2 tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · ikan tuna jari-jari sirip tambahan (finlet) di...
TRANSCRIPT
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu,
mempunyai dua sirip, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip
belakang. Ikan tuna jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung
dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor
bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung
hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak
gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang
berwarna kuning cerah dengan pinggiran gelap (Departemen Kelautan dan
Perikanan 2005 vide Widiastuti 2008).
2.1.1 Klasifikasi ikan tuna
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata Thunnus
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombroidae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus alalunga (Albacore)
Thunnus albacores (Yellow Fin Tuna)
Thunnus macoyii (Southern Blue Fin Tuna)
Thunnus obesus (Big Eye Tuna)
Thunnus tongkol (Longtail Tuna)
Sumberdaya tuna merupakan satu dari beberapa sumberdaya potensial
yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan nasional.
Potensi ikan tuna di perairan Indonesia adalah 780.040 ton per tahun, pada tahun
2003 menurun mencapai 740.000 ton per tahun (Dahuri 2001).
6
Gambar 1 Ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii)
2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan tujuan untuk
menangkap ikan. Tujuan tangkap usaha perikanan longline adalah sumberdaya
tuna. Keberadaan tuna di laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti
suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan.
Tuna juga terbiasa untuk melakukan migrasi jarak jauh.
Menurut Nakamura (1969) dalam Nurani dan Wisudo (2007), ikan tuna
biasa dalam schooling saat mencari makan, jumlah schooling biasa terdiri dari
beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak. Daerah penyebaran ikan tuna
merupakan perairan yang subur di lautan bebas, yaitu tempat terjadinya upwelling.
Hidup secara pelagis dan mengadakan ruaya di laut bebas, berenang di lapisan ai
yang dalamnya 150 m di bawah permukaan laut (dpl). Karena habitatnyadi
perairan dalam, maka penangkapan tuna juga disebut sebagai perikanan laut
dalam (high sea fisheries) (Soemarto 1985 vide Nurani dan Wisudo 2007).
Penyebaran ikan tuna di wilayah perairan Indonesia dapat dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu: 1) perairan yang tergolong ke dalam Samudera Pasifik dan
2) Samudera Hindia. Ikan tuna sirip biru atau blue fin (Thunnus maccoyii) ditemui
di selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Flores, Selat Makassar,
Laut Maluku, dan Teluk Tomini (LIPI, 1997).
Ikan tuna sirip kuning/madidihang atau yellowfin (Thunnus albacores)
termasuk tuna berukuran besar, umumnya bisa mencapai ukuran lebih dari 2 m.
Para ahli perikanan menduga bahwa stok dari Samudera Hindia dan stok dari
Samudera Pasifik bertemu di Indonesia, mungkin di sekitar Laut Flores dan Laut
Banda, tetapi bagaimana cara dan berapa lamanya ikan-ikan itu berbaur belum
diketahui dengan pasti (Nontji, 2005).
7
Ikan tuna mata besar atau bigeye (Thunuss obesus) umumnya bisa
mencapai panjang 2,3 m dan berat 150 kg. Sebaran ikan ini berkesinambungan
dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau Indonesia ke
Samudera Hindia. Di Indonesia ikan ini banyak tertangkap di perairan selatan
Jawa, barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, dan di Laut Banda serta
laut Maluku (Nontji, 2005).
2.2 Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline
Perikanan longline sering diartikan sebagai perikanan tuna longline karena
tujuan utama penangkapan dengan alat ini adalah ikan dari jenis tuna walaupun
dalam kenyataannya tertangkap juga ikan-ikan yang lain. Hasil tangkapan selain
jenis tuna adalah setuhuk (Makaira sp.), pedang (Xiphias gladius), layaran
(Istiophorus sp.), cucut (Carcarinidae), dan ikan-ikan lainnya (Ayodhyoa, 1981).
Menurut Sainsbury (1986), longline merupakan alat tangkap yang dapat
digunakan untuk menangkap ikan demersal maupun pelagis
Menurut Sainsbury (1986), ada variasi alat tangkap longline dalam
dimensi, penalian, dan pengoperasioan berdasarkan wilayah penangkapan, spesies
tangkapan, dan tradisi lokal. Ada dua jenis alat tangkap longline, yaitu:
1) Longline tetap permukaan
Tali digantungkan dalam jarak tertentu di bawah pelampung biasa yang telah
diberi jarak.
2) Longline dasar
Tali dasar dipasang sepanjang dasar perairan dan posisinya diatur dengan
jangkar-jangkar yang diberi pelampung dan ditandai untuk menujukkan lokasi
dan luasnya set (Sainsbury, 1986).
8
Gambar 2 Alat tangkap tuna longline.
2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline
Alat tangkap perikanan tuna longline umumnya terdiri atas beberapa
bagian, diantaranya sebagai berikut:
1) Pelampung (float)
Pelampung yang digunakan pada alat tangkap tuna longline ini terdiri dari
beberapa jenis yaitu pelampung bola, pelampung bendera, pelampung radio,
dan pelampung lampu. Warna pelampung harus berbeda atau kontras dengan
warna air laut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mengenalnya dari
jarak jauh setelah setting.
2) Tali pelampung
Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat tangkap sesuai
dengan yang dikehendaki. Tali pelampung ini umumnya terbuat dari bahan
kuralon.
3) Tali utama (main line)
Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali yang
disambung-sambung antara satu dengan yang lain sehingga memebentuk
rangkaian tali yang sangat panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena
menanggung beban dari tali cabang dan tarikan yang terikat pada mata
pancing. Kedua ujung dari tiap main line dibuat simpul mata.
9
Main line biasanya terbuat dari bahan kuralon yang diameternya 0,25 inch
atau lebih. Panjang main line tergantung dari panjang dan jumlah branch line
karena setiap pertemuan kedua ujung main line merupakan tempat
pemasangan branch line.
4) Tali cabang (branch line)
Satu set tali cabang ini tediri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader
yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat ikan terkait pancing dan
pancing yang terbuat dari bahan baja, biasanya menggunakan tali no. 7. Bahan
dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbedaannya hanya pada
ukurannya saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil dari tali utama.
5) Alat bantu
Alat bantu yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk
mempermudah dan memperlancar kegiatan operasi penangkapan di kapal
seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, catut potong, ganco, sikat baja,
jarum pembunuh, pisau, dan lain-lain (Mallawa dan Sudirman, 2004).
(Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline dapat dilihat pada
Lampiran 1).
2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline
Kapal akan berlayar menuju fishing ground setelah semua persiapan
operasi penangkapan selesai dilakukan. Selama perjalanan menuju fishing ground,
para ABK bekerja mempersiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk
melakukan operasi penangkapan ikan.
Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan longline meliputi tiga tahap
kegiatan, yaitu:
1) Setting
Setting adalah kegiatan penurunan longline. Sebelum setting dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi penyiapan
umpan, branch line, radio bouy, pelampung dan light bouy serta
penyambungan main line pada line thrower. Setting umumnya dilakukan pada
pagi hari sampai siang hari. Setting dilakukan pada bagian buritan kapal.
10
Pembagian kerja dan sinkronisasi kerja perlu dilakukan diantara para ABK
yang bertugas.
Setting dimulai setelah fishing master memberi perintah agar setting segera
dilaksanakan. Radio bouy dibuang disusul dengan dua pelampung, line
thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada
main line setiap bel berbunyi. Setelah bel ke-14 atau bel ke-7 (sesuai dengan
konstruksi longline), dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu
seterusnya sampai pembuangan radio bouy terakhir. Bola ke-15 diberi
lempengan seng ber-scotlight dan setiap 30 pelampung dipasang satu light
bouy (atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan). Scotlight
dan light bouy digunakan agar longline dapat terlihat pada malam hari.
2) Drifting
Drifting adalah penghanyutan longline di dalam air selama beberapa jam.
Drifting berlangsung sekitar lima jam, saat drifting longline dibiarkan hanyut
dan kemungkinan terbawa arus sampau jauh dari kapal. Pada saat drifting,
mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat.
Sekitar siang atau sore hari, kapal mulai mendeteksi radio bouy yang ada pada
longline. Lokasi radio bouy dapat dideteksi dari kapal dengan radio detection
finder (RDF). Setelah ditemukan, kapal menuju tempat radio bouy terdeteksi.
Persiapan hauling dilakukan, para ABK mulai mempersiapkan diri dan
peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling.
3) Hauling
Hauling merupakan penarikan longline dari dalam air dan hasil tangkapan.
Hauling umumnya dilakukan pada sore hari. Lama hauling begantung pada
jumlah hasil tangkapan yang ada dan banyaknya pancing. Penarikan longline
saat hauling dibantu dengan line hauler. Pada saat hauling sebagian besar
ABK bekerja.
Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio bouy dan
selanjutnya menaikkan radio bouy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler
melalui side roller, diteruskan ke belt conveyer, ditarik line arranger dan
diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel
sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line (atau sesuai konstruksi
11
longlne dan satu tali pelampung diikat dibawa ke gudang buritan. Juka ada
ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditaraik dan dibawa ke
pintu pagad lalu diganco ke geladak untuk segera dilakukan penanganan
(Nurani dan Wisudo, 2007).
2.3 Kapal Perikanan Tuna Longline
Kapal longline memiliki beberapa karakteristik tertentu. Biasanya mereka
memasang alat tangkap di bagian buritan dan menarik hasil tangkapan pada
bagian haluan atau sisi bagian depan. Dek harus terbuka lebar untuk menyimpan
alat tangkap dengan tepat, bagian sisi dek memiliki bentuk yang datar dari buritan
sampai haluan sehingga alat tangkap dapat melewati sisi setelah proses penarikan.
Bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk
memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan, gulungan tali
ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung, Meja ikan hasil
tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang. Tuna yang
tertangkap dipotong dan dibersihkan, kemudian dimasukkan pada tangki
pendingin bergaram sebelum disimpan dalam ruang penyimpanan ikan
berefrigeasi (Fyson, 1985).
Kapal longline menurut Ayodhyoa (1981) umumnya berbentuk panjang
dan ramping dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah bergerak.
Umumnya bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, dengan demikian kapal akan
mempunyai kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya
perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat
ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang (L), lebar (B), dalam (D)
dan nilai perbandingan L/B, L/D, dan B/D.
2.4 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan
Tuna Longline
Menurut Nurani dan Wisudo (2007), keberhasilan suatu operasi
penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis. Hal ini sangat
penting karena dapat mempengaruhi produksi hasil tangkapan.
Perusahaan-perusahaan perikanan, khususnya perikanan tuna perlu untuk
memperhatikan faktor-faktor teknis tersebut agar tujuan optimalisasi hasil
12
tangkapan dapat terpenuhi. Faktor-faktor teknis tersebut antara lain sebagai
berikut:
1) Ukuran kapal dan mesin kapal
Ukuran kapal merupakan fungsi dari volume suatu kapal yang meliputi
panjang (L), lebar (B), dalam (D). Hal ini sangat mempengaruhi cara kerja
ABK, posisi dan tata letak perbekalan serta peralatan penangkapan ikan,
keleluasan operasi penangkapan ikan, pelayaran, dan kapasitas muat hasil
tangkapan.
Ukuran mesin berkaitan dengan kemampuan daya jelajah kapal, jarak dan luas
fishing ground yang dapat dijangkau serta lama operasi penangkapan ikan.
Ukuran yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat menggerakkan kapal,
begitu juga jika terlalu besar kemungkinan dapat menyebabkan pemborosan.
Ukuran mesin juga berkaitan dengan konsumsi bahan bakar, semakin besar
ukuran mesin kapal semakin banyak konsumsi bahan bakar.
2) Palka dan fasilitas penanganan ikan di atas kapal
Ukuran palka berkaitan dengan kapasitas hasil tangkapan yang dapat dimuat.
Jumlah produksi dari suatu kapal dibatasi oleh kapasitas muat palkanya.
Semakin besar kapasitas muat suatu palka, akan semakin besar pula kapasitas
muat hasil tangkapan.
Fasilitas penanganan di atas kapal berkaitan dengan kualitas hasil tangkapan.
Penanganan hasil tangkapan tuna sangat diperhatikan agar kualitas mutu tuna
hasil tangkapan tetap terjaga agar dapat memenuhi kriteria ekspor.
3) Jumlah mata pancing dan ketersediaan umpan
Jumlah mata pancing yang digunakan pada saat setting operasi penangkapan
ikan dilakukan sangat berkaitan dengan peluang tertangkapnya ikan.
Diharapkan dengan semakin banyak mata pancing yang digunakan, akan
semakin besar pula peluang tertangkapnya ikan.
Umpan merupakan faktor penting dalam perikanan longline. Umpan sebagai
pemikat ikan untuk dapat tertangkap pada mata pancing. Keterbatasan umpan
dapat dijadikan faktor pembatas terhadap operasi penangkapan ikan yang
dilakukan. Jumlah umpan yang digunakan berkaitan dengan jumlah setting
yang dilakukan dan jumlah mata pancing yang digunakan.
13
4) Jumlah trip penangkapan ikan
Lama waktu (trip) suatu operasi penangkapan ikan dihitung dari sejak kapal
meninggalkan fishing base menuju ke fishing ground sampai kapal kembali
lagi ke fishing base. Jumlah trip operasi penangkapan ikan diharapkan dapat
dilakukan secara optimal sepanjang tahun. Jika kapal tidak dapat melakukan
trip operasi penangkapan ikan yang optimal sepanjang tahun, maka akan
berdampak pada kerugian usaha.
Trip operasi penangkapan ikan berkaitan dengan ketersediaan biaya.
Mengingat bahwa biaya operasi pada perikanan tuna longline cukup tinggi,
banyak usaha perikanan tuna longline yang tidak dapat mengoptimalkan
jumlah trip yang seharusnya dapat dilakukan. Kurangnya trip operasi akan
berdampak pada kurangnya pendapatan atau keuntungan usaha, sedangkan
biaya tetap (fixed cost) harus tetap dikeluarkan.
5) Bahan bakar
Jumlah bahan bakar yang dibawa sebagai perbekalan operasi disesuaikan
dengan kapasitas tangki bahan bakar yang dimiliki kapal. Persediaan bahan
bakar akan mempengaruhi terhadap luasan fishing ground yang dapat dijelajah
oleh kapal dan lama trip operasi penangkapan ikan yang dapat dilakukan. Hal
ini akan memperbesar peluang produksi hasil tangkapan.
Biaya bahan bakar saat ini hampir menyerap 50% dari keseluruhan biaya
operasi penangkapan ikan. Sehingga saat ini banyak kapal longline yang tidak
dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan baik karen permasalahan
tingginya harga bahan bakar.
6) Tenaga kerja (ABK)
Tenaga kerja (ABK) memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan
operasi penangkapan tuna longline. ABK menangani secara penuh kegiatan
produksi di laut.
Selain faktor-faktor teknis di atas, faktor lingkungan merupakan faktor
penting terhadap keberhasilan produksi operasi penangkapan tuna longline.
Keadaan oseanografis seperti arus, gelombang, pasang, suhu, salinitas,
produktivitas primer, dan keadaan meteorologist seperti angin, hujan, cuaca suatu
perairan dapat berubah setiap saat. Faktor-faktor tersebut dapat merubah rencana
14
operasi penangkapan ikan yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor alam yang
berkaitan dengan keberhasilan operasi penangkapan ikan antara lain daerah
penangkapan ikan (fishing ground) dan musim ikan (Nurani dan Wisudo, 2007).
2.5 Manajemen Operasi Produksi
Pengertian manajemen operasi tidak terlepas dari pengertian manajemen
pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan dengan
mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Dengan bertolak pada pengertian tersebut, Fogerty (1989) dalam
Herjanto (2008) mendefinisikan manajemen operasi sebagai suatu proses yang
secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen
untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka
mencapai tujuan.
Unsur-unsur pokok definisi ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut:
1) Kontinyu
Manajemen operasi bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Keputusan
manajemen tidak merupakan suatu tindakan sesaat melainkan tindakan yang
berkelanjutan atau suatu proses yang kontinyu.
2) Efektif
Segala pekerjaan harus dapat dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya serta
mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan manajemen operasi
memerlukan pengetahuan yang luas karena mencakup berbagai fungsi
manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian. Dalam pelaksaannya, berbagai sumber daya seperti manusia,
material, modal, mesin, manajemen atau metode, energi, dan informasi
diintegrasiakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Integrasi merupakan
penggabungan dua atau lebih sumber daya dalam berbagai kombinasi yang
terbaik. Manajer operasi dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerja
secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan
memperkecil limbah.
15
3) Tujuan
Manajemen operasi harus mempunyai tujuan, yaitu menghasilkan suatu
produk sesuai dengan yang direncanakan.
Kegiatan operasi terdapat di berbagai organisasi. Bagi suatu perusahaan
manufaktur, kegiatan operasi yang menghasilkan produk dapat jelas terlihat.
Kegiatan seperti ini sering kali digunakan istilah manajemen produksi.
Berkembangnya teknik dan metode manajemen produksi, maka
penerapannya tidak hanya berlaku bagi kegiatan pembuatan barang-barang yang
berwujud saja, melainkan juga bisa digunakan untuk mengoperasikan fungsi
manajemen perusahaan dalam menghasilkan barang-barang tak berwujud atau
jasa. Pada awalnya, manajemen produksi di lingkungan jasa disebut dengan istilah
manajemen operasi. Istilah operasi sesungguhnya juga dipakai dalam perusahaan
manufaktur, yaitu dalam pengertian kegiatan mengoperasikan sumber daya
produksi untuk menghasilkan barang. Istilah manajemen operasi mengandung
pengertian yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian
digunakan istilah manajemen operasi saja yang mencakup kedua jenis kegiatan
baik untuk menghasilkan barang maupun jasa.
Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang
melakukan proses transformasi dari masukan (input) menjadi keluaran (output).
Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan (misalnya material, modal,
peralatan), sedangkan keluaran berupa barang jadi, barang setengah jadi atau jasa.
Proses ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan umpan balik untuk memastikan
bahwa keluaran yang diperoleh sesuai dengan yang dikehendaki.
Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada
beberapa titik kunci dan membandingaknnya dengan standar atau acuan yang
telah ditetapkan. Apabila terjadi perbedaan antara hasil atau keluaran (output)
dengan standar, maka dilakukan tindakan koresi yang dapat berupa perbaikan
dalam komponen masukan atau penyempurnaan dalam proses produksi sehingga
keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Herjanto, 2008).
Pengambilan keputusan manajerial hakikatnya adalah pemilihan dan
penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah manajemen yang
dihadapi. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan
16
masalah manajemen. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat
dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan dari
suatu masalah meliputi input, proses, dan output.
Pengambilan keputusan dengan mempergunakan metode kuantitatif,
informasi merupakan salah satu komponen input yang penting. Jika informasi
yang diperlukan cukup tersedia, proses pengambilan keputusan dapat segera
dimulai. Akan tetapi, dalam prakteknya tampak tidak mungkin untuk
mengumpulkan seluruh informasi karena terbatasnya sumber daya dan waktu.
Bahkan, jika waktu yang tersedia cukup, dalam beberapa masalah tertentu
informasi yang relevan sukar untuk ditentukan. Masalah ketidakpastian muncul
dalam proses pengambilan keputusan. Komponen kedua dalam sistem
pengambilan keputusan adalah prosesnya sendiri. Proses pengambilan keputusan
dipandang sebagai ”black box” karena banyak pengambilan keputusan yang
prosesnya tidak diketahui. Proses ini dapat terjadi di dalam pemikiran manajer
atau pengambil keputusan. Sering kali proses ini digantikan dengan suatu
peralatan tertentu atau suatu model keputusan.
Komponen ketiga dalam sistem pengambilan keputusan masalah adalah
output-nya. Output disini adalah keputusannya sendiri. Keputusan itu tidak lain
adalah hasil proses atau analisi suatu masalah maka pengetahuan dan kecakapan
analitis mutlak diperlukan. Dengan pengetahuan dan kecapakan analitis ini,
masalah-masalah bisni dapat dipecahkan dan dianalisis (Muslich, 2009).
2.6 Pemrograman Linear (Linear Programming)
2.6.1 Pengertian
Pemrograman linear (linear programming) adalah teknik pengambilan
keputusan untuk memecahkan masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas
diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Teknik ini dikembangkan oleh
LV Kantorovich, seorang ahli matematika dari Rusia pada tahun 1939.
Pemrograman linear ini merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang
memungkinkan para pengambil keputusan mengambil keputusan dengan
menggunakan pendekatan analisis kuantitatif (Herjanto, 2008).
17
Menurut Aminudin (2002), pemrograman linear merupakan model
matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber
organisasi. Kata sifat linear digunakan untuk menunjukan fungsi-fungsi
matematika yang digunakan dalam bentuk linear dalam arti hubungan langsung
dan persis proporsional. Program menyatakan penggunaan teknik matematik
tertentu. Pengertian pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang
bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan
menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap
persoalan.
2.6.2 Model pemrograman linear
Model adalah suatu tiruan terhadap realitas. Langkah untuk membuat
peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model yang juga
merupakan langkah penting pertama pada penerapan teknik riset operasi dalam
manajemen. Langkah pertama ini sering kali juga menjadi batu sandungan
pertama di dalam perumusan model matematis secara benar. Pemahaman terhadap
unsur-unsur model akan sangat membantu untuk mengatasi kesulitan.
Model pemrograman linear mempunya tiga unsur utama, yaitu:
1) Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai
tujuan yang hendak dicapai. Di dalam proses pemodelan, penemuan variabel
keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan
fungsi tujuan dan kendala-kendalanya.
2) Fungsi tujuan
Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi
matematika linear. Selanjutnya fungsi itu dimaksimumkan atau
diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada.
3) Fungsi kendala
Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuan-
tujuanya. Fungsi kendala menggambarkan batasan yang dihadapi dalam
mencapai tujuan. Fungsi kendala biasanya terdiri dari berbagai persamaan
yang masing-masing berkorelasi dengan sumberdaya yang berkaitan.
18
Kendala dengan demikian dapt diumpamakan sebagai suatu pembatas
terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke
dalam fungsi matematika linear. Terdapat tiga macam kendala, yaitu :
(1) kendala berupa pembatas
(2) kendala berupa syarat
(3) kendala berupa keharusan.
Pemrograman linear adalah sebuah metode matematis yang
berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara
memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan
kendala (Siswanto, 2007).
Dalam model matematika, persamaan dalam pemrograman linear dapat
digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut (Herjanto, 2008):
Fungsi Tujuan (FT) : Maks/min Z = ∑ ����1 j Xj
dengan pembatas(DP) : ∑ ∑ ����1
��1 ijXj >=< bi
dan
xj 0 (j = 1,2,...,n)
bi 0 (i = 1,2,..,m)
Keterangan:
Z = nilai optimal dari fungsi tujuan;
Xj = jenis kegiatan (variabel keputusan);
Cj = kenaikan nilai Z jika ada pertambahan satu unit kegiatan j;
aij = kebutuhan sumberdaya i untuk menghasilkan setiap kegiatan j;
bi = banyaknya sumberdaya i yang tersedia;
a,b,c disebut juga parameter model;
m = jumlah sumberdaya yang tersedia;
n = jumlah kegiatan.
Terminologi umum untuk model pemrograman linear dapat dirangkum
sebagai berikut:
1) Fungsi yang akan dicari nilai optimalnya (Z) disebut fungsi tujuan (objective
function);
2) Fungsi-fungsi batasan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
(a) Fungsi batasan fungsional, yaitu fungsi-fungsi batasan sebanyak m.
(b) Fungsi batasan non-negatif (non-negative constrains) aitu variabel xj 0
3) Variabel-variabel xj disebut sebagai variabel keputusan (decision variable)
4) Parameter model yaitu masukan konstan aij, bi, dan cj.
19
2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear
Menurut Supranto (2005) agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan
teknik pemrograman linear, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Harus dapat dirumuskan secara matematis
2) Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimal
3) Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear.
Secara singkat di atas telah disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear.
Penjelasan syarat-syarat tersebut akan dibahas secara lengkap, yaitu sebagai
berikut:
1) Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebgai fungsi
objektif yang linear. Misalnya jumlah hasi penjualan harus maksimum dan
jumlah biaya transportasi harus minimum.
2) Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik.
3) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan tanpa saling
mempengaruhi antara sumber atau aktivitas yang lain (additivity).
4) Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukkan adanya pembatasan
harus linear.
5) Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif (xj 0, untuk semua j).
6) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat dibagi (divisibility).
7) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas (finiteness).
8) Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti adanya
hubungan yang linear antara aktivitas dengan sumber-sumber (constant
returns to scale).
9) Model pemrograman deterministik, artinya sumber dan aktivitas diketahui
secara pasti (single valued expectations).
2.7 Analisis Pascaoptimalitas
Penyelesaian optimal dari model awal memberikan informasi hasil bagi
yang dicapai dengan kondisi yang diberikan atau tersedia. Penyesuaian kadang
diperlukan untuk memperoleh hasil yang lebih optimal lagi melalui beberapa
perubahan bentuk model yang menggambarkan perubahan aktivitas dan kapasitas
20
sumberdaya. Sejauh mana perubahan itu berperan terhadap penyelesaian optimal
adalah informasi yang sangat berharga guna menurunkan alternatif-alternatif
keputusan selain keputusan optimal.
Menurut Siswanto (2007), secara matematis penyelesaian optimal sebuah
kasus pemrograman linear selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal
sebuah kasus pemrograman linear yang lain. Bentuk hubungan ini dikenal sebagai
dualitas di dalam pemrograman linear dan bisa menjelaskan hubungan antara dual
price dengan kendala-kendala aktif.
2.7.1 Dualitas
Konsep dualitas menjelaskan secara matematis bahwa sebuah kasus
pemrograman linear berhubungan dengan sebuah kasus pemrograman linea yang
lain. Bila kasus pemograman linear yang pertama disebut primal, maka kasus
pemrograman linear yang kedua disebut dual.
Model matematis hubungan antara pemrograman linear primal dengan
program linear dual memiliki hubungan sebagai berikut:
1) Bila koefisien tujuan primal dimaksimumkan, maka fungsi tujuan dual
diminimumkan.
2) Koefisien-koefisien fungsi tujuan primal menjadi nilai ruas kanan kendala-
kendala dual.
3) Nilai ruas kanan kendala primal menjadi koefisien-koefisien fungsi tujuan
dual.
4) Tanda kendala pertidaksamaan � pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual.
5) Tanda ketidaknegatifan variabel primal menjadi tanda kendala kendala-
kendala dual.
6) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual.
7) Tanda ketidaknegatifan variabel primal menjadi tanda kendala
pertidaksamaan � kendala-kendala dual.
8) Tanda kendala persamaan “=” pada model primal menjadi unconstrained in
sign atau tanpa tanda kendala pada variabel keputusan model dual.
21
9) Tanda variabel keputusan ”=” pada model primal menjadi unconstrained in
sign atau tanpa tanda kendala pada kendala model dual.
2.7.2 Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameter-
parameter model pemrograman linear, yaitu koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas
kanan kendala, boleh berubah tanpa harus mempengaruhi jawaban optimal atau
penyelesaian optimal (Siswanto, 2007).
Menurut Herjanto (2008), analisis sensitivitas adalah penyelidikan
perubahan nilai parameter (aij, bi, dan cj) terhadap efek pada penyelesaian yang
optimal. Karena perubahan nilai parameter dalam masalah primal juga akan
mengakibatkan perubahan nilai pada masalah dual.
Analisis sensitivitas akan menjelaskan interval perubahan parameter fungsi
tujuan dan nilai ruas kanan kendala yang akan membuat informasi dari
penyelesaian optimal tidak berubah. Informasi dari penyelesaian optimal tersebut
antara lain:
1) nilai variabel keputusan optimal
2) nilai fungsi tujuan ekstrem
3) nilai slack/surplus variable
4) nilai dual price/shadow price (Siswanto, 2007).