151481841 case-bell-s-palsy
TRANSCRIPT
Get Homework Done Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Nn.SL
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 25 tahun
Pendidikan S1
Pekerjaan Guru
Status Pernikahan -
Agama Islam
Alamat Jl. Purbaya Palas RT/RW 17/01 Bendungan1
Tanggal Masuk RS 09 April 2013
No. CM 280625
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 09 April 2013 pukul 09.30 wib di
Poliklinik Saraf RSUD Cilegon.
A. Keluhan utama :
Wajah sebelah kiri kaku sejak 1 minggu SMRS.
B. Keluhan Tambahan :
Wajah tidak simetris, sulit untuk berbicara, tidak bisa menutup mata dengan
sempurna.
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke polikilinik saraf RSUD Cilegon dengan keluhan wajah
sebelah kiri kaku terutama pada pipi dan rahang sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan pasien diakui terjadi setelah bangun tidur. Selain
itu, pasien mengaku indera pengecapnya sulit untuk membedakan rasa dan
kelopak mata sebelah kiri tidak dapat menutup sempurna. Keluhan lainnya
yang memperberat pasien yaitu sulit untuk berbicara karena berhubungan
dengan pekerjaannya sebagai guru sehingga ucapannya sulit untuk di
mengerti.
Karena keluhan tersebut ditakutkan sakit gigi, pasien sebelumnya berobat ke
bidan. Setelah ke bidan, pasien mengaku keluhan ini bukan akibat sakit gigi
kemudian diberikan obat. Beberapa hari setelah minum obat, pasien mengaku
mulai bisa membedakan rasa, namun wajah yang tidak simetris dan sulit
bicara masih dikeluhkan pasien.
Pasien mengaku sebelum keluhan ini muncul sempat batuk dan flu. Dan diakui
pasien saat datang ke rumah sakit pasien masih dalam keadaan flu. Riwayat
seperti badan lemah, nyeri telinga, pusing berputar, dan trauma disangkal
pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
2
Dalam keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien.
Riwayat DM, hipertensi, asma dan alergi dalam keluarga disangkal pasien.
F. Riwayat Kebiasaan :
Pasien merupakan guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Cilegon.
Pasien mengaku saat berangkat mengajar menggunakan sepeda motor dan
pulang larut malam dikarenakan mempunyai aktivitas lain selain mengajar di
sekolah tersebut. Pasien mengaku menggunakan kipas angin saat tidur.
Kebiasaan merokok, minum alkohol, kopi disangkal pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada Tanggal 09 April 2013 pada pukul 09.30 WIB.
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 85x/menit
Frekuensi Nafas : 18x/menit
Suhu : 37 C⁰
3
B. STATUS LOKALIS
Kulit : turgor kulit (normal)
Kepala : normosefali. Rambut hitam, lurus, mudah dicabut (-).
Mata : simetris kanan kiri, kelopak mata cekung, konjungtiva anemis
(-). Sclera ikterik (-). Kornea jernih. Lensa jernih.
Leher : pembesaran KGB (-), trakea ditengah, bentuk simetris
Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-), hiperemis
(-/-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung
(-), secret (-/-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)
Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah bersih
Thorax : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, iga gambang (-)
A. Jantung
Inspeksi : iktus kordis disela iga ke-V sedikit medial LMCS
Palpasi : iktus kordis teraba pulsasi
Perkusi :
Batas kanan : Jantung ICS IV LSD
Batas kiri atas : Pinggang jantung ICS III LPSS
Batas kiri bawah : Jantung ICS V sedikit medial LMCS
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I&II reguler. Tidak terdengar
bunyi jantung tambahan, murmur (-), gallop (-)
B. Paru
Kanan Kiri
Inspeksi Pergerakan nafas simetris Pergerakan nafas simetrisPalpasi Tidak ada kelainan dinding
dada. Fremitus taktil kiri=kanan
Tidak ada kelainan dinding dada. Fremitus taktil kiri=kanan
Perkusi Sonor Sonor Auskultasi Suara nafas utama
vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronki (-), mengi (-)
Suara nafas utama vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronki (-), mengi (-)
4
Abdomen
Inspeksi : Perut datar simetris, ruam kulit (-), benjolan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran
Perkusi : Timpani diseluruh abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Atas : Akral hangat +/+, Edema -/- Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-
C. STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 V5 M6 : 15
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Laseque (-), Kernig (-)
Saraf Kranial
1. N.I (Olfactorius)
Tidak dilakukan
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Acies visus
Lapang Pandang
Pengenalan Warna
Funduskopi
Baik
Baik
Baik
Baik
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3. N.III (Oculomotorius), N.IV (Trokhlearis), N.VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Kedudukan Bola Mata
Pergerakan Bola Mata
Nasal (Medial)
Temporal (Lateral)
Nasal atas
Temporal atas
Temporal bawah
Ptosis
Eksoftalmus
Pupil
Bentuk
Ortoforia
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
Bulat
Ortoforia
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
Bulat
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
Normal
5
Diameter (isokor/anisokor)
RCL
RCTL
Ø 3mm isokor
(+)
(+)
Ø 3mm isokor
(+)
(+)
Normal
Normal
Normal
4. N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
Oftalmikus
Maxilla
Mandibularis
Refleks Kornea
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
5. N.VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menutup Mata
Mengangkat alis
Mengerutkan dahi
Sudut mulut
Lipatan nasolabial
Sensorik
2/3 pengecapan lidah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Sulit
Sulit
Sulit
Hilang
Mendatar
Lagophtalmus Mata KiriNormal
Normal
Asimetris
Asimetris
Tidak dilakukan
6. N. VIII ( Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Tidak dilakukan
7. N.IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arcus Faring
Refleks Muntah
Baik Baik Normal
Tidak dilakukan
6
8. N.X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan
Bicara
Menelan
Baik
Baik
Baik
Baik
Normal
Normal
9. N.XI (Accesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Mengangkat Bahu
Memalingkan Kepala
(+)
(+)
(+)
(+)
Normal
Normal
10. N.XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri Keterangan
Pergerakan lidah
Tremor
Atrofi
Fasikulasi
Baik
(-)
(-)
(-)
Baik
(-)
(-)
(-)
Simetris
Normal
Normal
Normal
Sistem Motorik
Tonus Normal Normal
Kekuatan :
Ekstremitas Atas (Proksimal-Distal) 5555 5555
Ekstremitas Bawah (Proksimal-Distal) 5555 5555
Sistem Sensorik
Kanan Kiri Keterangan
Raba
Nyeri
Suhu
Proprioseptif
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Normal
Normal
Normal
Normal
7
Refleks
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps
Triseps
KPR
APR
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Normal
Normal
Normal
Normal
Patologis
Hoffman-Tromner
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaefer
Gorda
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Fungsi Koordinasi
Kanan Kiri Keterangan
Tes Telunjuk Hidung
Tes Tumit Lutut
Stepping Gait
Tandem Gait
Rhomberg
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Sistem Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
8
V. RESUME
Pasien datang ke polikilinik saraf RSUD Cilegon dengan keluhan wajah
sebelah kiri kaku terutama pada pipi dan rahang sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan pasien diakui terjadi setelah bangun tidur. Selain itu, pasien
mengaku indera pengecapnya sulit untuk membedakan rasa dan kelopak mata
sebelah kiri tidak dapat menutup sempurna. Keluhan lainnya yang memperberat
pasien yaitu sulit untuk berbicara karena berhubungan dengan pekerjaannya
sebagai guru sehingga ucapannya sulit untuk di mengerti.
Karena keluhan tersebut ditakutkan sakit gigi, pasien sebelumnya berobat
ke bidan. Setelah ke bidan, pasien mengaku keluhan ini bukan akibat sakit gigi
kemudian diberikan obat. Beberapa hari setelah minum obat, pasien mengaku
mulai bisa membedakan rasa, namun wajah yang tidak simetris dan sulit bicara
masih dikeluhkan pasien.
Pasien mengaku sebelum keluhan ini muncul sempat batuk dan flu. Dan
diakui pasien saat datang ke rumah sakit pasien masih dalam keadaan flu. Riwayat
seperti badan lemah, nyeri telinga, pusing berputar, dan trauma disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit ringan,
kesadaran composmentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 85x/menit, laju
nafas 18x/menit, suhu 37⁰C. Status generalis pasien dalam batas normal. Pada
status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :
GCS : E4 V5 M6 = 15
Pupil : bulat isokor, Ø3mm/Ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+
TRM : Kaku kuduk (-), Laseque (-), Kernig (-)
Nervus cranialis : Parese N.VII perifer sinistra
N.VII (Facialis) Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menutup Mata
Mengangkat alisMengerutkan dahi
Sudut mulut
Lipatan nasolabial
Sensorik
2/3 pengecapan lidah
Baik
BaikBaik
Baik
Baik
Sulit
SulitSulit
Hilang
Mendatar
Lagophtalmus Mata KiriNormal
Normal
Asimetris
Asimetris
Tidak dilakukan
9
Motorik : 5555 5555
5555 5555
Refleks fisiologis
Ekstremitas atas : biseps +/+
Triseps +/+
Ekstremitas bawah: patella +/+
Achilles +/+
Refleks patologis : Negatif
Sensorik : Baik
SSO : BAB dan BAK Normal
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Paralisis N.VII perifer sinistra
Diagnosis Topis : LMN : Lesi N.VII perifer sinistra setinggi korda tympani
Diagnosis Etiologis : Bell’s palsy (Idiopatik)
VII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Dianjurkan untuk latihan fisioterapi otot wajah dirumah dengan handuk yang telah
dibasahi dengan air hangat di basuh daerah wajah sebelah kiri sesering mungkin
Disarankan juga untuk memberi lubrikan dan pelindung mata dalam perawatan mata
karena mata pasien kekurangan cairan sehingga mudah terjadi kekeringan kornea
Medikamentosa
Metil prednisolon 3 x 20 mg
Acyclovir 3 x 500 mg
Lapibal 3 x 500 mg
Ranitidine 2 x 1 tab
Cendo tropin (obat tetes mata)
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonamAd Sanactionam : Ad bonamAd Fungsionam : Ad bonam
10
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat
unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh
gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.1,2 Diagnosis
biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan.3 Sir
Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi2 dan Cawthorne4 adalah orang pertama
yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti
tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk
diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.
Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf
fasialis perifer akut.2,3 Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000
populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada
penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan
riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. 2,5,6
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi
yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari (maksimal 7 hari).
Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah
walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis,
berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan.2,6
Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit.
Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit. 2,6
Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral
atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot
dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan
kontralateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah. Derajat
kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim
House-Brackmann dan metode Freyss. Disamping itu juga dapat dilakukan tes
topografi untuk menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer, reflek
stapedius dan tes gustometri.5,7
11
ANATOMI
Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri
dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya
membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik
untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis,
submandibula, sublingual dan lakrimal. Saraf fasialis terdiri dari 7 segmen yaitu :8
1. Segmen supranuklear
2. Segmen batang otak
3. Segmen meatal
4. Segmen labirin
5. Segmen timpani
6. Segmen mastoid
7. Segmen ekstra temporal
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator
palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan
lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari
dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan
pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu
masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus
fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi
12
kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.9,10
Gambar 1 : Perjalanan saraf fasialis yang memperlihatkan distribusi motorik, sensorik dan
parasimpatis 8
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens,
dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian
ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus
kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel
IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi
infiltratif.
Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus
akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior
vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang
disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis terus berjalan
melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk memberikan
percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan
di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan
oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen
stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang 13
yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter
posterior.9,10
DEFINISI
Bell’s palsy merupakan kelumpuhan atau paresis unilateral akut wajah dan
idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer, terjadi dengan frekuensi yang sama
di sisi kanan dan kiri wajah. Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis
lower motor neuron yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis
terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot wajah.11 Parese nervus facialis
biasanya mengarah pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan
lesi nukleus fasialis ipsilateral pada pons.12
14
Bell palsy adalah kelemahan (kelumpuhan) yang mempengaruhi otot-otot
wajah. Hal ini karena masalah dengan wajah saraf. Kelemahan biasanya
mempengaruhi satu sisi wajah. Jarang, kedua belah pihak akan terpengaruh. Banyak
orang yang memiliki Bell palsy pada awalnya berpikir bahwa mereka telah
mengalami stroke. Hal ini tidak begitu. Bell palsy sangat berbeda dengan stroke dan
pemulihan penuh terjadi dalam banyak kasus. Bell palsy dinamai dokter yang pertama
kali menggambarkannya. Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang
bernama Charles Bell. Penyebab lain yang mungkin oleh virus herpes.
Gejala tambahan Bell palsy nyeri ringan di belakang telinga, orofaringeal atau
wajah mati rasa, gangguan toleransi terhadap suara, dan terganggu indera pengecap
bagian anterior lidah. Nyeri berat lebih sugestif pada infeksi virus herpes zoster
(shingles) dan mungkin sindrom Ramsay Hunt. Sebanyak 30% kasus dengan paresis
nervus facial perifer akut tidak disebabkan penyakit lain termasuk stroke, tumor,
trauma, penyakit telinga tengah, dan penyakit Lyme. Kejadian kasus Bells palsy anak
dibawah 10 tahun jarang terjadi (kasus kurang dari 40%).13
EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden
Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah
sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Kondisi
ini paling umum di antara wanita hamil dan orang-orang yang memiliki diabetes, flu,
pilek atau penyakit pernapasan lainnya. Meskipun sebagian besar sembuh, Sebanyak
30% kasus cacat wajah, kesulitan psikologis dan kadang-kadang sakit pada wajah.
Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-
diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang
sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena
daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik pria maupu wanita namun, lebih sering terjadi pada umur 15-50
tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (kasus 45/100.000).9,14 Dikarenakan etiologi
15
masih belum diketahui, maka pengobatan harus didasarkan pada patofisiologinya
yaitu pembengkakan dan penjeratan saraf.
Tabel 1 Insidensi kasus Bell’s palsy
ETIOLOGI
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat
penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai
saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa
dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-
satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada
beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-
Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy berat yang
menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini
diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel
ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan
menyebabkan kerusakan local pada myelin.9,10
Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses
patogenesis yang bervariasi, yaitu;
1.Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
16
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akusik atau
neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.
17
2.TumorTumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang
paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan
prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel
schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi
cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis
dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.
3. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati
talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak digunakan dalam pasta
elektroda dan berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan
paralisis fasialis yang tiba-tiba. Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri
maupun mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik permanen
ataupun temporer.
4. Kongenital
Parese nervus fasialis bilateral kadang merupakan kelainan congenital yang
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan
seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).
5.Bell’s Palsy
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya
atau tidak menyertai penyakit lain. Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk
angin atau dalam bahasa inggris “cold” nerfus facialis bisa sembab. Karena terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bell’s Palsy.
6.Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya
DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
sindrom Guillian Barre.
18
Tabel. 2 Etiologi Bell’s Palsy
KLASIFIKASI
Kelumpuhan saraf fasialis pada pasien ini masih dalam fase akut, yaitu terjadi
sejak 2 hari sebelum datang ke rumah sakit. Menurut Yanagihara dkk yang dikutip
dari Singhi2 berdasarkan studi yang dilakukannya terhadap etiologi, derajat, sisi lesi
dan progresivitas inflamasi saraf fasialis, Bell’s palsy dibedakan dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut (0-3 minggu)
Inflamasi saraf fasialis berasal dari ganglion genikulatum, biasanya akibat infeksi
virus Herpes Simpleks (HSV). Inflamasi ini dapat meluas ke bagian proximal dan
distal serta dapat menyebabkan edema saraf.
2. Fase sub akut (4-9 minggu)
Inflamasi dan edema saraf fasialis mulai berkurang.
3. Fase kronik (> 10 minggu)
19
Edema pada saraf menghilang, tetapi pada beberapa individu dengan infeksi berat,
inflamasi pada saraf tetap ada sehingga dapat menyebabkan atrofi dan fibrosis
saraf.
PATOFISIOLOGI
Etiologi Bell palsy belum diketahui, tetapi infeksi virus, iskemia pembuluh
darah, atau penyakit autoimun memunkin menjadi patomekanisme terjadinya. Bell’s
palsy menyerang wanita hamil, pasien diabetes, influenza, dingin, ganggan
pernapasan lainnya, atau pernah ekstraksi akar gigi. Beberapa pasien melaporkan
terpaparnya udara atau jendela yang terbuka sebelum serangan sebagai akibat dari
bell’s palsy. Semakin banyak menunjukkan bahwa Bell palsy disebabkan oleh virus
herpes laten (herpes simpleks, herpes zoster), yang diaktifkan dari ganglia saraf
kranial. Reaktivasi virus ini mungkin menyebabkan infammation dari saraf wajah.
Infeksi virus herpes simplex tipe 1 atau herpes zoster dapat terjadi bersamaan jika
sistem kekebalan tubuh terganggu. Virus Herpes dapat terdeteksi oleh PCR dalam
saraf wajah.
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi
salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari
tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen meatal. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer.15
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan
kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di
20
sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus
dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah
sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau
gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul
bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan
2/3 bagian depan lidah).
21
Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah
reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel
satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut
terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. 9
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak
bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada
karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak
mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus
stapedius. 15
MANIFESTASI KLINIS
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
tergantung dari lokalisasi kerusakan.
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis
fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum
22
Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)
e. Lesi di porus akustikus internus
Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang
sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media
perforata dan mastoiditis.16
Tabel. 3 Manifestasi Klinis Bell’s Palsy
Komponen nervus fasialis dan defisit khas yang disebabkan oleh lesi pada berbagai
tempat di sepanjang perjalanannya.
1. Kelumpuhan perifer pada otot-otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis (otot-otot
ekspresi wajah), gangguan pendengaran/tuli dan penurunan eksitabilitas vestibular
2. Kelumpuhan perifer dan gangguan pengecapan, lakrimasi, dan saliva
3. Kelumpuhan perifer pada otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan serta
saliva, dan gangguan pendengaran
4. Kelumpuhan perifer otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan dan saliva
5. Kelumpuhan otot-otot ekspresi wajah
23
Gambar. 1 Komponen Nervus Fasialis beserta defisit khas
DIAGNOSISDiagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese
dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata
dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN
A. Pemeriksaaan Fisik
Langkah pertama dalam diagnosis adalah untuk menentukan apakah
kelemahan wajah adalah karena masalah di sistem saraf pusat atau saraf perifer. Hal
ini dilakukan dengan cepat dengan observasi dan beberapa pertanyaan (Gambar 1, 2,
dan 3 dan Tabel 1). Bila lesi berada di supranuklear (pons), kelemahan/paresis daerah
wajah unilateral bagian bawah yang lebih rendah (Gambar 1 A), karena saraf-saraf
24
wajah bagian bawah mendapatkan persarafan dari serat cortocibulbar secara
kontralateral. Sebaliknya, saraf-saraf wajah bagian atas menerima serat corticobulbar
berasal dari kedua belahan otak. Dengan demikian, lesi unilateral di korteks atau serat
corticobulbar biasanya terjadi kelumpuhan wajah dan hemiplegia kontralateral tetapi
tidak mempengaruhi sekresi saliva dan lakrimal atau rasa rasa (Tabel 2).
Paresis nervus fasiais atau kelumpuhan semua otot ekspresi wajah (Gambar 1
B), biasanya lesi pada saraf wajah ipsilateral tetapi juga bisa dari pusat saraf
ipsilateral saraf wajah atau saraf wajah yang berada di pons. Meskipun tampaknya
paradoks bahwa "pusat" lesi di pons menghasilkan kelemahan wajah perifer,
nomenklatur tidak mungkin untuk berubah. Kelemahan nervus fasialis yang terbaik
ditunjukkan oleh respon pasien untuk permintaan "Tutup mata Anda" (untuk
pengujian daerah wajah atas) dan "Tunjukkan gigimu" (untuk menguji area wajah
yang lebih rendah). denervasi dari otot orbicularis oculi akan mengakibatkan
ketidakmampuan dari pasien untuk menutup kelopak mata secara efektif, dan
denervasi dari otot risorius akan hilangnya sudut mulut (Gambar 1B).
25
Hiperacusis disebabkan karena adanya kelumpuhan otot stapedius, yang
meredam getaran dari telinga tulang dan menyebabkan mendengar suara keras
menjadi abnormal (sisi yang terkena), tidak ada kehilangan pendengaran. Karena serat
nervus intermedius membawa parasimpatis sehingga merangsang air liur dan
lakrimasi, pasien dengan lesi di proksimal ganglion geniculate ada gangguan dalam
indera pengecap dan tidak dapat memproduksi air mata (Tabel 2). Anamnesis dan
peeriksaan fisik yang cepat harus segera dilakukan, karena pasien ini membutuhkan
buatan air mata untuk melumasi kornea dan mungkin mata harus diplester untuk
mencegah pengeringan dan infeksi.
Paresis nervus fasialis bisa dibingungkan dengan kejang hemifacial, di mana
sudut mulut jatuh dan kontraksi mata sebagian atau seluruhnya tertutup karena otot
risorius dan orbicularis oculi (Gambar 1C). Setelah terjadi kelumpuhan akut pada
wajah, serat preganglionik parasimpatis pada ganglion submandibula regenerasi dan
saraf utama petrosus superfisial masuk kedalam. Regenerasi menyimpang seperti ini
dapat menyebabkan lakrimasi setelah terjadi stimulus saliva (sindrom air mata buaya).
26
Untuk klinis menilai keparahan kelumpuhan saraf berbagai sistem skoring
wajah perifer tersedia. Yang paling banyak diterapkan adalah Rumah-Brackmann
wajah sistem penilaian saraf (HBS) (Tabel 3). Tingkat kelumpuhan saraf wajah juga
dapat dinilai dengan cara sistem penilaian Yanagihara, timbangan Sunnybrook, skor
Jadad kualitas metodologis, sisik pada sistem dihitung, dan berbagai sistem lain.
Kebanyakan sistem penilaian bergantung pada evaluasi simetri istirahat, tingkat
kunjungan sukarela otot-otot wajah, dan tingkat synkinesis. Kelumpuhan saraf wajah
dapat dikategorikan jika ada ketidakmampuan untuk mengkontraksikan otot-otot
wajah, hyperacusis, atau hilangnya rasa.
27
B. PencitraanComputed tomography (CT) atau MRI diindikasikan dalam kasus berikut:
• Tidak ada perbaikan dalam paresis wajah setelah 1 bulan
• Gangguan pendengaran
• Beberapa defisit saraf kranial
• Tanda-tanda ekstremitas paresis atau kehilangan sensori.
MRI dengan gadolinium adalah tes pilihan untuk menyingkirkan tumor
cerebellopontine angle, stroke, multiple sclerosis, atau struktural lainnya lesi. CT
dianjurkan jika temporal patah tulang dicurigai.
C. Tes Pendengaran
Jika dicurigai gangguan pendengaran, maka tes audiologic dapat dilakukan untuk
mengukur pendengaran dan membantu untuk menyingkirkan neuroma akustik.
28
29
D. Tes Laboratoorium
Pengujian laboratorium diperlukan jika pasien memiliki tanda-tanda
keterlibatan sistemik, seperti demam, penurunan berat badan, ruam, atau progresif
wajah kelemahan tanpa perbaikan yang signifikan selama lebih dari 4 minggu.
Sejumlah tes mungkin berguna :
Hitung darah lengkap dengan diferensial membantu menyingkirkan keganasan
lymphoreticular, manifestasi pertama yang mungkin perifer wajah palsy.
Glukosa darah jika diduga diabetes mellitus.
Serum antibodi terhadap herpes zoster dan B burgdorferi (agen penyakit Lyme)
dapat diperiksa jika pasien memiliki tanda-tanda seperti lesi vesikular pada telinga
luar atau tinggal di daerah di mana penyakit Lyme adalah endemik.
Kalsium serum dan angiotensin-converting tingkat enzim harus diuji jika diudga
sarkoidosis, hasilnya akan meninggi bila sarkoidosis.
E. Pengujian cairan serebrospinal sangat membantu jika infeksi atau keganasan
namun, cairan serebrospinal diambil dari pasien Bell palsy cenderung
menunjukkan tidak konsisten jumlah peningkatan sel dan kadar protein, tetapi
sebaliknya tidak membantu dalam mengidentifikasi penyebabnya.
F. Pengujian Electrodiagnostic tidak rutin dilakukan pada pasien Bell palsy. Hal ini
sangat tidak dapat diandalkan ketika Bell palsy dalam tahap awal, namun setelah 2
minggu, dapat mendeteksi denervasi dan regenerasi saraf
Diagnosa tergantung pada tanda-tanda klinis, gejala, dan eksklusi penyebab lain
dari wajah kelumpuhan
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Bell palsy sangat luas, sementara penyebab umumnya tidak identik dari
kelumpuhan saraf wajah. Bell palsy merupakan diagnosis eksklusi. Berikut ini
adalah beberapa kondisi yang harus dikesampingkan :
Paresis unilateral wajah suprnuklei (otot wajah bagian bawah) karena lesi dari
kontralateral korteks, lesi disubkortikal, atau kapsul internal. Selain kelemahan
wajah, Gejala mungkin termasuk hemiparesis, hemisensory, atau hemineglect
(parah gangguan persepsi spasial).
30
Sindrom Akut Ramsay Hunt : kelumpuhan wajah perifer akibat reaktivasi
varicella-zoster (cacar air) virus dan penyebarannya pada saraf wajah. Lesi
vesikuler biasanya terlihat pada liang telinga
Lyme neuroborreliosis : spirochete seperti Borrelia burgdorferi dapat
mempengaruhi pusat jaringan sistem saraf.
Tumor : melibatkan saraf wajah kurang dari 5% dari semua kasus
kelumpuhan saraf wajah. Tumor harus dicurigai jika terjadi kelemahan selama
beberapa minggu, seperti massa di telinga, leher, atau kelenjar parotis, dan jika
tidak ada perbaikan fungsional terlihat dalam 4 sampai 6 minggu.
Diabetes mellitus dan sarkoidosis dapat menyebabkan neuropati wajah dengan
kelemahan tiba-tiba.
Penurnan Berat badan menunjukkan penyakit sistemik seperti neoplasma,
metastasis, atau infeksi.
Perubahan visual, vertigo, dan kelemahan atau mati rasa mungkin ada lesi di
batang otak seperti demielinasi.
PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan Bell’s palsy pada pasien ini kita berikan
kortikosteroid dan antiviral. Tiemstra dkk mengatakan bahwa, kortikosteroid
sangat bermanfaat dalam mencegah degenerasi saraf, mengurangi sinkinesis,
meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan inflamasi pada saraf fasialis
sedangkan Acyclovir diberikan untuk menghambat replikasi DNA virus.
Pada pasien ini kortikosteroid kita berikan pada hari kedua onset penyakit
dengan dosis 60 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Karena terdapat perbaikan pada
kontrol hari ketiga pengobatan, maka setelah hari kelima dosis kortikosteroid kita
turunkan menjadi 40 mg/hari dibagi dalam 4 dosis selama 5 hari berikutnya.
Setelah 10 hari pemberian kortikosteroid, pada kontrol terdapat perbaikan yang
cukup besar, maka dosis kortikosteroid kita turunkan secara bertahap setiap 3 hari
sampai mencapai dosis minimal (1x5mg). Cara pemberian kortikosteroid ini
berbeda pada masing-masing studi menurut Tiemstra dkk 7 Prednison pada
dewasa dimulai dengan dosis 60 mg/hari selama 5 hari dan diturunkan menjadi 40
mg/hari selama 5 hari berikutnya. Menurut Engstrom dkk15 Prednison dimulai
31
dengan dosis 60 mg/hari selama 5 hari dan diturunkan 10 mg/hari dalam 5 hari
berikutnya (total pemberian prednison 10 hari).
Untuk antiviral dapat digunakan Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti
Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang mempunyai bioavailabilitas yang
lebih baik dari Acyclovir. Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5 kali sehari selama
10 hari atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Jika penyebabnya
diduga virus herpes zoster, maka dosis Acyclovir di naikan menjadi 800 mg 5 kali
sehari atau Valaciclovir 1 gram 2 kali sehari.17 Kombinasi penggunaan
kortikosteroid dan Antiviral oral memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan kortikosteroid oral saja dan akan lebih baik bila terapi diberikan
dalam 72 jam pertama. Studi lain juga mengatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan lama penyembuhan antara pemberian obat-obatan ini secara oral atau
intravena.
Disamping terapi obat-obatan, pada kasus Bell’s palsy juga dilakukan
Perawatan mata dan fisioterapi. Perawatan mata tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya kekeringan pada kornea karena kelopak mata yang tidak dapat menutup
sempurna dan produksi air mata yang berkurang. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan artificial tear solution pada waktu pagi dan siang hari dan
salep mata pada waktu tidur. Pasien juga dianjurkan menggunakan kacamata bila
keluar rumah. Bila telah terjadi abrasi kornea atau keratitis, maka dibutuhkan
penatalaksanaan bedah untuk melindungi kornea seperti partial tarsorrhaphy.
Menurut Sukardi,17 fisioterapi dapat dilakukan pada stadium akut atau
bersamaan dengan pemberian kortikosteroid. Tujuan fisioterapi adalah untuk
mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Caranya yaitu dengan memberikan
radiasi sinar infra red pada sisi yang lumpuh dengan jarak 2 ft (60 cm) selama 10
menit. Terapi ini diberikan setiap hari sampai terdapat kontraksi aktif dari otot dan
2 kali dalam seminggu sampai tercapainya penyembuhan yang komplit.
Disamping itu juga dapat dilakukan massage pada otot wajah selama 5 menit pagi
dan sore hari atau dengan faradisasi.
Terapi pembedahan pada kasus Bell’s palsy masih kontroversi. Terapi
dekompresi saraf fasialis hanya dilakukan pada kelumpuhan yang komplit atau hasil
pemeriksaan elektroneurography (ENoG) menun jukan penurunan amplitudo lebih
dari 90%. Karena lokasi lesi saraf fasialis ini sering terdapat pada segmen labirin,
32
maka pada pembedahan digunakan pendekatan middle fossa subtemporal craniotomy
sedangkan bila lesi terdapat pada segmen mastoid dan timpani digunakan pendekatan
transmastoid.
PROGNOSIS
Bell’s palsy tergantung pada jenis kelumpuhannya, usia pasien dan derajat
kelumpuhan. kelumpuhan parsial (inkomplit), mempunyai prognosis yang lebih baik.
Anak-anak juga mempunyai prognosis yang baik dibanding orang dewasa dan sekitar
96,3% pasien Bell’s palsy dengan House-Brackmann kurang dari Derajat II dapat
sembuh sempurna, sedangkan pada House-Brackmann lebih dari derajat IV sering
terdapat deformitas wajah yang permanen.
Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak.
Penyembuhan komplit dapat tercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan asimetri
otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.
Bell’s palsy biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami
deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :
Regenerasi motorik inkomplit
Ini merupakan deformitas terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat
terjadi akibat penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah.
Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau
beberapa otot wajah. Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral,
epifora dan hidung tersumbat.
Regenerasi sensorik inkomplit, Manifestasinya dapat berupa disgeusia, ageusia
atau disesthesia.
Regenerasi Aberrant
Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang
tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada
didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan
involunter yang mengikuti gerakan volunter (sinkinesis).17
33
DAFTAR PUSTAKA
34
1
Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of Facial Nerve in: Bailey BJ, Johnson JT, Newland SD,
editors. Head & Neck Surgery-Otolaryngology.4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins; Texas;
2006. P. 2139-542 Singhi P, Jain V. Bell’s Palsy in Children. Seminar in Pediatric Neurotology.2003; 10(4): 289-
97 3 Marsk E,Hammarstedt L,Berg et al. Early Deterioration in Bell’s Palsy : Prognosis and Effect
of Prednisolone. Otology & Neurotology. 2010; 31: 1503-074 Cawthorne T. The Pathology and Surgical Treatment of Bell’s Palsy in: Section of Otology.
Proceeding of the Royal Society of Medicine. 1950;44 : 565-72. 5 Rath B, Linder T, Cornblath D. All That Palsies is not Bell’s – The Need to Define Bell’s Palsy
as an Adverse event following immunization. Elsevier. 2007; 26: 1-14 6 Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell’s Palsy: Diagnosis and Management. American Family
Physician. 2007;76(7): 997-1002 7 Gilden DH. Bell’s Palsy. N Engl J Med. 2004; 351: p 1323-31. 8 Quinn FB. Facial Nerve Paralysis. Deparment of Otolaryngology, UTMB,Grand Rounds. 1996 9 Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed June 1, 2010. 10 Ropper AH, Brown RH. Bell’s Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victor’s
Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184.11 Lumbantobing SM, Neurologi KlinikPemeriksaan Fisik dan Mental: Saraf Otak, FK UI Jakarta
2004, hal 55-5912 . Meritt HH. A. Texbook of Neurogy : Injury to Cranial and Peripheral Nerves, Philadelphia;
1967. p. 378-8113 Julian Holland. Bell's palsy-Neurology Disorder. February 2007. Clinical Evidence
2008;01:120414 Peitersen E. Bell’s palsy: the spontaneous course of 2,500 peripheral facial nerve palsies of
different etiologies. Acta Otolaryngol Suppl 2002; 549:4-30.15 Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5 th ed.
Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-16316 Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003. 17 Lo B. Bell Palsy. [Update Feb 24,2010: cited Dec 21,2010]. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/791311-overview