1073b - dinamika hukum ketenagakerjaan indonesia - final - agusmidah_bab 1

13
1 BAB 1 PEMAHAMAN ISTILAH A. KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang berbagai pengertian dasar dalam Hukum Ketenagakerjaan, sifat, objek dan landasan Hukum Ketenagakerjaan. B. INDIKATOR Mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan pengertian‐pengertian yang dikenal dalam Hukum Ketenagakerjaan. 2. menjelaskan sifat Hukum Ketenagakerjaan 3. menjelaskan objek Hukum Ketenagakerjaan 4. menjelaskan landasan, asas dan tujuan dari Hukum Ketenagakerjaan C. DAFTAR ISTILAH KUNCI Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh yaitu: “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. D. MATERI 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan 1 Ada berbagai rumusan tentang arti dari istilah Hukum Ketenagakerjaan. Termuat di buku Iman Soepomo yang berjudul Pengantar Hukum Perburuhan beberapa pengertian yang diambil dari ahli hukum perburuhan. Beberapa di antaranya adalah: 2 1 Dalam buku ini istilah Hukum Ketenagakerjaan sepadan dengan istilah Hukum Perburuhan sehingga istilah ini akan digunakan secara silih berganti dengan makna yang sama. 2 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Djambatan, Jakarta, Cet. XI, 1995), hlm. 1‐2.

Upload: ayuwandirafs

Post on 26-Jun-2015

186 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

  

BAB 1  

PEMAHAMAN ISTILAH 

A. KOMPETENSI  

Mahasiswa  diharapkan  mampu  menjelaskan  tentang berbagai  pengertian  dasar  dalam  Hukum  Ketenagakerjaan, sifat, objek dan landasan Hukum Ketenagakerjaan. 

B. INDIKATOR 

Mahasiswa diharapkan mampu:  1. menjelaskan  pengertian‐pengertian  yang  dikenal 

dalam Hukum Ketenagakerjaan. 2. menjelaskan sifat Hukum Ketenagakerjaan  3. menjelaskan objek  Hukum Ketenagakerjaan  4. menjelaskan  landasan,  asas  dan  tujuan  dari  Hukum 

Ketenagakerjaan 

C. DAFTAR ISTILAH KUNCI 

Ketenagakerjaan  adalah  segala  hal  yang  berhubungan  dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 

Tenaga  kerja  adalah  setiap  orang  yang  mampu  melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 

Pekerja/buruh  yaitu:  “setiap  orang  yang  bekerja  dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. 

D. MATERI 

1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan1  Ada  berbagai  rumusan  tentang  arti  dari  istilah  Hukum 

Ketenagakerjaan. Termuat di buku Iman Soepomo yang berjudul Pengantar Hukum Perburuhan beberapa pengertian yang diambil dari ahli hukum perburuhan. Beberapa di antaranya adalah:2 

1  Dalam  buku  ini  istilah  Hukum  Ketenagakerjaan  sepadan  dengan  istilah 

Hukum Perburuhan  sehingga  istilah  ini  akan digunakan  secara  silih  berganti  dengan makna yang sama.  

2 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Djambatan, Jakarta, Cet. XI, 1995),  hlm. 1‐2. 

Page 2: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

2

Molenaar;  sarjana  Belanda  ini  mengatakan  bahwa  "ar‐beidsrecht"  (Hukum  Perburuhan)  adalah  bagian  dari hukum  yang  berlaku  yang  pada  pokoknya  mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.   

Istilah  "Arbeids­recht"  menurutnya  harus  dibatasi  pada hukum  yang  bersangkutan  dengan  orang‐orang  yang berdasarkan perjanjian‐kerja,  bekerja  pada  orang  lain. Apabila  mereka  tidak  ataupun  tidak  lagi  atau  pun belum  bekerja  pada  orang  lain,  tidak  termasuk  dalam pembahasan hukum perburuhan.  

M.G.  Levenbach;    merumuskan  hukum  perburuhan  atau arbeidsrecht sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan  dengan  keadaan  penghidupan  yang langsung ada sangkut‐pautnya dengan hubungan‐kerja, dimaksudkannya  peraturan‐peraturan  mengenai persiapan  bagi  hubungan‐kerja  yaitu  penempatan dalam  arti‐kata  yang  luas,  latihan  dan  magang, mengenai  jaminan  social  buruh  serta  peraturan‐peraturan mengenai badan dan organisasi‐organisasi di lapangan perburuhan.  

N.E.H  van  Esveld;  beliau  tidak  membatasi  lapangan "arbeidsrecht"  pada hubungan  kerja  dimana dilakukan dibawah  pimpinan  (pengusaha/  majikan),  namun menurutnya  meliputi  pula  pekerjaan  yang  dilakukan oleh  swa  pekerja  yang  melakukan  pekerjaan  atas tanggung jawab dan resiko sendiri. 

Pendapatnya  ini  di  sandarkan  pada  penyangkalan  atas teori  Marx  di    mana  dalam  Hukum  Perburuhan  yang menjadi  pusat  perhatian  adalah  soal  pekerjaan  dan bukan  kedudukan  para  buruh  (dibawah  perintah majikan). Pendapat ini dipengaruhi oleh ajaran Katolik yang  memaknakan  pekerjaan  dalam  pengertian  yang luas,  walaupun  yang  utama  tentang  pekerjaan  yang dilakukan oleh pekerja/buruh. 

MOK;  berpendapat  bahwa  “arbeidsrecht”  adalah  hukum yang  berkenaan  dengan  pekerjaan  yang  dilakukan  di bawah  pimpinan  orang  lain  dan  dengan  keadaan penghidupan  yang  langsung  bergandengan  dengan pekerjaan tersebut.  

Page 3: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

 

Iman  Soepomo;  dari  berbagai  pengertian  di  atas  beliau membuat  rumusan  tentang  arti  kata  Hukum Perburuhan  adalah  himpunan  peraturan,  baik  tertulis maupun  tidak  yang  berkenaan  dengan  kejadian  di mana  seseorang  bekerja  pada  orang  lain  dengan menerima upah.3  

Perkembangan  istilah  dewasa  ini  menunjukkan  bahwa penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan sebagainya  yang  dalam  literatur  lama  masih  sering ditemukan  sudah  digantikan  dengan  istilah “Ketenagakerjaan”  sehingga  dikenal  istilah  “Hukum Ketenagakerjaan”  untuk  menggantikan  istilah  Hukum Perburuhan,  juga  sejak  tahun  1969  dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah orang yang  mampu  melakukan  pekerjaan  baik  di  dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau  barang  untuk  memenuhi  kebutuhan  masyarakat. Suatu perumusan yang  luas karena meliputi  siapa saja yang  mampu  bekerja  baik  dalam  hubungan  kerja (formal)  maupun  diluar  hubungan  kerja  (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah.4  

Kini  istilah  Hukum  Perburuhan  semakin  tidak  populer dengan  diundangkannya  UU  Ketenagakerjaan  (UU  No. 13  Tahun  2003)  yang  menjadi  UU  payung  bagi masalah‐masalah  yang  terkait  dengan  Hukum Perburuhan/Hukum  Ketenagakerjaan.  Di  beberapa perguruan  tinggi  di  Indonesia  mata  kuliah  Hukum Perburuhan  juga  telah  banyak  digantikan  dengan istilah lain seperti Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial.   

 Kelompok  yang  lebih  memilih  istilah  buruh  dan  Hukum 

Perburuhan  menyatakan  bahwa  istilah  ini  lebih  fokus  dan menjelaskan  langsung  pada  makna  sesungguhnya  yang 

3 Ibid, hlm. 3. 4  Lihat UU No. 14 Tahun 1969,  LN No. 55 Tahun 1969 dan Penjelasannya, 

khususnya Penjelasan atas  Pasal 1. 

Page 4: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

4

dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang berkaitan  dengan  persoalan  kerja  upahan  dan  kerja  tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikan/pengusaha. Bagi kelompok  ini  istilah  Hukum  Ketenagakerjaan  mencakup pengertian  yang  luas,  mencakup  siapa  saja  yang  mampu bekerja  untuk  menghasilkan  barang  dan  jasa,  tidak  terbatas apakah itu manusia (human being), hewan, atau mesin‐mesin.   

Terlepas dari perdebatan itu yang penting bagi kita adalah mengetahui pengertian tiap istilah dengan baik sesuai rumusan normative yang berlaku. Oleh karena itu akan digunakan istilah Hukum  Perburuhan  dan  Hukum  Ketenagakerjaan  sebagai istilah  yang  sepadan  dan  memiliki  makna  yang  sama sebagaimana UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja dengan istilah buruh sebagai dua kata  yang  memiliki  makna  sama  dan  selalu  ditulis  dengan pekerja/buruh. 

2. Pengertian Ketenagakerjaan  UU  No.  13  Tahun  2003  tentang  Ketenagakerjaan 

merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal  yang  berhubungan  dengan  tenaga  kerja  pada  waktu sebelum,  selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian  ini dapat dipahami bahwa yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan adalah  segala  hal  yang  berkaitan  dengan  pekerja/buruh  baik itu  menyangkut  hal‐hal  yang  ada  sebelum  masa  kerja  (pre­employment)  antara  lain menyangkut pemagangan,  kewajiban mengumumkan  lowongan  kerja,  dan  lain‐lain.  Hal‐hal  yang berkenaan  selama  masa  bekerja  (during­employment)  antara lain  menyangkut  perlindungan  kerja:  upah,  jaminan  social, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain‐lain.  Hal‐hal  sesudah  masa  kerja  antara  lain  pesangon,  dan pensiun/jaminan hari tua.  

Abdul  Khakim5  merumuskan  pengertian  Hukum Ketenagakerjaan dari unsur‐unsur yang dimiliki yaitu: 

(1) Serangkaian  peraturan  yang  berbentuk  tertulis  dan tidak tertulis.  

(2) Mengatur  tentang  kejadian  hubungan  kerja  antara pekerja dan pengusaha/majikan. 

(3) Adanya  orang  bekerja  pada  dan  di  bawah  orang  lain, 

5 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan 

UU No. 13 Tahun 2003 (Bandung, PT Citra Aditya Bhakti 2003), hlm. 5‐6. 

Page 5: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

dengan mendapat upah sebagai balas jasa.  (4) Mengatur  perlindungan  pekerja/buruh,  meliputi 

masalah  keadaan  sakit,  haid,  hamil,  melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya. 

Menurutnya  Hukum  Ketenagakerjaan  adalah  peraturan hukum  yang mengatur  hubungan  kerja  antara  pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas  bahwa  Hukum  Ketenagakerjaan  tidak  mencakup pengaturan: 

(1) Swapekerja  (2) Kerja  yang  dilakukan  untuk  orang  lain  atas  dasar 

kesukarelaan. (3) Kerja  seorang  pengurus  atau  wakil  suatu  organisasi/ 

perkumpulan. 

3. Pengertian Tenaga Kerja Telah  disinggung  sedikit  tentang  pengertian  tenaga  kerja 

pada bagian ini akan kembali dijelaskan bahwa menurut UU 13 Tahun  2003  Tenaga  kerja  adalah:  “setiap  orang  yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik  untuk  memenuhi  kebutuhan  sendiri  maupun  untuk masyarakat.”   

Menurut  Payaman  Simanjuntak  tenaga  kerja  (manpower) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari  pekerjaan,  dan  yang  melaksanakan  kegiatan  lain seperti  bersekolah  dan  mengurus  rumah  tangga.  Pengertian tenaga  kerja  dan  bukan  tenaga  kerja  menurutnya  ditentukan oleh umur/usia.6  

Tenaga  kerja  (manpower)  terdiri  dari  angkatan,  kerja  dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labour force terdiri dari: 

(1) Golongan yang bekerja, dan  (2) Golongan yang menganggur atau yang sedang 

mencari pekerjaan.  

Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari: 

(1) Golongan yang bersekolah; (2) Golongan yang mengurus rumah tangga; dan 

6  Sedjun  H.  Manulang,  Pokok­pokok  Hukum  Ketenagakerjaan  di 

Indonesia, (Jakarta, PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995), hlm. 3. 

Page 6: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

6

(3) Golongan lain‐lain atau penerima pendapatan. Golongan  yang  bersekolah  adalah mereka  yang  kegiatan‐

nya hanya atau terutama bersekolah. Golongan yang mengurus rumah  tangga  adalah  mereka  yang  mengurus  rumah  tangga tanpa  memperoleh  upah.  Sedang  yang  tergolong  dalam  lain‐lain ini ada 2 macam yaitu: 

a) Golongan  penerima  pendapatan,  yaitu  mereka  yang tidak  melakukan  suatu  kegiatan  ekonomi  tetapi memperoleh  pendapatan  seperti  tunjangan  pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik; dan  

b) Mereka  yang  hidupnya  tergantung  dari  orang  lain misalnya karena  lanjut usia  (jompo),  cacat atau  sakit kronis. 

Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja ini kecuali  mereka  yang  hidupnya  tergantung  dari  orang  lain sewaktu‐waktu  dapat  menawarkan  jasanya  untuk  bekerja. Oleh  sebab  itu  kelompok  ini  sering  juga  dinamakan  sebagai Potential Labour Force (PLF).   

Jadi tenaga kerja mencakup siapa saja yang dikategorikan sebagai angkatan kerja dan juga mereka yang bukan angkatan kerja,  sedangkan  angkatan  kerja  adalah mereka  yang  bekerja dan yang tidak bekerja (pengangguran). 

4. Pengertian Buruh, Pekerja, Swapekerja, dan Pegawai UU  No.  13  Tahun  2003  menetapkan  bahwa  penggunaan 

istilah  pekerja  selalu  dibarengi  dengan  istilah  buruh  yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna  yang  sama.  Dalam  Pasal  1  Angka  3  dapat  dilihat pengertian  dari  Pekerja/buruh  yaitu:  “setiap  orang  yang bekerja  dengan  menerima  upah  atau  imbalan  dalam  bentuk lain”.  

Dari  pengertian  tersebut  dapat  dilihat  beberapa  unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu: 

a.  Setiap  orang  yang  bekerja  (angkatan  kerja  maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja) 

b. Menerima  upah  atau  imbalan  sebagai  balas  jasa  atas pelaksanaan pekerjaan tersebut. 

Dua  unsur  ini  penting  untuk  membedakan  apakah seseorang  masuk  dalam  kategori  pekerja/buruh  yang  diatur dalam  UU  Ketenagakerjaan  atau  tidak,  di  mana  dalam  UU 

Page 7: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

Ketenagakerjaan  diatur  segala  hal  yang  berkaitan  dengan hubungan  kerja  antara  pekerja/buruh  dengan  pengusaha/ majikan.  

Swapekerja  perlu  untuk  dipahami  artinya  oleh  karena golongan ini jelas tidak termasuk golongan yang diatur oleh UU Ketenagakerjaan.  Swapekerja  adalah mereka  yang melakukan pekerjaan  dengan  bebas,  dalam  arti  tidak  dibawah  perintah orang  lain  melainkan  atas  inisiatif  sendiri,  bekerja  dengan dana,  tanggung  jawab  dan  risiko  sendiri,  contoh:  tukang‐tukang yang bekerja atas usaha sendiri dan kerja bebas misal dokter  atau  pengacara/advokat  yang  menjalankan  praktek secara mandiri.  

Pengertian  bebas  dari  perintah  orang  lain  dimaksudkan dengan tidak bekerja di bawah pimpinan orang/pihak lain. Hal ini  karena untuk  seorang  tenaga  profesional misalnya dokter, ia  bekerja  dengan  inisiatif  sendiri  sehingga  ada  kebebasan dalam menjalankan pekerjaannya, namun jika ia adalah dokter di  sebuah  rumah  sakit  swasta  maka  ia  adalah  pekerja  di  RS tersebut  yang  bekerja  di  bawah  pimpinan  pihak  lain  yaitu pimpinan RS.  

Istilah  Pegawai  umumnya  digunakan  untuk  menunjuk golongan  orang  yang  bekerja  pada  Negara  (pegawai  negeri). Golongan  ini  tidak  tunduk  pada  Hukum  Ketenagakerjaan karena  ada  UU  yang  khusus  mengaturnya  yaitu  UU Kepegawaian.  Saat  ini  berlaku  UU  8  Tahun  1974  Tentang  Pokok‐pokok Kepegawaian  jo UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan  atas  UU  8  Tahun  1974  Tentang    Pokok‐pokok Kepegawaian.  

Jika  dibuat  dalam  bentuk  matrix  untuk  membandingkan istilah‐istilah tersebut maka dapat dibuat sebagai berikut:  

Pekerja/buruh  swapekerja  pegawai 

Bekerja di bawah perintah pihak lain (pengusaha/majikan) 

Tidak di bawah perintah/pimpinan pihak lain 

Bekerja di bawah perintah negara 

Resiko ditanggung pengusaha/majikan 

Resiko ditanggung sendiri 

Resiko ditanggung pemerintah. 

Menerima upah/gaji Menerima keuntungan/laba 

Menerima gaji/upah 

Diatur oleh UU dan peraturan Ketenagakerjaan 

Tidak ada aturan khusus yang mengatur. 

Diatur oleh UU No 8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun 1999.  

Page 8: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

8

 5. Perkembangan Sifat Hukum Perburuhan Sifat Hukum secara umum ada dua yaitu: 

a. Hukum mengatur dan  b. Hukum memaksa 

Hukum  perburuhan  awalnya  merupakan  bagian  dari Hukum Perdata oleh karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup Hukum Perjanjian (kerja).  

Perkembangan  masyarakat  dan  perkembangan  pemikiran tentang  fungsi  Negara  dan  hukum  khususnya  menyangkut peran  Negara  dalam  mewujudkan  masyarakat  sejahtera (welfare  state)  telah  meninggalkan  konsep  Negara  “penjaga malam”. Wujud  campur  tangan  Negara  dalam mengupayakan kesejahteraan  masyarakatnya  antara  lain  dengan  membuat aturan‐aturan untuk masalah hubungan kerja (perburuhan) di mana hubungan kerja merupakan hubungan/peristiwa privat.  

a. Sifat Hukum Perburuhan sebagai Hukum Mengatur (Regeld) 

Ciri  utama  dari  Hukum  Perburuhan/ketenagakerjaan  yang sifatnya mengatur  ditandai  dengan  adanya  aturan  yang  tidak sepenuhnya  memaksa,  dengan  kata  lain  boleh  dilakukan penyimpangan  atas  ketentuan  tersebut  dalam  perjanjian (perjanjian  kerja,  peraturan  perusahaan  dan  perjanjian  kerja bersama).  Sifat  Hukum  mengatur  disebut  juga  bersifat fakultatif (regelendrecht/aanvul­lendrecht) yang artinya hukum yang  mengatur/melengkapi,  sebagai  Contoh  aturan ketenagakerjaan/perburuhan  yang  bersifat  mengatur/ fakultatif adalah: 

• Pasal 51 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003  tentang  Ketenagakerjaan,  mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja  itu  dalam  bentuk  tertulis  dapat  juga  lisan, tidak  ada  sanksi  bagi  merka  yang  membuat perjanjian  secara  lisan  sehingga  perjanjian  kerja dalam  bentuk  tertulis  bukanlah  hal  yang imperative/memaksa;  

• Pasal 60 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003  tentang  Ketenagakerjaan,  mengenai 

Page 9: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

perjanjian  kerja  waktu  tidak  tertentu  dapat mensyaratkan  masa  percobaan  3  (tiga)  bulan. Ketentuan  ini  juga  bersifat mengatur  oleh  karena pengusaha  bebas  untuk  menjalankan  masa percobaan atau  tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen. 

• Pasal 10 ayat(1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003  tentang  Ketenagakerjaan,  bagi  pengusaha berhak  membentuk  dan  menjadi  anggota organisasi  pengusaha.  Merupakan  ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan  ini dapat dijalankan  (merupakan  hak)  dan dapat  pula  tidak dilaksanakan oleh pengusaha. 

• Buku  III  Titel  7A  Kitab  Undang‐Undang  Hukum Perdata  (KUHPer)  dan  Buku  II  Titel  4  Kitab Undang‐Undang Hukum Dagang (KUHD). 

b. Sifat Memaksa Hukum Perburuhan 

Hukum  perburuhan/Ketenagakerjaan  mengatur  hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha, yang berarti meng‐atur  kepentingan  orang  perorangan.  Atas  dasar  itulah,  maka Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan bersifat privat (perdata). Di  samping  itu,  dalam  pelaksanaan  hubungan  kerja  untuk masalah‐masalah  tertentu  diperlukan  campur  tangan pemerintah.  Campur  tangan  ini  menjadikan  hukum ketenagakerjaan bersifat publik.7  

Sifat  publik  dari  Hukum  Perburuhan/Ketenagakerjaan ditandai  dengan  ketentuan‐ketentuan  memaksa  (dwingen), yang  jika  tidak  dipenuhi  maka  negara/pemerintah  dapat melakukan  aksi/tindakan  tertentu  berupa  sanksi.  Bentuk ketentuan  memaksa  yang  memerlukan  campur  tangan pemerintah itu antara lain: a. Adanya  penerapan  sanksi  terhadap  pelanggaran  atau 

tindak pidana bidang ketenagakerjaan.  b. Adanya syarat‐syarat dan masalah perizinan, misalnya 

• Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing; • Perizinan  menyangkut  Pengiriman  Tenaga  Kerja 

Indonesia ; • Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan  izin 

dan syarat tertentu; 

7 Baca Iman Soepomo, Pengantar…, (Op.Cit), hlm. 8‐9. 

Page 10: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

10

• Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja;  

• Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya. Budiono8  membagi  sifat  Hukum  Ketenagakerjaan  menjadi  2 (dua),  yaitu  bersifat  imperatif  dan  bersifat  fakultatif.  Hukum bersifat  imperatif  atau  dwingenrecht  (hukum  memaksa) artinya  hukum  yang  harus  ditaati  secara  mutlak,  tidak  boleh dilanggar. Contoh: 

a. Pasal  42  ayat  (1)  Undang‐Undang  Nomor  13  Tahun 2003  tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya  izin penggunaan tenagakerja asing. 

b. Pasal  59  ayat  (1)  Undang‐Undang  Nomor  13  Tahun 2003  tentang  Ketenagakerjaan,  mengenai  ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). 

c.  Pasal  153  ayat  (1)  Undang‐Undang  Nomor  13  Tahun 2003  tentang  Ketenagakerjaan,  mengenai  larangan melakukan PHK terhadap kasus‐kasus tertentu. 

d. Pasal  3  Undang‐Undang  Nomor  12  Tahun  1964, mengenai  perlunya  izin  (permohonan  penetapan) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

6. Objek Hukum Perburuhan Objek  Hukum  Perburuhan/Ketenagakerjaan  artinya 

adalah  segala  sesuatu  yang  menjadi  tujuan  diberlakukannya Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan.  Ada 2 hal utama yang menjadi objek/tujuan nya yaitu:9 

a. Terpenuhinya pelaksanaan saksi hukuman, baik yang bersifat  administrative  maupun  bersifat  pidana sebagai  akibat  dilanggarnya  suatu  ketentuan  dalam peraturan. 

b. Terpenuhinya  ganti  rugi  bagi  pihak  yang  berhak sebagai akibat wan prestasi yang dilakukan oleh pihak lainnya terhadap perjanjian yang telah disepakati. 

UU  Ketenagakerjaan  menetapkan  bahwa  tujuan  Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan  adalah  mencapai  tujuan pembangunan  masyarakat  Indonesia  seutuhnya  dengan 

8 Dalam buku Abdul Khakim, (Op.Cit), hlm. 8 9Iman  Syahputra  Tunggal,  Dasar‐dasar  Hukum  Ketenagakerjaan 

(Harvarindo, Jakarta, 2007), hlm 17. 

Page 11: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

11 

meningkatkan  harkat,  martabat  dan  harga  diri  tenaga  kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, makmur dan adil.10   

Tujuan  ini  penting  ditetapkan  oleh  karena  dalam Hukum Ketenagakerjaan  terlibat  pihak‐pihak  yang  umumnya  berada pada  posisi  yang  tidak  seimbang  baik  secara  sosial,  dan ekonomis.       O. Kahn Freund11 menyatakan  timbulnya Hukum Ketenagakerjaan  dikarenakan  adanya  ketidak  setaraan  posisi tawar yang terdapat dalam hubungan ketenagakerjaan (antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan) dengan alasan  itu pula  dapat  dilihat  bahwa  tujuan  utama  Hukum Ketenagakerjaan adalah agar dapat   meniadakan ketimpangan hubungan di antara keduanya. Ketimpangan hubungan antara pekerja/buruh  dengan majikan/pengusaha  digambarkan  oleh H. Sinzheimer sebagai berikut:12 

“The employer direct  the  labour  force which must put  itself as his disposition…He directs that  labour  force as he wishes, placed at his service by way of the individual’s ‘free contract’ of  employment…(which  is) nothing other  than a  ‘voluntary’ submission  to  conditions  that  cannot  be  changed  by  the worker”. 

Jika diterjemahkan  secara bebas mengandung  arti  bahwa pengusaha  adalah  pihak  yang  mampu  menentukan  keadaan perburuhan  sesuai  dengan  keinginannya,  bahkan  melalui sarana  ‘kebebasan  berkontrak’,  di  mana      kebebasan berkontrak    yang  dimiliki  tiap‐tiap  pekerja/buruh  tidak  lebih dari  sebuah  ‘kepatuhan  secara  sukarela’  terhadap  kondisi‐kondisi  yang  telah  ditetapkan  secara  sepihak  oleh pengusaha/majikan.  

Senada  dengan  hal  tersebut  bagi  G.  Ripert13  diaturnya masalah  kerja  dalam  hukum  sosial  tersendiri  (dalam  hal  ini Hukum Ketenagakerjaan) adalah akibat kenyataan sosial yang dalam  kehidupan  ekonomis  mengalami  pergeseran,  di  mana 

10  Lihat  Penjelasan  Umum  dan  Penjelasan  Pasal  2  UU  No.  13  Tahun  2003 

Tentang Ketenagakerjaan. 11 Sebagaimana dikutip oleh Geoffrey Kay and  James Mott, Political Order 

and The Law Of Labour  (The Macmillan    Press  Ltd,  London,  1982),  hlm.  112.  Juga dalam tulisan Claire Kilpatrick, Has New Labour Reconfigured Employment Legislation? (Industrial Law Journal, Vol. 32, No.3, September 2003), hlm.137. 

12 Merupakan tokoh yang berpengaruh kuat (disebut sebagai mentor) dalam pemikiran O. Kahn    Freund. Dikutip dari  Lord Wedderburn,   Collective Bargaining or Legal Enactment: The 1999 Act and Union Recognition,  Industrial Law  Journal  (Vol. 29, No. 1, Maret 2000), hlm. 3.  

13 La Regime Democratique et Le Droit Civil Moderne, 1936  dalam FJHM Van der Ven, Pengantar Hukum Kerdja, Terj. Sridadi (Kanisius, Cet II, 1969), hlm. 9. 

Page 12: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

12

perlindungan  kepentingan  kerja  dalam  kontrak/perjanjian kerja  merupakan  kepentingan  umum  yang  tidak  dapat  lagi diabaikan berdasarkan asas kebebasan individu serta otonomi individu dalam mengadakan kontrak/perjanjian kerja. 

 7. Landasan dan Asas Hukum Perburuhan 

Hukum  perburuhan/Ketengakerjaan  memiliki  landasan: Idiil  yaitu  dasar  Negara  Pancasila  dan  UUD Negara  RI  Tahun 1945.14 

Operasional,  yaitu  program  pembangunan  nasional  yang menjadi  landasan  pelaksanaan  pembangunan  Hukum Ketenagakerjaan  sebagai  bagian  dari  pelaksanaan pembangunan pada umumnya.15  

Asas  Hukum  perburuhan/Ketenagakerjaan  menurut Pasal  3  UU  13  Tahun  2003  Tentang  Ketenagakerjaan  adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi  fungsional  lintas sektoral pusat dan daerah.   

Dalam  Penjelasan  pasal  ini  disebutkan  bahwa  Asas pembangunan  ketenagakerjaan  pada  dasarnya  sesuai  dengan asas  pembangunan  nasional,  khususnya  asas  demokrasi Pancasila  serta  asas  adil  dan  merata.  Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai  banyak  dimensi  dan  keterkaitan dengan  berbagai  pihak  yaitu  antara  pemerintah,  pengusaha dan  pekerja/buruh.  Oleh  sebab  itu,  pembangunan ketenagakerjaan  dilaksanakan  secara  terpadu  dalam  bentuk kerja sama yang saling mendukung. 

E. LATIHAN 

Jawab pertanyaan berikut: 1. Jelaskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut 

sarjana dan menurut UU No. 13 Tahun 2003? 2. Jelaskan  cakupan  pengaturan  ketenagakerjaan  yang 

dimuat dalam UU No. 13 Tahun 2003? 3. Apa beda antara pekerja/buruh, swapekerja dan 

pegawai? 4. Kapan  dikatakan  Hukum  Ketenagakerjaan  bersifat 

mengatur  dan  kapan  dikatakan  bersifat  memaksa? 

14 Dahulu dikenal dengan istilah GBHN (Garis Besar Haluan Negara) saat ini diistilahkan sebagai Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas dijabarkan dalam  bentuk  Rencana  Pembangunan  Jangka  Panjang  (RPJP)  dan  Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM). 

15 Pasal 2 UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 

Page 13: 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1

13 

Sifat  manakah  yang  dominan  saat  ini?  Jelaskan disertai contoh yang relevan. 

5. Jelaskan tujuan/objek dari Hukum Ketenagakerjaan? 6. Jelaskan  tentang  landasan  Hukum  Ketenagakerjaan 

menurut UU No. 13 Tahun 2003? 

F. REFERENSI 

 Buku: Abdul  Khakim,  Pengantar  Hukum  Ketenagakerjaan 

Indonesia Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti 2003. 

Iman  Soepomo,  Pengantar  Hukum  Perburuhan, Djambatan, Jakarta, Cet. XI, 1995. 

Iman  Syahputra  Tunggal,  Dasar‐dasar  Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, 2007. 

Sedjun  H.  Manulang,  Pokok‐pokok  Hukum Ketenagakerjaan  di  Indonesia,  Jakarta,  PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995. 

FJHM  Van  der  Ven,  Pengantar  Hukum  Kerdja,  Terj. Sridadi, Kanisius, Cet II, 1969. 

Geoffrey  Kay  and  James  Mott,  Political  Order  and  The Law  Of  Labour,  The  Macmillan    Press  Ltd, London, 1982. 

 Jurnal: Lord Wedderburn,   Industrial Law Journal, Vol. 29, No. 

1,  Maret  2000,  Collective  Bargaining  or  Legal Enactment: The 1999 Act and Union Recognition.  

Claire Kilpatrick,  Industrial Law  Journal,  Vol.  32, No.3, September 2003, Has New Labour Reconfigured Employment Legislation?  

 Peraturan: UU  13  Tahun  2003  Tentang  Ketenagakerjaan    dan 

Penjelasannya. UU  No.  14  Tahun  1969,  LN  No.  55  Tahun  1969  dan 

Penjelasannya.