10_luluk sulistiyono hal 82-93.pdf

12
Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 82 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA PADA BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN OLEH PETANI SLPHT DAN NON-SLPHT DI PROVINSI JAWA TIMUR Luluk sulistiyono 1) , Rudy C Tarumingkeng 2) , Bunasor Sanim 3) , Dadang 4) 1), Mahasiswa Program Doktor Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor 2) , Dosen Program Studi Managemen Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB Bogor 3) ,Dosen Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Sosial Ekonomi Pertanian IPB Bogor 4) ,Dosen Program Studi Hama dan Penyakit, Fakultas Budidaya Pertanian IPB Bogor Abstract The purpose of this study was to identify the use of four pesticides on vegetable crops and compare the use of pesticides on vegetable crops in the four farmers who never had a course (Field school of Integrated Pest Management/IPM) and never get the courses (Not Field School of Integrated Pest Management/No-IPM). The research was conducted from April to December 2006 continued in August 2010 to February 2011, at the study site Nganjuk, Kediri, Malang and Probolinggo. Respondents were farmers Allium sp, Capsicum sp, Solanum tuberosum and Brassica oleracea as many as 224 people (112 SLPHT farmers and 112 Non SLPHT farmers) taken in acidental sampling. The basic method of research used is descriptive analytical, with a non-parametric statistical analysis with the help of SPSS version 16.0 software. The results showed that in (1) accuracy type category 70.53% is not appropriate, (2) accuracy of the dose 93.75% is not appropriate category, 3) timeliness of the application 94,29% category are not exactly, (4) the precision of how the application proper 63,4 % is categories not appropriate (5) the precision of the target 84,37% are category appropriate. As for the results of the comparison between SLPHT farmers and Non SLPHT indicates the existence of a difference in the significance of the variable precision commodities Allium sp, Brassica oleracea and Solanum tuberosum. Keywords: use of pesticides, plant vegetables, farmer PENDAHULUAN Pada sektor pertanian tanaman sayuran mempunyai peranan penting karena sayuran merupakan tanaman hortikultura penting yang mengandung nutrisi tinggi, terutama vitamin, mineral serta serat yang tinggi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sayuran bagi penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta penduduk (tahun 2010) (BPS 2010), pemenuhan bahan baku industri, membuka lapangan kerja juga untuk meningkatkan pendapatan negara pada sektor pertanian, pemerintah telah memacu produksi sayuran melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program ini telah menimbulkan kosekuensi positif dan negatif. Konsekuensi positif yang ditandai dengan meningkatnya produksi sayuran sehingga sektor pertanian tanaman sayuran mampu menyediakan sayuran bagi penduduk. Dengan program intensifikasi pertanian untuk mencapai sasaran produksi mengakibatkan terjadinya tidak keseimbangan ekosistem, kondisi ini

Upload: anonymous-neqnlgbyqc

Post on 11-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 82

    KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA PADA BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN OLEH PETANI SLPHT DAN NON-SLPHT

    DI PROVINSI JAWA TIMUR

    Luluk sulistiyono1), Rudy C Tarumingkeng2), Bunasor Sanim3), Dadang4)

    1), Mahasiswa Program Doktor Program Studi Teknologi

    Industri Pertanian IPB Bogor

    2), Dosen Program Studi Managemen

    Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB Bogor 3),Dosen Program Studi Ekonomi Pertanian,

    Fakultas Sosial Ekonomi Pertanian IPB Bogor 4),Dosen Program Studi Hama dan Penyakit, Fakultas Budidaya Pertanian IPB Bogor

    Abstract The purpose of this study was to identify the use of four pesticides on vegetable crops and compare the use of pesticides on vegetable crops in the four farmers who never had a course (Field school of Integrated Pest Management/IPM) and never get the courses (Not Field School of Integrated Pest Management/No-IPM). The research was conducted from April to December 2006 continued in August 2010 to February 2011, at the study site Nganjuk, Kediri, Malang and Probolinggo. Respondents were farmers Allium sp, Capsicum sp, Solanum tuberosum and Brassica oleracea as many as 224 people (112 SLPHT farmers and 112 Non SLPHT farmers) taken in acidental sampling. The basic method of research used is descriptive analytical, with a non-parametric statistical analysis with the help of SPSS version 16.0 software. The results showed that in (1) accuracy type category 70.53% is not appropriate, (2) accuracy of the dose 93.75% is not appropriate category, 3) timeliness of the application 94,29% category are not exactly, (4) the precision of how the application proper 63,4 % is categories not appropriate (5) the precision of the target 84,37% are category appropriate. As for the results of the comparison between SLPHT farmers and Non SLPHT indicates the existence of a difference in the significance of the variable precision commodities Allium sp, Brassica oleracea and Solanum tuberosum.

    Keywords: use of pesticides, plant vegetables, farmer

    PENDAHULUAN

    Pada sektor pertanian tanaman sayuran mempunyai peranan penting karena sayuran merupakan tanaman hortikultura penting yang mengandung nutrisi tinggi, terutama vitamin, mineral serta serat yang tinggi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sayuran bagi penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta penduduk (tahun 2010) (BPS 2010), pemenuhan bahan baku industri, membuka lapangan kerja juga untuk meningkatkan pendapatan negara pada sektor pertanian, pemerintah telah

    memacu produksi sayuran melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program ini telah menimbulkan kosekuensi positif dan negatif. Konsekuensi positif yang ditandai dengan meningkatnya produksi sayuran sehingga sektor pertanian tanaman sayuran mampu menyediakan sayuran bagi penduduk.

    Dengan program intensifikasi pertanian untuk mencapai sasaran produksi mengakibatkan terjadinya tidak keseimbangan ekosistem, kondisi ini

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 83

    berdampak pada sistem budidaya pertanian sayuran yaitu munculnya masalah hama, penyakit dan gulma. Gangguan oleh hama, penyakit dan gulma ini selanjutnya disebut dengan organisme pengganggu tanaman (OPT). Data menunjukkan bahwa serangan OPT pada tanaman sayuran pada tahun 2008 mencapai 49.918,9 hektar pertahunnya (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2009). Di Jawa Timur tahun 2008 serangan OPT pada lima tanaman sayuran utama mencapai 4.798,19 hektar (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2009). Menghadapi ancaman serangan OPT, pemerintah telah memprogramkan langkah-langkah penaggulangan meliputi pengaturan pola tanam, pengendalian secara mekanis, biologis dan penggunaan bahan kimia. Praktek penggunaan input kimia, organisme renik dan virus yang tinggi yang berdampak pada kualitas sayuran yang diproduksi menjadi lebih rendah atau kurang sehat. Selain menurunnya kualitas sayuran penggunaan input kimia, organisme renik dan virus yang tinggi juga berdampak pada kualitas lingkungan sekitar lokasi budidaya tanaman sayuran, sehingga pengelolaan lingkungan pertanian menjadi tidak baik. Selain berdampak pada lingkungan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat terutama bagi tenaga penyemprot dan keluarganya, disamping itu menimbulkan resisten dan resurgensi pada organisme pengganggu tanaman (OPT). Untung (1996) melaporkan bahwa jenis insektisida; dosis, waktu, intensitas dan metoda aplikasi insektisida mempengaruhi derajat resistensi suatu jenis hama. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa hampir semua golongan insektisida utama seperti organofosfat, karbamat dan piretroid sintesis dapat menyebabkan resistensi. Efek terhadap gangguan kesehatan petani adalah pengaruh terhadap Cholinesterase petani dan tenaga penyemprot akibat terganggunya aktivitas enzim asetilkolinesterase pada petani bawang

    merah pada tiga kecamatan di Kabupaten Brebes dengan kategori ringan hingga sedang yang mencapai 25,57% dari total petani sampel (Nuryana 2005).

    Sebagai antisipasi terhadap bahaya pestisida diperlukan pengaturan dan pembatasan melalui regulasi pemerintah pada tingkat nasional dan regional (Higley LG. and Wintersteen WK. 1992). Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan data-data dasar melalui studi penggunaan pestisida oleh petani tanaman sayuran. Untuk itu penelitian ini untuk menjawab pertanyaan sejauhmana penggunaan pestisida pada petani sayuran di Propinsi Jawa Timur?. Dalam menjawab pertanyaan tersebut maka tujuan penelitian ini untuk mengukur ketepatan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di propinsi Jawa Timur dan membandingkan penggunaan pestisida oleh petani tanaman sayuran SLPHT dan Non SLPHT.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Desember 2006 dan dilanjutkan pada bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011. Lokasi penelitian di sentra pertanian sayuran meliputi Kabupaten Nganjuk, Kediri, Malang dan Probolinggo. Untuk pengukuran tingkat penggunaan pestisida oleh petani sayuran, data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara langsung dan observasi. Responden yang dijadikan sampel adalah petani pengguna pestisida di lapangan sebanyak 224 petani SLPHT dan Non SLPHT yang diambil dengan teknik acidental sampling. Komoditas yang menjadi obyek penelitian meliputi petani bawang merah (Allium ascalonicum L), cabai (Capsicum sp), kubis (Brassica oleracea L) dan kentang (Solanum tuberosum L). Jumlah sampel masing-masing komoditas 28 petani SLPHT dan 28 petani non SLPHT.

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 84

    Tabel 1 Definisi operasional dan teknik pengukuran variabel penelitian kajian penggunaan pestisida pada petani tanaman sayuran.

    Variabel Definisi Operasional Parameter

    Pengukuran Alat Ukur Kriteria Tepat jenis

    Ketepatan penggunaan pestisida menurut jenis OPT misal : insektisida untuk serangga, rodentisida untuk binatang pengerat, dll.

    Ketepatan jenis penggunaan berdasarkan jenis OPT

    Koesioner Observasi

    Tepat : jika penggunaan pestisida sesuai dengan keperuntukan jenis OPT. Tidak tepat : jika penggunaan pestisida tidak sesuai dengan keperuntukan jenis OPT.

    Tepat sasaran

    Ketepatan penggunaan pestisida sesuai jenis tanaman dan organisme sasaran

    Ketepatan petani dalam penggunaan pestisida sesuai dengan jenis tanaman dan organisme sasaran

    Observasi Tepat : jika sesuai dengan jenis tanaman dan organisme sasaran Tidak tepat : apabila penggunaan tidak sesuai dengan jenis tanaman dan organisme sasaran

    Tepat waktu

    Ketepatan waktu penggunaan pestisida yang paling efektif sesuai dengan fase instar, ambang ekonomi dan kondisi lingkungan

    Ketepatan waktu penggunaan pesisida menurut fase pertumbuhan organisme, nilai ambang ekonomi dan kondisi tidak hujan, angin dan sinar matahari.

    Kuisioner dan Observasi

    Tepat : jika sesuai dengan fase instar dan perhitungan abang eknomi Tidak tepat : jika tidak sesuai dengan fase instar dan ambang ekonomi

    Tepat dosis

    Ketepatan penggunaan pestisida sesuai dengan konsentrasi yang dianjurkan

    Kesesuaian konsentrasi yang digunakan berdasarkan konsentarsi yang tertera pada label kemasan

    Kuesioner dan observasi

    Tepat : sesuai konsentrasi yang tercantum dalam label Tidak tepat : tidak sesuai dengan konsentrasi yang dianjurka (kurang atau lebih)

    Tepat cara

    Ketapatan penggunaan pestisida sesuai dengan formulasi dan cara

    Ketepatan cara aplikasi sesuai formulasi dan penggunaan alat pelindung diri saat

    Kuesioner dan observasi

    Tepat : aplikasi sesuai formulasi dan penggunaan alat pelndung diri lengkap

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 85

    penggunaan dengan mempertimbangkan aspek kesehatan manusia

    aplikasi (topi, kacamata, masker, sarung tangan, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu

    Tidak tepat : tidak sesuai formulasi dan atau tidak lengkap penggunaan pelindung diri.

    Keterangan : tepat (kode 2) dan tidak tepat (kode 1)

    Penggunaan pestisida oleh petani dianalisis secara diskriptif dengan distribusi frekwensi sedangkan untuk membandingkan kedua kelompok petani SLPHT dan Non SLPHT dianalisis dengan statistik non parametrik secara komparatif dengan bantuan komputer menggunakan software Statistic Product and Service Solutions (SPSS version 16.0) melalui uji statistik Mann whitny pada taraf siknifikan : 0,05.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Ketepatan Penggunaan Pestisida oleh petani tanaman sayuran 1) Ketepatan Jenis Pestisida

    Sebagaimana dijelaskan yang dimaksud dengan tepat jenis adalah ketepatan petani dalam menggunakan pesisida sesuai dengan jenis organisme pengganggu tanaman (OPT), misalnya insektisida untuk mengendalikan serangga, herbisida untuk mengendalikan gulma, dan lain-lain.

    Hasil survei lapangan dengan menggunakan kuesioner dan observasi pada empat komoditas dapat dilihat pada Tabel 2.

    Pada komoditas bawang merah, kubis dan kentang, baik pada petani SLPHT dan Non SLPHT macam pestisida yang paling banyak digunakan dalam satu musim tanam > 6 macam formulasi. Bahkan pada budidaya tanaman bawang merah dan kentang formulasi yang digunakan antara 7-9 macam setiap musim tanam. Macam pestisida yang digunakan oleh petani pada umumnya adalah jenis herbisida (minimal 1 macam), insektisida (minimal 2 macam), fungisida (minimal 2 mcam), perekat (minimal 1 mcam) dan ZPT. Adapun akarisida, bakterisida, molluskisida, rodentisida dan lainnya jarang digunakan. Sesuai dengan Herawaty dan Nadhira (2008) menyatakan bahwa pemakaian pestisida pada tanaman sayuran per aplikasi menggunakan dua sampai empat macam formulasi mencapai 88,9 persen.

    Tabel 2 Jenis pestisida yang banyak digunakan oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada komodite cabai di provinsi Jawa Timur tahun 2006

    Komoditas Jumlah Jenis Pestisida

    SLPHT Non SLPHT Kriteria n % n %

    Cabai 1-2 macam

    - - - - Tidak Tepat

    3-4 macam

    2 7,14 3 10,71

    5-6 macam

    8 28,57 6 21,43

    >6 macam

    18 64,29 19 67,86

    Jumlah 28 100,00 28 100,00 Bawang 1-3 - - - - Tidak

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 86

    Merah macam Tepat 4-6 macam

    10 35,71 3 10,71

    7-9 macam

    17 60,71 18 64,29

    >9 macam

    1 3,57 7 25,00

    Jumlah 28 100,00 28 100,00 Kubis 1-2

    macam - - - - Tidak

    Tepat 3-4 macam

    3 10,71 2 7,14

    5-6 macam

    11 39,29 11 39,29

    >6 macam

    14 50,00 15 53,57

    Jumlah 28 100,00 28 100,00 Kentang 1-3

    macam - - - - Tidak

    Tepat 4-6 macam

    5 2,50 2 7,14

    7-9 macam

    15 53,57 18 64,29

    >9 macam

    8 28,57 8 28,57

    Jumlah 28 100,00 28 100,00

    Pada tanaman bawang merah tingginya macam formulasi yang digunakan di musim kemarau dipicu oleh serangan ulat daun (Spodoptera Sp) dan serangan Liriomiza chinensis, sedangkan pada musim penghujan oleh Phytopthora sp, tiga macam OPT inilah yang mengakibatkan macam formulasi pestisida banyak. Faktor lain adalah keinginan petani melakukan pencampuran (mixing) dalam rangka mencari formulasi baru agar memiliki daya racun yang lebih tinggi, dan upaya preventif jika ada hama atau penyakit lain yang akan menyerang. Pencarian formulasi untuk meningkatkan daya racun didasari oleh keyakinan para petani bahwa laju serangan OPT bersifat sporadis dan ada keyakinan bahwa laju resistensi OPT lebih cepat dari pada teknologi formulasi pestisida yang diketahui oleh petani.

    Semakin banyak jenis OPT yang menyerang semakin banyak jenis pestisida yang digunakan karena

    berbeda jenis OPT berbeda jenis pestisidanya, demikian juga semakin berat tingkat serangan dan semakin luas tingkat serangan semakin banyak pula pestisida yang digunakan.

    Dengan demikian penggunaan pestisida yang diaplikasikan untuk mengendalikan serangan OPT cenderung melakukan pengendalian dengan cara mencampur beberapa pestisida sehingga spesifik jenis OPT yang dikendalikan menjadi tidak tepat.

    2) Ketepatan sasaran Tabel 3 menggambarkan bahwa

    ketepatan sasaran penggunaan pestisida pada tanaman sayuan dikategorikan tepat. Hal ini ditunjukan dominansi persentase distribusi frekwensi tepat pada tanaman Cabai dengan nilai rata-rata 85,72 % (SLPHT maupun Non SLPHT), Bawang Merah 83,14 %, Kubis 91,07 % dan Kentang 78,57%. Berdasarkan data tersebut maka dapat

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 87

    disimpulkan bahwa penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dikategorikan tepat sasaran. Meskipun sebagian kecil petani sayuran dikategorikan tidak tepat sasaran dalam

    penggunaan pestisida dikarenakan para petani ada kecenderungan mencari formula baru dengan mencampur dua atau lebih pestisida untuk mengendalikan OPT tertentu

    .

    Tabel 3 Ketepatan sasaran penyemprotan pestisida yang digunakan oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran utama di Jawa Timur tahun 2006

    Komoditas SLPHT Non SLPHT Kriteria n % n %

    Cabai 25 89,29 23 82,14 Tepat 3 10,71 5 17,86 Tidak Tepat

    Jumlah 28 100 28 100 Bawang Merah

    24 85.71 22 78,57 Tepat 4 14,29 6 21,43 Tidak Tepat

    Jumlah 28 100 28 100 Kubis 27 96,43 24 85,71 Tepat

    1 3,57 4 14,29 Tidak Tepat Jumlah 28 100 28 100 Kentang 23 82,14 21 75,00 Tepat

    5 17,86 7 25,00 Tidak Tepat Jumlah 28 100 28 100

    Hal ini dilakukan diawali oleh serangan OPT tertentu yang sulit dikendalikan dengan pestisida yang sudah biasa digunakan oleh petani beberapa bulan yang lalu, sementara pestesida yang telah tersedia dipasaran telah dicoba untuk diaplikasikan dan belum membuahkan hasil yang memuaskan para petani, sehingga munculah inisiatif para petani untuk melakukan trial and error dengan mencampur beberapa pestisida yang menurut prediksi petani akan menghasilkan formulasi yang diharapkan oleh para petani. Proses uji coba ini berjalan secara terus menerus selama belum ada toksisitas pestisida sesuai harapan beberapa petani. 3) Ketepatan Dosis

    Dosis adalah takaran atau ukuran dalan liter, gram atau kilogram pestisida yang digunakan untuk mengendalikan OPT per satuan luas tertentu. Berdasarkan Tabel 24 menunjukkan persentase penggunaan pestisida pada

    seluruh komoditas melebihi dosis yang telah ditetapkan. Pada komoditas Cabai 60,71% (SLPHT) dan 82,154 % (Non SLPHT) melebihi dosis yang tertera pada label kemasan. Tingginya dosis penggunaan pestisida ini disebabkan oleh tingginya tingkat serangan hama yakni Lalat buah, Kutu daun, dan Trips, sedangkan kategori penyakit yakni Virus, Patek atau antracnosa (Oleh Jamur Colletotrichum), Virus kuning, bercak daun (Cercospora sp) dan layu Fusarium. Lima tahun terakhir (2004-2009) yang mendorong volume penggunaan pestisida dengan dosis tinggi adalah serangan Kutu daun (Aphids sp), Trips (trips parvispinus), Patek/Antracnosa (Colletotricum sp), dan layu Fusarium, dengan julah komulatif kenaikan luas serangan mencapai 415,67 %.

    Tingginya penggunaan pestisida pada budidaya tanaman Cabai disebabkan oleh rasa kekawatiran para petani terjadi kerusakan tanaman yang parah oleh serangan OPT khususnya

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 88

    oleh Trips dan Virus. Disisi lain berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan di lapangan bahwa ada fakta yang membuktikan penggunaan pestisida yang disesuaikan dengan dosis kurang berpengaruh nyata dengan pengendalian OPT. Para petani

    memprediksi bahwa hama dan penyakit tanaman sudah mengalami resistensi. Sehingga petani cenderung untuk menggunakan pestisida melebihi dosis anjuran yang tertera pada label kemasan.

    Tabel 4 Ketepatan dosis pestisida yang digunakan oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran utama di Jawa Timur tahun 2006

    Komoditas Ketepatan Dosis SLPHT Non SLPHT Kriteria

    n % n % Cabai = Dosis 9 32,14 2 7,14 Tepat

    < Dosis 2 7,14 3 10,71 Tidak Tepat

    > Dosis 12 42,86 14 50,00 2 x Dosis 3 10,71 4 14,29 >2 x Dosis

    2 7,14 5 17,86

    Jumlah 28 100 28 100 Bawang Merah

    = Dosis - - - - Tepat < Dosis - - - -

    Tidak Tepat

    > Dosis 8 28,57 4 14,29 2 x Dosis 9 32,14 16 57,14 > x Dosis 11 39,29 7 25,00

    Jumlah 28 100 28 100 Kubis = Dosis 2 7,14 1 3,57 Tepat

    < Dosis 3 10,71 1 3,57 Tidak Tepat

    > Dosis 13 46,43 16 57,14 2 x Dosis 7 25,00 9 32,14 >2 x Dosis

    1 3,57 1 3,57

    Jumlah 28 100 28 100 Kentang = Dosis - - - - Tepat

    < Dosis - - - - Tidak Tepat

    > Dosis 4 14,29 4 14,29 2 x Dosis 4 14,29 6 21,43 >2 x Dosis

    20 71,43 18 64,29

    Jumlah 28 100 28 100

    Pengaruh besarnya modal yang diinvestasikan dalam budidaya tanaman cabai sayuran yang besar (menurut ukuran petani), dan modal itu bukan milik pribadi petani yang melainkan berasal dari berbagai sumber pendanaan baik modal sendiri maupun dari pendanaan lainnya, menimbulkan kecemasan yang luar biasa pada diri petani sehingga mendorong petani melakukan penyemprotan secara terjadwal. Data

    yang berhasil dikumpulkan dari petani Cabai penyemprotan dilakukan secara terjadwal mencapai 57,14 % (SLPHT) dan 64,29 % (Non SLPHT).

    Tingginya dosis penggunaan pestisida pada tanaman bawang merah di Jawa Timur karena serangan Ulat bawang (Spodoptera litura), Penggorok daun (Liriomyza chinensis), Trips, Pythopthora dan Altenaria. OPT yang paling tinggi mempengaruhi dosis

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 89

    penggunaan pestisida yakni serangan Ulat bawang (Spodoptera sp, Pengorok daun (Liriomyza chinensis) dan Pythopthora, diketahui lima tahun terakhir (2004-2009) serangan OPT ini mengalami peningkatan secara signifikan yang mecapai sepuluh kali lipat (958,98 %).

    Di Jawa Timur lima tahun terakhir ini pada tanaman kubis khususnya varitas dataran tinggi sering mengalami serangan organisme pengganggu tanaman beberapa jenis OPT, jenis OPT yang menyerang dengan intensitas serangan luas ada 3 (tiga) jenis yaitu Ulat daun (Pluttela xylostella), Ulat krop (Crosidolomia binotalis) dan Akar gada (Plasmodiophora brasicae). Namun serangan Plutella xyllostela dan Plasmodiophora brassicae pada waktu lima tahun terkahir mengalami penurunan -6,75 % dan -17,42 %, namun meskipun menurun luas serangan masih dikategorikan tinggi karena pada tahun 2009 serangan mencapai 402,27 ha dan Palsmodiophora brassicae seluas 126,50 ha. Sedangkan tingkat serangan masih tetap bertahan, bahkan cenderung terjadi peningkatan luas serangan yaitu Crocidolomia binotalis dengan luas serangan rerata 49,38 ha per tahunnya. Jenis hama yang paling dominan menyerang tanaman kubis per satuan luasnya adalah Plutella xylostella. Karena luas serangan Plutella xylostella paling besar maka penggunaan pestisida paling tinggi jika dibandingkan dengan hama lainnya.

    Distribusi frekwensi penggunaan pestisida paling tinggi pada komoditas kentang adalah >2x dosis dengan jumlah rerata responden 67,86 % dari seluruh responden. Tingginya dosis penggunaan pestisida ini banyak diaplikasikan untuk pengendalian Phytothora infestan karena memiliki luas serangan paling tinggi jika dibandingkan dengan serangan OPT lainnya yang mencapai 578,73 ha..

    Selain pada itu dosis penggunaan pestisida tinggi oleh para petani karena serangan Phytopthora infestans yang berkemampuan menyerang sangat mengkawatirkan petani. Pertimbangan lain petani menggunakan pestisida yang tinggi dosis pada tanaman kentang karena para petani dihantui oleh rasa kekawatiran yang sangat hebat mengingat nilai investasi yang tinggi. Kondisi yang demikian, mendorong petani untuk melakukan upaya preventif dengan dosis yang tinggi. Selain itu petani juga berpendapat bahwa resistensi hama dan penyakit terus meningkat dengan bertambahnya waktu sehingga penggunaan dosis tinggi lebih efektif. 4) Ketepatan waktu aplikasi

    Tabel 5 menunjukkan bahwa frekwensi tertinggi dlakukan secara terjadwal atau sistem kalender disusul aplikasi pengamatan sekilas diawal saat aplikasi perdana dan terjadwal dan terakhir pengamatan menurut amang ekonomi. Pada komoditas Cabai rata-rata aplikasi secara terjadwal mencapai 55,36 %, yang didahului pengamatan di awal aplikasi perdana 37,5 %, sedangkan pengendalian OPT yang berorientasi pada nilai ambang ekonomi atau ambang pengendalian ditemukan pada petani SLPHT 14,29 %.

    Pada komoditas bawang merah paling tinggi aplikasi pestisida juga dilakukan secara terjadwal dengan rata-rata distribusi frekwensi responden mencapai 57,14 %, sedangkan aplikasi dengan pengamatan diawal dan dilanjutkan terjadwal mencapai 33,93 % dan yang menarik perhatian pada data ini aplikasi pestisida didahului dengan analisa ambang ekonomi pada petani Non SLPHT ada 1 responden atau 3,57 % sedangkan pada petani SLPHT 14,29 %.

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 90

    Tabel 5 Waktu penyemprotan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran utama di propinsi Jawa Timur tahun 2006

    Komoditas Ketepatan waktu

    SLPHT Non SLPHT Kriteria n % n %

    Cabai Ambang ekonomi

    4 14,29 - - Tepat

    Pengamatan dan terjadwal

    12 42,86 9 32,14 Tidak Tepat

    Terjadwal 12 42,86 19 67,86 Jumlah 28 100 28 100 Bawang merah

    Ambang ekonomi

    4 14,29 1 3,57 Tepat

    Pengamatan dan terjadwal

    9 32,14 10 35,71 Tidak Tepat

    Terjadwal 15 53,57 17 60,71 Jumlah 28 100 28 100 Kubis Ambang

    ekonomi 3 10,71 - - Tepat

    Pengamatan dan terjadwal

    9 32,145 7 25,00 Tidak Tepat

    Terjadwal 16 57,71 23 82,4 Jumlah 28 100 28 100 Kentang Ambang

    ekonomi 3 10.71 - - Tepat

    Pengamatan dan terjadwal

    11 39,29 7 25,00 Tidak Tepat

    Terjadwal 14 50,00 21 75,00 Jumlah 28 100 28 100

    Demikian halnya pada komoditas kentang, waktu aplikasi pestisida pada tanaman sayuran ayoritas dilakukan secara terjadwal dengan nilai rata-rata distribusi frekwensi responden mencapai 62,5 % sedangkan waktu aplikasi pestisida yang didahului dengan pengamatan awal kemudian terjadwal 32,15 %. Pada kelompok petani SLPHT ditemukan waktu aplikasi pestisida dengan diawali dengan evaluasi serangan OPT dengan nilai ambang ekonomi (AE) sebanyak 3 responden dari 28 responden atau sebesar 10,71 %.

    5) Ketepatan Cara Aplikasi Tabel 6 menunjukkan bahwa cara

    aplikasi pestisida pada tanaman sayuran dikategorikan tepat banyak terjadi pada petani SLPHT dengan nilai rata-rata 72,32 %.Pada petani Non SLPHT lebih banyak kategori tidak tepat 45,53 %. Ketidaktepatan cara aplikasi pestisida 98 % disebabkan oleh penggunaan alat pelindung diri yang tidak lengkap sedang 2 % karena kesalahan aplikasi formulasinya. Keselahan formulasi ini banyak didorong oleh keinginan para petani untuk membuat formula baru yang diyakini oleh para petani bahwa akan lebih beracun.

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 90

    Tabel 6 Cara penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran utama di propinsi Jawa Timur tahun 2006

    Komoditas SLPHT Non SLPHT Kriteria n % n %

    Cabai 19 67,86 10 35,71 Tepat 9 32,14 18 64,29 Tidak

    Tepat Jumlah 28 100 28 100 Bawang merah

    15 53,57 9 32,14 Tepat 13 46,43 19 67,86 Tidak

    Tepat Jumlah 28 100 28 100 Kubis 20 71,43 16 57,14 Tepat

    8 28,57 12 42,85 Tidak Tepat

    Jumlah 28 100 28 100 Kentang 27 96,43 26 92,86 Tepat

    1 3,57 2 7,14 Tidak Tepat

    Jumlah 28 100 28 100

    Tingginya nilai persentase pada petani SLPHT kategori tepat (72,32%) jika dibandingkan dengan petani Non SLPHT (45,53%) disebabkan oleh pengetahuan tentang pestisida lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Non SLPHT. Sebagaimana substansi SLPHT di dalamnya menjelaskan tentang efek negatif pestisida dan cara menghindari resiko bagi kesehatan manusia. Hal ini sesuai dengan Robert P. dan Rice Jr. (2000) yang menyebutkan bahwa di dalam Integrated Pest Management memuat materi tentang prinsip-prinsip pengendalian OPT, regulasi pestisida juga prinsip-prinsip penggunaan pestisida yang aman.

    Perbandingan penggunaan pestisida pada petani SLPHT dan Non SLPHT

    Sebagaimana kaidah penggunaan pestisida bahwa selain pestisida memiliki nilai ekonomis yang artinya penggunaan pestisida dapat memberikan keuntungan

    tetapi juga dapat mengakibatkan kerugian. Maka penggunaan pestisida secara bijaksana menjadi penting. Kaidah penggunaan pestisida yang dimaksud adalah penerapan prinsip 5 (lima) tepat yakni sasaran, jenis, dosis, waktu dan cara (Dirjen Sarprastan, 2010). Hasil pengolahan data dengan uji statistik Mann Whitny dengan bantuan software SPSS version 16.0 for windows,perbadingan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur oleh petani SLPHT dan Non SLPHT, disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7 menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada petani masing-masing komoditas menunjukkan perbedaan yang siknifikan 35.% dan yang tidak signifikan 65 % dari sub variabel. Hal ini menggambarkan bahwa pada petani SLPHT dan Non SLPHT secara umum perilaku dalam penggunaan pestisida tidak berbeda nyata pada taraf : 0,05.

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 92

    Tabel 7 Probablitity value perbandingan penggunaan pestisida oleh petani tanaman sayuran SLPHT dengan Non SLPHT di propinsi Jawa Timur tahun 2006

    No Indikator Probabilty Value perbandingan petani

    SLPHT & Non SLPHT Allium sp Capsicum

    sp Brassica sp

    Solanum sp

    1 2 3 4 5 6 1. Tepat Jenis 0,002 0,322 0,001 0,007 2. Tepat Dosis 0,745 0,040 0,480 0,061

    3. Tepat Sasaran

    0,530 0,549 0,164 0,583

    4. Tepat Waktu 0,078 0,031 0,112 0,036 5. Tepat Cara 0,108 0,017 0,269 0,556

    Berdasarkan Tabel 7 diatas`menggambarkan bahwa implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur banyak yang tidak tepat dan cenderung tidak berbeda nyata antara kedua petani. Sebagaimana data ketepatan jenis yang diperoleh pada tanaman cabai tidak berbeda nyata antara petani SLPHT dan Non SLPHT hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai mulai dari gulma, lalat buah, kutu daun, trips, Antracnose, virus, virus kuning dan Bakteri. Sehingga petani ada kecenderungan untuk menggunakan formulasi lebih dari 6 (enam) macam formulasi pestisida, pada petani SLPHT (64,29 %) dan 5-6 macam pestisida (28,57 %) pada petani Non SLPHT (67,86 %) serta 5-6 macam jenis 21,43%. Sesuai dengan pendapat Kruniasih dan Paramita (2006) yang menyatakan bahwa pada budidaya tanaman sayuran penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT tanaman lebih dari 3 macam formulasi pestisida, hal ini sangat tergantung pada tingkat dan macam serangan OPT.

    Pada komoditas bawang merah, kubis dan kentang, baik pada petani SLPHT dan Non SLPHT macam pestisida yang paling banyak digunakan dalam satu musim tanam > 6 macam formulasi (>53%). Bahkan pada budidaya

    tanaman bawang merah dan kentang formulasi yang digunakan antara 7-9 macam (>64%) setiap musim tanam. Jenis pestisida yang digunakan oleh petani pada dapat diklasifikasikan sebagai berikut herbisida (minimal 1 macam), insektisida (minimal 2 macam), fungisida (minimal 2 macam), perekat (minimal 1 mcam) dan ZPT. Pada tanaman bawang merah tingginya macam formulasi yang digunakan di musim kemarau dipicu oleh serangan ulat daun (Spodoptera Sp) dan serangan Liriomiza chinensis, pada musim penghujan oleh Phytopthora Sp. Banyaknya formulasi pestisida yang digunakan juga disebabkan oleh keinginan petani untuk mencari formulasi baru dengan cara mixing.

    KESIMPULAN Penggunaan pestisida pada

    tanaman sayuran pada empat komoditi dikategorikan tidak tepat kecuali variabel ketepatan sasaran jenis tanaman dan organisme sasaran. Penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT menunjukkan tidak berbeda nyata kecuali pada (1) ketepatan jenis pada petani Allium sp, Brassica oleracea L dan Solanum tuberosum L, (2) tepat waktu pada petani Capsicum sp dan Solanum tuberosum L.

  • Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 93

    ]DAFTAR PUSTAKA

    BPS Jatim (2010) Jumlah Penduduk Jatim Tahun 2010. Surabaya. Badan Pusat Statistik.

    Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2009. Data Serangan OPT Sayuran Nasional.Jakarta. Direktorat Perlindungan Hortikultura.

    Ditjen Sarprastan 2010. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta. Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian. Direktorat Pupuk Dan Pestisida Kementrian Pertanian. h. 23-25.

    Herawaty, Nadhira A (2008) Kajian Penggunaan Pestisida oleh Petani Pemakai Serta Informasi dari Berbagai Stakeholder terkait Di Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara. https:// www.info.stppmedan.ac.id/pdf/jurnalhera. (17 Juli 2011)

    Higley LG., Wintersteen WK. 1992. A Novel Approach to Environmental Risk Assesment of Pesticides as a Basisfor Incoporating Environment Cost into Economic Injury Levels. American Entomologist. Spring92:p. 34-39.

    Kruniasih I., Paramita S. 2006. Penggunaan Pestisida Dalam Pengendalian Hama Terpadu Petani Sayuran di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta. Yogyakarta. Fakultas Pertanian Universitas Jayabadra. Agros: 8 (1):103-115

    Nuryana. 2005. Pengaruh Intensitas Kontak Pestisida dengan Aktifitas Cholinesterase pada petani Bawang Merah di Brebes (Thesis). Bogor.

    Institut Pertanian Bogor. hlm 78-82

    Robert P., Rice Jr., (2000) Teaching Integrated Pest Management Using the Learning-by-doing Philoshopy. San Luis Obispo. Environmental Horticultural Science Departement, California polytechnic State University. Hortechnology. 10(2):287-289.

    Untung K. 1996. Residu Pestisida sebagai Indikator Ekolabel Hasil Pertanian. Lokakarya Peraturan dan Penanganan Residu Pestisda dan Hasil Tanaman Pangan dan Hortikultura. Cisarua Bogor. hlm.9.