2. pertambangan & penggalian 9,23 12,91 20,17 14,82 … filetriwulan sebelumnya yang tumbuh 7,9%...
TRANSCRIPT
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 9
. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
*) Angka Sementara Sumber : BPS. Prov. Gorontalo
1.2.1 SEKTOR PERTANIAN
Perkembangan sektor pertanian di Gorontalo menunjukkan perkembangan yang
relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2010, sektor pertanian
tumbuh 1,22% (y.o.y) relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya (1,35% y.o.y) namun
lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi 2,89%
(y.o.y).
Apabila dilihat di level sub sektor, sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) dan
sub sektor peternakan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Sub sektor tabama
tumbuh 12,05% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,24%
(y.o.y), sementara sub sektor peternakan tumbuh 11,1% (y.o.y) lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,9% (y.o.y). Namun kinerja sub sektor kehutanan,
perikanan dan perkebunan menunjukkan penurunan yang signifikan. Melemahnya kinerja
sektor kehutanan ditunjukkan oleh indikator angka ekspor luar negeri untuk komoditas kayu
dan rotan poles yang turun signifikan selama triwulan laporan. Ekspor kayu keluar negeri
pada triwulan III-2010 menurun hingga US$ 33.584 sementara pada triwulan sebelumnya
mencapai US$ 47,755. Ekspor rotan poles sendiri tidak dilakukan pada triwulan laporan
sedangkan triwulan sebelumnya Gorontalo sempat melakukan pengiriman rotan poles
mencapai US$ 51.234. Hasil liason yang dilakukan terhadap beberapa perusahaan rotan
poles di Gorontalo menyatakan bahwa pemenuhan bahan baku rotan mentah semakin
terbatas sementara permintaan masih cukup baik.
Grafik 1.21 Grafik 1.22 Ekspor Kayu Ke Luar Negeri Ekspor Rotan Ke Luar Negeri
I II III IV I II III
1. PERTANIAN 7,74 5,42 (2,89) 5,18 1,52 1,35 1,22
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9,23 12,91 20,17 14,82 20,65 13,06 7,52
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,38 2,32 4,76 1,48 11,05 10,33 6,96
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 7,51 6,53 7,85 4,30 7,72 9,15 5,63
5. BANGUNAN 9,78 12,86 18,91 15,87 19,26 12,84 8,86
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7,60 8,20 10,35 8,46 9,02 9,79 10,59
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8,56 9,82 11,01 7,29 11,81 9,17 9,10
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 6,92 7,23 10,95 11,00 8,36 9,51 9,08
9. JASA-JASA 7,00 7,49 11,82 13,60 10,92 9,34 4,18
PERTUMBUHAN EKONOMI 7,66 7,22 6,60 8,78 8,36 7,33 5,71
2010SEKTOR
2009
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
10 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
Sementara itu perkembangan produksi tanaman bahan makanan masih
menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal tersebut didukung oleh kondisi cuaca
dan musim selama bulan Agustus-September 2010. Keterbatasan lahan menjadikan usaha
intensifikasi menjadi tumpuan utama. Upaya tersebut ditempuh melalui perbaikan sistem
pengelolaan lahan, pemilihan varietas dan distribusi pupuk. Peningkatan produktivitas
mendorong peningkatan produksi secara keseluruhan walaupun luasan areal lahan relatif
sama. Produktivitas jagung sendiri mengalami peningkatan dari 45,60% di tahun 2009
menjadi 46,06% di tahun 2010. Sementara produktivitas padi meningkat dari 53,48% di
tahun 2009 menjadi 55,40% di tahun 2010.
Grafik 1.23 Grafik 1.24 Survei Kegiatan Dunia Usaha Pertanian Realisasi Panen Pertanian Tabama
Perkembangan sektor usaha
pertanian juga ditunjukkan oleh NTP Petani
yang terus meningkat. Per September 2010
NTP Petani tumbuh 3.77% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -
2.92% (y.o.y)
Sementara itu apabila dilihat dari perkembangan pertanian di wilayah DATI II, hampir
seluruh kabupaten mengalami peningkatan produksi yang diindikasikan oleh meningkatnya
luas panen. Produktifitas jagung saat ini mencapai 46,6 Ku/Ha sementara padi sebesar
56,64 Ku/Ha lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.25
Perkembangan Kredit Pertanian
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 11
Grafik 1.26 Grafik 1.27 Perkembangan Luas Panen Jagung Perkembangan Luas Panen Padi
Grafik 1.28 Grafik 1.29 Perkembangan Luas Tanam Jagung Perkembangan Luas Tanam Padi
Sampai dengan akhir tahun 2010, perkembangan pertanian jagung diperkirakan
akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 sementara produksi padi diperkirakan
sedikit lebih rendah. Dinas Pertanian dan BPS dalam ARAM III-2010 memperkirakan bahwa
produksi padi tahun 2010 sebesar 255.343 ton sedikit lebih rendah dibandingkan produksi
padi tahun 2009 sebesar 256.934 ton sementara produksi jagung tahun 2010 mencapai
580.870 ton lebih tinggi dibandingkan produksi jagung tahun 2009 sebesar 569.110 ton.
Semakin terbatasnya luas lahan menjadi hal yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan
produksi pertanian di Gorontalo.
Tabel 1.3 ARAM III Pertanian Padi
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
12 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
Tabel 1.4 ARAM III Pertanian Padi
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Berdasarkan angka ramalan III-2010 menunjukkan bahwa poduksi jagung hingga
akhir tahun 2010 mencapai 580.000 ton, hal tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kuota
ekspor luar negeri yang harus dipenuhi oleh Gorontalo kepada negara mitra dagang. Kuota
ekspor yang diperjanjikan antara Gorontalo dengan Malaysia (1 juta ton) dan Gorontalo
dengan Korea (1,5 juta ton). Ekstensifikasi lahan sudah tidak mungkin dilakukan hingga 2x
lipat kondisi saat ini. Pemikiran KADIN Sulsel untuk melakukan kerjasama perdagangan
dengan Sulawesi Selatan dalam pemenuhan kuota ekspor layak dikaji oleh pemerintah
daerah untuk mampu memenuhi kuota ekspor yang telah disepakati antara Pemda dengan
Pemerintah Malaysia dan Korea.
1.2.2 SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Perkembangan sektor pengangkutan pada triwulan III-2010 menunjukkan kondisi
yang relatif sama. Pada triwulan III-2010 sektor ini tumbuh 9,10% (y.o.y) lebih relatif sama
dibandingkan triwulan II-2010 sebesar 9,17% (y.o.y). Tumbuhnya kinerja pada sektor ini
lebih ditopang oleh fenomena lebaran Idul Fitri pada triwulan laporan.
Tumbuhnya sub sektor pengangkutan
udara tercermin dalam peningkatan jumlah
penumpang angkutan udara. Kondisi ini
didorong oleh musim lebaran Idul Fitri.
Tercatat sampai dengan bulan September
2010 jumlah penumpang angkutan udara
yang terlayani tumbuh sebesar 27,35% (y.o.y)
lebih tinggi dibandingkan bulan Juni 2010
(22,43%).
Grafik1.30
Perkembangan Penumpang Pesawat
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 13
Meningkatnya kinerja sub sektor angkutan darat dikonfirmasi oleh tumbuhnya tingkat
konsumsi BBM dan tingkat penghimpunan pajak kendaraan bermotor. Tingkat konsumsi
bahan bakar transportasi darat sampai bulan September 2010 tumbuh sebesar 20,31%
(y.o.y) untuk premium dan 14,93% (y.o.y) untuk solar, lebih baik dibandingkan pertumbuhan
pada Juni 2010 yang mencapai 12,73% (y.o.y) untuk premium dan -4,06% (y.o.y) untuk
solar. Sementara itu prompt indikator penghimpunan pajak kendaraan bermotor masih
menunjukkan arah yang stabil. Penghimpunan pajak kendaraan bermotor tumbuh 34,14%
(y.o.y) hampir sama dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 31,57%
(y.o.y)
Grafik 1.31 Grafik 1.32 Perkembangan Pajak Kendaraan Bermotor Realisasi Penjualan BBM Transportasi
Sementara itu kinerja sub sektor angkutan laut dan ferry pada triwulan III-2010
menunjukkan peningkatan. Jumlah penumpang ferry tercatat sebesar 28.953 orang dengan
laju 55,79% (y.o.y) sementara pada triwulan II-2010 melayani 13.208 penumpang dengan
laju terkontraksi sebesar 22,76% (y.o.y). Sementara arus barang melalui laut juga
mengalami peningkatan, jumlah kargo laut mencapai 174.348 ton atau tumbuh 13,08%
(y.o.y) lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2010 sebesar 7,48% (y.o.y).
Grafik 1.33 Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Ferry dan Kapal Laut Perkembangan Kargo Laut
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
14 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
1.2.3 SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
Perkembangan sektor Perdagangan-Hotel-Restoran (PHR) di Gorontalo masih
menunjukkan optimisme dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sektor
PHR pada triwulan III-2010 tumbuh 10,59% (y.o.y) lebih baik dibandingkan pertumbuhan
triwulan II-2010 sebesar 9,79%. Permintaan konsumsi selama lebaran diperkirakan sebagai
pendorong meningkatnya kegiatan perdagangan selama triwulan laporan.
Sub sektor perdagangan mengalami pertumbuhan cukup signifikan dari 9,9% (y.o.y)
pada triwulan II-2010 menjadi 11,5% (y.o.y) pada triwulan laporan. Sementara kinerja sub
sektor restoran dan hotel relatif melambat. Tumbuhnya sub sektor perdagangan seiring
dibukanya beberapa pasar khusus selama bulan lebaran dibeberapa kabupaten/kota di
Gorontalo. Meningkatnya kinerja sub sektor perdagangan dikonfirmasi oleh prompt indikator
yaitu kredit perdagangan dan muat barang angkutan laut.
Grafik 1.35 Grafik 1.36 Kredit Perdagangan Volume Muat Pelabuhan
Sub sektor perhotelan sendiri diperkirakan
mengalami penurunan, hal tersebut
dikonfimasi oleh data tingkat penghunian
hotel (TPK) yang menunjukkan penurunan
selama triwulan III-2010. TPK bulan
September mencapai 31,50% lebih rendah
dibandingkan kondisi Juni sebesar 34,37%
Grafik 1.37 Tingkat Hunian Hotel
1.2.4 SEKTOR BANGUNAN
Perkembangan kinerja sektor bangunan menunjukkan perlambatan, pada triwulan III-
2010 sektor ini diperkirakan tumbuh sebesar 8,86% (y.o.y), dilihat dari dinamikanya maka
perkembangan pada triwulan III-2010 relatif melambat dibandingkan perkembangan pada
triwulan II-2010 yang tumbuh sebesar 12,84 % (y.o.y)
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 15
Berdasarkan hasil monitoring di lapangan, selama triwulan III-2010 perkembangan
sektor bangunan di Gorontalo masih melambat. Kondisi ini disebabkan beberapa aspek
yaitu : penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah yang relatif rendah selama
triwulan III-2010 sehingga realisasi proyek fisik mengalami imbas yang cukup signifikan,
mulurnya proses tender proyek, tingginya curah hujan di Gorontalo selama bulan triwulan
laporan menyebabkan beberapa kegiatan konstruksi mengalami penundaan untuk
menghindari kerugian fisik bangunan, dan beberapa faktor minor lainnya.
Grafik 1.38 Grafik 1.39 Kredit Konstruksi Penjualan Semen
Menurunnya kegiatan konstruksi tersebut dikonfirmasi oleh prompt indikator angka
penjualan semen dan realisasi kredit sektor bangunan di Gorontalo. Angka penjualan semen
pada triwulan III-2010 tumbuh 18% y.o.y, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 57,03% (y.o.y), sementara outstanding kredit konstruksi menunjukan trend
yang melambat sejak Maret 2010. Pada posisi September 2010 kredit melambat 37,44%
(y.o.y) lebih rendah dibandingkan posisi Juni 2010 yang tercatat 64,60% (y.o.y).
1.2.5 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
Kinerja sektor keuangan diperkirakan melambat 9,08% (y.o.y) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2010 (9,51% y.o.y). Kondisi ini lebih didorong oleh
melambatnya sub sektor keuangan sementara sub sektor lainnya relatif tumbuh stabil.
Net Interet Margin (NIM) perbankan Gorontalo menunjukkan arah yang menurun.
Sampai dengan bulan September 2010, NIM perbankan mencapai Rp 341 Miliar atau
tumbuh 50,31% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan NIM periode Juni 2010 yang tumbuh
55,87% (y.o.y). Melambatnya NIM lebih didorong oleh perlambatan sisi pendapatan bunga
sementara beban bunga cenderung tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
16 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
Grafik 1.40 Grafik 1.41
NIM Perbankan Perkembangan Pendapatan/Beban
1.2.6 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Perkembangan sektor industri di Gorontalo diperkirakan melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sektor industri pada triwulan III-2010 tumbuh 6,96% (y.o.y) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 10,33% (y.o.y). Perlambatan kinerja disektor ini
ditunjukkan oleh beberapa prompt indikator yaitu realisasi kredit industri pengolahan, SKDU
industri pengolahan, dan survei industri pengolahan besar-sedang.
Berdasarkan survei industri pengolahan besar-sedang, penurunan kinerja industri
tampak pada industri makanan dan minuman, serta industri barang-barang dari kayu
sementara industri furnitur masih relatif baik. Membaiknya industri furnitur lebih didorong
meningkatnya permintaan lokal sebagai efek budaya masyarakat menjelang lebaran.
Melemahnya kinerja industri pengolahan ditunjukkan oleh perkembangan kredit
industri yang masih mengalami kontraksi dari 42,66% (y.o.y) pada triwulan II-2010 menjadi
34,71%(y.o.y) pada triwulan III-2010. Hasil SKDU juga mengkonfirmasi hal dimaksud
dimana indeks SBT pada triwulan III-2010 turun ke level -1,66 setelah sebelunya berada
pada level 1,24.
Grafik 1.42 Tabel 1.43 Ekspor Rotan Poles Ke Luar Negeri Perkembangan Kredit Perdagangan
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 17
Grafik 1.44 Tabel 1.45 SKDU Industri Pengolahan Survei Industri Pengolahan Besar/Sedang
1.2.7 SEKTOR LAINNYA
Kinerja sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan III-2010 tumbuh melambat
5,63% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (9,15% y.o.y), khususnya
pada sub sektor listrik. Hal tersebut dikonfirmasi oleh perkembangan data penjualan energi
listrik yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
.
Grafik 1.46 Grafik 1.47 Realisasi Penjualan Listrik PLN Realisasi Kredit Jasa-jasa
Sementara itu kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan III-2010
menurun dibandingkan triwulan II-2010. Hal ini seiring dengan perkembangan kinerja sektor
bangunan di Gorontalo yang menunjukkan perlambatan. Rencana Pemerintah Daerah
melakukan eksplorasi pertambangan emas di kawasan Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone secara ekonomi akan meningkatkan kinerja perekonomian, namun dampak
lingkungan perlu diperhatikan dalam jangka panjang.
Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan III-2010 diperkirakan melambat dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan II-2010. Melambatnya kinerja jasa-jasa terutama didorong oelh
melambatnya jasa pemerintahan umum. Jasa Pemerintahan umum ini erat kaitannya
dengan menurunnya pertumbuhan belanja daerah. Melambatnya kinerja sektor jasa-jasa
juga dikonfirmasikan oleh menurunnya realisasi kredit jasa-jasa perbankan yang terkontraksi
4,89% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit pada triwulan II-2010 sebesar
29,98% (y.o.y).
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
18 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BOX 1 : FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INVESTASI DI GORONTALO
Perkembangan investasi nasional menunjukkan arah yang positif. World Bank dalam Doing
Business 2010, menyatakan bahwa Indonesia telah dinilai sebagai negara yang paling aktif
melakukan reformasi bidang investasi. Peringkat Indonesia dalam hal kemudahan
melakukan bisnis menunjukkan peningkatan dari urutan ke-129 (2009) menjadi ke-122
(2010) dari 183 negara yang disurvei1. Hal ini tidak terlepas dari upaya reformasi birokrasi
bidang penanaman modal yang saat ini gencar dilakukan baik di pusat maupun di daerah.
Menyimak perkembangan positif investasi nasional, Gorontalo sebagai daerah hasil
pemekaran tahun 2000 harusnya juga memberikan kontribusi yang cukup baik. Secara
makro, perkembangan ekonomi Gorontalo telah menunjukkan pencapaian yang cukup baik.
Ekonomi telah tumbuh 7,54% (y.o.y) pada tahun 2009 dan termasuk daerah dengan
capaian diatas rata-rata kawasan Indonesia Timur. Namun apabila ditelisik lebih mendalam,
angka capaian dimaksud lebih didorong kinerja konsumsi pemerintah, sementara kegiatan
investasi dan ekspor masih rendah kontribusinya. Kontribusi investasi terhadap
pertumbuhan Gorontalo ternyata belum signifikan hanya mencapai 16% terhadap
keseluruhan PDRB Prov. Gorontalo sementara kontribusi investasi Gorontalo hanya
mencapai 3,69% terhadap keseluruhan investasi kawasan Timur Indonesia.
Upaya penilaian terhadap faktor-faktor utama yang mempengaruhi kegiatan investasi
usaha telah dirintis oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
melalui model daya tarik investasi yang terdiri atas lima besaran utama yaitu faktor
kelembagaan, faktor sosial budaya, faktor kondisi ekonomi, faktor ketenagakerjaan dan
faktor infrastruktur. Model ini mengambil pelaku usaha sebagai subyek responden, sehingga
penilaian yang dilakukan murni merupakan persepsi pelaku usaha atas karakteristik suatu
wilayah terhadap investasi.
Gambar 1.1 Daya Tarik Investasi Daerah
1 Kemudahan untuk berbisnis di Indonesia masih kalah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.Dalam laporan
Bank Dunia tahun ini, peringkat Indonesia yang ke-122 masih di bawah Singapura (1),Thailand (13), dan Malaysia (23) meski sudah di atas Filipina (144), Kamboja (145),dan Laos (167).
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 19
Bank Indonesia Gorontalo mengadopsi model tersebut untuk mengetahui bobot
faktor investasi menurut sudut pandang pelaku usaha di Gorontalo. Survei dilakukan kepada
120 responden dunia usaha yang tersebar pada 6 wilayah kabupaten/kota serta 9 sektor
ekonomi di Gorontalo. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui metode survei dan
interview secara mendalam kepada pelaku usaha. Pemeringkatan bobot kepentingan
menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Di tingkat nasional, KPPOD tahun
2002-2005 telah melakukan
pembobotan terhadap faktor investasi
di tingkat nasional. Apabila
dibandingkan dengan survei yang telah
dilakukan BI Gorontalo terhadap
Provinsi Gorontalo terlihat adanya
perbedaan baik dalam pemeringkatan
maupun besaran pembobotan. Hal ini
dapat disadari bahwa kompleksitas
permasalahan yang terjadi di tingkat
nasional dan daerah relatif berbeda.
Di level nasional permasalahan
birokrasi aparatur daerah menjadi
polemik yang sering kali dikeluhkan oleh
pelaku usaha, sementara reformasi
birokrasi yang telah dilakukan
Pemerintah Daerah di Gorontalo telah
memberikan kemudahan-kemudahan pelaku usaha di Gorontalo untuk mengembangkan
usaha walaupun masih terdapat catatan-catatan yang akan dibahas dalam bagian
penelitian ini. Hal ini setidaknya didukung pula oleh hasil pemeringkatan KPPOD tahun
2005 dimana wilayah kabupaten Gorontalo dan kota Gorontalo menjadi dua wilayah yang
termasuk dalam kota/kabupaten dengan predikat pengelolaan kelembagaan terbaik di
Indonesia.
Sementara itu dalam hal sosial-politik, KPPOD di level nasional memberikan bobot
sebesar 26% dan menduduki peringkat kedua terpenting setelah kelembagaan, namun di
Gorontalo faktor tersebut menduduki peringkat kelima dengan bobot 16%. Menurut
persepsi pelaku usaha di Gorontalo tingkat keamanan dan kondisi sosial politik di
Gorontalo cukup kondusif. Hal ini terbukti dalam waktu lima tahun terakhir belum dijumpai
adanya konflik horisontal yang berdampak serius bagi pengembangan usaha serta
minimnya kasus unjuk rasa terkait konflik kepentingan antara pelaku usaha dengan buruh.
Grafik 1.48 Bobot Faktor Investasi Nasional
Grafik 1.49 Bobot Faktor Investasi Regional
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
20 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
Hasil liaison dengan pelaku usaha menyatakan bahwa kasus-kasus perburuhan banyak
diselesaikan melalui jalur diskusi baik yang dilakukan pelaku usaha langsung maupun
mediasi dengan aparatur daerah sehingga tidak memunculkan kegiatan unjuk rasa di
lapangan.
Pelaku usaha di Gorontalo lebih memprioritaskan kepada percepatan pembangunan
infrastruktur khususnya listrik dan sarana/prasarana transportasi, karena menurut persepsi
pelaku usaha hal dimaksud sangat mempengaruhi keberadaan pengembangan usahanya
di Gorontalo. Pelaku usaha sangat fokus terhadap kondisi kelistrikan yang buruk di
Gorontalo, khususnya pelaku industri pengolahan yang menyatakan biaya listrik di
Gorontalo harus diimbangi dengan pengadaan sendiri (genset) sehingga membebani biaya
produksi yang cukup mahal. Kondisi tersebut diyakini menjadi pertimbangan para pelaku
usaha memberikan bobot kepentingan tertinggi dibandingkan lima faktor investasi lainnya.
Faktor ekonomi merupakan faktor yang dipentingkan pelaku usaha di Gorontalo setelah
infrastruktur dan kelembagaan. Upaya Pemerintah Daerah dalam mengembangkan potensi
komoditas unggulan baru dan dukungan pembiayaan atas komoditas baru tersebut menjadi
hal yang diharapkan oleh pelaku usaha.
Sementara itu dalam faktor ketenagakerjaan, pelaku usaha memberikan bobot
kepentingan yang cukup besar dan peringkat yang lebih tinggi dibandingkan survei
nasional KPPOD. Pelaku usaha di Gorontalo mempersepsikan bahwa kualitas tenaga kerja
merupakan hal yang harus segera ditingkatkan di Gorontalo. Penilaian yang masih rendah
terhadap etos kerja serta tingkat produktivitas menjadikan beberapa pelaku usaha masih
menggunakan tenaga kerja dari luar khususnya untuk jabatan-jabatan pengelola maupun
posisi strategis lainnya. Secara ringkas, hasil survei terkait faktor investasi di Gorontalo
digambarkan melalui diagram dibawah ini.
Gambar 1.2 Penilaian Untuk Prov. Gorontalo