140710080104 2 1192

23
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Menurut van Bemmelen (1949) berdasarkan morfologi dan tektoniknya Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang dengan arah barat-timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai. 2. Zona Bogor, terletak di sebelah selatan pantai utara, membentang dari Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang berumur Neogen yang terlipat kuat. Zona ini telah mengalami tektonik yang kuat sehingga terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke utara dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang umumnya berelief lebih terjal. 3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi sampai ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona Bandung merupakan hasil depresi antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang sering terlihat berarah barat - timur dengan dibatasi deretan gunungapi di utara dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh erupsi hasil gunungapi yang berumur Resen. 4. Zona pegunungan selatan Jawa Barat, terletak di sebelah selatan Jawa Barat. Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah barat sampai Pulau

Upload: kerong

Post on 08-Jul-2015

949 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 140710080104 2 1192

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiografi Regional

Menurut van Bemmelen (1949) berdasarkan morfologi dan tektoniknya

Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar 2.1) yaitu :

1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang

dengan arah barat-timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun

oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai.

2. Zona Bogor, terletak di sebelah selatan pantai utara, membentang dari

Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang

berumur Neogen yang terlipat kuat. Zona ini telah mengalami tektonik yang

kuat sehingga terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke

utara dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang umumnya

berelief lebih terjal.

3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi sampai

ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona Bandung merupakan

hasil depresi antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang

sering terlihat berarah barat - timur dengan dibatasi deretan gunungapi di utara

dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh erupsi hasil gunungapi yang

berumur Resen.

4. Zona pegunungan selatan Jawa Barat, terletak di sebelah selatan Jawa Barat.

Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah barat sampai Pulau

Page 2: 140710080104 2 1192

6

Nusakambangan di sebelah timur dengan lebar rata-rata 50 km. Pada ujung

sebelah timur Pulau Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga lebarnya

hanya beberapa kilometer saja.

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949; dalam Martodjojo, 2003)

Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Barat, maka daerah

penelitian secara regional termasuk ke dalam Zona Bogor.

2.2 Stratigrafi Regional

Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberi gambaran

untuk mengenai beberapa formasi yang erat kaitannya dengan daerah penelitian.

Peneliti terdahulu telah membahas stratigrafi regional yang berkaitan

dengan daerah penelitian (Tabel 2.1). Terdapat ketidaksamaan istilah dan

Lokasi Penelitian

Page 3: 140710080104 2 1192

7

penamaan satuan stratigrafi dari para peneliti tersebut, walaupun pada prinsipnya

adalah sama.

Tabel 2.1 Stratigrafi Peneliti Terdahulu

Menurut Kastowo dan N.Suwarna (1996), dalam Peta Geologi Lembar

Majenang susunan batuan tertua sampai yang termuda sebagai berikut: Formasi

Jampang, Formasi Pemali, Formasi Rambatan, Formasi Lawak, Batugamping

Kalipucang, Formasi Kumbang, Formasi Halang, Formasi Kalibiuk, Formasi

Kaliglagah, Formasi Mengger, Formasi Gintung, Formasi Linggopodo, Hasil

Gunungapi Tua, Intusi, dan Aluvium.

Page 4: 140710080104 2 1192

8

Daerah penelitian yang berada di daerah Lebakwangi dan sekitarnya,

menurut Kastowo dan N.Suwarna terdiri atas: batuan sedimen dan batuan

gunungapi yaitu, Formasi Rambatan, Formasi Halang, Formasi Lawak, Formasi

Pemali, Anggota Gununghurip Formasi Halang, Hasil Gunungapi Tua Cireme,

Endapan Lahar Cipedak, Hasil Gunungapi Muda Cireme, dan Endapan Aluvium.

Formasi tertua adalah Formasi Pemali berupa napal globigerina berwarna

biru dan hijau keabuan, berlapis jelek-baik. Seempat terdapat batupasir tufan, dan

juga batupasir gampingan berwarna biru keabuan. Struktur sedimen yang terdapa

berupa perairan sejajar, silang siur, perairan terpelintir, dan gelembur gelombang.

Umur diperkirakan miosen awal. Tebal satuan kurang lebih 900 m.

Diatas Formasi Pemali diendapkan secara tidak selaras Formasi Rambatan

berupa batupasir gampingan dan konglomerat yang bersisipan dengan lapisan tipis

napal dan serpih menempati bagian bawah satuan, sedangkan bagian atas terdiri

dari batupasir gampingan kelabu terang sampai kebiruan, mengandung kepingan

andesit. Kandungan fosil foraminifera besar menunjukkan umur satuan. Miosen

tengah. Tebalnya lebih dari 300 m.

Di atas Formasi Rambatan diendapkan secara tidak selaras Anggota

Gununghurip Formasi Halang terdiri dari breksi gunungapi bersusunan andesit,

bersisipan batupasir, serpih, batulempung pasiran, dan konglomerat aneka bahan,

umumnya kelabu, berlapis baik. Struktur sedimen perlapisan sejajar dan bersusun

sangat umum.

Di atas Anggota Gununghurip Formasi Halang diendapkan secara selaras

Page 5: 140710080104 2 1192

9

Formasi Halang berupa batupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung. Di

bagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit. Batupasir umumnya wake.

Runtunan diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Struktur

sedimen yang jelas berupa perlapisan bersusun, perairan sejajar, tikas seruling,

tikas beban. Setempat ditemukan kandungan fosil foraminifera dan moluska.

Di atas Formasi Halang diendapkan secara tidak selaras Hasil Gunungapi

Tua Cireme berupa breksi andesit, tersisipi beberapa lapisan lava, breksi aliran

dan tuff.

Di atas Hasil Gunungapi Tua Cireme diendapkan secara tidak selaras

Endapan Lahar Cipedak berupa kepingan-kepingan batuan andesit di dalam

masadasar pasir berbutir kasar, mengeras, mungkin merupakan hasil kegiatan

Gunung Cireme tua. Tersingkap sepanjang Sungai Cipedak di bagian barat laut

Lembar Majenang.

Di atas Endapan Lahar Cipedak diendapkan secara tidak selaras Hasil

Gunungapi Muda Cireme umumnya berupa lahar. Terdapat di bagian baratlaut

Lembar Majenang.

Di atas Hasil Gunungapi Muda Cireme diendapkan secara tidak selaras

Endapan Aluvium berupa kerikil, pasir, dan lempung yang berwarna kelabu.

Terendapkan sepanjang dataran banjir sungai-sungai besar. Juga endapan

lempung hitam, berbau busuk hasil endapan rawa. Tebal kurang lebih 5 m.

Page 6: 140710080104 2 1192

10

2.3 Struktur Geologi Regional

Menurut van Bemmelen (1949) Zona Bogor telah mengalami dua kali

masa periode tektonik, yaitu : Periode intra Miosen atau Miosen – Pliosen dan

Periode Pliosen – Plistosen. Periode tektonik tersebut menyebabkan adanya

kompresi regional berarah utara-selatan. Daerah penelitian menurut van

Bemmelen (1949) merupakan rangkaian antiklinorium yang berarah barat – timur

dimana batuan terlipat kuat. Terdapat sesar - sesar yang menyebabkan

bergesernya sumbu antiklin dan sinklin.

Tektonik intra Miosen menghasilkan pembentukan geantiklin di bagian

pulau Jawa, dan ini akan membentuk struktur lipatan dan sesar pada batuan

Paleogen dan Neogen. Arah umum sumbu lipatan adalah barat - timur dan zona

sesar mendatar berarah baratdaya - timur laut dan baratlaut – tenggara.

Tektonik Pliosen - Plistosen merupakan kelanjutan dari periode tektonik

sebelumnya. Pada periode ini banyak terjadi proses vulkanisme dengan endapan

volkanik yang tersebar luas, terjadi perlipatan dan pensesaran yang diakibatkan

oleh gaya - gaya yang mengarah keselatan akibat turunnya bagian utara zona

Bandung, sehingga mendorong Zona Bogor secara kuat.

Tekanan kuat tersebut menyebabkan struktur perlipatan dan sesar naik di

bagian utara Zona Bogor yang memanjang dari Sumedang sampai Gunung

Ceremai. Sesar ini dikenal dengan nama Sesar Baribis.

Page 7: 140710080104 2 1192

11

Pada periode ini juga terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan

oleh terjadinya amblasan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian

menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor.

Lipatan relatif berarah barat-timur yang tersesarkan oleh sesar mendatar

dekstral sedangkan sesar normal ada dua kecendrungan berarah baratlaut -

tenggara dan baratdaya - timur laut, sedangkan sesar naik yang berada di utara

berarah baratdaya - timur laut.

Gambar 2.2 Rekonstruksi tektonik pulau Jawa bagian Barat

2.4 Sejarah Geologi Regional

Van Bemmelen (1949) mengemukakan pada awal Oligosen, Zona Bogor

Page 8: 140710080104 2 1192

12

merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysch dan

endapan laut dengan sisipan batuan volkanik yang kemudian dikenal dengan nama

Formasi Pemali. Setelah evolusi jalur non volkanik berakhir, dilanjutkan dengan

suatu aktivitas vulkanisme yang disertai dengan gejala penurunan sehingga

terbentuk beberapa gunungapi bawah laut pada Awal Miosen yang menghasilkan

endapan bersifat andesitik dan basaltik.

Pada Miosen Tengah aktivitas vulkanisme ini berkurang dan diganti

dengan pengendapan lempung, napal dan gamping terumbu yang menandakan

lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu terbentuk endapan Formasi

Cidadap dan Formasi Halang. Litologi bagian selatan terdiri atas breksi dan

batupasir tufaan sedangkan litologi bagian utara didominasi oleh batulempung dan

napal.

Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin dipegunungan selatan yang

disusul dengan peluncuran puncaknya kearah cekungan bagian utara. Akhir

Miosen Atas aktivitas vulkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Zona Bogor

bagian selatan yang menghasilkan endapan breksi kumbang, ini menunjukan

bahwa zona tunjaman telah bergeser kearah yang lebih keselatan dari sebelumnya.

Selama kegiatan vulkanisme pada Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung

dan Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu Dataran Pantai Jakarta terus

mengalami penurunan yang ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang

dikenal dengan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen.

Page 9: 140710080104 2 1192

13

Pada Miosen Akhir, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah

menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur

sedimen silang siur dan fosil moluska. Di atasnya diendapkan volkanik Pliosen –

Plistosen, dimana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung dan

Zona Bogor.

2.5 Landasan Teori

2.4.1 Geologi Struktur

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari

tentang bentuk atau arsitektur batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan

proses – proses pembentukannya (Davis, 1984). Proses deformasi ini adalah

perubahan bentuk, lokasi, ukuran dan orientasi suatu batuan akibat gaya (force)

yang tejadi di dalam bumi.

2.4.2 Kekar

Kekar adalah suatu rekahan pada suatu massa batuan yang relatif tidak

mengalami pergeseran yang signifikan, atau sedikt sekali tergeser (Billings,

1972). Kekar ini dapat terbentuk akibat gejala tektonik maupun non tektonik.

Klasifikasi kekar didasarkan pada :

1) Bentuk :

a. Sistematik : Joint set, Joint system

Page 10: 140710080104 2 1192

14

Kekar sistematik biasanya dijumpai berpasangan dengan arah yang sejajar

atau hamper sejajar dan bidang – bidang kekar yang rata atau sedikit

melengkung

b. Tidak sistematik.

2) Ukuran :

a. Master joint : puluhan sampai ratusan meter

b. Minor joint : kurang dari 1 inci

3) Kerapatan

Kerapatan kekar dinyatakan dengan jumlah persatuan jarak lintasan

pengamatan yang dibuat secara garis lurus atau rata – rata jarak antar kekar.

4) Kejadiannya

Secara kejadiannya, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Shear (kekar gerus), yang terjadi akibat adanya tegasan atau gaya

kompresional.

b. Tension (kekar tarikan)

Kekar tarikan dapat dibedakan menjadi :

i. Tension fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah

dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan

hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein.

Page 11: 140710080104 2 1192

15

ii. Release fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya

atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya

utama. Struktur ini sering disebut Stylolite.

Kekar merupakan salah satu gejala struktur yang lebih sulit untuk di

analisis dari yang lainnya, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian

geologi, misalnya sebelum terbentuk lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak

adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan

kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya.

Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan genetiknya yang menunjukkan hubungan pola tegasan

dengan pola kekar yang terbentuk (Hobs, 1976)

Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk

menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar – kekar tersebut

terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar. Dalam penentuan jenis sesar

ini sangat lemah dan data yang dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga jalur sesar

yang diamati dari peta topografi, foto udara, dan peta DEM.

Page 12: 140710080104 2 1192

16

2.4.2.1 Analisis Kekar

Seperti dikemukakan oleh beberapa penulis, dan secara tegas oleh Bott

(1959) bahwa pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate

Shear). Dengan analisis kekar dalam penentuan jenis kekar hal ini dapat

diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson dengan patokan sebagai

berikut :

1. σ 1 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear

yang mempunyai sudut sempit

2. σ 2 – berada pada titik perpotongan antara dua bidang Conjugate Shear.

3. σ 3 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear

yang mempunyai sudut tumpul

4. σ 1 ┴ σ 2 ┴ σ 3

5. Orientasi Tensional Joint ┴ dengan orientasi σ 1

6. Orientasi Stylolites ┴ dengan orientasi σ 3

7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit

8. Bidang shear dan release joint akan membentuk sudut tumpul

2.4.2.2 Proyeksi Stereografi

Proyeksi stereografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri yang

efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang secara

langsung. Pada proyeksi stereografi, unsur struktur geologi digambarkan dan

dibatasi di dalam suatu permukaan bola (sphere). Bila pada suatu bidang miring

Page 13: 140710080104 2 1192

17

ditempatkan pada suatu permukaan bola melalui pusat bola, maka bidang tersebut

akan memotong permukaan bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau

disebut sebagai proyeksi permukaan bola (spherical projection).

Pada umumnya dasar proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi sferis

pada belahan bola bagian bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula yang

memakai bagian atasnya (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola ini digam-

.

Gambar 2.4 Proyeksi stereografi dari sebuah bidang (Ragan, 1973).

barkan pada setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith. Hasil

proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi stereografi.

Struktur bidang atau garis diproyeksikan dengan cara yang sama yaitu melalui

perpotongannya dengan permukaan bola sebagai proyeksi sferis atau titik, dan

diproyeksikan pada bidang horizontal melalui Zenith.

Hasil proyeksi sferis ini masih dalam bentuk tiga dimensi. Untuk mengubah

tampilan tiga dimensi ini menjadi bentuk dua dimensi digunakan proyeksi planar

dari permukaan bola ke dalam suatu bidang planar.

Page 14: 140710080104 2 1192

18

Pengolahan dan analisis data kekar dilakukan dengan menggunakan Proyeksi

Stereografi yang merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis

geologi struktur yang mempresentasikan bentuk tiga dimensi di lapangan dalam

bentuk dua dimensi. data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot

ke dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap

kutub dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari

Kalsbeek).

A B

Gambar 2.5 A. jaring sama sudut (Wulf Net) ; B. Jaring sama luas (Schmidt Net) untuk analisis

data kekar

Setiap data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot ke

dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap kutub

dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari Kalsbeek)

akan menghasilkan bidang puncak maksimal yang merupakan densitas terbesar

dari seluruh data yang diplot. Proses pengeplotan data kekar ini dibantu dengan

program Dips.

Page 15: 140710080104 2 1192

19

Gambar 2.6 Counting Net dari Klasbeek untuk analisis data kekar

2.4.3 Sesar

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami

pergeseran relative (displacement) yang berarti, melalui bidang rekahnya

(Billings, 1972). Suatu sesar dapat berupa bidang sesar, ataupun rekahan tunggal.

Tetapi lebih sering berupa jalur sesar (Fault Zone), yang terdiri lebih dari satu

sesar. Jalur sesar biasanya memiliki dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari

skala minor sampai dengan puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan ada

pergeseran walau sedikit dapat pula dikatakan sebagai sesar minor.

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengetahui dan

mengenal unsur – unsur struktur sebagai berikut:

1. Bidang sesar (slicken side), yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan

yang mengalami pergeseran.

2. Dip sesar, yaitu sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan

diukur tegak lurus dari jurus (strike) kekar. Jurus dan dip sesar ini

menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.

3. Hanging wall, yaitu blok batuan yang berada relatif diatas bidang sesar.

4. Foot wall, yaitu blok batua yang berada relatif dibawah bidang sesar.

Page 16: 140710080104 2 1192

20

5. Slicken line, yaitu garis gerusan yang terbentuk akibat pergeseran di

bidang sesar.

6. Pitch, yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan garis gerus (slicken

line) dengan garis horizontal.

7. Hade, sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan

penyiku dari dip sesar.

8. Throw, komponen vertikal dari slip diukur pada vertikal yang tegak lurus

terhadap jurus sesar.

9. Heave, komponen horisontal yang tegak lurus dari slip diukur pada bidang

vertikal yang tegak lurus terhadap jurus sesar.

Gambar 2.7 Unsur – unsur struktur sesar

Keterangan gambar diatas yaitu :

Blok kiri = footwall

Blok kanan = hanging wall

α = dip

β = pitch

θ = hade = 90o – dip

ae = vertical slip = throw

de = horizontal slip = heave

Page 17: 140710080104 2 1192

21

2.4.3.1 Pemodelan Patahan Anderson (1951)

Anderson membuat suatu pemodelan yang menjelaskan hubungan antara

pola tegasan dan bidang patah yang terbentuk (Gambar 2.6), dengan kesimpulan :

1. Sesar normal terbentuk bila σ1 vertikal.

2. Sesar mendatar terbentuk bila σ2 vertikal.

3. Sesar naik terbentuk bila σ3 vertikal.

2.4.3.3 Teori Sistem Sesar Mendatar Moody and Hill (1956)

Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Moody and Hill (1956) yang

meneliti hubungan tegasan utama terhadap unsur – unsur struktur yang terbentuk

maka muncul teori pemodelan sistem sesar mendatar Moody and Hill sebaga

berikut:

Gambar 2.8 Klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (dalam M. Thomas, 2006),

berdasarkan analisa kekar dalam bentuk stereogram dan sistem tegasannya.

Page 18: 140710080104 2 1192

22

1. Jika suatu materi yang homogen dikenai suatu gaya kompresi akan

menggerus pada sudut 300

terhadap arah tegasan maksimum yang

mengenainya, bidang gerus maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan

menengah dan berada 450 terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang

sudut 150

antara 450 bidang gerus maksimum dan 30

0 bidang gerus yang

terbentuk akibat adanya sudut geser dalam (internal friction).

2. Suatu kompresi stress yang mengenai suatu materi homogen, pada

umumnya dipecahkan ke dalam tiga arah tegasan (sumbu tegasan

maksimum, menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara

adalah suatu permukaan dengan tegasan gerusnya nol, dan seringkali tegak

lurus atau normal terhadap salah satu arah tegasan, akibatnya salah satu

dari tiga arah tegasan tersebut akan berarah vertikal.

3. Orde kedua dari sistem ini muncul dari tegasan orde kedua yang berarah

450

dari tegasan utama orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang

gerus maksimal orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola

sama dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.

4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde

pertama, sehingga tidak mungkin atau sangat sulit untuk membedakan

orde keempat dan seterusnya dari orde pertama, kedua, dan ketiga.

Selain dari pemodelan – pemodelan di atas, sebenarnya masih banyak lagi

pemodelan – pemodelan struktur geologi yang telah dibuat oleh peneliti – peneliti

lainnya.

Page 19: 140710080104 2 1192

23

Gambar 2.9. pemodelan sesar mendatar Moody and Hill (1956)

2.4.3.4 Klasifikasi Sesar

Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu.

Mengingat struktur sesar adalah rekahan di dalam bumi yang ditimbulkan karena

pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya diusahakan untuk

mengetahui arah pergeseran tersebut. Mengingat arah dari pergeseran memiliki

beberapa kemungkinan, dan “pitch” yang berkisar 00

– 900, maka Rickard (1972)

membuat pengelompokan sesar yang termasuk pada “strike-slip” dan “dip-slip”.

Page 20: 140710080104 2 1192

24

Gambar 2.10 Diagram klasifikasi sesar (Rickard, 1972)

Penamaan sesar (Rickard, 1972) berdasarkan nomor yang ada pada gambar 2.11

sebagai berikut:

1. Sesar naik dengan dip < 450 (Thrust slip fault).

2. Sesar naik dengan dip > 450

(Reverse slip fault).

3. Sesar naik dekstral dengan dip < 450

(Right thrust slip fault)

4. Sesar dekstral naik dengan dip < 450 (Thrust right slip fault)

5. Sesar dekstral naik dengan dip > 450

(Reverse right slip fault)

6. Sesar naik dekstral dengan dip > 450 (Right reverse slip fault)

7. Sesar dekstral (right slip fault)

8. Sesar dekstral normal dengan dip < 450

(Lag right slip fault)

9. Sesar normal dekstral dengan dip < 450

(Right lag slip fault)

10. Sesar normal dekstral dengan dip > 450

(Right normal slip faut)

11. Sesar dekstral normal dengan dip > 450

(Normal right slip fault)

12. Sesar normal dengan dip < 450

(Lag slip fault)

Page 21: 140710080104 2 1192

25

13. Sesar normal dengan dip > 450

(Normal slip fault)

14. Sesar normal sinistral dengan dip < 450 (Left lag slip fault)

15. Sesar sinistral normal dengan dip < 450

(Lag left slip fault)

16. Sesar sinistral normal dengan dip > 450 (Normal left slip fault)

17. Sesar normal sinistral dengan dip > 450 (Left Normal slip fault)

18. Sesar sinistral (Left slip fault)

19. Sesar sinistral naik dengan dip < 450

(Thrust left slip fault)

20. Sesar naik sinistral dengan dip < 450

(Left thrust slip fault)

21. Sesar naik sinistral dengan dip > 450

(Left reverse slip fault)

22. Sesar sinistral naik dengan dip > 450

(Reverse left slip fault)

Untuk Geometri dari sesar, Geometrinya sangat ditentukan sekali oleh jenis

tegasan yang mendeformasi batuan. Berikut adalah beberapa geometri sesar:

1. Planar, sesar dengan geometri bidang yang lurus

2. Listric sesar dengan geometri bidang yang cekung keatas (kemiringan

bidang sesar makin dalam makin berkurang)

3. Stepening downward atau cembung keatas (kemiringan bidang sesar

makin dalam makin besar)

4. Anastomosing sesar dengan bidang becabang-cabang yang tidak beraturan

2.4.4 Lipatan

Lipatan merupakan suatu bentuk lengkungan dari suatu bidang perlapisan

batuan yang diakibatkan baik oleh tektonik maupun non tektonik. Bentuk

Page 22: 140710080104 2 1192

26

lengkungan tersebut dicirikan oleh jurus dan kemiringan perlapisan atau

strike/dip. Lipatan yang diakibatkan oleh tektonik biasanya mempunyai pola-pola

tertentu tergantung dari tegasan atau gaya yang mempengaruhinya. Sedangkan

lipatan non-tektonik dapat terbentuk akibat longsoran seperti struktur slump atau

gravity sliding, pola lipatan ini umumnya tidak beraturan.

Unsur-unsur geometri lipatan terdiri atas limb (sayap lipatan), inflexion

point (titik balik lengkungan pada sayap lipatan), trought (daerah terendah

lipatan), crest (puncak lipatan), hinge (titik maksimum lengkungan), depresion

(titik terendah puncak lipatan), culmination (titik terendah puncak lipatan), axial

line (garis yang menghubungkan hinge point), axial plane (bidang sumbu lipatan

yang membagi sudut sama besar antar sayap), plunge (sudut penunjaman lipatan

dengan arah horizontal), fold axis (sumbu lipatan),horizontal plane (bidang khayal

mendatar dari lipatan)

Klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964) berdasarkan nilai sudut interlimb

(sudut yang dibentuk oleh perpotongan dan perpanjangan kemiringan limb dan

nilai sudut penungjaman (plunge). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel

dibawah ini;

Page 23: 140710080104 2 1192

27

Tabel 2.2 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut interlimb (Fleuty, 1964)

Tabel 2.3 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut Plunge (Fleuty, 1964)

Sudut interlimb Klasifikasi Lipatan

1800-120

0 Gentle

1200-70

0 Open

700-30

0 Close

300-0

0 Tight

00 Isoclinal

Negatif Mushroom

Sudut Plunge Klasifikasi Lipatan

00-10

0 Horizontal

100-30

0 Gently plunging fold

300-60

0 Moderately plunging fold

600-80

0 Steeply inclined fold

800-90

0 Vertical fold