188521670 penyakit hog cholera pada ternak babi
TRANSCRIPT
PENGHAYATAN PROFESI VETERINER
PENYAKIT HOG CHOLERA PADA TERNAK BABI
Oleh:
SARUEDI SIMAMORA
NIM: 1209005068
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-
Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaian paper
ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada paper ini, penulis mambahas tentang pegertian penyakit hog cholera,
penyebab penyakit hog cholera, penularan penyakit hog cholera, gejala-gejala
klinis penyakit hog cholera, cara mendiagnosa penyakit hog cholera, dan cara
penanggulangan penyakit hog cholera tersebut.
Penulis menyadari bahwa paper ini belum sempurna, namun penulis
merasa gembira dan bangga apabila tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi
pembaca dan dengan kerendahan hati penulis mengharapkan segala kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan paper ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
Denpasar, 10 Desember 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
1.3. Manfaat ........................................................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
2.1. Hog Cholera .................................................................................. 4
2.2. Penyebab ...................................................................................... 5
2.3. Patogenesis .................................................................................... 8
2.4. Gejala Klinis ................................................................................. 8
2.5. Perubahan Patologi Anatomi (PA) ............................................... 9
2.6. Perubahan Histopatologi (HP) ...................................................... 10
2.7. Diagnosis ....................................................................................... 10
2.8. Pencegahan ................................................................................... 11
BAB III. PENUTUP ................................................................................... 12
3.1. Kesimpulan ................................................................................... 12
3.2. Saran ............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. iv
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pendarahan bagian dalam (limpa, ginjal, dan usus)
babi yang disebabkan virus hog cholera................................... 5
Gambar 2.2. Struktur Virus Hog Cholera. Virus Hog Cholera................. 5
Gambar 2.3. Struktur Protein Dan Fungsi Virus Hog Cholera.............. 6
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan subsektor
peternakan di Indonesia adalah upaya untuk mencukupi kebutuhan akan
protein hewani. Salah satu sumber pemenuhan protein hewani ini dapat
berasal dari ternak babi.
Populasi ternak babi di Indonesian keberadaanya kebanyakan ada di
daerah pedesaan. Produksinya ada yang dikelola secara sederhana dan ada
juga yang dikelola mengikuti manajemen semi modern. Secara umum
masyarakat Indonesia memelihara ternak babi dianggap sebagai tabungan
sampingan, keperluan upacara adat (misalnya adat Batak), dan
dikomersialkan. Masyarakat yang ada di pedesaan pada umumnya beternak
babi secara tradisional.
Ternak babi merupakan salah satu sumber daging untuk pemenuhan
sumber gizi yang cukup efisien diantara ternak lain. Ternak babi biasanya
dikonsumsi oleh masyarakat yang beragama non-Muslim.
Dewasa ini kebutuhan akan konsumsi gizi masyarakat khususnya
protein hewani belum memadai apalagi beberapa tahun belakangan ini
populasi ternak potong di Indonesia jumlahnya sangat berkurang. Kebutuhan
protein agar dapat terpenuhi maka perlu adanya peningkatan produksi daging.
Salah satu sumber untuk pemenuhan konsumsi protein hewani dapat
dilakukan dengan cara intensifikasi pemeliharaan ternak babi.
Ternak babi dan ternak lainnya merupakan ternak yang sangat sensitif
terhadap serangan mikroorganisme. Salah satu penyakit viral yang dapat
menyerang ternak babi adalah Hog cholera. Hog cholera adalah penyakit
virus yang sangat menular pada ternak babi. Penyakit ini dapat terjadi secara
1
akut, sub akut, dan kronis yang disertai angka morbiditas dan mortalitas
tinggi. Bentuk akut ditandai oleh demam tinggi, depresi berat, dan perdarahan
dalam. Bentuk kronis ditandai oleh depresi, anoreksia, dan demam ringan.
Kesembuhan biasanya hanya dapat terjadi pada ternak babi dewasa. Virus
Hog cholera masuk dalam famili flaviviridae dan genus pestvirus.
Hal yang membuat terjadinya penularan penyakit Hog cholera pada
babi pada umumnya adalah karena kandang kotor, udara sekitar kandang
lembab, dan manajemen pemeliharaan yang tidak hiegenis. Upaya
pengendalian ledakan kasus Hog cholera pada peternakan rakyat hingga saat
ini belum memberikan hasil yang memuaskan . Hal ini disebabkan oleh
pengelolaan ternak babi tidak berdasarkan pada kaidah atau manajemen
pemeliharaan ternak juga adanya anggapan beternak babi merupakan usaha
sampingan. Tindakan nyata yang sudah dilakukan pada daerah endemic
penyakit Hog cholera untuk mengurangi kerugian yang lebih tinggi
melakukan tindakan vaksinasi secara sistemik.
1.2. Tujuan
Paper ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
komprehensif kepada pembaca tentang penyakit Hog cholera termasuk
didalamnya penyebab penyakit Hog cholera, gejala-gejala klinis yang terjadi
pada ternak penderita penyakit Hog cholera, dan cara penanganan dan
pengobatan penyakit Hog cholera tersebut.
Paper ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana
sebenarnya ternak yang terserang penyakit Hog cholera. Termasuk
didalamnya gambaran-gambaran organ-organ dalam ternak babi yang
menderita penyakit mematikan ini. Selain gambarannya, paper ini juga
memperlihatkan perubahan-perubahan yang terjadi pada organ-organ dalam
ternak babi tersebut.
2
1.3. Manfaat
Paper ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi untuk
menambah pengetahuan pembaca khususnya tentang penyakit Hog cholera,
sekaligus pengetahuan tentang langkah-langkah penanggulangan penyakit
mematikan ini pada ternak babi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hog Cholera
Hog cholera (HC) memiliki berbagai sinonim yaitu Classical Swine
Fever (CSF), Peste du Pork, Cholera Porcine dan Virus Schweine Pest,
merupakan penyakit viral menular yang di sebabkan oleh virus hog cholera,
yang termasuk dalam Genus Pestivirus dan Famili Flaviviridae. Hanya
terdapat satu serotipe virus hog cholera namun gejala yang di timbulkannya
sangat bervariasi tergantung dari strain yang menginfeksi (Geering et al.
1995). Virus ini secara antigenik berkerabat dengan Bovine Viral Diarrhea
Virus (BVDV), yang menyebabkan timbulnya penyakit BVD pada sapi serta
Border Disease Virus (BDV) pada domba (Edwards et al. 1991).
Hog cholera dapat di temukan di berbagai bagian dunia seperti di
negara-negara Afrika Timur, Afrika Tengah, Cina, Asia Timur, Asia Selatan,
Asia Tenggara, Mexico dan Amerika Selatan (Edward et al. 2000). Wabah
hog cholera terjadi di Prancis pada tahun 1822 sedangkan di Jerman terjadi
pada tahun 1833 kemudian penyakit ini menyebar ke Inggris dan Eropa tahun
1862 (Carbery et al. 1984). Kasus hog cholera di kota Luxembourg terjadi
pada bulan Oktober 2001 hingga Maret 2002. Penyakit ini tidak di temukan
lagi di Prancis sejak 1972, di Australia sejak 1962 dan di New Zealand sejak
tahun 1953 (Geering et al. 1995). Penyakit hog cholera pertama kali masuk
ke Papua di Kabupaten Timika pada tanggal 25 Juni 2004 menyebabkan
kematian ternak babi lokal sebanyak 9.000 ekor, yang kemudian berturut-
turut menyebar ke Kabupaten / Kota Sorong pada tanggal 26 Agustus 2005
dengan jumlah kematian babi di perkirakan sebanyak 3.000 ekor, selanjutnya
Kabupaten/Kota Jayapura terjadi pada 23 Januari 2006 dengan kematian babi
sebanyak 9.500 ekor, Kabupaten Puncak Jaya pada 14 April 2006 dan
Kabupaten Jayawijaya pada 5 Mei 2006 dengan jumlah kematian ternak babi
4
di perkirakan di atas 2.000 ekor (Anonimous 2006). Ini adalah salah gambar
bagian dalam perut babi yang terserang viris Hog cholera.
Gambar 2. 1. Pendarahan bagian dalam
(limpa, ginjal, dan usus) babi yang
disebabkan virus hog cholera. Sumber: :
http://kmpvtb.wordpress.com/2011/05/1
0/penyakit-hog-cholera/
2.2. Penyebab
Hog cholera di sebabkan oleh virus yang berbentuk bundar,
berdiameter 40-50 nm, dengan nukleokapsid kira-kira berukuran
29 nm. Virus hog cholera merupakan suatu virus RNA beramplop
dengan inti isometrik yang di kelilingi oleh membran. Nilai
koefisien sedimentasinya adalah berkisar 140-180S (Horzinek
1981). Virionterdiri dari RNA utas tunggal berpolaritas positif
dengan ukuran panjang 12.3 kb. Struktur virus Hog Cholera dapat
di lihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur Virus Hog Cholera. Virus Hog Cholera merupakan virus RNA utas tunggal beramplop dengan inti isometrik yang di kelilingi oleh membran. Virus berbentuk bundar, dengan protein nukleokapsid berukuran 29 nm. (Sumber : Journal of virological methods. www.igentaconnect.com/..00000001/art 00162)
Protein E1 (gp33) terdapat di dalam envelop atau selubung virus
sebagai suatu bentuk heterodimer E1-E2 dan E2 (gp55) yaitu protein yang
5
menyebabkan virus hog cholera bersifat sangat immunogenik. Sementara
itu protein p7 di duga tidak berperan di dalam virion dan akan tetap tinggal
sebagai bagian dari terminal C pada “Open reading frame” yang berfungsi
untuk mengkode protein jenis non struktural (Edwards et al. 1991). Suatu
penanda di gunakan untuk menandai variasi antigen pada masingmasing
strain virus hog cholera (Edwards dan Sands 1990), marker ini pun di
perkirakan terletak di setengah bagian N terminal pada E2 dan pada E1.
Struktur protein virus hog cholera dan fungsi dapat di lihat pada gambar 3.
5’ Structural Proteins Non-Structural Proteins 3'
Npro C Ems E1 E2 NS
2
NS
3
NS4
A
NS4
B
NS5
A
NS5
B
Gambar2. 3. Struktur Protein Dan Fungsi Virus Hog Cholera. Protein
Struktural C, berfungsi sebagai kapsid internal Protein. Erns,
memiliki aktivitas instrinsik RNase, E1-E2, berfungsi sebagai
glikoprotein transmembran, E2 merupakan glokoprotein mayor
yang sangat penting, sebab E2 merupakan target dari virus
netralisasi antibodi, Protein Non Struktural berfungsi membantu di
dalam replikasi virus, NS5A dan NS5B, keduanya bertanggung jawab
di dalam replikasi RNA virus. (Sumber : Parchariyanon et al.2000.
Journal of virological methods. www.igentaconnect.com/..00000001/art
00162)
Vilcek et al. (1996) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa isolat
lapangan dengan virulensi yang rendah, memperlihatkan hasil pembacaan
yang lebih jelas mengarah pada terbacanya atau terdeteksinya antibodi
terhadap BVDV daripada antibodi terhadap virus hog cholera. Meskipun
secara genetik dan antigenik virus hog cholera sangat berbeda dengan Virus
BVD, namun seringkali memperlihatkan adanya kesamaan dengan penyakit
yang di akibatkan oleh pestvirus lainnya. Faktor penting yang dapat
membedakan antara virus hog cholera dan virus BVD adalah terletak pada
protein E2. Jika antibodi monoklonal (mAb) terhadap virus hog cholera di
reaksikan langsung dengan protein E2 maka akan nampak jelas perbedaannya
(Edwards et al. 1991). Antigen bersama di antara pestivirus sebagian besar
terletak di protein non struktural NS2.3 yang merupakan suatu homolog
protein yang terdiri dari 70% asam amino. Diperkirakan 70% asam amino
pada virus hog cholera dan virus BVD adalah bersifat homolog. Hasil
penelitian yang di lakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal (mAb)
guna mempelajari keanekaragaman strain virus, di ketahui bahwa berdasarkan
pilogeniknya virus hog cholera di kelompokan menjadi dua kelompok besar
yaitu kelompok I (Strain Brescia) mencakup strain virus hog cholera yang
berasal dari Benua Asia dan Amerika dan kelompok II mencakup strain virus
hog cholera yang berasal dari Benua Eropa dan Negara Jepang (Vilcek et al.
1996).
Strain dengan virulensi yang tinggi menginduksi terjadinya suatu
bentuk infeksi yang bersifat akut, dengan tingkat kematian yang tinggi
sementara pada strain dengan tingkat virulensi yang sedang atau menengah
dapat mengakibatkan suatu bentuk infeksi yang sub akut dan kronis. Infeksi
post natal babi oleh virus hog cholera dengan virulensi yang rendah akan
menghasilkan penyakit dengan gejala yang ringan atau infeksi yang bersifat
subklinis. Namun demikian suatu strain virus dengan virulensi yang rendah
juga dapat menyebabkan kematian pada fetus babi dan anak-anak babi yang
baru di lahirkan. Faktor-faktor penting yang berperan di dalam suatu infeksi
virus hog cholera antara lain : umur, status gizi dan kompetensi tanggap kebal
(Vilcek et al. 1996). Virus hog cholera melakukan replikasi dalam sitoplasma
tanpa menyebabkan efek sitopatik. Virus pertama hasil replikasi keluar dari
sel pada 5-6 jam setelah sel terinfeksi. Dalam satu siklus perkembangbiakan
virus, titer virus akan meningkat berbanding lurus dengan waktu hingga 15
jam pasca infeksi dan kemudian titer virus bertahan tetap tinggi hingga
beberapa hari. Dalam kultur sel, hog cholera virus menyebar ke sel lain
melalui: cairan medium kultur, jembatan antar sel dan pada sel yang
membelah. Virus hog cholera dapat bertahan hidup dengan baik dalam kultur
sel. Di dalam sel, perkembangan tahap akhir replikasi virus terjadi pada
bagian membran sitoplasma sebelah dalam, sehingga keberadaan antigen hog
cholera tidak bisa terdeteksi dari bagian luar sel (Van Oirschot et al. 1999).
2.3. Patogenesis
Infeksi alami umumnya terjadi melalui rute oro-nasal. Virus masuk ke
dalam tubuh dapat melalui konjungtiva, mukosa alat genital, atau melalui
kulit yang terluka. Dengan afinitas yang tinggi dari virus hog cholera (HC)
terhadap sel-sel sistem retikuloendotelial, virus HC akan menginfeksi sel-sel
endotel sistem vaskuler (kapiler, vena maupun arteri dan pembuluh limfe)
hingga mengalami degenerasi hidropis serta nekrotik (Van Oirschot et al.
1999). Virus yang melakukan replikasi di dalam tonsil, segera meluas ke
jaringan limforetikuler di sekitarnya. Dengan perantaraan cairan limfe virus
menyebar ke kelenjar limfe. Di dalam kelenjar limfe virus memperbanyak diri
dan selanjutnya dengan perantara buluh darah virus terbawa ke perifer untuk
kemudian ke jaringan limfoid limpa, sumsum tulang, dan kelenjar limfe
viseral. Perkembangan virus yang cepat juga terjadi di dalam sel leukosit,
hingga timbul viremia. Pada penyakit yang berjalan akut sering terjadi
pendarahan yang di sebabkan gangguan sirkulasi yang akut oleh proses
degenerasi sel-sel endotel pembuluh darah dan reaksi imunologis (Vilcek et
al. 1996).
2.4. Gejala klinis
Hewan yang terinfeksi virus hog cholera memperlihatkan gejala klinis
antara lain: lesu, tidak aktif, malas bergerak dan gemetar. Nafsu makan
menurun hingga hilang, suhu tubuh meningkat sampai 41-42°C selama 6 hari.
Pada saat viremia, jumlah leukosit turun dari 9000 menjadi 3000/ml dalam
darah hewan (leukopenia). Hewan penderita mengalami konjungtivitis,
dengan air mata berlebihan. Eksudat bersifat mukous atau muko purulen,
nampak di kelopak mata dan menyebabkan kelopak mata lengket (Vilcek et
7
al. 1996). Konstipasi di sertai dengan radang saluran gastrointestinal
menyebabkan diare encer, berwarna kekuningan. Rasa dingin mendorong
babi-babi berkumpul (piled-up) di sudut kandang. Sebelum babi mati pada
kulit daerah perut, muka, telinga, dan bagian dalam dari kaki terlihat eritema
(Van Oirschot et al. 1999). Pada penyakit yang berjalan akut kematian babi
biasanya memakan waktu 10-20 hari. Sedangkan penyakit yang berjalan
subakut proses kematian berlangsung selama 1 bulan. Gomez Villamandos et
al. (2001) membedakan manifestasi klinis HC kronik kedalam 3 fase, yaitu
1). fase l atau akut di tandai dengan gejala anoreksia, epresi, suhu badan
meningkat dan leukopenia, fase ini berlangsung dalam beberapa minggu. 2).
fase 2, atau kronik, di tandai dengan membaiknya kondisi, nafsu makan, suhu
tubuh normal atau sedikit meningkat dan leukopenia, dan 3). fase 3, hewan
kembali tampak menderita, anoreksia, depresi, suhu meningkat, dan akhirnya
mati. Kasus hog cholera yang berjalan secara perakut kronik dapat bertahan
sampai lebih kurang 3 bulan. Infeksi virus hog cholera yang terjadi pada
masa kebuntingan, di kenal sebagai late-onset HC, kematian dapat terjadi di
antara bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-11. Gejala klinis pada kolera late-
onset ini meliputi depresi dan anoreksia yang terjadi secara lambat, suhu
tubuh normal, konjungtivitis, dermatitis dan gangguan saat berjalan (Liess et
al. 1992).
2.5. Perubahan patologi anatomi (PA)
Kasus hog cholera yang berjalan secara perakut sering tidak di
temukan adanya lesio, sedangkan yang berjalan secara akut dan subakut, di
temukan gambaran sepsis berupa perdarahan multifokus. Hal tersebut terkait
dengan kerusakan buluh darah (Edwards et al. 2000). Reaksi radang yang
bersifat katar, fibrinous dan hemoragi dapat di temukan pada berbagai organ
pencernaan, pernafasan dan saluran urogenital. Lesio yang terlihat pada
kelenjar limfe adalah bengkak, udema, hemoragi dan berwarna merah
kehitaman (Gomez Villamandos et al. 2001). Organ ginjal terutama pada
korteks, jantung, mukosa usus dan kulit mengalami perdarahan titik ptekhi
sampai ekhimosa (Van Oirschot et al.1990). Perubahan patologi berupa
infark pada limpa bersifat khas (patognomonik) pada kasus hog cholera
(Gering et al. 1995). Infark juga di temukan pada berbagai organ, antara lain
kantong kemih dan tonsil. Infark yang meluas di buluh darah submukosa
usus besar, sekum, dan kolon, memicu terbentuknya lesi yang berbentuk
seperti kancing baju, bundar, menonjol di kenal sebagai "button ulcer".
Lesio button ulcer pada usus besar tersebut memiliki arti diagnostik yang
sangat penting dalam diagnosa babi penderita HC. Pada kasus hog cholera
akut dan subakut paru-paru mengalami infark dan perdarahan, yang
selanjutnya terbentuk proses radang paru-paru dan pleura. Jantung terlihat
pucat di sertai kongesti miokard.
2.6. Perubahan Histopatologi (HP)
Kasus hog cholera yang terjadi di Kalimantan Barat memperlihatkan
adanya variasi perubahan histopatologi seperti nekrosis akut tubuli ginjal,
enteritis ringan, kongesti pada hati, bronkhopneumonia sub akut, hemoragi
pada korteks imfoglandula dan nekrosis pada pusat folikel limfoid limpa
(Sulaxono et al. 2003). Pada infeksi bentuk persisten virus hog cholera
menginduksi terjadinya hipoplasia korteks adrenal yang di tandai dengan
peningkatan luas zona fasciculata dan zona glomerulosa sementara zona
reticulata mengalami atrofi (Van Oirschot et al. 1999). Infeksi buatan virus
hog cholera isolat Quillota yang di lakukan oleh Quezada et al. (2000),
menunjukkan lesio antara lain: hemoragi alveolar, deskuamasi sel epitel
bronkhi dan bronkhioli, leukosit terlihat di sekitar area deskuamasi dan
adanya peningkatan jumlah sel-sel mononuklear terutama makrofag di lumen
buluh darah. Lesio histopatologi jantung pada kasus hog cholera timbul
sebagai akibat adanya infeksi sekunder dari bakteri, lesio yang terjdi antara
lain: kongesti miokardium, hemoragi perikardium dan endokardium (Van
Oirschot et al. 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz-Villamor et al.
(2001) menggunakan virus hog cholera isolat Quillota membuktikan bahwa
kibat infeksi virus hog cholera menyebabkan timbulnya lesio glomerulitis.
2.7. Diagnosis
Diagnosis hog cholera di lapangan dapat di tentukan berdasarkan
anamnesa, gambaran klinis, dan pemeriksaan pasca mati. Carbery et al.
(1984) menyatakan bahwa pada pemeriksaan pasca mati perlu di perhatikan
adanya gambaran terutama perdarahan kelenjar limfe, ginjal dan infark limpa
yang (patognomonik) serta adanya button ulcer di berbagai bagian usus besar.
Sebagai diagnosis banding perlu di perhatikan Africa swine fever (ASF),
salmonellosis septik, pasteurellosis (septisemia epizootika, SE),
streptokokosis dan erisipelas. Pemeriksaan laboratorium yang perlu di
lakukan meliputi deteksi antigen virus, isolasi virus. Antigen virus salah
satunya dapat di ketahui dengan teknik antibodi fluoresent metode langsung
(direct FAT) (Sasahara 1970).
Penyakit Hog Cholera bisa didiagnosa berdasarkan gejala klinis.
patologi anatomi, Uji Virus Neutralization, Uji FAT untuk deteksi antigen,
Uji ELIZA untuk deteksi antibody. Diagnose banding penyakit ini adalah
African swine fever : paling mirip tetapi button ulcer & infark limpa jarang ,
Erisipelas , Infeksi Salmonella, Infeksi Streptococcus, Pasteurellosis, Infeksi
E. coli (Colibacillossis), Pseudorabies , Teschen disease (Infectious porcine
cephalomyelitis).
2.8. Pencegahan
Negara yang bebas hog cholera tidak boleh mengimpor babi, daging
babi dan bahan berasal dari babi, yang berasal dari negara atau daerah tertular
hog cholera. Negara yang mengalami enzootik hog cholera harus
melaksanakan program vaksinasi dan stamping out. Bila kasus hog cholera
sudah menurun cukup di lakukan stamping out (Carbery et al. 1984).
Program vaksinasi masal secara rutin telah di lakukan di perusahaan
peternakan babi dan peternakan babi rakyat. Vaksin yang di gunakan berupa
1
vaksin galur C (China), atau vaksin galur Japanese GPE dan French
Triverval. Vaksin-vaksin tersebut terutama vaksin galur C, memacu
kekebalan sejak 1 minggu pasca vaksinasi dan berlangsung selama 2-3 tahun.
Program pencegahan Sejak masuknya penyakit hog cholera ke Papua yang di
mulai dari Kabupaten Timika pada tahun 2004, dan kemudian menyebar ke
berbagai kabupaten lainnya, telah di lakukan langkah penanganan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Papua melalui Dinas Peternakan Provinsi
maupun Kabupaten. Tindakan yang di lakukan mengacu pada Pedoman
Teknis Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Classical Swine Fever
(Hog Cholera) Tahun 1988 yang di keluarkan oleh Direktorat Kesehatan
Hewan Jakarta. Tindakan tersebut meliputi: a). Menutup wilayah tertular
dengan surat keputusan Bupati. b). Mengisolasi ternak yang sakit. c).
Memusnahkan ternak mati. d). Melakukan vaksinasi dengan vaksin hog
cholera e). Public awareness (penyuluhan kepada masyarakat). Namun
tindakan-tindakan di atas belum sepenuhnya dapat mengatasi laju
peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas ternak babi. Beberapa usaha
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar Jawa
Tengah untuk mencegah penularan penyakit pada babi terkait dengan
penyakit hog cholera antara lain : 1). Meningkatkan biosecurity kandang dan
pengawasan lalu lintas. 2). Pencegahan penyebaran penyakit dapat dilakukan
dengan vaksinasi. 3). Meningkatkan kebersihan kandang dan kualitas pakan.
4). Penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa
jenis bakteri menjadi resisten, sehingga perlu di konsultasikan dengan dokter
hewan setempat (Cicilia et al.2006).
Penanggulangan Hog Cholera pada babi bisa dilakukan dengan cara
vaksinasi baik aktif dan inaktif. Anak babi dari induk yang belum pernah
divaksin, bisa dilakukan vaksinasi umur 2 mingu, anak babi dari induk yang
divaksin & mendapat kolostrum terlindungi sampai umur 6 minggu
dilakukan vaksinasi umur 6 – 8 minggu, dan Induk babi bunting yang
divaksin menyebabkan anak menjadi carrier. Vaksinasi paling aman yaitu
induk divaksin 2 minggu sebelum kawin.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hog cholera (HC) memiliki berbagai sinonim yaitu Classical Swine
Fever (CSF), Peste du Pork, Cholera Porcine dan Virus Schweine Pest,
merupakan penyakit viral menular yang di sebabkan oleh virus hog cholera,
yang termasuk dalam Genus Pestivirus dan Famili Flaviviridae. Hog cholera
di sebabkan oleh virus yang berbentuk bundar, berdiameter 40-
50 nm, dengan nukleokapsid kira-kira berukuran 29 nm. Virus
hog cholera merupakan suatu virus RNA beramplop dengan inti
isometrik yang di kelilingi oleh membran.
Penyakit Hog Cholera bisa didiagnosa berdasarkan gejala klinis.
patologi anatomi, Uji Virus Neutralization, Uji FAT untuk deteksi antigen,
Uji ELIZA untuk deteksi antibody. Diagnose banding penyakit ini adalah
African swine fever : paling mirip tetapi button ulcer & infark limpa jarang ,
Erisipelas , Infeksi Salmonella, Infeksi Streptococcus, Pasteurellosis, Infeksi
E. coli (Colibacillossis), Pseudorabies , Teschen disease (Infectious porcine
cephalomyelitis). Penanggulangan Hog Cholera pada babi bisa dilakukan
dengan cara vaksinasi baik aktif dan inaktif. Anak babi dari induk yang belum
pernah divaksin, bisa dilakukan vaksinasi umur 2 mingu, anak babi dari induk
yang divaksin & mendapat kolostrum terlindungi sampai umur 6 minggu
dilakukan vaksinasi umur 6 – 8 minggu, dan Induk babi bunting yang
divaksin menyebabkan anak menjadi carrier. Vaksinasi paling aman yaitu
induk divaksin 2 minggu sebelum kawin.
3.2. Saran
1
Diharapkan kedepannya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
penyakit Hog cholera dan diteemukan obat-obat untuk menyembuhan
ternak babi yang terserang virus mematikan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Parchariyanon S, Inni K, Pyniochon W dan Takahashi E. 2000. Genetic Grouping
of Classical Swine Fever Virus by Restriction Fragment Length
Polymorphism of the E2 Gene. Journal Of Virological Methods.
www.igentaconnect.com/..00000001/art 00162. [01 Desember 2012]
http://kmpvtb.wordpress.com/2011/05/10/penyakit-hog-cholera/ Sumber diakses
pada hari Minggu, 18 November 2012 pukul 21.30 Wita
http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pencegahan-dan-pengobatan-penyakit-hog-
cholera-pada-ternak-babi-1 diakses Senin, 19 Nopember 2012
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo61-4.pdf, diakses
pada hari Senin, 19 Nopember 2012 pukul 09.00 wita
http://www.keswan.ditjennak.go.id/statusdaerah.php?pid=4&penyakitID=3
diakses pada hari minggu, 10 Desember 2012
http://www.fao.org/docrep/003/t0756e/T0756E05.htm sumber diakses tanggal 24
November 2012 pukul 19.01
http://informasi-budidaya.blogspot.com/2010/09/penyakit-sampar-babi.html,
diakses Senin, 19 Nopember 2012 pukul 10.00 Wita
1