2012-1-00462-mn bab 2.pdf
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Budaya organisasi
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
“kultur” dalam bahasa Indonesia. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya ).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan
suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang
dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
(http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html#definisi)
7
Wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
• Wujud Ideal (Gagasan)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau
disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau
di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka dalam bentuk tulisan, maka lokasi
dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku
hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.(Hoenigman)
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan
memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa
juga disebut adat istiadat (Setiadi, 2006).
• Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
juga dengan system social. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-
aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,
serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu
yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.(
Hoenigman)
8
• Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisikyang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
dikomentasikan. Sifatnya paling konkret di anatara ketiga bwujud
kebudayaan. ( Hoenigman)
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-
organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi )
Menurut Kotter dan Heskett ( 1998, p6 ) budaya organisasi adalah
nilai dan praktik yang dimiliki bersama seluruh kelompok dalam suatu
organisasi, sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya organisasi
dapat dilihat dalam dua tingkat, yaitu yang terlihat dalam permukaan, yang
umumnya menyangkut perilaku dan sikap-sikap dalam hubungan dengan
benda-benda fisik dan yang lebih dalam lagi menyangkut nilai-nilai yang
dianut bersama.
Sedangkan Robbins dan Coulter (2004, p58) mendefisinikan budaya
organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota
organisasi yang menentukan, sebagaian besar cara mereka bertindak.
9
Menurut Umar ( 2008, p.207 ) budaya organisasi adalah suatu sistem
nilai dan keyakinan besama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah
dasar pendiriannya yang kemudian berinteraksi menjadi norma-norma,
dimana norma tersebut dipakai sebagai pedoman cara berpikir dan bertindak
dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Dengan mendasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang diyakini
bersama yang berasal dari falsafah atau prinsip awal pendirian organisasi
kemudian berinteraksi menjadi norma-norma, yang dijadikan sebagai
pedoman untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.1 Tipe Budaya Organisasi
Harrison ( 2002, p.65 ) membagi empat tipe budaya organisasi :
1. Budaya Kekuasaan ( Power Culture )
Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan
menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam memerintah.
Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti
esepso dan keinginan anggota suatu organisasi.
Seorang dosen, seorang guru dan seorang karyawan butuh adanya
peratusan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan
seluruh perintah dan kebijakannya. Karena hal ini menyangkut
kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi
organisasi. Kelajiman diinstitusi pendidikan yang masih menganut
10
manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan
dalam pengendalian sebuah kebijakan institusi akademis, terkadang
melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu
penyebab jatuh dan mundurnya sebuah perguruan tinggi.
2. Budaya Peran ( Role Culture )
Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti
peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifi yang jelas
karena diyakini bahwa hal ini akan mengstabilkan sistem.
Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status/posisi/peranan
yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang
jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Bagi seorang
dosen tetap jauh lebih cepat menerima seluruh kebijakan akademis
daripada dosen terbang yang hanya sewaktu-waktu hadir sesuai
dengan jadwal perkuliahan.
Bentuk budaya ini kalau diterapkan dalam budaya akademis dapat
dilihat dari sejauhmana peran dosen dalam merancang,
merencanakan dan memberikan masukan (input) terhadap
pembentukan suatu nilai budaya kerja tanpa adanya birokrasi dari
pihak pimpinan. Jelas masukan dari bawah lebih indipenden dan
dapat diterima kaena sudah menyangkut masalah personal dan bisa
didukung oleh berbagai pihak melalui adanya perjanjian psikologis
antara pimpinan dengan dosen yang dibawahnya. Budaya peran
yang diberdayakan secara jelas juga akan membentuk terciptanya
11
profesionalisme kerja seorang dosen dan rasa memiliki yang kuat
terhadap peran sosialnya di kampus serta aktifitasnya diluar
kegiatan akademis dan kegiatan penelitian.
3. Budaya Pendukung ( Support Culture )
Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau komunitas yang
mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan
seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya
oeran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya
budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan
anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak
pimpinan ketika organisasi atau institusi tersebut didirikan oleh
pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi
tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi,
dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya
perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus
menerus ( longlife education )
2.1.2 Fungsi Budaya Organisasi
Veithzal rivai menjabarkan beberapa fungsi organisasi dalam bukunya
(2008, p432), di mana budaya organisasi melakukan sejumlah fungsi di dalam
sebuah organisasi, yaitu:
12
a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi
denagn organisasi yang lain.
b. Budaya memberikan identitas bagi para anggota organisasi
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan
pada kepentingan individu
d. Budaya itu menigkatkan kemantapan sistem sosial
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan
2.1.3 Hakikat Budaya Organisasi
Hasil riset terbaru mengemukakan tujuh karakteristik primer yang
merupakan hakikat dari budaya organisasi. Ketujuh karakteristik tersebut,
yaitu:
a. Inovasi dan pengambilan resiko, sejauh mana para karyawan
didorong unyuk inovatif dan mengambil resiko
b. Perhatian, sejauh mana karyawan diharapkan memerhatikan presisi
(kecermatan dan analisis)
c. Orentasi hasil, sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil,
bukan pada teknik dan proses
d. Orentasi orang, sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek keberhasilan orang-orang di dalam
organisasi
13
e. Orentasi tim, sejauh mana kegiatan kerja organisasi kepada tim
bukannya individu-individu
f. Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresuf (kreatif) dan
kompetitif
g. Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo
2.2 Motivasi kerja
2.2.1 Definisi Motivasi Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p210) motivasi adalah
kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan
kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan.
Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009, p178) motivasi suatu
kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi di dalam dan di
luar diri seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja, dalam
menentukan arah, intensitas, dan kegigihan.
Menurut George dan Jones (2005, p175) motivasi kerja adalah
suatu kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah
perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di
dalam menghadapi rintangan.
Dari beberapa pendapat di atas, motivasi kerja bisa di simpulkan
sikap psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan
14
seorang yang mendorong usaha kerja, dalam menentukan arah, intensitas,
dan kegigihan yang berpengaruh kepada organisasi di mana ia bekerja.
2.2.2 Dasar-dasar Pokok Motivasi
Beberapa teori motivasi yang dikenal menurut Rivai dan Sagala
(2009,p837), yaitu:
a. Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)
Teori motivasi yang sangat terkenal adalah teori
kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Menurut Maslow bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri
dari atas lima kebutuhan yaitu; kebutuhan secara fisiologis,
rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.
b. McClelland Theory of Needs
David McCelland menganalisis tentang tiga kebutuhan
manusia yang sangat penting di dalam organisasi atau
perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland theory of
needs memfokuskan kepada tiga hal yaitu;
• Kebutuhan dalam mencapai kesuksesaan (Need for
achievement); kemampuan untuk mencapai hubungan
kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga
perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.
• Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (Need for
power); kebutuhan untuk membuat orang berperilaku
15
dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam
tugasnya masing-masing.
• Kebutuhan untuk berafiliasi (Needs for affiliation);
hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan
kerja atau para karyawan di dalam organisasi.
Need for achievement. Beberapa orang memiliki keinginan untuk
mencapai kesuksesan. Mereka berjuang untuk memenuhi ambisi secara
pribadi daripada mencapai kesuksesan dalam bentuk penghargaan
perusahaan atau organisasi. Sehingga mereka melakukannya selalu lebih
baik dan lebih efisien dari waktu ke waktu. Maksud high achiever di sini
adalah seseorang atau karyawan yang dalam menyelesaikan tugasnya
selalu lebih baik dari yang lain (better than others).
Mereka ini (high achiever) selalu mencari suasana kerja dalam suatu
proyek atau keadaan di mana mereka dapat memikul tanggung jawab
secara pribadi untuk memecahkan masalahnya dan memperoleh kembali
jawaban yang cepat dari suasana tersebut. Jadi, dapat mereka katakan
mudah untuk mengetahui sulit atau tidaknya, bahkan dapat
meningkatkannya atau tidak dalam suatu pekerjaan. Mereka tidak
berpikir untung-untungan tetapi dengan perhitungan yang akurat dan
tepat. Mereka merencanakan dengan matang segala sesuatunya, mereka
bukanlah meraih kesempatan dalam kesempitan untuk meraih
kesuksesan. Mereka ini berkinerja bagus dan baik ketika mereka
menerima tanggung jawab dengan kemungkinan 50- 50 atau seimbang.
16
Mereka akan menghadapinya dengan penuh tanggung jawab baik dalam
kegagalan atau kesuksesan dalam menyelesaikan tugasnya atau
pekerjaannya.
Need for Power. Beberapa orang mungkin selalu untuk memiliki
pengaruh, dihormati dan senang mengatur sebagian manusia lainnya.
Manusia semacam ini justru senang, dengan tugas yang dibebankan
kepadanya atau statusnya dan cenderung untuk lebih peduli dengan
kebanggaan, prestise, dan memperoleh pengaruh terhadap manusia
lainnya.
Need for affiliation. Kebutuhan ini menempati posisi paling akhir dari
riset para pakar manajemen. Maksudnya di sini, orang yang memiliki
kebutuhan seperti ini tentu mereka memiliki motivasi untuk
persahabatan, menanggung dan bekerja sama daripada sebagai ajang
kompetisi di dalam suatu organisasi. Termasuk di dalam hal pengertian
satu dengan lainnya.
c. Teori ERG
Teori ERG menyebutkan ada tiga kategori kebutuhan
individu, yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness)
dan pertumbuhan (growth), karena itu disebut sebagai teori ERG,
yang berupa:
• Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik;
17
• Kebutuhan keterhubungan adalah kebutuhan untuk berhu-
bungan dengan orang lain yang bermanfaat seperti keluarga,
sahabat, atasan, keanggotaan di dalam masyarakat;
• Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk menjadi
produktif dan kreatif, misalnya diberdayakan di dalam potensi
tertentu dan berkembang secara terus-menerus.
2.3 Kepuasan Kerja
2.3.1 Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang,
yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang di terima
pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
(Robbins, 2003) dalam Wibowo (2007, p299)
Menurut George dan Jones (2005, p75), merupakan kumpulan
perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang pekerjaan
mereka.
Menurut Kreitner dan Kinicki, (2008, p170), suatu respon yang
mempengaruhi atau emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan
seseorang.
Dari pendapat beberapa ahli di atas bisa di simpulkan kepuasan kerja
adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang responnya adalah
kumpulan perasaan dan kepercayaan yang mempengaruhi terhadap
berbagai segi dari pekerjaan orang.
18
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat
individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda
sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi
penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu,
maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan
demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang
atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas
dalam bekerja.
Teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah:
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur ke-
puasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga
apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka
orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif, Kepuasan kerja
seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan
didapatkan dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa
orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau
tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi
kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan
adalah input, basil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor
bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya,
19
seperu pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan
peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan
pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh
seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti:
upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan
kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang
selalu membandingkan dapat berupa seseorang di perusahaan yang
sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu.
Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input
hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan
itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila
perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa
menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila
perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3. Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan
kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda.
Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu
variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan
menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies.
Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai
sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik,
penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan
memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut
20
akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini
tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene
actors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan,
yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi,
kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi
dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak
terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika
besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
Dalam kehidupan setiap individu selalu mengadakan bermacammacam
aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dengan gerakangerakan yang
dinamakan kerja. Sedangkan salah satu faktor pendorong yang
menyebabkan manusia bekerja adalah karena memiliki kebutuhan yang
harus dipenuhi, yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan
individu. Salah satu teori kebutuhan manusia seperti yang digambarkan
oleh Maslow pada Gambar 1.1 Teori kebutuhan tersebut sebagai salah satu
teori yang dapat dipergunakan untuk memotivasi karyawan dalam bekerja.
Pemberian motivasi merupakan tugas dan kewajiban manajer agar
karyawan lebih giat dalam bekerja.
Dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu
kepada kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau
imbalan dan fasilitas kerja lainnya seperti, rumah dinas dan kendaraan
21
kerja. Konteks "puas" dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan
merasa puas apabila dia mengalami hal-hal:
• Apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu
tersebut lebih dari yang diharapkan. Masing-masing individu me-
miliki target pribadi. Apabila mereka termotivasi untuk mendapat-
kan target tersebut, mereka akan bekerja keras. Pencapaian hasil
dari kerja keras tersebut akan membuat individu merasa puas.
• Apabila basil yang dicapai lebih besar dari standar yang ditetapkan.
Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar
yang ditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki
produktivitas yang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari
perusahaan.
• Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan
yang diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan
konsisten untuk setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu.
Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu
teori yang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity
Model Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan
dan ketidakpuasan dengan pembayaran. Perbedaan antara jumlah yang
diterima dengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan
penyebab utama terjadinya ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada
tiga tingkatan karyawan, yaitu:
22
• Memenuhi kebutuhan dasar karyawan;
• Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin
tidak mau pindah kerja ke tempat lain;
• Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa
yang diharapkan.
Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative
Deprivation Theory, ada enam keputusan penting menyangkut kepuasan
dengan pembayaran menurut teori ini adalah;
• Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan;
• Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan;
• Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih;
• Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan;
• Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan;
• Perasaan secara personal tidak bertanggung j awab terhadap basil
yang buruk.
Apakah kepuasan kerja dapat ditingkatkan atau tidak, tergantung
dari apakah imbalan sesuai dengan ekspektasi, kebutuhan dan keinginan
karyawan. Jika kinerja yang lebih baik dapat meningkatkan imbalan bagi
karyawan secara adil dan seimbang, maka kepuasan kerja akan meningkat.
Dalam kasus lain, kepuasan karyawan merupakan umpan balik yang
mempengaruhi self-image dan motivasi untuk meningkatkan kinerja.
Fungsi-fungsi tersebut dijalankan dalam rangka meningkatkan kua-
litas kerja karyawan. Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan dengan
23
lancar, maka perlu dilakukan pengawasan oleh supervisor. Keberhasilan
pelaksanaan fungsi SDM tersebut sangat tergantung dari feed-back (umpan
balik) yang diberikan karyawan, dalam bentuk peningkatan motivasi kerja
dan tercapainya kepuasan kerja.
Faktor - faktor Kepuasan Kerja :
Menurut Danfar (2009) kepuasan kerja merupakan sikap positif yang
menyangkut penyesuaian karyawan terhadap faktor-faktor yang,
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, meliputi :
1. Faktor kepuasan finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan
terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-jari sehingga kepuasan kerja bagi
karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi: sistem dan besarnya
gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang
diberikan serta promosi (Moh. As’ad,1987)
2. Faktor kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini
meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan/suhu,penerangan,pertukaran
udara,kondisi kesehatan karyawan dan umur (Moh. As’ad,1987)
3. Faktor kepuasan sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan
interaksi sosial baik antar sesama karyawan, dengan atasannya
maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini
24
meliputi; rekan kerja, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta
pengarahan dan perintah yang wajar (Drs. Heidjaracman dan Drs.
Suad Husnan,1986)
4. Faktor kepuasan psikologi, yaitu berhubungan dengan kejiwaan
karyawan. Hal ini meliputi; minat, ketentraman dalam bekerja,
sikap terhadap kerja,bakat dan keterampilan (Moh.As’ad,1987)
Salah satu teori yang menjelas'.an mengenai kepuasan kerja adalah
teori motivator-hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick
Herzberg. Teori M-H sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Namun
penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan
turnover SDM serta antara kepuasan kerja dan komitmen SDM. Pada
intinya, teori M-H justru kurang sependapat dengan pemberian balas jasa
tinggi macam strategi golden handcuff karena balas jasa tinggi hanya
mampu menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampu
mendatangkan kepuasan kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukan
motivator). Untuk mendatangkan kepuasan kerja, Herzberg menyarankan
agar perusahaan melakukan job enrichment, yaitu suatu upaya
menciptakan pekerjaan dengan tantangan, tanggung jawab dan otonomi
yang lebih besar.
2.3.2 Indikator Kepuasan Kerja
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepuasan
kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas
25
kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan
efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja seorang karyawan adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan
tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan; (b)
supervisi; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e)
gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya
insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan.
Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab
kepuasan kerja ialah: (1) bekerja pada tempat yang tepat, (2) pembayaran
yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan
yang tepat, dan (5) orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. Salah
satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya
ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa
pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robins,
yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan
memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan
bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan
serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan
26
dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervisior), atasan yang baik berarti mau
menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan
bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus
atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang
berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun
yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi(Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
peningkatan karier selama bekerja.
5. Gaji/Upah(Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan
hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
Didalam penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (
1978 ) menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas itu
karena ada nya prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan, dan pujian.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan karena
adanya kebijakan perusahaan, supervisor, kondisi kerja, dan gaji.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja :
1. Kerja yang secara mental menantang,Kebanyakan Karyawan
menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
27
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik
mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang
terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi
terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan
karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem
upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai
adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah
yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua
orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik
uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih
diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang
mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak
yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan
praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang
28
ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara
yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami
kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan
lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan
sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur
(suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih
daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam
kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan
sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan
kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga
merupakan determinan utama dari kepuasan.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya
orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan
bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat
untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan
29
demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai
kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang
tinggi dari dalam kerja mereka.
Dapat disimpulkan dari faktor-faktor di atas kepuasan kerja akan
dapat dipahami sikap indvidu terhadan pekerjaan yang dilakukan.
Karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.
Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing
individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan. Oleh karenanya sumber kepuasan seorang
karyawan secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan yang
dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan kerja ini
belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan bahwa
tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat
dari padanya.
2.3.4 Pengukuran Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan
dan aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan
harus benarbenar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat
dikategorikan sesuai dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu:
30
• Pertama, manusia berhak diberlakukan dengan aan uaii
iiuiuidL, pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan.
Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang
baik. Penting juga memperhatikan indikator -emosional atau
kesehatan psikologis.
• Kedua, perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat
menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi
perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit-unit
organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Buhler
(1994) menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi
berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan
pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang
percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan
tidak berinvestasi di bidang karyawan maka akan menghadapi
bahaya. Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover, diiringi
dengan membengkaknya biaya pelatihan, gaji akan
memunculkan perilaku yang sama di kalangan karyawan, yaitu
mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang
loyal.
Apabila karyawan tersebut menjalankan sesuai dengan yang
disyaratkan, maka ia seharusnya menerima hadiah yang dijanjikan.
Sewaktu ia menerima imbalan tersebut, motifnya terpuaskan dan
kepercayaan dia pada pola yang sama di masa yang akan datang
31
diperkuat. Apakah ia bekerja dengan baik, tetapi menerima imbalan
kurang dari yang dijanjikan, ia akan menjadi skeptis untuk masa-
masa yang akan datang.
Individu Menilai : Apakah untuk Bersikap
Diri Sendiri
(Keterampilan & Pengetahuan)
↓
Atasannya
(Untuk menentukan dukungan yang akan diperoleh)
↓
Rekan sekerja dan kerja sama yang bisa diperoleh
↓
Fasilitas
(Material dan sumber dipergunakan)
↓
Waktu yang tersedia
↓
Faktor-faktor lainnya
Gambar 2.1 Penilaian Individu dalam bersikap
Lakukan Hati -hatiStop
32
Sebaliknya, apabila ia tidak bisa menjalankan dengan baik, dan
tidak menerima imbalan, akibatnya mungkin berbeda. Kemungkinan
yang pertama, ia menjadi tidak percaya pada dirinya sendiri,
mungkin dendam dengan faktor-faktor lainya yang dirasa menjadi
penyebabnya. la tidak mau lagi melakukan sesuatu yang sama,
jikalau ia tidak merasa mampu seratus persen berhasil.
Kemungkinan lainnya adalah ia meningkatkan usahanya untuk
mengatasi kegagalan tersebut. Dengan usaha yang bertambah
mungkin ia bisa mengatasi kegagalan di waktu lalunya. Karenanya
proses tersebut bisa dimulai kembali. Apabila prestasi cukup dan
tidak dikenakan hukuman yang terjadi adalah kepuasan belum tentu
segera terealisir. Untuk itu individu tersebut akan melakukan
evaluasi terhadap kelayakan hadiah. Ia akan membandingkan dengan
usaha yang telah dikeluarkan untuk mencapai hadiah tersebut.
Setelah itu, apabila ia merasa cukup, maka ia akan memperoleh
kepuasan. Sebaliknya, jika tidak ia akan menjadi lebih kritis untuk
masa yang akan datang. Apabila ia puas sebenarnya proses yang
sama akan dilakukannya lagi.
33
2.4 Hubungan / Pengaruh Antar Variabel
2.4.1 Hubungan / Pengaruh Antar Variabel Budaya Organisasi dan
Kepuasan kerja Karyawan
Sesungguhnya antar budaya perusahaan dengan kepuasan
karyawan terhadap hubungan, dimana budaya (culture) dikatakan
member pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan
karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan
karyawan dalam bekerja, berinteraksi dengan kelompoknya dengan
system dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Hasil
penelitian Kirk L. Rogga (2001) menyatakan bahwa budaya
organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan (jurnal
manajemen dan kewirausahaan,volume 7 no 1, Maret 2005).
2.4.2 Hubungan / Pengaruh Antar Variabel Motivasi kerja dengan
Kepuasan Kerja Karyawan
Manusia dalam hal ini pegawai adalah mahluk sosial yang
menjadi kekayaan utama bagi setiap organisasi. Mereka menjadi
perencana, pelaksana, dan pengendali yang selalu berperan aktif
dalam mewujudkan tujuan organisasi. Pegawai menjadi pelaku yang
menunjang tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan
keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikap negatif hendaknya
dihindarkan sedini mungkin. Untuk mengembangkan sikap-sikap
positif tersebut kepada pegawai, sebaiknya pimpinan harus terus
34
memotivasi para pegawainya agar kepuasan kerja pegawainya
menjaditinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari
kepuasan hidup yang bergantung pada tindakan mana individu
menemukan saluran-saluran yang memadai untuk mewujudkan
kemampuan, minat, ciri pribadi nilai-nilainya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang pernah dilakukan oleh Yusmiati Saimah dengan
judul “Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja” pada dinas
perhubungan Kabupaten Musi Rawas (2003 : 21).
Gouzaly (2000 : 257) mengelompokkan faktor-faktor motivasi
kedalam kedalam dua kelompok yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja yaitu, faktor external (karakteristik organisasi) dan faktor
internal (karakteristik pribadi).
2.5 Kerangka Pemikiran
Secara garis besar, melalui penelitian ini penulis akan :
• Meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
• Meneliti pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan
• Meneliti pengaruh budaya organisai dan motivasi kerja terhadap
kinerja karyawan
35
X1= Budaya
Organisasi
• Inovasi dan
pengambilan
resiko
• Perhatian
• Orentasi hasil
• Orentasi orang
• Orentasi tim
• Keagresifan
• Kemantapan
PT. EMS Indoappliances
X2= Motivasi Kerja
• Kebutuhan
eksistensi
• Kebutuhan
keterhubungan
• Kebutuhan
pertumbuhan
Y=Kepuasan kerja
karyawan
• Faktor
kepuasan
financial
• Faktor
kepuasan fisik
• Faktor
kepuasan
sosial
• Faktor
Regresi
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
36
2.6 Hipotesis
Pada penelitian kali ini penulis mengambil hipotesis penelitian sebagai
berikut :
Hipotesis 1
H1: Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan
PT. EMS Indoappliances.
H0: Tidak ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. EMS Indoappliances.
Hipotesis 2
H1: Ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan
di PT. EMS Indoappliances
H0: tidak ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja
karyawan di PT. EMS Indoappliances