151255178 case-nuklir-msct
TRANSCRIPT
Get Homework Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesABSTRAK
Latar belakang dan tujuan
Atherosklerosis merupakan suatu penyakit progresif yang sampai saat ini masih
merupakan penyebab kematian utama di masyarakat dunia. Progresifitas atherosklerosis
tampak lebih signifikan pada penderita diabetes mellitus. Karenanya identifikasi dini
dengan Multi-Sliced Computed Tomography coronary angiography berperan penting
dalam deteksi dini kejadian kardiovaskuler. Tujuan presentasi ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang morfologi plak atherosklerosis pada penderita diabetes
tanpa simptom dan penderita non diabetes dengan simptom nyeri dada.
Ilustrasi kasus
Seorang pria usia 53 tahun datang ke poliklinik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
dengan riwayat nyeri dada tipikal dan treadmill test positif. Pasien menjalani pemeriksaan
MSCT koroner dan didapatkan lesi mixed plaque dengan stenosis 60% dengan coronary
artery calcium score (CACS) 45. Kasus kedua, seorang wanita usia 64 tahun kontrol ke
poliklinik dengan keluhan jantung lekas capek tanpa disertai nyeri dada. Hasil MSCT
koroner menunjukkan adanya mixed plaque dengan stenosis multiple 60% - 75%
dengan CACS 673
1
Diskusi
Pasien dengan simptom nyeri dada khas dan treadmill test positif memiliki probabilitas
yang tinggi terhadap penyakit jantung koroner. Hasil pemeriksaan MSCT arteri koroner
menunjukkan adanya plak yang signifikan. Sementara diabetes mellitus menunjukkan
progresifitas atherosklerosis yang ditandai dengan keberadaan mixed plaque dengan
stenosis yang bermakna sekalipun pasien tidak mengalami nyeri dada tipikal yang
merupakan petanda iskemia miokard.
Kesimpulan
MSCT arteri koroner merupakan suatu modalitas non invasif yang memiliki akurasi
tinggi dalam hal mendeteksi progresifitas atherosklerosis berupa plak, baik yang
calcified, non calcified maupun mixed plaque. Di samping itu modalitas ini juga mampu
mendeteksi skor kalsium yang dewasa ini banyak digunakan sebagai prediktor risiko
kejadian koroner. Pasien dengan diabetes mellitus memiliki progresifitas atherosclerosis
yang bermakna sekalipun tanpa simptom.
Pendahuluan
Atherosklerosis merupakan suatu penyakit progresif yang diderita berbagai
kalangan di dunia barat. Onset penyakit ini terjadi pada masa anak-anak dan berkembang
secara progresif dari mulai penebalan intima (intimal thickening) sampai menjadi lesi
yang lanjut pada masa dewasa muda maupun usia tua. Lesi ini dapat tetap stabil atau
berkembang menjadi plak yang mudah pecah (rupture) atau lebih sering disebut plak
yang peka (vulnerable plaque). Pecahnya plak ini menjadi dasar terjadinya kejadian atau
serangan penyakit yang mengancam jiwa seperti sindroma koroner akut (SKA) atau
stroke. Pada kenyataannya, rupture plak memberikan kontribusi sekitar 75% thrombus
koroner yang kemudian berlanjut menjadi infark miokard dan atau kematian. Dampak
klinis yang disebabkan oleh atherosklerosis yang progresif sampai saat ini masih
merupakan penyebab kematian utama di masyarakat dunia barat.1
Pecahnya plak atherosklerosis merupakan kejadian awal pada hampir dua pertiga
sindroma koroner akut. Deteksi non-invasif dan karakteristik vulnerable plaques berperan
penting dalam stratifikasi risiko dan pemantauan progresifitas atherosklerosis koroner.
Pencitraan atherosklerosis (atherosclerosis image) telah menjadi focus dalam evaluasi
derajat stenosis sebagai risiko untuk terjadinya kejadian kardiak (cardiac events) sejalan
2
dengan severitas stenosis. Multi-slice computed tomography (MSCT) merupakan satu
modalitas yang menjanjikan untuk penilaian non-invasif terhadap timbunan dan
komposisi plak. Keuntungan MSCT yang cukup esensial adalah kemampuan dalam
visualisasi penyempitan lumen dan identifikasi plak atherosklerosis pada dinding arteri.
Di samping itu, lesi yang mengalami remodelling ke sisi luar tanpa disertai penyempitan
lumen juga dapat diidentifikasi. Informasi tentang komposisi plak juga dapat dinilai yang
terdiri atas calcified plaque, non-calcified plaques dan mixed plaque). Suatu hal yang
menarik, pada beberapa studi retrosfektif yang membandingkan komposisi plak pada
MSCT antara penderita dengan SKA dan penyakit jantung koroner yang stabil,
didapatkan bahwa plak non kalsifikasi dan plak campuran berhubungan dengan SKA.2,3
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor risiko tingginya angka morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini
prevalensi diabetes mellitus di seluruh dunia mencapai 194 juta. Angka ini diperkirakan
akan meningkat menjadi hampir 333 juta pada tahun 2025. Penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab kematian pada 65-70% penderita diabetes. Pada umumnya,
penderita diabetes mengalami proses atherosklerosis yang lebih ekstensif dengan
prevalensi multi-vessel coronary artery disease, iskemia miokard tanpa gejala (silent
myocardial ischemia) dan infark miokard dengan angka kejadian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita non-diabetes.4,5,6 Karenanya identifikasi dini pada
penderita diabetes mellitus dengan MSCT berperan penting dalam meramalkan kejadian
kardiovaskuler.7
Tujuan Presentasi
- Melaporkan karakteristik plak pada kasus Diabetes Mellitus yang
asimptomatik dan penderita non diabetes dengan simptom nyeri dada
- Membahas kembali peran MS CT dalam identifikasi plak dan stratifikasi
risiko kejadian kardiovaskuler
3
Illustrasi Kasus
Kasus 1
Tn. M , pria , usia 53 tahun, datang ke ploklinik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
(PJNHK) dengan rujukan dari seorang kardiolog di Bandar Lampung dengan diagnosis
CAD. Pasien mengeluhkan nyeri dada selama 1 bulan, nyeri dada dicetuskan oleh
aktivitas berat seperti naik tangga; nyeri seperti ditindih beban, menjalar ke punngung,
durasi kurang dari 5 menit dan berkurang dengan istrahat.
Faktor risiko PJK : Merokok dan dislipidemia.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : sakit sedang Sensorium : composmentis
TD : 120/ 75 mmHg Nadi : 60 x/ mnt RR : 18 x/ mnt
BB : 72 Kg TB : 170 cm IMT : 24 Kg/ m2
kepala : mata anemis (-)/(-), ikterik (-)/(-), leher : JVP tidak tinggi
Thoraks : Cor : S1-S 2 (N), gallop (-), Murmur (-); Pulmo : Suara pernafasan vesikuler,
ronchi (-).(-), wheezing (-)/(-), Abdomen : soepel , Bising usus (N)
Ekstremitas : edem (-)/(-), akral hangat, pulsasi ekual kiri dengan kanan
4
EKG : Sinus Ritme, QRS rate 58 x/’, QRS axis (N), P wave (N), PR interval 0,16”, QRS
duration 0,08”, ST-T changes (-)
Laboratorium : Kolesterol Total: 199, HDL: 45, LDL: 140, Trigliserida: 64, Ureum:
30, BUN: 14,02 , Creatinin : 1,1, asam urat : 7,4 , Gula darah Puasa : 85, Gula darah 2
jam PP : 88
Treadmill Test : Positif, menit ke 9
Hasil MS CT coronary angiography :
Left Main : Normal
Left Anterior Descending (LAD) : Mixed plaque di proximal dengan high grade stenosis
60%
Left circumflex (LCX) : Normal
Right coronary artery (RCA) : Normal
MSCT coronary artery Calcium score :
Left Main score : 0
LAD score : 45
LCX score : 0
RCA score : 0
Total score : 45
5
Kasus 2
Ny. EN, wanita, 64 tahun, kontro ke plokilinik PJNHK dengan keluhan cepat lelah/
capek saat aktivitas berat yang dialami dalam satu bulan terakhir. Nyeri dada, jantung
berdebar-debar dan riwayat tungkai bengkak disangkal. Pasien tidur dengan satu bantal
dan tidak pernah mengalami keluhan serangan sesak nafas saat sedang tidur malam.
Faktor risiko PJK : Hipertensi, dislipidemia, Diabetes mellitus dan menopause
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : sakit sedang sensorium : Composmentis
TD : 175/ 95 mmHg Nadi : 75 x/ mnt RR : 18 x/ mnt
BB : 67 Kg TB : 163 cm IMT : 25 Kg/ m2
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Mata : Anemia -/- , Ikterik -/-
Leher : JVP tidak tinggi
Thoraks : Cor : S1 (N), S2 (N), Gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : Suara pernafasan vesikuler, ronkhi (-)./ (-), wheezing (-)/(-)
Abdomen : Soepel , Bising usus Normal
6
Ekstremitas : akral hangat, pulsasi ekual, edema -/-
EKG : Sinus Rhitm, QRS rate 75 x/mnt, QRS axis Normal (+45’), P wave
normal, PR interval normal 0,16”, QRS duration normal 0,08”, ST-T
changes (-)
Laboratorium : Hb : 12,8 ; Leukosit : 7700 ; Hematokrit : 40 ; Trombosit : 225 ; SGOT :
19 ; SGPT : 21; kolesterol total : 166 ; HDL : 54 ; LDL : 97 ; Trigliserida : 212 ; Ureum
: 28 ; Cr : 0,9 ; asam urat : 8,6 ; Gula darah puasa : 138 ; Gula darah 2 jam PP : 207 ;
HbA1C : 7,1
Ekokardiografi :
- Dimensi ruang jantung dalam batas normal
- LVH borderline
- Kontraktilitas global LV normal
- Kontraktilitas RV normal , TAPSE 2 cm
- Analisa segmental : Global normokinetik
- Katup : MR Trivial, TR Trivial
- Doppler E/A < 1 , DT : 157 msec, AoV,max 0,9 msec
Hasil MS CT coronary angiography :
Left Main : Normal
Left Anterior Descending (LAD) : Mixed plaque di pangkal LAD dengan high grade
stenosis 50 - 60%, mixed plaque di proksimal LAD
dengan high grade stenosis 70%
Left circumflex (LCX) : Normal
Right coronary artery (RCA) : Mixed plaque multiple di proksimal – mid dengan
high grade stenosis 50 – 70 %
MSCT coronary artery Calcium score :
Left Main score : 0
LAD score : 387
LCX score : 0
RCA score : 286
Total score : 673
7
8
Diskusi
Angina pektoris merupakan petanda pertama terjadinya penyakit iskemia miokard
yang terjadi pada hampir 50% penderita. Jumlah penderita angina pektoris stabil di
Amerika Serikat kurang lebih 16,5 juta orang, tidak termasuk mereka yang tidak berobat
karena nyeri dada ataupun mereka dengan nyeri dada nonkardiak. Gambaran angina
pektoris dapat diklsifikasi menjadi :8,9
- Angina tipikal merupakan :
1. rasa tidak nyaman di substernum dengan karakteristik kwalitas dan durasi
tertentu
2. dicetuskan oleh aktivitas berat atau stress emosi
3. berkurang dengan istrahat atau nitrogliserin (NTG)
- Angina atipikal
Memenuhi dua dari 3 karakteristik di atas
- Nyeri dada nonkardiak (Non cardiac chest pain)
Memenuhi satu atau tidak sama sekali karakteristik di atas
Angina terjadi bila terjadi iskemia miokard yang bersifat regional yang
disebabkan oleh perfusi koroner yang tidak adekwat dan biasanya dicetuskan oleh
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Gambaran utama angina pektoris stabil
adalah reversibelnya simptom secara komplit dan berulangnya serangan angina yang
tidak berubah dalam kurun waktu 60 hari.8
Proses atherosklerosis koroner yang berlangsung, menunjukkan adanya deposisi
plak eksternal pada lumen arteri; plak yang dapat meluas secara eksentris dan ke bagian
luar tanpa mempengaruhi lumen. Sehingga stress testing atau angiography belum
menunjukkan penyakit koroner, walau sudah terjadi atherosklerosis yang signifikan. Pada
saat atherosklerosis semakin memberat, timbunan massa plak ke dalam lumen dapat
menimbulkan gangguan hemodinamik dan angina.10
9
Gambar 1. Perkembangan tipikal dari atherosklerosis koronerSaat timbunan plak bertambah, massa atherosklerosis cenderung untuk menempati sisi eksternal lumen, yang tetap mempertahankan diameter lumen; ini yang disebut efek Glagov atau positive remodelling Saat plak menonjol ke arah dalam lumen, diameter arteri koroner menurun. Iskemia miokard menyebabkan gangguan supply koroner terhadap konsumsi oksigen miokard. Penyempitan lumen yang lebih dari 65 sampai 75% dapat menimbulkan transient ischemia dan angina. Pada sindroma koroner akut, vulnerable plaque lebih penting daripada derajat stenosis; sindroma koroner akut terjadi akibat ulserasi atau erosi dari fibrous cap , dengan trombosis intralumen.Vulnerable plaque di dalam dinding pembuluh darah tidak bersifat obstruktif dan tetap secara klinis tidak memberikan gejala sampai terjadi ruptur dan berhubungan dengan dampak selanjutnya. Dikutip dari kepustakaan no. 10
10
Probabilitas PJK dapat diperkirakan berdasarkan karakteristik nyeri, usia
penderita dan jenis kelamin.9
Tabel 1. Pretest likelihood penyakit jantung koroner pada penderita dengan simptom
berdasarkan umur dan jenis kelamin
Dikutip dari kepustakaan no. 9
Adanya faktor risiko khususnya diabetes mellitus, dislipidemia dan merokok
meningkatkan probabilitas PJK.11
Tabel 2. Penderita dengan PJK di University Centres
11
Dikutip dari kepustakaan no.11
Fuster dkk telah menggambarkan secara mendetail tentang fase-fase
atherogenesis. Fase I menunjukkan progresifitas dari normal sampai menjadi fatty streak ,
terdiri dari foam cell (lipid-rich macrophage), smooth muscle cells dan deposit lipid
ekstraselular menjadi atheroma di mana sel-sel ini bergabung dengan jaringan ikat
fibrous.Ini merupakan suatu proses inflamasi yang dipicu uptake subintima dan oksidasi
plasma LDL. Fase 2 melibatkan progresi dari atheroma menjadi fibroatheroma di mana
sel-sel yang terlibat diselubungi oleh plak fibrous. Walaupun lesi ini biasanya
asimptomatik dan tidak terdeteksi oleh angiografi, namun lesi-lesi ini bertanggung jawab
dalam menimbulkan SKA.12
Ruptur plak atau erosi mengawali fase 3 atau 4. Pada fase 3, suatu siklus
trombosis, penyembuhan, dan remodelling menjadi penyebab terjadinya symptom angina
12
pada angina pectoris stabil. Pada fase 4 pecahnya plak secara mendadak (disruption
plaques) menimbulkan terbentuknya sumbatan thrombus, menyebabkan angina yang
tidak stabil (unstable angina) , infark miokard atau kematian mendadak. Fase 5
melibatkan terbentuknya secara kronis sumbatan plak dan secara klinis merupakan silent
plaque.12
Penyakit kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner secara khusus merupakan
penyebab utama angka kesakitan dan angka kematian pada penderita diabetes. European
guideline on cardiovascular disease prevention in clinical practice menilai bahwa
diabetes mellitus tipe 2 setara (equivalent) dengan PJK, sementara DM tipe 1 dianggap
sebagai risiko tinggi PJK bila disertai dengan mikroalbuminuria.13
Bukti studi autopsi menunjukkan bahwa hampir 75% penderita diabetes tanpa
riwayat klinis penyakit jantung koroner memiliki atherosklerosis koroner yang bermakna.
Studi Framingham melaporkan bahwa insiden infark miokard tanpa keluhan nyeri dada
lebih banyak didapati pada penderita diabetes dibandingkan dengan yang non diabetes.
Angina tiga kali lebih sedikit ditemukan pada penderita diabetes dibandingkan dengan
yang non diabetes dengan gambaran ST depressi yang sama pada saat treadmill test.
Prevalensi gambaran abnormalitas pada myocardial perfusion imaging antara pasien
diabetes tanpa PJK dengan penderita non diabetes dengan PJK juga sama. Cardiac
autonomic neuropathy menimbulkan perubahan proses neuron baik susunan saraf pusat
maupun di susunan saraf perifer, dan peningkatan endorfin endogen dianggap sebagai
suatu mekanisme yang menyebabkan silent myocardial ischemia pada penderita diabetes
mellitus. Di samping itu terjadi gangguan persepsi yang berakibat pada menurunnya
pengenalan terhadap stimulus rasa sakit.6,14 Keadaan ini tercermin pada kasus kedua yang
menunjukkan penderita diabetes tipe 2 tanpa gejala namun menunjukkan progresifitas
plak yang cukup bermakna dibandingkan kasus pertama.
Karena tingginya angka insidensi penyakit jantung koroner di antara penderita
diabetes, kebutuhan akan identifikasi dini yang akurat menjadi sesuatu yang penting. CT
angiography menjadi salah satu modalitas yang cukup akurat dalam memberikan
gambaran tentang struktur jantung, data morfologi plak koroner, dan lesi atherosklerosis
lainnya dengan cepat dan dengan risiko yang minimal.15
13
Tabel 3. Rangkuman karakteristik uji diagnostik untuk angina stabil
Multi-Slice Computed Tomography (MSCT) Coronary angiography
MSCT coronary angiography telah berkembang menjadi salah satu modalitas non
invasif dalam mendeteksi PJK. Selama lebih dari lima tahun telah terjadi kemajuan di
dalam tekhnologi multidetector CT (MDCT). Modalitas ini tidak hanya mampu secara
non invasive memberikan pencitraan terhadap lumen dan dinding arteri koroner, tetapi
juga mampu memberikan informasi tentang keberadaan, severitas dan karakteristik PJK,
termasuk juga dalam hal visualisasi obstruksi lumen dan plak atherosklerotik. MSCT
memiliki nilai akurasi yang tinggi dalam hal deteksi stenosis arteri koroner dan plak
atherosclerosis koroner dengan sensitivitas 89%, spesifisitas 96%, negative predictive
value 99% dan positive predictive value 78%.16,17,18
Adapun kontraindikasi relatif dan absolut dari penggunaan Coronary CT
angiography adalah sebagai berikut :
14
Dikutip dari kepustakaan no.18
Adapun penggunaan MSCT CA pada penderita yang simptomatik adalah sebagai
berikut :
Dikutip dari kepustakaan no. 16
Plak atherosklerosis secara visualisasi didefinisikan sebagai suatu struktur > 1 mm 2
di dalam dan atau berdekatan dengan lumen arteri koroner yang dapat dengan jelas
dibedakan dengan lumen dinding pembuluh darah. Dengan MSCT koroner, plak dapat
diklasifikasi menjadi calcified plaque (plak kalsifikasi), non-calcified plaque (plak non
kalsifikasi) dan mixed plaque. Plak Non kalsifikasi didefinisikan sebagai plak dengan
densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kontras yang mengisi lumen pembuluh
darah. Plak kalsifikasi merupakan suatu plak dengan densitas yang lebih tinggi. Mixed
plaque adalah plak dengan gambaran kalsifikasi dan non-kalsifikasi di dalam satu
plak.19,20
Scholte dkk melakukan evaluasi PJK dan morfologi plak terhadap penderita DM
tipe 2 tanpa simptom dengan MSCT koroner dan mendapatkan bahwa prevalensi PJK
15
cukup tinggi pada penderita DM tipe 2 dengan gambaran plak yang non-kalsifikasi. Hasil
studi ini sama dengan yang didapatkan oleh Djaberi dkk yang meneliti perbedaan
morfologi plak antara DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang menunjukkan bahwa pada penderita
DM tipe 2 didapati atherosklerosis yang lebih ekstensif dengan plak non-kalsifikasi..11,21
Pada kedua kasus di atas tampak jelas perbedaan severitas atherosklerosis yang signifikan
dengan gambaran plak kalsifikasi pada penderita DM tipe 2 sekalipun tanpa simptom
dibandingkan dengan penderita non diabetes dengan simptom.
Satu hal yang menarik dari pencitraan MSCT angiography adalah tentang
perbedaan karakteristik plak pada angina stabil dan sindroma koroner akut (SKA).
Pundziute dkk melaporkan bahwa plak pasa SKA lebih dominan non-calcified dan mixed
plaque dibandingkan dengan calcified plaque yang lebih sering dijumpai pada angina
stabil. 22 Prevalensi non calcified plaque pada SKA juga dilaporkan oleh Hoffman dkk.23
Di samping itu MSCT coronary angiography dapat memberikan penilaian terhadap
coronary artery calcium score (CACS) yang merupakan petanda kalsifikasi koroner.
Kalsium skor berkorelasi erat dengan volume plak arteri koroner dan dianggap sebagai
pengganti timbunan plak koroner. Studi-studi menunjukkan bahwa skor kalsium
meningkat dengan pertambahan usia, melambangkan progresifitas atherosklerosis dan
meningkatkan risiko kejadian koroner.24,25
CACS dapat membantu klinisi secara efektif menyingkirkan PJK pada penderita
dengan symptom secara angiography. Pada studi terhadap 1851 pasien yang menjalani
angiography dan CACS, Budoff dkk mendapatkan CACS yang negatif berhubungan
dengan ketiadaan obstruksi secara angiography.26
16
Dikutip dari kepustakaan no.26
Grafik 2. Risiko kejadian koroner dengan peningkatan skor kalsium
Dikutip dari kepustakaan no. 24
Pada kasus di atas terbukti penderita dengan diabetes memiliki total CACS yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non diabetes yang mengindikasikan tingginya
risiko untuk terjadinya kejadian kardiak di masa yang akan datang.
17
KESIMPULAN
Dilaporkan dua buah kasus; kasus pertama seorang pria usia 53 tahun dengan
simptom nyeri dada khas angina, treadmill test positif dengan faktor risiko PJK,
merokok dan dislipidemia. Dilakukan pemeriksaan MSCT coronary angiography yang
menunjukkan gambaran mixed plaque dengan stenosis bermakna. Disimpulkan keluhan
nyeri dada khas dengan treadmill positif menunjukkan adanya plak yang cukup
signifikan.
Kasus kedua seorang wanita usia 64 tahun tanpa keluhan nyeri dada dengan faktor risiko
PJK : DM tipe 2, menopause dan dislipidemia. Dilakukan pemeriksaan MSCT coronary
angiography yang menunjukkan karakteristik calcified plaque yang bermakna dengan
skor kalsium yang tinggi yang merupakan prediktor kejadian kardiak di masa mendatang.
18
KEPUSTAKAAN 1. Eijgelaar JW, Heeneman S, Daemen MJ. The vulnerable patient: refocusing on
the plaque? Thromb Haemost 2009;102:231-2392. Kim SY, Kim KS, Lee YS, Lee JB. Assessment of non-calcified coronary plaques
using 64-slice computed tomography: comparison with intravascular ultrasound. Korean circ J 2009;39:95-99)
3. Velzen JE, Schuijf JD, Graaaf FR. Plaque type and composition as evaluated non-invasively by MSCT angiography and invasively by VH IVUS in relation to the degree of stenosis. Heart 2009;95:1990-1996
4. Wackers FJ, Young LH, Inzucchi SE, Chyun DA, Davey JA, Barret EJ,et al. Detection of silent myocardial ischemia in asymptomatic diabetic subjects. Diabetic care 2004;27:1954-1961
5. Haffner SM. Coronary heart disease in patients with diabetes. N Engl J Med 2000;342:1040-1042
6. Anand DV, Lim E, Lahiri A, Bax JJ. The role of ono-invasive imaging in the risk stratification of asymptomatic diabetic subjects. Eur heart J 2005;441:1-8
7. Fine JJ, Rizvi AA. Assessing the prevalence, quantification and morphological composition of coronary atherosclerosis in patients with type 2 diabetes and metabolic syndrome via 64 slice CT angiography. Int J Diabetes Meatb 2006;14:120-125
8. Naidu RB, O’Rourke RA, Dougla JS, O’Gara PT. Diagnosis and management of patients with chronic ischemic heart disease. In: O’Rourke R, Fuster V, Alexander RW, et al (eds): Hurst’s The Heart, 11th ed. New York: McGraw-Hill;2004:221-236
9. Kim F, Garcia MA, Ardissino D, Buszman PI, Camici PG, et al. Guidelines on the management of stable angina pectoris. The task force on the management of stable angina pectoris of the European society of Cardiology. Eur heart J 2006;1093:1-63
10. Abrams JA. Chronic stable angina. N Engl J Med 2005;352:2254-3311. Snow V, Barry P, Fihn SD, Gibbons RJ, Owens DK, et al. Evaluation of primary
care patients with chronic stable angina: Guidelines from the American college of physicians. Ann Intern Med.2004:141:57-64
12. Nemirovsky D. Imaging of high-risk plaque. Cardiology 2003;100:160-17513. Djaberi R, Schuijf JD, Boersma E, Kroft LJ, Pereira AM, et al. Diffrerenced in
atherosclerostic plaque burden and morphology between type 1 and 2 diabetes as assessed by multislice computed tomography. Diabetes care 2009;32:1507-1512
14. Tabibiazar R, Edelman SV. Silent ischemia in people with diabetes: A condition that must be heard. Clinical diabetes 2003;21:5-9
15. Henneman MM, Schuijf JD, Werkhoven JM, Pundziute G, Wall EE, et al. Multi-slice computed tomography coronary angiography for rulling out suspected coronary artery disease: what is the prevalence of a normal study in a general clinic population ? Eur Heart J 2008;284:1-8
16. Hoffmann U, Bamberg F, Chae CU, Nichols JH, Rogers IS, et al. Coronary computed tomography angiography for early triage of patients with acute chest pain. The ROMICAT (Rule Out Myocardial Infarction using Computer Assisted Tomography) trial. J Am Coll Cardiol 2009;53:1642-50
19
17. Berman DS, Hachamovitch R, Shaw LJ, Friedman JD, Hayes SW, et al. Roles of nuclear cardiology, cardiac computed tomography, and cardiac magnetic resonance: Noninvasive risk stratification and a conceptual framework for the selection of noninvasive imaging tests in patients with known or suspected coronary artery disease. J Nucl Med 2006:47:1107-1118
18. Hoffmann U, Ferencik M, Cury RC, Pena AJ. Coronary CT angiography. J Nucl Med 2006;47:797-806
19. Hoffmann U, Moselewski F, Nieman K, Jang IK, Ferencik M, et al. Noninvasive assessment of plaque morphology and composition in culprit and stable lesions in acute coronary syndrome and stable lesions in stable angian by multidetector computed tomography. J Am Coll Cardiaol 2006:47:1655-1662
20. Pundziute G, Schuijf JD, Jukeme W, Boersma E, Roos A, et al. Prognostic value of multislice computed tomography coronary angiography in patients with known or suspected coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 2006; 49:62-70
21. Schoelte AJHA, Schuijf JD, Kharangjitsingh AV, Jukema JW, Pundziute G, et al. Prevalence of coronary artery disease and plaque morphology assessed by multi-slice computed tomography coronary angiography and calcium scoring un asymptomatic patients with type 2 diabetes. Heart 2008;94:290-295
22. Pundziute G, Schuijf JD, Jukema W, Decramer I, Sarno G, et al. Evaluation of plaque characteristics in acute coronary syndrome: non-invasive assessment with multi-slice computed tomography and invasive evaluation with intravascular ultrasound radiofrequency data analysis. Eur Heart J 2008;29:2373-2381
23. Rinehart S, Vasquez G, Qian Z, Voros. Coronary plaque imaging with multi-slice computed tomographic angiography and intravascular ultrasound. J invasive cardiology 2009;7:367-372
24. Bonow RO. Should coronary calcium screening be used in cardiovascular prevention strategies? N Engl J Med 2009;361:990-7
25. Greenland P, LaBree L, Azen SP, Doherty TM, Detrano RC. Coronary artery calcium score combined with Framingham score for risk prediction in asymptomatic individuals. JAMA 2004;291:210-215
26. Budoff MJ, Gul KM. Expert review on coronary calcium. Vascular Health and risk management 2008;2:315-324
20