1 bab i pendahuluan - universitas udayana · 2017. 4. 1. · pemutusan kontrak kerja konstruksi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan bidang properti di Indonesia membawa konsekuensi
timbulnya berbagai aktivitas bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis
properti. Ada banyak jenis usaha properti yang membuka peluang usaha
besar seperti proyek pembangunan hotel, villa, apartemen dan perumahan.
Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia memiliki prospek yang sangat
baik. Presiden Direktur PT American Standard Indonesia-LIXIL
Corporation, Iwan Dwi Irwanto, mengatakan pasar properti Indonesia
mengalami kenaikan sangat signifikan, sekitar 20 persen setiap tahun.
Angka ini memiliki prospek yang potensial ke depan.1 Pertumbuhan
ekonomi di bidang properti ini tentu membutuhkan peranan hukum untuk
melindungi dan menjadi legalitas dalam menjalankan perusahaan.
Perjanjian merupakan jembatan aktivitas bisnis yang menghubungkan
hak dan kewajiban dari masing-masing pelaku usaha sebagai upaya
pembangunan kepastian hukum dalam mencapai sasaran bisnisnya.
Pengertian tersebut menggambarkan betapa pemahaman terhadap perjanjian
1 Amri Mahbub, 2013, “Pasar Properti Indonesia Tumbuh 20 Persen”, Serial Online June ,(Cited 2014 April 19th 2014), available from: URL:http://www.tempo.co/read/news/2013/06/18/090489218/Pasar-Properti-Indonesia-Tumbuh-20-Persen.
2
menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap pelaku usaha disetiap
aktivitas bisnis yang digelutinya tanpa melihat besar kecilnya ukuran dari
aktivitas bisnis tersebut. Dewasa ini perjanjian yang dikenal adalah lisan
atau tulisan yang berhubungan dengan bidang sosial baik bidang bisnis atau
perdagangan.2 Dalam pemberian jasa konstruksi, juga dibutuhkan perjanjian
antara kontraktor dengan penerima jasa. Perjanjian ini dibutuhkan untuk
memperjelas hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
Dalam pembangunan rumah tinggal, seringkali dibutuhkan jasa
pembangunan dari perusahan kontraktor. Kontraktor menyiapkan
perencanaan pembangunan rumah tinggal sesuai dengan permintaan
konsumen baik dari desainnya hingga anggaran sesuai dengan spesifikasi
bahan yang diminta oleh konsumen. Semua kesepakatan tersebut dituangkan
dalam suatu perjanjian. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak
yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan atau tidak
melaksanakan suatu hal sehingga pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut terikat oleh isi perjanjian yang mereka buat. 3
Setiap perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku mengikat bagaikan
undang-undang.4 Dengan demikian, apa yang dituangkan dalam perjanjian
2 Nengah Juliana, 2004, Perjanjian Manajemen Hotel Jaringan Internasional (ManagementContract of International Chain Hotel), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, h.2
3 Zaeni Asyhadie, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 8.
4 Ibid.
3
tersebut harus dipatuhi oleh kontraktor sebagai penyedia jasa dan konsumen
sebagai penerima jasa. Perjanjian tersebut membawa akibat hukum bagi
kedua belah pihak. Mengenai akibat hukum tersebut, Zulham dalam
bukunya yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen” menyatakan:
Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubunganhukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban.Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentukdari akibat hukum suatu kontrak. Kemudian hak dan kewajiban ini tidaklain adalah hubungan timbal balik dari para pihak, maksudnya, kewajibandi pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu punsebaliknya, kewajiban di pihak kedua merupakan hak bagi pihakpertama, Jadi akibat hukum di sini tidak lain adalah pelaksanaan darisuatu kontrak itu sendiri.5
Pengaturan mengenai jasa konstruksi secara khusus diatur dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi. Dalam
Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja
berdasarkan hukum harus dituangkan da1am kontrak kerja konstruksi.
Dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi disebutkan:
Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakupmengenai:a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang
lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;c. masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang
jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjaditanggung jawab penyedia jasa;
d. tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dankualifikasi tenaga abli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;
5 Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,h. 71.
4
e. hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untukmemperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untukmemenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasauntuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannyamelaksanakan pekerjaan konstruksi.
f. cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajibanpengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaankonstruksi;
g. cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalan1hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimanadiperjanjikan;
h. penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata carapenyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentangpemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapatdipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentangkejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak,yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
k. kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajibanpenyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;
l. perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajibanpara pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja sertajaminan sosial;
m. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalampemenuhan ketentuan tentang lingkungan
Terkait dengan spesifikasi bahan yang digunakan, Pasal 22 ayat (5)
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
menentukan “Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa
serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang
harus memenuhi standar yang berlaku.
Dalam tahap pelaksanaan pembangunan, seringkali ditemukan dimana
konsumen penerima jasa konstruksi tidak mendapatkan haknya sebagai
penerima jasa. Spesifikasi bahan yang digunakan memiliki kualitas yang
5
lebih rendah dari yang diperjanjikan. Sementara konsumen sendiri baru
mengetahui setelah bahan bangunan tersebut digunakan. Bahkan adapula
yang tidak mengetahui kecurangan tersebut karena pemahaman konsumen
dalam bidang ini tentu tidak sebaik pelaku usaha konstruksi, padahal
konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
Di sisi lain, sebuah kontraktor memiliki tanggung jawab profesional
atas pekerjaan konstruksi yang diperjanjikannya. Dalam Pasal 11 Undang-
undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan:
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orangperseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harusbertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di1andasiprinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan,dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengantetap mengutamakan kepentingan umum.
(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melaluimekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Pelanggaran hak konsumen konstruksi disebabkan karena kontraktor
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam
perjanjian. Mengenai pelaksanaan kewajiban sesuai dengan perjanjian,
Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu menjelaskan:
Jika satu pihak tidak melaksanakan kewajiban, maka akan terdapatkompensasi bagi pihak lainnya sesuai dengan persyaratan khusus yangtercantum dalam kontrak. Pakar hukum dan ekonomi menekankan bahwa
6
persyaratan ini menyediakan perlindungan bagi keuntungan pihak yangdirugikan dengan memberikan kemanfaatan. Hal lain yang memiliki nilaibagi penegakan kontrak berupa reputasi baik, yang secara nyatamenjadikan pihak-pihak untuk tunduk dan menaati kontrak.6
Kerugian yang disebabkan karena perbedaan spesifikasi bahan
bangunan dari apa yang diperjanjikan menimbulkan konsekuensi yuridis
berupa tuntutan ganti rugi. Tuntutan ganti rugi ini dapat dimintakan kepada
kontraktor sebagai penanggungjawab dan pihak dalam perjanjian
konstruksi. Adakalanya pula kontraktor merupakan korban dari pelaksana
lapangan yang dipekerjakan oleh perusahaan kontraktor itu sendiri yang
bertanggung jawab atas pembelian bahan bangunan. Pelaksana lapangan
inilah yang dengan itikad buruk mencoba untuk menggunakan bahan
bangunan dengan kualitas yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
untuk mendapatkan keuntungan.
Penggunaan bahan bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi
yang diperjanjikan tentu merugikan konsumen sebagai konsumen pengguna
jasa jasa. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan
peningkatan upaya untuk melindunginya sehingga hak-hak konsumen dapat
ditegakkan.7 Problematika normatif terjadi ketika pelaksana lapangan
menggunakan bahan bangunan di bawah standar yang diperjanjikan tanpa
sepengetahuan pengawas lapangan sebagai wakil dari perusahaan kontraktor
6 Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2003, Hukum Bisnis Dalam Persepsi ManusiaModern, Refika Aditama, Badung, h. 48.
7 Ahmadi Miru, 2013, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 4.
7
di lapangan. Hal ini bukan hanya merugikan konsumen namun juga
merugikan perusahaan konstraktor. Namun hal tersebut tidak meniadakan
hak dari konsumen sebagai penerima jasa konstruksi untuk menuntut ganti
rugi kepada perusahaan kontraktor.
Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi yang dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab adalah
Badan usaha. Hal ini menyebabkan kekaburan apakah hanya kontraktor saja
yang bertanggung jawab jika pelaksana lapangan dan pengawas lapangan
yang justru menyebakan kerugian konsumen. Dalam Pasal 26 Undang-
undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ditentukan jika
terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesa1ahan perencana
atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian
bagi pihak 1ain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
Oleh sebab itu, sangat menarik untuk membahas penelitian yang berjudul
“TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERJANJIAN
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ANTARA KONTRAKTOR
DENGAN KONSUMEN.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
8
a. Apakah yang menjadi dasar tuntutan ganti rugi oleh konsumen terhadap
perbedaan spesifikasi bahan bangunan yang digunakan oleh kontraktor?
b. Bagaimanakah pertanggungjawaban kontraktor terhadap kerugian yang
dialami oleh konsumen akibat perbedaan spesifikasi bahan bangunan
tersebut?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian memberikan batasan penelitian yang akan
dibahas dalam skripsi ini. Lingkup penelitian menunjukkan secara pasti
faktor-faktor mana yang akan diteliti dan mana yang tidak, atau untuk
menentukan apakah semua faktor yang berkaitan dengan penelitian yang
akan diteliti ataukah akan dieliminasi sebagian.8
Ruang lingkup penelitian ini mencakup penelitian mengenai dasar
tuntutan ganti rugi oleh konsumen terhadap perbedaan spesifikasi bahan
bangunan yang digunakan oleh kontraktor dan pertanggungjawaban
kontraktor terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen akibat perbedaan
spesifikasi bahan bangunan tersebut yang didasarkan atas ketentuan hukum
perjanjian dan perlindungan konsumen.
8 Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h.111.
9
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai “Tanggung Jawab Kontraktor Dalam Perbedaan
Spesifikasi Penggunaan Bahan Bangunan dari yang Diperjanjikan”
merupakan penelitian yang belum pernah ditulis oleh peneliti lain. Adapun
beberapa penelitian yang terkait, yang pernah ditulis sebelumnya adalah
sebagai berikut:
1) Nur Hayati dalam tesis yang berjudul Wanprestasi Dalam Perjanjian
Pemborongan Kerja Milik Pemerintah Antara CV. Dina Utama Dengan
Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2012. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1)
Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pekerjaan pemborongan milik
pemerintah antara CV. Dina Utama dengan Dinas Penataan Ruang Dan
Permukiman Provinsi Sumatera Utara? 2) Bagaimanakah wanprestasi
dalam pelaksanaan pemborongan pekerjaan milik Pemerintah yang
dilaksanakan oleh CV. Dina Utama? 3) Dan Bagaimanakah upaya
penyelesaian sengketa wanprestasi dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?9 Penelitian ini
berbeda dengan penelitian mengenai “Tanggung Jawab Kontraktor
Dalam Perbedaan Spesifikasi Penggunaan Bahan Bangunan dari yang
9 Nur Hayati, 2012, “Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Milik PemerintahAntara CV. Dina Utama Dengan Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi SumateraUtara”, tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan.
10
Diperjanjikan” yang mengkaji mengenai wanprestasi sebagai dasar
tuntutan ganti rugi oleh konsumen terhadap perbedaan spesifikasi bahan
bangunan yang digunakan oleh kontraktor.
2) Heriyanto Talchis, dalam tesis yang berjudul “Tinjauan Hukum
Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa di PT
Indonesia Power Semarang” pada tahun 2007. Dalam tesis ini dibahas
mengenai 1) Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengadaan barang
dan jasa di PT Indonesia Power? 2) Bagaimanakah tanggung jawab
kontraktor dalam pengadaan barang dan jasa? dan 3) Apakah upaya-
upaya yang ditempuh oleh para pihak yang terkait apabila muncul
permasalahan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa?10
Penelitian ini mengkaji mengenai perjanjian pengadaan barang dan jasa
sedangkan penelitian “Tanggung Jawab Kontraktor Dalam Perbedaan
Spesifikasi Penggunaan Bahan Bangunan dari yang Diperjanjikan”
mengkaji pengenai perjanjian kerja konstruksi.
3) Berry Tampubolon, dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis
Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Dalam Hal Terjadi
Keterlambatan Penerbangan (Flight Delayed) Pesawat Dalam
Pengangkutan Udara Niaga” yang dibuat pada tahun 2013. Dalam
skripsi tersebut dibahas mengenai implementasi Peraturan Menteri
10 Heriyanto Talchis, 2007, “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Perjanjian PengadaanBarang dan Jasa di PT Indonesia Power Semarang”, tesis, Program Pascasarjana UniversitasDipponegoro, Semarang.
11
Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 (PM 77) mengenai keterlambatan
penerbangan serta upaya hukum yang dapat dilakukan penumpang
apabila tidak mendapatkan ganti rugi dalam hal terjadi keterlambatan
penerbangan dilihat dari Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan PM 77.11 Dalam
penelitian ini dibahas tanggung jawab pengangkut sedangkan dalam
penelitian “Tanggung Jawab Kontraktor Dalam Perbedaan Spesifikasi
Penggunaan Bahan Bangunan dari yang Diperjanjikan” membahas
mengenai tanggung jawab kontraktor.
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
tanggung jawab kontraktor dalam perbedaan spesifikasi penggunaan
bahan dari yang diperjanjikan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
11 Berry Tampubolon, 2013, “Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Pengangkut TerhadapPenumpang Dalam Hal Terjadi Keterlambatan Penerbangan (Flight Delayed) Pesawat DalamPengangkutan Udara Niaga”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
12
1) Untuk menganalisis dasar tuntutan ganti rugi oleh konsumen
terhadap perbedaan spesifikasi bahan bangunan yang digunakan
oleh kontraktor
2) Untuk menganalisis pertanggungjawaban kontraktor terhadap
kerugian yang dialami oleh konsumen akibat perbedaan spesifikasi
bahan bangunan tersebut.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam dalam penelitian ini adalah untuk
mengembangkan hukum perjanjian, hukum perlindungan konsumen
dalam bidang konstruksi.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
1) Bagi kontraktor agar mencantumkan hak dan kewajiban bagi
pelaksana dan pengawas lapangan dalam perjanjian kerja.
Kontraktor agar menuangkan kesepakatan dengan konsumen pada
perjanjian tertulis.
2) Bagi pelaksana lapangan agar menggunakan bahan bangunan
sesuai dengan spesifikasi yang diperjanjikan.
13
3) Bagi pengawas lapangan agar mengawasi setiap pembelian bahan
bangunan oleh pelaksana lapangan sesuai dengan perjanjian antara
kontraktor dengan konsumen.
4) Bagi konsumen jasa konstruksi agar memperhatikan kesesuaian
antara harga yang dibayar dengan bahan bangunan yang digunakan
sesuai dengan dengan perjanjian antara kontraktor dengan
konsumen.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis yang digunakan adalah teori perjanjian dan
wanprestasi yang digunakan untuk membahas dasar gugatan ganti rugi dan
pertanggungjawaban atas kerugian sebagaimana yang diatur dalam
perjanjian.
Dalam sistem hukum Indonesia, dasar dari hukum Perjanjian terdapat
dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
merumuskan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih ”.
Jadi dari definisi yang dirumuskan diatas, maka suatu perjanjian diartikan
sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.12
12Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 10(selanjutnya disebut dengan Munir Fuady I).
14
Istilah Perjanjian atau persetujuan yang diatur dalam buku III Bab
kedua KUHPerdata Indonesia, sama saja dengan pengertian perjanjian.
Black’s Law mengartikan perjanjian adalah hubungan antara dua orang atau
lebih yang menciptakan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu tindakan tertentu (“An agreement between two or more persons which
creates an obligation to do or not to do a particular thing”). 13
R. Subekti mengatakan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada
seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.14 Menurut Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu
hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan
kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.15 Secara umum
perjanjian lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal
yang pokok atau unsur esensial dari Perjanjian tersebut. Syarat sahnya
Perjanjian tertuang dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal
13 Huala Adolf, 2006, Dasar-Dasar Hukum Perjanjian Internasional, Rafika Aditama,Bandung, h. 1.
14 R. Subekti, 1984, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, h. 1.
15 Yahya Harahap, 1982, Segi-Segi Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, h. 3.
15
Dalam menyusun suatu perjanjian, baik yang bersifat bilateral,
multilateral baik dalam lingkup regional, nasional maupun internasional
harus didasari pada prinsip dan asas-asas hukum perjanjian. Menurut Peter
Mahmud Marzuki, aturan-aturan hukum yang menguasai perjanjian
sebenarnya merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat
dalam asas-asas hukum secara umum.16 Banyak asas yang terdapat dalam
sebuah Perjanjian, antara lain :
1) Asas Kebebasan Berkontrak
2) Asas Konsensualisme
3) Asas Pacta Sund Servanda
4) Asas Itikad Baik
5) Asas Kepribadian (personalitas)
6) Asas Keseimbangan
Terkait dengan kegagalan perjanjian, dapat terjadi karena faktor
internal para pihak maupun faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
eksistensi Perjanjian yang bersangkutan meliputi :
1) Wanprestasi
2) Overmacht
3) Keadaan sulit
Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab
sehingga berjalannya perjanjian menjadi terhenti. Pada situasi normal antara
16 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada MediaGrup, Jakarta, h. 196
16
prestasi dan kontraprestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi
tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagainmana mestinya sehingga
muncul peristiwa yang dinamakan wanprestasi. Jadi yang dimaksud dengan
wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan
prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.17
Wanprestasi (default atau non fulfilment ataupun yang disebut
dengan istilah breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak
terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan.18 Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:
1. Kesengajaan.
2. Kelalaian.
3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).
Tindakan wanprestasi ini dapat membawa konsekuensi terhadap
timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan
wanprestasi untuk memberikan ganti rugi. Tentang penggantian kerugian ini
di dalam KUH Perdata diatur pada Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252,
dan mengenai semua kerugian yang dituntut oleh seorang kreditur hanya
kerugian yang dapat dianggap sebagai akibat langsung dari adanya
wanprestasi (Pasal 1248 KUH Perdata) dan kerugian yang telah dapat
17 Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT.CitraAditya Bakti, Bandung, h .87 (selanjutnya disebut dengan Munir Fuady II).
18 Ibid
17
diperkirakan atau diduga pada waktu perjanjian itu dibuat, kecuali jika
terdapat kesengajaan yaitu kesengajaan dari debitur untuk mengadakan
wanprestasi (Pasal 1247 KUH Perdata).
Dalam pasal 1239 KUHPerdata menentukan bahwa ketika salah satu
pihak melakukan wanprestasi, maka pihak lainnya dapat menuntut
memberikan ganti rugi berupa biaya, rugi, dan bunga. Pada umumnya
wanpresti baru terjadi setelah ada pernyataan lalai dari pihak yang
dirugikan. Pada umumnya jenis-jenis wanprestasi antara lain :
1) Tidak memenuhi prestasi
2) Terlambat melakukan prestasi
3) Melakukan namun tidak sebagaimana mestinya
Menurut pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa:
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi
2. Tidak tunai memenuhi prestasinya
3. Terlambat memenuhi prestasinya
4. Keliru memenuhi prestasinya19
19 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, h. 203-204(selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad I).
18
Dengan adanya wanprestasi tersebut, maka pihak yang dirugikan
dapat menempuh berbagai upaya, baik upaya litigasi maupun non litigasi.
Pihak yang dirugikan memiliki hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak
Perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1267 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa ”Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi,
dapat memilih,memaksa pihak lain untuk memenuhi Perjanjian, jika hal itu
masih dapat dilakukan atau menuntut pembatalan persetujuan,dengan
penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis
normatif yang mengkaji permasalahan norma kabur mengenai tanggung
jawab kontraktor dalam penggunaan bahan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diperjanjikan. Dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor
18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ditentukan:
(1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karenakesa1ahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebutterbukti menimbulkan kerugian bagi pihak 1ain, makaperencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawabsesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi .
(2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karenakesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbuktimenimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksanakonstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usahadan dikenakan ganti rugi
19
Kekaburan norma itu terjadi apabila perbedaan spesifikasi
tersebut dilakukan oleh pelaksana lapangan yang bekerja pada
perusahaan bersangkutan tanpa sepengetahuan kontraktor. Dalam hal
ini, di satu sisi kontraktor menderita kerugian yang disebabkan oleh
pelaksana lapangan (pegawai kontraktor) yang menggunakan
spesifikasi bahan yang berbeda, namun di sisi lain pengguna jasa
kontruksi akan menuntut tanggung jawab dari kontraktor atas perbedaan
spesifikasi penggunaan bahan bangunan tersebut yang sebenarnya
disebabkan oleh pelaksana lapangan (pegawai kontraktor) tanpa
sepengetahuan kontraktor.
b. Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah:
1) Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yakni
penelitian melalui kajian peraturan perundang-undangan terkait
dengan permasalahan yang dibahas yakni ketentuan dalam bidang
perlindungan konsumen dan KUH Perdata.
2) Pendekatan analisis konsep hukum (analysis and conceptual
approach) yakni analisis mengenai identifikasi norma yang terdiri
dari rangkaian konsep hukum dan konsep-konsep terkait lainnya
yang sesuai dengan variabel dalam penelitian. Konsep hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsep perjanjian, konsep
wanprestasi dan perlindungan konsumen.
20
c. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,
Adapun bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.20 Bahan
hukum primer yang digunakan adalah KUH Perdata, Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan ketentuan
hukum yang terkait lainnya. Bahan hukum sekunder yang digunakan
adalah publikasi hukum terkait dengan hukum konstruksi, perlindungan
konsumen dan perjanjian.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan
melalui sistem kartu dimana setiap penuangan bahan hukum sekunder
dan bahan hukum sekunder dituliskan dengan dilengkapi dengan
sumber referensinya. Sumber referensi dari bahan hukum primer
dituliskan dalam naskah dan daftar bacaan sedangkan bahan hukum
sekunder dicatatkan dalam catatan kaki dan daftar bacaan.
20 Peter Mahmud Marzuki, op.cit., h. 181.
21
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah dikumpulkan dianalisis melalui teknik
analisis bahan hukum. Adapun teknik analisis bahan hukum yang
digunakan adalah: 21
1) Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat
dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya
terhadap suatu kondisi atau posisi atau posisi atau proposisi-
proposisi hukum atau non hukum. Teknik deskriptif yaitu
dijabarkan dalam bentuk uraian-uraian yang nantinya dapat
menjawab permasalahan yang dibahas.
2) Teknik konstruksi berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan
melakukan analogi dan pembalikan preposisi. Konstruksi yuridis
yang dibentuk terkait dengan pertanggungjawaban badan usaha.
3) Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi
karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat
penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin
banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.
4) Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan
suatu konsep hukum atau preposisi hukum antara peraturan
perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak
sederajat.
21 Sugiyono, 2001, Metode Penelitian Administrasi,Cet VIII, Alfabeta, Bandung, h. 10.