28 - sinta.unud.ac.id · penyelesaian sengketa secara menengahi. sedangkan secara etimologi,...
TRANSCRIPT
28
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PERBANKAN
DAN KREDIT MACET
2.1 Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan
2.1.1 Pengertian Mediasi Perbankan
Praktek transaksi yang terjadi diantara bank dan nasabah tidak terlepas
dari adanya resiko. Salah satu resiko yang sering terjadi yaitu sengketa antara
pihak bank dan nasabah. Ketika hubungan hokum antara bank dan nasabah mulai
tercipta, maka sejak itu terbuka kemungkinan sengketa antara para pihak.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah
sengketa yaitu melalui proses Mediasi. Mediasi merupakan salah satu pilihan
alternative yang digunakan pada saat sengketa yang terjadi antara nasabah dan
bank tidak dapat diselesaikan. Ciri utama mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus.
Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang berkembang pesat
di berbagai belahan dunia sejak tiga dasawarsa terakhir. Penggunaan mediasi tidak
hanya dilakukan di luar pengadilan oleh lembaga swasta dan swadaya masyarakat,
tetapi juga terintegrasi dalam sistem peradilan. Perkembangan mediasi merupakan
hal yang menggembirakan di tengah mandeknya mekanisme peradilan di dunia.26
Mediasi berasal dari bahasa Inggris “mediation” atau penengahan, yaitu
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
penyelesaian sengketa secara menengahi. Sedangkan secara etimologi, istilah
26 Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Penerbit Mandar Maju,Bandung, h. 1
28
29
mediasi berasal dari bahasa Latin, “mediare” yang berarti berada ditengah. Makna
ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator harus
berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa.
Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara
adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang
bersengketa.27
Prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan
melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non
intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh piha-
pihak yang bersengketa. Pihak ketiga disebut mediator atau penengah, mempunyai
tugas membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya,
tetapi tiak mempunyai kewenangan mengambil keputusan.28 Mediasi adalah salah
satu mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan (Out of Court Settlemen)
melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak
memihak.
Mediasi Perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan
mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian maupun
seluruh permasalahan yang disengketakan.
Di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pada bagian
menimbang tertulis “Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
27 Syahrizal Abbas, 2001, Mediasi Dalam Hukum Syariah,Hukum Adat, dan HukumNasional, Kencana, Jakarta, h. 1 dan 2
28 Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Gama Media, Yogyakarta, h. 58
30
sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih
besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan
memenuhi rasa keadilan.”
Hampir sama dengan pengertian tersebut, menurut Gary Goodpaster,
mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang
tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa
untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.
Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan sengketa antara para pihak namun dalam hal ini para pihak
menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan
persoalan-persoalan di antara mereka.29
Asumsinya adalah pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan
dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan
tingkah laku pribadi/individual para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau
informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif dan
dengan demikian membantu para peserta untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang dipersengketakan.
Dengan demikian, dalam sengketa yang salah satu pihaknya lebih kuat dan
cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting
untuk menyetarakannya. Kesepakatan yang dicapai melalui mediasi karena para
pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian. Mereka bersama-
sama merumuskan penyelesaian sengketa tanpa arahan konkret dari pihak ketiga
29 Syahrizal Abbas, op.cit, h.24
31
(mediator). Kekuatan mengikat dari hasil mediasi sama dengan sebuah perjanjian
karena dibuat berdasarkan kesepakatan bebas para pihak. Untuk itu, wajib
dilaksanakan dengan penuh itikad baik.30
Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3
Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi Perbankan
independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Sebenarnya di dalam PBI tidak
menyatakan definisi mediasi perbankan secara lengkap, karena Pasal 1 angka 5
hanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Mediasi” sebagai bentuk rumusan
lain yang tidak jauh berbeda dengan rumusan-rumusan yang ditemukan didalam
undang-undang atau pendapat para ahli.
Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan iktikad baik
para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik
ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya.
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan
pihak ketiga. Adapun beberapa karakteristik dari mediasi adalah sebagai berikut :
1. Interest accommodation/interest based-problem solving, penyelesaian
sengketa didasarkan pada terakomodasinya kepetingan-kepentingan pihak-
pihak yang bersengketa. Mekanisme ini lebih mengutamakan persamaan
dari pada perbedaan.
2. Voluntary and consensual, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa dengan menempuh melalui mediasi bersifat sukarela dan telah
disepakati oleh pihak yang bersengketa.
30 Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia,Yogyakarta, h..11
32
3. Procedural flexibility, prosedur yang ditempuh dalam proses untuk
mencapai kesepakatan bersifat informal, mudah, tidak ada suatu proses
yang baku atau standar yang harus diterapkan seperti dalam proses litigasi
di pengadilan atau arbitrase. Pada mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh
pihak-pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh Mediator.
4. Norm creating, penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma
hukum privat yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang
menjadi pokok sengketa. Di dalam mekanisme ini para pihak dengan
dibantu mediator dapat membangun norma-norma baru yang disepakati
para pihak sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa mereka.
5. Person-centered, untuk dapat mencapai kesepakatan sangat tergantung
dari
kemauan yang serius atau itikad baik dari para pihak untuk mencapai
kesepakatan. Kesepakatan tidak akan tercapai apabila dalam diri masing-
masing pihak masih ada keengganan untuk melanjutkan kerjasama.
6. Relationship-oriented, mekanisme mediasi dilaksanakan dalam hal para
pihak yang bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai
bahwa hubungan bisnis atau kerjasama diantara mereka masih bisa untuk
dilanjutkan.
7. Future focus, mediasi berfokus untuk mencapai kesepakatan karena para
pihak memahami bahwa jika konflik terus berlanjut maka para pihak akan
mengalami kerugian.
33
8. Private and confidential, sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme
mediasi adalah terutama dalam wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada
hukum perdata atau dagang.31
2.1.2 Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan
Bank indonesia telah menyediakan fasilitas lembaga mediasi perbankan
yang bertujuan untuk membantu para nasabah untuk dapat menyelesaikan
sengketanya kepada pihak bank. Sengeketa yang sering terjadi dalam dunia
perbankan adalah sengketa dalam persoalaan kredit, dimana permasalahan kredit
ini harus lah segera diselesaikan, karena dapat mengganggu kondisi bank tersebut.
Permasalahan sengketa diantara bank dan nasabah diaggap penting dan harus
segera diselesaikan, mediasi perbankan di harapkan dapat menyelesaikan sengketa
antara pihak bank dengan nasabah dengan cara yang cepat, sederhana, dan biaya
rinngan.
Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kecenderungan yang terjadi
dalam masyarakat saat ini terlihat bahwa mediasi sudah menjadi media
masyarakat untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang dialaminya. Hal ini
dapat diketahui dengan banyak berdirinya lembagalembaga yang menyediakan
jasa mediasi, misalnya Pusat Mediasi Nasional (PMN) dan IICT. Selain itu juga
dapat dilihat dengan adanya lembaga-lembaga arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa seperti pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
(BAPMI), BMAI.
31Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, 2010,2013, Aspek Hukum DalamEkonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, h. 89
34
Manfaat mediasi adalah sebagai berikut32:
1) Penyelesaian sengketa dilakukan melalui pendekatan nurani Para
pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum dan
menekankan pada nurani dan moral. Disamping itu para pihak
pendekatannya lebih membangun persamaan persepsi yang saling
menguntungkan daripada doktrin dan asas pembuktian.
2) Para pihak terlibat aktif dalam proses mencapai kesepakatan
Penyelesaian sengketa tidak diserahkan kepada mediator tetapi
oleh para pihak itu sendiri sesuai dengan kemauan mereka, karena
merekalah yang lebih tahu masalah yang dipersengketakan.
Mediator hanyalah berperan sebagai fasilitator dalam proses
menuju penyelesaian sengketa tersebut.
3) Waktu peyelesaian sengketa relatif pendek Waktu yang dibutuhkan
dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi umumnya pendek,
berkisar antara 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) minggu.
4) Biaya murah Biaya penyelesaian sengketa relatif murah, terutama
apabila dibandingkan dengan biaya penyelesaian sengketa melalui
pengadilan dan arbitrase.
5) Aturan pembuktian tidak perlu Dalam proses perundingan tidak
ada pertarungan sengit antara para pihak untuk saling menjatuhkan
pihak lawan melalui pembuktian yang formal seperti yang terdapat
dalam proses pengadilan.
32 Husein Umar, 2002, Makalah Dalam Seminar Alternatif Penyelesaian Sengketa:Mencermati Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnisdi Era Global, Pusat Mediasi Nasional (PMN), Jakarta, h. 8
35
6) Rahasia terjaga Penyelesaian sengketa melalui mediasi bersifat
rahasia dan tertutup untuk umum, sehingga yang mengetahui
perihal permasalahan yang bersangkutan hanyalah kedua belah
pihak yang bersengketa dan mediator saja.
7) Hubungan baik para pihak tetap terjaga Penyelesaian sengketa
menggunakan pendekatan nurani dan moral sehingga hubungan
baik para pihak dapat terjaga.
8) Para pihak bebas menentukan batasan substansi dan materi
Sebelum melakukan perundingan yang dibantu oleh seorang
mediator, para pihak bebas untuk menentukan batasan substansi
dan materi yang akan dicari penyelesaiannya.
9) Hasil yang dituju sama-sama menang Hasil penyelesaian sengketa
yang diharapkan oleh para pihak adalah sama menang atau win-
win solution. Hal tersebut dapat dicapai karena para pihak
menjauhkan diri dari sifat egois dan mau menang sendiri.
10) Bebas emosi dan dendam Keinginan para pihak untuk memilih
penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan mediator
sebagai penegah dapat meredam sifat emosional tinggi dari
masing-masing pihak yang bersengketa. Sehingga perundingan
berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan.
Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya,
karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan
mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal
36
pun, di mana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah
merasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu di dalam proses mediasi,
paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan
mempersempit perselisihan di antara mereka. Hal ini menunjukkan adanya
keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum
menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.
Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar hak-
hak nasabah dapat terpenuhi dengan baik dan setiap pihak yang bersengketa dapat
mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Terciptanya Peraturan
Bank Indonesia ini tentang Mediasi Perbankan diharapkan akan mencitptakan
iklim perbankan yang semakin kondusif. Tujuan dari pembentukan lembaga
mediasi perbankan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Tujuan Utama
a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian
sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat
diterima oleh pihak yang bersengketa.
b. Mencapai suatu penyelesaian masalah dan bukan kebenaran dan /
atau dasar hukum untuk diterapkan dalam suatu sengketa.
2. Tujuan Tambahan
a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai komunikasi yang
lebih baik antara para pihak yang bersengketa.
37
b. Menjadikan para pihak yanng bersengketa dapat mendengar,
memahami alasan / penjelasan / argumentasi yang menjadi dasar /
pertimbangan pihak lain.
c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat
mengurangi rasa marah / bermusuhan antara para pihak.
d. Memahami kekurangan / kelebihan / kekurangan masing-masing,
dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari
pihakpihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat
diterima para pihak.
Secara sempit tujuan diselenggarakannya Mediasi Perbankan ini adalah
untuk memaksa seluruh bank agar bersedia dan peduli dalam menyelesaikan
sengketa yang terjadi dengan nasabah kecil yang jika dibiarkan berlarut-larut
dapat berpotensi meningkatkan resiko repurtasi sebuah bank.
2.1.3 Unsur-unsur Mediasi Perbankan
Dikatakan sebagai mediasi perbankan adalah, dengan adanya unsur
sengketa dan pengaduan dari nasabah. Dalam kredit macet, terjadinya peristiwa
kredit macet ini lah yang menjadi suatu sengketa antara nasabah dengan bank.
Pengaduan yang diajukan oleh pihak nasabah kepada bank adalah seperti nasabah
yang tidak sanggup lagi melakukan pembayaran hutangnya beserta bunga,
sehingga pihak nasabah mengadukan hal ini dan meminta diadakannya mediasi
agar pihak nasabah bisa mendapatkan keringanan. Dalam proses penagihan
terkadang juga pihak nasabah mengadukan cara penagihan tersebut, seperti pihak
nasabah yang merasa malu dengan seringnya dilakukan kunjungan oleh pihak
38
bank. Mediasi perbankan memiliki beberapa unsur yang terdapat di dalamnya,
mediasi perbankan bersifat sebagai suatu alternatif dalam menyelesaikan
sengketa, yang merupakan keinginan para pihak yang bersengketa sendiri tanpa
adanya paksaan dari pihak mana pun, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa, adanya itikad baik dan adanya pihak ketiga.
Menurut Soebagjo, didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur dalam mediasi :
1. Adanya pihak (dua pihak atau lebih). Dengan demikian jika dalam suatu
proses mediasi hanya dijumpai adanya satu pihak yang bersengketa, maka
hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak yang
bersengketa. Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan tanggal 30 Januari 2006 merumuskan
“sengketa” adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau
perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah
melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Dari perumusan di atas, ada kesan
seolah-olah yang mempunyai sengketa hanyalah nasabah saja, sedangkan
bank tidak mempunyai sengketa. Anggapan lain adalah bahwa yang
tunduk untuk haarus menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi
hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur
penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan
sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak
39
akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan “sengketa”
seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006.
2. Unsur yang kedua adalah adanya unsur “sengketa” diantara para pihak.
Dimana, dalam PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan pada
Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa sengketa adalah permasalahan yang
diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara
mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan
nasabah oleh bank sebagaimana diatur dalam Perturan Bank Indonesia
tentang penyelesaian Pengaduan Nasabah.
3. Unsur yang ketiga adalah unsur Mediator yang membantu menyelesaikan
sengketa di antara para pihak. Dimana mediator adalah :
a. Seorang fasiliator yang akan membantu para pihak untuk mencapai
kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak. Mediator tidak akan
membuat keputusan tentang mana yang salah atau benar,
mengintruksikan para pihak tentang apa yang harus dilakikam atau
memaksakann para pihak untuk melaksanakan kesepakatan. Segala
bentuk komentar, pendapat, saran, pernyataan, atau rekomendasi yang
dibuat oleh mediator, bila ada, tidak dapat mengikat para pihak.
b. Mediator tidak memberikan nasehat atau pendapat hukum.
c. Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap
salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan
dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atas kasus yang sama.
40
d. Para pihak paham bahwa agar proses mediasi dapat berjalan dengan
baik, maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur.
Selanjutnya, segala bentuk komunikasi, negoisasi dan pernyataan baik
tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan
diperlakukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia. Oleh
sebab itu Mediator tidak akan membicarakan atau menyampaikan
halhal yang telah didiskusikan dalam proses mediasi ke pohak lain
tanpa izin para pihak.
e. Apabila memdiator menganggap bahwa permasalahan tidak dapat
diselesaikan melalui proses mediasi, maka proses mediasi berakhir
setelah mediator menyampaikan hal tersebut kepada para pihak.
Mediasi perbankan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan bagi kalangan perbankan saja. Sengketa yang terjadi haruslah
dalam ruang lingkup perbankan, yaitu antara nasabah dan bank. Bank sebagai
penghimpun dana masyarakat dan sebagai lembaga yang memberi pelayanan
kepada masyarakat, salah satu nya adalah pemberian kredit kepada masyarakat,
pasti tidak terlepas dari segala risiko, baik risiko yang ditimbulkan dari bank
maupun risiko yang ditimbulkan dari pihak nasabah.
Dari penjelasan diatas mengenai unsur-unsur mediasi, dapat disimpulkan
bahwa unsur adalah sebagai berikut :33
33HP Pangabean, 2002, Praktik Pengadilan Menangani Kasus Aset Yayasan (termasukasset lembaga keagamaan) dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif PenyelesaianSengketa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 103
41
1. Adanya pihak (dua atau lebih) yang bersengketa, jika dalam proses
mediasi hanya dijumpai satu pihak yang bersengketa, maka hal itu
menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur yang bersengketa.
2. Adanya unsur sengketa di antara para pihak.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung.
5. Mediasi bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Unsur tambahan lain yang terdapat dalam mediasi perbankan antara lain:
1. Sengketa yang dapat diajukan dalam mediasi perbankan adalah sengketa
keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.
2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil
penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh
kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial adalah
kerugian karena pencemaran nama naik dan perbuatan yang tidak
menyenangkan.
2.1.4 Dasar Hukum Mediasi Perbankan
Dasar hukum penerapan mediasi adalah sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai dasar idiologi negara Republik Indonesia yang
mempunyai salah satu azas musyawarah untuk mufakat.
42
2. UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia dimana azas musyawarah
untuk mufakat menjiwai pasal-pasal didalamnya.
3. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
4. PBI No. 8/5/PBI/2006
5. PBI No. 10/1/PBI/2008
6. Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No. 2 tahun 2003 yang telah
dirubah dengan PERMA No. 1 tahun 2008.
7. KUH Perdata
Pasal 1851 KUH Perdata menyatakan: “Perdamaian adalah suatu
perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara
yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu
perkara. Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara
tertulis”.
Pasal 1855 KUH Perdata: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri
perselisihan- perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para
pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau
umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat
mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan”.
Pasal 1858 KUH Perdata: “Segala perdamaian mempunyai di
antara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim
dalam tingkat yang penghabisan. Tidak dapatlah perdamaian itu
43
dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan
alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.
8. Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya diatur dalam satu pasal yakni
pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Meskipun Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, telah lebih mempertegas keberadaan lembaga
mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka
10 dinyatakan: “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. Akan tetapi, Undang-Undang ini tidak
mengatur dan memberikan definisi lebih rinci dari lembaga-lembaga alternatif
tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang Arbitrase.34
2.2 Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet
2.2.1 Pengertian Kredit Macet
Kredit berasal dari kata “credere” atau credo yang berarti kepercayaan.
Kredit pada umumnya diartikan sebagai suatu hutang atau peminjaman uang.
Konsep dari suatu kredit adalah memberikan pinjaman uang untuk digunakan oleh
seseorang yang kemudian dikembalikan setelah waktu tertentu berikut bunganya.
Pemberian kredit dapat dilakukan dengan atau tanpa jaminan, yang mana berupa
hipotik, gadai, hak tanggungan, dan fidusia.
34Susanti Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. TelagaIlmu Indonesia, Jakarta, h. 164-165
44
Dalam perkembangan pemberian kredit, yang paling tidak mengembirakan
bagi pihak adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit
bermasalah. Keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga
pinjaman oleh nasabah, terlihat pada tata usaha bank dan hal ini merupakan
kolektibitas dari kredit. Informasi dari tingkat kolektibitas akan sangat bergantung
bagi bank untuk kegiatan pengawasan terhadap masing-masing nasabah secara
individu maupun secara keseluruhan.
Kredit macet merupakan salah satu dari penggolongan kredit bermasalah.
Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk
menunjukan penggolongan kolektibilitas kredit yang menggambarkan kualitas
kredit itu sendiri. Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah
didasarkan pada kolektibitas kredit.35
Kolektibilitas adalah suatu pembayaran pokok atau bunga pinjaman oleh
nasabah sebagaimana terlihat tata usaha bank berdasarkan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia (BI) No. 32/268/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998,
maka kredit dapat dibedakan menjadi :
a. Kredit lancar
Kredit lancar yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak
ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. Kredit lancar
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu.
35Muhammad Djumhana, Op.Cit, h.427
45
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif.
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan uang tunai.
b. Kredit kurang lancar
Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau pembayaran
bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari
dari waktu yang telah disepakati. Kredit kurang lancar mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui
90 hari.
2) Frekuensi mutasi rendah.
3) Terjadi pelnggaran terhadap kontrak yang telah dijanjikan lebih dari 90
hari.
4) Terjadi mutasi masalah keuangan yang dihadapi debitur.
5) Dokumentasi pinjaman lemah.
c. Kredit diragukan
Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran
bunganya terdapat tunggakan yang telah melampaui 180 hari sampai 270
hari dari waktu yang disepakati. Kredit diragukan memiliki kriteria
sebagai berikut :
1) Terdapat tunggakan angusran pokok atau bunga yang telah melampaui
180 hari.
2) Terjadinya wanprestasi lebih dari 180 hari.
3) Terjadi cerukan yang bersifat permanen.
46
4) Terjadi kapitalisasi bunga.
5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian maupun
pengikat pinjaman.
d. Kredit macet
Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran
bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari atau 9 bulan.
Kredit macet mempunyai kriteria sebagai berikut :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 270 hari.
2) Kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru.
3) Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar, baik dari segi hukum
maupun dari segi kondisi pasar.
Dari pengertian kredit macet diatas, dapat dijelaskan lebih luas lagi bahwa
pengertian kredit macet adalah dimana kredit itu mengalami kesulitan dalam
pelunasan pembayaran akibat dari berbagai faktor-faktor ataupun ada unsur-unsur
sengaja yang disebabkan oleh kondisi atau seluruh kewajiban kepada pihak bank
sesuai seperti apa yang telah diperjanjikan. Kemudian dapat dikatakan kredit
macet ialah debitur tidak mampu lagi untuk mengangsur hutang pokoknya dan
bunganya dari hasil usaha yang dimodali dengan fasilitas kredit.36
36Mantayborbir,S., 2002, Hutang Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, PenerbitPustaka Bangsa, Medan, h.23
47
2.2.2 Unsur-Unsur Kredit Macet
Dari pengertian kredit macet, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang
tercantum dalam kredit macet antara lain :
a) Adanya kredit yang tidak memenuhi persyaratan sesuai yang
diperjanjikan.
b) Adanya kredit yang mengalami cidera janji dalam pembayaran kembali
sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau potensi kerugian.
c) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban terhadap
kreditur baik dalam bentuk pembayaran pokok, pembayaran bunga,
pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan.
d) Adanya kredit dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi
target yang diinginkan oleh pihak kreditur.
e) Adanya kredit yang dimana mengalami kesulitan atau kemungkinan
timbulnya resiko dikemudian hari bagi kreditur dalam arti luas.
2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kredit Macet
Faktor-faktor kredit macet adalah hal-hal yang ikut menyebabkan suatu
keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh
kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Kredit yang
digolongkan dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut :
48
a. Berdasarkan prospek usaha
1. Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami penurunan
dan sulit untuk pulih kembali.
2. Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun.
3. Manajemen yang sangat lemah.
4. Terjadi kemogokan tenaga kerja yang sangat sulit untuk diatasi.
b. Berdasarkan keuangan debitur
1. Mengalami kerugian yang besar.
2. Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha
tidak dapat dipertahankan.
3. Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
4. Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
c. Berdasarkan kemampuan membayar
1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah
melampaui 270 hari.
2. Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada.
Faktor-faktor penyebab kredit macet adalah sebagai berikut :
a. Faktor eksternal bank
1. Adanya maksud tidak baik dari para debitur yang diragukan.
2. Adanya kesulitan atau kegagalan dalam proses likuiditas dari
perjanjian kredit yang telah disepakati antara debitur dengan bank.
3. Kondisi manajemen dan lingkungan usaha debitur.
4. Musibah (misalnya : kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha.
49
b. Faktor internal bank
1. Kurang adanya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit.
2. Tidak adanya kebijakan perkreditan pada bank yang bersangkutan.
3. Pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank
menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan.
4. Lemahnya organisasi dan manajemen dari bank yang bersangkutan.