2015 - kriteria terukur urban design
DESCRIPTION
DPKTRANSCRIPT
Kriteria Terukur
Perancangan Kota
Rabbani Kharismawan, ST.MT.
2015
KOWLOON WALLED CITY
KOWLOON WALLED CITY
San Francisco - Painted ladies
3D Printed of San Francisco
Dibahas lebih
lanjut pada
Kriteria Tak
Terukur
Peraturan ZonasiDalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Apa Itu Zonasi?
• Peraturan yang mengendalikan peruntukan lahan danbatasan fisiknya
• Peta yang mengidentifikasi: di mana dan bagaimana peraturan ini diterapkan pada lahan
• Dasar pemahaman antara pemilik properti dan masyarakat untuk suatu hal yang dapat diterima atas penggunaan tanah mereka serta tanah tetangganya
Tujuan Zonasi
Penerapan yang sama – keadilan
Perlindungan dari dampak yang tidak diinginkan pada lahan yang berdekatan
Persyaratan yang proporsional
Sebuah proses yang terbuka
Sebuah ‘kebijakan’ (mengendalikan eksesaktifitas manusia)
Tragedi situ gintung 2009,
siapa yang bersalah?
Tragedi Situ Gintung
Favela Paraisopolis
PENGGUNAAN TANAH
• Penggunaan Tanah :
Jenis kegiatan atau fungsi yang terdapat pada sebidang tanah.
• Tata guna tanah :
Adalah pengaturan penggunaan tanah.
• Mencakup tanah dengan semua unsur alam: soil, air, iklim; juga dengan
kegiatan manusia: sosial-ekonomi.
• Di dalamnya terdapat unsur sumber daya alam dan sumber daya manusia.
• Perwatakan tanah :
• Secara fisik merupakan aset yang tidak dipengaruhi oleh penurunan nilai
dan tidak terpengaruh oleh faktor waktu.
• Secara fisik mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar.
• Secara fisik tidak dapat dipindahkan tetapi dapat berubah fungsi.
• Dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
• Nilai Tanah :
• Secara langsung adalah nilai produktivitas dan kemampuan ekonomisnya
(faktor intrinsik).
• Secara tidak langsung adalah nilai letaknya yang srategis.
• Harga Tanah :
• Adalah nilai yang diukur berdasakan harga nominal dalam satuan uang
untuk satuan luas tertentu.
• Harga tanah merupakan fungsi dari nilai tanah.
• Tinggi rendahnya harga tanah tergantung pada perubahan nilai tanah.
• ISOVAL (Iso Value) :
• Adalah garis kontur harga tanah yang menunjukkan lokasi-lokasi yang
mempunyai haga tanah yang sama.
• Untuk kota yang sudah establish ; isoval menunjukkan garis harga yang
semakin meninggi menuju pusat kota atau sub pusat kota.
PENGGUNAAN TANAH
• Survei Penggunaan Tanah :
• Pada dasarnya dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan
lapangan.
• Dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi wilayah yang disurvei dan
mencatat berbagai jenis penggunaan tanah di atas peta survei.
• Selanjutnya menggambarkan hasilnya di atas peta master dengan
menggunakan warna.
• Pewarnaan peta :
• Berbeda-beda untuk tiap daerah.
• Untuk Surabaya :
• Merah : fasilitas umum
• Kuning : perumahan
• Ungu : perdagangan dan jasa
• Abu-abu : industri, pergudangan
• Hijau : RTH
• Biru : perairan
PENGGUNAAN TANAH
Ilustrasi :Pembagian Kawasan Berdasarkan Zona Penggunaan Utama
Ilustrasi :
Pembagian Kawasan Berdasarkan Zona Penggunaan Spesifik
Peta Rencana Pola RuangRTRW Kota Surabaya (Perda No.3 Tahun 2007)
Peta Rencana Pola RuangReview RTRW Surabaya
Penggunaan Tanah Kawasan Pantai Timur SurabayaBerdasarkan RDTRK Kawasan Pantai Timur Surabaya 2009/2010
Penggunaan Tanah KawasanIndustri
Penggunaan Bangunan
• Penggunaan bangunan (building use) merupakan penjabaran
lebih rinci dari penggunaan tanah (land use).
• Penggunaan bangunan menggambarkan jenis kegiatan di
dalam persil secara tiga dimensi, yang menunjukkan :
• jenis penggunaan tiap lantai pada bangunan bertingkat
• jenis penggunaan dalam satu persil
• Di tingkat operasional, ketentuan penggunaan bangunan
sangat dibutuhkan untuk mengatur bagian wilayah kota yang
belum terbangun maupun telah terbangun, yang mengalami
perkembangan pesat.
• Pengaturan penggunaan bangunan mencakup dua hal :
• Pertama : fungsi utama atau zona utama tidak berubah
(perubahan terjadi pada kategori/sub kategori penggunaan)
• Kedua : fungsi utama atau zona utama dan zona spesifik
berubah.
LAND USE INTENSITY UNIT (LUI)
MENURUT DE CHIARA
Pemanfaatan tanah ditentukan oleh jenis penggunaan :
Land Area (LA)
Floor Area (FA)
Building Area (BA)
Open Space (OS) LA - BA
Livability Space (LS) OS – (Car Movement Area + Parking)
Recreation Space (RS)
Intensitas Pemanfaatan Tanah ditetapkan berdasakan :
Floor Area Ratio (FAR) FA : BA
Building Covered Ratio (BCR) BA : LA
Open Space Ratio (OSR) OS : FA
Recreation Space Ratio (RSR) RS : FA
Livability Space Ratio (LSR) LS : FA
Livability Space dan Recreation Space
FLOOR AREA, BUILDING AREA,
CAR MOVEMENT AREA
Intensitas Pemanfaatan Ruang
Koefisien Dasar Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Covered Ratio (BCR), adalah angka
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan tehadap luas persil.
• Luas lantai bangunan yang diperhitungkan dalam KDB (menurut Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung; 1998) :
1. Batas dinding terluar bangunan : dihitung 100%.
2. Ruangan beratap dibatasi dinding yang tingginya > 1,20 m : dihitung 100%.
3. Ruangan beratap dibatasi dinding yang tingginya < 1,20 m : dihitung 50%.
• Luasan yang tidak dihitung dalam KDB :
1. Teras tak beratap dibatasi dinding yang tingginya < 1,20 m,
selama tidak melebihi 10% dari total luas lantai bangunan.
2. Patio
Intensitas Pemanfaatan Ruang
Koefisien Lantai Bangunan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio (FAR) adalah angka
perbandingan antara total luas lantai bangunan terhadap luas persil.
• Luas lantai bangunan yang diperhitungkan dalam KLB :
1.Batas dinding terluar bangunan : dihitung 100%.
2.Balkon dan overstek yang lebarnya > 1,50 meter, kelebihannya dihitung 100%.
3.Ruang tangga tertutup : dihitung 100%.
• Luasan yang tidak dihitung dalam KDB :
1.Ramp dan tangga terbuka
2.Patio
• KDB dan KLB diperlukan untuk :
• Pengaturan pencahayaan dan penghawaan alami.
• Menjaga tetap berlangsungnya peresapan air ke dalam tanah.
• Menciptakan keserasian tatanan massa dan ruang terbuka suatu lingkungan.
Hubungan Koefisien Dasar Bangunan (BCR)
Dengan Koefisien Lantai Bangunan (FAR)
KLB 1
KDB 100%
KLB 1
KDB 50%
KLB 1
KDB 25%
Jika KLB 0,5 – maka luas bangunan adl ½ dari luas lahan
Jika KLB 2 – maka bangunan harus dibuat bertingkat
Intensitas Pemanfaatan Ruang
Garis Sempadan Bangunan
• Garis Sempadan Bangunan (GSB) merupakan jarak bebas minimum
dinding terluar bangunan dengan batas persil yang dikuasai. Garis
Sempadan Bangunan terdiri dari:
• Garis Sempadan Muka Bangunan (GS Muka Bangunan):
Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan batas
persil bagian depan. Diartikan juga sebagai jarak bebas minimum
antara titik tengah ROW dengan dinding terluar bangunan.
• Garis Sempadan Samping Bangunan (GS Samping Bangunan):
Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan batas
persil bagian samping.
• Garis Sempadan Belakang Bangunan (GS Belakang Bangunan):
Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan batas
persil bagian belakang.
GARIS SEMPADAN BANGUNAN
Mana GS. Muka, GS. Samping,
GS. Belakang Bangunan Pada
Tapak Di Bawah Ini ?
Garis Sempadan Bangunan
Dan Garis Sempadan Jalan
Ingat!
Peraturan di tiap
daerah tidak sama
Pada dasarnya
Pembangunan dan pengembangan
bangunan-bangunan tinggi tidak bisa
dilakukan di sembarang tempat.
Ada faktor-faktor yang menentukan
mintakat (zona) paling sesuai untuk
pengembangannya.
Dari Pembangunan Gedung Bertingkat Sampai
Pengembangan Kawasan Gedung Bertingkat Tinggi
Bangunan gedung bertingkat yang dikembangkan secara individual
Internasional : bangunan tinggi (23 -150 meter); pencakar langit (lebih
dari 150 meter).
Indonesia : bangunan gedung bertingkat rendah (- 4 lantai); bertingkat
sedang (5-8 lantai); bertingkat tinggi (9 lantai ke atas).
Dari individual membentuk kelompok bangunan sampai cluster
Pembangunan secara individual : bangunan gedung dibangun satu per
satu - saling berlomba lebih tinggi – sampai pencakar langit (New York).
Pengendalian melalui Peraturan Zoning 1916.
Pengembangan secara serentak dan berkelompok : membentuk cluster
dan zona. Dikembangkan oleh Corbusier melalui Radiant City.
Pengembangan kawasan bangunan tinggi dikendalikan dengan menggunakan
kriteria terukur (Shirvani; 1985).
Dari Bangunan Individual Sampai
Membentuk Zona Bangunan Tinggi
Bangunan bertingkat yang
dibangun secara individual
denag menggunakan struktur
rangka baja (New York)
Bangunan-bangunan
berlomba untuk menjadi
yang lebih tinggi –
sampai pencakar langit
(New York).
Pengembangan dilakukan
secara serentak membentuk
cluster dan zona (radiant
city).
PENGENDALIAN PENGEMBANGAN
BANGUNAN KE ARAH VERTIKAL
Pengendalian individual atau
kelompok menggunakan Peraturan
Zoning 1916.
Pengendalian zona dan kawasan bangunan
tinggi menggunakan Floor Area District
(Seatle).
Pembatas Pengembangan Ke Arah Vertikal
• Menurut Shirvani (1985) pengembangan bangunan ke arah vertikal
ditentukan oleh kriteria terukur yang terdiri dari : FAR, BCR, building setback
dan SEP yang membentuk selubung bangunan (building envelope) sebagai
pembatas pengembangan secara tiga dimensi.
Sky Exposure Plane (SEP) Penggunaan SEP untuk
membentuk selubung bangunan
(building envelope) pada
bangunan tinggi.
Unsur-unsur pembatas lainnya adalah :
• Peraturan
Perda, Peraturan Walikota, arahan rencana tata ruang (Purwadio;
2006), digunakan sebagai acuan untuk membatasi ketinggian
bangunan gedung yang boleh dibangun.
Peraturan dan rencana tata ruang merupakan pembatasan
pembangunan ke arah vertikal bersifat formal yang implementasinya
dituangkan dalam Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) dan IMB.
Hal-hal yang diatur adalah : KLB, tinggi bangunan dan jenis
penggunaan lahan.
• Ketersediaan lahan
Ketersediaan lahan menentukan ketinggian bangunan. Metoda untuk
menentukan tinggi bangunan adalah menggunakan ALO (De Chiara dan
Koppelman; 1975) dan SEP (Shirvani; 1985).
ALO : h’ = h tot -1,5 tg α (De Chiara dan Koppelman; 1975)
h’ : tinggi bangunan yang diizinkan
htot : tinggi total bangunan
tgα : perbandingan antara tinggi dan jarak bangunan
SEP :
𝑻
𝑫(Shirvani;1985)
T : tinggi bangunan
D : jarak proyeksi titik puncak bangunan dan titik di tepi jalan
Angle of Light Obstruction (ALO)
(De Chiara dan Koppelman; 1975)
Sky Exposure Plane (SEP)
(Shirvani; 1985)
Aturan SEP menurut
Perda Kota Surabaya
No. 7 Tahun 1992
1961 Zoning Laws.
Hugh Ferris illustrations
Peruntukan Ruang : Komersial
Luas Total Lahan 10.341 M2
Luas Lahan Efektif 8.831 M2
(total luas lahan dikurangi area GSJ)
KDB 45 %
KLB 2,5
GSJ (lihat gambar)
Luas Lantai Dasar
KDB x Luas lantai efektif
45 % x 8.831 m2 = 3.973 m2
Luas Lantai Total
KLB x Luas lantai efektif
2,5 x 8.831 m2 = 22.077 m2
Jumlah lantai yang mungkin :
22.077 / 3.973 = 5,56 ~ 6 Lt
CONTOH PERHITUNGAN
BERDASARKAN
PERATURAN BANGUNAN
Lintasan Terbang Pesawat
Lintasan terbang pesawat merupakan salah satu faktor yang
membatasi ketinggian bangunan pada kota-kota yang memiliki
bandara (De Chiara dan Koppelman; 1975).
Lintasan terbang pesawat membatasi ketinggian bangunan yang
mempunyai jarak sampai 50.000 feet (15,20 km) dari runway
berdasarkan klasifikasi :
Bangunan yang berada pada zona inner horizontal surface dibatasi
dengan ketinggian 150 feet (45,50 meter)
Bangunan yang terletak pada outer horizontal surface dibatasi dengan
ketinggian 500 feet (151,50 meter).
Semakin dekat dengan runway ketinggian bangunan semakin rendah.
Lintasan Terbang Pesawat
(Suwandono dalam Purwadio; 1994)
Jika terdapat perbedaan tinggi
tempat digunakan rumus :
Tm = Tm1 ± St
Tm tinggi maksimum yang
diizinkan
Tm1 tinggi maksimum yang
diizinkanberdasarkan teori
selisih ketinggian tempat
St selisih ketinggian tempat
Dampak Lintasan Terbang Pesawat
pada City of Tomorrow, Surabaya
Dampak Lintasan Terbang Pesawat
pada City of Tomorrow, Surabaya
Bangkitan dan tarikan lalu-lintas
Intensitas Pemanfaatan Ruang dimana salah
satu unsurnya adalah Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) mempunyai hubungan
dengan bangkitan dan tarikan lalu lintas
(Gredian; 2009).
Bangunan yang mempunyai KLB tinggi atau
bangunan tinggi menimbulkan bangkitan dan
tarikan lalu lintas lebih besar dibandingkan
dengan bangunan rendah yang mempunyai
KDB sama, karena bangunan yang lebih
tinggi mempunyai luas lantai bangunan yang
lebih besar dibandingkan bangunan rendah.
Besar kecilnya bangkitan dan tarikan lalu-
lintas oleh bangunan tinggi ditentukan oleh
jenis kegiatan dan luas total bangunan.
Optimasi harga
- Membangun ke arah vertikal ada batas optimalnya, dan tidak
selamanya membangun ke arah vertikal itu lebih menguntungkan
dibandingkan dengan membeli lahan baru di sekitarnya (Brandt dalam
Suwandono; 1988).
- Berdasarkan optimasi harga, ketinggian bangunan optimal ditentukan oleh
harga tanah (NJOP) dan biaya pembangunan gedung. Ditulis dengan rumus
:
d
dC = ---------- < LP
dL
dC : selisih total biaya konstruksi per unit luas (dalam rupiah)
dL : selisih keuntungan luas tanah dengan dibuat bertingkatnya bangunan (dalam
rupiah)
LP : harga tanah per m2 (dalam rupiah)
Sumber:
1. Heru Purwadio, Haryo Sulistyarso, Putu Gde Ariastita, Bambang Djau
(2012); Faktor-faktor Penentu Pengembangan Kawasan Bangunan Gedung
Bertingkat Di Wilayah Surabaya Timur
2. Rabbani Kharismawan (2011); Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning
Regulation)