jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2016/08/refisi-sidang.docx · web viewbab i pendahuluan l...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Reformasi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1998 membuka
perubahan pada sistem politik terutama sistem pemilu. Perubahan ini membuka
peluang bagi setiap elemen bangsa untuk terlibat didalamnya, untuk menuju
demokrasi yang lebih baik, ini juga membuka harapan bagi kaum perempuan
untuk dapat memperjuangkan aspirasinya, dengan lebih nyata perubahannya
dalam sistem pemilu, antara lain diberlakukanya Undang-undang Pemilu Nomor
8 Tahun 2012 yang mengatur tentang kuota 30% keterwakilan perempuan,
sebagai salah satu syarat bagi pencalonan anggota legislatif oleh partai politik,
tentunya secara logika mampu mendobrak kuantitas perempuan di wilayah publik,
Undang-undang tersebut menyebutkan pentingnya aksi affirmasi bagi partisipasi
politik perempuan dengan menempatkan jumlah 30% dari seluruh calon partai
pada parlemen, baik di tingkat Nasional maupun Daerah.
Dengan adanya Undang-undang diatas merupakan kebijakan afirmatif yaitu
kebijakan yang diambil bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender
ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan
lain dalam bidang yang sama. Undang-undang ini bertujuan membuka
kesempatan kepada kaum perempuan agar dapat terjun langsung ke lembaga
pemerintahan serta meningkatkan persentase perempuan dilembaga legislatif.
1
Menurut pasal 27 UUD 1945, wanita mempunyai kedudukan yang sama
dengan pria, dalam bidang hukum dan pemerintah. Di dalam perundang-undang
politik yang tertera dalam undang-undang 1945 tersebut, telah tercermin bahwa
wanita dan pria sama-sama punya hak untuk dipilih dan memilih.
Banyak partai politik yang mengutus anggotanya sebagai calon anggota DPR
maupun DPRD, bahkan ketua umum dari sebuah partai politik juga ada yang
diduduki oleh kaum perempuan, meskipun dengan adanya kedudukan perempuan
sebagai pemimpin dipartai politik, kadang kala tidak menanggapi aspirasi dari
kaum feminim dan tidak dibarengi dengan kebijakan yang di buat. Sedangkan
ketika kaum perempuan sudah jadi sebagai anggota legislatif, tantangan mereka
tidak hanya berenti disitu, melainkan mereka akan tetap menghadapi tantangan
tentunya dari kaum pria yang lebih dominan dilembaga legislatif. Pentingnya
peran angota legislatif perempuan sangat menunjang terhadap kebijakan yang
akan dihasilkan, meskipun anggota DPRD bekerja secara kolektif, tetapi
bagaimana kaum perempuan berperan sebagai lembaga yang ada dibidang
legislasi, pengawasan dan penganggaran.
Untuk melihat kinerja DPRD tentunya kita harus mengetahui apakah fungsi
DPRD tersebut. Berbicara mengenai Fungsi anggota DPRD terdapat beberapa
fungsi diantaranya fungsi yang paling penting adalah fungsi legislasi yaitu
berfungsi menentukan kebijakan dan membuat undang-undang, untuk itu badan
legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
undang-undang yang disusun oleh pemerintah, terutama dibidang penganggaran,
kedua yaitu fungsi pengawasan adalah mengontrol badan eksekutif dalam arti
2
menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan, untuk menjalankan tugas ini badan perwakilan rakyat diberi
hak kontrol khusus, seperti hak bertanya, interpelasi dan sebagainya, ketiga adalah
fungsi penganggaran yaitu menentukan seberapa anggaran pemerintah dapat
disetujui dan pada akhirnya menentukan berapa dan bagaimana uang rakyat
dipergunakan (dalam Budiarjo 2008:322).
Peran DPRD sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang dibuat atau yang
dihasilkan, sebab mereka yang berperan penting terhadap berhasilnya kebijakan
itu dibuat apakah secara maksimal dapat dijalankan atau hanya sebatas tertulis
diatas kertas saja. Tanpa terkecuali juga terhadap kebijakan mengenai perempuan,
dalam kebijakan ini tentunya anggota DPRD perempuan yang menduduki jabatan
diharapakan dapat menjembatani kebutuhan perempuan, sebab jika perempuan
berpolitik mereka tidak hanya mengatur masalah kebijakan yang secara umum,
tetapi kebijakan yang dibuat juga berpengaruh terhadap kehidupan perempuan
secara pribadi.
Dengan terwakilnya perempuan di DPRD tentunya mereka dapat berperan
banyak dalam mempengaruhi pembentukan peraturan daerah dengan adanya kerja
kolektif di DPRD yang mana mereka dapat menghasilkan kebijakan yang didasari
dari keinginan masyarakat khususnya kaum perempuan.
3
Berikut merupakan jumlah persentase kaum perempuan di DPRD Kabupaten
Bintan Periode 2009-2014 :
Tabel 1.1
PeriodeTotal
Anggota DPRD
Jumlah Anggota
Laki-Laki(%)
Jumlah Anggota
Perempuan(%)
2009-2014 25 19 70 6 30
2014-2019 25 21 88 4 12
Jumlah Keterwakilan Perempuan Anggota DPRD Kabupaten Bintan
Sumber : Sekretariat DPRD kabupaten Bintan
Terwakilnya perempuan yang sudah mencapai 30% seharusnya mereka dapat
menanggapi aspirasi dari kaum perempuan, dengan adanya perempuan dibagian
anggaran sangat berpengaruh juga dengan kebijakan perempuan sebab anggaran
juga sangat berpengaruh dalam hal berhasilnya sebuah kebijakan mengenai
perempuan, yang mana dalam APBD tersebut berisi program-program yang
diajukan oleh dinas terkait yang mana dinas yang terkaitlah yang lebih banyak
menerima masukan atau keluhan dari masyarakat, tanpa terkecuali dibagian
pengawasan dan legislagi. Semakin banyak perempuan yang menduduki jabatan
dibagian tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang dihasilkan
mengenai perempuan seberapa banyak jumlah kebijakan mengenai perempuan
serta berapa banyak yang akan berhasil dibuat.
Meskipun dengan kouta yang mencapai 30% tersebut masih saja ada aspirasi
masyarakat yang belum benar-benar diperhatikan seperti contoh kasus yang
terjadi di Desa Toapaya selatan, mengenai industri pangan rumah tangga, dalam
kegiatan ini perempuan dituntut agar dapat menghasilkan produk olahan sendiri
4
dengan membawa nama kelompok tetapi dalam pengerjaannya hanya perorangan,
alhasil para ibu rumah tangga ini susah dalam menjalankan program yang
diberikan pemerintah setempat, karena terkendalanya dalam hal penjualan hasil
produk tersebut, tidak adanya jaminan pemasasaran terhadap produk yang dibuat
menjadikan program ini kurang berjalan dengan semestinya. Contoh lain yang
dapat dilihat adalah mengenai trafiking, penjualan manusia yang didasari dengan
iming-iming pekerjaan yang mana itu semua hanya sebagai cara dalam
memanipulasi korban, ketika sudah sampai ditempat mereka dijadikan sebagai
wanita pekerja seks seperti di daerah Kabupaten Bintan yang lebih tepatnya di
kecamatan Toapaya, Desa Bukit Indah km. 24. Hingga saat ini mengenai
lokalisasi tersebut belum ditutup yang kabarnya akan ditutup pada awal tahun
2015.
Dengan tingginya keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Bintan
apakah mempengaruhi terhadap APBD, yang mana dalam APBD tersebut berisi
program-program yang diajukan oleh Dinas terkait yang mana Dinas yang
terkaitlah yang lebih banyak menerima masukan atau keluhan dari masyarakat.
Ketika keterwakilan perempuannya tinggi tentunya harus bagus terhadap aspirasi
perempuannya.
Meskipun tingginya keterwakilan perempuan di DPRD ternyata tidak
berjalan mengenai program yang dihasilkan oleh pemerintah setempat sehingga
banyak pertanyan yang muncul apakah penyebab dari tidak berjalannya program
yang dihasilkan dan bagaimankah anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya
dengan jumlah 6 orang anggota perempuannya.
5
Dengan adanya masalah yang ada di atas, maka penulis tertarik untuk
mengambil judul penelitian sebagai berikut:
“ PERAN ANGGOTA DPRD PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN
BINTAN PADA PERIODE 2009-2014 “
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, terlihat jelas bahwa
dengan terwakilnya perempuan di DPRD Kabupaten Bintan yang mencapai 30 %
harusnya sudah bisa menanggapi aspirasi dari kaum perempuan sendiri, tetapi
dalam kajian ini penulis melihat bahwa masih ada permasalahan yang
berhubungan dengan aspirasi perempuan yang belum tersalurkan. Berangkat dari
latar belakang kajian penelitian ini, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana peran Anggota DPRD perempuan dalam Proses Legislasi di
DPRD Kabupaten Bintan pada Periode 2009-2014.
1.3 Maksud dan tujuan
Melalui permasalahan tersebut, penelitin ini bertujuan untuk :
Agar penelitian ini mencapai hasil yang optimal dan dengan adanya permasalahan
yang terjadi pada keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Bintan,
khususnya dibidang legislasi tentunya hal ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi
penulis untuk mengkajinya. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
dan mengetahui bagaimana angota DPRD perempuan berperan dalam proses
legislasi.
6
1.4 Manfaat penelitian
1. Secara teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
perkembangan tentang, peran anggota DPRD perempuan dalam proses legislasi di
DPRD Kabupaten Bintan pada periode 2009-2014. Serta menjadi pijakan bagi
peneliti selanjutnya terutama yang berhubungan dengan peran anggota DPRD
perempuan dalam proses legislasi di DPRD Kabupaten Bintan pada periode 2009-
2014.
2. Secara praktis
Manfaat penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis tentang peran anggota DPRD
perempuan dalam proses ligislasi di DPRD Kabupaten Bintan pada periode 2009-
2014.
1.5 Kerangka teori
1. Fungsi Anggota Legislatif (DPRD)
Berbicara mengenai fungsi anggota DPRD terdapat beberapa fungsi
diantaranya fungsi yang paling penting sebagaimana dijelaskan Budiarjo
(2008:322) antara lain, sebagai berikut :
1. Fungsi legislasi
7
Menentukan kebijakan (Policy) dan membuat Undang-undang. Untuk itu
badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan Undang-undang yang disusun oleh pemerintah, terutama dibidang
budget atau anggaran.
2. Fungsi pengawasan
Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan
eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (Security
oversight). Untuk menjalankan tugas ini, badan perwakilan rakyat di beri hak-hak
kontrol khusus, seperti hak bertanya, interpelasi dan sebagainya.
3. Fungsi penganggaan
Merupakan fungsi yang menentukan seberapa anggaran pemerintah yang
dapat disetujui, dan pada akhirnya menentukan berapa dan dengan cara bagaimana
uang rakyat di pergunakan.
Terkait dengan fungsi anggota DPRD, DPRD juga memiliki tugas dan
wewenang, antara lain :
1. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang
diajukan oleh bupati/walikota.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
4. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian bupati/walikota
dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri
8
melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian.
5. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
8. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Teori Peran
9
Peran adalah perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang yang
menduduki posisi tertentu. Seseorang yang menduduki posisi tertentu diharapkan
atau diduga memiliki perilaku tertentu pula. Harapan atau dugaan itulah yang
kemudian membentuk suatu peran sehingga peran aktor sangat tergantung dari
harapan atau dugaan yang muncul.
Peran dapat diartikan pula sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang
pimpinan serta dominasi dari keseluruhan posisi atau kedudukan yang dimiliki
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan kelompok lain
atau kelompok yang lebih besar dalam suatu peristiwa.
Menurut Soerjono soekamto (1987:220) peran merupakan aspek dinamika
dari status (kedudukan) apabila seseorang atau beberapa orang atau organisasi
yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
atau organisasi tersebut telah melakukan peran.
Soerjono soekamto (1987:147) juga mengutip pendapat levinso bahwa peran
paling sedikit mencakup tiga hal yaitu:
1. Peran meliputi sarana yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini menempatkan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan individu atau
masyarakat dalam organisasi.
3. Peran dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dalam
struktur sosial.
3. Teori Perwakilan
10
Sebelum membahas tentang teori ini, ada baiknya kita membahas mengenai
teori klasik tentang akomodasi yang berkenaan dengan hubungan antara wakil dan
terwakil, dikenal dengan teori mandat. Didalam teori ini pada dasarnya berasumsi
bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandate yang
disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian
mengharuskan segala tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil
harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan
mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas
dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara
seorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya. (Samsul Wahidin, 2007:40).
Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari : Mandat imperatif,
berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada
instruksi yang disampaikan oleh orang-orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak
diperbolehkan bertindak melampui mandat yang telah diberikan dengan
konsekuensi bahwa jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak
berada pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan
perwakilannya.
Mandat bebas, yang menyatakan bahwa didalam kedudukannya sebagai
seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada pada
bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis menjadi dasar
dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil dianggap terakomodasikan di
dalam mandat yang disampaikan tersebut, dengan demikian wakil bebas bertindak
sesuai dengan batasan umum yang dimandatkan kepada dirinya.
11
Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang
bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang didalam
lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau aspirasi
orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari mandat ini, bahwa seorang
wakil memberikan mandat kepada dirinya. Mandat diberikan secara umum di
dalam sistem tertentu yang kemudian dikenal melalui pemilu.
Perkembangan berikutnya didalam hubungan antara wakil dan orang-orang
yang diwakili ini berkembang Teori Organ yang beranjak pada kualitas
kelembagaan. Bahwa pemilihan organ perwakilan menjadikan semua kekuasaan
berada pada lembaga yang dipilih. Sifat kolektivisme menjadi ciri khas dari teori
organ. Teori ini dipandang sebagai bentuk yang lebih rasional untuk
mengakomodasikan jumlah wakil yang sedikit, dibandingkan dengan orang-orang
yang diwakili dalam jumlah sangat banyak.
Gambaran sederhana dari teori ini bahwa didalam negara itu ada berbagai
organ yang harus berkinerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Salah satu
organ dimaksud adalah lembaga perwakilan yang keberadayaannya bersifat
formalistik. Dalam arti orang-orang yang duduk didalam organ itu berada dalam
kapasitas umum. Keberadaan organ itu memenuhi persyaratan formal dari
eksistensi negara yang mengaruskan adanya lembaga perwakilan. Jadi tidak
dideskripsikan bagaimana hubungan antara wakil dan orang-orang yang diwakili,
apakah keterwakilannya sesuai atau tidak dengan subtansi yang diinginkan oleh
yang memberikan kewenangan.
12
Didalam perkembangan berikutnya tercatat para ahli yang melakukan telaah
tentang bagaimana hubungan antara wakil dan terwakil tersebut namun pendapat
para ahli dapat dipandang sebagai perkembangan teknis. misalnya gambaran
hubungan wakil dan orang yang diwakili dalam nilai sosiologis yang
menggambarkan bahwa lembaga perwakilan pada dasarnya adalah sebagai
bangun sosial masyarakat, jadi harus mewakili kepentingan masyarakat.
4. Representasi politik
Secara umum seorang wakil dianggap sebagai seseorang yang berdiri
mengatasnamakan atau bertindak atas nama orang lain (yang tidak hadir). Mereka
melakukanya sebagai delegasi - yang bertindak berdasarkan keinginan yang
diekspresikan oleh (pihak) yang diwakili – atau sebagai trustee (kepercayaan),
yang bertindak berdasarkan apa yang dipandang sebagai kepentingan dari yang
diwakilinya. (Nuri suseno, 2013:33-34)
Peran seorang wakil dalam representasi politik menjadi sangat penting bagi
masyarakat yang diwakilinya. Seperti yang tertulis dalam kutipan diatas bahwa
seorang wakil merupakan delegasi dari pihak yang diwakili untuk bertindak
berdasarkan kepentingan yang diwakilinya. Disamping itu pihak yang diwakili
menaruh kepercayaan kepada wakilnya, dan inilah sebenarnya pondasi dari
representasi politik. Bagaimana bisa ketika seorang wakil dikatakan
merepresentasikan pihak yang diwakilinya namun pihak itu tidak
mempercayainya ? Bagaimana bisa seorang wakil dikatakan mewakili namun
wakil tersebut tidak bertindak berdasarkan kepentingan pihak yang diwakilinya
13
atau bahkan tidak tahu apa kepentingan dari yang diwakilinya ? Untuk menjawab
itu, mari kita lihat bagaimana seharusnya wakil itu bertindak dan bagaimana
praktik dalam representasi politik.
Pertama, seorang wakil seharusnya mampu menjadi penyalur aspirasi rakyat.
Dimana adalah seorang wakil dapat menjadi pendengar yang baik dan
menampung keluhan-keluhan dan usulan-usulan pihak yang diwakilinya. Dalam
hal ini seorang wakil dituntut untuk dekat dengan pihak yang diwakilinya agar
dapat menyalurkan aspirasi mereka. Namun dalam realitanya tidak berjalan sesuai
dengan harapan. Aspirasi rakyat tidak tersalurkan karena seorang wakil kurang
memperhatikan dan mendengarkan apa yang diinginkan pihak yang diwakilinya,
yaitu rakyat.
Kedua, seorang wakil seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat yang
diwakilinya. Ini dapat diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang diusulakan
dan dibuat oleh wakil. Namun dalam praktiknya seringkali kebijakan yang dibuat
untuk kepentingan lain – bukan untuk rakyat yang diwakilinya – yang itu justru
merugikan rakyat yang diwakilinya. Lalu bagaimana nasib rakyat ketika seorang
wakil tidak mewakilinya dan justru mewakili pihak lain yang merugikanya?
Dengan demikian apakah fungsi dari representasi itu sendiri ? Siapakah yang
sebenarnya diwakili oleh wakil itu?
Ketiga, seharusnya seorang wakil mendapatkan kepercayaan dari mereka –
pihak yang diwakili – melalui proses pemilu. Namun yang terjadi wakil rakyat
yang terpilih bukanlah pilihan dari sebagian bersar rakyat yang diwakili,
melainkan hanya sebagian kecil dari mereka. Hal ini dapat dilihat dari angka
14
partisipasi masyarakat dalam pemilu yang rendah. Tingka golput yang cukup
tinggi menjadi salah satu indicator. Disamping itu masyarakat yang memilih pun
terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, masyarakat yeng memilih atas
kesadaranya untuk mendapatkan wakil yang berkualitas. Kedua, masyarakat yang
memilih karena suaranya dibeli.
4.4 Konsep operasional
Lembaga DPRD merupakan lembaga yang memiliki fungsi legislasi,
pengawasan dan penganggaran. Dengan adanya fungsi tersebut anggota DPRD
dapat bekerja secara kolektif dalam mewujudkannya. Namun dalam kajian ini
penulis fokus kepada bidang legislasi, yaitu bagaimana peran perempuan yang
duduk dilembaga DPRD dalam bidang legislasi tersebut dalam mengupayakan
program tentang perempuan. Meskipun dengan tinginya anggota legislatif
perempuan yang mencapai 30 % ternyata belum mampu sepenuhnya
menjembatani kebutuhan perempuan. Peran anggota DPRD sangat berpengaruh
terhadap kebijakan yang dibuat, sebab mereka juga yang bereperan penting
terhadap berhasil atau tidaknya kebijakan yang dihasilkan, apakah secara
maksimal dapat dijalankan atau sebatas tertulis diatas kertas saja. Tanpa terkecuali
peran dari anggota legislatif perempuan sendiri, sebab jika perempuan berpolitik
mereka tidak hanya mengatur masalah kebijakan yang secara umum, tetapi
kebijakan yang dibuat juga berpengaruh terhadap kehidupan perempuan secara
pribadi. Untuk dari itu penulis akan melihat serta mengkajinya berdasarkan teori
yang akan digunakan yaitu fungsi anggota DPRD. Berbicara mengenai fungsi
15
anggota DPRD terdapat beberapa fungsi diantaranya fungsi yang paling penting
sebagaimana dijelaskan Budiarjo (2008:322) antara lain, sebagai berikut :
1. Fungsi legislasi
Menentukan kebijakan (Policy) dan membuat Undang-undang. Untuk itu
badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan Undang-undang yang disusun oleh pemerintah, terutama dibidang
budget atau anggaran.
Terkait dengan fungsi anggota DPRD, DPRD juga memiliki tugas dan
wewenang, antara lain :
1. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang
diajukan oleh bupati/walikota.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
4. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian bupati/walikota
dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri
melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian.
5. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
16
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
8. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4.5 Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian kualitatif (Moleong, 2007:6) adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
17
adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungn antara fenomena yang
diselidiki.(Nazir, 2003:54)
2. Lokasi penelitian
Tempat dimana akan dijadikan fokus penelitian yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Dalam fokus pelaksanaan penelitian ini penulis mengambil
lokasi yang dikira sangat sesuai dengan kajian yang diangkat yaitu, berlokasi di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan.
3. Informan penelitian
Orang yang memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang
penelitian. Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan yang akan diteliti yaitu adalah sebagai berikut :
1. Anggota DPRD perempuan Kabupaten Bintan periode 2009-2014
berjumlah 1 orang.
2. Anggota DPRD laki-laki Kabupaten Bintan periode 2009-2014 berjumlah
1 orang.
3. SKPD bidang Hukum berjumlah 1 orang.
4. Perempuan yang mengikuti organisasi yang berhubungan dengan program
perempuan atau LSM berjumlah 1 orang.
1.8 Teknik dan alat pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti memilih
18
jenis penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan
spesifik.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara,
dokumentasi dan gabungan/triangulasi.(sugiyono 2009:225). Pada penelitian ini
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi,
wawancara dan dokumentasi.
1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara
langsung terhadap subjek/objek dan fenomena yang diteliti.
2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
melakukan tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan dengan yang
diteliti.
3. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data
yang menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
observasi yang dilakukan oleh penulis serta dari study pustaka. Dapat
dikatakan data sekunder ini berasal dari dokumen-dokumen grafis seperti
tabel, catatan, sms, foto dan yang lainnya.
1.9 Teknik analisa data
Menurut seiddel (1998) yang dikutif Moleong (2010:248) adanya proses
berjalan dalam analisis data kualitatif yaitu :
19
1. Mencatat yang dihasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode
agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistesiskan,
membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.
3. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan
membuat temuan-temuan umum.
BAB II
KERANGKA TEORI
20
2.1 Fungsi Anggota Legislatif (DPRD)
Berbicara mengenai fungsi anggota DPRD terdapat beberapa fungsi
diantaranya fungsi yang paling penting sebagaimana dijelaskan Budiarjo
(2008:322) antara lain, sebagai berikut :
1. Fungsi legislasi
Menentukan kebijakan (Policy) dan membuat Undang-undang. Untuk itu
badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan Undang-undang yang disusun oleh pemerintah, terutama dibidang
budget atau anggaran.
2. Fungsi pengawasan
Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan
eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (Security
oversight). Untuk menjalankan tugas ini, badan perwakilan rakyat di beri hak-hak
kontrol khusus, seperti hak bertanya, interpelasi dan sebagainya.
3. Fungsi penganggaan
Merupakan fungsi yang menentukan seberapa anggaran pemerintah yang
dapat disetujui, dan pada akhirnya menentukan berapa dan dengan cara bagaimana
uang rakyat di pergunakan.
Terkait dengan fungsi anggota DPRD, DPRD juga memiliki tugas dan
wewenang, antara lain :
1. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
21
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang
diajukan oleh bupati/walikota.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
4. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian bupati/walikota
dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri
melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian.
5. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
8. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
22
2.2 Teori Peran
Peran adalah perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang yang
menduduki posisi tertentu. Seseorang yang menduduki posisi tertentu diharapkan
atau diduga memiliki perilaku tertentu pula. Harapan atau dugaan itulah yang
kemudian membentuk suatu peran sehingga peran aktor sangat tergantung dari
harapan atau dugaan yang muncul.
Peran dapat diartikan pula sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang
pimpinan serta dominasi dari keseluruhan posisi atau kedudukan yang dimiliki
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan kelompok lain
atau kelompok yang lebih besar dalam suatu peristiwa.
Menurut Soerjono soekamto (1987:220) peran merupakan aspek dinamika
dari status (kedudukan) apabila seseorang atau beberapa orang atau organisasi
yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
atau organisasi tersebut telah melakukan peran.
Soerjono soekamto (1987:147) juga mengutip pendapat levinso bahwa peran
paling sedikit mencakup tiga hal yaitu:
4. Peran meliputi sarana yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini menempatkan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
5. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan individu atau
masyarakat dalam organisasi.
23
6. Peran dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dalam
struktur sosial.
2.3 Teori perwakilan
Sebelum membahas tentang teori ini, ada baiknya kita membahas mengenai
teori klasik tentang akomodasi yang berkenaan dengan hubungan antara wakil dan
terwakil, dikenal dengan teori mandat. Didalam teori ini pada dasarnya berasumsi
bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandate yang
disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian
mengharuskan segala tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil
harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan
mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas
dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara
seorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya. (Samsul Wahidin, 2007:40).
Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari : Mandat imperatif,
berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada
instruksi yang disampaikan oleh orang-orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak
diperbolehkan bertindak melampui mandat yang telah diberikan dengan
konsekuensi bahwa jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak
berada pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan
perwakilannya.
Mandat bebas, yang menyatakan bahwa didalam kedudukannya sebagai
seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada pada
24
bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis menjadi dasar
dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil dianggap terakomodasikan di
dalam mandat yang disampaikan tersebut, dengan demikian wakil bebas bertindak
sesuai dengan batasan umum yang dimandatkan kepada dirinya.
Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang
bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang didalam
lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau aspirasi
orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari mandat ini, bahwa seorang
wakil memberikan mandat kepada dirinya. Mandat diberikan secara umum di
dalam sistem tertentu yang kemudian dikenal melalui pemilu.
Perkembangan berikutnya didalam hubungan antara wakil dan orang-orang
yang diwakili ini berkembang Teori Organ yang beranjak pada kualitas
kelembagaan. Bahwa pemilihan organ perwakilan menjadikan semua kekuasaan
berada pada lembaga yang dipilih. Sifat kolektivisme menjadi ciri khas dari teori
organ. Teori ini dipandang sebagai bentuk yang lebih rasional untuk
mengakomodasikan jumlah wakil yang sedikit, dibandingkan dengan orang-orang
yang diwakili dalam jumlah sangat banyak.
Gambaran sederhana dari teori ini bahwa didalam negara itu ada berbagai
organ yang harus berkinerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Salah satu
organ dimaksud adalah lembaga perwakilan yang keberadayaannya bersifat
formalistik. Dalam arti orang-orang yang duduk didalam organ itu berada dalam
kapasitas umum. Keberadaan organ itu memenuhi persyaratan formal dari
eksistensi negara yang mengaruskan adanya lembaga perwakilan. Jadi tidak
25
dideskripsikan bagaimana hubungan antara wakil dan orang-orang yang diwakili,
apakah keterwakilannya sesuai atau tidak dengan subtansi yang diinginkan oleh
yang memberikan kewenangan.
Didalam perkembangan berikutnya tercatat para ahli yang melakukan telaah
tentang bagaimana hubungan antara wakil dan terwakil tersebut namun pendapat
para ahli dapat dipandang sebagai perkembangan teknis. misalnya gambaran
hubungan wakil dan orang yang diwakili dalam nilai sosiologis yang
menggambarkan bahwa lembaga perwakilan pada dasarnya adalah sebagai
bangun sosial masyarakat, jadi harus mewakili kepentingan masyarakat.
2.4 Representasi politik
Secara umum seorang wakil dianggap sebagai seseorang yang berdiri
mengatasnamakan atau bertindak atas nama orang lain (yang tidak hadir). Mereka
melakukanya sebagai delegasi - yang bertindak berdasarkan keinginan yang
diekspresikan oleh (pihak) yang diwakili – atau sebagai trustee (kepercayaan),
yang bertindak berdasarkan apa yang dipandang sebagai kepentingan dari yang
diwakilinya. (Nuri suseno, 2013:33-34)
Peran seorang wakil dalam representasi politik menjadi sangat penting bagi
masyarakat yang diwakilinya. Seperti yang tertulis dalam kutipan diatas bahwa
seorang wakil merupakan delegasi dari pihak yang diwakili untuk bertindak
berdasarkan kepentingan yang diwakilinya. Disamping itu pihak yang diwakili
menaruh kepercayaan kepada wakilnya, dan inilah sebenarnya pondasi dari
representasi politik. Bagaimana bisa ketika seorang wakil dikatakan
26
merepresentasikan pihak yang diwakilinya namun pihak itu tidak
mempercayainya ? Bagaimana bisa seorang wakil dikatakan mewakili namun
wakil tersebut tidak bertindak berdasarkan kepentingan pihak yang diwakilinya
atau bahkan tidak tahu apa kepentingan dari yang diwakilinya ? Untuk menjawab
itu, mari kita lihat bagaimana seharusnya wakil itu bertindak dan bagaimana
praktik dalam representasi politik.
Pertama, seorang wakil seharusnya mampu menjadi penyalur aspirasi rakyat.
Dimana adalah seorang wakil dapat menjadi pendengar yang baik dan
menampung keluhan-keluhan dan usulan-usulan pihak yang diwakilinya. Dalam
hal ini seorang wakil dituntut untuk dekat dengan pihak yang diwakilinya agar
dapat menyalurkan aspirasi mereka. Namun dalam realitanya tidak berjalan sesuai
dengan harapan. Aspirasi rakyat tidak tersalurkan karena seorang wakil kurang
memperhatikan dan mendengarkan apa yang diinginkan pihak yang diwakilinya,
yaitu rakyat.
Kedua, seorang wakil seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat yang
diwakilinya. Ini dapat diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang diusulakan
dan dibuat oleh wakil. Namun dalam praktiknya seringkali kebijakan yang dibuat
untuk kepentingan lain – bukan untuk rakyat yang diwakilinya – yang itu justru
merugikan rakyat yang diwakilinya. Lalu bagaimana nasib rakyat ketika seorang
wakil tidak mewakilinya dan justru mewakili pihak lain yang merugikanya?
Dengan demikian apakah fungsi dari representasi itu sendiri ? Siapakah yang
sebenarnya diwakili oleh wakil itu?
27
Ketiga, seharusnya seorang wakil mendapatkan kepercayaan dari mereka –
pihak yang diwakili – melalui proses pemilu. Namun yang terjadi wakil rakyat
yang terpilih bukanlah pilihan dari sebagian bersar rakyat yang diwakili,
melainkan hanya sebagian kecil dari mereka. Hal ini dapat dilihat dari angka
partisipasi masyarakat dalam pemilu yang rendah. Tingka golput yang cukup
tinggi menjadi salah satu indicator. Disamping itu masyarakat yang memilih pun
terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, masyarakat yeng memilih atas
kesadaranya untuk mendapatkan wakil yang berkualitas. Kedua, masyarakat yang
memilih karena suaranya dibeli.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran umum DPRD Kabupaten Bintan
28
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan, terbentuk sejak
Kabupaten Bintan resmi dijadikan sebagai Kabupaten baru. Kabupaten Bintan
merupakan Kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten Kepulauan Riau
berdasarkan Undang-Undang No. 53 tahun 1999 dan UU No. 13 tahun 2000.
(www.bintankab.com)
Sejak saat itu DPRD Kabupaten Bintan sudah terbentuk yang lebih tepatnya
dilantik pada tahun 1999. Sedangkan Kantor DPRD Kabupaten Bintan terletak di
Jalan raya Tanjung uban, Km. 42, Bandar seri bentan.
Daftar ketua DPRD Kabupaten Bintan yang pernah menduduki jabatan di
DPRD Kabupaten Bintan dari Tahun 2004-2019 adalah sebagai berikut :
1. Drs. H. Dalmasri Syam,MM pada periode 2004-2009.
2. Lamen Sarihi,SH.,MH pada periode 2009-2014.
3. Lamen Sarihi,SH.,MH pada periode 2014-2019.
3.2 Jumlah perempuan di DPRD Kabupaten Bintan
Dengan adanyan keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Bintan
tentunya sangat berpengaruh terhadap penyaluran aspirasi kaum perempuan,
dengan adanya Undang-undang No.8 Tahun 2012 yang mengatur tentang kuota
30% keterwakilan perempuan, sebagai salah satu syarat bagi pencalonan anggota
legislatif oleh partai politik, tentunya dengan adanya Undang-undang ini
menempatkan peluang bagi kaum wanita agar terjun secara langsung dikancah
pemerintahan dan juga menambah kuantitas perempuan di ranah publik.
29
Ketika kaum perempuan lolos pada saat pemilihan langsung (pemilu)
tentunya mereka akan menempatkan diri sebagai salah satu anggota legislatif yang
mana dapat diandalkan untuk membawa aspirasi dari kaum perempuan khususnya
di kawasan Kabupaten Bintan. Berikut merupakan anggota legislatif yang pernah
menduduki jabatan atau masih menduduki jabatan di DPRD Kabupaten Bintan :
Tabel 3.1
Daftar anggota legislatif perempuan DPRD Kabupaten Bintan pada periode
2009-2014
No. Anggota parlemen Dapil/partai
1. Fiven Sumanti Kabupaten Bintan 2Partai Golkar
2. Hesti Gustian Kabupaten Bintan 2Partai PAN
3. Misiah Kabupaten Bintan 1Partai Golkar
4. Misyanti Kabupaten Bintan 1Partai Demokrat
5. Rahmi Komalawati Kabupaten Bintan 3Partai PP
6. Susilawati Kabupaten Bintan 2Partai PKNU
Sumber : Buletin DPRD Bintan Edisi V Tahun 2014
3.3 Profil anggota DPRD perempuan Kabupaten Bintan
1. Hj. Fiven Sumanti., S.IP
30
Beliau adalah anggota DPRD perempuan Kabupaten Bintan Fraksi dari partai
golkar, yang lahir di tambelan 5 november 1974, yang bertempat tinggal di Kp.
Lembah sari, kelurahan air raja, kecamatan Tanjungpinang Timur, Kabupaten
Tanjungpinang.
Riwayat pendidikan beliau pernah brsekolah di SD 005 Tanjungpinang
(1985), SMP PGRI Tanjungpinang(1988), SMA PGRI Tanjungpinang (1991),
Sstisipol Raja Ali Haji Tanjungpinang (2011).
Dalam riwayat organisasi beliau pernah mengikuti organisasi KKKS Bintan
(2005-2015), Rumah Bahagia Bintan (2007-2015). Sedangkan untuk riwayat
pekerjaan beliau pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Bintan
tahun 2009-2014, widyaloka Selat Panjang (1992-1993), PT. Sucofindo
Tanjungpinang (1993-2003),pengurus Rumah Bahagia (2007-2009).
2. Hesti gustrian., SST
Beliau merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat
Nasional (PAN) Kabupaten Bintan. Hesti Gutrian, salah seorang anggota DPRD
Kabupaten Bintan ini, karirnya terbilang bagus. Selain menjadi legislator
termuda, dia juga orang yang peduli kesehatan. Latar belakang pendidikan di
bidang kesehatan, menjadi motivasinya selalu ingin menyehatkan masyarakat.
Politisi wanita ini memiliki motto hidup 'Berjalanlah Seperti Air, dan
Mengalirlah bak Air Bah yang Dahsyat. "Misi saya adalah meningkatkan derajat
kesehatan bagi kaum perempuan. Karena selama ini kaum perempuan kurang
memperhatikan kesehatan dirinya sendiri. Mereka lebih memikirkan kesehatan
31
anak-anak dan suaminya. Anggota DPRD ini selalu berfikir tentang
kemandirian perempuan. Dimana perempuan tidak boleh bergantung pada suami,
Perempuan harus memiliki penghasilan. Dengan terwakilnya anggota dewan
perempuan di DPRD Bintan, Kaum perempuan harus diberi pelatihan baik teknik
maupun manajerial, seperti menjahit, membuat kue, mengolah bahan-bahan sisa
maupun barang bekas menjadi barang berharga. Ataupun teknik wirausaha
mandiri, melalui pelatihan enterpreneurship terangnya. Alumni SD 016 Kijang,
SMPN 1 Kijang, dan SPK TNI AL Tanjungpinang, berprinsip bahwa perempuan
harus kuat, sehat, dan bermartabat. Agar darinya memunculkan anak-anak yang
baik, sehat, kuat, dan menjadi generasi harapan bangsa yang membanggakan.
3. Misyanti
Ketua Fraksi Partai Demokrat Kelahiran Tanjung Uban Bintan pada 06
Januari 1960, berstatus Kawin, suami bernama Susilo mempunyai dua orang anak
tertua berumur 10 tahun dan yang terkecil berumur 5 tahun. Asal daerah
pemilihan Bintan 2 wilayah Kecamatan Bintan Utara tercatat sebagai Calon
Terpilih dari nomor urut pencalonan ke tujuh dengan perolehan suara 1000
pemilih atas namanya sendiri dan 2000 suara total yang diperoleh Partai dan
seluruh Caleg di Dapil Bintan 2. Sebelum terpilih sebagai Anggota Dewan priode
2009-2014, Ibu Misyanti adalah Anggota DPRD Kabupaten priode 2004-2009.
Dengan demikian ini merupakan keanggotaan Dewan yang kedua kalinya ibu
Misyanti mendapatkan kepercayaan masyarakat serta menjadi utusan Partai
Demokrat Kabupaten Bintan. Jabatan di kepengurusan partai sekarang ini adalah
32
sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Kabupaten Bintan. Sebelumnya yang
bersangkutan pernah dipercayakan menduduki jabatan sebagai Ketua PAC Partai
Demokrat Kecamatan Bintan Utara.
4. Rahmi komalawati
Rahmi Komalawati merupakan anggota DPRD dari fraksi partai patriot (PP),
didalam masa jabatannya ia pernah diberhentikan antar waktu kemudian kembali
aktif sebagai anggota DPRD Bintan periode 2009-2014, setelah surat Keputusan
Gubernur Kepri No. 690/2013, 19 Juli 2013 tentang Peresmian Pemberhentian
Antar Waktu (PAW) atas dirinya sebagai anggota DPRD Bintan ditangguhkan.
Hal tersebut di dasari dengan diterbitkannya Surat Penetapan dari Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang di Batam No. 15/G/
2013/PTUN-TPI, 6 September 2013.
3.4 Peraturan daerah yang dihasilkan pada periode 2009-2014
Dengan perempuan yang terwakil di DPRD tentunya akan mempengaruhi
seberapa banyak peraturan daerah yang berhubungan dengan perempuan yang
telah terbentuk. Berikut adalah peraturan daerah yang telah dibentuk selama
periode 2009-2014 :
Table 3.2
Peraturan daerah yang dihasilkan pada periode 2009-2014
33
Peraturan daerah tahun 2009 Jumlah perda
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2009, Tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 5 tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kesehatan dasar pada puskesmas.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2009, tentang perencanaan pembangunan desa.
3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2009, tentang tata cara pelaporan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan desa.
4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2009, tentang pedoman pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa mejadi kelurahan.
5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2009, tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 11 tahun 2007 tentang pembentukan kelurahan toapaya asri di kecamatan gunung kijang, desa dendun, desa air glubi di kecamatan bintan timur, kelurahan tanjung permai, kelurahan tanjung uban.
6. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2009, tentang penyertaan modal dan penambahan penyertaan modal pemerintah kabupaten bintan kepada pt. Bank riau, dan pd. Bank perkreditan rakyat bintan untuk tahun 2009 s/d 2010 .
7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 8 TAHUN 2009, tentang pedoman pembentukan, penghapusan dan penggabungan kelurahan.
8. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 9 TAHUN 2009, tentang pencabutan peraturan daerah kabupaten kepulauan riau nomor 4 tahun 1993 tentang pembentukan perusahaan daerah air minum kabupaten kepulauan riau dan peraturan daerah kabupaten kepulauan riau nomor 11 tahun 1997 tentang perubahan pertama peraturan.
9. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 10 TAHUN 2009, tentang retribusi pelayanan laboratorium pengujian mutu konstruksi.
9 Perda
Peraturan daerah tahun 2010 Jumlah perda
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2010, tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2010.
2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2010, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup daerah.
3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2010, tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 2 tahun 2007 tentang pembentukan badan usaha milik daerah perseroan terbatas (pt) bintan inti sukses.
4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2010, tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
6 Perda
34
anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2009.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR
6 TAHUN 2010, tentang kewajiban pandai baca tulis al-qur’an dan mendirikan shalat bagi anak usia sekolah yang beragama islam.
6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2010, tentang perubahan kedua atas peraturan daerah kabupaten kepulauan riau nomor 5 tahun 2005 tentang pembentukan perusahan daerah bank perkreditan rakyat (pd.bpr) bintan.
Peraturan daerah tahun 2011 Jumlah perda
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2011, tentang pajak daerah.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2011, tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2011.
3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2011, tentang retribusi jasa umum.
4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2011, tentang retribusi jasa usaha.
5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2011, tentang retribusi perizinan tertentu.
6. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2011, tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.
7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2011, tentang satuan polisi pamong praja kabupaten bintan.
8. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 8 TAHUN 2011, tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 7 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi dinas daerah kabupaten bintan.
9. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 9 TAHUN 2011, tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 8 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi lembaga teknis daerah kabupaten bintan.
10. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 11 TAHUN 2011, tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 1 tahun 2011 tentang pajak daerah.
10 Perda
Peraturan daerah tahun 2012 Jumlah perda
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2012, tentang pengelolaan pertambangan mineral.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2012, tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten bintan tahun 2011-2031.
3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2012, tentang pembentukan organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten bintan.
4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2012, tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2012.
11 Perda
35
5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2012, tentang penambahan penyertaan modal pemerintah kabupaten bintan kepada pt. Bank riau kepri untuk tahun 2011 s/d 2014.
6. ERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2012, tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 7 tahun 2011 tentang satuan polisi pamong praja kabupaten bintan.
7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2012, tentang pembentukan organisasi dan tata kerja rumah sakit umum daerah kabupaten bintan.
8. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 8 TAHUN 2012, tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2011.
9. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 9 TAHUN 2012, tentang penyelenggaraan pendidikan.
10. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 12 TAHUN 2012, tentang penyelenggaraan kebersihan.
11. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 13 TAHUN 2012, tentang penataan dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman.
Peraturan daerah tahun 2013 Jumlah perda
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2013, tentang bangunan gedung.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2013, tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten bintan tahun 2010 – 2015.
3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2013, tentang pertanggung jawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2012.
4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2013, tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 6 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi sekretariat daerah dan sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten bintan.
5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2013, tentang perubahan kedua atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 8 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi lembaga teknis daerah kabupaten bintan.
6. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013, tentang perubahan kedua atas peraturan daerah kabupaten bintan nomor 1 tahun 2011 tentang pajak daerah.
7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2013, tentang perubahan ketiga atas peraturan daerah kabupaten kepulauan riau nomor 5 tahun 2005 tentang pembentukan perusahan daerah bank perkreditan rakyat (pd.bpr) bintan.
8. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 8 TAHUN 2013, tentang penambahan penyertaan modal pemerintah kabupaten bintan kepada perusahaan daerah bank perkreditan rakyat bintan untuk tahun 2013 s/d 2017.
13 Perda
36
9. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 9 TAHUN 2013, tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2013.
10. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 10 TAHUN 2013, tentang retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing.
11. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 11 TAHUN 2013, tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2014.
12. PERATURAN DAERAH BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2013, tentang struktur-struktur perda nomor 4 tahun 2013.
13. PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2013, tentang struktur struktur perda nomor 5 tahun 2013.
Peraturan daerah tahun 2014 Jumlah perda
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2014, tentang penyelenggaraan perlindungan anak.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2014, tentang pembentukan lembaga penyiaran publik lokal radio bintan fm.
3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 3 TAHUN 2014, tentang penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu satu pintu.
4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014, tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan di daerah.
5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2014, tentang pembentukan badan usaha milik daerah kepelabuhan pt. Bintan karya bahari.
6. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2014, tentang pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum daerah kabupaten bintan.
7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2014, tentang hibah dan bantuan sosial dalam bantuan pembinaan keagamaan.
8. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 9 TAHUN 2014, tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2014.
9. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 10 TAHUN 2014, tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2015. Sumber : sekretariat bidang kehukuman kabupaten Bintan.
9 Perda
37
BAB IV
PELAKSANAAN PERAN ANGGOTA DPRD PEREMPUAN DALAM
PROSES LEGISLASI DI DPRD KABUPATEN BINTAN PADA
PERIODE 2009-2014
Penyelenggaraan pemerintah yang ada disuatu negara tidak hanya terdapat
dipusat pemerintahan saja. Pemerintah pusat memberikan wewenangnya kepada
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan di
indonesia yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah, dilaksanakan
dengan asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu
juga melaksanakan Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi
yang terkait, serta melaksanakan tugas pembantuan, yaitu penugasan dari
pemerintah kepada daerah atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
38
Dalam menyelenggarakan pemerintah di daerah, diperlukan perangkat-
perangkat dan lembaga-lembaga untuk menyelenggarakan jalannya pemerintahan
di daerah sehari-hari. Sebagaimana hanya dipusat negara, perangkat-perangat dan
lembaga-lembaga daerah biasanya refleks dari sistem yang ada dipusat negara.
Untuk memenuhi fungsi perwakilan dalam menjalankan kekuasaan legislatif
daerah sebagaimana dipusat negara di daerah dibentuk pula lembaga perwakilan
rakyat, dan lembaga ini biasa dikenal atau dinakamakan Dewan Perwailan Rakyat
Daerah (DPRD). Dewan perwakilan daerah adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dalam sistem negara demokrasi keberadaan Dewan perwakilan Rakyat
Daerah merupakan suatu keharusan, dimana dengan adanya DPRD berfungsi
sebagai pembuat undang-undang atau peraturan daerah yang diberlakukan bagi
rakyat di daerah dan dalam pelaksanaannya terdapat bagian yang mengawasi
peraturan daerah yang telah dibuat serta bagian penganggaran.
Fungsi anggota legslatif khususnya anggota legislatif perempuan kabupaten
Bintan dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentu memiliki agenda penting
yang harus dijalani sebagai seorang anggota legislatif. Untuk mengetahui kendala
maupun prosesnya, penulis melakukan wawancara dengan Ibu Hj. Fiven sumanti,
yang merupakan salah satu anggota legislatif perempuan. Sebagai seorang
anggota legislatif perempuan tentunya harus memperjuangkan aspirasi dari kaum
perempuan.
39
4.1 Fungsi legislasi
Berhubungan dengan pembuatan kebijakan tentunya berpengaruh terhadap
anggota dewan yang ada di daerah. Dengan adanya anggota dewan perempuan
yang terwakil di DPRD Kabupaten Bintan yang berjumlah 6 orang tentunya dapat
mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat, seperti dalam proses pembuatan perda
tersebut. Didalam pemebentukan perda tersebut akan dibentuk Panitia Khusus
yang bertugas dalam membentuk peraturan daerah tersebut dan tentunya yang
dapat mepengaruhi kebijkan tersebut.
Sehubungan dengan itu penulis melakukan wawancara dengan anggota
dewan perempuan yaitu ibu fiven sumanti. Menurut penuturannya bahwa didalam
pemebentukan sebuah perda ada dua yaitu ada perda dari pemerintah dan usulan
dari dewan.
Dalam penetapan ketua panitia khusus ini yang pertama adalah siapa yang
dikiranya orang yang paling berkopeten dibidangnya atau yang sehubungan
dengan perda tersebut. Ibu fiven menuturkan ia pernah menjabat sebagai ketua
Pansus dalam perda kemarustamaan gender, dimana didalam perda ini berisiskan
aturan yang menyetarakan perempuan dengan laki-laki dibidang politik, ekonomi
dan budaya. Dan didalam peraturan ini juga dalam rangka meningkatkan
kedudukan, peran dan kwalitas dari perempuan itu sendiri. Seluruh kegiatan ini
harus terkorrdinasi untuk seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan
instansi baik pemerintahan dan swasta. Pernyataan yang disampaikan ibu fiven
40
diatas diperkuat dengan adanya pernyaataan ibu missiah yang juga sebagai
anggota dewan perempuan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan beliau menuturkan bahwa, dalam
setiap penetapan Ketua Pansus dilakuakn secara bergiliran, ini bertujuan agar
seluruh anggota dewan dapat menggunakan perannya, yang tentunya didalam
peran ini berisikan inisiatif yang didapat dari para masyarakat, sehingga prannya
ini sangat dharapkan dengan baik. Tujuan dari adanya perputaran sebagai ketua
Pansus dalam setiap perda bertujuan agar tidak adanya kecemburuan sosial atau
diktator didalam pemerintahan kabupaten Bintan.
Didalam perda tentang Baca Tulis Al-Qur’an diketua oleh ibu missiah yang
menjabat sebagai ketua pansus, dengan pernah menduduki jabatan sebagai ketua
pansus membuktikan keaktifan anggota dewan perempuan didalam lembaga
DPRD Kabupaten Bintan ini. Namun meskipun sudah melaksanakan atau
menjabat sebagai ketua didalam pansus ini belum membuktikan secara
keseluruhan bahwa mereka benar-benar aktif menjalankan perannya seabgai
anggota dewan.
Kalimat diatas juga diperkuat dengan ibu Hesti Gustrian, berikut adalah
penulurannya.
Dari hasil awancara yang telah penulis lakukan bahwa penulis melihat bahwa
keaktipannya ibu hesti dilihat juga dengan menjabat sebagai ketua Pansus didalam
perda tentang retribusi pelayanan kesehatan dasar pada puskesmas. Didalam perda
ini juga membahas bagaimana memperlakukan pasien yang datang dan tentunya
juga ini berpengaruh terhadap perempuan sebab ini dibuktikan dengan adanya
41
bantuan yang diberikan kepada ibu hamil, berupa susu yang berkwalitas dalam
menunjang kesehatan pada janin.
Dengan adanya hak inisiatif mengadakan amandemen terhadap peraturan yang
telah dibuat atau memberikan usulan terhadap ranperda yang dibahas tentunya
ini berguna menyempurnakan perda yang akan dihasilkan, untuk itu penulis
melakukan wawancara dengan anggota DPRD perempuan yang ada di
Kabupaten Bintan.
Dari hasil wawancara yang penuis lakukan bahwa didalam peraturan daerah
yang akan dibentuk harus melalui pembahasan yang sangat ketat karena dengan
adanya usulan dan masukan yang diberikan kepada anggota dewan tentunya
sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang dihasilkan seperti dengan adnya
usulan yang diberikan mengenai program kawasan bebas asap rokok ini bertujuan
agar ibu-ibu yang hamil dapat jauh dari asap rokok dan bukan hanya disaat hamil
namun ditempat fasilitas umum juga harus mendapat perlindungan tentang bebas
asap rokok, ini bertujuan menjalin kebersamaan tanpa harus menyampingkan
kepentingan bersama serta kenyamanan hidup bermasyarakat.
Sejalan dengan apa yang dikataka oleh ibu fiven diatas diperkuat dengan
adanya penuturan dari ibu missiah yang juga ebagai anggota Dewan perempuan.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa setiap anggota dewan
berhak dan seharusnya menguslkan pendapat didalam pemebentukan perda
tersebut, karena perda yang dibuat selama ini dari pemerintah daerah sehingga
anggota dewan akan membahas secara bersama dimana pasal-pasal yang kurang
berkenaan dengan masyarakat dan mana yang kiranya ada kerancuan dalam kata-
42
kata perda tersebut. Kita akan koreksi secara bersama dan tentunya ini yang akan
menjalankan masyarakat jadi harus sejalan dengan keinginan masyarakat berama.
Meskipun dengan adanya pernyataan yang membuktikan anggota dewan
memberikan usulan terhadap perda yang dihasilkan namun penuli juga ingin
melihat anggota dewan perempuan yang lain.
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan ibu hesti gustrian,
bahwa jika yang berhubungan dengan program tentang perempuan pasti anggota
dewan memberikan pendapatnya, karena berhubungan dengan perempuan dan
juga merekalah yang tau bagaimana perempuan diperlakukan. Dengan adanya
keterwakilan perempuan di DPRD tentunya dapat mempengaruhi kebijakna yang
dibuat, dan dengan semakin banyak usulan yang diberikan oleh anggota dewan
akan semakin membawa kepentingan masyarakat khususnya perempuan.
Meskipun bukan hanya sebatas aspirasi dari perempuan.
Hadirnya perempuan di DPRD Kabupaten Bintan tentunya harus
membuktikan perannya dalam bahwmenjalankan tugasnya sebagai seorang
anggota legislatif dengan semakin banyaknya teribat didalam pemebentukan
peraturan daerah tentunya semakin baik.
Dengan adanya pernyataan diatas penulis ingin melihat bagaimana peran dari
anggota dewan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten Bintan. Dari hasil
wawancara yang penulis lakukan dengan ibu fiven penulis dapat memaparkan
bahwa meskipun dengan adanya perempuan di DPRD Kabupaten Bintan belum
tentu dapat dikatakan baik, namun ini dibuktikan dengan adanya peran aktif
43
mereka didalam pembentukan peraturan daerah. Dengan sudah menjabat sebagai
ketua Badan Musyawarah (BAMUS) ibu fiven ini dapat dikatakan berperan aktif
didalam lembaga legilatif Bintan. Meskipun untuk menjadi ketua bamus ini
diusulkan dari fraksi terbanyak di DPRD Kabupaten Bintan, sehingga dapat
dikatakan bahwa ibu fiven berperan aktif didalam lembaga DPRD Kabupaten
Bintan.
Dengan adanya keaktifan dari ibu fiven, namun penulis ingin melihat
bagaimana anggota dewan perempuan lain berperan dalam pembuatan peraturan
daerah. Untuk dari itu penulis melakukan wawancara denga ibu missiah yang juga
sebagai anggota dewan perempuan.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa adanya perbedaan
pendapat dari ibu missiah, bahwa didalam kegiatan Bamus ini hanya diutus dari
koalisi terbesar yang ada di DPRD, sedangkan kolaisi terbesar adalah partai
golkar. Penulis melihat bahwa adanya ketidak sinkronan jawaan dengan ibu fiven
diatas.
Dengan adanya penuturan yang lain dengan anggota dewan diatas, penulis juga
melakukan wawancara dengan anggota dewan perempuan yang lain yaitu ibu
Hesti gustrian., SST.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, untuk menjadi ketua BAMUS
harus merupakan perwakilan dari koalisi terbanyak di DPRD sehingga tidak
adanya pemerataan jabatan, dengan hanya dari fraksi terbanyak yang menjabat
sebagai ketua, sehingga dapat berakibat dominan kekuasaan yang ada di DPRD
Kabupaten Bintan.
44
Kalau sebagai ketua Bamus saya tidak pernah, tetapi hanya sebagai anggota.
Karena ini yang menjadi ketua BAMUS adalah utusan dari fraksi terbanyak dari
anggora dewan yang ada. Sehingga jarang fraksi yang sedikit di dewan menjadi
ketua.
1. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama
bupati/walikota” adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan penulis menemukan
bahwa peraturan daerah pada dasarnya terbagi menjadi dua, yang pertama adalah
peraturan yang dibentuk berdasarkan usulan dari pemerintah daerah dan yang
kedua adalah peraturan yang dihasilkan berdasarkan inisiatif dari anggota dewan.
Namun untuk daerah Kabupaten Bintan hingga saat ini peraturan daerah dibentuk
berdasarkan dari usulan dari pemerintah daerah dan apa yang berkenaan dengan
pemerintah daerah. Dengan hanya usulan dari pemerintah penulis melihat bahwa
adanya dewan didaerah kurang menggunakan fungsi yang sudah tertera dalam
peraturan, bahwasanya mereka dapat membentuk peraturan daerah yang
didasarkan oleh keingin masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan pribadi.
Tentunya jika ini sudah dijalankan maka akan semakin banyak produk hukum
yang mengatur tentang masyarakat, meskipun dalam proses pemebentukannya
memerlukan waktu yang sedikit lama. Namun dengan begitu masyarakat akan
45
merasa bahwa mereka semakin diperhatikan dengan adanya anggota dewan yang
menjaring aspirasi dari kaum perempuan khususnya. Terutama dalam ikatan
anggota DPRD semakin dekat dengan masyarakat, dan memangkas jarak antara
masyarakat dengan anggota dewan yang tadinya dipercaya untuk dipilih.
Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan oleh ibu fiven terlihat bahwa
keterlibatan anggota DPRD sudah menjadi hal yang mutlak dalam setiap
pembahasan peraturan daerah atau pembentukan peraturan daerah. Dalam
pembentukan peraturan daerah tersebut seluruh jumlah anggota DPRD
diikutsertakan tanpa terkecuali.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan bapak
selamet, bahwa persentasenya tergantung dari jumlah persentase anggota dewan
yang terwakil di DPRD. Sehingga semua diikutsertakan tanpa terkecuali, dan
tidak ada kata bahwa perempuan tidak diikutsertakan dalam pembentukan
peraturan daerah. Dengan jumlah yang hanya sedikit anggota dewan yang
berjumlah 25 orang jadi harus diikutsertakan dalam pembentukan perda tersebut.
Adanya keterbukaan antara pemerintah daerah dan anggota dewan membentuk
satu ikatan yang saling membutuhkan, pemerintah berguna sebagai badan yang
akan membentuk peraturan daerah dengan informasi yang didapatkan dari anggota
dewan yang turun kelapangan untuk menjaring aspirasi.
Dapat dilihat bahwa dalam setiap pembentukan Perda seluruh anggota DPRD
diikutsertakan tanpa terkecuali dari anggota legislatif perempuan, sehingga
46
mereka disana dapat memperjuangkan aspirasi dari para kaum perempuan.
Dengan jumlah yang sedikit itu pula jadi harus diikutsertakan secara keseluruhan
dari jumlah anggota DPRD Kabupaten Bintan, jadi tidak ada alasan bahwa kaum
perempuan tidak diikutsertakan dalam pembentukan peraturan daerah atau
berpartisipasi dalam pembentukan peraturan daerah.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, berikut adalah kutipan
dari hasil wawancara dengan ibu Encih.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa untuk selama ini jika
yang berhubungan dengan peraturan daerah yang dihasilkan itu berpihak ke
perempuan, meskipun ada yang kurang berpihak ibaratkan belum lengkapnya
poin-poin yang harus ada dalam perda tersebut, seperti yang diungkapkan oleh ibu
encih mengenai program Gerakan Sayang Ibu (GSI), didalam menjalan program
ini tidak ada dana khusus yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk
menjalankan kegiatan ini. Sehingga pada saat ingin mengadakan rapat atau
kegiatan yang bersentuhan dengan GSI ini kesulitan dalam hal pendanaan.
Meskipun pada setiap anggota kelompok diwajibkan mengumpulkan uang kas
sebagai alternatif dalam hal pendanaan ketika mengadakan kegiatan.
Bahwasanya program GSI tersebut sesungguhnya berpihak sekali karena
berhubungan perhatian perempuan khususnya di Daerah Toapaya Selatan ini,
seperti ibu hamil, ibu menyusui dan lain-lain.
Diihat dari berbagai sudut pandang yang ada, penulis melihat bahwa
perhatian yang diberikan oleh angggota DPRD perempuan sudah baik, namun
alangkah lebih baik lagi jika mereka lebih sering turun ke masyarakat sehingga
47
semakin banyak mendapatkan informasi yang nantinya digunakan sebagai bahan
rujukan pada saat pembentukan perda atau pada saat penetapan APBD.
Dengan adanya kinerja dari anggota DPRD yang harus turun kelapangan,
tentunya akan membantu dari banyak hal terutama didalam pembentukan
peraturan daerah, untuk melihat sejauh mana kaum perempuan dalam
mempengaruhi jumlah peraturan daerah yang dibuat, berdasarkan data yang
didapat jumlah peraturan daerah yang dihasilkan selama kurun waktu 2009-2014
berjumlah 49 perda. Diantaranya terdapat satu perda yang berhubugan dengan
kaum perempuan yaitu peraturan daerah nomor 4 tahun 2014 tentang
Pengarustamaan Gender dalam pembangunan di daerah. (Sumber : sekretariat
bidang kehukuman kabupaten Bintan)
Dengan adanya peraturan daerah ini sangat membantu wanita atau
mengangkat derajat wanita yang berasaskan penghormatan terhadap hak asasi
manusia, keadilan, partisipasi, kesetaraan dan non diskriminasi.
Pemeritah derah bersama anggota legislatif bertujuan agar perempuan
disetarakan dengan laki-laki dihadapan hukum tentunya tidak ada diskriminasi
lagi terhadap prempuan, tidak dipungkiri bahwasanya didalam pemebentukan
undang-undang ini juga tentunya anggota dewan perempuan bisa memepngaruhi
terhadap peraturan yang dihasilkan sebab perempuanlah yang mengetahui
bagaimana perempuan itu diperlakukan dihadapan hukum, sama bukan berarti
adil, namun kata adil adalah tidak adanya penindasan terhadap hukum yang
dihasilkan sehingga semua merasakan manfaat serta keuntungan dari perda yang
dihasilkan.
48
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang
diajukan oleh bupati.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Membahas dan memberikan persetujuan rancangan
peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten
yang diajukan oleh bupati ” adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan yang pertama dalam setiap
pembentukan perda tersebut adalah tujuannya, dengan sudah mengetahui tujuan
dari peraturan daerah tersebut tentunya anggota dewan dapat menganalisa
bagaimana hal-hal yang dikiranya dapat membantu dalam pemebentukan perda
tersebut, seperti mencari masukan dari daerah lain dengan melakukan kunjungan
kerja ke daerah yang dikiranya dapat membantu memberikan masukan dalam
sisitematis pembentukan perda tersebut. Dengan melibatkan dinas-dinas dan orang
yang berkopeten juga sangat membantu sebab ini berdasakan kepentingan
masyarakat sehingga anggota dewan harus sebanyak mungkin mendapatkan
sumber informasi yang berguna sebagai masukan yang nantinya akan diseleksi
mana yang lebih penting agar dimasukkan dalam perda tersebut.
Dengan turun ke desa-desa untuk menginput, kemudian dijelaskan ranperda
yang sedang disusun yang nanti akan dimasukkan, kemudian anggota DPRD
melakukan konsultasi ke pemerintah terkait dengan itu, jika memberikan
persetujuan perda atau APBD, sudah pasti mereka melakukan, karena setiap tahun
49
ada dua yang pertama APBD murni dan APBD Perubahan, APBD murni itu
dimasukkan oleh pemerintah pada tahun yang berjalan seperti sekarang ranperda
APBD udah dimasukan, jadi setiap tahun ranperda dimasukkan ditahun berjalan,
misalnya sekarang tahun 2015 dimasukkan untuk APBD 2016, kemudian APBD
perubahan itu APBD yang berjalan mungkin ada anggaran yang harus dihapuskan
sehingga ada penyesuaian antara perubahan itu.
Selama dalam pembasan perda terutama adalah bagaimana tujuan dari
ranperda tersebut sehingga pada tahap berikutnya dapat dengan mudah diterapkan
dengan adanya titik awal dari tujuan pembentukan perda tersebut, dengan turun
kemasyarakat juga sangat membantu dalam memberhasilkan pembentukan perda
yang nantinya dihasilkan, sebab jika sudah meninjau langsung maka masalah yang
akan dihadapai dengan sendirinya muncul karena sudah tau kemana arah dari
tujuan perda itu dibuat, ditambah dengan mendatangkan dinas yang terkait
semakin memperkuat berhasilnya perda yang dibuat, yang berguna sebagai
masukan dan informasi dalam mempengaruhi pembentukan perda.
Dengan mengikuti serta menyetujui tentang APBD tentunya mereka berperan
aktif dalam kemajuan daerah tanpa terkecuali juga tentang kegiatan perempuan,
seperti yang telah disebutkan di atas ketika mereka sudah dikut sertakan dalam hal
penganggaran tentunya mereka memberikan kontribusi yang besar bagi penjamin
aspirasi kaum perempuan.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
50
Didalam pembuatan sebuah perda ada dua sumbernya, yang pertama
inisiatif dewan dan itu jumlahnya sedikit dan umunya peraturan daerah itu
usulan awal dari pemerintah daerah karena hal ini menyangkut kepentingan
daerah dan istilahnya untuk memberikan payung hukum terhadap kegiatan
atau kinerja pemerintah daerah, sehingga rata-rata inisiatif dari pemerintah
daerah, setelah itu mereka melakukan studi banding dengan daerah lain yang
serupa dengan daerah kita. Jumlah persentase perempuan di DPRD semuanya
diikutsertakan dalam hal pembahasan perda atau pembahasan APBD.
Dengan adanya studi banding membantu dalam memberikan rujukan atau
masukan dalam pembuatan perda, sehingga nantinya diharapkan berhasil sesuai
yang diharapkan. Serta keikut sertaan yang berdasarkan persentase jumlah
perempuan dilembaga legislatif tentunya, berdampak baik bagi perjungan
terhadap aspirasi kaum perempuan, secara tidak langsung mereka mempengaruhi
anggaran yang dikeluarkan untuk program perempuan atau nantinya semakin
mempermudah kaum perempuan dalam menjalankan perda yang telah dihasilkan
tentunya yang berhubungan dengan kaum perempuan tersebut.
Dengan adanya pernyataan yang diberikan oleh ibu fiven diatas, penulis ingin
melihat apakah benar bahwa anggota DPRD perempuan perenah turun ke
lapangan untuk menjaring aspirasi khususnya di desa Toapaya selatan, berikut
merupakan kutipan dari hasil wawancara dengan ibu Encih.
Dari hasil wawancara yang didapatkan jika yang berhubungan dengan
menjaring aspirasi atau turun kelapangan sudah pernah justru lebih sering dan
51
biasanya pada saat mengadakan acara dan kemudian anggota DPRD perempuan
juga ikut hadir, khusunya yang berhubungan dengan program perempuan.
Ini membuktikan bahwa mereka benar turun kelapangan untuk menjaring
aspirasi atau turun kelapangan untuk menjadi narasumber atau menjadikan
sebagai pedoman kedepannya pada saat melaksanakan kegiatan, sehingga bisa
juga dengan seringnya anggota DPRD ke desa toapaya selatan ini dapat
memebrikan penyemangat ibu-ibu yang melakukan kegiatan perempuan sehingga
mereka terpacu dalam menjalankan kegiatan ini dengan sebaiknya. Meskipun
tidak berat untuk turun kelapangan namun ini sering kali diabaikan oleh segelintir
anggota DPRD yang terlalu menganggap remeh persoalan seperti ini. Karena
sesungguhnya disinilah letak kesempatan masyarakat semakin dekat dengan
anggota DPRD, baik anggota DPRD perempuan maupun angota DPRD laki-laki.
Sehingga dikemudian hari jika mebutuhkan bantuan dari masyarakat tentunya
mereka dengan senang hati membantu dengan adanya kedekatan yang terjalin dari
turun langsung ke masyarakat.
Untuk lebih mengetahui apakah anggota dewan perempuan ini mengikuti
pada saat pembahasan perda atau pembentukan perda, maka penulis melakukan
wawancara dengan ibu Dewi, S.IP bidang kehukuman, berikut adalah hasil
wawancara yang didapat :
Dari hasil wawancara yang penulis dapat bahwa pada saat pembahasan perda
atau pembentukan perda itu tentu ada absesnsinya dan disana dapat terlihat bahwa
seberapa sering anggota dewan ikut serta pada saat pembahasan perda atau
pemebentukan perda itu kemudian nanti ada penyerahan bukti keikut sertaan
52
angota dewan dalam rapat tersebut. Dengan semakin banyaknya anggota dewan
yang hadir pada saat rapat pemebentukan peraturan daerah tentunya akan
mempengaruhi perda yang dihasilkan bahkan anggota dewan perempuan dapat
mengarahkan pemebentukan perda tersebut, terutama peraturan daerah yang
berhubungan dengan perempuan, mereka jauh lebih mengetahui sebab mereka
adalah perempuan, seperti yang sudah penulis sampaikan pada tulisan sebelumnya
bahwa dalam pemebentukan perda bukan hanya mengurus kepentingan umum
namun juga mengurus terhadap kebutuhan dari kaum wanita tersebut.
Untuk di Bintan karena jumlahnya sedikit apalagi hanya 6 orang itu biasanya
mereka ikut serta terkecuali ada halangan biasanya pada saat studi banding atau
hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten” adalah
sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang didapat, pada dasarnya anggota dewan memiliki
tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran. Penulis
menemukan bahwa dengan adanya pengawasan yang dilaksanakan oleh anggota
DPRD ini mempunyai pungsi sebagai pengawasan pelaksanaan pembangunan
yang dilaksanakan atau pelaksanaan peraturan daerah yang diterapkan, suatu
perda akan berhasil apabila berjalan dimasyarakat dengan baik, dan apabila
53
mendapat penolakan atau bermasalah dengan masyarakat maka nantinya akan
dilakukan refisi kembali dengan adanya pengawasan yang telah dilakukan tadi.
Meskipun dalam kenyataannya banyak perda yang akan mendapat respon yang
bermacam-macam namun akan dipilah kembali pada saat pembahsan perda yang
akan direfisi mana yang dikiranya berkenaan dan yang paling utama akan
dimasukkan dalam poin-poin perda tersebut.
Berdasarkan fungsi dari anggota DPRD dapat dikatakan sudah
melakukan sebagaimana mestinya, karena dengan mengoreksi program yang
dijalankan, apakah sudah dialokasikan sesuai dengan apa yang direncanakan,
sehingga adanya pengawasan dalam hal pembangunan serta menegaskan
harus berjalan sesuai dengan yang direncanakan diawal tadi.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Dari hasil wawancara yang penulis dapat Jika mengenai pengawasan
langsung sudah pasti mereka melakukan pengawasan , karena dari awal mulai
masuknya ranperda termasuk APBD itu sudah terlibat seperti mekanisme diatas
tadi, begitu ranperda APBD masuk ke banggar, dan jika dibanggar ini tidak
dibentuk pansus misalnya disetujui dalam pembahasan, ada tahapannya ada
pembahasan RKA atau rencana kerja anggaran kemudian akan dibahas dikomisi
dengan SKPD, jika sudah terlibat semua dan persetujuan akhir dalam rapat
paripurna harus persetujuan semua anggota dewan, disanalah dewan perempuan
menyetujui apa yang sudah dibahasa selama itu, sehingga keterlibatan perempuan
54
sangat diperlukan disana khususnya peraturan yang menyangkut dengan
perempuan.
Dengan terdistribusinya anggota dewan perempuan di komisi juga semakin
memperkuat bahwa kaum perempuan benar adanya ikut serta dalah hal
mengawasi secara langsung serta menyetujui secara bersama. Jika memang ada
yang tidak setuju dalam hal pengesahan perda bisa saja dibatalkan karena akan
ditanya setiap anggota dewan apakah bisa diterima dan disetujui, ketika ada yang
belum setuju bisa saja ditunda tentunya dengan argumen yang kuat, dan dengan
argumen yang kuat tadi bisa saja menentukan arah kebijakan yang akan dibuat
dan tentunya dengan persetujuan bersama sehingga menghasilakn perda yang
baik. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap peraturan yang akan dibuat harus
berdasarkan persetujuan seluruh anggota dewan sehingga menghasilkan peraturan
yang berdasarkan kesepakan bersama bukan kesepakatn pribadi yang nantinya
berindikasi terhadap kepentingan pribadi. Dengan adanya pengawasan secara
bersama tentunya memperkecil hal ynag berdampak terhadap terhadap produk
hukum yang dibuat berdasarkan kepentingan pribadi.
Jika berkaitan dengan pengawasan tentunya akan berhubungan dengan cara
menilai serta memfokuskan apa yang seharusnya berjalan sesuai dengan titik
awal, dan tentunya dalam hal pengawasan ini penulis juga melakukan wawancara
dengan tokoh perempuan yang ikut dalam berorganisasi tentang perempuan.
Berikut adalah kutipan wawancara yang dilakukan penulis dengan ibu Encih :
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan sehubungan dengan pengawasan
bahwa anggota dewan sudah turun kelapangan untuk melakukan pengawasan
55
namun berdasarkan hasil wawancara dengan ibu encih bahwa anggota dewan
yang turun kelapangan hanya beberapa saja dan juga dengan orang yang sama,
sehingga masyarakat kurang begitu mengenali sosok anggota dewan yang lain.
Dengan adanya anggota dewan yang banyak dikenali masyarakat tentunya
oleh kaum perempuan khususnya membuktikan bahwa ia sering turun langsung
kelapangan berbaur dengan masyarakat, tentunya dalam hal yang bermanfaat bagi
kecamatan/desa itu sendiri maupun bagi anggota dewan yang mendapatkan
informasi yang penting sebagai bekal yang dibawa pada saat menampung aspirasi
dari masyarakat. Pengawasan yang dilakukan oleh anggota dewan disini
merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi seputar
peraturan daerah yang dijalankan, sehingga pengawasan juga dapat berjalan
dengan adanya informasi yang didapat dari masyarakat seputar perda tersebut.
Seperti pada saat pembuatan posyandu baru didesa Toapaya selatan, ada
setidaknya perwakilan dari anggota dewan yang turun dalam hal mengesahkan
atau meresmikan posyandu baru, ini adalah contoh kecil bahwa adanya
pengawasan yang dilakukan dari anggota dewan terhadap pembangunan yang
dilakukan didesa tersebut.
Untuk menilai apa yang dikatakan anggota dewan perempuan, penulis
melakukan wawancara dengan ibu Dewi, S.IP bidang kehukuman, berikut adalah
hasil wawancara yang telah dilakukan :
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, didalam setiap pengawasan
yang dilakukan anggota DPRD kemudian ada laporan tahunan yang membuktikan
bahwa apa yang dilakukan anggota DPRD sesuai apa tidak dengan laporan yang
56
ada, apabila tidak sesuai maka akan terlihat bahwa pengawasannya kurang baik,
jika berjalan dengan semestinya berarti pengawasannya baik, jika ditanya apakah
melakukan pengawasan, sudah pasti karena mereka sudah dibagikan tugas-
tugasnya dikomisi.
Meskipun pada dasarnya setiap anggota dewan baik laki-laki maupun
perempuan sudah memilki tugasnya sendiri tentunya mereka harus
menjalankan fungsi dasar dari anggota DPRD yaitu legislasi, budgeting dan
pengawasan. Pada saat pengawasan perda atau APBD tentunya harus
dilakukan dengan menilai dari berbagai sisi dan harus benar-benar memiliki
data yang akurat agar terselenggaranya pengawasan yang sesuai dengan apa
yang sudah direncanakan pada titik awal, pada pengawasan APBD juga dapat
dilihat dengan seberapa besar anggaran yang dikeluarkan serta anggaran yang
digunakan apakah sesuai dengan ketetapan yang ada, terlihat nanti berapa
dana yang dikeluarkan untuk sebuah program misalnya pembangunan
posyandu baru, apakah sesuai kualitas bangunan yang telah jadi dengan
anggaran yang dikeluarkan, disana akan terbukti bagaimana pengawasan
yang dilakukan terhadap program tersebut.
Peraturan yang telah dihasilkan juga harus mendapat pengawasan agar
dapat berjalan semestinya, pengawasan ini dapat berbentuk turun kelapangan
untuk melihat fakta yang ada dilapangan serta menampung apa yang
harusnya diperbaiki.
57
4. Mengusulkan pengangkatan atau pemberhentian bupati atau wakil
bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Mengusulkan pengangkatan atau pemberhentian bupati
atau wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian” adalah sebagai
berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, penulis melihat bahwa jika yang
berhubungan dengan pengangkatan atau pemberhentian belum ada yang
melakukan hal tersebut, karena DPRD yang memiliki prinsip kolektif dan kolegial
tersebut. Meskipun ada yang mempunyai usulan mereka hanya sebatas berbicara
dengan anggota dewan lain jadi tidak ada usulan atau pengangkatan dari anggota
dewan yang benar-benar mereka lakukan secara resmi, hanya sebatas omongan
pengisi pada saat berkumpul.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Sejalan dengan yang dikatakan oleh ibu fiven, disetujui dengan bapak
selamet. Ketika berbicara mengenai kepemimpinan tentunya yang sangat
mengetahui bagaimana kinerja seorang pemimpin yang terlebih dahulu tahu
adalah bawahannya, dan jika dirasa baik dalam memimpin tentunya setiap
bawahannya akan mendukung keputusannya, apabila seorang pemimpin tidak bisa
bekerja dengan baik seharusnya anggota dewan yang ada harus memperingatkan
58
dan jika memang dikiranya sudah tidak pantas, perlu adanya usulan yang diajukan
kepada Gubernur mengenai pencopotan jabatan dari pemimpin tersebut. Memang
untuk melakukan hal tersebut sangat membutuhkan keberaniaan yang didasari
dengan bukti yang kuat tidak bisa sembarangan, namun untuk memajukan daerah
perlu adanya orrang-orang yang sangat kritis terhadap perkembangan daerah salah
satu contoh adalah dari seorang pemimpin tersebut. Dengan melakukan tersebut
adanya fungsi saling mengawasi yang bertujuan menjalankan pemerintahan yang
baik di daerah khususnya di Kabupaten Bintan.
Untuk mengetahui apa yang dikatakan anggota dewan penulis melakukan
wawancara dengan ibu Dewi, S.IP Bidang kehukuman, adalah sebagai berikut :
Dari hasil wawancara dengan ibu dewi penulis melihat, dengan adanya
terjadi kekosongan jabatan tentunya akan diisi oleh calon yang dikiranya
berkualitas, sebab ini berhubungan dengan jabatan yang penting di daerah
sehingga tidak biasa secara sembarangan dalam memilih dan menentukan
siapa yang akan menduduki jabatan tersebut. Meskipun ini sangat
berpengaruh terhadap kedepannya namun dalam terjadi kekosongan jabatan
ini lebih sering pada saat pemilihan gubernur, bupati atau pada saat pemilu
jadi jangka waktunya tidak begitu lama. Setidaknya dari anggota dewan
mengusulkan anggota yang dikiranya memiliki potensi yang cukup baik dari
segi pemikiran dan gaya kepemimpinan. Karena ini jabatan yang diisi pada
saat kekosongan jabatan bukan berarti jabatan tersebut diisi begitu saja,
namun mereka juga akan melaksanakan tinjauan kelapangan atau hal-hal ynag
berhubungan dengan pemerintahan Kabupaten Bintan.
59
5. Memilih bupati dan wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Memilih bupati dan wakil bupati dalam hal terjadi
kekosongan jabatan” adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan penulis melihat disini kurang
adanya keterbukaan mengenai memilih Bupati dalam hal terjadi kekosongan,
untuk hal yang berhubungan dengan itu mereka tidak pernah mengusulkan, karena
memilih untuk mengisi kekosongan jabatan harus benar-benar yang dikiranya
mampu, meskipun ada mungkin hanya dibahas pada saat omongan pada saat
makan siang, tidak ada usulan secara resmi.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Selama menjabat menurut penuturan bapak selamet beliau tidak pernah
mengusulkan hal tersebut. Dengan adanya prinsip kolektif dan kolegial secara
terbiasa mereka melakukan sesuatu hal atas persetujuan bersama, ini bertujuan
agar menghargai satu sama lain dari anggota DPRD yang lainnya.
Berdasarkan yang dikatakan anggota dewan di atas diperkuat dengan jawaban
dari ibu Dewi, S.IP Bidang kehukuman, berikut adalah hasil wawancara yang
didapat :
Menurut penuturan beliau jika yang berhubungan dengan kekosongan jabatan
dari anggota dewan secara langsung memang belum pernah, namun dalam obrolan
yang santai tidak pada saat rapat ada juga usulan perindividu, namun itu tidak
60
dikirimkan secara langsung, ibaratnya hanya omongan pengisi pertemuan biasa
saja. Seperti yang penulis katakan diatas bahwa kekosongan jabatan yang ada
nantinya bukan berarti diisi dengan sembarang, ini harus memiliki potensi yang
cukup, karna natinya akan berhubungan dengan perjanjian yang buat tinjauan
kerja serta hal yang berhubungan dengan pemerintahan di daerah.
Jika sembarang orang yang diisi akan merusak hal yang sudah baik atau
justru mengubah hal yang sudah menjadi ketetapan yang dihasilkan pada saat
pemimpin yang sebelumnya. Namun bisa juga akan lebih baik atau
melengkapi program yang dijalankan oleh pemimpin sebelumnya, sehingga
program yang belum terselesaikan akan segera rampung.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan terhadap pemerintah daerah
kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Memberikan pendapat dan pertimbangan terhadap
pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah”
adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan bahwa jika hal yang
berhubungan dengan perjanjian dengan daerah lain atau perjanjian internasional di
daerah, lebih khususnya perjanjian yang berhubungan dengan investasi, misalnya
ada investasi yang mau masuk didalam investasi tersebut harus memili
kesepakatan yang tentunya harus menguntungkan kedua belah pihak seperti
perjanjian menggunakan tenaga kerja lokal dengan gaji yang sesuai dengan upah
61
minimum regional. Dengan membahas tentang perjanjian investasi tentunya
membantu dalam menetapkan berapa jumlah persentase yang diberikan kepada
pihak asing bagi Kabupaten Bintan, serta sumbangsihnya bagi masyarakat yang
ada didaerah kawasan industry atau wisata, sehingga mereka mendapatkan
dampak yang baik dengan menyerap lapangan pekerjaan dari penduduk tempatan
tentunya akan mengurangi angka pengangguran yang ada di daerah Bintan sendiri,
dan juga tanpa terkecuali bagi kaum perempuan yang biasanya bekerja di pabrik
tekstil tentunya akan sangat berpengaruh dalam hal kesejahteraan keluarga atau
bagi dirinya sendiri.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Dari hasil wawancara yang ada bahwa hal yang sangat berpengaruh terhadap
daerah dalam perjanjian internasional biasanya yang berbentuk MOU investasi
dari luar. Tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan oleh ibu fiven diaatas bahwa
setiap investor yang datang harus memberikan sumbangsihnya kepada daerah
tersebut dan yang paling menonjol adalah penyerapan tenaga kerja, ini akan
berguna sebagai penekanan angka pengangguran di Kabupaten Bintan.
Bahwasanya kontribusi mereka sesuai dengan apa yang menjadi tugas mereka
jadi tanpa terkecuali anggota DPRD perempuan juga diikutsertakan dalam hal
memberikan pendapat tentang kesepakatan dengan pihak asing atau pengelola
usaha dari pihak asing.
62
Untuk melihat apakah benar yang dikatakan oleh anggota dewan perempuan
penulis melakukan wawancara dengan Ibu Dewi, S.IP Bidang kehukuman, berikut
adalah hasil wawancara yang didapat :
Dengan adanya jawaban yang dikatakn oleh ibu dewi semakin
memperkuat apa yang dikatakan oleh anggota dewan perempuan, sebab hal ini
berhubungan dengan pemasukan daerah dan juga memeberikan dampak yang
cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Misalnya jika ada pihak
asing yang ingin membuka objek wisata atau pabrik yang ada di Kabupaten
Bintan. Disini anggota dewan harus memperjuangkan agar penduduk
tempatan mendapat keuntungan dengan adanya objek wisata atau pabrik
tersebut, atau menggunakan tenaga kerja penduduk lokal yang lebih
diutamakan sehingga membantu perekonomian keluarga nantinya. Tanpa
terkecuali membantu daerah tersebut semakin terkenal baik didalam negeri
maupun luar negeri.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten” adalah sebagai
berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis dapat bahwa jika yang berhubungan
dengan pemberian persetujuan tentunya anggota DPRD bekerjasama dalam
63
pemberian persetujuan karena jika bersifat pribadi nantinya akan berujung hal-hal
yang membawahi kepentingan pribadi. Dengan adanya kerjasama tersebut bahwa
menunjukan bahwa kegiatan yang dilakukan anggota dewan ini harus secara
bersama yaitu kolektif dan kolegial seperti yang disebutkan sebelumnya. Adanya
kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah tentunya akan dibantu juga oleh
anggota dewan yang ada, sehingga adanya kerjasama yang terjalin demi
mewujudkan daerah yang ingin dibangun tetunya dari segala aspek yang
berhubungan dengan kemajuan daerah, dengan diikutsertakan anggota perempuan
disana juga mempengaruhi kebijakan yang kan dibuat ketika ada yang belum pas
atau belum tersentuh khusunya bagi kaum perempuan maka mereka akan
menyampaikan aspirasinya disana. Meskipun masalah yang berhubungan dengan
perjajian dengan pihak asing, tentunya tanpa harus menyampingkan dari
kebutuhan dari kaum perempuan sehingga timbul adanya ikatan yang saling
menguntungkan bagi semua pihak yang bersangkutan.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Dari hasil wawancara yang ada bahwa jika yang berhubungan dengan
memberikan persetujuan tentang daerah tentunya dilakukan secara bersama
karena pada saat pembahasan kita akan menetapkan perda atau perjajian bersama
pihak asing secara bersama dan tentunya mendapatkan masukan dari anggota
dewan yang lain, sehingga tanpa terkecuali mereka juga ambil tempat ikut serta
dalam hal perjanjian internasional, seperti MOU investasi.
64
Seperti yang terlihat di atas, bahwasanya apa yang disebutkan oleh ibu Fiven
disetujui dengan bapak Selamet, setiap peraturan daerah atau perjajian yang
menyangkut DPRD seluruh anggotanya diikutsertakan tanpa terkecuali dari kaum
perempuan sendiri. Dengan kehadiran mereka yang ada di DPRD tentunya
diharapkan dapat memberikan dampak yang baik, dalam artian tidak hanya
memangku jabatan semata, karena sudah menjadi tugas mereka melakukan hal
yang sudah disebutkan dalam undang-undang yang ada.
Untuk memperkuat jawaban yang diutarakan anggota dewan perempuan
penulis melakukan wawancara dengan Ibu Dewi, S.IP Bidang kehukuman, berikut
hasil wawancara yang didapat :
Dari hasil wawancara yang ada bahwa pemerintah daerah bersama anggota
DPRD akan membahas tentang perjanjian kerjasama dengan pihak asing, disana
mereka ikut ambil dalam meyetujui, jika mereka ada yang kurang setuju, disana
akan dibahas secara bersama, karena anggota dewan ini lebih banyak menampung
aspirasi dari masyarakat yang nantinya akan dibawa pada saat perjanjian
kerjasama dengan pihak asing.
Dengan menyertakan anggota dewan dalam menyetujui tentang kerjasama
dengan pihak asing disanalah mereka memperjuangkan aspirasi dari kaum
perempuan atau dari masyarakat setempat, karena dengan adanya kerjasama yang
disepakati nanti harus menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak asing
maupun penduduk tempatan. Disana mereka akan memberikan masukan-masukan
yang didapat dari masyarakat, mereka dapat memperjuangkan aspirasi dari
masyarakat yang nantinya menjadi pertimbangan dalam penetapan perjanjian
65
kerjasama dengan pihak asing. Seperti yang disebutkan diatas menyerap tenaga
kerja lokal, mengangkat pendapatan penduduk lokal, serta semakin
memperkenalkan daerah tersebut.
Seperti yang dikatakan dalam teori nuri suseno secara umum seorang wakil
dianggap sebagai seseorang yang berdiri mengatasnamakan atau bertindak atas
nama orang lain (yang tidak hadir). Mereka melakukanya sebagai delegasi yang
bertindak berdasarkan keinginan yang diekspresikan oleh (pihak) yang diwakili
atau sebagai truste (kepercayaan), yang bertindak berdasarkan apa yang
dipandang sebagai kepentingan dari yang diwakilinya. (Nuri suseno, 2013:33-34).
Adanya kepercayaan dari masyarakat ini pada saat pemilihan anggota DPRD
dapat dibuktikan sebagai orang terpilih bahwa mereka dapat memperjuangkan
aspirasi dari masyarakat khususnya masyarakat di Kabupaten Bintan sendiri,
sehingga anggota dewan ini mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai wakil
dari masyarakat atau penampung aspirasi dari masyarakat serta memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Sehingga pemilih tidak merasa dikecewakan dengan
pilihannya pada saat pemilihan anggota dewan.
8. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten kota.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten kota” adalah sebagai
berikut:
66
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan ibu fiven menuturkan
berdasarkan mekanismenya bupati akan menyerahkan laporan pertanggung
jawaban melalui dinas terkait pada setiap akhir tahun dan dalam penyerahan
laporan tersebut ada ranperdanya, laporan ini diberikan sebagai bukti bahwa apa
saja yang telah dilakukan pemerintah daerah mengenai pembangunan di daerah
atau hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Laporan pertanggung jawaban ini berhak diketahui oleh siapapun, karena ini
merupakan kegiatan pemerintah daerah mengenai penyelenggaraan pemerintah di
daerah yang khususnya di Kabupaten Bintan ini. Masyarakat juga dapat dikatakan
sebagai pengawas kegiatan yang pemerintah daerah lakukan sebab ini
berhubungan dengan kepentingan umum sehingga harus memiliki check and
balance, dengan adanya kegiatan ini diharapkan adanya feedback antara peraturan
daerah atau dalam hal penyelenggaraan didaerah yang telah dilakukan
mendapatkan masukan yang nantinya dijadikan sebagai acuan dalam
pembentukan peraturan daerah yang akan dibuat.
Setriap lima tahun sekali atau setiap periode dalam menjabat pemerintah
daerah harus menyerahkan laporan ini, ini bertujuan mengulas kembali apa saja
yang telah dilakukan pemerintah daerah selama lima tahun tersebut. Sedangkan di
DPRD sendiri memiliki badan yang mana menerima laporan itu yang disebut
badan anggaran, karena DPRD memiliki 3 badan, yaitu badan anggaran, badan
legislasi dan badan musyawaran. dari tiga badan ini memiliki kapasitasnya
masing-masing.
67
Dengan adanya laporan pertanggung jawaban yang diberikan oleh bupati
kepada badan anggaran tentunya adanya keterbukan atas apa yang telah dilakukan
sebagai bukti yang telah dikerjakan sesuai atau tidak dengan yang dilakukan,
dengan adanya badan anggaran yang menerima tentang laporan pertanggung
jawaban sehingga anggota dewan yang lain dapat meminta kepada badan
anggaran tersebut sehingga semua memiliki mekanisme yang tidak bisa main
asal-asalan saja. Dengan adanya mekanisme ini bertujuan juga membagi
pekerjaan dari anggota dewan sendiri, agar semua tidak ditampung sendiri, namun
dalam pengerjaannya juga biasa melakukan secara bersama, dengan memegang
teguh prinsip kolektif dan kolegial.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, diperkuat
oleh Bapak Selamet S, S.Pt berikut kutipan wawancara yang penulis lakukan :
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven diatas ternyata memiliki
tanggapan yang sama dari bapak Selamet, bahwasanya setiap kegiatan anggota
DPRD memilki mekanisme yang telah disusun dan tidak bisa seenaknya. Setiap
kegiatan yang telah dilakukan oleh bupati biasanya disana akan terlihat berhasil
atau tidak, apakah sesuai dengan apa yang telah dikerjakan, jika memang sudah
habis masa jabatannya biasanya bupati selanjutnya akan melanjutkan program
yang belum terlaksana yang biasanya terkendala dengan waktu pengerjaan,
tentunya dengan agenda yang banyak tidak bisa selesai hanya dalam masa lima
tahun atau satu periode. Dalam hal penyelenggaraan pemerintah daerah anggota
DPRD juga biasanya membantu dalam hal pemebentukan kebijakan ikut
mengambil alih sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah, sebagai masukan
68
dari para dewan dapat dipertimbangkan dan bisa saja dapat mempengaruhi arah
kebijakan yang dibuat, semua berdasarkan kerja sama dari para anggota DPRD
yang ada tanpa terkecuali kaum perempuan yang ada di sana.
Meskipun dengan adanya pernyataan yang sama dari anggota DPRD laki-
laki, penulis ingin melihat bagaimana pendapat dari Ibu Dewi, S.IP selaku bidang
Kehukuman, berikut adalah jawaban yang diberikan ibu Dewi :
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan bahwa untuk masalah meminta
laporan pertanggung jawaban biasanya badan yang ada akan memberikan
sebelum anggota dewan memintanya, sehingga pada saat selesai mengenai suatu
program atau hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintah, selesai
juga mengenai laporannya, namun pernah juga anggota dewan meminta laporan
pertanggung jawabannya lebih cepat, sehingga pemerintah daerah mempercepat
dalam menyelesaikannya, ada juga laporan tahunan pertanggung jawaban
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Karena laporan ini bersifat
tanggung jawab sehingga amat penting untuk diberikan kepada banggar yang ada
di DPRD. Ini bersifat tentang proses kerja yang dilakukan oleh seorang Bupati.
Tentunya bersifat penting dan sebagai tolak ukur yang mana nantinya yang akan
dijalankan kebali program yang ada atau sudah bisa dikatakan selesai mengenai
suatu program.
Dengan adanya laporan penyelenggaraan pemerintah daerah ini berguna
sebagai check and balance, sehingga memastikan bahwa rencana kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan apa yang sudah dilakukan. Dengan adanya hal
tersebut dapat dikatakan sebagai pengawasan yang dilakukan oleh Bupati,
69
sehingga disana dapat terlihat mana yang hanya sebagai tertulis dilaopran
atau yang benar-benar dilakukan. Karena ini menyangkut perkembangan
daerah harus lebih ketat dalam pengawasan sehingga semua pihak yang ada
dapat mengetahui. Harusnya laporan pertanggung jawaban mengenai
penyelenggaraan pemerintahan oleh Bupati harus diketahui oleh masyarakat
umum, namun hingga saat ini tidak semua masyarakat mengetahuinya.
Sehingga ada rongga yang nantinya berujung terhadap korupsi, kolusi dan
nepotipme. Karena ini hal yang sangat sensitif, alangkah lebih baiknya semua
kalangan masyarakat baik itu pejabat atau masyarakat umum mengetahuinya.
9. Memberi persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “Memberi persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah”
adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang didapat beliau menuturkan, anggota dewan
bukanlah yang bersifat mengeksekusi, menentukan kesana dan kesini. Jadi
anggota dewan tidak bisa melakukan secara individu dan menetapkan kebijakan
secara sepihak, anggota dewan disini hanya melegalkan peraturan apa yang telah
dibuat oleh pemerintah daerah. Meskipun tidak bisa mengeksekusi namun anggota
dewan dapat mempengaruhi kebijakan yang ada yang didasari aspirasi dari
masyarakat tentunya dengan argumen yang kuat, semakin banyak anggota dewan
70
perempuan yang berjuang dalam pembahasan perda atau sebuah aturan tentunya
semakin memperkuat apa yang menjadi prioritas dalam perda tersebut, sehingga
bisa saja anggota dewan dapat mengarahkan kebijakan yang akan dibuat.
Dengan sudah terdistribusinya dewan yang ada di bidangnya masing-
masing sehingga anggota dewan tidak bisa mencampuri segal hal yang ada di
pemertintahan, seperti ynag disebutkan oleh ibu Fiven bahwa setiap urusan
yang menyangkut bidang yang sudah diatur oleh dewan tidak bisa dicampuri
semuanya, karena sudah terdistribusi juga dikomisi, sehingga mereka
memiliki rananhnya masing-masing. Namun dalam pembuatan kebijakan
semua diikutsertakan secara keseluruhan, namun anggota dewan juga tidak
bisa mementingkan kepentingan pribadi pada saat pembuatan kebijakan yang
mempengaruhi kebijakan yang ada, ketika dewan menilai bahwa ini cocok
atau sesuai dengan apa yang yang diinginkan oleh masyarakat maka akan
menyetujui usulan dari dewan tersebut, jika banyak mendapat penolakan dari
anggota dewan lainnya juga tidak bisa.
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh ibu Fiven sumanti di atas, sedikit
berbeda yang dikatakan oleh Bapak Selamet, berikut kutipan wawancara yang
penulis lakukan :
Dari hasil wawancara yang telah penulis dapatkan, setiap kegiatan daerah
yang berhubungan dengan pihak asing tentunya harus memiliki perjanjian,
didalam pembentukan perjanjian tersebut anggota dewan tidak bisa seenaknya
dalam membuat perjajian dalam artian mereka memilki ranahnya sendiri, disana
71
mereka hanya dapat memberikan masukan yang tentunya dapat berkontribusi
dalam kemajuan kaum perempuan dari segi pendidikan maupun finansial.
Anggota dewan disini hanya memberikan payung hukum, bukan membuat
perjajian dengan pihak swasta maupun daerah lain, dengan memiliki ranahnya
sendiri anggota dewan diharapkan memberikan kontribusi yang baik dibidangnya
maupun di komisinya. Dapat dikatakan bahwa setiap anggota dewan tidak bisa
bekerja atau membuat persetujuan secara pribadi, karena menyangkut dengan
masyarakat banyak tentunya harus berdasarkan kesepakatan bersama dan dibuat
tanpa membawahi kepentingan pribadi. Hal demikian juga diperkuat oleh ibu
dewi, berikut adalah hasil wawancara dengan ibu Dewi, S.IP Bidang Kehukuman:
Dari hasil wawancara yang didapatkan dalam hal perjanjian tentunya
anggota dewan dan pemerintah daerah bersama-sama duduk dalam
memberikan perjanjian atau menyetujui terhadap perjanjian yang telah dibuat.
Meskipun anggota dewan tidak dapat membuat perja jian namun bagaimana
mereka berkontribusi dalam memperjuangkan aspirasi dari kaum perempuan
sebab mereka adalah perempuan kadangkala ada tantangan yang mereka
hadapi seperti kurangnya kepercayaan terhadap perempuan. Stigma
masyarakat yang kurang percaya perempuan dalam memimpin masih
melekat terhadap perempuan merupakan tantangan bagi kaum perempuan
yang duduk didewan, sehingga mereka harus berjuang dalam dua ranah,
sebelum terpilih dan ketika sudah duduk mereka juga mendapat tantangan
tersebut, yang mana harus mereka buktikan dengan berpengaruhnya anggota
dewan yang sudah menjabat disana. Karena anggota DPRD adalah wakil
72
rakyat dan sudah seharusnya mereka terlibat dan nantinya disana membawa
aspirasi dari masyarakat sehingga berguna sebagai wakil dari rakyat yang
sesungguhnya bukan menjadi wakil diri sendiri.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang telah penulis dapat bahwa setiap dalam
menjalankan tugas anggota dewan secara bersama melakukan hal yang
bersangkutan dengan tugas yang telah diberikan karena sudah terbaginya dikomisi
mereka bersama-sama dalam mengupayakan pembanguna yang ada di daerah
baik dalam segi fisik maupun non fisik. Dalam artian mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah dalam mensejahterakan warganya sehingga
warga yang ada dapat merasakan dari peraturan yang dibuat sangat membantu
dari kalangan masyarakat, jika yang berhubungan dengan peraturan daerah.
Ketika ada perda kemudian mereka akan bersama-sama dalam mensukseskan
perda tersebut bagaimana mereka mngupayakan perda tersebut berjalan dalam
segi pengawsan atau penerapan perda tersebut. Didalam penerapan kebijkaan
tersebut tentunya ada yang kurang setuju atau protes dengan perda tersebut,
anggota dewan disini akan mencatat apa saja yang kurang atau yang tidak
berkenaan dengan masyarakat mengenai perda tersebut sehingga nantinya akan
73
dibahas kembali ketika diadakan refisi peraturan tersebut. Jadi tugas anggota
dewan disini dilakukan secara bersama, itu terbukti dengan dibaginya dikomisi
kemudian jika sudah ada pansus yang dibentuk itu dilakukan secara bersama-
sama.
Dengan adanya prinsip kolektif dan kolegial, tentunya dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban serta mengupayakan kewajiban sebagai anggota DPRD
mereka terbiasa membagi tugas yang semakin memberikan peluang bagi anggota
DPRD perempuan dalam setiap kegiatan yang dilaksankan seperti pembuatan
perda atau pembahasan ranperda.
Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh ibu fiven disejalankan dengan jawaban
bapak selamet, berikut kutipan hasil wawancara yang penulis lakukan :
Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan bahwa didalam setiap kegiatan
yang ada didewan apapun tugas dari anggota dewan tentunya harus dilibatkan
anggota dewan perempuan, karena kita memiliki prinsif kolektif dan kolegial.
Meskipun adanya perbedaan kelamin serta jumlah persentase di DPRD
Kabupaen Bintan, antara laki-laki dan perempuan, tidak membatasi haknya
seorang anggota dewan serta dalam menjalankan tugas sebagaimana mestinya
yang sudah diatur dalam undang-undang, sehingga tidak adalagi kata bahwa kaum
perempuan dimarjinalkan oleh kaum laki-laki karena dengan adanya kesetaraan
gender berlaku bahwa lelaki dan perempuan sama dimata hukum.
Sehingga seluruh yang duduk sebagai anggota dewan berhak memberikan
aspirasi baik dari kaum perempuan maupun kaum pria, tentunya berdasarkan
kepentingan masyarakat banyak bukan berdasarkan kepentingan pribadi.
74
Melibatkan seluruh anggota dewan dalam melaksanakan tugas dalam tujuan
memenuhi kebutuhan masyarakat banyak merupakan hal yang mutlak harus
dilakukan. Ini berguna agar seluruh masyarakat yang ada di Bintan ini merasakan
apa yang dihasilkan oleh dari para anggota dewan tadi. Meskipun pada dasarnya
pada saat ini usulan peraturan daerah itu lebih banyak dari pemerintah daerah
sehinga anggota dewan berguna menyempurnakan apa yang belum lengkap dalam
setiap pembentukan perda. Meskipun jawaban yang diberikan oleh bapak selamet
setara dengan ibu fiven, penulis juga ingin memastikan apakah yang dikatakan ibu
fiven benar adanya. Maka penulis melakukan wawancara dengan ibu dewi yang
menduduki jabatan Bidang Kehukuman kabupaten Bintan. Berikut adalah hasil
wawancara dengan ibu Dewi, S.IP Bidang Kehukuman :
Dari hasil wawancara yang penulis dapat bahwa justru anggota dewan disini
lebih mendesak jika yang berkenaan dengan perturan daerah , seperti sudah
seharusnya perda tersebut direfisi kembali.
Anggota dewan disini dapat dikatakan sebagai pendorong pemda
melakukan kewajiban daerah, karena sekarang ini daerah harus bisa
mengurus rumah tangganya sendiri. Jadi tidak perlu lagi harus diberikan usul
dari pemerintah pusat baru melaksanakan kegiatan.
Dalam hal yang berhubungan dengan masyarakat tampaknya anggota
dewan disini lebih memperhatikan, apalagi anggota dewan perempuan yang
lebih banyak berjuang untuk kaumnya. Semua ini dimaksudkan agar kaum
perempuan di Daerah Kabupaten Bintan atau Desa Toapaya Selatan ini
semua merasakan setara dengan kaum laki-laki, meskipun kebudayaan
75
Indonesia yang lebih mendahulukan perempuan. Ini dilakukan untuk
menghormati ibu-ibu yang telah banyak melahirkan putra putri bangsa yang
berkwalitas yang membangun Negara ini secara bersama-sama. Sehingga
kesetaraan gender yang sedang diterapkan oleh pemerintah dapat
direalisasikan dengan baik.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil yang didapat dari wawancara dengan Ibu Hj. Fiven Sumanti, S.Ip
berdasarkan indikator “melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah sebagai berikut:
Dari hasil wawancara yang penulis dapat bahwasanya tidak ada tugas lain
dari anggota dewan selain dari legislasi, pengawasan dan pengangaran. Meskipun
dengan adanya fungsi sebgai seorang anggota dewan itu juga bertujuan bekerja
sama dalam artian bukan hanya pada satu tugas saja, dalam tiga itu mereka akan
menjalankan seperti yang nantinya akan dibagi dikomisi-komisi atau dalam tim
pansus jika ada. Tugas lain yang biasanya dilakukan biasanya dalam bentuk
menjaring aspirasi masyarakat. Ini bertujuan agar seluruh daerah yang ada di
Kabupaten Bintan ini menyampaikan aspirasinya sehingga mereka dapat
memenuhi setiap kebutuhan dari setiap daerah meskipun akan dilihat seberapa
prioritas dari usulan tersebut. Namun nantinya akan dimasukkan dalam
pembahasan ranperda atau pada saat musrembang tingkat kecamatan. Seluruh
anggota dewan yang ada kemudian akan dibagikan tugas untuk kedaerah yang
76
sudah ditunjuk, tentunya bagi anggota dewan perempuan, ini adalah kesempaan
yang besar untuk memperjuangkan aspirasi dari kaum perempuan dimasyarakat,
mereka dapat memberikan aspirasi dari para wanita yang ada disitu misalnya
masalah tabulin dan yang lainnya.
Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh ibu fiven disejalankan dengan
jawaban bapak selamet, berikut kutipan hasil wawancara yang penulis lakukan :
Dari hasil wawancara dengan bapak selamet bahwa didalam setiap
menjalankan tugas sebagai seorang anggota dewan itu memang secara bersama-
sama jadi tanpa terkecuali mereka ikut serta dalam menjalankan tugas yang ada
sebagai seorang anggota dewan, jadi tidak ada yang termarjinalkan atau merasa
dikucilkan didalam instansi ini. Setiap kegitan yang ada nantinya akan dibagi juga
dalam setiap komisi, jadi setiap kegitan yang kan dilaksanakan akan dibagi
tugasnya tentunya semua terdistribusi sesuai dengan komisi yang ada, dan dalam
setiap pembahasan perda atau rapat pembentukan perda itu seluruh anggota
dewan harus diikutsertakan secara keseluruhan dengan jumlah 25 orang yang ada.
Segala kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat banyak akan
dilakukan secara bersama sebagaiman prinsip dari anggota dewan yang kolektif
dan kolegial. Sehingga dapat dikatakan berhasil sebuah daerah apabila
masyarakatnya merasa bahwa nyaman dengan peraturan yang dibuat atau perda
yang dihasilkan sesuai dengan keinginan masyarakat banyak, ini akan berhasil
apabila anggota dewan benar-benar menjalankan tugasnya dengan benar tanpa
membawahi kepentingan pribadi, sesuai apa yang diamanatkan oleh negara yang
sudah di atur dengan undang-undang.
77
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah penulis lakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa anggota dewan sudah melaksanakan tugasnya, namun didalam pelaksanaan
tugasnya itu kurang mendapat pengawasan yang lebih sehingga program yang
akan sedang dijalankan kurang maksimal. Lemahnya pengawasan terhadap
program ini dibuktikan bahwa hanya beberapa masyarakat yang mengenali
anggota dewan, ini didasari anggota dewan yang sering turun kelapangan.
Anggota dewan yang turun kelapangan atau pada saat melakukan pengawasan
hanya dengan orang yang sama pada tahun-tahun sebelumnya atau program yang
lain, sehingga ini menyebabkan kurangnya perkenalan antara masyarakat dengan
anggota dewan yang lain.
Meskipun anggota dewan perempuan sudah terdistribusi dikomisi namun
masih lemahnya pendanaan yang ada dalam program perempuan sebagai contoh
program gerakan sayang ibu, merupakan hal yang harus diperhatikan. Karena
mereka adalah wakil rakyat yang sudah dipercaya dipilih untuk mewakili
khususnya kaum perempuan.
Telah terlaksananya dengan baik apa yang harus dijalankan oleh seorang
anggota dewan perempuan yaitu salah satunya fungsi legislasi. Dalam setiap
pembahasan perda atau pada saat ranperda setiap anggota dewan diikutsertakan
tanpa terkecuali, sehingga anggota dewan perempuan dapat memberikan
78
aspirasinya dari para kaum perempuan serta memberikan dampak yang baik bagi
perkembangan kaum wanita di Kabupaten Bintan. Dengan melakukan resafe atau
turun langsung ke masyarakat untuk menjaring aspirasi dari setiap daerah yang
ada di Bintan merupakan kegiatan yang sangat menunjang terhadap perda yang
akan dihasilkan atau bantuan-bantuan yang diberikan ke setiap daerah yang masih
memiliki masalah.
Meskipun pada dasarnya anggota dewan tidak bisa membuat kebijakan secara
pribadi namun dengan terwakilnya dari kaum feminim ini sangat memberikan
keberhasilan yang perlu diapresiasi, sebab anggota dewan sangat memperhatikan
kaum perempuan seperti banyaknya program yang sudah dihasilkan untuk kaum
perempuan sebagai salah satunya program tabulin, industri pangan rumah tangga
dan lain-lain.
2. Saran
Untuk menindak lanjuti berbagai masalah yang dihadapi seperti yang telah
dijelaskan pada bagian mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
penulis dapat memberikan masukan dan saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya peningkatan terhadap pengawasan dalam setiap program atau
peraturan daerah yang sedang dijalankan.
2. Perlu adanya wadah atau sebuah organisasi yang menampung aspirasi dari
kaum perempuan atau pusat pengaduan masalah yang terjadi disetiap desa,
sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pembentukan peraturan
daerah.
79
3. Berdasarkan fungsi anggota DPRD yang ada, seharusnya anggota dewan
dapat membentuk peraturan daerah, sehingga perda yang dibuat bukan
hanya dari usulan pemerintah daerah.
4. Perlu adanya perhatian terhadap pendanaan atau APBD yang diberikan
untuk program yang berhubungan dengan perempuan, merupakan factor
pendukung dalam menjalankannya.
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku :Anik, Farida dan Siti Mudah Mulia, 2005, Perempuan dan Politik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Anugrah, Asrid. 2009, Keterwakilan Perempuan Dalam Politik, Jakarta: Pancuran Alam.
Budiarjo, Miriam, 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiarjo, Miriam, 1966. “Peranan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Demokrasi Terpimpin” dalam Himpunan Kuliah Politik dalam Negri, Bandung: Bahana Kursus Singkat Seskoad.
Eko, Wardani, Sri Budi, 2010, Perempuan dan Pilkada Langsung: Merentas Jalan Kesetaraan Dalam Politik, Pustaka Pelajar.
Gafar, Arfan, 1999, politik Indonesia : transisi menuju demokrasi, Yogyakarta, pustaka pelajar.
Idea, 2002, Perempuan di Paerlemen : Bukan Sekedar Jumlah, Jakarta: tt.
Lovenduski, Joni, 2008a, Politik Berparas Perempuan, Yogyakarta: Kanisius.
Lovenduski, joni, 2008b, Politik Berparas Perempuan, Jakarta: Kanisius.
Moleong, Lexy, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Nazir, Mohamad, 2003, Metode Penelitian (Cetakan kelima). Jakarta: GhaliaInodonesia.
Ni’Matul Huda, 2007, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, Yogyakarta : UII Press.
Nuri Suseno, 2013, Representasi Politik, Jakarta: Puskapol UI.
Pito, Toni, Andrianus, dkk.,2006, Mengenal Teori-Teori Politik, Bandung: Penerbit Nuansa.
Sekjen MPM, Teori Gender (Feminimisme), Fakultas Teknik periode 2009-2010.
81
Soekamto, Soerjono. 1997, Sosiologi Sutau Pengantar, Jakarta: Rajawali pers.
Soetjipto, ani, dkk., 2010, menyapu dapur kotor : Refleksi Perempuan dan Politik Era Reformasi, Jakarta: pustaka kajian politik (PUSAKA POLITIK) FISIPUI.
Sridanti, Luh Putu, 2010, Peranan Politik Perempuan Di Indonesia Peluang dan Hambatan, Artikel.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahidin, samsul, 2007, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Universitas Michigan: Puataka Pelajar.
Undang-undang :Undang-undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 yang mengatur tentang kuota 30%
keterwakilan perempuan.
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.
Internet :Nantri, Ayu, Putu, 2004, Perempuan Dan Politik, Jurnal Perempuan,
(http://www.gender.com, diakses 20 november 2008: 15.00 Wib).
Wagito, Bimo, 2008, Defenisi Persepsi, (http://www.antonius" www.antonius felix shared.bokspot.com, diakses 16 Desember 2008: 13.00 Wib).
Wordpres Rijal Fadilah, Calon Independen Alternatif, di akses 29 November 2010. http:// Www.Bangkapos.com , di akses 29 november 2010.
82