2012-1-00683-tisi bab 2.pdf

69
 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi Perencanaan produksi berhubungan dengan penentuan volume, ketepatan waktu  penyelesaian, utilitasi kapasitas, dan perencanaan beba n. Rencana produksi dalam hal ini harus terkoordinasi dengan perencanaan perusahaan. Ada beberapa tipe perencanaan  produksi. Berdasarkan periode waktunya, akan ada perencanaan jangka panjang,  perencanaan jangka menengah, dan perencanaan periode jangka pendek. Ketiga jenis  perencanaan ini memerlukan proses perencanaan yang berbeda (juga input  dan output - nya) satu sama lain (Gasperz, 2001, p. 125). Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain (Gasperz, 2001, p. 127) : 1. Perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber daya. 2. Penjadwalan produksi induk (MPS) dan  Rough Cut Capacity Planning (RCCP) 3. Perencanaan kebutuhan material (MRP) dan perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) 4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan pengendalian Input/Output serta Operations Sequencing Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufacturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufacturing,  biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahu n atau lebih, untuk

Upload: hasnia-hafid

Post on 05-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    LANDASAN TEORI

    2.1 Perencanaan Produksi

    Perencanaan produksi berhubungan dengan penentuan volume, ketepatan waktu

    penyelesaian, utilitasi kapasitas, dan perencanaan beban. Rencana produksi dalam hal ini

    harus terkoordinasi dengan perencanaan perusahaan. Ada beberapa tipe perencanaan

    produksi. Berdasarkan periode waktunya, akan ada perencanaan jangka panjang,

    perencanaan jangka menengah, dan perencanaan periode jangka pendek. Ketiga jenis

    perencanaan ini memerlukan proses perencanaan yang berbeda (juga input dan output-

    nya) satu sama lain (Gasperz, 2001, p. 125).

    Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan

    kapasitas yang terintegrasi, antara lain (Gasperz, 2001, p. 127) :

    1. Perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber daya.

    2. Penjadwalan produksi induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

    3. Perencanaan kebutuhan material (MRP) dan perencanaan kebutuhan kapasitas

    (CRP)

    4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan pengendalian Input/Output serta

    Operations Sequencing

    Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output

    manufacturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan

    dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufacturing,

    biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun atau lebih, untuk

  • 12

    setiap kelompok produk. Perencanaan kebutuhan sumber daya (RRP) merupakan proses

    yang mengevaluasi rencana produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang

    seperti tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia (Gasperz, 2001, p.

    128).

    Penjadwalan produksi induk (MPS) dan rough cut capacity planning (RCCP)

    merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level taktikal

    (level 2). MPS menguraikan rencana produksi untuk menunjukkan kuantitas produk

    akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu (biasanya mingguan apabila

    menggunakan sistem MRP II atau harian apabila menggunakan sistem JIT sepanjang

    horizon perencanaan taktis (biasanya satu tahun). Apabila rencana produksi

    menunjukkan tingkat produksi untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas

    spesifik dari produk akhir dalam periode waktu spesifik (Gasperz, 2001, p. 128).

    Rough cut capacity planning (RCCP) menentukan apakah sumber daya yang

    direncanakan adalah cukup untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari

    unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles,

    bills of capacity, bills of resource, atau bills of labor). Penggandaan beban per unit

    dengan kuantitas produk yang di jadwalkan per periode waktu akan memberikan beban

    total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work place) (Gasperz, 2001, p. 128).

    Material Requirement Planning (MRP) mengembangkan pesanan-pesanan yang

    direncakan untuk bahan baku, komponen, dan subassemblies yang dibutuhkan untuk

    memenuhi MPS. MRP juga merekomendasikan penjadwalan ulang terhadap open orders

    apabila due dates dan need dates tidak sama. Perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity

    requirement planning/CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap

    projected available capacity untuk open manufacturing orders dan planned

  • 13

    manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing

    files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-

    pusat kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity (Gasperz, 2001, p. 129).

    Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) mengembangkan jadwal jangka pendek

    yang terperinci dengan menggunakan component due dates dan MRP dan detailed

    routings. Jadwal PAC biasanya dalam bentuk hari atau kadang-kadang jam, dan

    cenderung mencakup waktu dari satu sampai tiga bulan. PAC melibatkan perencanaan,

    pengeluaran, dan pengendalian pesanan-pesanan manufacturing. Pengendalian

    input/output memantau kuantitas dari pekerjaan yang dating pada pusat kerja dan yang

    meninggalkan pusat kerja itu. Perencana produksi membandingkan aktual pekerjaan

    yang tiba dan banyaknya yang diselesaikan, kemudian mengambil tindakan korektif

    seperti menambah jam kerja lembur (overtime), mentransfer pekerja di antara pusat-

    pusat kerja, alternate routings terhadap transfer beban ke pusat kerja lain, atau

    melakukan splitting dan/atau overlapping operations (Gasperz, 2001, p. 129).

    Proses perencanaan produksi dapat dikemukakan melalui empat langkah utama,

    sebagai berikut (Gasperz, 2001, pp. 130-131) :

    1. Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi, seperti sales

    forecast yang bersifat tidak pasti dan pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti

    selama periode tertentu.

    2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur

  • 14

    Tabel 2. 1 Contoh Informasi untuk Perencanaan Produksi

    Deskripsi Periode waktu (bulan)

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    1. Ramalan penjualan

    2. Pesanan (orders)

    3. Permintaan

    Total = 1 + 2

    4. Rencana produksi

    5. Rencana Inventori

    Keterangan :

    periode 0 adalah periode lalu. Informasi yang berkaitan dengan inventori awal yang

    ada ditempatkan pada periode 0. Total permintaan merupakan kuantitas yang

    dibutuhkan pada periode waktu tertentu dan rencana produksi harus mengacu pada

    informasi ini. Dalam sistem JIT, total permintaan merupakan sasaran yang harus

    dicapai, dimana produksi harus mampu memenuhi total permintaan itu dengan

    meminimumkan atau meniadakan inventori (konsep zero inventory) dan

    meminimumkan atau meniadakan backlog atau hutang produksi

    3. Menentukan kapabilitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya yang ada.

  • 15

    4. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh manajer umum, manajer PPIC,

    manajer produksi, manajer pemasaran, manajer keuangan, manajer rekayasa

    (engineering) dan manajer-manajer lain yang dianggap relevan.

    2.2 Pengendalian Produksi

    Proses perencanaan dan pengendalian mencakup aktivitas-aktivitas : 1)

    merencanakan (plan); 2) melaksanakan (execute); 3) melakukan pengukuran (measure)

    dan 4) mengambil tindakan korektif (correct) seperti fire fighting, fire prevention dan

    revise the plan. Proses perencanaan dan pengendalian manufaktur dapat digambarkan

    secara hirarki dimulai dari urutan tertinggi sampai terendah dalam hirarki perencanaan

    prioritas (priority planning) sebagai berikut (Gasperz, 2001, p. 224) :

    1. Business planning

    Merupakan rencana strategis jangka panjang (long range strategic plan) yang

    bersifat menyeluruh (broad term) dan dilakukan oleh manajemen puncak (top

    management).

    2. Production planning

    Merupakan rencana jangka menengah (medium range plan) yang dilakukan

    terhadap kelompok produk (product group) yang menetapkan tingkat produksi

    (production rates), melakukan pengelolaan inventory/backlog (management of

    inventory/backlog), serta melakukan perencanaan kebutuhan sumber-sumber daya

    (resource requirements planning).

    3. Master scheduling (MPS)

    Merupakan rencana penjadwalan yang mencakup aktivitas-aktivitas seperti final

    level of master planning , perencanaan proses yang mencakup ramalan permintaan

  • 16

    (forecast demand), production leveling, inventory and backlog, adjustments, new

    product introductions, serta perhitungan on hand, on order, actual demand, safety

    stock. Hasil-hasil dari proses MPS seperti kuantitas yang diproduksi berbasis

    nomor-nomor parts (parts number) atau berbasis periode waktu mingguan/bulanan

    dan menetapkan horizon perencanaan harus lebih lama dari longest lead time.

    4. Material requirement planning (MRP)

    Merupakan rencana kebutuhan material dengan cara menghitung item-item apa

    yang dibutuhkan, berapa banyak dan kapan dibutuhkan dengan mempertimbangkan

    on hand, on order, dan safety stock.

    5. Production activity control (PAC)

    Merupakan tahap pelaksanaan dari perencanaan dan pengendalian manufacturing

    dengan melakukan aktivitas-aktivitas, membuat jadwal dan rencana terperinci,

    memeriksa ketersediaan sumber daya, mengeluarkan pesanan-pesanan produksi

    atau pembelian, memperoleh umpan balik untuk pembaharuan atau penyesuaian-

    penyesuaian.

    2.3 Peramalan

    Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang

    yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang

    dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak

    terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan

    permintaannya relatif kecil, tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi

    permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis (Nasution, 2006, p. 235).

    Peramalan dibagi ke dalam tiga kelompok (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 30) :

  • 17

    1. Peramalan jangka panjang umumnya 2 sampai 10 tahun.

    Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya

    2. Peramalan jangka menengah umumnya 1 sampai 24 bulan.

    Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya

    digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi dan penentuan

    anggaran.

    3. Peramalan jangka pendek umumnya 1 sampai 5 minggu.

    Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya

    lembur, penjadwalan kerja dan lain-lain keputusan untuk pengontrolan jangka

    pendek.

    Permintaan merupakan hasil dari faktor yang saling berinteraksi dalam pasar.

    Faktor-faktor yang menjadi kekuatan di luar kendali perusahaan antara lain (Nasution,

    Manajemen industri, 2006, p. 237) :

    1. Siklus bisnis

    Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan

    permintaan akan suatu produk dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk

    siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, dan masa pemulihan.

    2. Siklus hidup produk

    Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut kurva

    S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, di mana siklus

    hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase

    kematangan, dan akhirnya fase penurunan.

    3. Faktor-faktor lain

  • 18

    Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari

    pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri

    oleh perusahaan, seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan

    kebijaksanaan secara kredit.

    Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain

    akurasi, biaya dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria tersebut adalah :

    Akurasi Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistenan

    peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu

    tinggi atau terlalu rendah dibandingkan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil

    peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan relatif kecil (Ginting, 2007).

    Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan

    persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi

    tingkat pelayanan) (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 32).

    Biaya Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari

    jumlah item yang diramalkan lamanya periode peramalan dan metode peramalan

    yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa

    banyak datanya (manual atau komputerisasi) bagaimana penyimpanan datanya dan

    siapa tenaga ahli yang diperbantukan (Ginting, 2007, p. 33). Pemilihan metode

    peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang

    ingin di dapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode

    yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan

  • 19

    dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari

    Hukum Pareto (Analisa ABC) (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 33).

    Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah

    diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma

    memakai metode yang canggih tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem

    perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan

    teknologi (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 33).

    2.3.1 Teknik Peramalan

    Secara umum model peramalan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok

    utama, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dikelompokkan

    ke dalam dua bagian utama yaitu intrinsik dan ekstrinsik (Nasution & Prasetyawan,

    2008, p. 36).

    Model peramalan yang digolongkan sebagai model peramalan kualitatif adalah

    (Gasperz, 2001) :

    1. Dugaan manajemen (manajemen estimate), peramalan didasarkan pada

    pertimbangan manajemen, umumnya manajemen senior. Teknik ini akan

    dipergunakan dalam situasi dimana tidak ada alternatif lain dari model peramalan

    yang dapat diterapkan.

    2. Riset pasar (market research), peramalan dari hasil-hasil dari survey pasar yang

    dilakukan oleh tenaga-tenaga pemasar produk yang mewakilinya. Riset pasar tidak

    hanya akan membantu untuk peramalan, tetapi juga untuk meningkatkan desain

    produk dan perencanaan untuk produk-produk baru.

  • 20

    3. Metode kelompok terstruktur (structured group methods), seperti metode Delphi.

    Metode Delphi merupakan teknik peramalan berdasarkan pada konvergensi dari

    opini beberapa orang atau ahli secara iteraktif tanpa menyebutkan identitasnya.

    4. Analogi historis (historical analogy), merupakan teknik peramalan berdasarkan

    pola data masa lalu dari produk-produk yang dapat disamakan secara analogi.

    Sedangkan metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi sebagai berikut

    (Ginting, 2007, pp. 43-44) :

    1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antar

    variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret

    waktu atau time-series.

    2. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan

    variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang

    bukan waktu yang disebut metode korelasi atau sebab akibat (causal method).

    Gambar 2. 1 Penggolongan Model-Model Peramalan

    Keterangan :

    Metode kualitatif berdasarkan intuisi atau pertimbangan Metode kuantitatif berdasarkan analisis hubungan numerik dari data

  • 21

    Intrinsik berdasarkan pada pola historis dari data itu sendiri Ekstrinsik berdasarkan pada pola-pola eksternal

    Analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari

    komponen-komponen trend (T), Siklus/cycle (C), pola musiman/season (S), dan variasi

    acak/random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen

    tersebut kemudian dipakai sebagai adsar dalam membuat persamaan matematis. Analisa

    deret waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan

    di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan

    pola tersebut masih akan tetap berlanjut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 39).

    Permintaan dimasa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat

    komponen utama T, C, S dan R. penjelasan tentang komponen-komponen tersebut

    adalah sebagai berikut :

    1. TREND/KECENDERUNGAN (T). Trend merupakan sifat dari Permintaan dimasa

    lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun,

    atau konstan.

    2. SIKLUS/CYCLE (C). Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang

    berulang secara periodic, biasanya lebih dari satu tahun, sehingga pola ini tidak

    perlu dimasukkan dalam peramalan angka pendek. Pola ini amat berguna untuk

    peramalan jangka menengah dan jangka panjang.

    3. POLA MUSIMAN/SEASON (S). Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik

    turun di sekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya

    disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang

    akan berulang secara periodic setiap tahunnya.

  • 22

    4. VARIASI ACAK/RANDOM (R). Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola

    bervariasi secara acak karena faktor-faktor adanya bencana alam, bangkrutnya

    perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian-kejadian lainnya yang tidak

    mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan

    persediaan pengamanan untuk mengantisipasi kekurangan permintaan.

    Analisis deret waktu dapat dilakukan dengan beberapa cara :

    1. Moving Average (rata-rata bergerak)

    Moving Average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa

    data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari penggunaan teknik MA ini adalah

    untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya

    dengan waktu (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 40)

    Secara sistematis, maka MA akan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

    MA =

    (1)

    Dimana:

    = permintaan actual pada periode - t

    N = Jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan

    Karena data aktual yang dipakai untuk perhitungan MA berikutnya selalu dihitung

    mengeluarkan data yang paling terdahulu, maka:

    MAt = MAt-1 +

    (2)

    2. Rata-rata bergerak dengan bobot (weight moving average = WMA)

    Secara sistematis, WMA dapat dinyatakan sebagai berikut (Nasution &

    Prasetyawan, 2008, p. 43) :

    WMA = (3)

  • 23

    Dimana:

    Wt = bobot permintaan actual pada periode tertentu - t

    At = permintaan actual pada periode - t

    Dengan keterbatasan bahwa:

    = t (4)

    3. Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

    Kelemahan teknik MA dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup

    banyak dapat diatasi dengan teknik ES. Model matematis ES ini dapat

    dikembangkan dari persamaan berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 44) :

    Ft = Ft-1 +

    (5)

    Dimana bila data permintaan actual yang lama At-N tidak tersedia, maka dapat

    digantikan dengan nilai pendekatan yang berupa nilai pendekatan yang berupa nilai

    ramalan sebelumnya (Ft-1), sehingga persamaan diatas dapat dituliskan menjadi :

    Ft = Ft-1 +

    (6)

    Atau

    Ft =

    1

    (7)

    4. Pemulusan Eksponensial dengan unsure stationer, trend, dan musiman (metode

    Winter)

    Teknik MA dan ES sederhana yang telah dijelaskan di depan hanya tepat bila

    datanya stasioner. Bila data permintaan bersifat musiman dan mempunyai trend,

    maka dapat diselesaikan dengan salah satu teknik ES yang biasa disebut Metode

    Winter (WM).

    a. Model Winter dengan Trend

  • 24

    Model winter menggunakan model trend dari Holt, dimana model ini dimulai

    dengan perkiraan trend sebagai berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 47)

    :

    Tt = 1 (8)

    Dimana merupakan konstanta pecahan, Tt adalah perkiraan trend pada

    periode-t dan Ft adalah rata-rata eksponensial pada periode - t. dalam

    memperbaharui rata-rata eksponensial ditambah trend, sehingga (Nasution &

    Prasetyawan, 2008, p. 47) :

    ft = Ft-1 + Tt-1 (9)

    b. Model Winter dengan Faktor Musiman

    Pola-pola dari permintaan musiman merupakan karakteristik dari beberapa

    rangkaian permintaan, seperti peningkatan permintaan sirup dan kue pada

    musim lebaran, peningkatan permintaan jas hujan pada musim penghujan dan

    sebagainya. Proses umum dari permintaan musiman ini dapat dinyatakan

    dalam persamaan matematis sebagai berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008,

    p. 49) :

    At = .t + t (10)

    Di mana adalah tingkat permintaan rata-rata, adalah faktor musiman, dan

    t adalah distribusi permintaan normal dengan mean nol.

    c. Metode Winter lengkap

    Dalam pengembangannya, model ini secara lengkap mempunyai empat

    persamaan utama, yaitu (Nasution & Prasetyawan, 2008, pp. 52-53) :

    Ft =

    1 (11)

  • 25

    Tt = 1 (12)

    It =

    1 (13)

    Ft+1 = (14)

    Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat peramalan, yaitu

    (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 239) :

    1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi

    ketidakpastian yang akan terjadi tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian

    tersebut.

    2. Peramal seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan. Ini

    berarti bahwa karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting

    bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin

    terjadi.

    3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal

    ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang

    mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang

    periode peramalan, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan pada

    faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.

    2.3.2 Pengukuran Kesalahan Peramalan

    Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan

    merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan

    antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang

    biasa digunakan, yaitu (Nasution & Prasetyawan, 2008, pp. 34-35) :

  • 26

    1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)

    MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa

    memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan

    kenyataannya. Secara matematika MAD dirumuskan sebagai berikut :

    MAD =

    (15)

    dimana :

    At = Permintaan Aktual pada periode t

    Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t

    n = Jumlah periode peramalan yang terlibat

    2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE)

    MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada

    setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara

    matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :

    MSE =

    (16)

    3. Rata-rata kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error = MFE)

    MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode

    tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka

    nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua

    kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah

    periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut :

    MFE =

    (17)

    4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error =

    MAPE)

  • 27

    MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti

    dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil

    peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan

    memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah.

    Banyak peneliti, seperti Chatfield (1998) mempercayai bahwa pengukuran

    kesalahan lainnya tidak mendukung keakuratan dari pengukuran, karena sejumlah

    besar observasi dapat mendominasi pengukuran dan sulit untuk meneliti kesalahan

    secara mendetil (Ren & Glasure, 2009). Pada MFE, nilai error bisa terkadang

    positif dan negatif yang mempertentangkan satu sama lain sehingga nilai MFE tidak

    mencerminkan error yang sesungguhnya. Pada MAD, jumlah mutlak dari sebuah

    error sulit untuk mempertentangkan apakah error positif atau negatif, karena kedua

    hal itu sama-sama memiliki arti ketidakakuratan. Pada MSE, sama halnya dengan

    MAD, hanya saja MSE dalam bentuk pengkuadratan deviasi (Saputra & Suef,

    2005).

    Secara sistematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :

    MAPE = At -

    (18)

    5. Tracking Signal

    Tracking signal adalah suatu metode yang menunjukkan keandalan suatu

    peramalan. Tracking signal memiliki pusat nol. Tracking signal yang mendekati nol

    akan semakin baik, berarti positive error dan negative error nya seimbang.

    Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih

    besar dari ramalan, sedangkan tracking signal yang negatif berarti nilai aktual

  • 28

    permintaan lebih kecil dari ramalan. Secara sistematis, tracking signal dapat

    dirumuskan sebagai berikut (Gasperz, 2001, p. 81) :

    TS = RSFE MAD

    (19)

    TS =

    (20)

    2.4 Pengukuran Waktu Kerja

    Pengukuran waktu kerja adalah sebuah pembelajaran mengenai pengukuran dari

    sampel waktu kerja yang diamati pada sejumlah waktu tertentu. Dengan pengukuran

    waktu kerja, maka kita bisa mengetahui perencanaan sumber daya manusia, produksi

    dan material dengan tepat bahkan biaya yang dikeluarkan dapat ditekan. Untuk

    menentukan waktu kerja ini, harus memperhatikan faktor-faktor yang ada pada pekerja

    dan kondisi perusahaan (Thomas, 2006).

    2.4.1 Perhitungan Waktu Siklus

    Perhitungan waktu siklus rata-rata didapat dengan cara sebagai berikut :

    Ws =

    (21)

    Dimana X1 adalah jumlah dari waktu siklus dari satu jenis elemen kegiatan yang

    dilakukan saat pengamatan. N adalah banyaknya percobaan pengukuran satu jenis

    elemen kegiatan yang dilakukan (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979,

    p. 137).

  • 29

    2.4.2 Perhitungan Waktu Normal

    Perhitungan waktu normal didapat dengan cara sebagai berikut :

    Wn = Ws x p (22)

    Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur

    berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil

    perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu

    siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor

    penyesuaiannya p sama dengan 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika

    bekerjanya terlalu lambat maka untuk menormalkannya pengukur harus member harga

    p1, dan sebaliknya p1, jika dianggap bekerja cepat. (Sutalaksana, Anggawisastra, &

    Tjakraadmadja, 1979, p. 137).

    Weshinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap memnetukan

    kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja

    dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing-masing

    (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 140).

    Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja

    yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai

    ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat

    diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan

    aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat menurun yaitu bila

    telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain

    seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh

    lingkungan sosial dan sebagainya (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979,

    p. 140).

  • 30

    Untuk usaha Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri

    masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang

    ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Dari uraian diatas

    terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak

    terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah bekerja dengan usaha yang lebih

    sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya

    sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang

    mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung

    dihasilkannya performance yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara kelas

    tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-

    kelas rendah (misalnya Exellent dengan excellent, Fair dengan Fair dan selanjutnya),

    kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan

    pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dari usaha

    dalam rangka penyesuaian (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, pp.

    142-144).

    Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse

    adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperature dan

    kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten

    merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu

    diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan

    merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen,

    karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya

    (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 144).

  • 31

    Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini

    perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka

    yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja

    selalu berubah-berubah dari siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari

    ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika

    variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan (Sutalaksana, Anggawisastra,

    & Tjakraadmadja, 1979, p. 144).

    Tabel 2. 2 Penyesuaian menurut Westinghouse

    Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

    Keterampilan

    Superskil A1 + 0.15 A2 + 0.13

    Excellent B1 + 0.11 B2 + 0.08

    Good C1 + 0.06 C2 + 0.03

    Average D 0.00

    Fair E1 - 0.05 E2 - 0.10

    Poor F1 - 0.16 F2 - 0.22

    Usaha

    Excessive A1 + 0.13 A2 + 0.12

    Excellent B1 + 0.10 B2 + 0.08

    Good C1 + 0.05 C2 + 0.02

    Average D 0.00

    Usaha Fair E1 - 0.04

    E2 - 0.08

    Poor F1 - 0.12 F2 - 0.17

    Kondisi Kerja

    Ideal A + 0.06 Excellently B + 0.04

    Good C + 0.02

  • 32

    Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

    Kondisi Kerja

    Average D 0.00 Fair E - 0.03 Poor F - 0.07

    Konsistensi

    Perfect A + 0.04 Excellent B + 0.03

    Good C + 0.01 Average D 0.00

    Fair E - 0.02 Poor F - 0.04

    2.4.3 Perhitungan Waktu Baku

    Akhirnya setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian

    pekerjaan kita dapatkan dengan

    Wb = Wn + 1 (23)

    Dimana l adalah kelonggoran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk

    menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Di dalam praktek banyak terjadi

    penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran

    dan menghitung rata-ratanya, namun di samping itu, untuk mengukur waktu baku perlu

    memperhatikan penyesuian dan kelonggaran. Setelah melakukan penyesuaian seperti

    sub bab lalu maka penting untuk melakukan pengukuran kelonggaran. Kelonggaran ini

    diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan

    gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja

    (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, pp. 137-144).

  • 33

    Tabel 2. 3 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

    Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%) A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita 1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk tanpa beban 2. Sangat Ringan Bekerja di meja, berdiri 0.00 - 2.25 kg 0.0 - 6.0 0.0 - 6.0 3. Ringan Menyekop, ringan 2.25 - 9.00 6.0 - 7.5 6.0 - 7.5 4. Sedang Mencangkul 9.00 - 18.00 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0 5. Berat Mengayun palu yang berat 19.00 - 27.00 12.0 - 19.0 16.0 - 30.0 6. Sangat Berat Memanggul beban 27.00 -50.00 19.0 -30.0 7. Luar biasa berat Memanggul karung berat diatas 50 kg 30.0 - 50.0 B. Sikap Kerja 1. Duduk Bekerja duduk, ringan 0.00 - 1.0

    2. Berdiri diatas dua kaki Badan Tegak, ditumpukan dua kaki 1.0 - 2.5

    3. Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2.5 - 4.0

    4. Berbaring Pada bagian sisi, Belakang atau depan badan 2.5 - 4.0

    5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4.0 - 10

    C. Gerakan Kerja 1. Normal Ayunan bebas dari pali 0 2. Agar terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 - 5

    3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0 - 5

    4. Pada anggota-nggota badan terbatas Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10

  • 34

    Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%) C. Gerakan Kerja 5. Seluruh anggota badan terbatas

    Bekerja dilorong pertambangan yang sempit 10 - 15

    D. Kelelahan Mata *) Pencahayaan

    baik buruk

    1. Pandangan yang terputus-putus Membawa alat ukur 0.0 6.0 0.0 6.0 2. Pandangan yang hampir terus menerus Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 6.0 7.5 6,0 7.5 3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah Memeriksa cacat-catcat pada kain 7.5 12.0 7.5 16.0

    4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap pemeriksaan yang sangat teliti 12.0 19.0 16.0 30.0

    E. Keadaan Temperatur tempat kerja **) Temperatur (C)

    Kelemahan Normal Berlebihan

    1. Beku dibawah 0 diatas 10 diatas 12 2. Rendah 0 - 13 10 - 0 12 - 5 3. Sedang 13 - 22 5 - 0 8 - 0 4. Normal 22 -28 0 - 5 0 - 8 5. Tinggi 28 - 38 5 - 40 8 - 100 6. Sangat tinggi diatas - 38 diatas 40 diatas 100 F. Keadaan atmosfer ***)

    1. Baik Ruangan yang berventilasi baik, udara segar 0

    2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) 0 - 5

    3. Kurang baik Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak 5 - 10

    4. Buruk

    Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat pernapasan

    10 - 20

  • 35

    Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%) G. Keadaan lingkungan yang baik 1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 0 - 1 3. Siklus kerja berulang-ulang 0 - 5 detik 3 -1 4. Sangat bising 0 - 5 5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kwalitas 0 - 5 6. Terasa adanya getaran lantai 5 - 10 7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, keberhasilan, dll) 5 - 15

  • 36

    2.5 Perencanaan Agregat

    Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai

    input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut juga

    harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan sparepart

    dan servis, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan

    sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan

    permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa

    memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khusunya selama periode waktu yang

    panjang (Ginting, 2007, p. 70).

    Jika kapasitas produksi tetap berdasarkan perencanaan jangka panjang telah

    dipasang, adalah menjadi kewajiban perencanaan produksi agregat untuk menetapkan

    kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan dengan

    biaya yang minimum. Dengan kata lain, perencanaan agregat dibuat untuk

    menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan pasar yang tidak

    pasti dengan mengoptimumkan penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang

    tersedia sehingga ongkos total produksi dapat ditekan seminim mungkin. Jika pesanan

    yang diterima bersifat tetap dalam waktu yang relatif panjang, maka perencanaan

    produksi tidak akan mengalami kesulitan dalam menetapkan rencana produksi bulanan.

    Akan tetapi pada kenyataannya, pola permintaan seringkali menunjukkan pola yang

    dinamis daripada pola statis, sehingga menyulitkan dalam menetapkan rencana produksi

    bulanan. Disinilah peranan metode perencanaan agregat dalam mengatasi kesulitan

    tersebut (Ginting, 2007, pp. 72-73).

    Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk

    memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber atau

  • 37

    alternatif-alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan

    produk. Perencanaan agregat merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi

    yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu penyusunan jadwal

    induk produksi (JIP) (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 157).

    Perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi jangka menengah. Horizon

    perencanaannya biasanya berkisar antara 1 -24 bulan atau bisa bervariasi dari 1 sampai 3

    tahun. Horizon tersebut tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu

    produksi. Periode perencanaan disesuaikan dengan periode peramalan, biasanya 1 bulan.

    Perencanaan agregat adalah suatu langkah pendahuluan perencanaan kapasitas secara

    terperinci. Perencanaan agregat merupakan dasar untuk membuat jadwal induk produksi

    (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir. Pada sistem

    manufaktur faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membuat perencanaan agregat

    adalah semua sumber daya berupa mesin yang tersedia, jumlah tenaga kerja yang ada,

    tingkat persediaan yang ditentukan dan penjadwalannya. Langkah awal dalam proses

    perencanaan agregat adalah menyamakan kuantitas dari total jenis item yang akan

    diproduksi (unit grup produk, ton, liter, dan lain-lain) (Nasution, Manajemen industri,

    2006, p. 257).

    Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan peramalan permintaan ke dalam

    produksi bulanan. Pola permintaan dapat dipengaruhi oleh empat komponen yaitu

    kecenderungan (trend), siklus bisnis, musiman, dan random. Komponen kecenderungan

    menyatakan kenaikan dan penurunan rata-rata permintaan untuk jangka waktu yang

    sangat panjang. Komponen siklus bisnis mengindikasikan penyimpangan yang cukup

    besar dari permintaan terhadap kecenderungan yang disebabkan aktivitas bisnis yang

    bervariasi. Pengaruh musiman juga dapat menaikkan atau menurunkan tingkat

  • 38

    permintaan. Komponen musiman selalu mengikuti pola yang tetap setiap tahunnya.

    Komponen terakhir adalah faktor random yang bisa dianggap sebagai noise dari pola

    permintaan Penyesuaian dari kapasitas produksi untuk mengantisipasi komponen

    kecenderungan merupakan tanggung jawab dari perencanaan produksi strategis,

    sedangkan komponen random akan diantisipasi pada perencanaan produksi harian

    (penjadwalan). Komponen musiman dan siklus bisnis menjadi perhatian utama dari

    perencanaan produksi agregat (Gasperz, 2001, p. 72).

    Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat

    perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan

    perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya dan pertimbangan biaya.

    Keempat strategi tersebut adalah antara lain (Ginting, 2007, pp. 76-78) :

    1. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan

    kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan, Alternatif ini akan menghasilkan

    tingkat produksi yang relative konstan, yang mengakibatkan ongkos persediaan

    tinggi atau terjadinya backorder.

    2. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan

    memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan

    tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya kompensasi dan

    reorganisasi sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja.

    Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti : kemerosotan moral

    kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Kerena kapasitas fasilitas produksi

    adalah tetap, maka penurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan

    tenaga kerja tanpa disertai dengan penambahan peralatan produksi.

  • 39

    3. Melemburkan pekerja. Alternatif ini sering dipakai dalam perencanaan agregat,

    tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga kerja.

    Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan dengan

    melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat dilakukan dalam

    batas-batas maksimum kerja lembur yang diijinkan.

    4. Mensubkontrakkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternatif ini akan

    mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak terhadap perusahaan lain.

    Berdasarkan keempat strategi di atas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam

    perencanaan agregat adalah (Ginting, 2007, pp. 78-80) :

    Hiring Cost (Ongkos penambahan tenaga kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses seleksi

    dan training. Ongkos yang besar merupakan ongkos yang besar apabila tenaga kerja

    yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.

    Firing Cost (ongkos pemberhentian tenaga kerja) Pemberhetian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan

    akan produk yang dihasilkan , sehingga tingkat produksi menurun dengan drastic.

    Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon

    bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan

    yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Semua akibat ini dianggap

    sebagai ongkos pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan.

    Inventory cost dan backorder cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan persediaan).

  • 40

    Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada

    saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijakan persediaan bagi perusahaan adalah

    timbulnya ongkos penyimpanan. Apabila kehabisan persediaan, maka perusahaan

    harus mengeluarkan sejumlah ongkos sebagai ongkos menunggu untuk pelanggan,

    yang dinamakan dengan backorder cost.

    2.6 Master Production Schedule (MPS)

    Master production schedule (MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk

    akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri

    manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan

    periode waktu. Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan

    bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk (master production

    schedule = MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan-catatan MPS,

    mengevaluasi efektivitas dari MPS dan memberikan laporan evaluasi dalam periode

    waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang (Gasperz, 2001, p.

    141).

    Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan

    empat fungsi utama berikut (Gasperz, 2001, p. 142):

    1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan

    material dan kapasitas (material and capacity requirement planning = M&CRP).

    M&CRP merupakan aktivitas perencanaan level 3 dalam hirarki perencanaan

    prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II.

    2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase

    orders) untuk item-item MPS.

  • 41

    3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.

    4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery

    promise) kepada pelanggan.

    Penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan input utama (Gasperz, 2001, pp.

    142-143) :

    1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan

    produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales

    forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).

    2. Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang

    dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stok), pesanan-pesanan produksi

    dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchased orders) dan

    firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventori

    yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.

    Gambar 2. 2 Proses Penjadwalan Produksi Induk

  • 42

    3. Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

    menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori dan sumber-

    sumber daya lain dalam rencana produksi.

    4. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus

    digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock) dan waktu tunggu (lead

    time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item

    (Item Master File).

    5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan

    MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas

    untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan

    umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk (Master

    Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya

    ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.

    2.7 Material Requirement Planning (MRP)

    Material requirement planning adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik

    pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk

    produksi atau MPS (Master Production Schedulling) menjadi kebutuhan bersih atau

    NR (Net Requirement) untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu

    perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih

    baik dan efisien. Selain itu, sistem MRP dedesain untuk melepaskan pesanan-pesanan

    dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam

    proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini

    memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang

  • 43

    kebutuhannya dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi

    untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan

    berdasarkan tahapan waktu (time phases requirements planning) (Nasution &

    Prasetyawan, 2008, p. 245).

    Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu (Ginting, 2007,

    p. 165) :

    1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

    Maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus

    diselesaikan atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas

    produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk operasi.

    2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.

    Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara

    tepat system penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua

    kebutuhan minimal setiap item komponen.

    3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

    Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan

    terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau

    dibuat sendiri

    4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah

    direncanakan.

    Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan

    pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk

    melakukan rencana penjadwalan dengan menentukan prioritas pesanan yang

    realistis.

  • 44

    Ada 3 input yang dibutuhkan oleh assembly MRP, yaitu (Ginting, 2007, pp. 168-

    171) :

    1. Jadwal Induk Produksi (JIP), didasarkan pada peramalan atas permintaan dari setiap

    produk akhir yang akan dibuat. Secara garis besar pembuatan JIP biasanya

    dilakukan atas tahapan-tahapan sebagai berikut :

    a. Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui

    besarnya permintaan produk akhir setiap periodenya.

    b. Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi

    permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dibuat pada

    tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahap

    ini, identifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk

    menentukan kesanggupan berproduksi.

    c. Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini

    merupakan penjabaran (disagregasi) dari rencana agregat, sehingga akan

    didapat jadwal produksi setiap produk akhir dibuat dan periode waktu

    pembuatannya. Selain itu dijadwalkan sumber daya yang diperlukan.

    2. Catatan Keadaan Persediaan, catatan keadaan persediaan menggambarkan status

    semua item yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan :

    a. Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory)

    b. Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang

    (on order inventory)

    c. Waktu ancang-ancang (lead time) dari setiap bulan.

    3. Struktur Produk, berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen

    dalam suatu proses assembling.

  • 45

    Struktur produk dapat digambarkan sebagai sebuah pohon dengan cabang-cabangnya

    seperti tampak pada gambar di bawah ini (Astana, 2007, p. 187) :

    Gambar 2. 3 Struktur Produk

    Gambar di atas menunjukkan contoh struktur produk yang artinya : produk A

    merupakan produk akhir (level 0) terbentuk dari 2 sub rakitan B dan 4 sub rakitan C

    (level 1). Setiap sub rakitan B terdiri dari 1 bagian D, 3 bagian E dan 2 bagian F

    (level 2). Demikian juga pada sub rakitan C terdiri dari 2 bagian E (level 2). Angka

    dalam kurung menunjukkan jumlah unit komponen yang bersangkutan. Sistem MRP

    dapat digambarkan sebagai berikut (Astana, 2007, p. 187) :

    Gambar 2. 4 struktur MRP

    Ouput dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-masing BOM dari

    item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal yang dibutuhkannya. Informasi ini

  • 46

    digunakan untuk merencanakan pelepasan pesanan (order release) untuk pembelian dan

    pembuatan sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan. Pelepasan pesanan yang

    direncanakan (planned order release) secara otomatis dihasilkan oleh sistem komputer

    MRP bersamaan dengan pesanan-pesanan yang harus dijadwalkan kembali,

    dimodifikasi, ditangguhkan atau dibatalkan.

    Dengan cara ini MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi bagi manajer

    produksi. Berdasarkan uraian di atas, output yang dapat diperoleh dari sistem MRP

    dapat dirangkum sebagai berikut (Ginting, 2007) :

    1. Menentukan jumlah material serta waktu pemesanannya dalam rangka memenuhi

    permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam JIP.

    2. Menentukan jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir. Dengan

    diketahuinya jumlah kebutuhan produk akhir maka MRP dapat menentukan secara

    tepat cara penjadwalan setiap komponen atau material sehingga ongkos yang

    dikeluarkan minimum.

    3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang berarti MRP mampu

    memberikan indikasi kapan pembatalan atas pesanan harus dilakukan. Suatu

    pemesanan dalam hal ini dapat dilakukan melalui pembelian atau merupakan proses

    pembuatan yang dilakukan di pabrik sendiri.

    4. Menentukan jadwal ulang produksi atau pembatalan atas suatu jadwal produksi

    yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas produksi yang sudah ada tidak mampu

    memenuhi pesanan yang telah dijadwalkan pada waktu yang telah ditentukan, maka

    MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana ulang penjadwalan

    produksi. Rencana ulang ini akan dapat dilakukan setelah adanya kesepakatan

    penyerahannya. Jika kesepakatan ini tidak dapat dicapai, maka berarti bahwa

  • 47

    pembatalan atas suatu pemesanan terpaksa dilakukan. Dengan demikian MRP

    mampu memberikan indikasi tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi

    ketidakseimbangan antara permintaan dan kemampuan yang dimiliki.

    2.8 Pengertian Sistem

    Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan, yang bekerja sama

    dalam mencapai suatu tujuan dengan menerima masukan (input) dan menghasilkan

    keluaran (output) dengan melalui proses transformasi. Oleh karena itu, sistem

    mempunyai 3 komponen dasar yang saling berinteraksi atau fungsi dasar, yaitu (O'brien,

    2003, p. 8) :

    - Masukan, yaitu bagian yang meliputi pengambilan elemen yang masuk ke dalam

    sistem untuk diproses. Contoh : bahan mentah, energi, data, dan sumber daya

    manusia harus bisa mengatur prosesnya.

    - Proses, yaitu bagian yang meliputi perubahan dari input menjadi output. Contoh :

    proses manufaktur, kalkulasi matematika.

    - Keluaran, yaitu bagian yang meliputi elemen yang dihasilkan dari proses

    transformasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Contoh : produk jadi.

    Konsep sistem juga dilengkapi dengan dua komponen tambahan, yaitu feedback dan

    kontrol. Feedback adalah data-data kinerja sistem yang didapatkan selama sistem

    berjalan. Sedangkan kontrol adalah pengawasan dan pengevaluasian feedback untuk

    menentukan apakah sistem yang sedang berjalan akan mencapai tujuannya atau tidak.

    Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang saling terintegrasi dengan maksud

    yang sama untuk mencapai suatu tujuan (Raymond Mcleod, 2001, p. 9).

  • 48

    Pengertian sistem menurut Hall adalah sekelompok dua atau lebih komponen

    komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistem-subsistem yang bersatu

    untuk mencapai tujuan yang sama (common purpose) (Hall, 2001, p. 5).

    Menurut pendapat Mathiassen menyatakan sistem adalah sekumpulan komponen yang

    mengimplementasikan kebutuhan pemodelan, fungsi dan antar muka (Mathiassen, 2000,

    p. 9).

    Jadi dapat disimpulkan sistem adalah sekelompok elemen yang saling berkaitan dan

    bersatu untuk mecapai tujuan tertentu.

    2.9 Pengertian Informasi

    Informasi menjadi hal yang penting yang patut diketahui pada zaman teknologi

    sekarang ini. Dengan adanya informasi maka perusahaan dapat melakukan berbagai

    kepentingan. Untuk mendapatkan informasi yang baik maka diperlukan suatu data yang

    akurat. Data mengandung fakta atau deskripsi yang secara relatif tidak berarti bagi

    pemakai, sedangkan informasi adalah data yang telah diproses, atau data yang telah

    memiliki arti (Raymond Mcleod, 2001, p. 15).

    Informasi adalah data yang sudah diubah menjadi bentuk yang berarti dan berguna

    bagi pengguna tertentu (O'brien, 2003, p. 13).

    Informasi didefinisikan sebagai data yang diproses, namun definisi ini tidak

    memadai. Informasi ditentukan oleh efeknya pada para pemakai, bukan pada bentuk

    fisiknya (Hall, 2001, p. 14).

    Dari pengertian dan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa informasi dan

    data merupakan konsep pengertian yang berbeda. Informasi dihasilkan dari sekumpulan

  • 49

    data yang tidak memiliki makna dan pengertian yang diolah menjadi sebuah fakta yang

    bermakna dan bernilai.

    2.10 Pengertian Sistem Informasi

    Sistem informasi menurut Hall adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana

    data dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistrisbusikan kepada para pemakai

    (Hall, 2001, p. 7).

    Sistem informasi sebagai kombinasi dari manusia, perangkat keras, perangkat lunak,

    jaringan komunikasi dan sumber daya data, yang mengumpulkan, mengubah atau

    mengolah, dan menghasilkan informasi dalam sebuah organisasi. Manusia bergantung

    pada sistem informasi untuk melakukan komunikasi dengan peralatan fisik (hardware),

    instruksi pemrosesan informasi atau prosedur (software), jaringan komunikasi

    (network), dan data (data resources). Manusia, perangkat keras, perangkat lunak, data,

    dan jaringan merupakan 5 sumber daya utama yang dibutuhkan sebuah sistem informasi.

    Sumber daya manusia meliputi pengguna akhir (end-user) dan spesialis sistem

    informasi, sumber daya perangkat keras meliputi mesin dan medianya, sumber daya

    perangkat lunak meliputi program-program dan prosedur, sumber daya data meliputi

    data itu sendiri, dan sumber daya jaringan meliputi media komunikasi dan pendukung

    jaringan (O'brien, 2003, p. 7).

    Sistem informasi adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah,

    menganalisa, menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu (Turban, Rainer, & Potter,

    2003, p. 15).

  • 50

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur

    formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan

    kepada para pemakai.

    2.11 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi

    Sebuah sistem informasi yang akan dibangun harus dianalisa dan dirancang terlebih

    dahulu. Agar sistem informasi yang dibangun sesuai dengan yang diharapkan maka

    diperlukan sebuah pengembangan sistem itu sendiri.

    Rancangan sistem adalah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem

    baru (Raymond Mcleod, 2001, p. 192).

    Pengembangan sistem adalah kumpulan aktivitas yang diperlukan dalam

    membangun sebuah solusi sistem informasi untuk masalah-masalah dan peluang-

    peluang bisnis. Dalam hal ini, Turban menjabarkan sebuah siklus hidup pengembangan

    sistem tradisional. Siklus hidup ini adalah pola pikir terstruktur yang berisi proses yang

    berurutan tentang bagaimana sistem informasi dikembangkan. Turban menjelaskan ada

    8 tahap dalam siklus hidup tersebut. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah investigasi

    sistem, analisis sistem, perancangan sistem, pemrograman, pengetesan, implementasi,

    operasi, dan pemeliharaan (Turban, Rainer, & Potter, 2003, pp. 461-463).

    Whitten menjabarkan dua konsep penting dalam analisis dan perancangan sistem

    informasi. Pertama, analisis sistem adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang

    menguraikan sebuah sistem menjadi bagian-bagian komponen dengan tujuan

    mempelajari seberapa bagus bagian-bagian komponen tersebut bekerja dan berinteraksi

    untuk meraih tujuan mereka. Kedua, perancangan sistem adalah sebuah teknik

    pemecahan masalah yang saling melengkapi dengan analisis sistem, yang merangkai

  • 51

    kembali bagian-bagian komponen menjadi sebuah sistem yang lengkap. Dalam hal ini,

    sistem mengalami perbaikan dari awalnya. (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p. 176).

    Ada beberapa pendekatan atau metode yang digunakan dalam menganalisis dan

    merancang sebuah sistem. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk analisis sistem

    adalah analisis terstruktur, teknik informasi, discovery prototyping, dan analisis

    berorientasi objek. Analisis terstruktur berfokus pada aliran data melalui proses-proses

    bisnis dan perangkat lunak. Teknik informasi adalah teknik yang berfokus pada struktur

    data tersimpan dalam sebuah sistem. Dalam analisis terstruktur digunakan diagram

    aliran data, sedangkan teknik informasi menggunakan diagram hubungan entitas.

    Discovery prototyping adalah pendekatan analisis sistem terakselerasi yang menekankan

    konstruksi prototip. Prototip adalah contoh sistem berskala kecil, tidak lengkap, tetapi

    berfungsi. Dalam bahasan selanjutnya, pendekatan analisis dan perancangan sistem yang

    digunakan adalah pendekatan analisis dan perancangan sistem berorientasi objek

    (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p. 176).

    Secara umum dari beberapa pengertian di atas, bisa kita simpulkan bahwa

    perancangan sistem adalah suatu riset untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan akan

    informasi untuk merancang sistem baru yang akan dibangun serta penentuan fitur-fitur

    dalam suatu rancangan sistem yang baru atau diperbaharui untuk memenuhi kebutuhan

    pemakai.

    2.12 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek

    Analisis dan perancangan berorientasi objek (OOAD) adalah pendekatan dengan

    menggunakan konsep objek. Konsep yang digunakan dalam orientasi objek adalah

    pembungkusan semua data yang mendeskripsikan orang, tempat, kejadian dalam suatu

  • 52

    wadah, yaitu objek itu sendiri. Beberapa tipe diagram yang berbeda yang secara kolektif

    memodelkan sebuah sistem informasi atau aplikasi dalam artian objek didefinisikan

    dengan Unified Modeling Language (UML) (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p.

    179).

    Analisis dan perancangan berorientasi objek adalah suatu koleksi pedoman umum

    untuk melakukan analisis dan desain. Kegiatan utama dari OOAD adalah analisis

    problem domain, analisis application domain, desain arsitektur, dan desain komponen.

    Dalam OOAD, blok-blok pembangun yang paling dasar adalah objek. Selama analisis,

    objek digunakan untuk mengorganisasikan pengertian terhadap konteks sistem (system

    context). Sedangkan selama perancangan, objek digunakan untuk mengerti dan

    mendeskripsikan sistem itu sendiri. Objek adalah sebuah entitas dengan identitas, status,

    dan perilaku. Dalam analisis, objek adalah abstraksi sebuah fenomena dalam konteks

    sistem, misalnya pelanggan. Dalam perancangan, objek adalah bagian dari sistem.

    Biasanya objek-objek dideskripsikan dalam kelas-kelas. Contohnya, sebuah kelas

    pelanggan dapat berisi objek pelanggan yang spesifik, tetapi dalam kelas tersebut juga

    terdapat pelanggan-pelanggan lain. Dimana masing-masing memiliki identitas, status,

    dan perilaku yang unik. Jadi, kelas adalah sebuah deskripsi koleksi objek yang saling

    berbagi struktur, pola perilaku, dan atribut. Atau dengan kata lain, kelas adalah

    kumpulan objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Kesuksesan pengembangan sistem

    sangat bergantung pada pemahaman pengembang terhadap praktisi dari aplikasi itu

    sendiri. Pada gambar 2.5, konteks sistem dapat dilihat dari dua perspektif yang saling

    melengkapi yaitu sistem memodelkan sesuatu (problem domain) dan sistem

    dioperasikan oleh pemakai (application domain). Problem domain adalah bagian

    konteks yang diadministrasikan, diawasi, atau dikontrol oleh sistem. Sedangkan

  • 53

    application domain adalah organisasi yang mengadministrasikan, mengawasi, atau

    mengontrolproblemdomain(Mathiassen,2000,pp.34).

    Gambar 2. 5 Konteks Sistem

    Dalam banyak analisis dan perancangan tradisional, metode, fungsi, data dan aliran

    adalah kunci dari konsep. Konsep-konsep ini cocok untuk menggambarkan fenomena

    dalam kantor dan sistem yang terkomputerisasi. Objek, status, dan perilaku dan lainnya

    adalah konsep umum dan cocok untuk menggambarkan kebanyakan fenomena yang

    diekspresikan dalam bahasa alamiah. Keuntungan dari menggunakan analisis dan

    perancangan berorientasi objek adalah memberikan suatu informasi yang jelas tentang

    konteks sistem. Metode tradisional sangat efektif dalam pemodelan sistem awal, yang

    tujuannya adalah untuk mengotomatisasi tugas-tugas pengolahan informasi tenaga kerja

    yang intensif. Kebanyakan sistem tersebut sekarang telah dikembangkan, sistem baru

    dibangun untuk mendukung pemecahan masalah individual, komunikasi dan koordinasi.

    Fungsi dari sistem baru ini tidak hanya untuk menangani sejumlah besar data yang

  • 54

    seragam, tetapi juga untuk menyebarkan data khusus secara terinci pada organisasi. Oleh

    karena itu, sangat diperlukan untuk menggunakan metode yang memusatkan, dengan

    kejelasan yang sama, pada sistem dan konteksnya. Keuntungan lainnya dari metode

    berorientasi objek adalah koneksi yang dekat antara analisis berorientasi objek,

    perancangan berorientasi objek, tampilan pemakai berorientasi objek, dan pemrograman

    berorientasi objek. Objek dapat menjadi kondisi model yang sosial, ekonomis dan juga

    pada tampilan, fungsi, proses dan komponen sistem. Dalam analisis, pengembang

    menggunakan objek untuk menentukan kebutuhan sistem. Dalam perancangan,

    pengembang menggunakan objek untuk menggambarkan sistem itu sendiri. Pengembang

    juga menggunakan objek sebagai konsep pokok dalam pemrograman (Mathiassen, 2000,

    pp. 5-6).

    Objek memberikan koherensi material struktur sistem. Objek juga menyediakan

    koherensi mental yaitu objek menawarkan pengembang cara alami berpikir tentang

    masalah yang mendukung abstraksi tanpa memaksa satu sudut pandang dari sisi teknis

    saja. Jadi dalam hal ini, OOAD merupakan suatu kumpulan metode dan langkah-langkah

    untuk menganalisa dan membuat perancangan dengan pemodelan ke dalam objek

    (Mathiassen, 2000, p. 6).

    Menurut Mathiassen (2000,p15) OOAD memiliki empat aktivitas utama yaitu

    problem domain analysis, application domain analysis, architectural design dan

    component design. Secara umum empat aktivitas utama ini dapat digambarkan sebagai

    berikut (Mathiassen, 2000, p. 15) :

  • 55

    Gambar 2. 6 Empat Kegiatan Utama OOAD

    2.13 Pemilihan Sistem

    Sebuah pengembangan proyek dimulai dengan sekumpulan koleksi ide-ide berbeda

    tentang sistem yang diinginkan.Pengembangan proyek ini dimulai dengan analisis awal

    atau dengan daftar keputusan yang telah dibuat. Hal ini menjadi pekerjaan dan tanggung

    jawab pengembang sistem untuk mengambil langkah-langkah sebelumnya dan

    mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan utama. Beberapa pertanyaan itu tentang

    masalah apa yang ingin dipecahkan, apakah sistem yang rencanakan berguna untuk

    solusi dan apa yang terjadi apabila kita menerapkan sistem yang berbeda secara

    keseluruhan (Mathiassen, 2000, p. 23).

  • 56

    Gambar 2. 7 Subaktivitas Dalam Memilih Sistem

    2.13.1 Definisi Sistem

    Definisi sistem adalah sebuah gambaran singkat dari sistem terkomputerisasi yang

    dinyatakan dalam bahasa alami. Definisi sistem menyatakan properti mendasar untuk

    pengembangan sistem dan penggunaannya. Definisi sistem menggambarkan sistem di

    dalam konteksnya, hal-hal apa yang seharusnya ada di dalam informasi, fungsi mana

    yang menyediakan informasi tersebut, dimana informasi tersebut digunakan dan kondisi

    pengembangan seperti apa yang akan diterapkan (Mathiassen, 2000, p. 24).

    2.13.2 Pemilihan sistem

    Pada pemilihan sistem terdapat tiga subaktivitas yang terjadi. Pada subaktivitas

    pertama, yaitu subaktivitas dimana kita mendapatkan gambaran mengenai situasi dan

    interprestasi orang yang berbeda. Subaktivitas kedua adalah membuat dan mengevaluasi

    ide-ide untuk perancangan sistem. Pada subaktivitas ini metode-metode kita

    menyediakan satu rangkaian teknik untuk mendukung kreativitas dan memperkenalkan

  • 57

    pola pikir yang baru. Subaktivitas yang ketiga adalah merumuskan dan memilih definisi

    sistem, mendiskusikan dan mengevaluasi alternatif definisi sistem dalam hubungannya

    dengan situasi tertentu (Mathiassen, 2000, p. 25).

    2.13.3 Menggambarkan Situasi

    Pengertian tentang situasi user haruslah kaya dan luas. Untuk memperoleh

    pengertian dan memahami aspek penting dari suatu situasi, dapat digunakan rich picture.

    Dengan adanya rich picture kita dapat menjelaskan pandangan-pandangan pemakai yang

    penting terhadap situasi, masalah fasilitas, dan mendapatkan sebuah tinjauan situasi

    dengan cepat. Tujuan disini adalah bukan untuk membuat gambaran detil dari seluruh

    kemungkinan keadaan, tetapi lebih ke arah untuk mendapatkan gambaran singkat.

    Rich picture adalah sebuah gambar yang tidak formal yang menyajikan pemahaman

    ilustrator mengenai situasi (Mathiassen, 2000, pp. 26-28).

    2.13.4 Membuat Ide

    Suatu pemahaman yang kuat dari situasi yang ada adalah sebuah poin awal yang

    baik untuk pengembangan proyek. Hal ini akan membawa kepada ide-ide selanjutnya

    dan pola pikir yang baru. Hasil dari subaktivitas ini adalah koleksi dari ide-ide. Ide-ide

    ini menggambarkan solusi-solusi yang terkomputerisasi yang diringkas dalam satu atau

    lebih definisi sistem (Mathiassen, 2000, pp. 31-33).

    2.13.5 Pengujian Dengan Prototipe

    walaupun prototipe kurang kompleks dibandingkan dengan sistem yang ditargetkan,

    namun hal ini dapat membantu kita membicarakan dan mengevaluasikan atribut dari

  • 58

    sistem kita. Batasan prototipe bisa bermacam-macam. Sebagai contoh, misal, kita

    mengkarakteristikan tiga komponen utama sistem adalah tampilan, fungsi, dan model.

    Sebuah prototipe mungkin saja berisi hanya satu atau dua dari komponen tersebut.

    Secara umum prototipe tidak menyediakan komponen-komponen secara lengkap. Secara

    teknis prototipe terbatas pada fungsi-fungsi tertentu, mungkin ada beberapa fungsi diluar

    cakupan prototipe tersebut (Mathiassen, 2000, pp. 34-35).

    2.13.6 Menentukan Sistem

    Tujuan dari subaktivitas ini adalah untuk memilih sistem aktual yang akan

    dikembangkan. Penentuan sistem ini dilakukan secara sistematis untuk memperjelas

    penafsiran, kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensi dari beberapa alternatif solusi.

    Pada umumnya prinsip dari penentuan sistem ini adalah untuk menentukan alternatif

    dari sistem-sistem. Pada subaktivitas sebelumnya memberikan penafsiran-penafsiran dan

    kemungkinan dari situasi yang ada dan kemudian membuat ide-ide baru untuk solusi.

    Proses ini secara tipikal akan membutuhkan banyak pengarahan yang berbeda dan hal

    ini sangat sulit untuk mempertahankan seluruh alternatif-alternatif yang ada dan

    membuat satu pilihan yang konsisten ide mana yang harus diikuti (Mathiassen, 2000, pp.

    37-38).

    2.13.7 Kriteria FACTOR

    Kriteria FACTOR terdiri dari enam elemen, yaitu (Mathiassen, 2000, p. 39) :

    1. Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain.

    2. Application domain : bagian-bagian dari organisasi yang mengurus, mengawasi, dan

    mengendalikan problem domain.

  • 59

    3. Conditions : kondisi sistem dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan

    4. Technology : teknologi terdiri dari dua yaitu teknologi yang digunakan dalam sistem

    dan teknologi dimana sistem itu dijalankan.

    5. Object : objek utama yang ada di dalam problem domain.

    6. Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya

    terhadap konteks sistem itu sendiri.

    2.13.8 Evaluasi dan Pemilihan

    Pemilihan sistem bukan pekerjaan dari pengembang sistem, tugas dari pengembang

    sistem adalah menyediakan pilihan-pilihan. Apabila sistem itu ingin dipakai, hal itu

    harus dipilih berdasarkan negosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam beberapa

    situasi pengembang sistem memiliki kepentingan profesional untuk memilih sistem

    karena mereka memiliki alasan perdebatan sendiri untuk kualitas sistem yang dipilih

    dibandingkan sistem yang lain. Tetapi pada akhirnya, pemilihan sistem tetap menjadi

    tanggung jawab pemakai dan pelanggan untuk memilih sistem mana yang menjadi dasar

    untuk analisis dan perancangan (Mathiassen, 2000, pp. 41-42).

    2.14 Analisis Problem Domain

    Hal yang dijelaskan mengenai analisis problem domain adalah bahwa problem

    domain berfokus pada pertanyaan kunci mengenai informasi apa yang harus disepakati

    dengan sistem. Jawaban dari pertanyaan ini penting selama aktivitas analisis, karena

    model problem domain menyediakan sebuah bahasa untuk menyatakan kebutuhan

    sistem. Selama perancangan, model diubah menjadi sebuah komponen yang

    menyediakan status problem domain saat ini dan sejarah sebelumnya. Tujuan analisis

  • 60

    problem-domain adalah membangun suatu model untuk merancang dan

    mengimplementasikan sebuah sistem yang dapat memproses, menyampaikan dan

    menyajikan laporan informasi mengenai problem-domain (Mathiassen, 2000, p. 5).

    Analisis problem domain memiliki tiga aktivitas utama, yaitu kelas, struktur, dan

    perilaku. Analisis dilakukan dengan menggunakan sistem definisi yang telah dibuat, dan

    hasilnya adalah sebuah model problem domain (Mathiassen, 2000, p. 45).

    Classes

    Structure

    Behavior

    System definition

    Model

    Gambar 2. 8 Aktivitas Pemodelan Problem Domain

    2.14.1 Kelas

    Kelas adalah deskripsi koleksi objek yang saling berbagi struktur, pola perilaku, dan

    atribut. Tujuan kelas adalah untuk memilih elemen-elemen dari sebuah model problem

    domain. Untuk memodelkan problem domain, aktivitas dimulai dengan aktivitas kelas

    dan pertanyaan penting tentang objek dan kejadian (event) apa yang harus dimasukan

  • 61

    dan yang tidak dimasukan ke dalam model. Mathiassen (2000,p49) menjelaskan bahwa

    kejadian adalah sebuah peristiwa instan yang berhubungan dengan satu objek atau lebih

    (Mathiassen, 2000, p. 49).

    Berikut ini adalah elemen-elemen dari kelas (Mathiassen, 2000, pp. 51-53) :

    - Objek (object)

    Objek adalah suatu entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku. Object

    diberi karakter melalui event-nya

    - Kelas (class)

    Kelas adalah deskripsi koleksi objek yang saling berbagi struktur, pola perilaku, dan

    atribut. Class candidates dapat diperoleh dari kata benda di dalam keterangan atau

    pembicaran dengan user. Penamaan class harus sederhana, mudah dibaca, tepat,

    tidak membingungkan, dan digunakan di dalam problem-domain.

    - Kejadian (event)

    Kejadian (event) adalah sebuah kejadian instan yang melibatkan satu atau lebih

    objek. Sebuah event adalah abstraksi dari kegiatan atau proses dalam problem-

    domain yang dialami oleh satu atau lebih object. Suatu event harus bersifat

    instantaneous dan atomic.

    Pemilihan kelas akan mendefinisikan dasar dari blok-blok pembangun dalam model

    problem domain. Untuk memfasilitaskan proses ini, sangat penting untuk mendaftarkan

    semua kemungkinan atau kandidat kelas yang potensial, tanpa mengevaluasi kandidat-

    kandidat kelas tersebut secara rinci. Tujuannya menghasilkan sebuah daftar kandidat

    kelas yang bervariasi (Mathiassen, 2000, p. 49).

  • 62

    Tabel 2. 4 Contoh Event Table

    Event Classes Customer Assistant Apprentice Appointment Plan

    Reserved v v v v Cancelled v v v Treated v v Employed v v Resigned v v Graduated v Agreed v v v

    2.14.2 Sktuktur

    Tujuan struktur adalah untuk menggambarkan hubungan struktur antara kelas dan

    objek di dalam problem domain. Hasil dari structure adalah sebuah class diagram

    dengan class dan structure. Class diagram menyediakan gambaran ikhtisar problem

    domain secara utuh dengan menggambarkan seluruh hubungan struktural antara classes

    dan objects dalam model. Di dalam struktur terdapat dua konsep yaitu struktur kelas dan

    struktur objek (Mathiassen, 2000, p. 69).

    1. Struktur kelas

    Ada dua jenis struktur kelas, yaitu generalization dan cluster.

    - Generalization

    Generalization adalah sebuah kelas umum ( super class) yang menggambarkan

    properti secara umum dari sekumpulan kelas-kelas spesialnya (Mathiassen, 2000,

    p. 72).

  • 63

    Gambar 2. 9 Struktur Generalisasi

    - Cluster

    Custer adalah sebuah koleksi dari kelas-kelas yang berhubungan. Cluster adalah

    sebuah koleksi dari kelas-kelas yang membantu kita mendapatkan gambaran

    tentang problem domain. Cluster membawa suatu pengertian secara keseluruhan

    dari sebuah problem domain dengan membagi problem domain itu ke dalam

    subdomain yang lebih kecil. Notasi yang digunakan adalah file folder yang

    didalamnya terdapat kumpulan class yang berkaitan. Class-class dalam cluster

    yang sama dihubungkan dengan generalization structure ataupun aggregation

    structure, sedangkan class-class yang ada pada cluster yang berbeda

    dihubungkan dengan assosiation structure (Mathiassen, 2000, p. 74).

    Gambar 2. 10 Struktur Cluster

  • 64

    2. Struktur Objek

    Ada dua jenis struktur objek, yaitu struktur agregasi dan struktur asosiasi. Kedua

    struktur objek menggambarkan suatu hubungan dinamis antara objek-objek di dalam

    problem domain (Mathiassen, 2000, p. 75).

    - Struktur agregasi

    Struktur agregasi adalah sebuah hubungan antara dua atau lebih objek. Struktur

    ini menyatakan bahwa satu objek merupakan dasar dan menentukan bagian yang

    lainnya (Mathiassen, 2000, p. 76).

    Gambar 2. 11 Struktur Agregasi

    - Struktur asosiasi

    Struktur asosiasi adalah Hubungan yang ada dalam dua atau lebih objek, tetapi

    hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sangat kuat seperti agregasi

    karena objek yang satu tetap ada walaupun objek yang lain tidak ada. Asosiasi

    diterjemahkan sebagai garis yang menghubungkan objek-objek (Mathiassen,

    2000, p. 77).

    Gambar 2. 12 Struktur Asosiasi

  • 65

    2.14.3 Perilaku

    Pada aktivitas perilaku, definisi kelas dalam kelas diagram dikembangkan lagi

    dengan menambahkan deskripsi pola perilaku (behavioral pattern) dan atribut pada

    setiap kelas. Tujuan dari perilaku adalah untuk memodelkan dinamika dari problem

    domain. Ada tiga konsep dari dalam perilaku yaitu event trace, behavioral pattern, dan

    atribut (Mathiassen, 2000, p. 89) :

    1. Event trace

    Event trace adalah sebuah urutan kejadian yang melibati objek tertentu.

    2. Behavioral pattern

    Behavioral pattern adalah deskripsi dari semua event trace yang mungkin untuk

    semua objek di dalam kelas.

    3. Atribut

    Atribut adalah deskripsi dari properti dari sebuah kelas atau kejadian.

    Ketiga konsep ini akan menghasilkan sebuah behavioral pattern dengan atributnya

    untuk setiap kelas di dalam diagram kelas.

    2.15 Analisis Application Domain

    Analisis application domain berfokus pada pertanyaan bagaimana sistem target

    digunakan. Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk menentukan kebutuhan akan fungsi

    dan tampilan sistem. Konsep dari application domain adalah sebuah organisasi yang

    mengawasi, menggontrol dan mengevaluasi problem domain. Hasil dari kegiatan ini

    berupa daftar yang lengkap tentang kebutuhan sistem secara keseluruhan (Mathiassen,

    2000, p. 56).

  • 66

    Aktivitas-aktivitas dalam application domain adalah penggunaan (usage), fungsi,

    dan tampilan. Analisis application domain menghasilkan gambaran kebutuhan untuk

    digunakan (Mathiassen, 2000, p. 56).

    Gambar 2. 13 Analisis Application Domain

    2.15.1 Usage

    menghasilkan informasi rinci yang sangat banyak yang bernilai sedikit pada

    proses pengembangan. Untuk efisiensi, hanya difokuskan pada interaksi antara

    pengguna dengan sistem. Dalam hal ini digunakan use case. Use case adalah pola

    interaksi antara sistem dan aktor pada application domain. Aktor adalah sebuah abstraksi

    pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem (Mathiassen, 2000, pp. 119-

    120).

    - Use case

    Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor dalam application domain.

  • 67

    - Aktor

    Aktor adalah abstraksi dari pemakai atau sistem lain yang berinteraksi langsung

    dengan sistem target.

    2.15.2 Fungsi

    Fungsi berfokus pada pertanyaan sistem apa yang dapat membantu aktor-aktornya

    di dalam pekerjaan mereka. Ketika menentukan kebutuhan untuk fungsi-fungsi yang

    ada, maka sebuah pertanyaan muncul mengenai apa yang akan dilakukan sistem. Dalam

    aktivitas penggunaan sistem itu, pertanyaan lebih berfokus pada bagaimana sistem akan

    digunakan. Akan tetapi untuk menjawab pertanyaan sistem apa yang digunakan sangat

    sulit tanpa mengetahui bagaimana sistem digunakan. Oleh karena itu, fungsi dan

    penggunaan memiliki hubungan yang erat (Mathiassen, 2000, p. 137).

    Fungsi adalah sebuah fasilitas untuk membuat suatu model berguna bagi aktornya.

    Tujuan dari fungsi adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan informasi sistem.

    Hasil dari fungsi adalah sebuah daftar lengkap dari fungsi-fungsi dengan spesifikasi

    fungsi yang kompleks (Mathiassen, 2000, p. 137).

    Ada empat tipe fungsi yaitu (Mathiassen, 2000, p. 138) :

    - Update

    Fungsi diaktifkan oleh kejadian yang berasal dari problem domain dan

    mengakibatkan perubahan status dalam model.

    - Signal

    Fungsi diaktifkan oleh perubahan di dalam status model dan mengakibatkan suatu

    reaksi dalam konteks sistem. Reaksi ini mungkin berupa suatu tampilan untuk aktor

    dalam application domain, atau suatu intervensi langsung dalam problem domain.

  • 68

    - Read

    Fungsi diaktifkan oleh suatu kebutuhan untuk informasi dalam suatu tugas pekerjaan

    aktor dan menghasilkan tampilan bagian model yang relevan.

    - Compute

    Fungsi diaktifkan oleh suatu kebutuhan untuk informasi dalam suatu tugas pekerjaan

    aktor dan dan terdiri dari suatu perhitungan yang melibatkan informasi yang

    disajikan oleh aktor atau model, hasilnya berupa hasil perhitungan.

    2.15.3 Tampilan

    Tampilan adalah fasilitas yang memungkinkan model fungsi sistem tersedia bagi

    aktor. Tampilan digunakan oleh aktor untuk berinteraksi dengan sebuah sistem. Analisis

    dimulai dari use case (bagian dari problem-model), dan kebutuhan fungsional dan

    hasilnya ditentukan oleh elemen dari Tampilan, karena Tampilan yang menjembatani

    hubungan antar pengguna (user) dengan komputer dengan menggunakan software.

    Hasilnya berupa navigation diagram. Navigation diagram terdiri dari gambar tiap

    window, dan panah yang menandakan bagaimana tombol-tombol yang digunakan dan

    pilihan lainnya akan mengaktifkan fungsi atau membuka window lain. Ada dua tipe dari

    tampilan yaitu (Mathiassen, 2000, pp. 151-152) :

    1. Tampilan pemakai

    Tampilan pemakai adalah tampilan untuk pemakai.

    2. Tampilan sistem

    Tampilan sistem adalah tampilan untuk sistem-sistem lainnya.

    Ketika menentukan tampilan pemakai, gaya dialog menjadi pilihan penting. Ada

    empat jenis pola dialog yaitu (Mathiassen, 2000, pp. 154-155) :

  • 69

    1. Menu selection

    Menu selection dinyatakan dalam sebuah daftar dari berbagai kemungkinan pilihan

    di dalam tampilan pemakai.

    2. Form fill-in

    Form fill-in merupakan pola klasik untuk pencatatan data pada terminal yang

    berdasarkan karakter.

    3. Command language

    Pada command language pemakai dapat dengan mudah memasukkan perintah yang

    telah ada formatnya.

    4. Direct manipulation

    Direct manipulation memungkinkan pemakai bekerja dengan representasi objek.

    Dengan pola ini, pemakai dapat memilih objek dan melakukan fungsi dengan hasil

    yang nyata secara langsung.

    2.16 Perancangan Arsitektur

    Perbedaan sistem yang sukses dan perbedaan sistem yang yang tidak sukses adalah

    terletak pada perancancangan arsitektur yang kuat. Tujuan dari perancangan arsitektur

    adalah untuk menyusun sistem yang terkomputerisasi. Konsep yang dipakai dalam

    perancangan arsitektur adalah criterion, component architecture, process architecture.

    Kriteria berisi kondisi dan kriteria apa yang digunakan untuk perancangan. Komponen

    berisi bagaimana sistem distrukturkan pada komponen-komponen. Sedangkan proses

    berisi bagaimana proses sistem didistribusikan dan dikoordinasikan (Mathiassen, 2000,

    p. 173).

  • 70

    Gambar 2. 14 Aktivitas Perancangan Arsitektur

    2.16.1 Kriteria

    Tujuan dari Kriteria adalah untuk menetapkan prioritas dari rancangan. Ada dua

    konsep di dalam criteria yaitu criterion dan condition (Mathiassen, 2000, p. 177).

    - Criterion

    Criterion adalah sebuah properti pilihan dari arsitektur

    - Condition

    Condition adalah Analisa keterbatasan dan peluang manusia, teknis, dan organisasi

    yang terlibat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

    Tabel 2. 5 Kriteria Sistem

    Kriteria Ukuran

    Usable Kemampuan beradaptasi sistem terhadap organisasi, berkaitan dengan kerja, dan konteks secara teknis.

    Secure Tindakan pencegahan terhadap akses yang tidak diotorisasi terhadap data dan fasilitas. Efficient Penghematan atas fasilitas platform teknis. Correct Pemenuhan kebutuhan Reliable Pemenuhan atas ketepatan yang diperlukan fungsi eksekusi.

  • 71

    Kriteria Ukuran Maintainable Biaya untuk penempatan dan perbaikan sistem yang rusak.

    Testable Biaya untuk memastikan sistem berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Flexible Biaya memodifikasi sistem.

    Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman atas sistem.

    Reusable Kemampuan untuk menggunakan bagian sistem ke sistem lain yang terhubung. Portable Biaya memindahkan sistem ke platform teknis lain. Interoperable Biaya menggabungkan sistem ke sistem yang lain.

    2.16.2 Komponen

    Arsitektur komponen adalah sebuah pandangan sistem secara terstruktur yang

    saling berhubungan sedangkan komponen adalah sebuah kumpulan bagian program

    yang saling berhubungan dan memiliki tanggung jawab dengan baik. Sebuah arsitektur

    komponen yang baik membuat sebuah sistem lebih mudah memahami dan

    mengorganisasikan rancangan kerja dan mencerminkan stabilitas konteks sistem. Tujuan

    dari komponen adalah untuk membuat struktur sistem yang dapat dipahami dan

    fleksibel. Hasil dari komponen adalah sebuah diagram dengan spesifikasi komponen

    yang kompleks (Mathiassen, 2000, p. 189).

    Berikut ini adalah pola-pola yang digunakan dalam arsitektur sistem adalah

    (Mathiassen, 2000, pp. 193-198) :