119141869-referat-ulkus-kornea
TRANSCRIPT
Case Report Sesion
ULKUS KORNEA
Oleh :
Hendra Amalfi 07120114
Septry Larissa 07120118
Pembimbing :
Dr. Ardizal Rahman SpM ( K )
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RS Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan
kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat
terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan
yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi
berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
3
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat
akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, klasifikasi,
gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosa dari ulkus kornea.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk pengetahuan penulisan tentang ulkus kornea.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk
pada berbagai literatur.
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.1
4
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
5
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.4
6
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
7
II.2 ULKUS KORNEA
II.2.1.DEFINISI 2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
II.2.2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah
mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun
infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai
periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan
angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
8
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5
tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi,
neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
II.2.3 ETIOLOGI1,4,5,6
1. Radang
2. Infeksi
3. Devisiensi vitamin A
4. Lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII
5. Lesi saraf ke III (neurotrofik)
6. Ulkus Mooren
Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, achantamoeba dan herpes simpleks.
bakteri :
streptokokus alfa hemolitik,
stafilokokus aureus,
moraxela likuefasiens
psedomonas aeruginosa,
nocardia asteroides,
alcaligenes sp.,
streptokokkus anaerobik,
streptokokkus betahemolitik,
enterobakter hanifae,
proteus sp,
stafilokkokus epidermidis
infeksi campuran :
o erogenes dan stafilokokus aureus
o moraxella sp dan staf.ilokokus aureus
9
o streptokokus alfa hemolitik dan stafilokokus aureus.
Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar
bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka
akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
10
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
II.2.4. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
11
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan
superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih
kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan
terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5
PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit tukak kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan
parut.
1. Pada proses yang proresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit
yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.
2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan
fbroblas.
II.2.5. KLASIFIKASI
12
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
II.2.6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang diberikan (subjektif):
mata merah
Sakitmata ringan hingga berat
Fotofobia,
Penglihatan menurun,
Mata terkadang kotor.
Tanda:
Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel
radang pada kornea.
13
Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia
posterior.
Pada tukak kornea yang disebabkan :
Kokus gram (+),
staf aureus dan
treptokok pnemoni.
Pseudomonas jamur Virus
Tukak yang
terbatas,
Berbentuk bulat
atau lonjong,
Berwarna putih
abu-abu pada anak
tukak yang
supuratif.
Tukak akan
melebar dengan
cepat, bahan
purulen berwarna
kuning hijau
terlihat melekat
pada permukaan
tukak.
Infiltrat akan
berwarna abu-abu
dikelilingi infiltrat
halus disekitarnya
(fenomena satelit).
Bila tukak
berbentuk dendrit
akan terdapat
hipestesi pada
kornea.
jamur dan bakteri Virus
akan terdapat defek epitel yang
dikelilingi leukosit polimorfnuklear.
akan terlihat reaksi hipersensitivitas
disekitarnya.
Bila proses pada tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit,
fotofobia, berkurang infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah
kecil.
14
II.2.7.DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium tukak kornea :
keratomalasia dan
infiltrat sisa karat benda asing.
Pemeriksaan laboratorium :
1. Untuk setiap tukak kornea : pemeriksaan agar darah, sabouraud, triglikolat,
dan agar coklat.
2. Untuk tukak yang disebabkan karena jamur : sediaan hapus yang memakai
larutan KOH.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
15
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
16
Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram ulkus
kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar 11. aPewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. bPewarnaan gram ulkus
kornea
II.2.8.PENGOBATAN
Tujuan pengobatan pada tukak kornea adalah:
Menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi
radang dengan steroid.
Pengobatan umum untuk tukak kornea adalah
1. Siklopegik
2. Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva
3. Pasien dirawat bila mengancam perforasi,
17
4. Pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
5. Tidak terdapat reaksi obat
6. Perlu obat sistemik.
7. Penanganannya:
o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan
berfungsi sebgai inkubator.
o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
o Debridement sangat membantu penyembuhan.
o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal
kecuali keadaan berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2
munggu.
Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
Dengan pengobatan tidak sembuh
Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
18
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C.
Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang
telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
19
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >
10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis
anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
20
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas
disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi
pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva
ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh
menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi
perforasi.
3. Keratoplasti
21
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta
memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 14. Keratoplasti
II.2.9. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil
pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
II.2.10. KOMPLIKASI 7
22
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
II.2.11. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi,
maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik.
II.3 ULKUS KORNEA SENTRAL
23
II.3.1. ETIOLOGI
Ulkus kornea sentral biasanya bakteri ( pseudomonas, pneumokok, moraxela
liquifaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e,coli, proteous), virus
(herpes simpleks, herpes zoster), jamur (candida albikan, fusarium solani, spesies
nokardia, sefalosporium, dan aspergilus).
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang sehat.
Terdapat factor predisposisi untuk terjadinya tukak kornea seperti erosi pada kornea,
keratitis neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat
anestetika, pemakai I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan.
A. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu
reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa
ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.
24
Gambar 3.a UlkusKornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea
Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya
ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
B. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian
sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,
seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
C. Ulkus Kornea Virus
25
Ulkus KorneaHerpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada
mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea
keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk
dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster
berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan
rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan
tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi
pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar
preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan
fluoresin dengan benjolan diujungnya
Gambar 5.a UlkusKornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea
Herpetik
D. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.
26
II.4. ULKUS KORNEA PERIFER
A. ulkus marginal
definisi : merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas
yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelianannya.Dasar kelainannya : suatu rx. Hipersensitivitas terhadap
eksotoksin stafilokokus. (blefarokonjungtivitis stafilokokus).
27
Gambar 7. Ulkus Marginal
Etiologi:
alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular.
Pada infeksi local dapat mengakibatkan keratitis kataral marginal, yang
biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.
Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang
disebabkan Moraxella (disebut konjungtivitis angular), basil Koch
weeks atau proteus vulgaris.
Perjalanan penyakit dapat berubah-ubah, dapat sembuh cepat dapat
pula timbul atau kambuh dalam waktu singkat.
Pathogenesis: Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri,
antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi
melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier
atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada
akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.
Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari.
Manifestasi klinis :
Biasanya bersifat recurrent dengan kemungkinan terdapatnya streptococcus
pneumonie, hemophillus aegepty, Moraxella Lacunata dan Esrichia.
Gejala dan tanda :
Subjektif (keluhan pasien) Objektif (tanda klinis)
1. Penglihatan / visus menurun
2. Rasa sakit pada mata
1. infiltrate dan tukak yang
diduga kompleks Ag dan Ab
28
3. Fotofobia
4. Lakrimasi
secara histoptologik : terlihat
sebagai ulkus/abses.
2. Terdapat satu mata
blefarospasme, injeksi
konjungtiva, infiltrate / ulkus
yang memanjang dan dangkal.
Dapat terbentuk
neovaskularisasi dari arah
limbus.
3. Pada konjungtivitis angular
yang disebabkan oleh
Moraxella (diplobasil),
menghasilkan bahan-bahan
proteoitik yang
mengakibatkan defek epitel.
Terapi:antibiotic dengan steroid local dapat diberikan sesudah kemungkinan
infeksi virus herpes simpleks disingkirkan. Pemberian steroid sebaiknya dalam
waktu yang singkat disertai dengan pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.
B. ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Albert Mooren adalah seorang dokter Jerman pada tahun 1828-1899 yang
menguraikan tukak serpiginosa kronik yang terdapat pada lansia.
definisi : suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea,
dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh
kornea.
Merupakan tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia
lanjut, sering disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat
pada wanita usia pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25%
mengalami billateral.
29
Gambar 8. Mooren's Ulcer
Dasar kelainan : rx. Hipersensitivitas terhadap protein tuberculosis,
virus, auto imun,dan alergi terhadap toksin ankilostoma. (ilyas ijo )
Pathogenesis : Tukak ini menghancurkan membran Bowman dan stroma
kornea, tidak terdapat neovaskularisasi pada bagian yang sedang aktif,
bila kronik akan terlihat jaringan parut dan vaskularisasi. Jarang terjadi
perforasi ataupun hipopion.
Proses yang terjadi kemungkinan kematian sel yang disusul dengan
pengeluaran kolagenase.
Banyak pengobatan yang dicoba, namun belum ada yang memberikan
hasil yang memuaskan.
(internet)
gejala dan tanda
Subjektif Objektif
1. Sakit terlihat berat
2. 25% bilateral
3. proses yang terjadi : kematian
sel yang disusul dg
pengeluaran kolagenase.
Pasien tua terutama laki-laki, 75%
unilateral dengan rasa sakit yang
tidak berat, prognosis sedang dan
jarang perforasi.
Pasien muda laki-laki, 75%
binocular, dengan rasa sakit dan
berjalan progesif. Prognosis buruk,
1/3 kasus terjadi perforasi kornea.
30
Terapi : pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotika, anti virus, anti
jamur, kolagenase inhibitor, heparin dan pembedahan keratektomi, lameler
keratoplasti dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum
memberi hasil yang memuaskan.
C. Ulkus cincin (ring ulcer)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
BAB III
KESIMPULAN
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma
Penyebabnya adalah
31
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Acanthamoeba
Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Radiasi atau suhu
Sindrom Sjorgen
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
Gejala yang diberikan (subjektif):
mata merah
Sakitmata ringan hingga berat
Fotofobia,
Penglihatan menurun,
Mata terkadang kotor.
Tanda:
Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.
32
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel
radang pada kornea.
Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia
posterior.
Pengobatan umum untuk tukak kornea adalah
Siklopegik
Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva
Pasien dirawat bila mengancam perforasi,
Pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
Tidak terdapat reaksi obat
Perlu obat sistemik.
Penanganannya:
o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan
berfungsi sebgai inkubator.
o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
o Debridement sangat membantu penyembuhan.
o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal
kecuali keadaan berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2
munggu.
Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
Dengan pengobatan tidak sembuh
Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
2. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006
7. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes Oftamolog i.
Jakarta:Penerbit Erlangga, 2006. hal. 5