03 tesis bab iidigilib.uinsby.ac.id/1233/6/bab 2.pdf · 2015-03-02 · bab ii ayat-ayat tentang...
TRANSCRIPT
BAB II
AYAT-AYAT TENTANG UMMI> DALAM AL-QUR’AN
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa di dalam Al-Qur’an kata
ummi> disebutkan sebanyak 6 kali, dua kali dalam bentuk tunggal sebagaimana
terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 157 dan 158, dan 4 kali dalam bentuk jamak
sebagaimana terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 78, surat Ali Imran ayat 20
dan 75, dan surat Al-Jumu’ah ayat 2. Berikut penjelasan masing-masing ayat:
A. Ayat-Ayat Ummi> Dalam Al-Qur’an
1. Surat al-A’ra>f ayat 157
Allah SWT berfirman:
Orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi> yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.1
1 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 246 – 247.
24
a. Mufradat ayat
Al-nabiyya al-ummiyya (النبي األمي), yaitu Muhammad Saw.,2
beliau disifati dengan ummi> karena beliau berasal dari orang-orang
Arab yang ummi>, di mana tradisi tulis-menulis belum terlembaga,
bahkan menulis seusatu dianggap sebagai suatu aib.
Al-ma’ru>f (المعروف), yaitu segala sesuatu yang dianggap baik
oleh akal sehat dan hati nurani yang bersih, sebagaimana telah
diperintahkan oleh syari’at agama.3 M. Quraish Shihab mengartikan
al-ma’ru>f dengan “kebaikan serta adat istiadat yang diakui baik oleh
masyarakat.4
Al-munkar (المنكر), yaitu segala hal yang bertentangan dengan
syari’at agama.5 M. Quraish Shihab menyatakan bahwa al-munkar
ialah segala hal yang dinilai buruk oleh agama dan adat istiadat.6
Menurut Abu Muhammad al-Baghawi, kata al-ma’ru>f dalam ayat ini
berarti “iman”, dan kata al-munkar dalam ayat berarti “syirik”. Al-
Baghawi juga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-ma’ru>f
ialah syari’at dan sunnah, sementara al-munkar ialah segala sesuatu
yang bertentangan dengan syari’at dan sunnah.7
2 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. Lihat juga Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz III, 483. 3 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 5 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 7 Abu Muhammad al-Baghawi>, Ma’a>lim al-Tanzi>l, Juz III (t.t.: da>r t}i>bah li al-nashr wa al-tawzi>’, 1417 H/1997 M), 289.
25
Al-t}ayyiba>t (الطیبات), yaitu segala hal yang baik, termasuk
makanan-makanan yang menyehatkan dan halal.8
Al-khaba>ith (الخبائث) merupakan jamak dari khabi>thah yang
berarti segala hal yang buruk menurut selera manusia normal, hal-hal
yang mengakibatkan keburukan seperti minuman keras, suap,
perjudian, dan lain-lain termasuk ke dalam al-khaba>ith.9
Wayad}a’u ‘anhum is}rahum wa al-aghla>l ( ویضع عنھم إصرھم
al-is}ra ialah janji atau jaminan.10 Al-Sha’rawi> menafsirkan ;(واألغالل
al-is}ra dengan beban yang berat,11 sementara Wahbah al-Zuhayli
menafsirkan al-is}ra dengan “beban yang membuat seseorang tidak
dapat bergerak”.12 Al-Baghawi> menyatakan bahwa al-is}ra ialah segala
sesuatu yang membebani manusia baik itu perkataan maupun
perbuatan.13 T}a>hir Ibnu ‘A>shur, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish
Shihab, menyatakan bahwa beban keagamaan yang paling
memberatkan Bani israil yaitu tidak adanya kesempatan untuk
bertaubat bagi pelaku kriminal dan lain-lain, taubat yang disyariatkan
buat mereka antara lain dengan membunuh diri sendiri, atau
memotong anggota tubuh yang melakukan dosa.14
8 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 10 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 11 Muhammad Mutawali> al-Sha’ra>wi>, Tafsi>r al-Sha’ra>wi>, Juz I (al-Maktabah al-Shamilah), 3070. 12 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 13 Abu Muhammad al-Baghawi>, Ma’a>lim al-Tanzi>l, Juz III, 289. 14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 273.
26
Kata al-aghla>l merupakan jama’ dari kata ghullu (غّل), yaitu
belenggu (di tangan atau leher). Al-aghla>l menurut Wahbah al-Zuhayli
adalah kesulitan atau beban yang sangat berat.15 Sementara al-Jaza>iri>
memaknai al-aghla>l dengan “kesulitan dalam beragama”.16 M. Quraish
Shihab menyatakan bahwa kata “belenggu-belenggu” (al-aghla>l) yang
terdapat pada ayat ini menunjukkan kepada penderitaan yang dialami
oleh orang-orang Yahudi dari umat-umat yang lain, khususnya
kehancuran kekuasaan mereka di Bait al-Maqdis. Belenggu tersebut
dilepaskan berkat kehadiran Muhammad Saw. karena ajaran Islam
yang beliau sampaikan mempersamakan semua jenis manusia, dan
memerintahkan perlakuakn adil terhadap semua pemeluk agama
walau terhadap lawan sekalipun.17
‘Azzaru>hu (عزرزه), yaitu menghormatinya dan memuliakannya
M. Quraish Shihab mengartikan ‘azzaru>hu dengan 18.(وقروه وعظموه)
“memuliakannya dengan mencegah siapapun yang bermaksud buruk
terhadapnya,19 sementara Wahbah al-Zuhayli memaknainya dengan
“menolong dan membantunya sampai musuh-musuhnya tidak kuat
lagi.20
15 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 16 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 273. 18 ibid., 19 ibid., 269. 20 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117.
27
Wattaba’u> al-nu>r al-ladhi> unzila ma’ahu ( واتبعوا النور الذي أنزل
yaitu Al-Qur’a<n al-Kari>m,21 jadi Al-Qur’an yang diturunkan oleh ,(معھ
Allah melalui malaikat Jibril kepada Muhammad Saw. merupakan
bukti paling kuat dari kerasulannya, di mana di dalamnya terdapat
tuntunan-tuntunan agar manusia bisa meraih kesempurnaan.22
Hum al-muflih}u>n (ھم المفلحون), yaitu orang-orang yang menang,
orang-orang yang selamat dari neraka dan masuk surga.23 M. Quraish
Shihab memaknai hum al-muflih}u>n dengan “orang-orang yang
beruntung, yang meraih keberuntungan sempurna, serta mendapatkan
segala apa yang didambakannya”.24
b. Pembahasan ayat
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa surat Al-A’ra>f ayat 157
ini mengandung berita penting yang sangat agung, yang membuktikan
bahwa Bani Israil telah mengetahui tentang kedatangan Nabi
Muhammad Saw. sebagaimana telah tertera dalam Taurat bahkan
Perjanjian Lama yang hingga kini mereka akui.25 Di dalam ayat ini
Allah SWT menerangkan sifat-sifat Muhammad Saw., Rasul dan Nabi
Allah terakhir yang wajib diikuti oleh semua umat manusia. Di dalam
ayat ini dijelaskan bahwa nabi tersebut ummi> dalam artian tidak
pandai menulis dan membaca. Sifat ini memberi pengertian bahwa
21 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 22 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 118. 23 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 24 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 25 ibid., Volume 5, 273.
28
seorang yang ummi> tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang
ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, demikian pula cerita-cerita
kuno yang berhubungan dengan umat-umat dahulu.26 Ada yang
berpendapat bahwa kata ummi> terambil dari kata ummah (أمة) yang
menunjuk kepada masyarakat ketika Al-Qur’an diturunkan,
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya kita adalah umat yang
ummi>, tidak pandai membaca dan berhitung”.27 Allah juga berfirman:
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).28
Selanjutnya, ayat ini menjelaskan bahwa kerasulan
Muhammad Saw. telah diisyaratkan dengan jelas di dalam kitab
Taurat dan Injil, bahkan Allah swt. menegaskan dalam firman-Nya:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.29
26 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB. 27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 270. 28 Q.S. Al-‘Ankabu>t (29): 48, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 635. 29 Q.S. Al-Baqarah (2): 146, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 37.
29
Menurut ayat ini, orang-orang Yahudi dan Nasrani telah
menyembunyikan pemberitaan tentang akan diutusnya Muhammad
Saw. dengan menghapus pemberitaan ini di dalam kitab taurat dan
Injil, dan menggantinya dengan yang lain. Namun masih terdapat
ayat-ayat Taurat (Wasiat Yang Lama) dan Perjanjian Yang Baru yang
mengisyaratkan akan kedatangan Muhammad itu. M. Quraish Shihab
menyatakan bahwa sepandai-pandai orang Ahli Kitab mengelabui,
cepat atau lambat, pasti ulahnya akan ditemukan dan diketahui. Lebih
lanjut Qurraish Shihab memaparkan bahwa pada Ulangan XVIII:18
dinyatakan: “Seorang nabi akan Ku-bangkitkan bagi mereka dari
antara saudara mereka seperti engkau ini. Aku akan menaruh firman-
Ku dalam mulutnya dan ia akan mengatakan kepada mereka segala
yang Ku-perintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan
segala firman-Ku yang akan diucapkan oleh Nabi itu, demi nama-Ku
darinya akan Ku-tuntut pertanggungjawaban.”30
Seorang rahib Yahudi Maroko, Samaul Ibnu Yahya al-
Maghrabi, memeluk agama Islam setelah menyadari bahwa teks
Perjanjian Lama itu menunjuk kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi
Muhammad yang ummi> tersebut merupakan keturunan Nabi Ismail
As., sedangkan Ismail As. Merupakan saudara Nabi Ya’qub As., hal
tersebut yang dimaksud dalam teks di muka yang berbunyi “di antara
saudara mereka”, bukan “di antara mereka”. Hal itu membuktikan
30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 271 – 272.
30
bahwa nabi yang dimaksud bukan dari Bani Israil, tapi dari Bani
Ismail (bangsa Arab) yang merupakan saudara Bani Israil, sebab
Ismail adalah saudaranya yang tua dari Ishak As. bapak Nabi Ya’qub
As. Seandainya nabi yang dimaksud dari Bani Israil, tentu redaksi
teks di atas akan berbunyi “di antara kamu”.31
Selanjutnya teks Perjanjian Lama di muka menyatakan bahwa
nabi itu “seperti engkau ini”, yaitu seperti Nabi Musa As. Persamaan
dimaksud tentunya pada sifat-sifat khusus atau sifat-sifat yang
menonjol, sedang sifat yang paling menonjol pada Nabi Musa As.
ialah “risalah, kitab, dan syariat” yang unik. Nabi-nabi di kalangan
Bani Israil, sesudah Nabi Musa As., tidak seorangpun yang memiliki
ciri-ciri seperti itu, termasuk Isa As. Nabi Isa As. tidak datang dengan
membawa syariat baru, tetapi melanjutkan syariat Nabi Musa As.
Sebagian orang Yahudi ada yang menyatakan bawa nabi yang
dimaksud oleh teks Perjanjian Lama adalah Samuel, akan tetapi
pendapat ini tertolak karena Samuel tidak seperti Musa As.32
Teks lain dalam Perjanjian Lama yang menunjuk kehadiran
Muhammad Saw. ditemukan dalam Kitab Ulangan 33:2. Di sana
dinyatakan bahwa “Tuhan datang dari Sinai, dan terbit kepada mereka
dari Seir, Ia tampak bersinar dari gunung Paran.” Gunung Paran,
menurut Perjanjian Lama: Kejadian 21 adalah tempat putra Nabi
Ibrahim As., yakni Ismail As. bersama ibunya Hajar As. memperoleh
31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 271. 32 ibid., 271 – 272.
31
air, zam-zam. Hal itu berarti tempat tersebut adalah Mekah, dan
dengan demikian yang disebut oleh Kitab Ulangan di muka adalah
tiga tempat terpancarnya wahyu Ilahi, yaitu Thur Sina tempat nabi
Musa As.; Seir tempat Nabi Isa As., dan Mekah tempat Nabi
Muhammad Saw.33
Sementara di dalam Bab XV, Injil Yohanna, disebutkan
tentang kenabian Muhammad Saw. sebagai berikut: “Maka apabila
telah datang Faraklit yang Aku telah mengutusnya kepadamu dari
bapak, roh yang benar yang berasal dari bapak, maka dia menjadi
saksi bagiku, sedangkan kamu menjadi saksi sejak semula.” Kata
“Faraklit” merupakan bahasa Ibrani yang artinya sama dengan
“Ahmad” dalam bahasa Arab.34 Hal tersebut sesuai dengan firman
Allah:
Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”35
33 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 272. 34 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB. 35 Q.S. Ash Sha>ff (61): 6, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 929.
32
Selanjutnya, surat Ali Imran ayat 157 ini menjelaskan bahwa
Nabi yang ummi> itu menyuruh berbuat makruf dan melarang berbuat
mungkar. Perbuatan yang makruf ialah perbuatan yang baik yang
sesuai dengan akal sehat, perbuatan yang membersihkan jiwa, dan
bermanfaat bagi diri sendiri, manusia, dan makhluk lainnya.
Sedangkan perbuatan yang mungkar ialah perbuatan yang buruk yang
tidak sesuai dengan akal yang sehat dan dapat menimbulkan
keburukan bagi diri sendiri dan bagi lingkungan di sekitarnya.
Perbuatan makruf yang paling tinggi nilainya ialah mengakui ke-Esa-
an Allah SWT, dan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, sedangkan
perbuatan mungkar yang paling tinggi tingkatannya ialah
mempersekutukan Allah SWT.36
Nabi tersebut, atas perintah Allah, juga menghalalkan yang
baik, termasuk yang tadinya halal kemudian diharamkan sebagai
sanksi atas mereka, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’a>m
ayat 146.
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku, dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang
36 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB.
33
bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar.37
Nabi tersebut, juga atas perintah Allah, juga mengharamkan
yang buruk, yaitu segala hal yang diharamkan oleh syari’at karena
dapat merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani.
Selanjutnya surat Ali Imran ayat 157 ini juga menyatakan
bahwa syari’at yang dibawa oleh Muhammad Saw. tersebut
membebaskan kaum nabi-nabi sebelumnya, terutama Bani Israel, dari
beban-beban dan belenggu-belenggu yang memberatkan, seperti
syari’at membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan qis}as} pada
pembunuhan, baik yang disengaja atau pun yang tidak disengaja,
tanpa membolehkan membayar diyat, memotong bagian badan yang
melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang
terkena najis, dan sebagainya.38 M. Quraish Shihab menambahkan
bahwa syari’at yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. sedemikian
meringankan manusia, sehingga jika seseorang mengalami keadaan
darurat atau kebutuhan mendesak maka sesuatu yang haram bisa
menjadi halal.39 Allah SWT berfirman:
37 Yang dimaksud dengan binatang berkuku di sini ialah binatang-binatang yang jari-jarinya tidak terpisah antara satu dengan yang lain, seperti: unta, itik, angsa dan lain-lain. Sebagian ahli tafsir mengartikan dengan binatang-binatang yang berkuku satu seperti kuda, keledai dan lain-lain. (Lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 213.) 38 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 121 – 122. 39 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269.
34
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.40
Menurut Al-Biqa>’i, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish
Shihab, surat Al-A’ra>f ayat 157 ini dimaksudkan untuk meluruskan
kekeliruan orang-orang Ahli Kitab, terutama orang Yahudi, mengenai
siapa yang akan mendapat rahmat Allah.41 Sebagaimana disebutkan
dalam surat Al-A’ra>f ayat 156 bahwa Allah akan menetapkan rahmat-
Nya bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah yang disampaikan
melalui Nabi dan Rasul-Nya, maka Allah menegaskan dalam ayat
selanjutnya bahwa kesempurnaan rahmat Allah akan didapat ketika
orang-orang Ahli Kitab mau mengikuti Nabi yang ummi> sebagaimana
telah tertera dalam kitab mereka, Taurat dan Injil.
T}ahir Ibnu ‘Ashu>r, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish
Shihab, menyatakan bahwa Bani Israil pada waktu penyampaian
firman tentang kedatangan Muhammad Saw. kepada Nabi Musa As.
tentu saja belum mengikuti rasul dalam pengertian sebenarnya, namun
mereka harus memiliki tekad untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw.
saat kedatangannya jika mereka mengetahui kedatangannya tersebut. 40 Q.S. Al-Ma>’idah ayat 6, Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 159. 41 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268 – 269.
35
Oleh karena itu, ayat ini sebenarnya merupakan berita gembira bagi
Bani Israil, sejalan dengan apa yang telah termaktub dalam Perjanjian
Lama (Ulangan X sampai XIV, dan XVIII). Hanya saja para Ahli
Kitab yang sudah tertutup hatinya tidak mau menerima dan mengakui
kebenaran ini.42
c. Petunjuk ayat
Dari ayat ini dapat diketahui tentang:
1) Keutamaan Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang yang bersedia
mengikutinya dibanding kaum nabi-nabi sebelumnya.
2) Pensucian diri, yang dapat dilakukan dengan melakukan amal
shalih dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela yang dapat
menimbulkan dosa, namun kesempurnaan takwa baru bisa
diperoleh jika kita mampu untuk al-amru bi al-ma’ru>f dan al-
nahyu ‘an al-munkar.
3) Kewajiban untuk memuliakan, menghormati, dan menolong Nabi
Muhammad Saw. dengan mengikuti petunjuk-petunjuk di dalam
Al-Qur’an dan as Sunnah yang telah beliau sampaikan.
2. Surat al-A’ra>f ayat 158
Allah SWT berfirman:
42 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268.
36
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi> yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.43
a. Mufradat ayat
Qul (قل); katakanlah wahai Muhammad.44
Jami>’an (جمیعا) artinya semua, kata ini berkaitan erat dengan
kata al-na>s dalam ayat ini yang berarti seluruh umat manusia, baik itu
bangsa Arab maupun non-Arab, baik yang semasa dengan Rasulullah
Saw. maupun tidak.45 Wahbah al-Zuhayli mengklasifikasikan al-na>s
jami>’an dengan; 1) orang-orang mukallaf yang telah baligh; dan 2)
semua orang yang mendengar dan menerima kabar (dakwah) tentang
risalah Muhammad Saw. berserta syariatnya yang terdapat dalam Al-
Qur’an and Sunnah.46
Yu’minu billa>hi wa kalima>tihi (یؤمن باهللا وكلماتھ), yaitu yang
beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang Esa, dan juga beriman
43 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 247. 44 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274. 45 ibid., 46 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 129 – 130.
37
kepada syariat-syariat yang diperintahkan oleh Allah SWT.47 Wahbah
al-Zuhayli memaknai kata kalima>tihi dengan “Al-Qur’an”.48
Tahtadu>n (تھتدون) artinya mendapat petunjuk (turshidu>n) ke
dalam kesempurnaan dan kebahagiaan di dua kehidupan, kehidupan
dunia dan kehidupan di akhirat.49
b. Pembahasan ayat
Pada ayat yang terdahulu Allah SWT menerangkan tentang
sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul terakhir sebagaimana
telah diisyaratkan dalam Kitab Taurat dan Injil, dan menyebutkan
kemuliaan orang-orang yang mengikuti agamanya, ia akan bahagia
hidup di dunia dan di akhirat nanti. Sementara pada ayat ini
diterangkan tentang keumuman risalah yang dibawa Nabi Muhammad
Saw., yaitu agama yang berlaku untuk seluruh umat manusia di dunia,
jadi tidak seperti risalah rasul-rasul sebelumnya yang hanya khusus
untuk satu umat saja.
Menurut M. Quraish Shihab, sebelum melanjutkan uraian
tentang Bani Israil pada ayat-ayat berikutnya, Al-Qur’an
menggunakan kesempatan, dengan surat Al-A’ra>f ayat 157 dan 158,
untuk berbicara mengenai Nabi terakhir sebagaimana telah tercantum
dalam Kitab suci terdahulu. Hal tersebut dimaksudkan sebagai
perintah kepada Nabi Muhammad Saw. agar menyampaikan kepada
47 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249. 48 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 127. 49 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249.
38
seluruh umat manusia akan hakikat yang telah disampaikan kepada
Bani Israil, yang juga merupakan janji Allah sejak masa silam.50
Sementara al-Jaza>iri> menyatakan bahwa ayat ini merupakan
jawaban atas tuduhan para Ahli Kitab dan kaum orientalis bahwa
Muhammad Saw., seperti rasul-rasul Allah sebelumnya, hanya diutus
untuk kaumnya saja.51 Melalui ayat ini, Allah SWT memerintahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. untuk sejak dini mendeklarasikan diri
bahwa beliau merupakan utusan Allah untuk manusia seluruhnya
tanpa terkecuali. Perlu diketahui surat Al-A’ra>f merupakan surat
makkiyah, jadi seluruh ayat yang ada di dalam surat ini diturunkan di
Mekah, pada saat nabi belum meraih kesuksesan dalam menghadapi
kaumnya sendiri.52
Keumuman risalah Muhammad Saw. juga dinyatakan oleh
Allah SWT dalam ayat lainnya, seperti dalam;
- Surat Saba’ ayat 28
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.53
- Surat Al-An’a>m ayat 19
50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274. 51 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249. 52 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274 – 275. 53 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 688.
39
Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui.” Katakanlah: “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.54
- Surat Al-Furqa>n ayat 1
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqa>n (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.55
Sementara hadis Nabi Saw. yang menerangkan keumuman
risalahnya ialah sebagai berikut:
أعطیت خمسا لم یعط أحد من األنبیاء قبلي نصرت بالرعب مسیرة : اهللا علیھ وسلمقال صلى شھر وجعلت لي األرض مسجدا وطھورا فأیما رجل من أمتي أدركتھ الصالة فلیصل وأحلت لي الغنائم ولم تحل ألحد قبلي وأعطیت الشفاعة وكان النبى یبعث إلى قومھ خاصة وبعثت إلى
الناس عامةRasulullah Saw. bersabda: “Telah diberikan kepadaku lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Aku ditolong dengan memasukkan rasa takut kepada musuhku dalam jarak perjalanan sebulan, dan dijadikan bagiku bumi sebagai masjid (tempat salat) dan alat bersuci. Maka siapa saja dari umatku yang telah datang padanya waktu salat, maka hendaklah ia salat (di mana pun ia berada). Dan dihalalkan bagiku harta rampasan yang tidak dihalalkan kepada orang yang sebelumku, diberikan kepadaku syafaat, dan nabi lain diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (H.R Bukhari dan Muslim)
54 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 189. 55 ibid., 559.
40
Selanjutnya ayat ini menerangkan tentang ke-Esa-an Allah
SWT, bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, hanyalah Dia yang berhak
disembah karena Dialah yang menguasai dan mengurus langit dan
bumi, dan mengatur seluruh alam semesta. Dia yang menghidupkan
dan mematikan segala sesuatu yang dia kehendaki. Jika kekuasaan
Allah sedemikian menyeluruh, maka tidak heran jika Dia pun
mengutus seorang Rasul yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran-
Nya kepada seluruh umat manusia dan menyebarluaskan rahmat-Nya
ke setiap jengkal dan sudut dari alam raya ini. Menurut M. Quraish
Shihab hal ini merupakan pesan halus kepada Bani Israil yang telah
mengingkari dan menolak kehadiran Nabi Muhammad Saw. sebagai
nabi dan rasul dengan dalih beliau bukan dari kelompok mereka yang
merupakan bangsa pilihan Tuhan dan anak-anak kesayangan-Nya.56
Setelah menerangkan tentang ke-Esa-an Allah, ayat ini
kemudian ditutup dengan beberapa catatan penting yang perlu
diperhatikan. Pertama, dalam ayat ini terkandung kesaksian tentang
ke-Esa-an Allah SWT, dan kesaksian bahwa Nabi Muhammad Saw.
adalah rasul-Nya. Kesaksian tersebut harus ditampilkan dalam satu
gambaran yang jelas agar sah keimanan dan keislaman seseorang.
Gambaran tersebut adalah perintah beriman kepada Allah dan Rasul-
56 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 275 – 276.
41
Nya Saw. yang didahului dengan pengenalan tentang sifat-sifat-Nya
dan sifat-sifat Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Dia yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya.57
Kedua, di akhir ayat ini dijelaskan bahwa Nabi yang ummi>
tersebut percaya kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya. Hal tersebut
mengandung makna bahwa setiap dakwah harus terlebih dahulu
dipercaya, dipahami secara baik, dan diyakini oleh yang
menyampaikannya. Ketiga, ayat ini ditutup dengan perintah kepada
semua manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw. yang ummi>
tersebut agar bisa memperoleh petunjuk. Dengan demikian, tidak ada
petunjuk yang dapat diperoleh kecuali dengan mengikuti beliau
Saw.58
c. Petunjuk ayat
Dari pemaparan mengenai surat Al-A’ra>f ayat 158 di muka,
dapat dipelajari beberapa hal, antara lain:
1) Kerasulan Muhammad Saw. tidak hanya untuk bangsa Arab saja,
tetapi beliau diutus untuk seluruh umat manusia dan semua suku
bangsa.
57 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 276. 58 ibid.,
42
2) Petunjuk kebenaran yang mengantarkan manusia, baik secara
individu maupun kelompok, kepada kesempurnaan dan
kebahagiaan hanya bisa didapat dengan mengikuti ajaran-jaran
Muhammad Saw., yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Surat al-Baqarah ayat 78
Allah SWT berfirman:
Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.59
a. Mufradat ayat
Kata ummiyyu>n (أمیون) merupakan jamak dari kata ummi> (أمي)
yang terambil dari kata umm (أم) yang berarti ibu. Penggunaan istilah
ummi> untuk menggambarkan keadaan seseorang saat dia baru
dilahirkan oleh ibunya. Seseorang yang baru dilahirkan tidak memiliki
banyak pengetahuan, seperti belum mengetahui tentang baca-tulis.60
Ibnu Kat}ir mengartikan wa minhum umiyyu>na (ومنھم أمیون) dengan
“sebagian ahli kitab” ( الكتابومن أھل ),61 sementara al-Sha’rawi
menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “ ƋɍnjǙ ǡǠǪȮȱǟ LjȷɀłȶLjȲŃȞŁɅ Ljɍ LjȷɀŊɆōȵNJǕ ŃȴłȾŃȺŇȵŁȿ
59 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 23. 60 S}adi>q Hasan Kha>n, Fathu al-Baya>n Fi> Maqa>s}id al-Qur’a<n, Juz 1 (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah Li al-Tiba>’ah wa al-Nashr, 1412 H/1992 M), 206. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I (t.t.:t.p., 1414 H/1993M), 73. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 61 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz I (Beirut: Da>r al-Fikr li al-T}iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1412 H/1992 M), 149.
43
ʼnɄnjȹǠŁȵLjǕ” ialah orang-orang Yahudi yang banyak bermukim di kota
Madinah.62
Kata ama>ni> (أماني) merupakan bentuk jamak dari kata
umniyyah (أمنیة) yang oleh M. Quraish Shihab diartikan sebagai
angan-angan, harapan-harapan kosong, dongeng-dongeng atau
kebohongan.63 Sementara Wahbah al-Zuhaily mengartikan ama>ni>
dengan “para pendusta”, mereka adalah orang-orang yang menerima
kebohongan dari pemimpin dan pendahulu mereka, lalu mengikuti
kebohongan tersebut tanpa ada dalil, baik ‘aqli> maupun naqli>, yang
mendasari.64
Ibnu al-Jawzi> menafsirkan ama>ni> ke dalam 3 hal; pertama,
ama>ni> ialah para pendusta, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abbas
dan Mujahid. Kedua, ama>ni> ialah orang-orang yang hanya sekadar
membaca kitab tanpa tahu makna yang disampaikan dalam kitab
tersebut. Sementara yang ketiga, ama>ni> ialah orang-orang yang
berangan-angan akan Tuhan mereka, jadi mereka tidak pernah benar-
benar meyakini Tuhan mereka sepenuh hati, mereka hanya mengikuti
apa yang disampaikan oleh para pemimpin mereka, baik itu sebuah
kebohongan atau pun kebenaran.65
62 Muhammad Mutawali> al-Sha’ra>wi>, Tafsi>r al-Sha’ra>wi>, Juz I (t.t.: t.p., t.th.), 236. 63 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 64 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I (Beirut: Da>r al-Fikr al-Mu’a>s}ir, 1991), 198. 65 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I (Kairo: Da>r al-Fikr: t.th.), 90 – 91.
44
b. Pembahasan ayat
Dalam kitab tafsirnya, Wahbah al-Zuhayli mengelompokkan
ayat ini dengan 3 ayat sebelumnya, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 75 –
77, ke dalam sebuah bab pembahasan mengenai “Kemustahilan
Berimannya Orang-Orang Yahudi” (استبعاد إیمان الیھود).66 Di dalam surat
Al-Baqarah ayat 75 dan 76, Allah berfirman bahwa sebagian golongan
orang Yahudi, yang terdiri dari para rahib dan pemimpin mereka, ada
yang telah mendengar firman Allah sebagaimana yang terdapat dalam
kitab mereka, Taurat. Kemudian, setelah mereka memahami isi kitab
mereka tersebut, sebagaimana yang telah diajarkan oleh nenek
moyang mereka, mereka mengubah isi kitab Taurat tersebut, seperti
merubah sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang terdapat dalam kitab
mereka tersebut.67 Oleh karena itu, ketika ada sebagian golongan
orang Yahudi lainnya yang mengaku beriman kepada Nabi
Muhammad Saw., dan bercerita bahwa dalam Taurat memang
disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw., maka
golongan lain menegur mereka dan berkata: “Mengapa kamu
ceritakan hal itu kepada orang-orang Islam, sehingga dalil mereka
bertambah kuat?”68
Kemudian di dalam Surat Al-Baqarah ayat 78, Allah
menceritakan tentang sebagian golongan orang Yahudi yang lainnya.
66 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 198. 67 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 198. Lihat juga Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 22. 68 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 22.
45
Jika golongan yang pertama sebagaimana disebutkan dalam surat Al-
Baqarah ayat 75 merupakan golongan orang-orang yang mengerti dan
paham isi Taurat, maka golongan yang disebutkan dalam Surat Al-
Baqarah ayat 78 ini merupakan golongan dari orang-orang Yahudi
yang tidak mengerti sama sekali mengenai isi kitab mereka, Taurat.
Pengetahuan mereka mengenai ajaran Taurat merupakan angan-angan
dan dongeng (أماني) yang lahir dari kebohongan para pendeta Yahudi
yang telah merubah isi kitab mereka tersebut. Pengetahuan mereka
mengenai ajaran Taurat hanya sebatas menduga-duga (یظنون) tanpa
ada dasarnya.69 Di antara harapan-harapan kosong dan praduga yang
dimiliki oleh golongan ummiyyu>n dari orang Yahudi tersebut ialah
kepercayaan bahwa hanya orang-orang Yahudi yang masuk surga
karena mereka merupakan bangsa pilihan yang mempunyai derajat
paling tinggi di hadapan Tuhan. Selain itu, orang Yahudi juga
meyakini bahwa mereka tidak akan disiksa di neraka kecuali hanya
beberapa hari saja. Orang Yahudi juga beranggapan bahwa nabi-nabi
utusan Allah kesemuanya berasal dari golongan mereka.70
Bisa jadi golongan dari orang-orang Yahudi yang ummi>
tersebut telah membaca isi Taurat, atau bahkan menghafalkannya,
akan tetapi mereka tidak dapat mengetahui dan memahami makna
pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci, sebagaimana Ibnu
69 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 239. 70 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 199. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240.
46
Abbas menafsirkan kata ama>ni> dalam ayat ini dengan “sekadar
membaca”.71 Allah menggambarkan keadaan mereka ini seperti
keledai yang membawa kitab-kitab tebal.72
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya73 adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.74
c. Petunjuk ayat
Surat al-Baqarah ayat 78 memberikan petunjuk sebagai
berikut:
1) Ayat ini juga merupakan peringatan kepada umat Islam agar tidak
hanya sekadar membaca dan menghafal Al-Qur’an. Setiap muslim
seharusnya berusaha memahami dan mencari makna, hikmah, dan
rahasia yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang
dibaca, agar tidak terjebak dalam angan-angan dan dongeng
belaka dalam beragama.
71 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 90. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 74. 72 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 199. Lihat juga Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Mana>r, Juz I (t.t.: al-Hay’ah al-Mas}riyah al-‘A>mah li al-Kita>b, 1990), 298. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 73 Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad Saw. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932. 74 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932.
47
2) Semua orang yang beriman seharusnya bisa
mempertanggungjawabkan keimanannya, yaitu dengan berusaha
mempelajari dan memahami aqidah dan ajaran-ajaran yang dia
yakini sebaik-baiknya. Oleh karena itu Allah berfirman bahwa
tidak sama tingkat keimanan orang-orang yang berilmu dengan
orang-orang yang tidak berilmu.
4. Surat Ali Imran ayat 20
Allah SWT:
Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi>: “Apakah kamu (mau) masuk Islam”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.75
a. Mufradat ayat
Kata h}a>jju>ka (حاجوك) berasal dari kata hajja (َّحج) yang berarti
berbantah-bantahan, berdebat (جادل), atau bercekcok (خاصم).76 Maksud
dari arti kata h}a>jju>ka di muka yaitu jika mereka membantah atau
75 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78. 76 Adib Bisri dan Munawwir AF, Al-Bisri: Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 100.
48
mendebatmu, wahai Muhammad, dengan dalil-dalil yang ba>t{il dan
lemah.77 Menurut Muqa>til yang dimaksud dengan orang-orang yang
mendebat dan membantah di muka ialah orang-orang Yahudi,
sementara Ibnu Jari>r menyatakan bahwa mereka ialah orang-orang
Nasrani Najran yang mendebat Nabi SAW. tentang masalah
kehidupan,78 sedangkan sebagian ulama tafsir lain, termasuk Ibnu
Abbas, menyatakan bahwa mereka ialah orang-orang Yahudi dan
Nasrani yang mendebat Nabi SAW. tentang masalah keagaamaan atau
tauhid.79
Aslamtu wajhiya lillahi (أسلمت وجھى هللا) diartikan dengan “aku
memurnikan semua amal ibadahku, baik batiniyah maupun lahiriyah,
kepada Allah yang Esa dan tidak menyekutukanNya.80
Wamanittaba’ani (ومن اتبعن) Begitu juga orang-orang yang
mengikutiku, ajaran Muhammad SAW., orang-orang yang
memurnikan segala amal ibadahnya hanya untuk Allah yang Esa dan
tidak menyekutukanNya.81
U>tu> al-kita>ba (أوتواالكتاب) yaitu orang-orang Yahudi dan
Nasrani, dan al-ummiyyi>na (األمیین) yaitu orang-orang musyrik Arab.82
77 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 296. 78 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 311. 79 Abdullah Ibnu Abbas, Tanwi>r al-Miqba>s min Tafsi>r Ibn ‘Abbas, Juz I, 56. 80 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz II, 436. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 81 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 82 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 312. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. Lihat juga Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 177 – 178.
49
Menurut al-Jaziri>, orang-orang Arab disebut ummi karena sedikit dari
mereka yang bisa membaca dan menulis.83
A‘aslamtum (أأسلمتم), ber-Islam-lah atau masuklah Islam, al-
Farra>’ menyatakan bahwa hamzah yang pertama merupakan istifham
yang dimaksudkan sebagai perintah, sebagaimana firman Allah: فھل أنتم
84.منتھون؟
Fain aslamu> (فإن أسلموا), jika mereka, golongan u>tu> al-kita>b dan
ummiyyi>n, menerima ajaranmu dan masuk Islam, maka mereka telah
menerima petunjuk ke jalan kesuksesan di dunia dan akhirat.85
Wain tawallaw (وإن تولوا), jika mereka berpaling terhadap
kebenaran yang telah diberitakan kepada mereka, dan menentang
kebenaran tersebut padahal mereka mengetahuinya,86 maka biarkan
mereka dengan pilihan mereka, karena kewajibanmu hanyalah
“menyampaikan risalah” (البالغ).87
Walla>hu bas}i>run bi al-‘iba>d (واهللا بصیر بالعباد), Allah Maha
Mengetahui segala perbuatan hamba-hamba-Nya, baik yang taat
kepada-Nya, maupun yang tidak. M. Quraish Shihab menyatakan
bahwa kata al-‘iba>d (العباد) digunakan dalam Al-Qur’an untuk hamba-
hamba Allah yang taat atau mau bertaubat. Sedangkan hamba-hamba-
83 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 84 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I (Kairo: Da>r al-Fikr: t.th.), 312. 85 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 86 ibid., 87 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 178.
50
Nya yang durhaka dan bergelimang dalam dosa ditunjuk dengan
menggunakan kata al-‘abi>d (العبید).88
b. Pembahasan ayat
Allah telah menerangkan pada ayat sebelumnya, surat Ali
Imran ayat 19, bahwa agama yang benar di sisi-Nya adalah Islam.
Pada ayat sebelumnya juga telah diterangkan bahwa para Ahli Kitab,
golongan Yahudi dan Nasrani, menentang dan mendebat kebenaran
ajaran Muhammad Saw., setelah mereka mengetahui bahwa hal
tersebut telah diterangkan secara jelas dan gamblang dalam kitab-
kitab mereka.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.89
Namun kefanatikan agama atau etnis telah menyebabkan
sebagian besar dari golongan Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab) tidak
bersedia menerima kebenaran Islam. Padahal sebagian besar dari
mereka sangat tahu dan mengerti ajaran-ajaran yang telah
disampaikan kepada mereka dalam kitab-kitab yang telah diturunkan
88 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 42. 89 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78.
51
kepada nabi-nabi sebelumnya, namun mereka lebih memilih
menyembunyikannya dan mengingkarinya.90 Allah berfirman:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri, dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.91
Oleh karena itu, di dalam Surat Ali Imran Nabi Muhammad
Saw. diperintahkan oleh Allah tidak usah melayani perdebatan
(diskusi) yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Segala
keterangan tentang kebenaran Muhammad Saw. dan Islam telah
terhidang, disertai dengan bukti-bukti, sebagaimana telah tercantum
dalam kitab-kitab mereka. Namun, sebagian besar Ahli Kitab tetap
menolak kebenaran tersebut dengan alasan-alasan yang tidak logis dan
tidak ilmiah, maka Muhammad, serahkanlah seluruh totalitas jiwa dan
ragamu kepada-Ku.
Menurut M. Quraish Shihab, kata “wajah” dipilih oleh Al-
Qur’an dan Sunnah sebagai lambang totalitas manusia. Wajah
merupakan bagian yang paling menonjol dari sisi luar manusia karena
menggambarkan identitas manusia. Jika seseorang tertutup wajahnya,
maka tidak mudah mengenali siapa orang tersebut. Sebaliknya,
90 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 180. 91 Q.S. Al-Baqarah: 146, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 37.
52
walaupun seluruh sisi luar manusia tertutup kecuali wajahnya, maka
seseorang dapat dibedakan dari sosok yang lain, bahkan tanpa
kesulitan seseorang tersebut dapat dikenal. Selain itu wajah juga
menggambarkan sisi dalam manusia. Jika seseorang senang atau
gembira, maka wajahnya akan tampak ceria dan selalu senyum.
Sebaliknya, jika seseorang sedang gundah atau kesal, maka wajahnya
akan terlihat muram dan mukanya masam. Lebih dari itu di wajah dan
sekitarnya terdapat indera-indera manusia, seperti mata, telinga, dan
lidah. Bahkan kepala, yang di dalamnya terdapat otak, terletak tidak
jauh dari wajah. Oleh karena itu, wajah merupakan perlambangan dari
keikhlasan seseorang melakukan segala aktivitas karena Allah.92 Allah
berfirman:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.93
Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam
ayat ini Nabi Saw. diperintahkan untuk menyebut dirinya terlebih
dahulu dan dalam bentuk tunggal, baru kemudian menyebut pengikut-
pengikutnya, أسلمت وجھى هللا ومن اتبعن, sebagai isyarat bahwa penyerahan
wajah rasul Saw. dan keikhlasan beliau lebih sempurna dari pengikut- 92 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 41. 93 Q.S. Al-An’a>m: 79, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 199.
53
pengikut beliau. Lebih dari itu, hal ini juga merupakan isyarat bahwa
tanggungjawab utama terletak di pundak beliau. Nabi Saw.
diperintahkan agar tidak meletakkan tanggungjawab kepada yang
dipimpin, bahkan jangan membebani mereka dengan melupakan
dirimu sebagai pemimpin,94 sebagaimana ditegaskan dalam surat al-
Nisa>’ ayat 84:
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan Amat keras siksaan(Nya).95
Bagian kedua dari surat Ali Imran ayat 20 ini menerangkan
bahwa Nabi Saw. diperintahkan untuk tetap berdakwah, walaupun
diskusi dan perdebatan tersebut telah berakhir. Segala cara, bukti, dan
dalil telah ditempuh dan disampaikan dalam diskusi atau perdebatan
sebelum-sebelumnya, maka sekarang merupakan waktu untuk berpikir
dan merenungi semua ajaran dan bukti yang telah disampaikan. Pintu
taubat masih terbuka lebar bagi siapapun yang ingin memperbaiki
diri. Oleh karena itu, pertanyaan selanjutnya yang disampaikan
kepada para Ahli Kitab dan orang-orang non-Ahli Kitab atau orang-
94 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 41. 95 Perintah berperang dalam ayat ini harus dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. karena yang dibebani adalah diri beliau sendiri. Ayat ini berhubungan dengan keengganan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi ke Badar Shughra. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan supaya Nabi Muhammad Saw. pergi berperang walaupun sendirian saja. (Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 133.)
54
orang Arab (ummiyyi>n) ialah: أأسلمتم؟. Jika mereka menerima
kebenaran Islam, maka sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk. Namun, jika mereka tetap berpaling dari kebenaran Islam,
maka biarkan mereka dengan pilihan mereka, karena kewajibanmu
hanya menyampaikan risalah kebenaran Islam, dan Allah Maha
Mengetahui tentang semua hamba-hamba-Nya, baik hamba Allah
yang taat (العباد), maupun yang durhaka (العبید). Kemudian Allah
memberikan peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang tetap
ingkar terhadap kebenaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW
sebagaimana terfirman dalam ayat selanjutnya, surat Ali Imran ayat
21:96
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih.97
c. Petunjuk ayat
Dari surat Ali Imran ayat 20 terdapat beberapa pelajaran yang
bisa dipetik, antara lain:
1) Tugas utama kita terhadap orang-orang non-muslim, khususnya
mereka yang keras kepala, tidak lebih dari berdakwah dengan
lisan, menyampaikan kebenaran ajaran Islam disertai dengan 96 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 42 - 43. 97 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78.
55
bukti-bukti dan argumentasi yang kuat, logis, dan ilmiah, bukan
dengan perdebatan dan peperangan.
2) Barang siapa yang memilih Islam dalam hatinya dan meyakini
kebenaran Allah Yang Esa, juga kebenaran Muhammad Saw.
sebagai utusan-Nya, maka sesunggunya dia telah mendapat
petunjuk menuju keselamatan dan kebahagiaan.
3) Barang siapa yang tetap menolak dan mengingkari kebenaran
Islam setelah dakwah sampai kepadanya, maka biarkan dia dalam
pilihannya, karena kewajiban kita hanya menyampaikan, dan
Allah telah menentukan balasan yang setimpal bagi mereka.
4) Setiap orang bebas memilih agama dan kepercayaannya masing-
masing, tidak boleh ada paksaan untuk menerima dan mengikuti
ideologi agama tertentu, karena setiap orang nanti akan
bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan yang telah dia
tentukan.
5. Surat Ali Imran ayat 75
Allah SWT berfirman:
Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar,
56
tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi>”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.98 a. Mufradat ayat
Inta’manhu (إن تأمنھ), jika dipercayakan suatu amanat
kepadanya agar disimpan dan dipelihara untuk diminta kembali suatu
ketika.99
Qint}a>rin (قنطار), yaitu harta yang banyak atau berlimpah.100
Al-ummiyyi>n (األمیین), orang-orang Arab yang musyrik.101
Sabi>lun (سبیل), hukuman, dosa, atau konsekwensi.102
b. Pembahasan ayat
Pada surat Ali Imran ayat 69 – 74, Allah telah menerangkan
tentang sikap para Ahli Kitab terhadap orang Islam. Mereka sangat
ingin menyesatkan orang-orang yang telah masuk Islam, sehingga
mereka kembali kepada kekafiran. Mereka mengingkari ayat-ayat
Allah yang mereka ketahui, bahkan mereka mengubah isi ajaran kitab-
kitab mereka, termasuk menyembunyikan kebenaran tentang kenabian
Muhammad Saw. sebagaimana terdapat dalam Taurat dan Injil.103
Sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, di dalam surat Ali
Imran ayat 75 diterangkan tentang keburukan lain dari sebagian
98 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 88. 99 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 119. 100 Ibid., 101 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 334. 102 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 264. 103 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 87 – 88.
57
golongan Ahli Kitab kepada sesama manusia, terutama orang-orang di
luar golongan mereka. Di antara golongan Ahli Kitab, yaitu orang
yahudi dan Nasrani, terdapat sebuah golongan yang
bertanggungjawab terhadap amanat yang diberikan kepada mereka.
Mereka tidak mengkhianati amanat yang diberikan kepada mereka,
walaupun amanat tersebut berupa harta yang banyak (قنطار). Mereka
akan mengembalikan harta yang telah dititipkan dengan utuh tanpa
berkurang sepeserpun. Namun, di antara Ahli Kitab juga ada yang
tidak mau bertanggungjawab terhadap amanat yang diberikan kepada
mereka. Mereka berkhianat terhadap amanat yang telah diberikan,
walaupun amanat tersebut berupa harta yang sedikit, semisal satu
dinar, kecuali kamu menagihnya dengan sempurna.104
Mengenai golongan pertama yang disebutkan dalam ayat ini,
yaitu golongan ahli amanat, al-Fakhra menafsirkannya ke dalam 3
pendapat; pendapat pertama, yang disebut dengan ahli amanat atau
orang-orang yang dapat dipercaya pada ayat ini yaitu orang-orang dari
golongan Yahudi yang telah masuk Islam, sementara sisanya yang
belum masuk Islam akan tetap mengkhianati amanat yang diberikan,
karena mereka berpendapat bahwa boleh atau halal untuk membunuh
orang-orang yang berlainan agama dengan mereka. Pendapat kedua,
yang disebut dengan ahli amanat atau orang-orang yang dapat
dipercaya yaitu orang-orang Nasrani, sementara yang suka
104 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 334.
58
mengkhianati amanat yaitu orang-orang Yahudi. Pendapat ketiga,
yang dimaksud dengan ahli amanat yaitu golongan Ahli Kitab yang
benar-benar berpegang teguh pada ajaran kitab mereka. Ibnu Abbas
berkata bahwa ada seorang laki-laki Quraish yang menitipkan
hartanya dalam jumlah besar kepada Abdullah bin Salam dan harta
tersebut kemudian dikembalikan, sementara Ka’ab bin Al-Asyraf
yang dititipi uang satu dinar oleh orang Quraish kemudian dia
mengingkari titipan itu, maka kemudian turunlah ayat ini.105
Sebagian golongan Ahl al-Kita>b berpendapat bahwa mereka
boleh menipu dan mengkhinati orang-orang yang tidak seagama
dengan mereka, karena mereka beranggapan bahwa tidak ada dosa
bagi mereka menipu orang lain yang seagama. Allah menjelaskan
bahwa argumentasi mereka merupakan kebohongan yang nyata
padahal mereka adalah orang-orang yang ,(ویقولون على اهللا الكذب)
memiliki pengetahuan agama (وھم یعلمون).106
Anggapan bahwa diperbolehkan untuk menipu dan
mengkhianati orang-orang yang tidak seagama, terkadang juga dianut
oleh beberapa orang Islam. Sebagian umat Islam ada yang
beranggapan bahwa menipu orang-orang kafir atau yang tidak
beragama Islam dapat dibenarkan agama, maka sikap ini tidak
berbeda dengan sikap orang-orang Ahl al-Kita>b yang mendustakan
105 Abu> Zaid al-Tha’labi>, al-Jawa>hir al-Hasa>n fi Tafsi>r al-Qur’a<n, Juz I, 220. 106 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 120.
59
agama. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Allah mengecam dan
membantahnya:107
Sebenarnya siapapun yang menepati janjinya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.108
Ada dua idiom yang digunakan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an
yang berbicara mengenai amanat. Pertama dengan huruf ba’ (ب), yang
bermakna “kelengketan” dan “kedekatan” sedemikian rupa sehingga
tidak dapat dipisahkan, seperti yang tercantum dalam surat Ali Imran
ayat 75 ini. Kedua dengan kata ‘ala> (على), yang bermakna “atas”, yaitu
penguasaan dan kemantapan hati seperti yang terdapat dalam surat
Yusuf ayat 11.109
Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.110
Seseorang yang memiliki amanah dalam genggaman
tanggannya, maka ketika menerima amanah tersebut, dia harus
menerimanya dengan penuh kesungguhan. Amanah harus melekat
pada dirinya, dan harta yang di tangannya tidak boleh lepas dari
amanah, begitu yang diisyaratkan dalam ayat tentang amanah yang
menggunakan huruf ba’ pada kata amanah. Sedangkan penggunaan
107 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 120. 108 ibid., 118. 109 ibid., 119. 110 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 349.
60
kata ‘ala> pada kata amanah mengisyaratkan bahwa amanah yang
diterima harus lebih tinggi kedudukannya, berada dalam posisi di atas
nilai barang yang diamanatkan.jika harta yang diamanatkan bernilai
seratus, maka jangan sampai nilai amanat yang dipercayakan lebih
rendah dari nilai seratus itu.111
c. Petunjuk ayat
Surat Ali Imran ayat 75 mengajarkan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Setiap muslimin hendaknya bersikap objektif biarpun terhadap
musuh dan jangan menganggap semuanya pengkhianat.
2) Menjaga dan menunaikan amanat yang telah diberikan dan
dipercayakan dengan sebaik-baiknya merupakan kewajiban semua
orang, walaupun orang tersebut berbeda agama.
3) Mengkhianati amanat yang telah diberikan merupakan tindakan
tercela dan tidak dibenarkan oleh Islam, sekalipun yang
memberikan amanat tersebut adalah orang non-Muslim.
6. Surat al-Jumu’ah ayat 2
Allah SWT berfirman:
111 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 119.
61
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.112
a. Mufradat ayat
Fi al-ummiyyi>n (في األمیین), yaitu orang-orang Arab.
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa kata al-ummiyyi>n
merupakan jamak dari kata ummi> yang berarti seseorang yang tidak
pandai membaca dan menulis. Bangsa Arab disifati dengan ummi>
karena mayoritas di antara mereka tidak memiliki pengetahuan baca
tulis, terutama kaum wanitanya.113
Rasu>lan minhum (رسوال منھم), yaitu Muhammad Saw., beliau
merupakan keturunan bangsa Arab Quraish dari Bani Hasyim.114 M.
Quraish Shihab menyatakan bahwa kata minhum merupakan isyarat
bahwa Rasulullah Saw. memiliki hubungan darah dengan seluruh
suku-suku Arab. Menurut Ibnu Ish}a>q, sebagaimana dikutip oleh M.
Quraish Shihab, di antara suku-suku bangsa Arab, hanya suku Taghlib
yang tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah Saw. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menyucikan Rasul Saw. dari ajaran
agama Kristen yang menjadi anutan suku tersebut.115 Lebih lanjut
112 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932. 113 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. Lihat juga Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 183. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 219. 114 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. 115 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 221.
62
Wahbah al-Zuhayli menambahkan bahwa kata minhum juga
mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. juga mempunyai sifat ummi>,
sebagaimana kaum Arab pada umumnya.116
Yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi (یتلوا علیھم آیاتھ), yaitu membacakan ayat-
ayat Al-Qur’an, yang telah diwahyukan oleh Allah kepada
Muhammad Saw., kepada orang-orang Arab yang ummi>.117
Wayuzakki>him (ویزكیھم), yaitu menyucikan ruhani dan akhlak
orang-orang Arab.118 Wahbah al-Zuhayli mengartikan kalimat
wayuzakki>him tersebut dengan “menyucikan mereka, orang-orang
Arab, dari kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan tercela”.119
Al-h}ikmata (الحكمة), yaitu syari’at yang berupa ajaran-ajaran
agama dan hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an.120
Menurut M. Quraish Shihab yang dimaksud dengan “hikmah” di
dalam ayat ini adalah pemahaman agama yang mencakup ilmu
amaliah dan amal ilmiah.121 Sementara Imam Syafi’i memaknai arti
al-h}ikmah dengan “al-Sunnah”, karena tidak ada selain Al-Qur’an
yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. kecuali al-Sunnah.122
116 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 184. 117 ibid., 183. 118 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. 119 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 183. 120 ibid., 183 – 184. 121 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 219. 122 ibid., 221
63
b. Pembahasan ayat
Pada ayat sebelumnya, surat al-Jumu’ah ayat 1, disebutkan
bahwa Allah Maha Perkasa, maka Dia dapat dengan mudah
melaksanakan kehendaknya. Segala hal yang telah ditetapkan oleh
Allah tidak mungkin akan sia-sia, karena Allah Maha Bijaksana, maka
Allah tidak melakukan sesuatu kecuali untuk manfaat makhluknya.123
Selanjutnya, pada surat al-Jumu’ah ayat 2, Allah SWT menerangkan
bahwa Dia-lah yang mengutus seorang Rasul kepada bangsa Arab
yang ummi>, tanpa ada campur tangan siapa pun. Rasul tersebut dipilih
dari kalangan bangsa Arab yang ummi> tersebut, maka Rasul tersebut
juga memiliki sifat seperti kaumnya, yaitu ummi>.
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah benar-benar berada
dalam kesesatan yang nyata. Ibnu Katsir menyatakan bahwa orang-
orang Arab Jahiliyah pada awalnya menganut dan berpegang teguh
kepada agama samawi> yaitu agama Nabi Ibrahim As., namun mereka
mengubah dan menukar akidah tauhid dengan kesyirikan, mereka
membalikkan keyakinan menjadi keraguan, dan beribadah atau
menyembah seuatu yang tidak diridhai Allah,124 sebagaimana
dijelaskan dalam akhir ayat ini: wain ka>nu> min qablu lafi> dhala>lin
mubi>n. Oleh karena itu, Allah kemudian memilih dan mengutus
123 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 218 – 219. 124 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz 8, 116.
64
seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw., dengan diberi tugas
untuk:125
1. Membacakan ayat-ayat Allah (yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi), yaitu ayat-
ayat suci Al-Qur’an, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan
bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.
2. Membersihkan mereka (yuzaki>him) dari akidah yang menyesatkan
dan dosa-dosa kemusyrikan, sehingga mereka berakidah tauhid
dengan meng-Esa-kan Allah SWT, tidak tunduk kepada
pemimpin-pemimpin yang menyesatkan mereka dan tidak percaya
lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu dan
sebagainya.
3. Mengajarkan kepada mereka syariat agama beserta hukum-
hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya
(yu’allimuhum al-kita>ba wa al-hikmata).
Walaupun ayat ini secara khusus menyebut bangsa Arab (al-
ummiyyi>n), namun bukan berarti kerasulan Muhammad Saw. itu
terbatas hanya kepada bangsa Arab saja; tetapi kerasulan Muhammad
Saw. itu umum meliputi semua makhluk terutama jin dan manusia,
sebagaimana firman Allah SWT;
وما أرسلناك إال رحمة للعالمینDan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.126
125 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=62, diakses tanggal 13 Agustus 2013, pukul 10.00. 126 Q.S Al-Anbiya>’:107, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 508.
65
dan firman Allah;
قل یا أیھا الناس إني رسول اهللا إلیكمKatakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”.127
Dalam tafsirnya, Ima>m Fakhruddin al-Ra>zi, sebagaimana
dikutip oleh Quraish Shihab, menyatakan bahwa ayat ini mengajarkan
tentang kesempurnaan manusia yang dapat diperoleh dengan
mengetahui kebenaran dan kebajikan, serta mengamalkan kebenaran
dan kebajikan tersebut. Manusia memiliki potensi untuk mengetahui
secara teoretis dan mengamalkan secara praktis, maka Allah SWT
menurunkan kitab suci dan mengutus Muhammad Saw. untuk
mengantarkan manusia meraih kedua hal tersebut. Oleh karena itu,
menurut Fakhruddin al-Ra>zi kalimat yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi bermakna
Nabi Muhammad Saw. menyampaikan apa yang beliau terima dari
Allah untuk semua umat manusia, sedangkan kalimat wayuzakki>him
di dalam ayat ini mengandung makna penyempurnaan potensi teoretis
dengan memperoleh pengetahuan ilahiah. Sementara kalimat
wayu’allimuhum al-kita>ba, menurut Fakhruddin al-Ra>zi mengandung
isyarat tentang pengajaran pengetahuan lahiriah dari syari’at, dan kata
al-h}ikmah mengandung makna pengetahuan tentang keindahan,
rahasia, motif, serta manfaat-manfaat syari’at.128
127 Q.S. Al-‘Ara<f: 158, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 247. 128 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.
66
Berbeda dengan Ima>m Fakhruddin al-Ra>zi, Syeikh Muhammad
Abduh memahami arti yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi dengan ayat-ayat
kawniyah yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan, dan keesaan-
Nya. Sedangkan makna wayuzakki>him, menurut Muhammad Abduh,
ialah membersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan sesat,
kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa jahiliah.
Sementara wayu’allimuhum al-kita>ba oleh Muhammad Abduh
dimaknai dengan “mengajar tulis-menulis dengan pena”, dan kata al-
h}ikmah dimaknai dengan “rahasia persoalan-persoalan agama,
pengetahuan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan, dan cara
pengamalan.129
c. Petunjuk ayat
Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1) Muhammad Saw. memang benar utusan Allah, beliau diberi tugas
untuk memperbaiki akhlak manusia, baik akhlak kepada Tuhannya
maupun akhlak kepada sesama makhluk Tuhan.
2) Pengutusan Muhammad Saw. sebagai Rasul dengan dibekali
dengan petunjuk-petunjuk Allah dalam Al-Qur’an merupakan
kenikmatan dan rahmat, tidak hanya bagi masyarakat Arab yang
beliau jumpai, tetapi bagi seluruh umat manusia yang mau
mengikuti ajaran-ajaran beliau.
129 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.
67
3) Untuk mencapai kesempurnaannya manusia harus mengenali
penciptanya, yaitu dengan mempelajari ilmu untuk kemudian
diamalkan dengan baik agar bermanfaat bagi diri sendiri dan
makhluk lainnya.
B. Munasabah Ayat-Ayat Ummi> Dalam Al-Qur’an
Sebagaimana telah dijabarkan di muka, bahwa dalam Al-Qur’an
terdapat 6 ayat yang di dalamnya terdapat kata “ummi>”. Dari keenam
ayat tersebut, 2 ayat terdapat dalam surat makkiyah, yaitu surat al-‘Ara>f
ayat 157 dan 158. Kata ummi> yang terdapat di dalam kedua ayat tersebut
berbentuk mufrad (tunggal). Sementara 4 ayat lainnya terdapat dalam
surat madaniyah, yaitu surat al-Baqarah ayat 78, surat Ali Imran ayat 20
dan 75, dan surat al-Jumu’ah ayat 2. Kata ummi> yang terdapat di dalam
keempat ayat tersebut di muka seluruhnya berbentuk jamak.
Kalau dicermati, seluruh ayat-ayat ummi> mengandung petunjuk
ketauhidan. Ayat-ayat tersebut merupakan petunjuk kepada semua orang,
baik itu Ahli Kitab maupun yang ummi>, agar selalu mengikuti petunjuk
yang mengarah kepada peng-Esa-an Tuhan, yaitu Islam. Surat al-‘Ara>f
ayat 158 menyebutkan secara tegas agar semua manusia beriman kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Satu, dan tidak ada tuhan lain selain Dia.
Setelah itu ayat tersebut menyuruh semua manusia agar beriman kepada
rasul-rasul Allah, terutama rasul terakhir, Muhammad Saw., yang
memiliki sifat ummi>. Walaupun Muhammad Saw. diangkat dan dipilih
68
dari golongan orang-orang ummi>, yaitu orang-orang Arab, namun
kerasulan beliau tidak terbatas hanya untuk orang Arab saja, melainkan
untuk semua manusia.
Keumumah risalah Muhammad Saw. dibuktikan di dalam surat al-
A’ra>f ayat 157. Di dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Nabi yang
ummi> tersebut merupakan rahmat bagi seluruh manusia, tidak hanya
untuk kaumnya. Ayat ini menjelaskan bahwa nabi yang tercantum dalam
Taurat dan Injil tersebut, menyuruh semua manusia untuk selalu berusaha
mengerjakan kebaikan, dan menjauhi segala hal yang buruk dan
merugikan. Tidak cukup sampai di situ, nabi tersebut juga dibekali
dengan syari’at yang meringankan atau bahkan membebaskan umat-umat
nabi sebelumnya dari beban-beban keagamaan yang selama ini mereka
tanggung. Oleh karena itu, siapa saja yang bersedia untuk mengikuti
petunjuk-petunjuknya, menolong dan mengikuti cahaya terang yang
diturunkan kepadanya, maka orang-orang tersebut akan mendapatkan
keberuntungan dan kemenangan.130
Sejalan dengan surat al-‘Ara>f ayat 157, surat al-Jumu’ah ayat 2
menjelaskan tentang alasan kenapa seluruh manusia diharuskan beriman
kepada Muhammad Saw. Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah
menaruh ayat-ayat-Nya di “mulut” Rasulullah Saw. supaya beliau
menyampaikan dan mengajarkan ayat-ayat tersebut—yang terdiri dari al-
kitab dan al-h}ikmah—kepada semua manusia, sehingga seluruh manusia
130 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268 – 273.
69
bisa memiliki pengetahuan Ilahiah yang dapat mensucikan diri mereka.
Ketika seseorang memiliki pengetahuan Ilahiah, maka secara otomatis dia
juga mengetahui segala hal yang diperintahkan dan dilarang di dalam
syari’at. Kekonsistenan seseorang dalam menjalankan segala hal yang
diperintahkan oleh syari’at, dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh
syari’at dalam kehidupannya sehari-hari, berpotensial untuk membuat
seseorang tersebut mampu mengetahui keindahan, rahasia, motif, dan
manfaat-manfaat syari’at (al-h}ikmah).131
Selanjutnya surat Ali-Imran ayat 20, di dalam ayat ini Allah SWT
memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk tidak melayani perdebatan
dengan orang-orang yang enggan masuk Islam, baik itu dari kalangan
Ahli Kitab maupun kelompok selain Ahli Kitab, termasuk di dalamnya
orang-orang ummi>. Jika ayat-ayat Tuhan sudah dipaparkan sedemikian
rupa, disertai dengan bukti-bukti, akan tetapi orang-orang tersebut tetap
enggan masuk Islam, maka berhentilah dan pasrahkanlah semuanya
kepada Allah Yang Maha Melihat. Dari ayat ini juga dapat diketahui
bahwa pemaksaan akidah dilarang dalam Islam.
Selanjutnya Allah menyatakan bahwa keengganan mereka masuk
Islam bukan karena mereka tidak mengerti tentang agama. Sebagian dari
mereka sebenarnya mengetahui dan mengerti tentang kebenaran tersebut,
hanya saja mereka memilih untuk menutup hati mereka disebabkan oleh
perasaan iri, dengki, dan gengsi. Sementara sebagian yang lain kondisinya
131 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.
70
lebih parah dari kelompok pertama, jika golongan sebelumnya sebenarnya
mengetahui tentang kebenaran, maka golongan ini tidak mengetahui
hakikat isi dari kitab-kitab suci yang telah mereka baca. Kelompok kedua
ini jauh lebih berbahaya, karena pengetahuan agama mereka hanya
sebatas praduga, angan-angan, dan dongeng belaka. Oleh karena itu,
umat Islam dianjurkan untuk tidak terlalu mengharapkan keimanan orang-
orang non-muslim, terutama orang-orang Yahudi.132
Selain anjuran agar tidak terlalu berharap terhadap keimanan
orang-orang Yahudi, ayat ummi> selanjutnya, yaitu surat Ali Imran ayat
75, memberitahukan kepada orang-orang Islam agar bersikap hati-hati
terhadap orang-orang Ahli Kitab, baik itu Yahudi maupun Nasrani.
Sebagian dari mereka mungkin bisa dipercaya, sementara sebagian
lainnya tidak. Dalam ayat ini disebutkan mengenai sebagian dari
golongan Ahli Kitab, khususnya Yahudi, yang menghalalkan penipuan
kepada orang-orang yang tidak seagama dengan mereka, kaum musyrik di
Mekah, atau orang-orang yang tidak berpengetahuan. Menurut mereka,
Tuhan tidak akan menghukum mereka karena melakukan penipuan
terhadap orang lain yang tidak seagama.133 Hal ini merupakan salah satu
contoh dari ketidaktahuan (ummi>) mereka terhadap kitab suci dan hakikat
ilmu agama, sebagaimana telah disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat
78.
132 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 239 – 241. 133 ibid., Volume 2, 118 – 121.
71
Selain mengandung petunjuk tauhid, ayat-ayat ummi> juga
mengajarkan kaum muslimin tentang tata-cara berdakwah, terutama
dalam menghadapi serangan dan tuduhan Ahli Kitab. Jauh-jauh hari
sebelum orang-orang Yahudi dan kaum orientalis modern melakukan
tuduhan bahwa Nabi Muhammad Saw. hanyalah rasul untuk orang Arab
saja, Allah telah menyuruh Nabi Saw. untuk mendeklarasikan keumuman
risalahnya melalui surat al-A’ra>f ayat 157 dan 158. Surat al-A’ra>f
merupakan surat makkiyah, dalam artian ayat-ayat yang terdapat di
dalam surat tersebut diturunkan di kota Mekah, saat Nabi Muhammad
Saw. belum berhijrah ke kota Yathrib atau Madinah.134 Para sejarahwan
menyatakan bahwa sejak sebelum kerasulan Muhammad Saw. hampir
tidak ada orang Yahudi yang bermukim di kota Mekah, mayoritas orang
Yahudi pada masa itu bermukim di Yaman dan Yathrib (Madinah).135
Sementara surat Ali Imran ayat 20 mengajarkan tentang tata-cara
berdakwah, yaitu dengan, sebisa mungkin, menghindari segala bentuk
perdebatan dan pertengkaran. Kewajiban Nabi Muhammad Saw. dan
orang-orang yang mengikuti beliau hanyalah amr ma’ruf dan nahy
munkar, salah satunya dengan cukup beritahukan tentang kebenaran ayat-
ayat Allah, dan menunjukkan bukti-bukti yang logis dan ilmiah tentang
kebenaran tersebut, karena di dalam ayat-ayat Allah terdapat al-kitab dan
al-h}ikmah yang akan menuntun siapa saya yang mengetahuinya keluar
134 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 275. 135 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj., cet. ke-32 (Bogor: Pustaka Antar Nusa, 2006), 17.
72
dari dalam kegelapan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Jumu’ah
ayat 2.
Dari pemaparan di muka, dapat diketahui bahwa ayat-ayat ummi>
memberikan arahan dan tata cara mendasar agar manusia bisa
menyempurnakan hidupnya di dunia dan di akhirat, yaitu dengan:
a. beriman kepada Allah,
b. beriman kepada ayat-ayat Allah (Al-Qur’an),
c. beriman kepada Rasulullah Saw. yang membawa dan menyampaikan
ayat-ayat Al-Qur’an, dan
d. mengejawantahkan keimanan tersebut dalam perilaku sehari-hari yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.