09 wetland restoration plan

Upload: fitryasari-rahmawati

Post on 07-Jul-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    1/64

     

    9RENCANA RESTORASI

    LAHAN RAWA 

    Wetland Restoration Plan

    Hairul BasriProgram Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unsyiah,

    Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh,

    Indonesia 23111, [email protected]

    Ahmad Reza KasuriProgram Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah,Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh,

    Indonesia 23111, [email protected]

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    h b h (wetlands) d l h l h t k i t li ti di b i

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    2/64

    ahan basah (wetlands) adalah salah satu ekosistem yang paling penting di bumi

    3

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Namun, fungsi hidrologi lahan rawa tersebut terus menurun seiring dengan semakin

    meningkatnya tuntutan ekonomi akan lahan yang memacu alih fungsi lahan lahan rawamenjadi lahan budidaya.

    Hutan Rawa Bergambut di Kawasan Rawa Tripa (Tripa Peat Swamp Forest   = TPSF)

    terdapat di Provinsi Aceh atau tepatnya di Kecamatan Darul Makmur (Kabupaten Nagan

    Raya) dan Kecamatan Babahrot (Kabupaten Aceh Barat Daya).Ditinjau dari segi

    pengelolaan wilayah sungai, kawasan Rawa Tripa terletak di hilir Wilayah Sungai

    (WS)Tripa –Batee. Kondisi hidro-klimatologi Rawa Tripa sangat dipengaruhi oleh kondisi

    sungai-sungai yang mengalir melalui rawa dan Samudera Hindia. Imbuhan air kedalamsistem rawa sangat dipengaruhi oleh over bank flow  banjir di sungai-sungai tersebut dan

    imbuhan akibat air hujan. Rawa gambut memiliki peran penting sebagai pengatur

    hidrologi karena berfungsi sebagai daerah penangkap air pada saat banjir dan kemudian

    melepaskannya secara perlahan pada saat musim kering.

    Endapan sedimen di areal TPSF umumnya terletak pada daerah rendah yang relatif datar

    dengan aliran sungai-sungai melalui rawa Tripa memiliki pola meander. Mata air sungai-

    sungai ini sebagian besar bersumber dari daerah bukan gambut yang berada jauh di

    hulu. Sedangkan sumber air lainnya berasal dari kubah gambut yang mengalir melalui

    saluran-saluran alam atau buatan menuju sungai utama. Pola aliran alam yang ada di

    TPSF merupakan pola radial. Sedangkan saluran buatan yang dibangun untuk

    kepentingan perkebunan sawit dan memiliki kemampuan drainase yang besar.

    Di samping areal TPSF merupakan ekosistem air yang sangat penting sebagai pengatur

    hidrologi, Rawa Tripa juga mempunyai keanekaragaman hayati yang relatif tinggi.

    Terdapat aneka biotik dan non-biotik yang merupakan plasma nuftah endemik kawasan

    ini Beberapa hewan dan tumbuhan yang ada di kawasan ini telah lama dimanfaatkan

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    3/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 311

    ekologi suatu ekosistem yang rusak termasuk berbagai variabel keragaman hayati

    penting, struktur dan proses-proses ekologi konteks sejarah dan kewilayahan, dankelestarian praktik-praktik budaya (Clewell et al ., 2005, Perrow & Davy, 2002).

    Tujuan utama restorasi lahan rawa adalah mengembalikan struktur dan fungsi ekosistem

    rawa awal. Namun, tujuan utama ini tidak dapat dilakukan dengan mudah dan dalam

    waktu singkat. Karena realita di lapangan, pemanfaatan lahan rawa sebagai areal

    perkebunan kelapa sawit telah berlangsung lama dan cenderung tidak ramah lingkungan

    dan menyebabkan terdegradasinya areal hutan gambut rawa Tripa (TPSF). Untuk itu

    perlu dilakukan kajian yang mendasar dan komprehensif terhadap dinamika ekologisrawa gambut di areal TPSF untuk mendukung upaya rencana restorasi areal TPSF.

    B. Tujuan

    Kajian rencana restorasi lahan rawa ini memiliki beberapa tujuan yaitu :

    1.  Analisis hidrologi sungai di TPSF ditujukan untuk memberikan gambaran tentang

    kondisi sungai-sungai yang melintasi TPSF, informasi tentang berbagai komponen

    hidrologi, pemetaan kondisi hidrologi, hubungan hujan-aliran, banjir rencana sertalama genangan di saat banjir,hubungan komponen hidrologi dengan emisi karbon.

    2.  Analisa hidraulika sungai di TPSF ditujukan untuk mengetahui karakteristik hidrolika

    sungai, parameter hidrolis sungai kondisi normal dan banjir tahunan, karakteristik

    sedimen, hubungan antar berbagai parameter hidrolika sungai, pembentukan

    meander sungai dan perkembangan konfigurasi dasar sungai.

    3. 

    Analisa kualitas air di TPSF ditujukan untuk memberikan informasi tentang kondisi

    kualitas air di sungai-sungai yang melintasi Rawa Tripa;kualitas air di saluran kebun

    sawit dan kualitas air di lahan dan genangan di Rawa Tripa kondisi kualitas air

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    4/64

    3 2

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    hubungan kecepatan kritis dengan debit, hubungan bilangan Froude dengan

    kecepatan; pembentukan meander sungai; perkembangan konfigurasi dasar sungai.3.

     

    Analisa Kualitas Air di TPSF melalui pengujian kualitas air di sungai-sungai Rawa Tripa,

    Seumayam, Batee Seunaam, Tripa;pengujian kualitas air di saluran perkebunan

    kelapa sawit, pengujian kualitas air di lahan dan genangan di areal Rawa Tripa;

    Pembahasan tentang kondisi kualitas air berdasarkan baku mutu air.

    4.  Manajemen Restorasi Lahan Rawa di TPSF meliputi kajian antropogenik; Rencana

    restorasi sistem tata air rawa melalui rekayasa aliran sungai pada manajemen tata air

    dengan skema recharge dan discharge aktualrawa Tripa pada musim kemarau, upaya

    menaikkan elevasi muka air hingga mencapai lapisan gambut pada saat tertentu

    melalui kontruksi bendung sederhana, skema recharge dan discharge  rencana rawa

    Tripa pada musim kemarau setelah bendung dibuat, tipikal konstruksi bendung yang

    direkomendasikan untuk merekayasa elevasi aliran sungai di Rawa Tripa; Konservasi

    DAS membahas karakteristik tanah, kedalaman bahan gambut di lokasi rawa Tripa

    dan lokasi utama yang perlu dikonservasi;Uraian restorasi lahan gambut melalui

    manajemen air dengan sistem drainase terkendali.

    5. 

    Monitoring dan Evaluasi Kondisi Rawa Tripa membahas pentingnya aktivitas

    monitoring dan evaluasi kondisi Rawa Tripa pasca penelitian dan mengetahui realisasi

    rencana implementasi beberapa rekomendasi penting di masa yang akan datang. Hal

    ini dilakukan agar hasil kajian menjadi bermanfaat dan ekosistem TPSF menjadi lebih

    baik dan berkelanjutan.

    Output dari kajian restorasi lahan rawa adalah Rancangan Teknis untuk restorasi lahan

    rawa di areal TPSF.

    II METODOLOGI PENELITIAN

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    5/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 313

    Tabel 1. Kebutuhan Data 

    No Jenis Data Sumber Data Tahun Data

    1 Data Hujan PT. Socfindo 1996 – 2003, 2006 - 2012

    BPP Tadu 2010 - 2012

    BPP Darul Makmur 2010 – 2012

    Data Stasiun Beutong 1998, 2012-2013

    Data Alu Ie Mirah 2012-2013

    2 Data Debit Kanwil PU/ADU Sesuai ketersedian data

    lapangan

    BWS I - Sumatera Sesuai ketersedian data

    lapangan

    3 Data iklim PT Socfindo 2005 – Jan 2013

    4 Data kejadian banjir WS Tripa - Batee BWS I - Sumatera 2005 – 2012

    5 Pola Pengelolaan Wilayah Sungai

    Tripa - Batee

    BWS I - Sumatera 2009

    6 Study ketersediaan Air Provinsi NAD BAPPEDA Prov. Aceh 2007

    7 Hidrometri Sungai Pengukuran Langsung 2013

    8 Kualitas Air Sungai Pengukuran Langsung 2013

    9 Hidrometri Kanal Rawa Pengukuran Langsung 2013

    10 Kualitas Air Rawa Pengukuran Langsung 2013

    Tabel 2. Peralatan Survai yang Digunakan 

    No Peralatan Unit Vol

    1 Perahu untuk hidrometri/ Boats for hydrometric. 1 buah sewa 8 hari

    2 Water Quality Checker (WQC) 1 unit sewa 15 hari

    2 18 b t l i

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    6/64

    3 4

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Kegiatan Persiapan

    Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah secara lebih

    spesifik berdasarkan TOR dan studi terdahulu yang telah dilakukan, menyusun hipotesa

    dan menyusun rencana kerja. Kegiatan persiapan meliputi : (1) penyusunan rencana

    kerja, (2) studi Literatur dan (3) pengumpulan data sekunder.

    Penyusunan Rencana Kerja 

    Penyusunan rencana kerja dilakukan berdasarkan penjabaran dari scope of work dan

    activities yang diharapkan di dalam TOR Wetland-Restoration Plan For In The TPSF Area.Berdasarkan TOR, cakupan analisa yang diharapkan meliputi dampak kondisi hidrologi

    terhadap tingkat cadangan karbon, emisi karbon, dan kondisi hidrologi terhadap tata

    guna lahan dan fungsi lahan.

    Studi Literatur .

    Studi literatur dilakukan dengan mengkaji laporan terdahulu terhadap kegiatan yang

    telah pernah dilakukan di Rawa Tripa. Selain itu, sebagai pengayaan referensi

    penyusunan teori, dilakukan kajian tentang studi lain yang berkaitan dengan rawa.Literature yang dijadikan rujukan merupakan literature yang memuat teori dan aplikasi

    mengenai pengembangan rawa, petunjuk teknis kegiatan pembangunan rawa,

    hidraulika sungai, kondisi hidrologi dan hidraulika rawa, antropogenik rawa, dan teori

    lainnya.

    Pengumpulan Data Sekunder. 

    Pengumpulan data sekunder dilakukan di institusi yang terletak di Kota Banda Aceh.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    7/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 315

    Tabel 3. Titik Survai Hidrometri dan Kualitas Air

    No Kode Titik Koordinat Deskripsi

    1 T-00 3°49'22.87"U ; 96°40'32.31"T Saluran Buatan

    2 T-01 3°48'39.89"U ; 96°41'53.04"T Kolam alam

    3 T-01a 3°45'13.74"U ; 96°42'11.85"T Kolam alam

    4 T-02 3°46'47.97"U ; 96°40'11.55"T Saluran Buatan

    5 T-02a 3°47'8.83"U ; 96°38'44.82"T Saluran buatan

    6 T-02b 3°46'17.82"U ; 96°37'35.13"T Saluran buatan

    7 T-03 3°45'27.06"U ; 96°39'43.92"T Saluran alam8 T-03a 3°45'4.60"U ; 96°39'24.41"T Kolam alam

    9 T-03b 3°46'4.08"U ; 96°38'1.30"T Kolam alam

    10 T-04 3°49'22.62"U ; 96°37'35.35"T Kolam alam

    11 T-05 3°48'10.84"U ; 96°38'0.31"T Saluran buatan

    12 T-07 3°50'21.13"U ; 96°38'18.69"T Saluran buatan

    13 T-10 3°51'37.92"U ; 96°37'7.53"T Saluran buatan

    14 T-11 3°51'47.32"U ; 96°34'32.63"T Saluran buatan

    15 T-12 3°49'56.26"U ; 96°34'16.05"T Saluran buatan

    16 T-12a 3°48'29.45"U ; 96°34'31.20"T Saluran buatan

    17 T-12b 3°49'16.83"U ; 96°32'15.89"T Saluran buatan

    18 T-13 3°45'21.20"U ; 96°36'24.05"T Kolam alam

    19 T-14 3°45'6.90"U ; 96°35'54.38"T Saluran buatan

    20 T-16 3°46'14.62"U ; 96°34'28.30"T Saluran buatan

    21 T-17 3°48'34.06"U ; 96°30'13.90"T Saluran alam

    22 T-18 3°54'5.23"U ; 96°26'41.81"T Saluran buatan

    23 T-20 3°52'20.53"U ; 96°27'27.24"T Saluran buatan

    24 T 21 3°56'15 79"U 96°28'22 17"T S l b t

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    8/64

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    9/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 317

     Jenis parameter (pengukuran insitu dan eksitu). Pengukuran langsung yang dilakukan di

    lapangan meliputi : Kecepatan aliran, pH air, Turbidity , Conductivity , Suhu dan Oksigenterlarut.

    Kegiatan Laboratorium

    Kegiatan ini meliputi pengujian sampel dari lapangan di laboratorium. Analisis

    Laboratorium meliputi : Uji butiran, sediment content, parameter fisik dan kimia air.

    Penentuan baku mutu air mengacu kepada Pasal 1 PP No. 82 tahun 2001.

    Rencana Restorasi Sistem Tata Air Rawa

    Kajian ini menguraikan rencana restorasi sistem tata air di areal hutan gambut rawa

    Tripa (TPSF) melalui rekayasa aliran sungai untuk manajemen tata air, termasuk upaya

    rehabilitasi dan manajemen tata air melalui pengaturan drainase untuk mengatasi

    drainase yang berlebihan (over drainage).

    Monitoring dan Evaluasi

    Monitoring dan evaluasi TPSF ditujukan untuk memberikan informasi pentingnya

    pemantauan kondisi aktual hidrologi Rawa Tripa pasca kajian dan mengetahui realisasirencana implementasi beberapa rekomendasi penting di masa yang akan datang untuk

    memperbaiki dan menjaga agar ekosistem TPSF menjadi lebih baik, lestari,

    berkelanjutan serta bermanfaat.

    D. Tinjauan Teoritis

    Untuk analisis hidrologi syarat data yang digunakan harus; konsisten dan homogen,

    i d d t t tif ti t j d t k S b l

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    10/64

    3 8

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Penyaringan data hujan secara statistik yang dimaksud adalah analisa sebagai berikut:

    (1) Analisis ketidakadaan trend pada data hujan (homogenitas), (2) Analisis kestabilandata (stationary ), (3) Analisis ketidakadaan persistensi data, data bersifat acak

    (randomness) atau tingkat independensi data dan (4) Analisis data hujan yang jarang

    terjadi (outlier ). Pengujian data hujan hasil penyaringan dilakukan untuk melihat tingkat

    kevalidan data. Metode pengujian yang digunakan adalah uji Wald-Wolflowtz, Mann

    Whitney, dan Grubbs & Beck dengan derajat kepercayaan 95%. Prosedur penyaringan

    data hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada Gambar 1.

    Pengumpulan data

    Hujan Harian

    Maksimum

    Tahunan (HHMT)

    Periksa simbol

    pencatatan dataPeriksa panjang

    pencatatan data

    Tidak lolosTidak

    di unakan

    Lolos dan meragukan

    Periksa HHMT < 20 mm

    Periksa HHMT H

    bulannya

    Periksa HHMT >400 mmH

    bulannya

    Periksa HHMT > 400

    mmH1..H2

    Pen u ian statustik

    Tidak

    digunakan

    Tidak

    digunakan

    Tidak

    digunakan

    Tidak

    di unakan

    Tidak

    digunakan

    Tidak lolos

    Tidak

    Tidak

    Tidak

    Tidak

    Lolos dan meragukan

    Lolos dan meragukan

    Lolos dan meragukan

    Lolos dan meragukan

    L l d k

    START

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    11/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 319

     Analisis Distribusi Hujan

    Distribusi hujan per jam ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data

    pencatatan hujan setiap jam pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Distribusi

    tersebut diperoleh dengan pengelompokkan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi

    tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi

    tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan hasil analisis frekuensi kemunculan tertinggi

    pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam

    diperoleh dengan menbandingkan tinggi pada setiap jam terhadap tinggi hujan totalpada distribusi hujan yang ditetapkan. Namun demikian jika tersedia data hujan

    otomatis ( Automatic Rainfall Recorder, ARR), maka pola distribusi hujan jam-jaman

    dapat dibuat dengan menggunakan metode kurva massa (mass curve) untuk tiap

    kejadian hujan lebat dengan mengabaikan waktu kejadian.

    Distribusi hujan per jam dengan interval tertentu perlu diketahui untuk menghitung

    hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hidrograf). Salah satu

    persamaan dari agihan hujan jam-jaman dirumuskan oleh Dr. Ishiguro yang dikenal

    dengan rumus Mononobe (Brook et al ., 2003), yakni :

    t

    R 24

     Ro  ............................................................................ 1)

    3/2

     

      

     

    T

    tRoRt  .................................................................... 2) 

    RT = t . Rt   – (t  - 1) R(t -1) ......................................................... 3)

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    12/64

    32

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    dibuat suatu ekstrapolasi secara tepat, hanya mungkin jika persamaan matematis dari

    lengkungnya diketahui berdasarkan hasil perhitungan.

    Distribusi Gumbel. Distribusi ini menghasilkan estimasi paling besar diantara distribusi

    peluang yang lain. Persamaan umum estimasi banjir/hujan rencana periode T  tahun (Sri

    Harto, 2000) adalah:

     x GT   SK  X  X     ................................................................. 5)

    n

    nT 

    G

    S

    Y Y K 

     

      dan))

    11ln(ln(

    Y T 

       ......................... 6) 

    Persamaan di atas dapat disubstitusikan menjadi:

     x 

    n

    nT 

    T   SS

    Y Y  X  X   

     ......................................................... 7)

     jika:n

     x 

    S

    S

    a

    1

      dan a

    Y  X b  n  

    Maka persamaan umum distribusi Gumbel menjadi :

    T T    Y a

    b X   1

     .................................................................... 8) 

    Di

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    13/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 321

    Distribusi Normal . Persamaan umum distribusi Normal (Sri Harto, 2000) adalah:

     x N T    SK  X  X     ................................................................ 11)

    Koefisien kekerapan normal KNdirumuskan seperti berikut:

    32

    2

    001308,0189269,0432788,11

    010328,0802853,0515517,2

    w w w 

    w w w K 

     ......... 12) 

    Variabel w untuk kemungkinan terlampaui p = 1/T, dapat dihitung dengan:

     

      

     

    2

    1ln

     pw  untuk p < 0,5 dan nilai KN bertanda positif ................ 13)

     

      

     

    2)1(

    1ln

     pw  untuk p > 0,5 dan nilai KN bertanda negatif ........ 14)

    Hujan dengan Periode Ulang

    Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi dalam suatu

    daerah dengan kala ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar perhitungan

    perencanaan dimensi suatu bangunan. Analisis probabilitas dilakukan untuk

    memperoleh curah hujan rancangan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500

    d 1000 h

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    14/64

    322

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    yang dibagi dalam kelompok kelas. Persamaan uji kecocokan ini (Sri Harto, 2000)sebagai

    berikut.

    k

    i

    hEi

    EiOi

    1

    2

    2  

     .......................................................... 15)

    Dimana:

    h  = parameter chi-kuadrat terhitung

    k = jumlah sub kelompok

    Oi  = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke I

    Ei  = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i

    Jika hasilnya besar menunjukkan bahwa distribusi yang dipilih tidak cocok, uji ini akan

    memberikan hasil yang baik jika mempunyai panjang pencatatan (n) yang besar.

    Kottegoda (1996) menyarankan sebaiknya n  50 tahun dan jumlah kelas interval  5.

    Uji Smirnov –  Kolmogorov. Uji kecocokan ini adalah uji kecocokan non parametrik karena

    tidak mengikuti distribusi tertentu. Uji ini menghitung besarnya jarak maximum secaravertical antara pengamatan dan teotitisnya dari distribusi sampelnya. Perbedaan jarak

    maksimum untuk Smirnov  –  Kolmogorov (Sri Harto, 2000) tertera pada persamaan

    berikut.

    )()(max 0   x P  x P Dn    ...................................................... 16) 

    Dimana :

    D J k ik l i d i i

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    15/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 323

    Probable Maximum Precipitation (PMP)

    Hujan maksimum boleh jadi atau  probable maximum precipitation  (PMP) diartikan

    sebagai besaran hujan terbesar dengan durasi tertentu yang secara hidrologis dan

    meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam

    tahun, tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis jangka panjang.

    Rumus yang digunakan dan kemudian dimodifikasi oleh Herschfield dengan

    menggunakan data curah hujan maksimum harian, didasarkan atas persamaan frekuensi

    umum (Subramanya, 2009), yaitu:

    nmnm   SK  X  X     ............................................................. 18)

    Dimana :

     X m  = curah hujan rancangan dengan periode ulang T

    n X     = rerata (mean) curah hujan yang dikoreksi

    K m  = faktor frekuensi

    Sn  = standar deviasi data yang dikoreksi

    Langkah-langkah perhitungan PMP adalah sebagai berikut: (1) Perhitungan parameter

    statistik. Rerata n X    dan standar deviasi Sn hujan maksimum harian dapat dihitung dari

    data, kemudian dihitung mn X      dan Sn-m  dengan tidak menyertakan data curah hujan

    maksimum terbesar; (2) Penyesuaian n X     dan Sn  untuk Maximum Observed Event.

    Faktor penyesuaian n X   (f x1) dan Sn(f s1) untuk maximum observed rainfall   didapat dari

    kurva penyesuaian Hershfield, (3) Penyesuaian n X    dan Sn untuk ukuran sampel. Faktor

    i X (f ) d S (f ) k j did d i k

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    16/64

    324

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    untuk memperkirakan debit banjir akan menggunakan metode empiris, metode unit

    hidrograf.

    Gambar 2. Faktor Penyesuaian rerata (a) dan standar deviasi (b) terhadap

    Pengamatan Maksimum

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    17/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 325

    )3,0(6,3

    2,1

    3,0T T 

    R AQ 

     p

    o

     p

     .................................................. 26) 

    r  g p   T T T    8,0  .................................................................. 27) 

    T0,3  adalah waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak sampai

    menjadi 30 % dari debit puncak.

     gT T     3,0  ........................................................................ 28)

    7,02,0   LT  g     untuk L  15 km

    LT  g     058,04,0   untuk L  15 km

    Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf mempunyai persamaan:4,2

     p

     paT 

    tQ Q 

    ............................................................................. 29)

    0 < t < Tp 

    Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf dirumuskan :

    Tp< t < (Tp + T0,3) :3.030.0

      T 

    Tpt

     pd    Q Q 

     ............................ 30) 

    ( 0 3) ( 0 3 1 0 3)

    3.0

    3.0

    5.1

    50.0

    30.0  T 

    T Tpt

    d QQ

    31)

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    18/64

    326

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    di bagian hulu garis yang ditarik melalui titik di sungai yang terdekat dengan titik berat

    DAS, tegak lurus garis hubung titik tersebut dengan stasiun hidrometri (RUA), (10) Faktor` yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai saat terjadinya debit

    puncak, dinyatakan dengan persamaan (Sri Harto, 2000):

    2775,10665,1100

    43,0

    3

      SIM

    SF 

    LT R

     ...................... 33) 

    Debit puncak hidrograf dinyatakan dengan persamaan :

    4008,02381,05886,01836,0 

    R p   T  JN  AQ   ......................... 34) 

    Waktu dasar hidrograf yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai

    berakhirnya limpasan langsung, atau debit sama dengan nol, dinyatakan dengan

    persamaan:

    2574,07344,00986,01457,04132,27   RUASN ST T  RB  

     ......... 35) 

    Koefisien tampungan yang menunjukkan kemampuan DAS dalam fungsinya menampungair, dinyatakan dengan persamaan:

    0452,00897,11446,01798,05617,0   DSF S AK     .................. 36) 

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Karakteristik DAS

    il h i ( ) i iliki i i i i

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    19/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 327

     A

     L D

      ……………………………………………………………………….37)

    Dimana :

    Dd = Kepadatan aliran (km/km2)

    L = Panjang sungai total (km)

    A = Luas DAS (km2)

    Jika nilai kepadatan aliran lebih kecil dari 1 mile/mile2  (0,62 km/km

    2), DAS akan

    mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kepadatan aliran lebih besar dari 5

    mile/mile2 (3,10 km/km2), DAS sering mengalami kekeringan. Dalam artian lain semakin

    besar angka kerapatan maka makin memperpendek waktu konsentrasi, sehingga

    memperbesar laju aliran permukaan.

    DAS Krueng Seumayam mempunyai kerapatan drainase (Dd) sebesar 1,32 km/km2 

    sehingga dapat dikategorikan sebagai DAS yang mempunyai kemungkinan

    penggenangan sedang. Secara umum, penggenangan di DAS Seumayam terjadi pada

    areal-areal tertentu yang mempunyai cekungan dan di hilir. Penggenangan di hilir ini

    kemudian disebut sebagai Kawasan Rawa Tripa.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    20/64

    328

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Peta pengaruh hujan areal disajikan pada

    Gambar 5.

    Pada WS Tripa  – Batee, terdapat beberapa stasiun hujan. Stasiun tersebut memberikan

    pengaruh yang besar terhadap kondisi hujan aliran di WS Tripa  – Batee. Diantara stasiun

    tersebut, terdapat 5 stasiun yang member informasi mengenai kondisi hujan-aliran di

    WS tripa Batee. Lokasi dari masing-masing stasiun hujan disajikan pada Lampiran Peta

    Hujan Areal. Berdasarkan hasil analisa, distribusi hujan areal yang terjadi di WS Tripa  – 

    Batee disajikan pada Tabel 4.

    Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa hujan  –  aliran di WS Tripa  –  Batee sangatdipengaruhi oleh hujan yang terjadi di hulu WS. Pada kondisi tertentu, wilayah hilir

    sungai-sungai di WS ini mengalami banjir walau tidak terjadi hujan di hilir. Akan tetapi,

    bila hujan terjadi di hulu dan tengah, maka dapat mengakibatkan banjir di sungai.

    Tabel 4. Hujan Areal WS Tripa – Batee dan Rawa Tripa

    No Nama Stasiun

    Pengaruh

    Terhadap WS

    Pengaruh Terhadap

    Kawasan Rawa Tripa 

    1 Sta BMKG Cut Nyak Dhien 2,82% 0,00%

    2 Sta Socfindo 46,86% 100,00%

    3 BPP Beutong 2,95% 0,00%

    4 101b (Sta Ceumpa) 41,17% 0,00%

    5 97b (BPP Kota Baro) 6,21% 0,00%

    Total 100,00% 100,00%

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    21/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 329

    C. Hujan – Aliran

    Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi.

    Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini

     juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan

    sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-bukit atau

    gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di

    wilayah tersebut terdistribusi berupa aliran pengeluarannya. Batas aliran tidak

    ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah

    sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.

    Aliran permukaan yang terjadi di kawasan studi (Rawa Tripa) secara alamiah terjadi

    akibat hujan yang turun di daerah tangkapan. Pada studi ini, aliran permukaan yang

    terjadi dianalisa berdasarkan kejadian hujan yang menyebabkan aliran air di dalam

    sungai. Berdasarkan kondisi hujan areal dan debit hasil pengukuran AWLR di Krueng

    Seumayam, hubungan antara hujan aliran di Rawa Tripa disajikan pada Gambar 6. Banjir

    di kawasan Rawa Tripa terjadi pada bulan Februari, Maret, Agustus, Oktober, November

    dan Desember.

     Analisa Banjir

    Kajian banjir yang terjadi di kawasan Rawa Tripa bersumber dari banjir akibat limpasan

    sungai dan banjir yang terjadi akibat hujan setempat. Banjir yang terjadi akibat limpasan

    sungai di dominasi oleh kejadian banjir dari sungai Krueng Seumayam dan sungai-sungai

    kecil yang melintasi kawasan Rawa Tripa. Beberapa sungai kecil yang memberikan

    konstribusi dominan terhadap kejadian banjir di Rawa Tripa seperti Alue Ie Mirah, Suak

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    22/64

    33

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    23/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 331

    Mononobe. Pola distribusi hujan jam-jaman di kawasan Rawa Tripa disajikan pada Tabel

    7 dan Gambar 6. Berdasarkan pola distribusi tersebut, hujan di kawasan rawa Tripamencapai puncak pada jam hujan ke – 2. 

    Tabel 7. Distribusi Hujan di Rawa Tripa

    JAM DISTRIBUSI

    1 15,00%

    2 35,00%3 25,00%

    4 15,00%

    5 6,00%

    6 4,00%

    Jumlah 100,00%

    1. 

    2. 

    3. 

    4. 

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    24/64

    332

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    digunakan dan kemudian dimodifikasi oleh Herschfield. Perhitungan PMP  untuk

    kawasan Rawa Tripa disajikan pada Tabel 8.

    Tabel 8. Perhitungan PMP untuk Kawasan Rawa Tripa

    No. Parameter Nilai Unit Keterangan

    1 Sx = 28,339 mm

    2 Sx-m = 28,339 mm

    3 Xn = 125,125

    4 Xn-m = 126,8265 (Xn-m)/Xn = 1,014

    6 (Sx-m)/Sx = 1,000

    7 Grafik Km = 11,57 GRAFIK

    Faktor Adjusment:

    8 Xn = 108,00 % GRAFIK

    9 Sn = 119,40 % GRAFIK

    10 Xn Terkoreksi = 135,132 mm

    11 Sn Terkoreksi = 33,836 mm

    12 Hujan Terpusat = 526,534 mm13 Faktor Reduksi Luas DAS

    110,60 km2 

    =

    85,36 %

    14 Fixed Time Internal = 101,00 % GRAFIK

    15 Hujan PMP Terkoreksi = 445,020 mm

    16 Hujan PMP diambil dengan

    koefisien

    =

    100 %

    17 Sehingga hujan PMP adalah = 445,020 mm

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    25/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 333

    Tabel 9. Pengujian kecocokan distribusi dengan metode Smirnov-Kosmonogorov

    pada hujan rencana Rawa Tripa

    Data

    Prob

    EmpirisProb.Teoritis (%) Delta Probability

    (%)EJ.

    Gumbel

    Log

    PearsonPearson

    Log

    Normal

    EJ.

    Gumbel

    Log

    PearsonPearson

    Log

    Normal

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

    195 3,45 3,6367 2,631 1,982 2,673 0,188 0,817 1,466 0,775

    175 6,90 7,8823 6,385 6,090 5,962 0,986 0,512 0,806 0,935

    173 10,34 8,5067 6,937 6,729 6,560 1,838 3,408 3,615 3,785

    165 13,79 11,5055 9,210 9,285 9,024 2,288 4,583 4,508 4,769

    155 17,24 16,6372 14,223 14,926 14,035 0,604 3,019 2,316 3,207

    150 20,69 19,9106 17,228 18,098 17,057 0,779 3,461 2,591 3,632

    148 24,14 21,3701 18,459 19,368 18,295 2,768 5,679 4,770 5,843

    135 27,59 33,1890 32,005 34,153 31,873 5,603 4,418 6,567 4,286

    133 31,03 35,3842 34,390 36,511 34,286 4,350 3,355 5,477 3,251

    132 34,48 36,5197 35,596 37,690 35,506 2,037 1,113 3,207 1,023

    131 37,93 37,6800 36,811 38,869 36,735 0,251 1,120 0,938 1,196

    129 41,38 40,0741 39,269 41,227 39,223 1,305 2,110 0,152 2,157

    127 44,83 42,5629 41,766 43,586 41,749 2,265 3,062 1,242 3,079

    121 48,28 50,5400 49,500 50,854 49,573 2,264 1,224 2,578 1,297

    116 51,72 57,6408 57,263 58,477 57,941 5,917 5,539 6,753 6,217

    111 55,17 64,9389 65,454 66,100 66,786 9,767 10,282 10,927 11,614

    107 58,62 70,7389 72,277 72,198 74,154 12,118 13,656 13,578 15,533

    107 62,07 70,7389 72,277 72,198 74,154 8,670 10,208 10,129 12,085

    106 65,52 72,1629 74,022 73,723 76,039 6,646 8,505 8,206 10,521

    106 68,97 72,1629 74,022 73,723 76,039 3,197 5,057 4,758 7,073

    106 72,41 72,1629 74,022 73,723 76,039 0,251 1,609 1,309 3,625

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    26/64

    334

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Berdasarkan hasil analisa, terlihat bahwa jam puncak banjir dengan analisa

    menggunakan metode GAMA-1 dalah 3,4658 jam. Hidrograf banjir di kawasan RawaTripa dengan menggunakan metode GAMA-1 disajikan pada Gambar 8.

    Gambar 8. Hidrograf Satuan Sintetik metode GAMA – I untuk banjir

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    27/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 335

    Tabel 11. Karakteristik DAS dan Parameter Banjir Metoda Satuan GAMA-1

    No Karakteristik DAS Nilai UnitSumber

    data

    1 Jumlah pangsa sungai tingkat 1 (N1) = 25,00 buah Peta RBI

    2 Jumlah pangsa sungai semua tingkat (Nt) = 49,00 buah Peta RBI

    3 Panjang pangsa sungai tingkat 1(L1) = 93,49 km Peta RBI

    4 Panjang pangsa sungai semua tingkat (Lt) = 169,07 km Peta RBI

    5 Jumlah pertemuan sungai (JN) = 22,00 buah Peta RBI

    6 Luas DTA (A) = 122,41 km2  Peta RBI

    7 Luas DTA hulu (AU) = 101,02 km2  Peta RBI

    8 Panjang sungai utama (L) = 57,04 km Peta RBI

    9 0.75 L = 42,78 km Peta RBI

    10 0.25 L = 14,26 km Peta RBI

    11 Kemiringan sungai rata-rata (S) = 0,0067 Peta RBI

    12 Faktor sumber ( SF) = 0,55 L1 / Lt

    13 Frekuensi sumber (SN) = 0,51 N1 / Nt

    14 Kerapatan jaringan kuras (D) = 1,38km/km2 

    Lt / A

    15 B . 0.75 L (Wu) = 8,38 km Peta RBI

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    28/64

    336

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Tabel 12. Karakteristik DAS untuk Perhitungan hidrograf Satuan Nakayasu

    No. Karakteristik DAS Nilai

    1 Panjang sungai ( Km ) = 57,04

    2 Luas DAS ( Km2 ) = 122,41

    3 tg = 0,4 + 0,058L = 3,71

    4 tr = ( 0,5 – 1,0 ) tg = 1,85

    5 Tp = tg + 0,8 tr = 5,19

    6 T0,3 = 2tg = 7,427 Qp = A Ro/3,6/(0,3 Tp + T0,3) = 3,79

    8 Konstanta Untuk Nilai T0,3 = 2,00

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    29/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 337

    Berdasarkan hasil perhitungan secara empiris dan kondisi lapangan, metode yang lebih

    mendekati dengan kondisi yang terjadi di lapangan adalah Metode Gama-1. Rekapitulasidebit banjir di kawasan Rawa Tripa berdasarkan metode Gama-1 disajikan pada Gambar

    10 dan Tabel 13.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    30/64

    338

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Tabel 13. Rekapitulasi Perhitungan Hidrograf Banjir dengan Berbagai Kala ulang

    Waktu

    (jam)

    Kala Ulang

    2

    Tahun

    5

    Tahun

    10

    Tahun

    15

    Tahun

    20

    Tahun

    25

    Tahun

    50

    tahun

    75

    Tahun

    100

    Tahun

    0 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27

    1 29,18 34,18 37,63 39,63 41,05 42,16 45,65 47,75 49,26

    2 78,89 100,56 115,52 124,17 130,32 135,12 150,26 159,34 165,89

    3 160,39 209,40 243,22 262,78 276,70 287,55 321,80 342,32 357,13

    4 242,30 318,79 371,57 402,09 423,81 440,76 494,20 526,22 549,34

    5 271,62 357,94 417,50 451,95 476,47 495,59 555,90 592,03 618,13

    6 265,47 349,73 407,87 441,49 465,42 484,09 542,96 578,23 603,70

    7 237,89 312,90 364,66 394,59 415,89 432,50 484,91 516,31 538,99

    8 206,78 271,36 315,91 341,68 360,02 374,32 419,44 446,47 465,99

    9 173,81 227,33 264,25 285,61 300,80 312,66 350,05 372,45 388,63

    10 146,49 190,84 221,44 239,13 251,73 261,55 292,54 311,10 324,51

    11 123,84 160,60 185,96 200,62 211,06 219,20 244,88 260,27 271,38

    12 105,08 135,53 156,55 168,71 177,36 184,10 205,38 218,13 227,34

    13 89,52 114,77 132,18 142,26 149,42 155,01 172,65 183,22 190,85

    14 76,63 97,55 111,99 120,34 126,28 130,91 145,53 154,28 160,61

    15 65,95 83,29 95,25 102,17 107,09 110,93 123,05 130,30 135,5416 57,10 71,47 81,38 87,12 91,20 94,38 104,42 110,43 114,77

    17 49,77 61,67 69,89 74,64 78,02 80,66 88,98 93,96 97,56

    18 43,69 53,55 60,36 64,30 67,10 69,29 76,18 80,31 83,30

    19 38,65 46,83 52,47 55,73 58,05 59,86 65,58 69,00 71,47

    20 34,47 41,25 45,93 48,63 50,55 52,06 56,79 59,63 61,68

    21 31,01 36,63 40,50 42,75 44,34 45,58 49,51 51,86 53,56

    22 28,15 32,80 36,01 37,87 39,19 40,22 43,47 45,42 46,83

    23 25,77 29,63 32,29 33,83 34,92 35,78 38,47 40,09 41,25

    24 23,80 27,00 29,20 30,48 31,39 32,09 34,33 35,66 36,63

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    31/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 339

    Banjir yang terjadi di Kawasan Rawa Tripa selain berasal dari sungai Krueng Seumayam,

    sungai Krueng Tripa dan Krueng Batee. Rekapitulasi kejadian banjir di sungai KruengSemayam, Krueng Tripa dan Krueng Batee disajikan pada Tabel 14.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    32/64

    34

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    D. Analisa Hidraulika Sungai

    Kajian kondisi hidrometri WS Tripa  –  Batee, secara garis besar merupakan kajianterhadap hidrometri di sungai dengan sedimentasi/alluvium. Pengetahuan hidrolika

    fluvial ini di tekankan pada transportasi sedimen sebagai dasar dalam perencanaan

    bangunan pengendalian sungai. Faktor-faktor yang menentukan transportasi sedimen

    adalah sifat-sifat aliran air ( flow characteristic); sifat-sifat sedimen (sediment

    characteristic); dan pengaruh timbal balik (interaction). Transportasi sedimen pada

    sungai sangat dipengaruhi oleh debit yang masuk ke sungai tersebut, oleh sebab itu

    diperlukan suatu pengukuran hidrometri yang meliputi pengukuran debit sesaat dan

    pengambilan sampel sedimen.

    Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang selain mengalirkan air, juga

    mengangkut sedimen terkandung dalam air sungai tersebut. Besarnya material

    terangkut dari suatu sungai dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan

    sedimen pada titik kontrol dan semi empiris yang ada. Beberapa faktor yang

    mempengaruhi laju proses sedimentasi di daerah pengaliran sungai diuraikan sebagai

    berikut:

    Cakupan Areal Daerah. Pengaliran.Kapasitas sedimen yang dihanyutkan oleh suatu

    sungai biasanya berbanding lurus dengan luas daerah pengaliran.

    Kondisi Geologi Daerah Pengaliran. Kondisi geologi sangat mempengaruhi intensitas

    proses-proses degradasi dan erosi pada batuan yang selanjutnya akan mempengaruhi

    intensitas sedimentasi pada sungai yang bersangkutan.

    Kondisi Topografi . Elevasi suatu daerah pengaliran, kondisi perbukitan maupun

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    33/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 341

    Pengukuran Hidrometri Sesaat

    Pengukuran debit sesaat dilakukan untuk mendapatkan debit yang terjadi persatuanwaktu sehingga diperoleh kecepatan air yang mengalirkan sedimen dari hulu ke hilir.

    Pengukuran debit sesaat dilakukan untuk mendapatkan angka koefisien yang nantinya

    dapat digunakan sebagai koefisien routing aliran dari stasiun hidrometri yang ada . Debit

    (discharge) atau besarnya aliran sungai (stream flow ) adalah volume aliran yang

    mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Biasanya

    dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/det) atau liter per detik (l/det).

    Menurut Asdak (1995), salah satu teknik pengukuran debit sesaat di lapangan adalahdengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang

    sungai. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur kecepatan air dan penampang

    melintang sungai yang diteliti. Pengukuran debit yang dilaksanakan di suatu pos duga air

    tujuannya adalah untuk membuat lengkung debit dari pos duga air yang bersangkutan.

    Lengkung debit dapat merupakan hubungan yang sederhana antara tinggi muka air dan

    debit, dapat pula merupakan hubungan yang komplek apabila debit di samping fungsi

    dari tinggi muka air juga merupakan fungsi dari kemiringan muka air, tingkat perubahan

    muka air dan fungsi dari faktor lainnya. Pada dasarnya pengukuran debit adalahpengukuran luas penampang basah, kecepatan aliran dan tinggi muka air.

    Keadaan aliran yang terdapat pada dasar sungai berbeda-beda, kadang-kadang ada

    kalanya sungai tersebut berarus cepat dan ada kalanya berarus lambat, keadaan aliran

    tersebut sangat ditentukan oleh besarnya kecepatan aliran yang terjadi pada sungai

    tersebut, dimana secara formulasi dapat dirumuskan sebagai bilangan Froude (Fr)

    sebagai berikut (Chow, 1959).

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    34/64

    342

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Hasil perhitungan parameter hidrolis sungai dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17.

    Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kondisi aliran di sungai utama dalam rawaTripa berada pada kondisi sub kritis pada kondisi normal dan banjir.

    Tabel 15. Luas Tampang Basah, Debit Normal dan Debit Banjir Tahunan

    NoLokasi

    Normal

    Asungai 

    (m2)

    Banjir

    Tahunan

    (m3/det)

    Banjir 2

    Tahunan

    (m3/det)

    PMF

    (m3/det)

    KeteranganAbasah 

    (m2)

    V

    (m/det

    )

    Q

    (m3/det)

    1 Tripa 137,76 0,52 71,64 290,67 274,30 293,53 2926,80 Normal

    2 Tripa 144,60 0,55 79,53 267,80 274,30 293,53 2926,80

    Melimpah

    pada banjir

    tahunan

    3 Seumayam 77,10 0,43 33,15 90,87 256,05 271,62 1427,03

    Melimpah

    pada banjir

    tahunan

    4 Seumayam 70,70 0,46 32,53 89,30 256,05 271,62 1427,03

    Melimpah

    pada banjir

    tahunan

    5 Seumayam 82,67 0,33 27,28 107,80 256,05 271,62 1427,03

    Melimpah

    pada banjirtahunan

    6 Batee 98,80 0,58 57,30 286,70 264,60 272,57 1755,84 Normal

    7 Batee 91,70 0,51 46,77 140,40 264,60 272,57 1755,84

    Melimpah

    pada banjir

    tahunan

    Tabel 16. Parameter Hidrolis Sungai Kondisi Normal

    Berat Parameter Hidrolis

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    35/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 343

    Karakteristik Sedimen

    Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya atau mengen-

    dapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat adanya erosi dan

    menimbulkan banyak dampak sebagai berikut: (1) Di sungai; pengendapan di sungai

    mengakibatkan naiknya dasar sungai, meningginya muka air dan mengakibatkan banjir.

    Hal ini dapat pula menyebabkan aliran terganggu dan mencari alur baru, 2) Di

    saluran;jika saluran irigasi dialiri oleh air yang banyak sedimen maka akan terjadi

    pengendapan sedimen di dasar saluran sehingga akan diperlukan biaya yang cukup besaruntuk pengerukan tersebut, (3) Di daerah sepanjang sungai; daerah yang dilindungi oleh

    tanggul akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar

    sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitarnya. Lama

    kelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak memungkinkan lagi.

    Untuk transportasi sedimen di sungai terdiri dari 2 (dua) cara yaitu sedimen melayang

    (suspended load ) dan sedimen dasar (bed load ). Pada suspended  load butir bergerak di

    atas dasar secara melayang. Berat butir terus menerus dipengaruhi oleh gerak turbulensi

    air (Brownlie, 1981). Suspended load   ini dapat di ukur tetapi menimbulkan kesukaran

    dalam perhitungan.

    Pada bed load butir bergerak di dasar secara menggelinding (rolling); menggeser

    (sliding); meloncat ( jumping). Bed load   ini dapat dihitung dengan rumus semi empirik,

    tetapi pada pengukuran menimbulkan kesulitan. Beban sedimen dasar (bedload )

    biasanya terdiri dari lempung, lanau atau pasir dengan ukuran butiran (0,06-2) mm dan

    kerikil dengan ukuran (2-20) mm. Ukuran, bentuk dan berat jenis sedimen berbeda-beda

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    36/64

    344

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Dimana:

    dm = Diameter butiran rata-rata (d50)R = Jari – jari hidrolis sungai (m)

    I = Kemiringan sungai (%),

    T’b = Berat sedimen (padat) dalam air tiap satuan lebar tiap satuan waktu (m3/m’/dt),

    (S-9) = Grafik yang menghubungkan parameter intensitas aliran )(         ripple dan

    intensitas bed load ,

     = Ripple yang merupakan hubungan dari I h

    dm

    .

       dan dengan menggunakan grafik

    (S-10) untuk parameter Niger dan Benue, maka akan didapatkan Ripple Faktor (   ) pada

    sungai.

    Langkah perhitungan jumlah sedimen pada pias Kr. Seumayam dengan menggunakan

    metode Frijlink dalah sebagai berikut:

    γs = 2,666 t/m3; γw = 1 t/m

    3; R= H; 1

     

      

     

    Q

    Q s 

    w     

      

     

    Q

    Q s R I = 0,047 (s - w ) dm + 0,25

    3/1

     

      

     

     g 

    w  

    (Tb)2/3

     

    1x1x0,484x2,600x0,010 = 0,047x1,666x0.0791x10-3

    +0,25x

    3/1

    81,9

      

     x Tb

    2/3

    Tb= 0,0035 t/m.det

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    37/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 345

    Tabel 18. Perhitungan Sedimentasi dengan Metode Frijlinkuntuk Sungai Krueng Seumayam

    1 2 3 4 5 6 7

    D50 0.0791 0.0441 0.1124 0.3625 0.0310 0.0310 0.2551

    m 0.484 0.481 0.385 0.593 0.387 0.351 0.534

    gw 1 1 1 1 1 1 1

    Qs/Q 1 1 1 1 1 1 1

    R = H 2.6000 2.1000 5.4000 5.5020 4.6820 5.5820 4.7820

    gw*(Qs/Q)*m*R*I 0.0027 0.0026 0.0011 0.0013 0.0140 0.0149 0.0128

    s 2.666 3.017 2.736 2.825 2.656 2.656 2.178

    .047*(s-gw)*d 0.000006 0.000004 0.000009 0.000031 0.000002 0.000002 0.000014

    .25*(gw/g)^(1/3) 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168

    0.003 0.003 0.001 0.001 0.014 0.015 0.013

    (Tb)^(2/3) 0.023 0.023 0.009 0.011 0.120 0.127 0.109

    Tb 0.0035 0.0034 0.0009 0.0011 0.0417 0.0455 0.0360

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Titik PengamatanParameter

     

    Perhitungan sedimen bed load   dipakai untuk pias Kr. Seumayam sebagai berikut: (1)

    Lebar sungai (B) = 44.35 m, (2) Kedalaman rata-rata sungai (h) = 2.10 m, (3) Jari  –  jari

    hidrolis sungai (R) = 1.30 m, (4) Kemiringan memanjang sungai (I) = 0.0392, (5) Diameter

    3

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    38/64

    346

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    4.  Menghitung ripple factor (    )   

    RI

    UC     = 33.5778

     υ

    R URe  =

    610

    60,25778.33

     x

      = 45332583

    Dari grafik Sd ; R/k = 2 k = 1.300

    12R Log18C    = 18 Log

    300,1

    600,212 x= 24,844 2

    1

    m /det

    90

    d90d

    12R Log18C    = 18 Log

    31018,0

    600,212

     x

     x

     = 40,319 21

    m /det

    2/3

    90

    d C 

    C   =

    2/3

    319,40

    844,24

    = 0,484

    5. 

    Menghitung volume timbunan sedimen berdasarkan Frijlink

     RI 

    d m

      

     =

     

      

       

    1000

    10002660x

     

      

     

    010,060,2484,0

    07912,0

     x x

    = 0,1011

    dari grafik S9 ;

    gRIμd

    Tb

    m

     = 5

    Tb = 5 x 0,07912x10-3

    x xxx   = 0,172 t/m.det

    Dari grafik Sd ; R/k

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    39/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 347

    Tabel 19. Perhitungan Sedimentasi Metode MPM

    sampel 1 2 3 4 5 6 7

    H 2.6000 2.1000 5.4000 5.5020 4.6820 5.5820 4.7820

    B 71.35 71.35 44.00 44.00 88.45 88.45 88.45

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    40/64

    348

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Umumnya untuk perhitungan debit sedimen melayang pengukuran, ditulis sebagai

    berikut:

    Qs = 0,0864 x C x Q ……………………………………… 43)

    Dimana :

    Qs=debit sedimen melayang (ton/hari);

    C=konsentrasi sedimen melayang (mg/l atau g/m3) ;

    Q=debit (m3/dt). 

    Apabila didalam periode 1 hari dilaksanakan pengukuran debit, maka debit rata-rata

    pada hari itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

      n

    it QiQ124

    1…………………………………….....… 44)

    Dimana :

    Q = debit rata-rata harian, (m3/dt);

    Qi = debit yang diukur pada saati

    t  , (m3/dt);

    it    = interval waktu pengukuran debit, (jam);

    n = banyaknya waktu pengukuran debit.

    Konsentrasi sedimen rata-rata harian dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

      n

    it CiC 124

    1………………………………….......…. 45)

    Dimana :

    C   = konsentrasi sedimen melayang rerata harian, (mg/l);

    Ci   = konsentrasi sedimen pada saat t  , (mg/l);

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    41/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 349

    Keterangan :

    Qs = debit sedimen melayang rata-rata harian, (ton/hari);C = konsentrasi rata-rata harian, (mg/l);

    Qw = debit rata-rata, (m3/dt).

    Tabel 21. Perhitungan Suspended Load (m3/det)

    1   Tripa   257.40 0.927   80,061.70

    2   Tripa   242.50 0.873   75,427.20

    3   Seumayam   236.00 0.850   73,405.44

    4   Seumayam   230.70 0.831   71,756.93

    5   Seumayam   271.10 0.976   84,322.94

    6   Batee   253.50 0.913   78,848.64

    7   Batee   204.30 0.735   63,545.47

    Sumber : Hasil Perhitungan

    No.Lokasi

    Pengukuran

    Turb

    (mg/ltr)

    Ts

    (m3

    /det)

    Ts

    (m3

    /hari)

     

    Sedimen Total

    Beban sedimen total merupakan gabungan dari bedload dan suspended load sehingga

    dapat dituliskan (Blench 1961 dalam Gregory, 1977):

    Tt= Tb + Ts ………………………………………………………….. 48) 

    Dimana:

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    42/64

    35

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Hubungan Kecepatan Geser dan Debit

    Secara alamiah, debit sungai tidaklah tetap, melainkan selalu berubah dengan kecepatangesernya. Intensitas transpor sedimen juga akan berubah dengan perubahan debitnya.

    Grafik hubungan kecepatan geser dengan debit dapat dilihat pada Gambar 12.

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    0.0034 0.0132 0.0039 0.0144 0.0043 0.0043 0.0107

    Kecepatan Kritis

         D     e 

         b      i      t 

     

    Gambar 12. Grafik Hubungan Kecepatan Kritis dengan Debit

    Dari hasil analisa data dan perhitungan yang telah didapatkan, maka dapat juga

    diperoleh hubungan antara beberapa parameter yang dijelaskan dalam bentuk grafik

    yaitu : (1) grafik hubungan antara debit aliran (Q) dengan kecepatan aliran (V), (2) grafik

    hubungan antara debit aliran (Q)dengan sedimen bedload (Tb) dan (3) grafik hubungan

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    43/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 351

    Gambar 14. Hubungan Bilangan Froude dengan Kecepatan

    Pembentukan Meander Sungai

    Pada analisa debit sesaat ada analisa tentang gerak turbulensi air yang dapatmenjelaskan pembagian kecepatan dan nilai rata-rata kecepatan. Dalam keadaan ini

    keadaan batas (boundary ) yang sangat menentukan adalah dasar/dinding saluran.

    Dalam hidraulika sedimen diketahui bahwa boundary   tersebut terdiri atas sedimen

    granuler sehingga terjadi pengaruh timbal balik antara dasar dan aliran yang tampak dari

    perubahan kekasaran dasar. Gerak longitudinal dari sungai seiring dengan gerakan yang

    membujur, dan ini dinyatakan sebagai pola penting bagi saluran yang dapat memberi

    pengaruh secara langsung.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    44/64

    352

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    kecepatan aliran sungai mulai menurun. Aliran sungai ini membentuk alur di lekukan

    dalam dan lekukan luar sungai. Lekukan luar memiliki kecepatan aliran yang lebih besardibanding lekukan dalam, sehingga di bagian lekukan dalam sering terjadi erosi.

    Gambar 15. Konsep Morfologi Sungai

    Perkembangan Konfigurasi Dasar Sungai

    Pada kondisi awal diketahui diperoleh informasi bahwa air bersih/tawar, dasar rata, bed

    material granuler/non kohesif dan butir material seragam. Klasifikasi tahapan kejadian

    konfigurasi dasar sungai diuraikan pada Tabel 23.

    Tabel 23. Klasifikasi Tahapan Kejadian Konfigurasi Dasar Sungai

    Tebing sungai

    Erosi tebin   sun ai

    Pengendapan 

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    45/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 353

    Gambar 16. Bentuk Dunes

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    46/64

    354

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Pengaturan yang terkait dengan kualitas air meliputi zoning, regulasi, peraturan-

    peraturan spesifik tentang air dan tanah, pengendalian, perizinan, larangan dan lisensi.Pengaturan ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pencemaran air baik dari

    polusi sumber titik ( point source pollution) maupun polusi bukan sumber titik (non-point

    source pollution. Pengertian sumber titik adalah titik-titik dimana limbah cair

    dikeluarkan, misalnya limbah cair yang dialirkan melalui pipa-pipa dan dibuang ke

    sungai. Sedangkan polusi bukan sumber titik adalah polusi yang dihasilkan dari suatu

    kawasan tertentu.

    Zat pencemar atau kontaminan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Zat

    pencemar yang ditinjau disini adalah zat pencemar yang berbentuk cair atau dapat larut

    dalam air, yang dapat dibagi menjadi : (1) Kontaminan anorganik;(2) Kontaminan

    organik; (3) Material radioaktif, dan (4) Mikroorganisme. Selanjutnya, penentuan baku

    mutu pemanfaatan air mengacu kepada Pasal 1 PP No. 82 tahun 2001.

    Berdasarkan hasil pengujian di lapangan, kualitas air di sungai-sungai utama Rawa Tripa

    berada dalam kondisi baik sampai tercemar ringan. Pada umumnya parameter pH untuk

    titik pemantauan ini masih memenuhi baku mutu kualitas air sungai dengan PPRI Nomor

    82 Tahun 2001. Terjadi peningkatan jumlah padatan tersuspensi (TSS) yang signifikanpada kondisi sesaat sebelum sampai dengan sesaat setelah banjir. Kondisi ini seiring

    dengan peningkatan jumlah erosi lahan di hulu yang masuk ke badan sungai. Kondisi

    sebaliknya terjadi pada jumlah padatan terlarut (TDS).

    Jumlah padatan terlarut di Sungai Krueng Tripa lebih besar dari sungai-sungai lain di

    kawasan ini. Hal ini disebabkan pemanfaatan lahan di hulu DAS yang yang sangat

    dominan untuk pertanian semusim atau pengelolaan tanah yang tidak sesuai dengan

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    47/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 355

    dan DAS Alu Ie Mirah juga melintasi Rawa Tripa. Kawasan Rawa Tripa yang secara

    administratif berlokasi di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya danKecamatan Bahbarot, Kabupaten Abdya.

    Desa-desa yang berada di kawasan Rawa Tripa secara umum berlokasi di hilir sungai-

    sungai yang melintasi Rawa Tripa. Hasil dari wawancara dengan penduduk memberikan

    informasi bahwa beberapa desa yang berlokasi dihilir berdekatan dengan bantaran

    sungai sering mengalami banjir. Frekuensi banjir yang terjadi setiap tahun pada curah

    hujan cukup tinggi yang menyebabkan badan sungai tidak mampu lagi mengalirkan

    limpasan permukaan. Dari konteks hidrologi, kawasan Rawa Tripa dikatagorikan sebagai

    daerah banjir. Hal ini disebabkan oleh lokasinya yang berada di hilir beberapa sungai

    yang melintasi Rawa Tripa.

    Hasil wawancara dan observasi lapangan memberikan informasi bahwa sejumlah desa di

    Kecamatan Darul Makmur seperti Desa Kuta Trieng dan Desa Seunaam sering

    mengalami banjir dan tinggi air mencapai 1-2 meter. Frekuensi banjir yang terjadi lebih

    dari satu kali dalam setahun. Banjir tersebut menyebabkan warga mengungsi ke tempat

    yang lebih tinggi.

    Selanjutnya, banjir yang melanda Kecamatan Darul Makmur dan sebagian Kecamatan

    Bahbarot akibat meluapnya Krueng Ie Mirah menyebabkan penduduk mengungsi. Hasil

    pemetaan banjir seperti yang dijelaskan sebelumnya memberikan informasi bahwa

    periode (lamanya) banjir 1-5 hari. Informasi yang diperoleh dari penduduk bahwa

    lamanya banjir tersebut cenderung lebih panjang di bandingkan dengan lamanya banjir

    20 (dua puluh) tahun yang lalu, yang pada umumnya lamanya banjir 1-2 hari. Dengan

    kata lain, banjir telah surut pada hari ke dua. Jika terjadi banjir, sumber air untuk minum

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    48/64

    356

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    lahan budidaya kelapa sawit telah mengalami erosi tebing (stream bank erosion) yang

    menyebabkan tanaman kelapa sawit jatuh ke badan sungai.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    49/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 357

    menyatakan bahwa ukuran bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung

    komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetaptergenang sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk

    tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam

    sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zone perakarannya. Ilustrasi

    manajemen air dengan sistem terkendali dapat dilihat pada Gambar 20.

    Gambar 19. Prinsip Utama dalam Penyekatan Parit atau Saluran di Lahan Gambut

    Sumber : Barkah dan Sidiq, 2009

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    50/64

    358

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    rekayasa aliran air yang dapat mengatur pemasukan air (recharge water ) dan

    pengeluaran air (discharge water ) secara seimbang dan terkendali pada lahan rawagambut. Dengan kata lain, pada saat air di lahan rawa gambut dalam kondisi berlebihan

    di musim penghujan maka air harus dikeluarkan (discharge). Di sisi lain, pada musim

    kemarau dimana air telah berkurang drastis di lahan rawa gambut dan tidak dapat

    memenuhi kebutuhan air minimal yang dapat dipertahankan setinggi 60 cm, maka

    diperlukan pemasukan air (recharge water ) dari sungai yang dapat dialirkan ke areal

    lahan rawa gambut tersebut.

    Sumber air alternatif untuk menjaga keseimbangan di lahan rawa gambut Tripa adalah

    sungai yang melintasi lahan rawa gambut. Sungai Krueng Seumayam merupakan sungai

    yang memiliki pengaruh besar terhadap keseimbangan air di lahan rawa gambut. Oleh

    karena itu, rekayasa aliran Sungai Krueng Seumayam menjadi alternatif untuk

    pembuatan bendung.

    Rekayasa aliran sungai pada manajemen air di Rawa Tripa yang berkaitan dengan

    deskripsi pola aliran dan tipikal konstruksi bangunan air (bendung) serta penentuan

    elevasi mercu bendung untuk menaikkan elevasi muka air air sungai agar dapat dialirkan

    ke lahan rawa gambut diuraikan berikut ini.

    Deskripsi Pola Aliran. Sistem tata air rawa merupakan bentuk sistem yang terintegrasi

    antara banjir, topografi dan geologi permukaan. Pada kondisi rawa Tripa, pembentukan

    rawa akibat banjir sangat dipengaruhi oleh struktur geologi pembentukan dataran banjir

    (aluvial) yang terlapisi oleh struktur organik (gambut). Satuan endapan aluvium sungai

    dan pantai di sepadan antara Krueng Tripa sampai Krueng Batee, terdiri dari lempung,

    pasir, dan kerakal. Deskripsi sayatan geologi di Rawa Tripa dideskripsikan pada Gambar

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    51/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 359

    Gambar 22. Skema Recharge Water  dan Discharge Water  Rawa Tripa

    Aktual pada Musim Kemarau

    Sungai Krueng Seumayam

    Sungai Krueng Batee

    Rawa Tripa

    Sungai Krueng Tripa

    Samudera

    Hindia

    Saluran alami

    Rawa Tripa

    Saluran alami 

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    52/64

    36

    | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Tabel 25. Parameter Hidrologis DAS Krueng Seumayam

    No Parameter Hidrologis Keterangan1 Catchment area (pada site AWLR) = 110,60 km

    2 Elevasi hulu sungai = + 1.660,00 m

    3 Elevasi hilir sungai (pada site bendung) = + 13,00 m

    4 Slope rata-rata sungai = 0,000041

    5 Panjang sungai utama = 64.17 km

    Selain kondisi tersebut di atas, sungai Krueng Seumayam dipilih sebagai lokasi bendung

    karena : (1) merupakan sungai utama yang membelah Rawa Tripa; (2) memiliki tampangsungai yang lebih stabil bila dibandingkan dengan sungai Krueng Tripa dan sungai Krueng

    Batee; (3) memiliki pengaruh banjir lebih dominan bila dibandingkan dengan sungai

    Krueng Tripa dan sungai Krueng Batee terhadap kejadian banjir di Rawa Tripa; (4) areal

    sepadan sungai merupakan kawasan perkebunan yang memiliki ketebalan gambut

    berkisar antara 0,50 m sampai >2,00 m; (5) merupakan outlet utama bagi 64% areal

    gambut yang drain sehingga akan memudahkan untuk dilakukan pengawasan dan

    pengendalian; (6) memiliki stasiun pemantauan debit dan hujan.

    Penentuan Elevasi Mercu Bendung. Elevasi mercu bending ditentukan berdasarkan: (1)

    elevasi rawa tertinggi, dan (2) faktor tinggi tekan untuk pembilasan. Uraian masing-

    masing faktor yang diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 26 dan 27.

    Dari dua metode perhitungan ditetapkan bahwa elevasi mercu bendung adalah yang

    tertinggi, yaitu pada elevasi +11,50 m. Selanjutnya, penentuan panjang mercu bendung,

    lebar lubang dan pilar pembilas, panjang mercu bendung efektif tinggi muka air di udik

    bendung, nilai jari-jari mercu bendung dan resume perhitungan hidraulik bendung dapat

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    53/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 361

    Tabel 27. Penentuan Elevasi Bendung berdasarkan Faktor Tinggi Tekan untuk Pembilasan

    No Faktor yang

    diperhitungkan Keterangan

    1 Penangkap sedimen -  Panjang = 50,0 m;-  Panjang saluran pengantar = 20,0 m;

    -  Pemiringan permukaan sedimen di penangkap sedimen =

    0,00015;

    -  Elevasi hilir penangkap sedimen + 8,50 m;

    -  Elevasi muka air penangkap sedimen bagian hilir + 11,0 m. 

    2 Cara perhitungan- 

    Elevasi muka air dikantong sedimen bagian udik: + 11,0 +(50x0,00015) = +11,005 m.

    -  Elevasi muka air di udik saluran pengantar/tepat di hilir intake

    bendung: + 11,0 + (50+20)x0,00015 = +11,0105 m.

    -  Kehilangan tinggi tekan di intake diambil = 0,20 m.

    -  Elevasi muka air di udik intake : + 11,0105+0,20 = +11,2105 m.

    -  Kehilangan tinggi tekan akibat eksploitasi diambil = 0,10 m.

    Ketinggian elevasi

    mercu bendung

    +11,2105 + 0,10 = +11,3105 m

    Tabel 28. Penentuan Hidraulika Bendung

    No Hidraulika

    BendungKeterangan

    1 Penentuan Panjang -  Panjang mercu bendung ditentukan 120% lebar sungai rata-rata yang

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    54/64

    362

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    -He3/2

     =

     BeC 

    Qd 

    .

     = 2,73 m (perhitungan ‘trial and error’ ) 

    - Be = 45 – 0,24 (2.73) = 44.35 m.

    -  Tinggi tekanan (desain head), Ha dihitung dengan:

    -  Hd = He – V2/2 g dan dianggap V2/2g = 0, maka Ha = He = 2.73 m.

    -  Jadi tinggi muka air di udik bendung Ha = 2.73 m

    -  Elevasi muka air banjir = Elevasi Mercu + Ha = 11,50 + 2.73 = +14,23 m.

    6 Penentuan Nilai

    Jari-Jari MercuBendung

    -  Jari-jari mercu bendung ditentukan berdasarkan ha = Ha = 2,73 m;

    - q = 439,5/44,35 = 9,8 m3/det/m’ diperoleh R = 2,25 m. 

    7 ResumePerhitungan

    Hidraulik Bendung

    -  Lebar pembilas 2 x 1,90 = 3.80 m.

    -  Lebar pilar pembilas 2 x 1,50 = 3,00 m.

    -  Tinggi muka air diudik bending =73 m.

    -  Elevasi muka air banjir = + 14.23 m.

    -  Tinggi pembendungan = 4.0 m.

    -  Kemiringan tubuh bending = 1:1

    Pemilihan tipe peredam energi. Jenis sungai merupakan sungai aluvial dengan angkutansedimen dominan dari fraksi pasir dan kerikil. Dengan sungai yang demikian maka

    bangunan energi yang dipilih adalah tipe lantai datar dengan ujung berkotak-kotak

    (MDO). Setelah dilakukan rekayasa terhadap aliran di Seumayam, maka sistem tata air

    di Rawa Tripa pada puncak musim kemarau mengalami perubahan. Perubahan tersebut

    adalah terjadinya recharge kedalam sistem rawa dan pengendalian atau penutupan

    drainase keluar dari rawa. Skema di Rawa Tripa akibat adanya pengaturan recharge dan

    discharge disajikan pada Gambar 23 yang menunjukkan bahwa seluruh saluran drainase

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    55/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 363

    lalu seluruh jenis tanah di kawasan Rawa Tripa pada awalnya adalah termasuk ke dalam

     jenis tanah Histosol.

    Gambar 23. Skema Recharge dan Discharge Rencana Rawa Tripa pada musim

    kemarau setelah dibangun bendung

    Bendung

    RawaTripa

    Sungai Krueng Seumayam

    Sungai Krueng Batee

    Rawa Tripa

    Sungai Krueng Tripa

    i

    iHujan dan saluran alami

    Hujan dan saluran alami

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    56/64

    364

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Tabel 29. Kedalaman Bahan Gambut di Lokasi Rawa Tripa

    No Kedalaman Luas Areal

    1 Gambut (cm) (Ha) (%)

    a < 200 2.844, 46 4,69

    b 200-300 19.411,40 32,00

    c >300 12.296,22 20,27

    2 Tanah mineral 26.105,20 43,04

    Total 60.657,29 100,00

    Sumber : Laporan kajian 5 (2013)

    Gambut yang memiliki kedalaman > 3 m harus menjadi daerah konservasi, sementara

    gambut yang < 3 m dapat dipertimbangkan menjadi areal budidaya. Demikian juga

    daerah bantaran sungai (sisi kiri dan kanan) sungai juga termasuk areal konservasi.

    Arahan alokasi ruang di areal TPSF dapat dilihat pada Gambar 24.

    H1 

    H2 

    Tanah gambut> 3 m

    Areal Konservasi (AK) BudidayaBudidaya

    AKAK AK AK

    Kubah gambut

    < 3 m< 3 m

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    57/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 365

    Gambar 25. Lokasi Rawa Tripa yang harus Dikonservasi

    Dari konteks hidrologi, faktor utama yang menyebabkan tingginya emisi CO2 yang terjadi

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    58/64

    366

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    Gambar 26. Hubungan antara emisi CO2 dengan Kedalaman Air Tanah Gambut

    Monitoring dan Evaluasi

    Monitoring dan evaluasi kondisi lahan rawa gambut Tripa perlu dilakukan dengan tujuan

    antara lain: (1) memonitor apakah rekomendasi kajian ini ditindaklanjuti oleh pihak-

    pihak terkait, (2) mengevaluasi secara lebih mendalam tentang kondisi kekinian areal

    TPSF pasca kajian setelah rekomendasi rencana restorasi dilaksanakan termasuk kajian

    dampak positif dan negatifnya terhadap lingkungan di TPSF.

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    59/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 367

    Beberapa rekomendasi untuk restorasi areal TPSF seperti meredesain kembali alokasi ruang

    di TPSF, sistem tata air untuk pengendalian drainase, rekayasa aliran melalui pembuatan

    bendung, upaya konservasi DAS serta dampak postif dan negatif terhadap lingkungan

    muncul akibat pelaksanaaan kegiatan tersebut penting ditindaklanjuti serta dimonitor secara

    konprehensif. Demikian juga dengan keterlibatan masyarakat dan perusahaaan perkebunan

    di TPSF dalam upaya restorasi areal TPSF perlu dimonitor dan dievaluasi secara periodik.

    Bagaimana pun juga, restorasi areal TPSF tidak hanya mempertimbangkan aspek lingkungan,

    tetapi juga aspek ekonomi, khususnya masyarakat yang berada di sekitar TPSF. Selanjutnya,

    rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.

    IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    A.  Kesimpulan

    1. 

    Kawasan Rawa Tripa pada dasarnya merupakan kawasan banjir yang terletak di hilir

    dari WS Woyla  – Tripa. Banjir yang terjadi di kawasan ini merupakan banjir tahunan

    dengan lama genangan berkisar antara 1 sampai 5 hari;

    2. 

    Terdapat 3 sungai utama pada Kawasan Rawa Tripa. Sungai terbesar di kawasan iniadalah sungai Krueng Tripa. Sedangkan 2 sungai besar lainnya adalah sungai Krueng

    Batee dan sungai Krueng Seumayam. Sungai Krueng Seumayam ini terletak tepat di

    tengah-tengah Rawa Tripa;

    3.  Dari sungai-sungai yang terdapat di Rawa Tripa, sungai Krueng Seumayam memiliki

    pengaruh yang sangat dominan terhadap banjir di Rawa Tripa. Limpasan banjir dari

    sungai ini sangat mempengaruhi sistem imbangan air rawa dan kualitas air rawa.

    Perubahan terhadap kualitas air rawa memberikan pengaruh yang sangat besar pada

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    60/64

    368

      | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST    

    9.  Konservasi DAS di aeral TPSF dapat dilakukan dengan mengatur alokasi ruang gambut

    sesuai dengan yang direkomendasikan, perbaikan sistem pembuang air rawa,

    perlindungan sepadan sungai dan pantai.

    B. Rekomendasi

    1. 

    Rencana restorasi lahan di TPSF perlu ditindaklanjuti melalui penyiapan dokumen

    untuk pengaturan alokasi ruang TPSF skala detil, DED pengendalian drainase, DED

    pembangunan bendung dan DED konservasi DAS, pelaksanaan kegiatan restorasi

    serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan restorasi.

    2. 

    Perlu segera dilakukan kajian mengenai hasil air (water yield ) terhadap pola

    penggunaan lahan di TPSF untuk mendukung program monitoring dan evaluasi

    kegiatan restorasi.

    3. 

    Pembukaan lahan baru di TPSF perlu dihentikan dan rehabilitasi lahan yang telah

    rusak di luar konsesi perkebunan kelapa sawit seperti bantaran sungai dan sempadan

    pantai serta areal terlantar lainnya perlu segera dilakukan.

    4. 

    Kerjasama semua pihak yang melibatkan pihak pemerintah (pemerintah pusat,pemerintah Aceh, pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya),

    perusahaan kelapa sawit, masyarakat di sekitar areal TPSF, perguruan tinggi serta

    pihak terkait lainnya sangat diperlukan agar area Hutan Rawa Gambut Tripa (TPSF)

    dapat bermanfaat secara adil dan berkelanjutan.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    61/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 369

    Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H. and Page, S (2006). PEAT-CO2, Assessment of CO2

    emissions from drained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943.

    Leopod, et al. (1957 dalam Chang H.H. 1986). River Channel Change. A Justment of

    Equilibirium. J. Hydraulic Engineering. Vol. 112 (1), p 43-45.

    Leopod, et al. (1964 dalam Gregory, K. J. 1977). River Channel Change. A Wiley Interscience,

    Publication, New York, USA.

    Natural Resources Conservation Service. (1986). Conservation engineering division.

    Technical Release 55 . Urban Hidrology for Small Watershed, US Departement of

    Agriculture, Washington.

    Mitsch, W.J., and Gosselink, J. G. (2011). Wetlands. Ecological Studies, Vol. 190, John Wiley& Sons.

    Perrow, M.R., and Davy, A.J. 2002. Handbook of Ecological Restoration. Volume 1. Principles

    of restoration. Cambridge: Cambridge University Press.

    Sri Harto (2000). Hidrologi ; Teori Masalah Penyelesaian, Nafiri, Yokyakarta.

    Subramanya, K. (2009), Engineering Hydrology, Mc Graw Hill, Singapore.

    Verhoeven, J.T.A., Beltman, B., Bobbink, R., and Whigham, D.F. (2006) Wetlands and

    Natural Resource Management, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

    Ward, A.D., and Elliot, W.I. (1995). Environmental hydrology. Lewis Publishers, CRC Press

    Inc., New York.

    http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22William+J.+Mitsch%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22James+G.+Gosselink%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22James+G.+Gosselink%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22William+J.+Mitsch%22

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    62/64

    37 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST   

    LAPORAN UTAMA

    Lampiran 1. Hasil Pengujian Kualitas Air di Sungai-Sungai Rawa Tripa

    NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)

    SM 1 A SM 2 A SS 01 STR 4 A STR 2 A SB A

    A FISIKA

    1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau

    2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa

    3 Warna TCU 50 Spektofotometri 13,12 0,625 5 10,16 15,31 2,187

    4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 41,2 2,65 5,57 19,02 15,32 4,65

    5 Suhu :C  Suhu udara ±3 :C  Termometri 27,3 27,3 27,6 27,2 27,5 27,4

    6 Zat Padatan Terlarut mg/l   1500 Gravimeter 25,6 42,8 34,3 82 66,7 32,3

    B KIMIA

    7 Air Raksa (Hg) mg/l   0,001 SSA TT TT TT TT TT TT

    8 Arsen (As) mg/l   0,05 SSA TT TT TT TT TT TT

    9 Besi (Fe) mg/l   1 SSA 0,0708 0,01 0,0502 0,065 0,0687 0,0099

    10 Flourida (F) mg/l   1,5 Photometri 1,03 1,23 1,53 0,74 0,49 0,65

    11 Kadmium (Cd) mg/l   0,005 SSA 0,0009 0,0003 0,0001 0,0003 0,0012 0,000612 Kesadahan (CaCO3) mg/l   500 Trimetri 44 52 26 76 76 44

    13 Klorida (Cl-) mg/l   600 Argentometri 5,68 5,68 9,23 8,52 11,36 6,39

    14 Kromium (Cr total) mg/l   0,05 SSA 0,001 0,0016 0,0008 0,0022 0,0025 0,0012

    15 Mangan (Mn) mg/l   0,5 SSA 0,0741 0,1174 0,1242 0,1068 0,1121 0,0991

    16 Nitrat (NO3) mg/l   10 Brucin 0,061 0,003 0,006 0,168 0,213 0,012

    17 Nitrit (NO2) mg/l   1 Spektrofotometri 0,021 0,008 0,023 0,03 0,062 0,004

    18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 6,56 7,06 5,96 6,85 6,72 6,8

    19 Seng (Zn) mg/l   15 SSA 0,0011 0,0016 0,0012 0,0031 0,0051 0,0009

    20 Sianida (Cn) mg/l   0,1 Photometri 0,006 0,004 0,011 0,043 0,03 0,007

    21 Sulfat (SO4) mg/l   400 Turbidimetri 6,544 2,279 0,172 19,78 6,709 0,441

    22 Timbal (Pb) mg/l   0,05 SSA 0,0014 0,0003 0,0006 0,0004 0,0008 TT

    23 Selenium (Se) mg/l   0,01 SSA TT TT TT TT TT TT

    24 Zat Organik mg/l   10 Trimetri 0,217 0,821 0,236 0,304 0,623 0,405Catatan :

    SM = Sungai Krueng Seumayam, SB = Sungai Krueng Batee, SS = Sungai Krueng Seunaam, STR = Sungai Krueng Tripa

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    63/64

    RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 371

    Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa

    Universitas Syiah Kuala  

    Lampiran 2. Hasil Pengujian Kualitas Air di Saluran Kebun Sawit Rawa Tripa

    NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)

    RO 2 A RO 2 C RO 3 RO 6 A RO 7 A RO 12 A RO 13

    A FISIKA

    1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau

    2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa

    3 Warna TCU 50 Spektofotometri 28,906 35,469 135,14 21,875 6,094 11,72 22,34

    4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 3,18 2,8 3,34 3,73 2,75 7,33 8,23

    5 Suhu :C  Suhu udara ±3 :C  Termometri 27,9 28,1 27,7 27,7 27,9 27,3 27,5

    6 Zat Padatan Terlarut mg/l   1500 Gravimeter 83,6 24,9 33,6 33,6 24,9 43,2 61,7

    B KIMIA

    7 Air Raksa (Hg) mg/l   0,001 SSA TT TT TT TT TT TT TT

    8 Arsen (As) mg/l   0,05 SSA TT TT TT TT TT TT TT

    9 Besi (Fe) mg/l   1 SSA 0,0988 0,1371 0,1986 0,0877 0,021 0,1104 0,1518

    10 Flourida (F) mg/l   1,5 Photometri 0,77 0,69 0,39 0,83 1,95 1 2,28

    11 Kadmium (Cd) mg/l   0,005 SSA 0,0011 0,0017 0,0027 0,0017 0,0016 0,0012 0,0009

    12 Kesadahan (CaCO3) mg/l   500 Trimetri 110 60 100 26 44 50 5613 Klorida (Cl

    -) mg/l   600 Argentometri 9,23 7,1 7,1 9,94 8,52 7,81 7,81

    14 Kromium (Cr total) mg/l   0,05 SSA 0,0023 0,0039 0,004 0,0038 0,0041 0,0037 0,0035

    15 Mangan (Mn) mg/l   0,5 SSA 0,1397 0,1654 0,1243 0,1134 0,1261 0,1267 0,002

    16 Nitrat (NO3) mg/l   10 Brucin 2,332 1,141 0,855 0,523 0,003 0,614 1,404

    17 Nitrit (NO2) mg/l   1 Spektrofotometri 0,072 0,018 0,024 0,005 0,001 0,118 1,966

    18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 6,46 5,93 5,63 5,8 6,08 6,23 6,39

    19 Seng (Zn) mg/l   15 SSA 0,0014 0,0032 0,0031 0,0023 0,0008 0,0051 0,015

    20 Sianida (Cn) mg/l   0,1 Photometri 0,004 0,003 0,007 0,005 0,003 0,006 0,012

    21 Sulfat (SO4) mg/l   400 Turbidimetri 14,14 6,299 18,43 12,55 7,525 14,26 4,093

    22 Timbal (Pb) mg/l   0,05 SSA 0,0005 0,0004 0,0011 0,0099 0,0002 0,0003 0,0006

    23 Selenium (Se) mg/l   0,01 SSA TT TT TT TT TT TT TT

    24 Zat Organik mg/l   10 Trimetri 0,724 0,186 0,245 0,512 0,167 1,186 10,97

    Catatan :RO 2, RO 3 dan RO 6 berada di antara sungai Krueng Tripa dan sungai Krueng Seumayam

    RO 7, RO 12 dan RO 13 berada di antara sungai Krueng Seumayam dan Krueng Batee

  • 8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan

    64/64

    372  | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST   

    Lampiran 3. Hasil Pengujian Kualitas Air di lahan dan Genangan di lahan Rawa Tripa

    NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)

    4 A 3 A 2 A 1 A 5 AA FISIKA

    1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau

    2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa

    3 Warna TCU 50 Spektofotometri 233,44 418,59 468,75 173,75 182,5

    4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 136 263 323 170,3 61,8

    5 Suhu :C  Suhu udara ±3 :C  Termometri 27,4 27,7 28 28,1 27,6

    6 Zat Padatan Terlarut mg/l   1500 Gravimeter 20,7 32,4 34,1 21,2 33,9

    B KIMIA

    7 Air Raksa (Hg) mg/l   0,001 SSA TT TT TT TT TT

    8 Arsen (As) mg/l   0,05 SSA TT TT TT TT TT

    9 Besi (Fe) mg/l   1 SSA 0,0686 0,2793 0,3312 0,0491 0,0964

    10 Flourida (F) mg/l   1,5 Photometri 2,49 2,88 3,36 0,95 1,2811 Kadmium (Cd) mg/l   0,005 SSA 0,0013 0,0018 0,0016 0,0013 0,0008

    12 Kesadahan (CaCO3) mg/l   500 Trimetri 560 540 560 400 720

    13 Klorida (Cl-) mg/l   600 Argentometri 71 8,52 78,1 78,1 71

    14 Kromium (Cr total) mg/l   0,05 SSA 0,0023 0,0022 0,0016 0,0011 0,002

    15 Mangan (Mn) mg/l   0,5 SSA 0,0964 0,1158 0,0676 0,122 0,0028

    16 Nitrat (NO3) mg/l   10 Brucin 3,832 7,255 12,82 2,961 2,675

    17 Nitrit (NO2) mg/l   1 Spektrofotometri 0,114 0,589 0,812 0,278 0,187

    18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 4,86 5,29 5,27 5,05 4,36

    19 Seng (Zn) mg/l   15 SSA 0,0116 0,0111 0,0137 0,012 0,0179

    20 Sianida (Cn) mg/l   0,1 Photometri 0,122 0,211 0,255 0,087 0,063

    21 Sulfat (SO4) mg/l   400 Turbidimetri 89,39 162,4 208,5 95,88 87,79

    22 Timbal (Pb) mg/l   0,05 SSA 0,0004 0,0014 0,0006 0,0001 0,0001

    23 Selenium (Se) mg/l   0,01 SSA TT TT TT TT TT

    24 Zat Organik mg/l   10 Trimetri 1,149 5,892 8,123 2,781 1,873