21957734-makalah

15
Karakteristik Bioflokulan MBFA9 dan Penggunaannya dalam Pengolahan Limbah Tepung Kanji I. Pendahuluan Bioflokulan (flokulan mikroba) merupakan polimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme selama pertumbuhannya. Dalam beberapa tahun terakhir, studi bioflokulan telah mendapatkan perhatian yang luas. Beberapa mikroorganisme, seperti Rhodococcus erythropolis (Takeda, dkk. 1991; Kurane, dkk. 1994), Paecilomyces (Hiroaki dan Kiyoshi 1985), Klebsiella pneumoniae (Nakata dan Kurane 1999), Citrobacter (Ike, dkk. 2000), telah diteliti dapat menghasilkan bioflokulan. Akan tetapi, kemampuan flokulasi yang rendah dan dosis pemakaian yang tinggi menjadi masalah utama dalam pengembangan bioflokulan-bioflokulan tersebut pada pengolahan limbah. Dalam pengolahan limbah, koagulasi dan flokulasi adalah metode yang efektif dan mudah untuk menghilangkan zat padat tersuspensi. Banyak koagulan/flokulan, meliputi aluminium sulfat, feri klorida, dan poliakrilamida (PAM), telah digunakan secara luas, meskipun untuk menghilangkan zat-zat organik, zat-zat tersebut bersifat toksik khususnya dalam industri fermentasi dan makanan. Bioflokulan berpotensi besar untuk digunakan dalam industri-industri tersebut karena bersifat nontoksik, tidak berbahaya, dan tidak menimbulkan polusi sekunder. Limbah tepung kanji adalah salah satu limbah cair yang lazim dalam industri makanan. Selama produksi tepung kanji, limbah tepung kanji dihasilkan dalam proses pemisahan kanji dari kulit jagung dengan cara mengayak, yang mengandung banyak suspensi hasil ayakan dan hampir semua protein jagung tertahan di dalam limbah. Pemerolehan kembali zat padat tersuspensi tidak hanya mengurangi jumlah polutan ketika pembuangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan bagi pabrik karena zat padat yang diperoleh kembali dapat digunakan sebagai makanan tambahan bagi hewan. Pada kebanyakan pabrik tepung kanji, pemisahan dengan cara pengendapan biasanya bertujuan untuk memperoleh kembali zat padat tersuspensi, tetapi waktu pengendapan biasanya sangat lama dan efisiensi pemisahan rendah. Oleh karena itu, flokulan biasanya digunakan untuk meningkatkan atau mempercepat proses pengendapan zat padat tersuspensi dalam limbah tepung kanji. Penggunaan flokulan konvensional menimbulkan beberapa efek merugikan pada hewan dan lingkungan, sehingga aplikasinya dalam masalah ini tidak 1

Upload: ardhy-awink

Post on 05-Dec-2014

49 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 21957734-Makalah

Karakteristik Bioflokulan MBFA9 dan Penggunaannya dalam Pengolahan Limbah Tepung Kanji

I. Pendahuluan

Bioflokulan (flokulan mikroba) merupakan polimer yang dihasilkan oleh

mikroorganisme selama pertumbuhannya. Dalam beberapa tahun terakhir, studi bioflokulan

telah mendapatkan perhatian yang luas. Beberapa mikroorganisme, seperti Rhodococcus

erythropolis (Takeda, dkk. 1991; Kurane, dkk. 1994), Paecilomyces (Hiroaki dan Kiyoshi

1985), Klebsiella pneumoniae (Nakata dan Kurane 1999), Citrobacter (Ike, dkk. 2000),

telah diteliti dapat menghasilkan bioflokulan. Akan tetapi, kemampuan flokulasi yang

rendah dan dosis pemakaian yang tinggi menjadi masalah utama dalam pengembangan

bioflokulan-bioflokulan tersebut pada pengolahan limbah.

Dalam pengolahan limbah, koagulasi dan flokulasi adalah metode yang efektif dan

mudah untuk menghilangkan zat padat tersuspensi. Banyak koagulan/flokulan, meliputi

aluminium sulfat, feri klorida, dan poliakrilamida (PAM), telah digunakan secara luas,

meskipun untuk menghilangkan zat-zat organik, zat-zat tersebut bersifat toksik khususnya

dalam industri fermentasi dan makanan. Bioflokulan berpotensi besar untuk digunakan

dalam industri-industri tersebut karena bersifat nontoksik, tidak berbahaya, dan tidak

menimbulkan polusi sekunder.

Limbah tepung kanji adalah salah satu limbah cair yang lazim dalam industri

makanan. Selama produksi tepung kanji, limbah tepung kanji dihasilkan dalam proses

pemisahan kanji dari kulit jagung dengan cara mengayak, yang mengandung banyak

suspensi hasil ayakan dan hampir semua protein jagung tertahan di dalam limbah.

Pemerolehan kembali zat padat tersuspensi tidak hanya mengurangi jumlah polutan ketika

pembuangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan bagi pabrik karena zat padat yang

diperoleh kembali dapat digunakan sebagai makanan tambahan bagi hewan. Pada

kebanyakan pabrik tepung kanji, pemisahan dengan cara pengendapan biasanya bertujuan

untuk memperoleh kembali zat padat tersuspensi, tetapi waktu pengendapan biasanya

sangat lama dan efisiensi pemisahan rendah. Oleh karena itu, flokulan biasanya digunakan

untuk meningkatkan atau mempercepat proses pengendapan zat padat tersuspensi dalam

limbah tepung kanji. Penggunaan flokulan konvensional menimbulkan beberapa efek

merugikan pada hewan dan lingkungan, sehingga aplikasinya dalam masalah ini tidak

1

Page 2: 21957734-Makalah

dianjurkan. Dalam makalah ini, dijelaskan mengenai pengembangan bioflokulan MBFA9

dan aplikasinya dalam pengolahan limbah tepung kanji.

II. Kajian Teoritis

Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi dan flokulasi merupakan dua cara yang digunakan untuk menghilangkan

partikel-partikel yang dapat menimbulkan warna pada sumber air, menyebabkan

kekeruhan, dan menyebabkan adanya bakteri dan virus, juga ada yang bersifat patogen bagi

organisme. Proses koagulasi dan flokulasi digunakan untuk mengolah partikel-partikel

kecil (koloid) dalam rentang ukuran 0,001-1,0 µm. Partikel-partikel koloid ini secara

khusus mempunyai luas permukaan yang besar dan biasanya bermuatan negatif.

Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel-partikel koloid berukuran kecil

melalui reaksi (gaya) kimia sehingga partikel-partikel terkumpul dalam ukuran yang lebih

besar dan dapat terendapkan. Sedangkan flokulasi adalah proses pengumpulan partikel-

partikel menjadi ukuran yang lebih besar lagi sehingga partikel terendapkan lebih cepat.

Zat-zat yang digunakan untuk keperluan proses koagulasi/flokulasi tersebut dinamakan

koagulan/flokulan.

Koagulan/Flokulan

Fungsi utama koagulan adalah untuk mendestabilkan partikel-partikel koloid dan

memperkuat flok-flok untuk menghindari pecahnya flok. Berbagai zat kimia yang dapat

digunakan sebagai koagulan/flokulan digolongkan ke dalam koagulan anorganik dan

koagulan organik.

Koagulan anorganik yang paling banyak digunakan adalah aluminium sulfat (alum,

Al2(SO4)3), polialuminium klorida, feri sulfat, fero sulfat, feri klorida, natrium aluminat,

kapur (Ca(OH)2). Sementara koagulan organik digolongkan menjadi koagulan organik

sintetik dan koagulan organik alam. Koagulan organik sintetik meliputi koagulan polimer

nonionik seperti poliakrilamida, koagulan polimer kationik seperti polivinilamina, dan

koagulan polimer anionik. Sedangkan koagulan organik alam diantaranya adalah koagulan

protein, karbohidrat, dan tannin yang sering disebut sebagai bioflokulan.

2

Page 3: 21957734-Makalah

Bioflokulan

Bioflokulan adalah flokulan yang berasal dari organisme hidup yakni dari tumbuhan

dan bakteri. Berdasarkan komposisinya terdapat beberapa bioflokulan diantaranya

bioflokulan polisakarida, bioflokulan protein, dan bioflokulan glikoprotein.

Metode Analisis Komposisi Bioflokulan

Adapun komposisi kimia dalam bioflokulan dapat ditentukan dengan metode-

metode tertentu. Berikut ini adalah metode-metode yang dapat digunakan dalam penentuan

karbohidrat dan protein secara umum.

a. Penentuan Karbohidrat Total

1. Metode Kromatografi dan Elektroforesis

Metode kromatografi adalah metode analitis dalam penentuan jenis dan konsentrasi

karbohidrat. Kromatografi Lapis Tipis (TLC), kromatografi gas (GC), dan

Kromatografi Cair Tekanan Tinggi (HPLC) biasa digunakan untuk memisahkan dan

mengidentifikasi karbohidrat (monosakarida dan oligosakarida). HPLC dan GC

biasanya digunakan bersama-sama dengan NMR atau Spektrometri Massa sehingga

struktur kimia molekul dapat ditentukan.

Karbohidrat juga dapat dipisahkan melalui metode elektroforesis setelah sebelumnya

diderivatisasi untuk membuatnya bermuatan, contohnya melalui reaksi dengan borat.

2. Metode Titrasi

Metode Lane-Eynon adalah salah satu contoh metode titrasi yang dapat digunakan

untuk menentukan konsentrasi gula pereduksi. Metode ini menggunakan pereaksi

larutan CuSO4 mendidih yang diketahui konsentrasinya dan metil biru sebagai

indikator. Gula pereduksi dalam karbohidrat bereaksi dengan CuSO4 yang ditandai

dengan perubahan warna indikator metil biru dari biru menjadi putih.

3. Metode Gravimetri

Metode Munson dan Walker adalah contoh metode gravimetri yang digunakan untuk

menentukan konsentrasi gula pereduksi. Karbohidrat dioksidasi oleh CuSO4 berlebih

dalam keadaan panas dan pada kondisi basa tartrat yang dikontrol sedemikian rupa

sehingga membentuk endapan oksida tembaga (CuO2).

Gula pereduksi + Cu2+ + basa gula teroksidasi + CuO2

3

Page 4: 21957734-Makalah

Jumlah endapan oksida tembaga yang terbentuk identik dengan konsentrasi gula

pereduksi yang dianalisis. Konsentrasi endapan ditentukan secara gravimetri (melalui

filtrasi, pengeringan, dan penimbangan), atau secara titrasi (melalui pelarutan kembali

endapan dan dititrasi dengan indikator yang cocok).

4. Metode Kolorimetri

Metode Anthrone adalah contoh metode kolorimetri yang digunakan untuk

menentukan konsentrasi gula total. Gula bereaksi dengan reagen anthrone pada

kondisi asam membentuk warna hijau-biru. Sampel dicampur dengan asam sulfat dan

reagen anthrone kemudian dididihkan hingga reaksi sempurna. Larutan kemudian

didinginkan dan absorbansinya diukur pada 620 nm.

Metode asam sulfat-fenol juga sering digunakan dalam penentuan konsentrasi

karbohidrat total. Larutan karbohidrat yang akan dianalisis direaksikan dengan fenol

dan asam sulfat yang memberikan warna kuning-oren kemudian absorbansinya diukur

pada 420 nm. Konsentrasi karbohidrat diperoleh melalui perhitungan berdasarkan

kurva absorbansi larutan standar yang diketahui konsentrasinya.

5. Metode Polarimetri

Metode ini adalah metode penentuan karbohidrat secara fisis. Konsentrasi karbohidrat

di dalam sampel yang tidak diketahui ditentukan dengan mengukur sudut rotasi dan

membandingkannya dengan kurva kalibrasi.

6. Metode Indeks Bias

Cara fisis lainnya yang dapat digunakan untuk menentukan kandungan karbohidrat

dalam sampel adalah metode indeks bias. Indeks bias zat cair dapat ditentukan dengan

mudah melalui pengukuran sudut bias secara optis antara cairan dan padatan yang

indeks biasnya diketahui. Indeks bias larutan karbohidrat meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi sehingga dapat digunakan untuk mengukur jumlah

karbohidrat yang ada. Indeks bias bergantung pada suhu dan panjang gelombang.

Pengukuran biasanya dilakukan pada suhu 20oC dan panjang gelombang 589,3 nm.

7. Metode Kerapatan

Metode ini juga tergolong ke dalam metode fisis. Konsentrasi karbohidrat dapat

ditentukan dengan pengukuran kerapatan, misalnya menggunakan botol kerapatan

4

Page 5: 21957734-Makalah

atau hidrometer. Kerapatan larutan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

karbohidrat.

8. Metode Inframerah

Metode fisis lainnya adalah metode inframerah. Penentuan karbohidrat dilakukan

dengan mengukur intensitas gelombang inframerah yang terefleksi dari permukaan

sampel. Semakin besar absorbansi, semakin rendah daya refleksinya.

b. Penentuan Asam Uronat

1. Metode Asam Sulfat-Fenol

Asam uronat dapat ditentukan menggunakan metode asam-sulfat fenol seperti yang

digunakan pada penentuan karbohidrat secara total. Hanya saja absorbansi larutan

diukur pada 480 nm.

2. Metode Asam Sulfat-Karbazol

Metode ini tidak memerlukan proses hidrolisis terlebih dahulu sebelum analisis

dilakukan. Sampel direaksikan dengan reagen karbazol dan reagen tetraborat dalam

asam sulfat pekat dengan cara dididihkan. Absorbansi larutan diukur pada 530 nm.

c. Penentuan Gula Netral

Metode asam sulfat-fenol juga dapat digunakan untuk menentukan kandungan gula

netral tanpa menghidrolisis sampel terlebih dahulu. Sampel direaksikan dengan reagen

fenol dan asam sulfat pekat menghasilkan larutan berwarna. Absorbansi larutan diukur

pada 490 nm. Larutan manosa digunakan sebagai standar untuk menghitung konsentrasi

sampel berdasarkan kurva standar pada berbagai konsentrasi.

Disamping itu, metode asam sulfat-karbazol juga dapat digunakan untuk menentukan

kandungan gula netral seperti pada penentuan asam uronat di atas. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa kedua cara ini (asam sulfat-fenol dan asam sulfat-karbazol) dapat

digunakan untuk menentukan kandungan asam uronat dan gula netral.

d. Penentuan Gula Amino

Adapun metode yang dapat digunakan dalam penentuan gula amino yang dapat

disebutkan di sini adalah metode Elson-Morgan. Metode ini didasarkan pada reaksi

senyawa gula amino (sebagai contoh 2-amino-2-deoksi-D-glukosa) dengan 2,4-

pentanadion atau etil asetoasetat menghasilkan produk yang dapat berkondensasi

5

Page 6: 21957734-Makalah

dengan reagen Ehrlich (larutan p-dimetilamino-benzaldehida) memberikan warna

merah jambu.

e. Penentuan Protein

1. Metode Biuret

Menurut metode ini, pada suasana basa, senyawa kompleks berwarna ungu terbentuk

dari senyawa-senyawa yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida dengan

keberadaan garam tembaga. Untuk keperluan kuantitatif, larutan berwarna yang

dihasilkan diukur absorbansinya pada 540-560 nm. Konsentrasi protein dihitung

berdasarkan kurva kalibrasi larutan standar.

2. Metode Lowry-Folin

Prinsip penentuan konsentrasi protein berdasarkan metode Lowry adalah reaktivitas

nitrogen peptida dengan ion-ion tembaga (II) pada kondisi basa dan reduksi asam

fosfomolibdikfosfotungstik dari reagen Folin-Ciocalteay menjadi

heteropolimolibdenum biru oleh tembaga pengkatalis reaksi oksidasi asam-asam

aromatik.

Sampel protein bereaksi dengan larutan tembaga (II), natrium karbonat, dan reagen

Folin-Ciocalteay (terdiri dari campuran senyawa Na2WO4.2H2O, Na2MoO4.2H2O,

H3PO4 85%, HCl pekat, LiSO4, dan air brom) membentuk larutan berwarna.

Absorbansi diukur pada 750 nm (untuk konsentrasi protein yang diduga rendah) atau

500 nm (untuk konsentrasi protein tinggi). Konsentrasi protein dihitung berdasarkan

kurva kalibrasi larutan standar.

Metode Penentuan Berat Molekul Polimer

Berat molekul suatu polimer termasuk karbohidrat dan protein dapat ditentukan

dengan berbagai cara diantaranya yang dapat disebutkan di sini adalah :

1. Berdasarkan sifat koligatif larutan seperti penurunan titik beku, penurunan tekanan

uap, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.

2. Viskositas kapiler intrinsik, melalui pengukuran waktu alir larutan di dalam

viskositas kapiler. Berat molekul larutan dihitung melalui persamaan :

[η] = K Ma

dimana [η] adalah viskositas intrinsik yang diperoleh dari percobaan, K dan a

adalah konstanta (dapat dilihat dari literatur), dan M adalah berat molekul larutan.

6

Page 7: 21957734-Makalah

III. Eksperimental

Karakterisasi Bioflokulan MBFA9

Penentuan Aktivitas Flokulasi Bioflokulan MBFA9

Sejumlah 0,5 g tanah liat kaolin (diameter rata-rata 4 µm) dilarutkan dalam 100 mL

air deionisasi dan 0,01 mL bioflokulan ditambahkan ke dalam suspensi kaolin. Campuran

dikocok pada 60 rpm selama 30 detik dengan vortex mixer dan dibiarkan selama 5 menit.

Absorbansi supernatan dan blanko tanpa bioflokulan diukur pada 550 nm (berturut-turut

sebagai OD550 dan ODblank) dengan spektrofotometer. Laju flokulasi didefinisikan dan

dihitung sebagai berikut :

Laju flokulasi (%) = (ODblank – OD550) / ODblank x 100 % (1)

Uji Toksisitas Bioflokulan MBFA9

Enam puluh ekor tikus putih (20±2 g) berumur satu bulan diambil dari Universitas

Kesehatan China. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi dua kelompok secara acak tanpa

melihat jenis kelamin, jantan atau betina. Tikus kelompok pertama diberi makanan yang

mengandung bioflokulan, sedang tikus kelompok kedua diberi makanan tanpa bioflokulan.

Tikus-tikus tersebut ditempatkan di dalam sebuah ruangan dimana suhu dipertahankan

22oC, dan kelembaban relatif 55%. 1 g bioflokulan per berat (kg) hewan per hari digunakan

dengan cara melarutkannya ke dalam air dan dicampur dalam makanan. Tikus-tikus

tersebut dibiarkan selama 15 hari kemudian posturnya, gigitan dan sup, pergerakan, dan

beratnya diamati.

Analisis Komposisi Bioflokulan

Keberadaan dan kandungan gula (karbohidrat secara umum) dalam bioflokulan

ditentukan melalui metode asam sulfat-fenol menggunakan glukosa sebagai larutan standar

(Chaplin dan Kennedy 1994). Keberadaan protein ditentukan melalui metode Lowry-Folin.

Kandungan gula netral, asam uronat, dan gula amino di dalam bioflokulan ditentukan

setelah hidrolisis dengan asam sulfat. Metode asam sulfat-fenol dan asam sulfat-karbazol

digunakan berturut-turut untuk menentukan kandungan asam uronat dan gula netral,

sedangkan gula amino diukur melalui metode Elson-Morgan (Chaplin dan Kennedy 1994).

7

Page 8: 21957734-Makalah

Berat molekul rata-rata bioflokulan ditentukan melalui viskositas kapiler (0,5 mm) pada

suhu 30oC.

Uji Flokulasi Limbah Tepung Kanji

Limbah tepung kanji diambil dari aliran kolam pengendapan di Nanta Starch

Company (Shenyang, China). Zat padat tersuspensi dan COD limbah tepung kanji tersebut

berturut-turut sebesar 2145 mg/L dan 6222 mg/L. 475 mL sampel limbah tepung kanji dan

25 mL larutan CaCl2 1% dicampur di dalam beaker 1000 mL, kemudian pH diatur dengan

larutan HCl atau NaOH seperlunya (hingga pH cenderung netral, 6-8). Flokulan kemudian

ditambahkan ke dalam limbah, lalu campuran dikocok pada 200 rpm selama 1 menit, dan

kemudian pada 60 rpm selama 5 menit. Limbah dibiarkan mengendap selama 5 menit dan

supernatan diambil untuk dianalisis.

IV. Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Bioflokulan MBFA9

Aktivitas Flokulasi Bioflokulan MBFA9

Laju flokulasi bioflokulan MBFA9 untuk suspensi kaolin adalah 99,6% tanpa efek

sinergistik dari Ca2+, Al3+, dan lain-lain. Bioflokulan ini dihasilkan selama proses

pertumbuhan bakterinya. Kurva pertumbuhan bakteri, laju flokukasi, viskositas, dan variasi

pH ditunjukkan pada Gambar 1.

8

Page 9: 21957734-Makalah

Gambar 1. Kurva Hubungan Waktu Pengembangan dengan Pertumbuhan Bakteri (OD660, persegi ), Laju Flokulasi (lingkaran), pH

(segitiga atas), dan Viskositas (segitiga bawah) dalam rotary shaker pada 150 rpm, 30oC selama 84 jam.

Kurva laju flokulasi sejalan dengan kurva pertumbuhan. Laju flokulasi meningkat seiring

meningkatnya waktu pengembangan, mengindikasikan bahwa bioflokulan dihasilkan oleh

bakteri A-9 selama pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh fakta bahwa laju flokulasi

meningkat dengan cepat secara logaritma selama waktu pertumbuhan (dari 24 jam hingga

60 jam), mencapai 94,7% pada 60 jam. Viskositas kultur jaringan meningkat seiring

meningkatnya waktu pengembangan, dari 0,68 mPa s pada awalnya hingga 316 mPa s pada

84 jam. Meningkatnya viskositas bioflokulan disebabkan oleh tingginya berat molekul

polimer yang dihasilkan oleh bakteri A-9 selama waktu pertumbuhan. Dalam Gambar 1

juga ditunjukkan bahwa pH bioflokulan berkurang dari 8,0 hingga 6,73 seiring

meningkatnya waktu pengembangan dari 0 hingga 84 jam, yang menunjukkan bahwa

beberapa asam organik dihasilkan dan dibebaskan ke dalam medium oleh A-9 selama

pertumbuhan.

Dosis Pemakaian Bioflokulan MBFA9

9

Waktu Pengembangan (jam)

Laj

u F

loku

lasi

(%

)

Vis

kos

itas

(m

Pa.

s)

pH

Page 10: 21957734-Makalah

MBFA9 merupakan flokulan yang efektif dengan dosis pemakaian yang rendah.

Untuk suspensi kaolin, hubungan antara laju flokulasi dan dosis bioflokulan ditunjukkan

pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Hubungan Antara Dosis Bioflokulan MBFA9 dengan Laju Flokulasi untuk 5 g/L Suspensi Kaolin.

Ditunjukkan bahwa laju flokulasi dapat mencapai 99,6% dengan dosis bioflokulan hanya

0,1 mL/L. Sedangkan bioflokulan lain memerlukan dosis pemakaian yang besar untuk

memflokulasi suspensi kaolin. Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa dosis bioflokulan

yang digunakan untuk memflokulasi suspensi kaolin biasanya berkisar pada rentang 1,0

hingga 150 mL/L, dan ion-ion Ca2+, Fe3+, atau Al3+ digunakan sebagai koagulan pembantu

untuk mencapai laju flokulasi yang tinggi.

Bakteri Penghasil

Bioflokulan

Konsentrasi

Optimum

Laju Flokulasi

(%)

Ion Tambahan Referensi

10

Laj

u F

lok

ula

si (

%)

Dosis Bioflokulan (mL/L)

Page 11: 21957734-Makalah

(mL/L)Alcaligenes sp.

Rhodococcus erythropolis

Alcaligenes latus

Bacillus coagulants As101

Bacillus licheniformis

Citrobacter sp.

Klebsiella sp.

Streptomyces griseus

Bacillus mucilaginosus

20

5

1

40

150

100

10

40

0,1

90

5,6

8,8

90

8,5

98,4

1,38

78

99,6

Ca2+

Ca2+

Ca2+

Ca2+, Fe3+, Al3+

Ca2+, Fe3+, Al3+

Tanpa penambahan ion

Ca2+

Ca2+

Tanpa penambahan ion

Wang, dkk. (1994)

Kurane, dkk. (1986)

Kurane, dkk. (1991)

Salehizadeh, dkk. (2000)

Shih, dkk. (2001)

Fujita, dkk. (2000)

Dermlim (1999)

Shimofururuya, dkk. (1996)

Makalah ini

Table 1. Dosis Bioflokulan Berbeda untuk Memflokulasi Suspensi Kaolin

Toksisitas Bioflokulan MBFA9

Ketika tikus putih diberi makanan yang mengandung bioflokulan MBFA9 selama

15 hari, kenormalan terlihat pada postur, gigitan dan sup, dan aktivitas lainnya, dan tidak

nyata perbedaan berat di antara tikus pada kedua kelompok. Hal ini mengindikasikan

bahwa bioflokulan MBFA9 tidak menunjukkan efek toksisitas akut, sekurang-kurangnya

terhadap tikus putih tersebut.

Karakteristik Lain Bioflokulan MBFA9

5 mL bioflokulan MBFA9 dipanaskan di dalam tabung reaksi pada 100oC di udara

selama 30 menit dan laju flokulasinya telah diteliti. Hasilnya menunjukkan bahwa laju

flokulasinya masih mencapai hampir 99%. Hal ini menunjukkan bahwa MBFA9 adalah

bioflokulan yang stabil pada kondisi panas. Sebagai perbandingan, bioflokulan protein

biasanya tidak stabil pada kondisi panas, karena protein dapat rusak jika dipanaskan;

misalnya, kemampuan flokulasi bioflokulan protein NOC-1 yang dihasilkan oleh R.

erythropolis berkurang 50% setelah 30 menit pemanasan pada 100oC (Takeda, dkk. 1991).

Komposisi Bioflokulan MBFA9

Dari studi mengenai komponen-komponen bioflokulan MBFA9, kandungan gula

total ditemukan sebanyak 93% (b/b) dan tidak ada protein yang terdeteksi, menunjukkan

bahwa bioflokulan ini sebagian besar terdiri dari polisakarida. Analisis terhadap

kandungan gula-gula yang berbeda dalam polisakarida ini menunjukkan bahwa kandungan

gula netral, asam uronat, dan gula amino, berturut-turut adalah 47,4%, 19,1%, dan 2,7%.

Berat molekul rata-rata bioflokulan diperhitungkan 2,6x106 melalui metode viskositas.

11

Page 12: 21957734-Makalah

Bioflokulan murni dianalisis dengan spektrofotometri inframerah, dan hasilnya

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum Inframerah Bioflokulan MBFA9 Murni.

Spektrum menunjukkan puncak absorpsi yang jelas pada panjang gelombang 3420, 2926,

1733, 1615, 1415, dan 1250 cm-1. Pita absorpsi vibrasi stretching O-H yang melebar

diidentifikasi pada 3420 cm-1 dan pita vibrasi stretching C-H lemah pada 2926 cm-1. Puncak

pada 1733 cm-1 adalah puncak karakteristik dari vibrasi stretching C=O dalam COOH, dan

pita-pita pada 1615 cm-1 dan 1415 cm-1, berturut-turut adalah C=O asimetri dan stretching

karboksilat simetri (Dermlim et al. 1999), mengindikasikan keberadaan gugus karboksil di

dalam Bioflokulan MBFA9. Puncak absorpsi pada 1250 cm-1 adalah indikasi dari

stretching C-O dalam eter atau alkohol.

Keberadaan gugus karboksil di dalam rantai molekul bioflokulan ini menyebabkan

rantai molekul meregang karena gaya tolak elektrostatik dan rantai molekul yang meregang

ini menyediakan banyak bagian efektif bagi masuknya partikel.

Pada proses flokulasi, molekul-molekul flokulan mengadsorbsi partikel-partikel

koloid. Ketika MBFA9 mendekati partikel-partikel dalam larutan, gaya tarik akan

mengatasi gaya tolak elektrostatik. Awalnya, gaya van der Waals bertindak sebagai gaya

tarik, kemudian gugus-gugus OH, COOH, COO- dari bioflokulan dan gugus-gugus H+, OH-

pada permukaan partikel akan membentuk ikatan hidrogen karena rantai bioflokulan

12

Tra

nsm

ita n

si (

%)

Panjang Gelombang (cm-1)

Page 13: 21957734-Makalah

mendekati permukaan partikel. Ikatan kimia juga terbentuk antara gugus karboksil dari

bioflokulan dengan ion-ion pembantu proses flokulasi seperti Ca2+ dan Al3+ jika digunakan.

Pengolahan Limbah Tepung Kanji Menggunakan Bioflokulan MBFA9

Pengaruh CaCl2 dan bioflokulan MBFA9 pada sifat-sifat pengendapan limbah

tepung kanji ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva Pengendapan Limbah Tepung Kanji. Lingkaran 0,5 g/L CaCl2, segitiga atas 0,5 g/L CaCl2 dan 0,2 ml/L MBFA9,

segitiga bawah 0,2 ml/L MBFA9, persegi tanpa zat kimia.

Tanpa penambahan zat kimia tertentu, laju penghilangan partikel dalam limbah tepung

kanji terjadi sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan berat partikel yang kecil.

Setelah 30 menit pengendapan, volume zat padat berkurang menjadi 86 mL dari total 100

mL limbah. Ketika CaCl2 ditambahkan ke dalam limbah, banyak flok kecil dihasilkan dan

kecepatan pengendapan partikel meningkat. Setelah 10 menit pengendapan, volume

endapan tinggal 41 mL. Volume berkurang selanjutnya menjadi 21 mL dalam 20 menit

berikutnya. Ketika CaCl2 dan MBFA9 keduanya ditambahkan ke dalam limbah, flok-flok

menjadi lebih besar dan lebih padat serta kecepatan pengendapan meningkat. Volume

endapan mencapai 22 mL setelah pengendapan selama 0,5 menit, dan menjadi 11 mL

setelah 30 menit pengendapan. Namun, kecepatan pengendapan partikel rendah jika

MBFA9 ditambahkan sendiri, volume endapan menjadi 57 mL setelah 30 menit

13

Jum

lah

En

dap

an (

mL

)

Waktu Pengendapan (menit)

Page 14: 21957734-Makalah

pengendapan. Jadi, bioflokulan MBFA9 secara signifikan meningkatkan daya pisah zat

padat terlarut dari limbah tepung kanji dengan keberadaan CaCl2.

Tabel 2 memberikan perbandingan hasil eksperimen yang diperoleh menggunakan

bioflokulan MBFA9 dan flokulan konvensional yang lain, seperti PAC

(polyaluminiumchloride), HPAM (anionic polyacrylamide, M=3,2x106), dan PAM

(nonionic polyacrylamide, M=5,8x106) untuk pengolahan limbah tepung kanji dengan

keberadaan 0,5 g/L CaCl2.

Flokulan Dosis Pemakaian (mg/L) pH SS (mg/L) COD (mg/L)Blanko - 4,3 2145 6222PAC 100 7,0 2090 6196PAM 10 9,0 2100 6270HPAM 10 9,0 520 2330MBFA9 0,2 9,0 310 1962

Table 2. Hasil Eksperimen Pengolahan Limbah Tepung Kanji Menggunakan Flokulan yang Berbeda Setelah 5 Menit Pengendapan.

Hasilnya menunjukkan bahwa PAC dan PAM mempunyai efek pemisahan yang kecil,

HPAM lebih baik daripada PAC dan PAM, tetapi yang paling baik adalah MBFA9. Setelah

pengendapan, nilai SS dan COD limbah yang diolah dengan MBFA9 berturut-turut adalah

310 mg/L (laju penghilangan 85,5%) dan 1962 mg/L (berkurang sebesar 68,5%). Sekitar 2

kg endapan kering diperoleh kembali dari 1 ton limbah jika bioflokulan MBFA9

digunakan.

Limbah tepung kanji banyak mengandung partikel bermuatan listrik negatif. Oleh

karena itu keberadaan ion-ion Ca2+ diperlukan pada proses flokulasi partikel-partikel zat

organik dalam limbah menggunakan bioflokulan MBFA9 ini.

V. Kesimpulan

14

Page 15: 21957734-Makalah

Bioflokulan MBFA9 dihasilkan dari bakteri Bacillus mucilaginosus selama

pertumbuhannya. Bioflokulan ini merupakan bioflokulan polisakarida yang mempunyai

berat molekul yang sangat besar yang tentu saja hal ini menguntungkan dalam flokulasi.

Selama flokulasi suspensi kaolin, laju flokulasi tinggi tanpa penambahan Ca2+, tetapi Ca2+

diperlukan ketika MBFA9 digunakan untuk memflokulasi partikel-partikel zat organik

dalam limbah tepung kanji. MBFA9 tidak bersifat toksik sehingga dapat digunakan di

dalam industri makanan guna pemerolehan kembali zat padat tersupensi.

15