jukarnain01ners.files.wordpress.com file · web viewpatofisiologi. setelah virus dengue masuk...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdah Dengue
1. Defenisi Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti. Nyamuk tersebut hidup dan berkembang biak di sekitar
rumah dan tempat kerja. Penyakit ini dapat diderita oleh anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama. ( Depkes RI, 2004 ) Aedes Aegypti
adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk arbovirus,
karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan
sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga telah disertai Aedes
albopictus, Aedes polynensis, dan banyak spesies kompleks Aedes
scutellaris. Setiap spesies ini mempunyai distribusi geografisnya masing
- masing. Namun, mereka adalah vektor epidemik yang kurang efisien
dibanding Aedes Aegypti. Sementara penularan vertikal (kemungkinan
transovarian) virus dengue telah dibuktikan di laboratorium dan di
lapangan, signifikansi penularan ini untuk pemeliharaan virus belum
dapat ditegakkan. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa
telur Aedes Aegypti dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi
(pengawetan dengan pengeringan), kadang selama lebih dari satu tahun.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar9
2
Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Aedes Aegypti, yaitu
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
dadanya, tetapi pada thorax yaitu bagian mesotoumnya terdapat satu
garis longitudinal (lurus dan tebal) yang dibentuk oleh sisik-sisik putih
berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara Timur,
walaupun mempunyai kebiasaan bertelur di tempat – tempat yang alami
di rimba dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur
dalam jumlah banyak di sekitar tempat pemukiman penduduk di daerah
perkotaan.
2. Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus dengue yang
termasuk kelompok B Athropod Borne Virus ( Arboviruses ) yang
sekarang dikenal sebagai genus flavirus, familyflaviridiae dan
mempunyai empat serotipe yaitu DEN I, DEN II, DEN III, DEN IV,
(Depkes RI, 2004).
3. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang berperang pada penularan dengue yaitu
manusia, virus dan faktor perantara (Aedes Aegypti). Virus dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, aedes albopictus, aedes
polinesiensis dan beberapa spesifik lain dapat pula menularkan virus
dengue kepada manusia baik secara langsung yaitu setelah mengigit
orang yang viremia, maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalu
masa inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (Ekstrinsic Incubation
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
3
Priod). Pada manusia diperlukan masa inkubasi 4-6 hari (Intrinsic
Icubation Priod) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam
tubuh.
Pada nyamuk sekali virus masuk kedalam dan berkembang biak
didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (Infektif) sedangkan pada manusia, penularan dapat
terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari,
(Soegijanto, Soegeng : 2006).
4. Insiden
DHF menyerang semua umur, namun lebih banyak menyerang
anak-anak dan dewasa dibanding usia tua. Frekuensi penyakit ini sama
pada pria dan wanita.
5. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual dan
muntah, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperpiremia ditenggorokan,
timbulnya ruang dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikulo
endoteal seperti perembesan kelenjar-kelenjar getah bening, hati, limfa.
Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologis utama yang menentukan berat penyakit
yang membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas
dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin
serta aktifasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasisi cairan
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
4
intravaskuler. Hal ini berakibat mengurangnya volume hipoproteinemia,
efusi dan renjatan. Plasma merembes selama dan renjatan. Plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai pada saat permulaan demam
dan mencapai puncaknya pada saat renjatan, ( Maryanti, E : 2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga
peritonium, pleura dan perikard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan sebelum melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah
pemberian plasma/ekspander plasma efektif, sedang pada otopsi
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang desktuktif atau akibat
radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding
pembuluh darah mungkin disebabkan farmakologis yang bekerja singkat.
Trombosit topenia yang dihubungkan dengan meningkatnya mega
kariosit mudah dalam sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
himonologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan antaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem
koagulasi, (Wellsen, S, 2005).
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
5
6. Manifestasi Klinik
Dalam menegakkan diagnosis DHF, bebrapa indikator yang
penting untuk diperhatikan antara lain :
Indikator tanda demam berdarah.
a. Tanda dini infeksi dengue
a) Demam tinggi
b) Facial Flushing
c) Tidak ada tanda-tanda ISPA
d) Uji tourniket positif
e) Trombositppenia
f) Hematokrit meningkat
b. Indikator fase syok
1) Hari sakit ke 4-5
2) Suhu turun
3) Nadi cepat tanpa demam
4) Hipotensi
5) Leukopenia (< 5000/mm3)
WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis
demam berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya
penyakit secara klinis:
a. Demam mendadak tinggi
b. Perdarahan termasuk uji Rumpe Leede (+) seperti :
peteqie, epistaksis, hematemesis dan melena
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
6
c. Hepatomegali
d. Syok : nadi kecil dan cepat dengan tekanan darah turun atau
hipotensi disertai gelisah dan akral dingin
Laboratoris :
1) Trombositopenia (< 100.000/mm3)
2) Hemokonsentrasi ( kadar Ht lebih dari 20% dari
normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratoris dianggap cukup
untuk menegakkan diagnosis kerja DHF.
Menurut WHO (1975) DHF dibagi 4 derajat, antara lain :
a. Derajat I
1. Demam disertai gejala lain (mual mantah, sakit perut, sakit badan
dan sakit kepala
2. Uji Tourniket (+)
b. Derajat II
1) Demam
2) Perdarahan spontan
c. Derajat III
1) Kegagalan sirkulasi (pre shock)
2) Akral dingin
3) Nadi kecil dan cepat
4) Lemah tekanan darah turun
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
7
d. Derajat IV
Renjatan berat ( DSS) dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur
7. Diagnosa Banding DBD :
a. Tipoid abdominalis
b. Malaria
c. Observasi fibris yang lain
8. Penanganan Demam Berdarah Dengue
Penanganan DBD di Rumah Sakit yaitu :
a. Obat penurun panas, algetik, antipiretika. Apabila panas msih
muncul kompres dengan menggunakan air hangat.
b. Pemberian cairan infuse RL, Asering , anak di bawah 1 tahun
menggunakan KaN3B
B. Nyamuk Aedes Aegypti
1. Morfologi nyamuk Aedes sp
Family CULICIDAE dibagi menjadi 3 tribus yaitu :
a. Tribus ANOPHELENI (Anopheles)
b. Tribus CULICINI ( Culex, Aedes, Mansonia)
c. Tribus TOXORHYNCHITINI ( Toxorhynchitis)
Morfologi tribus Cilicini pada Aedes sp yaitu
a. Telur Aedes : lonjong, tampak seperti anyaman kasa
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
8
b. Larva Aedes Aegypti : sifon panjang dan bulu 1 pasang, segmen anal
pelana tidak menutup segmen, gigi sisir yang tidak berduri lateral
c. Larva Aedes Albupictus : sama dengan Aedes Aegypti, kecuali gigi
sisir yang tidak berduri lateral
d. Sayap Aedes : sisik bentuk panjang dengan ujung runcung
e. Aedes Albupictus dewasa : Abdomen ujung lancip, warna hitam
dengan belang putih pada abdomen dan kaki.mesonotum mempunyai
garis tebal putih yang memanjang .
Peran medis pada aedes sp yaitu :
a. Aedes Aegypti : vector utama DHF, filariasis, penyakit chikungunya,
penyakit demam kuning.
b. Aedes Albupictus : Vektor potensial DHF dan filaris.
Perilaku Aedes sp terjadi pada siang hari. Habitatnya terdapat di air
jernih dan keruh.
2. Nyamuk Aedes Aegypti
a. Siklus Hidup
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat
penampungan air (TPA) atau barang-barang yang memungkinkan air
tergenang sedikit di bawah ini:
1) Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk memerlukan
waktu 7-10 hari.
2) Tiap 2 hari nyamuk betina menghisap darah manusia dan bertelur
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
9
3) Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan sedangkan
nyamuk jantan 14 hari, ( Soegijanto, Soegeng : 2006).
Gambar 2.1 : Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti
1) Telur
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang lembab
tepat di atas batas air. Kebanyakan Aedes Aegypti betina dalam satu
siklus gonotropik meletakkan telur di beberapa tempat perindukan.
Masa perkembangan embrio selama 48 jam pada lingkungan yang
hangat dan lembab. Setelah perkembangan embrio sempurna, telur
dapat bertahan pada keadaan kering dalam waktu yang lama
(lebih dari satu tahun). Telur menetas bila wadah tergenang air,
namun tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan.
Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu
kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim yang tidak
menguntungkan (Depkes RI, 2003).
2) Jentik
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
10
Jentik memerlukan empat tahap perkembangan. Jangka waktu
perkembangan jentik tergantung pada suhu, ketersediaan makanan,
dan keberadaan jentik dalam sebuah kontainer. Dalam kondisi
optimal, waktu yang dibutuhkan dari telur menetas hingga
menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari, termasuk dua hari dalam
masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan waktu beberapa
minggu (Depkes RI, 2003). Ada empat tingkat (instar) jentik sesuai
dengan pertumbuhan larva Aedes Aegypti tersebut, yaitu (Depkes RI,
2005):
a) Instar I: berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b) Instar II: 2,5-3,8 mm
c) Instar III: lebih besar sedikit dari larva instar II
d) Instar IV: berukuran paling besar 5 mm
3) Pupa (kepompong)
Pupa (kepompong) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibanding jentik. Pupa Aedes Aegypti
berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk
lain (DepkesRI, 2005). Menurut Sugito (1989), pupa Aedes Aegypti
tidak memerlukan udara dan makan, belum bisa dibedakan antara
jantan dan betina, menetas dalam waktu 1-2 hari, dan menjadi
nyamuk dewasa, pada umunya nyamuk jantan menetas lebih dahulu
dari nyamuk betina.
4) Nyamuk Dewasa
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
11
Sesaat setelah muncul menjadi dewasa, nyamuk akan
kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan
dalam waktu 24-36 jam kemudian. Darah merupakan sumber
protein terpenting untuk pematangan telur (Depkes RI, 2003).
Habitat tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti adalah di air yang
relatif bersih, yaitu di wadah-wadah tempat penampungan air untuk
kepentingan sehari-hari dan barang- barang bekas, seperti ban,
botol, kaleng, plastik, pecahan kaca, dan sebagainya yang merupakan
lingkungan buatan manusia (Nadezul, 2007). Dan ciri- ciri nyamuk
Aedes Aegypti yaitu :
a) Berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih pada seluruh
tubuhnya.
b) Berkembang biak di tempat penampungan air dan barang-barang
yang memungkinkan air tergenang misalnya :
(1) Bak mandi/wc, tempayan, drum
(2) Tempat minumburung
(3) Vas bunga, pot tanaman air
(4) Kaleng, ban bekas,botol
c) Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak di
selokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan
dengan tanah.
d) Biasanya menggigit (menghisap darah) pada pagi hari sampai
sore hari.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
12
e) Mampu terbang sampai 100 m
b. Keberadaan Jentik
1) Survey Jentik
Survey jentik nyamuk Aedes Aegypti dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Depkes RI, 2005) :
a) Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti diperiksa (dengan
mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b) Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar, seperti: bak
mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya.
Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan
jentik, tunggu kira-kira 1 menit untuk memastikan bahwa benar
jentik tidak ada.
c) Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang
kecil, seperti: vas bunga atau pot tanaman air atau botol yang
airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat
lain.
d) Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya
keruh, biasanya digunakan senter.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
13
2) Metode Survey Jentik
Metode survey jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes
RI, 2005) :
a) Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik
di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk di
identifikasi lebih lanjut.
b) Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau
tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa
mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD
menggunakan cara visual.
c. Sifat-sifat Jentik Aedes Aegypti
1) Ukuran 0,5 – 1 cm
2) Selalu bergerak aktif dalam air
3) Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air
untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawahdan seterusnya.
4) Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan
permukaan air.
d. Sifat-sifat telur Nyamuk Aedes Aegypti
2)Ukurannya sangat kecil : 0,7 mm
3)Warna hitam
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
14
4) Tahan sampai 6 bulan di tempat kering
e. Pengendalian nyamuk Aedes Aegypti
1) Perlindungan perseorangan untuk mencegah
terjadinya gigitan Aedes Aegypti yaitu dengan memasang kawat
kasa di lubang-lubang angin diatas jendela atau pintu, tidur dengan
kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan inteksida dan
penggunaan repellen pada saat berkebun.
2) Pembuangan atau mengubur benda-benda di
pekarangan atau di kebun yang dapat menampung air hujan seperti
kaleng, botol, dan ban mobil dan tempat-tempat lain yang menjadi
tempat perindukan Aedes Aegypti.
3) Mengganti air atau membersihkan tempat air
secara teratur tiap minggu sekali, pot bunga, tempayan dan bak
mandi.
4) Pemberian abate ke dalam tempat penampungan
air atau penyimpanan air bersih
5) Melakukan fogging dengan mallathion setidak-
tidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10 hari di daerah yang terkena
wabah di daerah endemic DHF.
6) Pendidikan kesehatan masyarakat melalui
ceramah agar rakyat dapat memeliharah kebersihan lingkungan dan
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
15
turut secara perseorangan memusnahkan tempat- tempat
perindukan Aedes aegypti di sekitar rumah.
C. Tinjauan Umum Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan
Keberadaan Jentik Aedes Aegypti
1. Pelaksanaan PSN Aedes Aegypti
PSN Aedes Aegypti adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan
kepompong nyamuk penular DBD (Aedes Aegypti) di tempat-tempat
perkembangbiakannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
(Syarifah, 2007) bahwa terdapat hubungan antara PSN Aedes Aegypti
dengan keberadaan jentik dimana penelitian tersebut dilakukan di
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2007. Pada penelitian
tersebut nilai proporsi ABJ sebesar 0,93. Menurut (Depkes RI, 2005),
Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti yang dikenal
dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
a. Fisik: cara ini dikenal dengan kegiatan 3-M yaitu menguras (dan
menyikat) bak mandi, bak wc, dan lain-lain. Menutup tempat
penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain).
Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas
(seperti kaleng, ban, dan lain-lain).
b. Kimia: cara memberantas jentik Aedes Aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
16
istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah granules
(sand granules). Dosis yang digunakan 10 gram (± 1 sendok makan
rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephos ini
mempunyai efek residu 3 bulan.
c. Biologi: cara ini dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).
2. Tempat Perindukan Aedes Aegypti
Sumber utama perkembangbiakan Aedes Aegypti di sebagian besar
daerah pedesaan Asia Tenggara adalah di wadah-wadah
penampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari
keramik, tanah liat dan bak semen yang berkapasitas 200 liter, tong besi
yang berkapasitas 210 liter (50 galon), dan wadah yang lebih kecil
sebagai tempat penampungan air bersih atau hujan. Wadah
penampungan air harus ditutup dengan penutup yang rapat atau kasa.
Setelah air digunakan harus dijaga agar wadah tetap tertutup. Cara ini
cukup efektif seperti telah dilakukan di Thailand (Depkes RI, 2003).
Menurut Sutaryo (2005) macam TPA yang berada di rumah meliputi
tandon air, tower, bak mandi, bak WC, padasan, cadangan air ditaman,
air jebakan semut yang memiliki peluang untuk nyamuk Aedes Aegypti
bertelur. Macam TPA untuk keperluan sehari-hari meliputi drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi atau WC, dan ember. Menurut
Hasyimi dan Soekino (2004) TPA rumah tangga yang paling banyak
ditemukan jentik atau pupa Aedes Aegypti adalah TPA rumah tangga yang
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
17
berasal dari bahan dasar logam. Jenis TPA rumah tangga yang paling
banyak ditemukan jentik atau pupa Aedes Aegypti adalah TPA jenis
tempayan (Depkes RI, 2005).
3. Sampah Padat
Sampah padat, kering seperti kaleng, botol ember atau sejenisnya
yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam
tanah. Sisa material di pabrik dan gudang harus disimpan sebaik mungkin
sebelum dimusnahkan. Perlengkapan rumah dan alat perkebunan (ember,
mangkok, dan alat penyiram) harus disimpan terbalik untuk mencegah
tertampungnya air hujan. Sampah tanaman (tempurung kelapa, kulit ari
coklat harus dimusnahkan segera. Ban mobil bekas merupakan tempat
perkembangbiakan utama Aedes Aegypti di perkotaan, sehingga menjadi
masalah kesehatan. Botol, kaca, kaleng dan wadah kecil lainnya harus
dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk
keperluan industri (Depkes RI, 2003).
D. Kerangka Konsep
Dalam kerangka konseptual ada variabel independen dan variabel
dependen dimana variabel indipendennya adalah PSN Aedes Aegypti, tempat
perindukan, sampah padat dan variabel dependennya adalah jentik Aedes
Aegypti.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
18
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
E. Defenisi Operasional dan kriteria objektif
1. Pelaksanaan PSN Aedes Aegypti
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang
dilakukan oleh responden untuk pelaksanaan PSN Aedes Aegypti secara
fisik yaitu dengan melaksanakan 3M (Menguras, Menutup, dan
Mengubur).
Kriteria Objektif :
Baik : Jika melaksanakan PSN Aedes Aegypti sesuai kriteria diatas
Kurang : Jika tidak melaksanakan PSN Aedes Aegypti sesuai kriteria
diatas.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
Tempat Perindukan
Sampah Padat
PSN Aedes Aegypti
Jentik Aedes Aegypti
19
2. Tempat Perindukan
Tempat perindukan ada 2 macam yaitu
a. tempat perindukan buatan adalah wadah-wadah penampungan air
untuk kepentingan rumah tangga yang beresiko menjadi tempat
tumbuhnya jentik Aedes Aegypti seperti tempayan, bak mandi,
drum, ember, tempat penampungan air kulkas, tempat penampungan
air dispenser, vas bunga, tempat minum burung, dan bejana di sekitar
rumah responden.
b. Tempat perindukan alami yaitu wadah – wadah tempat penampungan
air yang sifatnya alami yang berada di pepohonan dan beresiko
menjadi tempat tumbuhnya jentik seperti tempurung kelapa, kelepak –
kelepak daun, dan sela – sela pepohonan lainnya yang berada di
sekitar rumah responden.
Kriteria Objektif :
Ada : jika terdapat tempat perindukan sesuai kriteria diatas
Tidak ada : jika tidak terdapat tempat perindukan sesuai kriteria diatas.
3. Sampah Padat
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberadaan sampah
padat yang memiliki wadah yang berpotensi`tumbuh dan
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
20
berkembangnya jentik Aedes Aegypti seperti ban bekas, kaleng
bekas, botol bekas, ember bekas, drum bekas, mangkok bekas yang
tersebar di sekitar rumah responden.
Kriteria Objektif :
Ada :Jika terdapat sampah padat sesuai dengan kriteria diatas.
Tidak ada :Jika tidak terdapat sampah padat sesuai dengan kriteria diatas
4. Keberadaan Jentik Aedes Aegypti
Jentik nyamuk Aedes Aegypti yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
ada atau tidak adanya jentik Aedes Aegypti pada berbagai tempat
perindukan dan sampah padat di sekitar rumah responden yang dilihat
dengan cara visual.
Kriteria Objektif :
Ada : Jika di tempat perindukan dan sampah padat tidak terdapat
jentik.
Tidak Ada: jika tempat tempat perindukan dan sampah padat terdapat
jentik.
F. Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan antara pemberantasan sarang nyamuk A e d e s
A e y p t i (PSN Aedes Aegypti) dengan keberadaan jentik Aedes Aegypti
di Permata Hijau Tegal. RW. 14. Kelurahan Kassi-Kassi. Kecamatan
Rappocini Makassar.
2. Ada hubungan antara jenis tempat perindukan dengan keberadaan jentik
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar
21
Aedes Aegypti di Permata Hijau Tegal. RW. 14. Kelurahan Kassi-Kassi.
Kecamatan Rappocini Makassar.
3. Ada hubungan antara sampah padat dengan keberadaan jentik Aedes
Aegypti di Permata Hijau Tegal. RW. 14. Kelurahan Kassi-kassi.
Kecamatan Rappocini. Makassar.
Program Studi Keperawatan FIK-Universitas Islam Makassar