa LKB terhadap TNTN

a. Pengetahuan terhadap TNTN

Pengetahuan masyarakat tentang TNTN diperlukan untuk me-ngetahui sampai seberapa jauh mereka mengetahui adanya ka-wasan pelestarian alam di sekitar mereka dan status areal terse-but. Responden secara umum tidak mengetahui tentang TNTN. Hanya sebagian kecil yang mengerti tentang TNTN yaitu para pe-rangkat desa atau pimpinan formal/informal Desa LKB. Walau-pun Desa LKB disebut-sebut salah satu pelopor berdirinya TNTN, pada kenyataannya masyarakat desa yang bersangkutan merasa tidak dilibatkan sama sekali dalam pengambilan keputusan ten-tang pendirian kawasan pelestarian alam di sekitar mereka. Ku-rangnya sosialisasi menjadi salah satu faktor penyebab masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang keberadaan TNTN.

Hasil survei dan wawancara dengan responden yang merupa-kan key person di Desa LKB menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat desa tersebut tidak mengetahui tujuan dan fungsi da-ri terbentuknya taman nasional. Merupakan hal yang sangat iro-nis mengingat mereka adalah salah satu pencetus

Jumlah (orang)

28%

17%34%

11%8%

1%

1%

Tidak pernah

sekolahSekolah, tidak tamat

SDSD

SMP

SMA

D2

Sarjana

Page 8: 2817

PROSIDING EKSPOSE

242

terbentuknya TNTN. Menurut pandangan hampir seluruh responden, TNTN adalah kawasan hutan milik WWF yang berfungsi untuk perlin-dungan. Secara teoritis, pengetahuan masyarakat terhadap taman nasional hanya sebatas pada nama dan fungsi yang terbatas yaitu sebagai pencegah banjir.

Sebelum terbentuknya TNTN, masyarakat Desa LKB mengang-gap hutan adalah milik adat dan masyarakat adat. Hutan dipan-dang sebagai sumber mata pencaharian (Effendi, 2007). Mereka juga mempunyai pandangan bahwa dari segi kepemilikan lahan, hutan adalah milik adat dan milik individu-individu dalam masya-rakat adat tersebut. Oleh karena itu dalam pandangan para pe-rambah yang berasal dari Desa LKB, wilayah hutan yang mereka rambah adalah bagian dari adat. Mereka merasa mempunyai hak atas wilayah tersebut. Para perambah meyakini bahwa hutan yang mereka rambah adalah murni milik desa/adat. Mereka me-rasa memiliki hak atas lahan tersebut karena adanya legalitas da-ri tokoh adat setempat (Jasman Batin Muncak Rantau dan Yoha-nes) dan juga dari kepala desa. Selain itu motif lain yang mendo-rong masyarakat desa tersebut merambah adalah karena wilayah hutan yang mereka rambah jaraknya relatif dekat dengan pemu-kiman mereka dan belum jelasnya batas-batas antara lahan milik masyarakat dan kawasan TNTN.

Para perambah dari Desa LKB memiliki kecenderungan untuk tetap mempertahankan wilayah yang sudah mereka rambah ka-rena alasan di atas. Mereka bersedia melepas kawasan yang telah mereka rambah asalkan diadakan suatu mekanisme ganti rugi oleh pemerintah (TNTN).

b. Peranserta dalam Pengelolaan

Setelah melihat kenyataan, masyarakat yang pada awalnya mendukung keberadaan taman nasional di sekitar wilayah mere-ka kemudian berubah pendirian. Mereka justru merasa khawatir dengan keberadaan TNTN. Berdirinya TNTN telah menutup pelu-ang mereka untuk berusaha. Sebelum terbentuknya TNTN, seba-gian besar mata pencaharian masyarakat di Desa LKB (80%) ada-lah mengambil kayu dan hasil hutan lainnya. Terbentuknya TNTN menyebabkan terhalangnya akses masyarakat ke hutan, padahal selama ini kegiatan ekonomi desa tersebut banyak me-miliki ketergantungan terhadap hutan. Sejak berdirinya TNTN ke-giatan yang berkaitan dengan kayu hampir terhenti sama sekali. Sawmill yang dahulu banyak dijumpai di desa tersebut, tutup se-jak berdirinya TNTN. Mata pencaharian mereka menjadi tidak menentu karena belum ada kegiatan ekonomi yang mampu mem-berikan hasil setara dengan hasil yang mereka peroleh sebelum-nya. Kondisi ini menjadikan beban sosial dan ekonomi yang ha-rus ditanggung oleh masyarakat semakin berat.

Hal lain yang berubah secara drastis sejak tebentuknya TNTN adalah dalam hal budaya berladang. Sebelum adanya TNTN, ma-syarakat Desa LKB cenderung mudah untuk membuka lahan hu-tan karena menurut pandangan mereka, hutan adalah lahan adat yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat adat dan keturunannya. Kini mereka tidak dapat lagi melaksanakan

Page 9: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

243

kegiatan perladangan atau memperluas lahan mereka. Ladang masyarakat yang diang-gap masuk ke dalam kawasan TNTN tetap dapat dikelola tetapi dengan pengawasan ketat dari pihak TNTN. Konflik sering timbul antara masyarakat yang merasa memiliki ladang dengan pihak TNTN yang melakukan pengawasan. Masyarakat pemilik ladang berkeinginan jika mereka harus meninggalkan lahan yang sela-ma ini mereka garap, maka ada ganti rugi yang diberikan oleh pi-hak TNTN.

Sebagian tokoh masyarakat di Desa LKB yang ikut mempra-karsai terbentuknya TNTN menganggap bahwa TNTN masih be-lum memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan ma-syarakat, khususnya dalam hal mengganti sumber-sumber ekono-mi yang hilang (Efendi, 2007). Sebagian besar masyarakat Desa LKB berpandangan bahwa keberadaan TNTN justru merugikan masyarakat (dari segi ekonomi, sosial, dan budaya). Oleh karena itu, partisipasi masyarakat Desa LKB dalam pengelolaan TNTN justru berubah menjadi tidak ada sama sekali, bahkan berubah menjadi partisipasi negatif. Hal ini terbukti dengan adanya be-berapa oknum perambah kawasan TNTN yang berasal dari desa tersebut. Menurut Efendi (2007), pada prinsipnya keberadaan TNTN cukup penting untuk dipertahankan. Namun dalam pan-dangannya, terbentuknya TNTN tidak seharusnya justru memati-kan sumber-sumber ekonomi masyarakat. Perlu ada penggantian sumber-sumber ekonomi yang hilang tersebut.

C. Konflik Masyarakat sekitar Kawasan dengan Gajah Liar

Gangguan gajah di Desa LKB sudah terjadi sejak dahulu. Gajah sering menggangu dan merusak tanaman milik masyarakat. Ma-syarakat desa tersebut dahulu cenderung dapat mengatasi gang-guan gajah dan dapat memprediksi datangnya gangguan terse-but. Hal itu dikarenakan kondisi hutan masih relatif baik se-hingga masih memberikan ruang gerak yang memadai untuk sat-wa di dalamnya. Sejak adanya konversi hutan menjadi kebun sa-wit dan HTI, gangguan gajah sulit diprediksi dan intensitasnya juga semakin tinggi.

Sebagian besar masyarakat di Desa LKB tidak setuju dengan adanya upaya memasukkan gajah-gajah liar baru ke TNTN karena gangguan gajah yang ada dalam kawasan TNTN selama ini belum dapat diatasi. Penambahan populasi gajah dikhawatir-kan akan makin mempertinggi intensitas gangguan gajah pada lahan-lahan milik masyarakat.

Pihak TNTN sebenarnya telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi gangguan gajah tersebut. TNTN bekerjasama dengan WWF membentuk tim pengusiran gajah (flying squad). Tim ini memanfaatkan gajah-gajah yang sudah terlatih untuk me-lakukan pengusiran gajah-gajah liar yang mengganggu. Masing-masing flying squad ditempatkan pada titik-titik rawan gajah liar keluar dari kawasan agar dapat diusir sebelum mereka masuk ke pemukiman masyarakat. Walaupun sudah ada pembentukan tim flying squad, gangguan gajah tetap saja merajalela. Hal utama yang menjadi penyebab adalah belum jelasnya batas kawasan TNTN karena belum dilakukan penatabatasan kawasan. Akibat-nya perambah telah

Page 10: 2817

PROSIDING EKSPOSE

244

masuk jauh ke dalam kawasan taman nasi-onal. Tim flying squad mengalami kesulitan karena walaupun ga-jah dihalau masuk ke dalam taman nasional, mereka akan kem-bali lagi karena areal jelajahnya di dalam kawasan telah diram-bah.

D. Rekomendasi Pengelolaan TNTN yang Partisipatif

TNTN mendapat dukungan dari masyarakat di awal terben-tuknya, karena merupakan hasil kesepakatan 22 desa di sekitar areal eks INHUTANI IV yang difasilitasi oleh WWF. Mereka ber-sepakat menjadikan areal eks INHUTANI IV tersebut sebagai ka-wasan taman nasional. Hal pokok yang mendasari dukungan masyarakat pada awal pembentukan TNTN adalah kesadaran me-reka untuk mempertahankan hutan yang masih tersisa. Kesadar-an ini muncul akibat semakin habisnya hutan di sekitar mereka oleh kegiatan penebangan yang dilakukan para pemegang konse-si HPH/HTI. Mereka merasa ikut terancam dengan semakin ha-bisnya hutan. Kesadaran ini sebenarnya merupakan potensi bagi TNTN untuk melakukan pengelolaan taman nasional secara parti-sipatif. Harus ada insentif yang dapat meningkatkan partispasi positif masyarakat.

Pengelolaan TNTN yang partisipatif mutlak menjadi suatu prasyarat dalam menjamin kelestarian taman nasional serta ter-angkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar taman nasional harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana penge-lolaan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

Masyarakat Desa LKB merupakan potensi bagi TNTN karena letaknya yang paling dekat dengan taman nasional dan desa ini menjadi salah satu pelopor terbentuknya TNTN. Oleh karena itu, TNTN perlu menyerap aspirasi dan keinginan warga disesuaikan dengan rencana pengelolaan yang berasaskan kelestarian. Hal ini sangat penting direalisasikan karena dapat menjadi insentif bagi masyarakat dalam pengelolaan TNTN. Diharapkan dengan ada-nya insentif dan keberpihakan ini dapat meningkatkan partisi-pasi masyarkat Desa LKB. Beberapa aspek yang harus menjadi perhatian utama adalah : 1. Perlu membuka kesempatan usaha bagi masyarakat di

sekitar kawasan TNTN yang kehilangan sumber ekonomi/mata pen-caharian akibat hilangnya akses mereka ke hutan sejak ter-bentuknya TNTN. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

a. Pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan mengembangkan potensi ekonomi yang ada seperti budidaya lebah madu be-serta pemasarannya. Pemberian izin khusus untuk mengambil hasil hutan bukan kayu guna memenuhi kebutuhan dasar ma-syarakat. Kegiatan ini dapat dilakukan di Zona Pemanfaatan Tradisional (ZPT).

b. Membuka peluang kerja bagi masyarakat di sekitar TNTN de-ngan merekrut mereka menjadi staf di taman nasional atau menjadikan mereka tenaga kerja pada perusahaan-perusa-haan yang memiliki konsesi di sekitar TNTN.

Page 11: 2817

Kajian Sosial Masyarakat…(D. Aji Wibowo dan Bakhdal)

245

Masyarakat per-lu dilibatkan dalam proyek-proyek yang sifatnya padat karya.

c. Mengembangkan potensi wisata alam berbasis ekowisata se-hingga terdapat pelibatan aktif masyarakat dalam pengelola-an TNTN sekaligus mengangkat taraf kesejahteraan mereka.

2. Pembuatan pal batas TNTN dan pemeliharaannya secara par-tisipatif. Program ini sangat mendesak untuk dilakukan kare-na masyarakat sekarang tidak mengetahui secara jelas batas-batas antara lahan milik mereka dan TNTN. Hal ini rawan me-nimbulkan perambahan dan konflik. TNTN harus menjadikan program ini sebagai prioritas untuk menjamin kepastian hu-kum kawasan.

3. Sosialisasi keberadaan TNTN. Sosialisasi harus melibatkan se-mua unsur masyarakat, bukan hanya perwakilan dari warga masyarakat. Hal ini penting karena sebagian besar masyara-kat tidak mengetahui keberadaan TNTN. Mereka hanya me-ngenal adanya kawasan WWF dan BKSDA.

4. Penanganan gangguan gajah perlu segera direalisasikan agar masyarakat sekitar TNTN dapat meningkat partisipasinya. Pi-hak TNTN perlu duduk bersama lagi dengan masyarakat un-tuk mengatasi berbagai kendala dalam penanganan gangguan gajah. Menurut pendapat masyarakat, gangguan gajah sudah ada pada tahap yang mengkhawatirkan.

5. Penegakan hukum terhadap para perambah dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini dapat menjadi shock therapy dan juga pembelajaran bahwa ada langkah serius da-lam upaya pengelolaan TNTN.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Perambahan di kawasan Desa Lubuk Kembang Bunga dido-rong oleh motif ekonomi yaitu pemenuhan kebutuhan hidup dan jual beli lahan. Hilangnya akses masyarakat ke hutan sejak ter-bentuknya TNTN menjadi beban sosial dan ekonomi yang berat bagi masyarakat yang sangat tergantung dari hutan di sekitar-nya. Hutan telah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya mereka.

Persepsi masyarakat Desa LKB terhadap keberadaan TNTN cenderung negatif karena mereka belum memperoleh kompen-sasi apapun atas hilangnya akses mereka terhadap hutan dan sumber perekonomian. Kondisi ini semakin bertambah berat de-ngan belum teratasinya gangguan gajah dari TNTN terhadap la-han mereka. Persepsi negatif dari masyarkat Desa LKB terhadap keberadaan TNTN menjadikan partisipasi mereka cenderung ne-gatif yaitu terjadinya perambahan.

Dalam upaya pengelolaan TNTN yang partispatif perlu meng-akses kembali aspirasi dan keinginan masyarakat yang telah mengalami perubahan sosial, ekonomi, dan budaya sejak terben-tuknya TNTN. Kompensasi diwujudkan dalam bentuk pemberda-yaan ekonomi dan sosial masyarakat. Gangguan gajah perlu se-gera diatasi dengan melibatkan masyarakat, Balai

Page 12: 2817

PROSIDING EKSPOSE

246

TNTN, dan per-usahaan-perusahaan di sekitar TNTN. Setiap pihak yang berkom-peten perlu dilibatkan untuk membantu mengurai konflik antara masyarakat dengan pihak TNTN. Hal ini penting sebagai insentif dalam peningkatan partispasi masyarakat dalam pengelolaan TNTN. Diharapkan dengan meningkatnya partispasi masyarakat sekitar TNTN, dapat dijadikan sebagai “sekutu” untuk mencegah tekanan lebih luas terhadap taman nasional tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2005. Profil Desa Lu-

buk Kembang Bunga Kecamatan Ukui. Kabupaten Pelela-wan. Pelelawan.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelelawan. 2005. Kecamatan Ukui dalam Angka. BPS Kabupaten Pelelawan. Pelelawan.

Budi, S. 2003. Hutan Tesso Nilo antara Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Gajah. http :// www.sinarharapan.co.id/ berita diakses tanggal 26 November 2007.

Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. http : //www.dephut.go.id. diakses tanggal 24 November 2007.

Departemen Kehutanan. 1998. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pe-lestarian Alam. http : //www.dephut.go.id diakses tanggal 24 November 2007.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2004. Siaran Pers Departemen Kehutan-an 3 Agustus 2004. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/ Skep/skmenhut diakses tanggal 26 November 2007.

Effendy, T. 2007. Komunikasi Pribadi. Kepala Desa Lubuk Kem-bang Bunga dan Sekretaris Forum Masyarakat Tesso Nilo. Lubuk Kembang Bunga. Pelelawan, Riau.

Kompas. 2006. Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo Terancam Gagal. http://www.kompas.com/kompas-cetak diakses tang-gal 26 November 2007.

Mariati, S. 2006. Taman Nasional Tesso Nilo. WWF Indonesia-BKSDA Riau. Pekanbaru.

Riyanto, B. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan da-lam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam. Lembaga Pengkajian Hukum dan Lingkungan. Bogor.

Suprahman, H. 2007. Komunikasi Pribadi. Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Pekanbaru. Riau.

Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo. 2006. Yayasan Taman Na-sional Tesso Nilo. Pekanbaru.