2011-02-16 analisis pemanas yang bermasalah pada sistem air pendingin injektor
DESCRIPTION
Pengaruh yang mungkin dapat terjadi apabila pemanas injector cooling water (ICW) tidak dioperasikan sesuai dengan standar dan prosedur pengoperasian mesin pembangkit tenaga diesel (SWD 9TM 620)TRANSCRIPT
2011
PT PLN (Persero) Rhino Fieldianto
[LAPORAN PEMANAS YANG BERMASALAH PADA SISTEM AIR PENDINGIN INJEKTOR] PLTD Trisakti, Sektor Barito. Banjarmasin, Februari 2011.
1
Latar Belakang
Sistem air pendingin injektor adalah sistem pendingin menggunakan air yang
dialirkan melalui injector holder. Sistem ini terdiri dari jalur air injektor, pompa sirkulasi (P-
531), sistem pemanas ICW (injector cooling water), deaerator (S-532), dan tangki ekspansi
(V-531).
Pada saat ini, sistem pemanas ICW tidak pernah difungsikan, sehingga temperatur
outlet air pendingin injektor menjadi sekitar 80° C. Temperatur ini berada di bawah
temperatur yang disarankan yaitu sekitar 95° C (berlaku baik pada saat menggunakan HSD
maupun saat menggunakan MFO).
Tujuan
- Melaporkan kondisi pemanas yang bermasalah sehingga bisa lebih diperhatikan dan
ditindaklanjuti
- Memaparkan akibat yang ditimbulkan apabila temperature ICW tidak sesuai dengan
standar yang disarankan di dalam buku manual
Dasar Teori
Sistem Air Pendingin Injektor
Sistem ini terdiri dari jalur air injektor, pompa sirkulasi (P-531), sistem pemanas ICW
(injector cooling water), deaerator (S-532), dan tangki ekspansi (V-531). Tangki ekspansi ini
dilengkapi dengan jendela observasi untuk menfasilitasi pengamatan kondisi air yang
mungkin tercemar bahan bakar apabila terjadi kebocoran pada nosel injektor. Corong pada
tangki digunakan untuk mengalirkan bahan bakar yang mencemari air tersebut.
Sistem ini dilengkapi dengan pemanas bertenaga listrik (F-531) untuk memanaskan
air injektor. Temperatur pada saat mesin beroperasi dikontrol oleh TS 3309-1 yang dipasang
pada jalur keluar air pendingin dari mesin. Temperatur pemanasan awal (preheating) dapat
diatur dan dipertahankan oleh TS 3309-1. Waktu pemanasan awal adalah sekitar 30 menit.
Temperatur yang disarankan menurut buku manual adalah sebesar 95° C, dengan
temperatur maksimal 100° C (alarm temperatur terlalu tinggi) dan temperatur minimal
sebesar 90° C.
2
Analisis dan Pengamatan
Cold Corrosion
Berdasarkan buku manual SWD 9TM, Temperatur outlet ICW harus dipertahankan
pada kisaran 91 - 93° C dengan menggunakan katup kontrol pemanas untuk mencegah
terjadinya kerusakan cold corrosion pada bagian ujung nosel injektor.
Cold corrosion (atau biasa juga disebut sebagai cold-end corrosion) dapat terjadi
pada permukaan yang memiliki temperatur di bawah titik embun (dew point) gas yang
terpapar langsung pada permukaan tersebut. Korosi ini dapat mengakibatkan deposit, yang
pada kasus ini dapat terjadi pada bagian ujung nosel injektor, dan dapat mengganggu
kinerja injektor.
Adanya kandungan sulfur pada bahan bakar berperan dalam masalah korosi ini.
Sulfur pada bahan bakar akan teroksidasi di dalam ruang bakar menjadi sulfur dioksida:
S (sulfur) + O2 (oksigen) = SO2 (sulfur dioksida)
Sebagian dari sulfur dioksida tersebut, biasanya sekitar 10%, akan teroksidasi lagi
menjadi sulfur trioksida. Sulfur trioksida yang bercampur dengan air akan membentuk asam
sulfat (sulfuric acid) pada temperatur titik embun gas (dew point) atau di bawahnya. Asam
sulfat ini sangat bersifat korosif dan dapat menjadi penyebab kegagalan material.
SO2 (sulfur dioksida) + ½ O2 (oksigen) = SO3 (sulfur trioksida)
SO3 (sulfur trioksida) + H2O (air) = H2SO4 (asam sulfat)
Korosi dan potensial terjadinya kegagalan dapat meningkat secara drastis saat
temperatur di bawah 140° F (60° C). Cold end corrosion dan deposisi biasanya lebih jarang
terjadi pada gas hasil dari pembakaran batu bara dibandingkan dengan gas yang dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar minyak. Biasanya, abu batu bara bersifat basa, jadi akan
mengakibatkan peningkatan nilai pH deposit yang terbentuk. Sehingga, serangan korosi oleh
asam sulfat menjadi lebih berkurang.
3
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pemanas yang dipasang pada sistem
ICW digunakan sebagai pemanas awal sebelum air pendingin memasuki injektor. Alasan
diperlukannya pemanas awal adalah agar nantinya temperatur permukaan ujung nosel
injektor tidak lebih rendah dari temperatur titik embun gas (dew point), karena apabila
temperatur permukaannya lebih rendah dapat terjadi pengembunan sehingga terbentuk air.
Air yang terbentuk tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya asam sulfat apabila
bereaksi dengan SO3. Apabila terjadi korosi, dapat terjadi kegagalan pada injektor.
Dalam kasus yang terjadi di mesin SWD 9TM 620 PLTD Trisakti, Kerusakan yang biasa
terjadi pada injektor adalah keretakan pada injector holder dan pecahnya ujung nosel
injektor. Peristiwa pecahnya ujung nosel dapat terjadi akibat cold end corrosion, walaupun
untuk membuktikannya perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut.
Thermal Shock
Thermal shock (kejut termal) biasa dijumpai pada lingkungan yang melibatkan air
dan uap air. Kejut bawah (down shock) sering terjadi saat temperatur fluida yang rendah
mengenai permukaan yang telah panas. Contoh kejadian yang terjadi di kehidupan sehari-
hari adalah pecahnya gelas yang bertemperatur tinggi apabila diisi oleh fluida yang
bertemperatur rendah (atau sebaliknya).
Retakan akibat kejut termal biasanya terjadi pada bagian geometris yang diskontinu,
yang merupakan titik konsentrasi tegangan. Beban ekspansi termal berefek seperti beban
lelah mekanik, sehingga berpotensi juga untuk mengakibatkan kegagalan material.
Injektor hasil rekondisi juga dapat berpotensi mengakibatkan kegagalan termal
material, karena material dasar dan sambungannya (biasanya pecahan injektor ditempelkan
kembali saat proses rekondisi tersebut) kemungkinan memiliki koefisien ekspansi termal
yang berbeda. Untuk membuktikan ini dibutuhkan eksperimen lanjutan.
Kejut termal memang belum bisa dijadikan alasan terjadinya kegagalan pada
injektor, karena dibutuhkan eksperimen berdasarkan material injektor yang digunakan dan
tidak adanya standar mengenai hubungan material dan kejut termal. Namun, kejut termal
yang diakibatkan perbedaan temperatur yang besar antara temperatur fluida dan
temperatur permukaan material juga perlu diperhatikan pada sistem yang melibatkan air
dan uap air.
4
Kasus terjadinya retak injector holder sesuai dengan hasil dari proses kejut termal
yang menghasilkan retakan pada bagian yang diskontinu (pada lekukan atau siku injektor).
Untuk memastikan bahwa retakan tersebut disebabkan oleh kejut termal, perlu dilakukan
pengamatan lebih lanjut.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
- Cold corrosion dan kejut termal dapat terjadi akibat tidak dioperasikannya pemanas
pada sistem air pendingin injector
- Kasus kegagalan pada injektor di SWD 9TM 620 PLTD Trisakti berupa retaknya
injector holder dan pecahnya ujung nosel serupa dengan kegagalan yang dapat
terjadi akibat cold corrosion dan kejut termal
- Pemanas ICW perlu dioperasikan agar temperatur outlet air pendingin injektor, yang
disarankan oleh buku manual, dapat tercapai
Saran
- Pemanas ICW sebaiknya kembali dioperasikan agar standar operasi mesin dapat
tercapai
- Perlu dilakukan analisis pada pecahan ujung nosel injektor dan retakan injektor agar
dapat diperoleh solusi yang tepat
- Injektor hasil rekondisi harus diperhatikan secara lebih menyeluruh mengenai
pengerjaan rekondisinya agar kasus kegagalan serupa tidak selalu terulang kembali
- Material yang digunakan pada saat rekondisi perlu diperhatikan dari sisi ekspansi
termalnya karena lingkungan kerja injektor yang bertemperatur tinggi (kemungkinan
hasil rekondisi hanya diuji ketahanan tekanannya saja tanpa memperhitungkan
tingginya temperatur fluida yang dialirkan di dalamnya)
5
Daftar Pustaka
1. http://blogs.ngm.com/.a/6a00e00982269188330134878d4aba970c-500wi
2. SWD, Training Manual SWD 9TM 620, Amsterdam.
3. http://www.gewater.com/handbook/boiler_water_systems/ch_22_Corrosioncontrol
.jsp
4. Price, Chang, and Kerezsi, Cracking of Carbon Steel Components due to Repeated
Thermal Shock, Australia, 2004.
6
Biodata Penulis
Saya terlahir pada tanggal 2 Juli 1986 di Jombang, Indonesia
dan diberi nama Rhino Fieldianto. Karena nama tersebut,
banyak yang mengira saya terlahir di sebuah lapangan
bersama seekor badak. Sebelum menerka hal-hal yang lebih
aneh lagi mengenai nama saya, mungkin lebih baik anda
langsung tanyakan kepada saya agar cerita mengenai asal
usul nama tersebut lebih mendekati kebenaran. Masa kecil
saya hingga SMP dihabiskan di sebuah kota kecil dan tenang
di Kalimantan Timur, Balikpapan. Setelah lulus SMP, saya
melanjutkan pendidikan ke SMA Taruna Nusantara di
Magelang, Jawa Tengah. Tiga tahun saya jalani dalam sekolah berasrama itu, hingga
akhirnya lulus di tahun 2004 dan kemudian melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung dan
memilih jurusan teknik mesin. Teknik mesin saya pilih karena ketertarikan saya terhadap
matematika dan fisika (sekaligus menghindari biologi, akuntansi, dan kimia). Setelah lulus
kuliah pada Oktober 2008 dengan IP pas-pasan, saya bekerja di PT PLN (Persero) dan
kemudian ditempatkan di PLTD Trisakti yang terletak pada Kota Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Selain belajar dan bekerja demi Bangsa Indonesia, saya memiliki beberapa hobi.
Hobi saya sejak kecil adalah menggambar (hobi yang modalnya paling kecil, hanya perlu
pensil dan kertas), membaca buku, dan sejak kuliah mulai mempelajari fotografi. Saya
adalah salah satu pendiri blog komik (pendirinya memang hanya satu) di alamat:
www.smallniceblog.blogspot.com
Untuk pertanyaan, masukan, kritik, dan saran dapat dikirimkan ke email saya yaitu: