2 permasalahan rendemen tebu - repository.ipb.ac.id · analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara...

20

Click here to load reader

Upload: trantram

Post on 02-Mar-2019

376 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU

2. 1 Definisi-definisi

Berdasarkan modul penentuan rendemen tebu (Harisutji, 2001) dan Cane Sugar

Handbook (Meade dan Chen, 1977) dapat didefinisikan istilah-istilah yang lazim

digunakan dalam penetapan rendemen tebu sebagai berikut :

a. RENDEMEN (Hablur % tebu)

Jumlah gula yang dapat dihasilkan setiap 100 bagian berat tebu. Pengertian

rendemen disini adalah rendemen sementara, karena masih belum dikoreksi.

Untuk menghitung rendemen sementara digunakan rumus Hommes (1932

dalam Meade dan Chen, 1977), yaitu :

Rendemen = Nilai Nira perahan pertama (NNPP) x Faktor Rendemen.

b. INDIVIDUAL

Yang dimaksud dengan individual dalam penelitian ini adalah setiap lori atau

truk yang digunakan untuk mengangkut tebu yang akan digiling.

c. PETANI

Pemilik tebu yang tebunya akan digiling.dan dimuat dalam lori atau truk

secara sendiri-sendiri, tidak bercampur dengan tebu orang lain.

d. BRIX (derajat brix, obx)

Satuan yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu

larutan. Bila larutannya adalah sakarosa murni, maka brix = % sakarosa;

tetapi bila tidak murni, maka brix selain terdiri dari sakarosa juga mengandung

zat padat terlarut lainnya.

e. POL (% pol)

Adalah konsentrasi (gram solute/100 gram larutan) larutan sakarosa murni

dalam air. Untuk larutan sakarosa murni, maka pol = konsentrasi sakarosa;

sedangkan untuk larutan yang terdiri dari sakarosa dan zat-zat optik lain, maka

Page 2: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

8

pol merupakan jumlah aljabar rotasi zat-zat penyusunnya. Untuk nira yang

“normal” kontribusi sakarosa sangat dominan, sehingga zat optik lainnya

dapat diabaikan.

Dasar pengukurannya menggunakan satuan derajat gula internasional

(oZ/oS/oV).

100 oZ = putaran optik suatu larutan “normal” sakarosa yang diukur pada 587

nm, 20 oC dan tabung polarisasi 200 mm.

Larutan “normal” sakarosa adalah larutan sakarosa murni 26.000 gram dalam

air murni yang dilarutkan pada 20 oC hingga volume 100 ml.

f. GULA

Produk utama pabrik gula yang merupakan butiran kristal “sakarosa” yang

keluar dari masakan dan mengandung sedikit kotoran (impurities). Kualitas

atau jenis gula antara lain dibedakan menurut derajat pol-nya.

g. SAKAROSA

Gula murni, merupakan senyawa disakarida α- D- glucopyranosyl β- D-

fructofuranoside

h. HARKAT KEMURNIAN (HK), purity

Merupakan perbandingan persentase antara pol (sakarosa) dengan zat padat

terlarut total (brix).

HK pol = (pol/brix) x 100 % HK sakarosa = (sakarosa/brix) x 100 %

i. NILAI NIRA

Suatu gambaran teoritis jumlah gula yang dapat dikristalkan dari suatu larutan

gula (nira) dengan cara penghabluran/kristalisasi. Karena kristalisasi sangat

dipengaruhi oleh bahan-bahan bukan gula yang terbawa dalam larutan, maka

tidak semua gula dalam larutan tersebut dapat dikristalkan. Semakin besar

bahan bukan gula semakin kecil gula yang dapat dikristalkan.

Page 3: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

9

Untuk menghitung nilai nira digunakan rumus Winter Carp (Meade dan Chen,

1977), yaitu :

Nilai Nira (nn) = pol – 0,4 (brix – pol)

j. NILAI NIRA PERAHAN PERTAMA (NNPP)

Adalah nira yang keluar dari gilingan pertama, yang belum tercampur air

imbibisi atau bahan-bahan lain.

k. TEBU (Sugar Cane)

Bahan baku dari Saccharum officinarum yang dikirim ke gilingan, termasuk

didalamnya tebu bersih, kotoran (trash) dan bahan asing lain yang terbawa.

2.2. Analisis Brix dan Pol

Dalam analisis nira tebu dikenal istilah brix, pol, Harkat Kemurnian (HK), nilai

nira, rendemen sementara, dan rendemen tebu giling (rendemen nyata, rendemen

realisasi atau rendemen efektif). Analisis Brix dan Pol merupakan dasar-dasar

perhitungan dan kontrol pabrikasi pabrik gula. Dengan melakukan analisis ini

dapat diperkirakan jumlah gula yang akan diperoleh seorang pemilik tebu yang

akan menggilingkan tebunya di pabrik gula.

2.2.1. Metode Analisis Brix

Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang

berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) :

(1) Cara refraktometris, dengan menggunakan alat refraktometer. Prinsip

kerja: sudut bias suatu sinar radiasi yang melalui larutan gula (nira)

tergantung pada konsentrasi dan temperatur dari larutan tersebut. Dengan

temperatur konstan, konsentrasi (brix) larutan gula (nira) dapat diketahui

dengan mengukur index bias larutan tersebut. Kalibrasi refraktometer brix

dengan menggunakan larutan sakarosa murni;

(2) Cara timbangan hydrometer (timbangan brix), dengan menggunakan alat

timbangan brix/brix weger/brix hydrometer. Prinsip kerja : gaya tekan ke

Page 4: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

10

atas suatu benda yang dicelupkan ke dalam cairan (larutan gula/nira)

tergantung pada berat jenis larutan tersebut. Brix hydrometer dilengkapi

dengan thermometer dan koreksi pengukuran sesuai dengan suhunya. Cara

kalibrasinya dengan menggunakan larutan sakarosa murni.

(3) Cara piknometris, dengan menggunakan alat piknometer. Prinsip kerja :

brix larutan bisa ditemukan dengan mengukur berat jenisnya. Melalui tabel

hubungan antara berat jenis dan brix larutan maka dapat dihitung brix

larutan.

2.2.2. Metode Analisis Pol

Salah satu cara melakukan analisis pol adalah dengan menggunakan alat yang

disebut polarimeter/sakarimeter/sakaromat. Prinsip kerja : berdasarkan

pengukuran sudut pemutaran bidang polarisasi oleh larutan gula. Besarnya sudut

putar tergantung pada konsentrasi larutan, ketebalan larutan yang dilewati sinar

(panjang tabung polarisasi), temperatur dan panjang gelombang. Kalibrasinya

dengan menggunakan standar tabung kwarsa yang mempunyai nilai putaran optik

yang tetap.

Perhitungan persen pol menurut Winter Carp (Meade dan Chen, 1977) :

% pol = { (26 x oZ) / (100 x BJ) } x (1,1).

BJ = berat jenis nira, dihitung dari tabel hubungan antara brix dan BJ oZ = pembacaan derajat polarisasi

2.3. Rendemen dan Produksi Tebu

Luas areal tebu dalam negeri cenderung terus menurun rata-rata 1,72 persen per

tahun selama tahun 1993-2004 (Sekretariat Dewan Gula, 2004). Penurunan areal

tanam yang cukup drastis terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 9,9 persen,

sebagai akibat dari dihapuskannya kebijakan TRI serta adanya konversi lahan.

Penurunan areal juga diikuti dengan menurunnya produktivitas tebu dengan laju

sebesar 1,42 per tahun (Rusastra, et al. 2000). Pada tahun 1999, penurunan

produktivitas mencapai 12,26 persen, yaitu dari 71,8 ton/ha menjadi 62,8 ton/ha.

Semakin rendahnya luas areal dan produktivitas tebu menyebabkan produksi tebu

Page 5: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

11

nasional juga semakin rendah, menurun hingga 3,01 persen per tahun.

Penghapusan TRI pada tahun 1999, menyebabkan produksi tebu menurun drastis

sebesar 1,25 persen (Tabel 1).

Rendahnya produksi gula nasional antara lain juga disebabkan tidak efisiennya

pabrik-pabrik gula (PG) yang ada (Husodo, 2000; Murdiyatmo, 2000; Woeryanto,

2000). Pada masa kejayaan industri gula di tahun 1930, Indonesia memiliki 179

Pabrik Gula (PG). Jumlah PG semakin menurun karena secara ekonomis tidak

menguntungkan. Jumlah PG per September 2003 tercatat sebanyak 58 unit PG

milik BUMN dan 6 PG milik swasta (Sekretariat Dewan Gula, 2004). Dari 58 PG

tersebut, 46 PG berada di Jawa dan 12 PG berada di luar Jawa. Pada umumnya

PG-PG beroperasi jauh dibawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai

kapasitas giling yang kecil (<3.000 TCD) karena mesin yang telah berumur lebih

dari 75 tahun serta tidak mendapat perawatan yang memadai, sehingga

menyebabkan biaya produksi per kg gula tinggi (Arifin, 2000).

Tabel 1. Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu

Tahun Areal (ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi Tebu (ribu ton)

1993 420.687 89,4 37.593.146 1994 428.726 71,2 30.545.070 1995 420.630 71,5 30.096.060 1996 403.266 70,9 28.603.531 1997 385.669 72,5 27.953.841 1998 378.293 71,8 27.177.766 1999 340.800 62,8 21.401.834 2000 340.660 70,5 24.031.355 2001 344.441 73,1 25.186.254 2002 350.723 72,8 25.533.431 2003 335.725 67,4 22.631.109 2004 344.852 73,0 25.172.380

Sumber : Sekretariat Dewan Gula, 2004.

Rendemen yang dihasilkan PG-PG juga sangat menurun dan selama 10 tahun

terakhir (1993-2004) relatif berfluktuasi dengan rata-rata mencapai 7,24 %, jauh

Page 6: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

12

lebih rendah dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983-1992) yang dapat

mencapai 9,8 %. Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG nasional selama 10

tahun terakhir (1993-2004) juga relatif rendah dengan rata-rata 5,12 ton/ha.

Demikian juga produksi gula yang dihasilkan PG-PG tersebut relatif rendah dan

cenderung menurun dengan rata-rata 3,3 persen per tahun (Sekretariat Dewan

Gula, 2004).

Dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Thailand, Cina, India, Jepang

dan Philipina, rata-rata produktivitas tebu Indonesia sebenarnya relatif tinggi dan

mendekati produktivitas Amerika Serikat. Namun dalam hal rata-rata rendemen

dan rata-rata produktivitas gula, Indonesia menempati posisi terendah (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-Rata Rendemen dan Produktivitas Gula Antar Beberapa Negara Produsen

Negara Rata-rata Produktivitas tebu (ton/ha)

Rata-rata Rendemen

(%)

Rata-rata Produktivitas Gula (ton/ha)

Jepang 64,09 11,53 7,41 Thailand 56,76 10,97 6,24 Cina 59,16 11,84 7,00 India 69,33 10,90 7,56 Philipina 60,70 8,26 5,00 Indonesia 70,13 7,06 4,95 USA 78,44 11,61 9,11

Sumber : Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, 2003

2.4. Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah

rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling disebut

rendemen nyata (Anonim, 1984; LP IPB, 2002; Purwono, 2002). Jika dihitung

dalam persentase, maka rendemen adalah kristal nyata diperoleh % tebu digiling

atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu (Harisutji, 2001; Santoso dan

Page 7: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

13

Martoyo, 2000). Dengan demikian perhitungan rendemen nyata yang diperoleh

dapat dilakukan dengan rumus:

Bobot hablur Rendemen nyata = ------------------- x 100 Bobot tebu

Dari perhitungan ini berarti gula yang diperoleh adalah hanya gula yang

dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses. Kenyataannya,

selama proses terjadi kehilangan gula yang sangat dipengaruhi oleh efisiensi

pabrik gula. Kehilangan gula selama proses kemungkinan terbawa dalam bagase

(ampas), filter cake (blotong) atau molases (tetes) (LP IPB, 2002).

Gula yang dapat dikristalkan merupakan bagian dari total padatan terlarut yang

terkandung dalam tebu. Total padatan terlarut tersebut terdiri dari gula dan bukan

gula (Winter Carp dalam Meade dan Chen, 1977). Komposisi tebu secara umum

dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Page 8: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

14

Tabel 3. Komposisi Tebu

Komponen % tebu

Air Zat padat :

Sabut Zat padat terlarut

Komposisi Nira : Gula Sakarosa Glukosa Fruktosa

Garam-garam : Garam asam anorganik Garam asam organik

Asam-asam organik bebas : Asam karboksilat Asam-asam amino

Zat-zat organik non gula lain : Protein Amilum Gum Lilin, lemak Lainnya

73 – 76 24 – 27 11 – 16 10 – 16

% padat zat terlarut : 75 – 92 70 – 88 2 – 4 2 – 4

3,0 – 7,5 1,5 – 4,5 1,0 – 3,0 0,5 – 2,5 0,1 – 0,5 0,5 2,0

0,5 – 0,6

0,001 – 0,050 0,3 – 0,60 0,05 – 0,15 3,0 – 5,0

Sumber : Meade dan Chen (1977)

Penggilingan yang kurang baik menyebabkan sebagian gula masih terbawa dalam

bagase. Pada saat proses pemurnian nira kotor menjadi nira jernih dapat terjadi

kehilangan gula bersama dengan filter cake (blotong). Kehilangan gula lainnya

adalah pada saat pemisahan antara kristal gula dengan tetes (Santoso, 1998).

Kehilangan gula biasanya dinyatakan dalam pol % tebu, pada pabrik-pabrik gula

di Jawa Timur berkisar antara 1,5 hingga 2,5% (Dinas Perkebunan Jawa Timur,

2005). Pada Gambar 1 disajikan secara ringkas alur pengolahan gula dan

kemungkinan terjadinya kehilangan gula.

Page 9: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

15

Gambar 1. Alur Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu di Indonesia Saat ini

Rendemen merupakan tolok ukur perolehan gula, ditentukan setiap periode

berdasarkan kristal nyata yang dihasilkan dari tebu yang digiling. Sebagai contoh,

bila dinyatakan rendemen 10% maka untuk setiap 1000 kg tebu giling diperoleh

sukrosa 100 kg. Tampaknya sederhana, namun dalam prakteknya pengukuran

rendemen tidak mudah. Angka perbandingan sukrosa terhadap tebu yang benar

baru bisa diperoleh jika pabrik gula (PG) berhenti beroperasi. Semua bahan baku

digiling dan semua gula ditampung, kemudian keduanya dihitung dan

dibandingkan (Ananta, 1984). Dalam kenyataannya, tebu yang masuk ke PG

dimiliki oleh ratusan bahkan ribuan petani. Tebu masuk secara kontinyu dan

menghasilkan gula kristal yang kontinyu pula. Dalam kondisi seperti itu,

rendemen tebu petani yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan

(Partowinoto, 1996). PG tidak bisa dihentikan sementara hanya untuk menghitung

rendemen masing-masing petani.

Pemasakan

Kristalisasi

Penggilingan

Pemurnian

Tebu

Nira kotor Bagase (ampas)

Nira bersih Filter cake (blotong)

Nira kental

Gula pasir Molases (tetes)

Kehilangan gula

(1,5-2,5%)

Page 10: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

16

Untuk mengatasi hal tersebut, maka penetapan rendemen di Indonesia dilakukan

dengan menggunakan pendekatan rumus Hommes (Ananta, 1975). Hommes

menyatakan bahwa rendemen merupakan suatu besaran yang ditentukan oleh

faktor luar pabrik dan faktor dalam pabrik (Hommes, 1932 dalam Ananta, 1984).

Yang dimaksud dengan faktor luar pabrik adalah nilai nira perahan pertama

(NNPP), sedangkan faktor pabrik tercakup dalam Faktor Rendemen (FR). Nilai

nira perahan pertama sepenuhnya tergantung kepada kualitas tebu yang digiling

(Santoso, 1998). Secara matematis rumus penentuan rendemen dinyatakan sebagai

berikut :

Rendemen = Nilai Nira Perahan Pertama x Faktor Rendemen ….........… (1)

Awalnya, usahatani tebu berada di bawah satu manajemen pabrik gula (Ananta,

1975). Angka rendemen hanya dibutuhkan oleh PG guna keperluan intern mereka,

terutama untuk mengukur kinerja proses. Sejak diberlakukannya program Tebu

Rakyat Intensifikasi tahun 1975 (Inpres No. 9/1975) tebu ditanam dan dikelola

oleh petani tebu rakyat (PTR), pabrik gula hanya menggiling tebu PTR dengan

sistem bagi hasil berdasarkan rendemen tebu. Berdasarkan kondisi tersebut maka

penentuan rendemen sebagaimana rumus Hommes di atas ditetapkan dengan SK

Menteri Pertanian No. 013/SK/MENTAN/BPB/3/76 tanggal 5 Maret 1976 tentang

Pedoman Penentuan Rendemen Tebu Rakyat Yang Diolah Pabrik Gula.

Berdasarkan SK Mentan di atas, nilai nira perahan pertama diambil dari setiap

contoh tebu yang minimal bisa memenuhi waktu giling 30 menit (Ananta, 1984)..

Pada PG berkapasitas 2000 – 3000 TCD dalam waktu giling 30 menit diperlukan

sekitar 60 ton tebu. Oleh karena itu, analisis nira perahan pertama dilakukan untuk

setiap 60 ton tebu (Santoso, 1998). Dalam konteks tersebut, jumlah tebu yang

dimiliki petani secara individu tidak dapat memenuhi kebutuhan analisis.

Terkait dengan faktor rendemen di atas, dikenal istilah Winter Rendemen (WR)

yang merupakan perbandingan sukrosa dalam gula hasil dengan sukrosa yang

terdapat dalam nira mentah (Meade dan Chen, 1977). Winter Rendemen

merupakan persentase jumlah hablur (sukrosa) akhir yang efektif dihasilkan

Page 11: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

17

terhadap jumlah hablur yang terdapat dalam nira mentah yang diolah. Hablur yang

dimaksud dihitung sebagai standar gula pasir (equivalent sugar granulated) yakni

kristal 100% murni atau gula kristal putih.

Karena winter rendemen menunjukkan kemampuan stasiun pengolahan dalam

mengambil sukrosa dari nira mentah, maka nilai WR sebenarnya menggambarkan

efisiensi stasiun pengolahan. Nilai WR biasanya kurang dari 100%, karena

beberapa bagian sukrosa akan hilang selama proses pengolahan. Kehilangan

tersebut bisa karena sukrosa terbawa ke dalam blotong setelah proses klarifikasi,

terangkut ke dalam tetes, atau secara kimia sukrosa berubah menjadi senyawa lain

(Santoso, 1998).

Menurut Winter Carp dalam Meade dan Chen (1977),

Faktor rendemen = KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ............................... (2)

dimana KNT : hasil kali kadar nira tebu, HPB : hasil pemerahan brix,

perbandingan setara harkat kemurnian nira mentah/nira perahan pertama (PSHK)

dan Winter Rendemen (WR).

Dengan demikian persamaan (1) dapat diturunkan menjadi :

Rendemen = NNPP x KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ……................. (3)

Menurut Santoso dan Bahri (2004), rumus ini biasa digunakan di Indonesia.

Dalam rumus ini kualitas tebu didekati dengan NNPP x KNT x 10-2 dan efisiensi

pabrik didekati dengan HPB x PSHK x WR x 10-4 (Anonim, 1984; LRPI, 2004;

Santoso dan Bahri, 2004). Sehingga :

Rendemen = NNPP x KNT x efisiensi pabrik x 10-2 …....................... (4).

Jika mengacu kepada penentuan rendemen yang digunakan di Indonesia saat ini

{persamaan (1)} dan membandingkannya dengan persamaan (4), maka seharusnya

pendekatan yang terjadi adalah :

Faktor Rendemen = KNT x efisiensi pabrik x 10-2 .............................................. (5)

Page 12: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

18

Persamaan (5) diatas menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis

nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena kualitas

tebu yang seharusnya didekati dengan NNPP dan KNT hanya didekati dengan

NNPP saja, KNT untuk semua tebu dianggap sama.

2.6. Metode Penetapan Rendemen Tebu Alternatif

2.6.1. Metode Penetapan Rendemen Dengan Krepyak Mini Sampler (KMS)

Pada musim giling 2003, PG Mojopanggung dengan kapasitas giling ± 2400 TCD

telah mengupayakan proyek percontohan penentuan rendemen individu yang

menghargai prestasi individu dengan model sampling “krepyak mini sampler

(KMS)” (Martoyo dan Santoso, 2003). Krepyak mini sampler ditujukan untuk

menetapkan titik sampel individu, sedangkan ultrasonic flowmeter untuk

menetapkan kadar nira perahan pertama (KNPP), sehingga rendemen ditetapkan

berdasarkan formula : Rendemen = NNPP x KNPP x Faktor Kristal. Upaya untuk

mengukur langsung NNPP dan KNPP untuk menilai kualitas tebu secara lebih

tegas merupakan langkah yang baik dalam rangka penyempurnaan penetapan

rendemen yang lebih berkeadilan.

Namun demikian, hasil kajian Martoyo dan Santoso (2004) menemukan lori

dengan berat tebu tinggi dan diperkirakan niranya tinggi namun kenyataannya

berat niranya rendah, begitu pula sebaliknya, sehingga menyebabkan rentang nilai

KNPP yang cukup besar, berkisar antara 20 – 85 %. Hal tersebut diduga karena

kesalahan sistem yang hanya mengukur jumlah NNPP berdasarkan jarak (waktu)

yang sama. Padahal, kenyataannya terjadi perbedaan jarak (waktu) untuk tebu

lonjoran di krepyak tebu I (krepyak mini I sampler) dengan jarak (waktu) untuk

tebu cacah di krepyak tebu II (krepyak mini II sampler), serta jarak (waktu) nira

mengalir di talang NNPP.

Dengan kondisi demikian, pada skala komersial untuk musim giling 2004 metode

ini masih mempunyai kendala dalam pelaksanaannya, khususnya pengukuran

KNPP dengan ultrasonic flowmeter. Untuk PG yang berkapasitas giling > 3000

Page 13: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

19

TCD, dimana umpan tebu ke krepyak lebih dari 2 meja tebu, perlu dikaji tingkat

kevalidan sampel kaitannya dengan tercampurnya nira tebu antar individu

(Martoyo dan Santoso, 2004).

2.6.2. Metode Penetapan Rendemen Dengan Refraktometer

Alat yang digunakan dalam metode ini adalah refraktometer presisi yang sudah

dikalibrasi. Prinsip yang diterapkan adalah index bias larutan gula mempunyai

korelasi dengan konsentrasi larutan tersebut ((Harisutji, 2001). Metode ini bisa

digunakan untuk analisis macam-macam nira (npp, nira mentah, nira encer) atau

nira kental dan tetes dengan mengencerkannya terlebih dahulu setara dengan nira

encer.

Prosedur analisisnya sederhana, yaitu meneteskan larutan contoh kedalam prisma

refraktometer dan dibaca skala brix yang tertera serta suhunya. Skala yang

ditunjukkan dalam alat sudah langsung menunjukkan brix, kemudian dikoreksi

sesuai dengan suhu pengukuran. Brix terkoreksi = brix terbaca + koreksi brix.

Menurut Purwono (2002), diketahui bahwa terdapat korelasi yang nyata antara

nilai brix (B) yang diukur dengan rendemen (R) dengan r2 = 0.82 dan persamaan

regresinya adalah :

R = - 0.0254 + 0.4746 B.

Dengan demikian, cukup dengan memasukkan hasil pengukuran brix, maka dapat

langsung diketahui nilai rendemen suatu contoh tebu.

Hasil penelitian Santoso dan Martoyo (1994) di tiga pabrik gula menunjukkan

bahwa hasil pengukuran brix refraktometer dan hydrometer tidak berbeda untuk

contoh nira mentah dan nira encer. Semakin rendah kemurnian contoh, perbedaan

hasil pengukuran semakin besar. Walaupun terdapat perbedaan hasil pengukuran,

penggunaan refraktometer untuk pengawasan pabrikasi tidak menimbulkan

masalah berarti, bahkan menguntungkan. Cara pemakaian refraktometer lebih

Page 14: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

20

mudah dan cepat, hanya memerlukan contoh yang sedikit dibandingkan

menggunakan hydrometer.

Perbandingan hasil pengukuran refraktometer brix dan kadar bahan kering

sesungguhnya dalam contoh nira mentah, nira encer, nira kental dan tetes juga

dilaporkan oleh Mellet (1986) dalam Santoso dan Martoyo (1994). Pada contoh

nira mentah, nira encer dan nira kental, cara refraktometer memberikan perbedaan

0,05 – 0,13 angka lebih tinggi dari kadar bahan kering sesungguhnya. Sedangkan

pada contoh tetes, perbedaan itu menjadi 3,2 – 4,4 angka lebih tinggi.

Hasil kajian Ekosoni, Hendroko dan Praptiningsih (1996), menunjukkan

pengamatan brix dengan refraktometer-tangan pada rumpun tebu contoh telah

mampu mendekati rerata brix kebun dengan simpangan hanya sebesar ± 5%.

Kajian ini menyarankan mengambil 3 (tiga) rumpun contoh yang terletak pada tiga

juring berhimpitan, masing-masing berturutan searah kemiringan lahan.

Disarankan pula untuk tidak mengambil rumpun pada jarak minimal 10 meter dari

pinggir kebun.

Refraktometer tangan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan di atas

karena hanya membutuhkan setetes nira, yang dapat diambil tanpa merusak

batang-batang tebu dan tidak menggunakan logam berat (Pb) seperti pada prosedur

analisis pendahuluan.

2.6.3. Metode Penetapan Rendemen dengan Pendekatan Core Sampler (PCS)

Dalam makalahnya, Partowinoto (1996) menyebutkan bahwa metode Core

Sampler telah diperkenalkan sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan

antara petani dengan pabrik gula, pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di

Lousiana (USA).

Sistem kerja core sampler : sebuah pipa dengan diameter 8 – 10 dm, panjang ± 6m

diujungnya dilengkapi semacam gergaji diputar dengan 550 sampai 1250 rpm

Page 15: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

21

dimasukan ke tumpukan tebu di dalam truk/kontainer dengan arah datar atau

menukik dengan sudut 45o. Sampel yang diambil dipotong-potong dan kemudian

dicacah. Selanjutnya 1 kg cacahan tebu dipress dengan tekanan 3000 psi hingga

menghasilkan nira kurang lebih 60% tebu, selanjutnya nira tersebut dianalisis pol

dan brixnya. Core sampler hanya mampu membedakan mutu tebu (nilai nira) dari

masing-masing truk/lori dengan pendekatan perhitungan NNPP dan KNT,

sedangkan untuk menentukan besarnya rendemen perlu adanya rumus rendemen

atau Faktor Rendemen (Santoso dan Bahri, 2004).

Pendekatan Core Sampler (PCS) adalah metode penetapan rendemen dengan cara

mengambil sampel dengan pendekatan seperti pengambilan sampel dengan

menggunakan alat Core Sampler.

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen

2.7.1. Varietas

Teknik bercocok tanam, meliputi pengolahan tanah, pemilihan varietas, jenis

bibit, pemupukan dan waktu tanam yang tepat serta pemeliharaan yang baik, akan

mendorong dihasilkannya rendemen serta bobot tebu yang tinggi, sehingga

berpengaruh pada tingginya hasil gula per satuan luas kebun. Menurut Darmodjo

(1995) kontribusi varietas terhadap produksi mencapai 60%. Potensi varietas tebu

yang belum diintensifkannya program pemberdayaan varietas-varietas unggul

baru merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas hasil gula di

Indonesia (Lestari, H. 2000; Mirzawan, et al., 2001)

Upaya peningkatan produktivitas dengan menggunakan varietas unggul

merupakan cara termurah dibandingkan cara lain, walaupun hal ini tidak dapat

menyelesaikan keseluruhan masalah yang telah terjadi. Menurut Mirzawan, et al.

(2001), penanaman varietas unggul baru yang lebih baik dari varietas yang telah

ada dapat meningkatkan produktivitas jika kondisi lingkungan sesuai untuk

varietas unggul tersebut dan varietas tersebut diperlakukan sesuai kebutuhannya.

Page 16: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

22

Pemilihan suatu varietas tebu didasarkan kepada pertimbangan sifat kemasakan,

tingkat kemantapan produksi, bakat rendemen tinggi, dan faktor-faktor lainnya

(Sastrowijono dkk, 1984). Menurut Saputro (1998), varietas tebu yang baik dan

diminati para praktisi mempunyai ciri-ciri antara lain : (1) Berdiameter besar,

minimum 28 mm, karena dapat meningkatkan kapasitas tebang; (2) Tahan

kepras, sekurang-kurangnya sampai 4 kali panen tebu kepras; (3) Tidak roboh;

(4) Kanopi lebar, karena dapat menutup permukaan tanah sehingga menekan

pertumbuhan gulma; dan (5) Ciri-ciri lain yang umum, yaitu rendemen tinggi,

anakan cukup 3-4 batang, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak

berbunga serta daun tua mudah terkelupas.

2.7.2. Tingkat Keprasan

Tanaman tebu yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) disebut dengan plant

cane (PC). Tanaman ini langsung ditanam dari kebun pembibitan (Hendroko, et

al. 1987). Setelah panen, umumnya petani tidak lagi menanam bibit tebu baru,

melainkan dikepras dan ditumbuhkan kembali dari tunas-tunas yang masih ada.

Tanaman seperti ini disebut dengan ratoon atau tanaman keprasan. Menurut

survai yang dilakukan Ditjen BP Perkebunan Departemen Pertanian (2004), petani

menanam tanaman keprasan (ratoon) sampai lebih dari 15 kali. Tingginya tingkat

keprasan tersebut menurut Arsana, et al. (1997), disebabkan petani lebih suka

memelihara tanaman keprasan karena biaya tanaman (bibit dan pemeliharaan

awal) lebih murah meskipun produksinya relatif rendah yang antara lain

disebabkan oleh potensi varietas keprasan yang rendah.

Hasil penelitian Rasyid (1992) melaporkan bahwa rendahnya produksi disebabkan

oleh jumlah tunas keprasan yang gagal menjadi batang tebu layak giling hingga

mencapai 51%. Persaingan tunas yang tumbuh pada tunas keprasan merupakan

penyebab kematian tunas, akibatnya jumlah batang tebu produktif pada tanaman

keprasan menjadi rendah. Pada akhirnya akan menurunkan tingkat rendemen yang

dihasilkan.

Page 17: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

23

2.7.3. Pemupukan

Unsur-unsur esensial seperti Nitrogen (N), Fosfat (P) dan Kalium (K) dibutuhkan

tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan ketersediaan yang terbatas di

dalam tanah, maka unsur-unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan.

Oleh Dharmawan (1982) penggunaan pupuk dipandang sebagai cara yang paling

mudah dan terpercaya untuk meningkatkan hasil pertanian. Tanaman tebu

memerlukan ketersediaan hara untuk perkembangannya sejak satu hingga tiga-

enam bulan pertama masa pertumbuhannya (Pawirosemadi, 1996), pada periode

tersebut hara N, P dan K yang diperlukan sekitar 80 – 85% dari total

kebutuhannya.

Pada tebu, unsur N dibutuhkan dalam jumlah tertentu tergantung varietas dan

lokasi tempat tumbuhnya (Sahadi, 1997). Hasil penelitian Isro Ismail, Nugraharsi

dan Kunhartono (1996), menyebutkan bahwa pemberian unsur N secara

berlebihan dapat menghambat proses penimbunan gula dalam batang. Hal

tersebut berakibat pada rendahnya kadar gula, menurunnya kualitas nira dan

rendemen akan menurun.

Menurut Geus (1973), kekurangan hara K pada tanaman tebu menyebabkan

penurunan produk hablur sebagai akibat dari terhambatnya proses fotosintesis dan

penurunan kualitas nira. Fosfat memegang peranan dalam metabolisme

pertumbuhan tebu dan pembentukan gula. Hasil penelitian Saputro dan Isro

Ismail (1993) di PG Bungamayang, menyatakan bahwa pemberian pupuk TSP

sebesar 7 kuintal per ha pada tanaman pertama (PC) akan meningkatkan jumlah

batang, rendemen dan hasil kristal gula.

Soeparmono dan Ekosoni (1995) melaporkan hasil percobaan pupuk AS tablet di

PG Rejoagung. Percobaan dilakukan di lahan sawah tetapi tidak berpengairan

teknis, sehingga persediaan air relatif kurang. Pupuk yang digunakan adalah

pupuk AS yang ada di pasaran kemudian ditabletkan dengan alat pembuat tablet.

Page 18: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

24

Pengaruh pemupukan AS tablet tampak pada rata-rata pertumbuhan tinggi

tanaman umur 9 bulan dan bobot tebu per hektar. Pada dosis 6 ku AS per hektar,

beda tinggi rata-rata 3,1%, sedangkan untuk bobot tebu per hektar saat panen

perbedaannya rata-rata 3,48%. Hal ini memberikan informasi bahwa bentuk

tablet memberikan efek penyerapan N lebih lama bagi tanaman tebu dibandingkan

pupuk AS tabur.

2.7.4. Tingkat Kemasakan (Umur Tanaman)

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai sejak stadia perkecambahan, pertunasan,

perpanjangan batang, kemasakan dan akhirnya stadia kematian (Hendroko, et al.

1987). Kemasakan merupakan stadia yang terpenting, karena pada stadia ini

terjadi pembentukan sukrosa, sebagai tujuan utama budidaya tebu.

Menurut Tjokrodirdjo (1992), proses kemasakan tebu dimanifestasikan dalam

rendemen berjalan dari ruas ke ruas dan terus meningkat dengan bertambahnya

umur tanaman sampai dicapai suatu titik maksimal. Setelah itu, tergantung antara

lain pada varietas tebu dan kondisi tanaman, rendemen akan menurun (Sunantyo,

1992). Oleh karena itu, tebu seharusnya dipanen pada kemasakan optimal agar

diperoleh hasil gula yang optimal pula. Pemanenan tebu sebelum atau kelewat

masak akan menghasilkan tebu yang kadar gulanya tidak optimal karena

mengandung bukan-gula yang lebih banyak.

2.7.5. Kewayuan (“Penundaan Giling”)

Tebu wayu selain kehilangan berat karena penguapan juga kehilangan kadar gula

karena inversi, yaitu sukrosa diubah oleh enzim menjadi gula reduksi (Martoyo,

2000). Salah satu indikator tinggi-rendahnya rendemen tebu dan faktor terpenting

dari beberapa faktor penentu kualitas nira adalah nilai nira dan kadar gula reduksi

(Anonim, 1984). Pol merupakan resultan dari keberadaan sukrosa dan gula

Page 19: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

25

reduksi dalam nira serta mempunyai hubungan langsung yang negatif dengan gula

reduksi (Meade dan Chen, 1977).

Hal tersebut menunjukkan bahwa jika kadar gula reduksi semakin tinggi maka pol

semakin rendah. Hasil penelitian Santoso, et al. (1996) menunjukkan bahwa

kenaikan kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh tebu yang tertunda giling.

Setiap hari penundaan giling dapat meningkatkan kadar gula reduksi sebesar 0,35

poin dan 98,6% dari kenaikan kadar gula reduksi tersebut adalah kontribusi dari

penundaan giling. Akibatnya, setiap hari penundaan giling akan memberikan

kerugian penurunan rendemen sebesar 0,53 poin.

2.7.6. Kotoran (“Trash”)

Kotoran tebu terdiri dari antara lain klaras, pucukan, sogolan, akar dan tanah.

Klaras atau daun kering tidak mengandung nira sehingga bila terikut dalam

jumlah yang banyak akan menyumbangkan sabut sehingga jumlah sabut atau

ampas per satuan tebu meningkat. Peningkatan kadar sabut akan mengurangi

ekstraksi nira dan mengurangi kapasitas stasiun gilingan, berarti juga mengurangi

gula yang diperoleh atau menurunkan rendemen (Martoyo, 2000).

Pucukan atau sogolan mengandung hanya sedikit gula tetapi banyak mengandung

bukan-gula, jika terikut dalam tebu giling akan berdampak mengurangi perolehan

gula karena penambahan bukan-gula akan menyebabkan gula terbawa ke dalam

tetes. Tanah yang terbawa ke dalam ampas akan menyebabkan ampas sulit

terbakar dan kapasitas stasiun ketel menurun, sedangkan jika tanah tersebut

terbawa ke stasiun proses akan mempengaruhi proses pengendapan pada

pemurnian nira karena bak pengendap (clarifier) penuh dengan lumpur sehingga

hasil nira jernih mutunya rendah.

Hasil penelitian Yates (1996, dalam Martoyo, 2000) kotoran tebu akan

menurunkan rendemen dengan kecepatan 0,125-0,25 poin per satuan (%) kotoran.

Penelitian terakhir di beberapa pabrik gula di Australia oleh Kent (1999, dalam

Page 20: 2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU - repository.ipb.ac.id · Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) : (1) Cara refraktometris,

26

Martoyo, 2000) dilaporkan bahwa kotoran tebu menyebabkan kapasitas giling

turun 8 % dan rendemen turun 6,8 % untuk setiap 5 % kadar kotoran.

2.7.7. Brix dan Efisiensi Pabrik

Rendemen adalah perbandingan antara kristal nyata yang diperoleh dengan tebu

digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu. Kristal nyata yang

dimaksud disini adalah gula dalam nira tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula

kristal putih (GKP). Total gula dan kandungan bukan gula tersebut dikenal

sebagai brix, yaitu satuan yang biasa digunakan dalam industri gula yang

menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan (gula). Brix

selain terdiri dari gula juga mengandung zat padat terlarut lainnya (Harisutji,

2001).

Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977) menyatakan tidak semua gula

dalam nira tebu dapat dikristalkan, karena pengkristalan gula dipengaruhi oleh

kandungan bukan gula yang ada dalam nira tebu, dengan rumus :

Kadar kristal = kadar gula – 0,4 x kadar bukan gula.

Dilain pihak, pabrik mempunyai kontribusi terhadap upaya penyelamatan kristal.

Usaha untuk menyelamatkan kristal ini disebut dengan efisiensi pabrik. Dalam

kenyataannya, salah satu faktor yang mempengaruhi petani tebu menggilingkan

tebunya ke suatu pabrik adalah tinggi-rendahnya efisiensi tersebut. Banyak petani

yang lebih memilih suatu pabrik tertentu karena pabrik tersebut memiliki tingkat

efisiensi yang relatif lebih tinggi dari pabrik lainnya, dengan harapan akan

memperoleh rendemen yang lebih tinggi, karena rendemen adalah hal yang

penting yang menyangkut hasil bagi antara petani dan pabrik gula.