· sejalan dengan salah satu tugas pokok bank indonesia, kantor perwakilan bank indonesia provinsi...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALProvinsi Nusa Tenggara Timur
TRIWULANIV 2014
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari
eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Februari 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari
eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Februari 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulanan
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
BOKS 1. Perubahan Tahun Dasar Dalam Perhitungan PDRB
BOKS 2. NTT Menuju Provinsi Produsen Ternak Sapi
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1 Kondisi Umum
2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan NTT (mtm)
2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan NTT (qtq)
2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan NTT (yoy)
2.5 Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT
2.5.1 Volatile Food
2.5.2 Administered Prices
2.5.3 Inflasi Inti (Core)
2.6 Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.6.1 Inflasi Kota Kupang
2.6.2 Inflasi Kota Maumere
BOKS. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1 Kondisi Umum
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2 Dana Pihak Ketiga
i
iii
v
viii
x
xii
xv
1
1
3
4
10
15
18
23
23
24
25
26
27
28
28
28
29
29
30
32
37
37
39
40
40
Daftar Isi
v
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulanan
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
BOKS 1. Perubahan Tahun Dasar Dalam Perhitungan PDRB
BOKS 2. NTT Menuju Provinsi Produsen Ternak Sapi
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1 Kondisi Umum
2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan NTT (mtm)
2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan NTT (qtq)
2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan NTT (yoy)
2.5 Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT
2.5.1 Volatile Food
2.5.2 Administered Prices
2.5.3 Inflasi Inti (Core)
2.6 Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.6.1 Inflasi Kota Kupang
2.6.2 Inflasi Kota Maumere
BOKS. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1 Kondisi Umum
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2 Dana Pihak Ketiga
i
iii
v
viii
x
xii
xv
1
1
3
4
10
15
18
23
23
24
25
26
27
28
28
28
29
29
30
32
37
37
39
40
40
Daftar Isi
v
3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.5 Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non-Tunai
3.5.2 Transaksi Tunai
BOKS. Gerakan Nasional Non-Tunai
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
4.3 Belanja Daerah
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Perkembangan Kesejahteraan
5.2.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.2.2 Tingkat Kemiskinan
5.2.3 Rasio Gini
5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
5.3 Perkembangan Ketenagakerjaan
5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.3.2 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang
5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2 Inflasi
6.3 Prospek Perkembangan Ekonomi NTT Tahun 2015
6.3.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.3.2 Perkembangan Inflasi
BOKS. Potensi Kemaritiman di NTT
41
43
44
46
47
47
49
61
65
65
66
68
75
75
75
75
76
78
78
79
79
81
82
85
85
86
86
87
88
88
89
90
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan NTT
Grafik 1.2 Struktur PDRB NTT
Grafik 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)
Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT
Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.12 Konsumsi Semen
Grafik 1.13 Net Impor Antar Daerah
Grafik 1.14 Aktivitas Kontainer
Grafik 1.15 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.16 Pergerakan Net Impor
Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara
Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor dan Impor NTT
Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi
Grafik 1.21 Pengiriman Ternak
Grafik 1.22 Perkembangan Kredit
Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy)
Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)
Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT
Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT
Grafik 2.3 Inflasi Sub Kelompok Komoditas di NTT
Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (Triwulanan)
Grafik 2.5 Inflasi Triwulan IV dalam 5 Tahun Terakhir
1
2
4
5
6
6
6
6
6
6
7
7
8
8
8
8
9
9
9
10
11
11
11
11
12
12
12
23
23
25
26
27
Daftar GrafikDaftar Isi
viivi
3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.5 Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non-Tunai
3.5.2 Transaksi Tunai
BOKS. Gerakan Nasional Non-Tunai
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
4.3 Belanja Daerah
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Perkembangan Kesejahteraan
5.2.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.2.2 Tingkat Kemiskinan
5.2.3 Rasio Gini
5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
5.3 Perkembangan Ketenagakerjaan
5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.3.2 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang
5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2 Inflasi
6.3 Prospek Perkembangan Ekonomi NTT Tahun 2015
6.3.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.3.2 Perkembangan Inflasi
BOKS. Potensi Kemaritiman di NTT
41
43
44
46
47
47
49
61
65
65
66
68
75
75
75
75
76
78
78
79
79
81
82
85
85
86
86
87
88
88
89
90
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan NTT
Grafik 1.2 Struktur PDRB NTT
Grafik 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)
Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT
Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.12 Konsumsi Semen
Grafik 1.13 Net Impor Antar Daerah
Grafik 1.14 Aktivitas Kontainer
Grafik 1.15 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.16 Pergerakan Net Impor
Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara
Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor dan Impor NTT
Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi
Grafik 1.21 Pengiriman Ternak
Grafik 1.22 Perkembangan Kredit
Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy)
Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)
Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT
Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT
Grafik 2.3 Inflasi Sub Kelompok Komoditas di NTT
Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (Triwulanan)
Grafik 2.5 Inflasi Triwulan IV dalam 5 Tahun Terakhir
1
2
4
5
6
6
6
6
6
6
7
7
8
8
8
8
9
9
9
10
11
11
11
11
12
12
12
23
23
25
26
27
Daftar GrafikDaftar Isi
viivi
Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas Tahun 2015
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT
Grafik 2.8 Indeks Ekpektasi Konsumen
Grafik 2.9 Indeks Ekpektasi Produsen
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang
Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Komoditas (triwulanan)
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere
Grafik 2.13 Inflasi Maumere Per Komoditas (triwulanan)
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum
Grafik 3.2 Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum
Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Kinerja Bank Umum
Grafik 3.4 Perkembangan LDR dan NPL
Grafik 3.5 Perkembangan LDR
Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan
Grafik 3.7 Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.9 Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK
Grafik 3.10 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.11 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.12 Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.13 Pendorong Kredit Berdasarkan Sektor Utama
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan BI Rate
Grafik 3.16 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi
Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan
Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.23 Perkembangan Aset Bank Umum dan BPR Berdasarkan Pulau
Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong
27
28
29
29
29
29
30
30
37
37
38
38
40
40
40
41
41
41
42
42
42
43
43
44
44
45
45
45
45
46
46
48
48
Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS
Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di NTT
Grafik 4.5 Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.6 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten/ Kota di NTT
Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.9 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.10 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota pada Perbankan di Wilayah NTT
Grafik 5.1 Perkembangan Indeks Penghasilan di NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di NTT
Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT
Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan di Provinsi NTT
Grafik 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi NTT
Grafik 5.7 Rasio Gini di Provinsi NTT
Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral
Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja
Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal
Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Manufaktur Besar/Sedang NTT
Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan Provinsi NTT
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT
Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen
48
49
66
67
67
67
67
68
68
69
69
70
70
76
76
76
77
77
77
78
80
81
81
81
81
82
85
86
86
87
87
88
88
Daftar Grafik Daftar Grafik
ixviii
Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas Tahun 2015
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT
Grafik 2.8 Indeks Ekpektasi Konsumen
Grafik 2.9 Indeks Ekpektasi Produsen
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang
Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Komoditas (triwulanan)
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere
Grafik 2.13 Inflasi Maumere Per Komoditas (triwulanan)
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum
Grafik 3.2 Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum
Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Kinerja Bank Umum
Grafik 3.4 Perkembangan LDR dan NPL
Grafik 3.5 Perkembangan LDR
Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan
Grafik 3.7 Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.9 Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK
Grafik 3.10 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.11 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.12 Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.13 Pendorong Kredit Berdasarkan Sektor Utama
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan BI Rate
Grafik 3.16 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi
Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Pengunaan
Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.23 Perkembangan Aset Bank Umum dan BPR Berdasarkan Pulau
Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong
27
28
29
29
29
29
30
30
37
37
38
38
40
40
40
41
41
41
42
42
42
43
43
44
44
45
45
45
45
46
46
48
48
Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS
Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di NTT
Grafik 4.5 Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.6 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten/ Kota di NTT
Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.9 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBD dan APBN Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.10 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota pada Perbankan di Wilayah NTT
Grafik 5.1 Perkembangan Indeks Penghasilan di NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di NTT
Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT
Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan di Provinsi NTT
Grafik 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi NTT
Grafik 5.7 Rasio Gini di Provinsi NTT
Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral
Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja
Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal
Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Manufaktur Besar/Sedang NTT
Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan Provinsi NTT
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT
Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen
48
49
66
67
67
67
67
68
68
69
69
70
70
76
76
76
77
77
77
78
80
81
81
81
81
82
85
86
86
87
87
88
88
Daftar Grafik Daftar Grafik
ixviii
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
Tabel 1.5 Penanaman Modal di NTT
Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang
Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)
Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)
Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)
Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi di Bulanan di NTT
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT
Tabel 2.4 Inflasi NTT Per Kelompok Komoditas (Tahunan)
Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Kupang
Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Maumere
Tabel 3.1 Perkembangan Transaksi SKNBI
Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi RTGS
Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai
Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau
Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran Pulau
Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ KotaDi Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Tabel 5.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT
Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT
Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan
Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Lapangan Kerja Utama
Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT
2
3
3
4
6
11
13
13
13
14
24
25
25
26
30
31
39
39
39
45
47
47
60
70
71
76
78
79
79
55
82
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat dibandingkan
tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2014 lebih tinggi
dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy).
Dari sisi penggunaan, pelambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh
melambatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Kegiatan konsumsi, terutama
konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19%
(yoy). Selain itu pertumbuhan net impor dari daerah lain yang mencapai 36,41% (yoy) mendorong perlambatan
ekonomi di Provinsi NTT.
Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan, sementara
sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan. Penurunan realisasi pada belanja 1Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang baru mencapi 63,7% diduga menjadi salah satu faktor terjadinya
perlambatan pada tahun 2014.
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan seiring perayaan natal dan
tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-2014. Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir
tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan
inflasi nasional. Inflasi tahunan pada periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi
NTT selalu berada di atas nasional.
Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada
bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara
umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian
dan kacang-kacangan menjadi berkurang.
Tingginya inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok inflasi. Inflasi pada
komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar
5,49% (yoy) pada tahun 2014. Musim kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak
terhadap peningkatan harga bahan pangan. Inflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten
tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Inflasi kelompok inti
selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar 4,87% (yoy).
Ringkasan Umum
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Daftar Tabel
xiix RINGKASAN UMUM
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
Tabel 1.5 Penanaman Modal di NTT
Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang
Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)
Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)
Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)
Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi di Bulanan di NTT
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT
Tabel 2.4 Inflasi NTT Per Kelompok Komoditas (Tahunan)
Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Kupang
Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Maumere
Tabel 3.1 Perkembangan Transaksi SKNBI
Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi RTGS
Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai
Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau
Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran Pulau
Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ KotaDi Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Tabel 5.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT
Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT
Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan
Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Lapangan Kerja Utama
Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT
2
3
3
4
6
11
13
13
13
14
24
25
25
26
30
31
39
39
39
45
47
47
60
70
71
76
78
79
79
55
82
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat dibandingkan
tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2014 lebih tinggi
dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy).
Dari sisi penggunaan, pelambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh
melambatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Kegiatan konsumsi, terutama
konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19%
(yoy). Selain itu pertumbuhan net impor dari daerah lain yang mencapai 36,41% (yoy) mendorong perlambatan
ekonomi di Provinsi NTT.
Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan, sementara
sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan. Penurunan realisasi pada belanja 1Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang baru mencapi 63,7% diduga menjadi salah satu faktor terjadinya
perlambatan pada tahun 2014.
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan seiring perayaan natal dan
tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-2014. Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir
tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan
inflasi nasional. Inflasi tahunan pada periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi
NTT selalu berada di atas nasional.
Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada
bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara
umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian
dan kacang-kacangan menjadi berkurang.
Tingginya inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok inflasi. Inflasi pada
komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar
5,49% (yoy) pada tahun 2014. Musim kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak
terhadap peningkatan harga bahan pangan. Inflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten
tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Inflasi kelompok inti
selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar 4,87% (yoy).
Ringkasan Umum
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Daftar Tabel
xiix RINGKASAN UMUM
Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif melambat
yang disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit masyarakat oleh
perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
DPK menyebabkan peningkatan risiko likuiditas perbankan dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada
Triwulan IV 2014, namun hal tersebut masih berada pada batas aman.
Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25%
(yoy). Total kredit bank umum berdasarkan lokasi kantor cabang mencapai angka sebesar Rp. 17,41 triliun meningkat
sebesar 13,69% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
melambat cukup signifikan dari sebesar 20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV
2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun seiring dengan adanya penurunan deposito dan giro pemerintah.
Sistem pembayaran non-tunai pada Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya
transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan peningkatan transaksi RTGS, sementara sistem
pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem pembayaran non-tunai menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas ekonomi seiring dengan adanya realisasi investasi di akhir tahun 2014 serta peningkatan
kesadaran penggunaan instrumen pembayaran non-tunai. Hal ini juga tampak dari pelambatan transaksi tunai yang
dilakukan oleh masyarakat.
Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34
triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan
APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak
dikenakan target perolehan pendapatan pajak.
Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total
target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh
rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data
terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan
adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal.
Pada triwulan IV 2014, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan dan
kemiskinan menunjukkan perbaikan. Hal ini tercermin dari persentase penduduk miskin yang menurun menjadi
19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara
Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai dampak
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
KEUANGAN PEMERINTAH
KETANAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator
kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan
tenaga kerja yang sama.
Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang 4,45% -
4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada rentang
5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).
Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring beberapa daerah yang telah memasuki
musim panen. Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami
sedikit peningkatan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi
diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku
dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.
Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) BPS dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Perlambatan kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan akan
terjadi sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan I
2014 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan
bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun
yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota.
PROSPEK PEREKONOMIAN
xiiixii RINGKASAN UMUM RINGKASAN UMUM
Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif melambat
yang disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit masyarakat oleh
perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
DPK menyebabkan peningkatan risiko likuiditas perbankan dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada
Triwulan IV 2014, namun hal tersebut masih berada pada batas aman.
Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25%
(yoy). Total kredit bank umum berdasarkan lokasi kantor cabang mencapai angka sebesar Rp. 17,41 triliun meningkat
sebesar 13,69% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
melambat cukup signifikan dari sebesar 20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV
2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun seiring dengan adanya penurunan deposito dan giro pemerintah.
Sistem pembayaran non-tunai pada Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya
transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan peningkatan transaksi RTGS, sementara sistem
pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem pembayaran non-tunai menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas ekonomi seiring dengan adanya realisasi investasi di akhir tahun 2014 serta peningkatan
kesadaran penggunaan instrumen pembayaran non-tunai. Hal ini juga tampak dari pelambatan transaksi tunai yang
dilakukan oleh masyarakat.
Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34
triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan
APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak
dikenakan target perolehan pendapatan pajak.
Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total
target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh
rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data
terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan
adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal.
Pada triwulan IV 2014, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan dan
kemiskinan menunjukkan perbaikan. Hal ini tercermin dari persentase penduduk miskin yang menurun menjadi
19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara
Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai dampak
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
KEUANGAN PEMERINTAH
KETANAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator
kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan
tenaga kerja yang sama.
Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang 4,45% -
4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada rentang
5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).
Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring beberapa daerah yang telah memasuki
musim panen. Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami
sedikit peningkatan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi
diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku
dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.
Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) BPS dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Perlambatan kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan akan
terjadi sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan I
2014 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan
bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun
yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota.
PROSPEK PEREKONOMIAN
xiiixii RINGKASAN UMUM RINGKASAN UMUM
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Produk Domestik Regional Bruto (yoy %)
Berdasarkan Sektor / Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2011 2012 2013 2014
5,67%
2,02%
5,43%
5,76%
14,72%
5,12%
8,98%
7,09%
6,69%
6,26%
7,05%
11,31%
6,36%
7,44%
8,48%
5,80%
6,32%
3,69%
5,65%
-0,44%
6,49%
-5,10%
102,61%
-6,20%
-15,85%
0,98%
21.110
84.057
12.125
24.185
5,46%
2,98%
6,18%
6,00%
9,48%
4,87%
7,11%
6,51%
4,61%
5,94%
7,11%
10,84%
6,14%
5,83%
7,13%
5,78%
5,57%
2,30%
4,81%
20,55%
5,92%
18,81%
53,58%
4,40%
39,86%
19,40%
16.065
36.836
65.778
275.040
5,42%
2,72%
5,03%
4,86%
7,59%
6,66%
5,24%
7,46%
5,55%
7,34%
6,11%
12,11%
5,47%
5,12%
7,33%
6,49%
5,99%
3,84%
6,19%
5,99%
3,72%
11,50%
-58,56%
-19,72%
18,02%
-4,81%
21.603
52.360
15.382
48.712
5,04%
3,59%
5,40%
3,37%
13,09%
4,82%
5,20%
4,91%
6,55%
6,25%
7,65%
6,70%
1,43%
4,90%
5,93%
6,23%
3,67%
4,38%
5,59%
14,72%
14,93%
24,53%
124,51%
40,60%
-36,23%
36,41%
16.869
50.011
16.194
74.660
II. INFLASI
URAIAN2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
140,80
139,94
146,43
3,60
3,11
6,21
143,05
141,74
151,64
5,02
4,37
8,45
144,66
143,21
154,19
5,21
4,66
8,07
146,72
145,43
155,17
5,33
5,10
6,49
150,80
149,82
157,23
7,11
7,06
7,38
150,64
149,62
157,29
5,26
5,56
3,73
156,78
155,92
162,40
8,29
8,88
5,32
159,15
158,28
164,85
8,41
8,84
6,24
112,52
112,91
110,00
7,78
7,99
6,39
113,27
113,63
110,93
8,10
8,31
6,70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xvRINGKASAN UMUM
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Produk Domestik Regional Bruto (yoy %)
Berdasarkan Sektor / Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2011 2012 2013 2014
5,67%
2,02%
5,43%
5,76%
14,72%
5,12%
8,98%
7,09%
6,69%
6,26%
7,05%
11,31%
6,36%
7,44%
8,48%
5,80%
6,32%
3,69%
5,65%
-0,44%
6,49%
-5,10%
102,61%
-6,20%
-15,85%
0,98%
21.110
84.057
12.125
24.185
5,46%
2,98%
6,18%
6,00%
9,48%
4,87%
7,11%
6,51%
4,61%
5,94%
7,11%
10,84%
6,14%
5,83%
7,13%
5,78%
5,57%
2,30%
4,81%
20,55%
5,92%
18,81%
53,58%
4,40%
39,86%
19,40%
16.065
36.836
65.778
275.040
5,42%
2,72%
5,03%
4,86%
7,59%
6,66%
5,24%
7,46%
5,55%
7,34%
6,11%
12,11%
5,47%
5,12%
7,33%
6,49%
5,99%
3,84%
6,19%
5,99%
3,72%
11,50%
-58,56%
-19,72%
18,02%
-4,81%
21.603
52.360
15.382
48.712
5,04%
3,59%
5,40%
3,37%
13,09%
4,82%
5,20%
4,91%
6,55%
6,25%
7,65%
6,70%
1,43%
4,90%
5,93%
6,23%
3,67%
4,38%
5,59%
14,72%
14,93%
24,53%
124,51%
40,60%
-36,23%
36,41%
16.869
50.011
16.194
74.660
II. INFLASI
URAIAN2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
140,80
139,94
146,43
3,60
3,11
6,21
143,05
141,74
151,64
5,02
4,37
8,45
144,66
143,21
154,19
5,21
4,66
8,07
146,72
145,43
155,17
5,33
5,10
6,49
150,80
149,82
157,23
7,11
7,06
7,38
150,64
149,62
157,29
5,26
5,56
3,73
156,78
155,92
162,40
8,29
8,88
5,32
159,15
158,28
164,85
8,41
8,84
6,24
112,52
112,91
110,00
7,78
7,99
6,39
113,27
113,63
110,93
8,10
8,31
6,70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xvRINGKASAN UMUM
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
19.901
14.884
2.889
8.516
3.478
13.244
3.407
1.126
8.710
12.527
3.361
841
8.325
84,2%
3.229
251
186
175
78,6%
20.151
15.070
12.702
1,2%
1,2%
1,4%
22.434
16.402
2.917
9.933
3.552
15.624
4.447
1.412
9.765
14.918
4.340
1.150
9.427
91,0%
3.998
337
248
256
84,3%
22.771
16.649
15.174
1,5%
1,5%
1,7%
27.114
19.092
5.091
9.041
4.960
17.220
5.122
1.444
10.654
16.532
5.008
1.235
10.289
86,6%
4.913
374
275
306
84,1%
27.487
19.367
16.838
1,4%
1,4%
1,8%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.759
5.316
1.537
10.905
17.094
5.252
1.309
10.534
92,0%
4.914
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
17.413
1,6%
1,6%
1,8%
20122014
2013I II III IV
2014
23.316
17.078
4.137
8.577
4.363
15.756
4.439
1.344
9.972
15.071
4.322
1.115
9.634
88,3%
4.174
343
250
270
82,6%
23.660
17.328
15.341
1,5%
1,4%
1,8%
26.398
18.791
5.516
8.568
4.707
16.652
4.881
1.444
10.326
15.947
4.742
1.201
10.004
84,9%
4.665
355
257
294
85,6%
26.753
19.048
16.241
1,3%
1,4%
1,8%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.759
5.316
1.537
10.905
17.094
5.252
1.309
10.534
92,0%
4.914
415
309
319
79,40%
26.016
18.880
17.413
1,6%
1,6%
1,8%
IV. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV
Transaksi Tunai
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
Inflow
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS
Outflow
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan
0,8
1,1
35,6
9.294
26,8
11.053
0,58
21.112
1,1
0,3
12,5
7.055
13,8
9.221
0,43
16.782
0,5
1,2
14,9
7.948
19,9
12.276
0,45
16.843
0,7
1,2
21,8
8.263
20,7
13.341
0,51
17.192
0,5
1,7
16,0
9.265
24,8
16.141
0,61
17.639
1,4
0,4
13,3
5.687
22,7
9.704
0,53
17.275
0,6
1,0
22,7
6.142
21,9
9.333
0,57
18.431
0,8
1,4
17,8
8.209
20,7
12.630
0,64
19.000
0,4
1,9
26,2
9.478
25,5
15.327
0,67
19.113
1,4
0,3
14,2
7.809
17,2
10.696
0,54
16.971
0,7
0,8
13,1
7.868
20,6
10.475
0,62
18.456
0,8
1,3
29,8
8.776
24,1
10.707
0,61
18.119
BAB I
Ekonomi Makro Regional
xvi RINGKASAN UMUM
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
19.901
14.884
2.889
8.516
3.478
13.244
3.407
1.126
8.710
12.527
3.361
841
8.325
84,2%
3.229
251
186
175
78,6%
20.151
15.070
12.702
1,2%
1,2%
1,4%
22.434
16.402
2.917
9.933
3.552
15.624
4.447
1.412
9.765
14.918
4.340
1.150
9.427
91,0%
3.998
337
248
256
84,3%
22.771
16.649
15.174
1,5%
1,5%
1,7%
27.114
19.092
5.091
9.041
4.960
17.220
5.122
1.444
10.654
16.532
5.008
1.235
10.289
86,6%
4.913
374
275
306
84,1%
27.487
19.367
16.838
1,4%
1,4%
1,8%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.759
5.316
1.537
10.905
17.094
5.252
1.309
10.534
92,0%
4.914
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
17.413
1,6%
1,6%
1,8%
20122014
2013I II III IV
2014
23.316
17.078
4.137
8.577
4.363
15.756
4.439
1.344
9.972
15.071
4.322
1.115
9.634
88,3%
4.174
343
250
270
82,6%
23.660
17.328
15.341
1,5%
1,4%
1,8%
26.398
18.791
5.516
8.568
4.707
16.652
4.881
1.444
10.326
15.947
4.742
1.201
10.004
84,9%
4.665
355
257
294
85,6%
26.753
19.048
16.241
1,3%
1,4%
1,8%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.759
5.316
1.537
10.905
17.094
5.252
1.309
10.534
92,0%
4.914
415
309
319
79,40%
26.016
18.880
17.413
1,6%
1,6%
1,8%
IV. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV
Transaksi Tunai
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
Inflow
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS
Outflow
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan
0,8
1,1
35,6
9.294
26,8
11.053
0,58
21.112
1,1
0,3
12,5
7.055
13,8
9.221
0,43
16.782
0,5
1,2
14,9
7.948
19,9
12.276
0,45
16.843
0,7
1,2
21,8
8.263
20,7
13.341
0,51
17.192
0,5
1,7
16,0
9.265
24,8
16.141
0,61
17.639
1,4
0,4
13,3
5.687
22,7
9.704
0,53
17.275
0,6
1,0
22,7
6.142
21,9
9.333
0,57
18.431
0,8
1,4
17,8
8.209
20,7
12.630
0,64
19.000
0,4
1,9
26,2
9.478
25,5
15.327
0,67
19.113
1,4
0,3
14,2
7.809
17,2
10.696
0,54
16.971
0,7
0,8
13,1
7.868
20,6
10.475
0,62
18.456
0,8
1,3
29,8
8.776
24,1
10.707
0,61
18.119
BAB I
Ekonomi Makro Regional
xvi RINGKASAN UMUM
Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 tumbuh melambat namun
sedikit lebih tinggi dibandingkan nasional
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada tahun 2014 sebesar 5,04% (yoy) melambat dari tahun
sebelumnya yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih
tinggi apabila dibandingkan nasional sebesar 5,02% (yoy),
Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan
peningkatan Impor dari daerah lain. Sementara dari sisi sektoral, sektor Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Administrasi Pemerintahan, Jasa
Keuangan dan Asuransi serta Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami
perlambatan.
1.1 KONDISI UMUM
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat
dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada
tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy). Perlambatan pengeluaran konsumsi
(rumah tangga dan pemerintah) serta kinerja ekspor menyebabkan perlambatan pertumbuhan perekonomian nasional
pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi NTT sendiri selama ini cenderung selalu berada di bawah angka nasional.
Pada tahun 2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT yang diukur mencapai Rp 68,60 triliun
meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 61,32 triliun. Sementara apabila diukur berdasarkan harga konstan
tahun dasar 2010, PDRB NTT pada tahun 2014 mencapai Rp 54,10 triliun, lebih besar dibandingkan tahun 2013 yang
mencapai Rp 51,51 triliun.
Grafik 1.1 Struktur Perekonomian NTT
2010
8
6
4
2
02011 2012 2013 2014
Sumber : BPS NTT (tahun 2011s.d. 2014 menggunakan tahun dasar 2010)
2010 2011
6.01
4.63
6.22 6.17 6.03 5.58
4.84 4.29
5.25 5.67 5.46 5.42
5.04
5.02
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 tumbuh melambat namun
sedikit lebih tinggi dibandingkan nasional
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada tahun 2014 sebesar 5,04% (yoy) melambat dari tahun
sebelumnya yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih
tinggi apabila dibandingkan nasional sebesar 5,02% (yoy),
Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan
peningkatan Impor dari daerah lain. Sementara dari sisi sektoral, sektor Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Administrasi Pemerintahan, Jasa
Keuangan dan Asuransi serta Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami
perlambatan.
1.1 KONDISI UMUM
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2014 tumbuh positif namun melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja Perekonomian NTT pada tahun 2014 mencapai 5,04% (yoy) melambat
dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,42% (yoy). Namun, pencapaian kinerja perekonomian Provinsi NTT pada
tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya sebesar 5,02% (yoy). Perlambatan pengeluaran konsumsi
(rumah tangga dan pemerintah) serta kinerja ekspor menyebabkan perlambatan pertumbuhan perekonomian nasional
pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi NTT sendiri selama ini cenderung selalu berada di bawah angka nasional.
Pada tahun 2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT yang diukur mencapai Rp 68,60 triliun
meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 61,32 triliun. Sementara apabila diukur berdasarkan harga konstan
tahun dasar 2010, PDRB NTT pada tahun 2014 mencapai Rp 54,10 triliun, lebih besar dibandingkan tahun 2013 yang
mencapai Rp 51,51 triliun.
Grafik 1.1 Struktur Perekonomian NTT
2010
8
6
4
2
02011 2012 2013 2014
Sumber : BPS NTT (tahun 2011s.d. 2014 menggunakan tahun dasar 2010)
2010 2011
6.01
4.63
6.22 6.17 6.03 5.58
4.84 4.29
5.25 5.67 5.46 5.42
5.04
5.02
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
Perlambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh melambatnya
kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Perlambatan konsumsi sepanjang
tahun 2014 yaitu sebesar 5,59% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19% (yoy) terutama disebabkan
perlambatan konsumsi rumah tangga pada Triwulan I dan II seiring momen Pemilu walaupun di saat yang sama terjadi
peningkatan konsumsi pemerintah seiring pengeluaran untuk biaya pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka.
Sementara, peningkatan impor antardaerah yang sangat tinggi sebesar 36,41% (yoy) lebih disebabkan oleh
peningkatan investasi yang tinggi sebagai dampak sentimen positif investor terhadap pemerintah terpilih disertai
kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik.
Pengembangan produksi domestik menjadi hal yang penting untuk dapat ditingkatkan guna mengurangi kebutuhan
impor dari daerah lain dan peningkatan aktivitas ekonomi lokal.
Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%). Dari sisi kinerja,
perlambatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi memiliki andil cukup besar
terhadap perlambatan perekonomian secara umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
serta sektor Informasi dan Komunikasi mampu menahan perlambatan perekonomian dari sisi sektoral.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
KOMPONEN SISI PENGANGGURAN 2011 2013 2014
Konsumsi
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah (Impor)
PDRB
5,69
5,65
(0,44)
6,49
(5,10)
102,61
(6,20)
(15,85)
0,98
5,67
5,55
6,19
5,99
3,72
11,50
(58,56)
(19,72)
18,02
(4,81)
5,42
8,23
5,59
14,72
14,93
24,53
124,51
40,60
(36,23)
36,41
5,04
2012
5,51
4,81
20,55
5,92
18,81
53,58
4,40
39,86
19,40
5,46
Sumber : BPS, diolah
% yoy
Grafik 1.2 Struktur Perekonomian NTT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2010 2011 2012 2013 2014
Lain-lain
Real Estate
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
Administrasi Pemerintahan
Pertanian
Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada triwulan IV-2014 menunjukkan angka pertumbuhan
sebesar 0,19% (qtq) atau melambat dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 5,63% (qtq). Dari sisi penggunaan,
penurunan terjadi di hampir seluruh komponen, kecuali Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga
(LNPRT) dan ekspor antardaerah. Penurunan tertinggi berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami penurunan
sebesar -33,8% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar -
9,05% (qtq) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar -1,38% (qtq)
sementara Peningkatan terutama terjadi pada Pengadaan Listrik dan Gas 16,14% (qtq) serta Jasa Pendidikan sebesar
12,40% (qtq).
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 5,15% (yoy) dibandingkan
triwulan IV 2013. Investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Namun demikian, tingginya investasi juga diikuti oleh kenaikan impor antardaerah yang cukup tinggi
seiring dengan minimnya komoditas investasi yang mampu diproduksi sendiri oleh provinsi NTT. Berdasarkan sektoral,
sektor informasi dan komunikasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar
7,65% (yoy), diikuti oleh sektor jasa keuangan dan asuransi serta sektor transportasi dan pergudangan.
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014
Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah (Impor)
PDRB
18,22
3,46
7,19
93,07
-11,85
65,67
1,03
143,54
25,69
3,86
-8,45
5,54
4,00
-33,82
17,05
-12,80
6,53
102,63
-6,95
0,19
II - 2014
19,8
6,36
-12,77
59,45
28,74
18,78
29,23
-31,40
56,67
5,63
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral
KOMPONEN SISI SEKTORAL 2011 2013 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2,02%
5,43%
5,76%
14,72%
5,12%
8,98%
7,09%
6,69%
6,26%
7,05%
11,31%
6,36%
7,44%
8,48%
5,80%
6,32%
3,69%
5,67%
2,72%
5,03%
4,86%
7,59%
6,66%
5,24%
7,46%
5,55%
7,34%
6,11%
12,11%
5,47%
5,12%
7,33%
6,49%
5,99%
3,84%
5,42%
3,59%
5,40%
3,37%
13,09%
4,82%
5,20%
4,91%
6,55%
6,25%
7,65%
6,70%
1,43%
4,90%
5,93%
6,23%
3,67%
4,38%
5,04%
2012
2,98%
6,18%
6,00%
9,48%
4,87%
7,11%
6,51%
4,61%
5,94%
7,11%
10,84%
6,14%
5,83%
7,13%
5,78%
5,57%
2,30%
5,46%
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
% yoy
1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Perlambatan kinerja ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2014 terutama disebabkan oleh melambatnya
kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor dari daerah lain. Perlambatan konsumsi sepanjang
tahun 2014 yaitu sebesar 5,59% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,19% (yoy) terutama disebabkan
perlambatan konsumsi rumah tangga pada Triwulan I dan II seiring momen Pemilu walaupun di saat yang sama terjadi
peningkatan konsumsi pemerintah seiring pengeluaran untuk biaya pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka.
Sementara, peningkatan impor antardaerah yang sangat tinggi sebesar 36,41% (yoy) lebih disebabkan oleh
peningkatan investasi yang tinggi sebagai dampak sentimen positif investor terhadap pemerintah terpilih disertai
kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik.
Pengembangan produksi domestik menjadi hal yang penting untuk dapat ditingkatkan guna mengurangi kebutuhan
impor dari daerah lain dan peningkatan aktivitas ekonomi lokal.
Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%). Dari sisi kinerja,
perlambatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi memiliki andil cukup besar
terhadap perlambatan perekonomian secara umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
serta sektor Informasi dan Komunikasi mampu menahan perlambatan perekonomian dari sisi sektoral.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
KOMPONEN SISI PENGANGGURAN 2011 2013 2014
Konsumsi
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah (Impor)
PDRB
5,69
5,65
(0,44)
6,49
(5,10)
102,61
(6,20)
(15,85)
0,98
5,67
5,55
6,19
5,99
3,72
11,50
(58,56)
(19,72)
18,02
(4,81)
5,42
8,23
5,59
14,72
14,93
24,53
124,51
40,60
(36,23)
36,41
5,04
2012
5,51
4,81
20,55
5,92
18,81
53,58
4,40
39,86
19,40
5,46
Sumber : BPS, diolah
% yoy
Grafik 1.2 Struktur Perekonomian NTT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2010 2011 2012 2013 2014
Lain-lain
Real Estate
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
Administrasi Pemerintahan
Pertanian
Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada triwulan IV-2014 menunjukkan angka pertumbuhan
sebesar 0,19% (qtq) atau melambat dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 5,63% (qtq). Dari sisi penggunaan,
penurunan terjadi di hampir seluruh komponen, kecuali Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga
(LNPRT) dan ekspor antardaerah. Penurunan tertinggi berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami penurunan
sebesar -33,8% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar -
9,05% (qtq) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar -1,38% (qtq)
sementara Peningkatan terutama terjadi pada Pengadaan Listrik dan Gas 16,14% (qtq) serta Jasa Pendidikan sebesar
12,40% (qtq).
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 5,15% (yoy) dibandingkan
triwulan IV 2013. Investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Namun demikian, tingginya investasi juga diikuti oleh kenaikan impor antardaerah yang cukup tinggi
seiring dengan minimnya komoditas investasi yang mampu diproduksi sendiri oleh provinsi NTT. Berdasarkan sektoral,
sektor informasi dan komunikasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar
7,65% (yoy), diikuti oleh sektor jasa keuangan dan asuransi serta sektor transportasi dan pergudangan.
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014
Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah (Impor)
PDRB
18,22
3,46
7,19
93,07
-11,85
65,67
1,03
143,54
25,69
3,86
-8,45
5,54
4,00
-33,82
17,05
-12,80
6,53
102,63
-6,95
0,19
II - 2014
19,8
6,36
-12,77
59,45
28,74
18,78
29,23
-31,40
56,67
5,63
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral
KOMPONEN SISI SEKTORAL 2011 2013 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2,02%
5,43%
5,76%
14,72%
5,12%
8,98%
7,09%
6,69%
6,26%
7,05%
11,31%
6,36%
7,44%
8,48%
5,80%
6,32%
3,69%
5,67%
2,72%
5,03%
4,86%
7,59%
6,66%
5,24%
7,46%
5,55%
7,34%
6,11%
12,11%
5,47%
5,12%
7,33%
6,49%
5,99%
3,84%
5,42%
3,59%
5,40%
3,37%
13,09%
4,82%
5,20%
4,91%
6,55%
6,25%
7,65%
6,70%
1,43%
4,90%
5,93%
6,23%
3,67%
4,38%
5,04%
2012
2,98%
6,18%
6,00%
9,48%
4,87%
7,11%
6,51%
4,61%
5,94%
7,11%
10,84%
6,14%
5,83%
7,13%
5,78%
5,57%
2,30%
5,46%
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
% yoy
1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Sementara, subkomponen Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan yaitu dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013
menjadi 5,59% (yoy) pada tahun 2014. Sementara perlambatan konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari
pertumbuhan angka rata-rata indeks penjualan eceran pada tahun 2014 sebesar 2,42% (yoy) dibandingkan tahun
2013 yang mencapai 18,45% (yoy). Penurunan terlihat dari angka indeks bahan kerajinan dan konstruksi yang
cenderung menunjukkan trend penurunan pada rentang 2012-2014 sementara barang-barang kebutuhan primer
seperti pakaian dan perlengkapannya serta makanan dan tembakau mengalami peningkatan.
Secara triwulanan, pertumbuhan konsumsi secara umum menurun yang didorong oleh penurunan
komponen Konsumsi Pemerintah. Kenaikan harga BBM di akhir tahun, turut pula mendorong perlambatan
komponen Konsumsi Rumah Tangga. Konsumsi pemerintah yang menurun hingga -33,82% (qtq) pada triwulan
laporan mendorong penurunan pertumbuhan konsumsi secara umum. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga tumbuh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,36% (qtq) pada triwulan III 2014 menjadi 5,54% (qtq) pada
triwulan IV 2014. Penurunan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun sebagai dampak pembayaran gaji ke-13
yang telah dibayarkan pada triwulan sebelumnya serta melambatnya realisasi belanja pemerintah di akhir tahun
menjadi penyebab penurunan komponen konsumsi pemerintah, Hal ini juga terkait dengan implementasi pembatasan
kegiatan rapat instansi pemerintah di tempat penyediaan akomodasi (hotel).
Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjadi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik
yang terjadi pada akhir tahun 2014. Namun, peningkatan permintaan masyarakat pada momen Natal dan Tahun Baru
dapat menahan perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi tidak terlalu dalam. Perlambatan konsumsi dapat
terlihat dari pertumbuhan konsumsi listrik yang mengalami perlambatan yaitu dari 11,90% (yoy) pada triwulan -III 2014
menjadi 10,87% (yoy) pada triwulan-IV 2014. Dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) terjadi kenaikan pada
triwulan-IV 2014 yaitu mencapai 106,20 dibandingkan triwulan-III 2013 yang sebesar 103,74, hal ini menunjukkan
adanya kenaikan optimisme ekonomi pada triwulan-IV 2014, selain itu pendapatan rumah tangga juga menunjukkan
trend angka indeks yang meningkat. Namun, penurunan indeks rencana pembelian barang tahan lama menunjukkan
adanya penurunan rencana konsumsi masyarakat di akhir tahun.
Perekonomian NTT melambat terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja Konsumsi Rumah Tangga dan Net Ekspor
Antardaerah. Pada tahun 2014, kinerja konsumsi secara umum mengalami peningkatan sebesar 8,23% (yoy)
dibandingkan tahun 2013. Namun, komponen Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki bobot terbesar dalam
pertumbuhan perekonomian (77,69%) mengalami perlambatan dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,59%
(yoy) pada tahun 2014. Peningkatan net impor antardaerah yang mencapai 36,41% (yoy) juga menjadi pendorong
perlambatan perekonomian di Provinsi NTT.
1. KonsumsiSecara tahunan, Komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun
2013, namun sub komponen konsumsi rumah tangga menunjukkan perlambatan. Pada tahun 2014,
Pertumbuhan konsumsi yang terdiri dari Konsumsi Rumah Tangga, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah
Tangga (LNPRT) dan Konsumsi Pemerintah mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,23% (yoy) dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 5,55% (yoy). Pendorong meningkatnya konsumsi, terutama berasal dari tumbuhnya sub komponen
Konsumsi Pemerintah yang meningkat dari 3,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 14,93% (yoy) pada tahun 2014
karena adanya peningkatan belanja pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka. Peningkatan anggaran belanja
pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT yang mencapai 13% (yoy) dari Rp 15,3 trilyun pada 2013 menjadi Rp 117,4 triliun turut mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada tahun 2014.
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
4,84
15,30
2,95
6,96
3,12
4,42
4,13
4,15
5,44
4,04
2,58
4,10
1,90
0,27
2,99
6,63
1,60
3,86
-9,05
-1,64
5,06
16,14
-0,61
2,79
-1,38
6,19
3,71
2,30
6,03
1,46
0,43
5,14
12,40
7,72
1,38
0,19
II - 2014
4,57
5,37
6,64
-3,14
9,25
5,29
6,29
5,16
6,38
5,81
1,91
5,18
4,75
9,92
6,60
0,54
2,87
5,63
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah(Impor)
-40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%
5,59%
14,72%
14,93%
24,53%
124,51%
40,60%
-36,23%
36,41%
Sumber : BPS, diolah
1. Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran (omzet)
0
100
200
300
400
500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV2012 2013 2014
I II III IVI II III IV
Indeks Penjualan Riil
Perlengkapan Rumah Tangga Bahan KonstruksiBarang Kerajinan
Suku CadangMakanan dan Tembakau
Pakaian dan Perlengkapannya Bahan Bakar
Sumber : Survei Penjualan Eceran – BI Provinsi NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
Sementara, subkomponen Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan yaitu dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013
menjadi 5,59% (yoy) pada tahun 2014. Sementara perlambatan konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari
pertumbuhan angka rata-rata indeks penjualan eceran pada tahun 2014 sebesar 2,42% (yoy) dibandingkan tahun
2013 yang mencapai 18,45% (yoy). Penurunan terlihat dari angka indeks bahan kerajinan dan konstruksi yang
cenderung menunjukkan trend penurunan pada rentang 2012-2014 sementara barang-barang kebutuhan primer
seperti pakaian dan perlengkapannya serta makanan dan tembakau mengalami peningkatan.
Secara triwulanan, pertumbuhan konsumsi secara umum menurun yang didorong oleh penurunan
komponen Konsumsi Pemerintah. Kenaikan harga BBM di akhir tahun, turut pula mendorong perlambatan
komponen Konsumsi Rumah Tangga. Konsumsi pemerintah yang menurun hingga -33,82% (qtq) pada triwulan
laporan mendorong penurunan pertumbuhan konsumsi secara umum. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga tumbuh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,36% (qtq) pada triwulan III 2014 menjadi 5,54% (qtq) pada
triwulan IV 2014. Penurunan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun sebagai dampak pembayaran gaji ke-13
yang telah dibayarkan pada triwulan sebelumnya serta melambatnya realisasi belanja pemerintah di akhir tahun
menjadi penyebab penurunan komponen konsumsi pemerintah, Hal ini juga terkait dengan implementasi pembatasan
kegiatan rapat instansi pemerintah di tempat penyediaan akomodasi (hotel).
Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjadi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik
yang terjadi pada akhir tahun 2014. Namun, peningkatan permintaan masyarakat pada momen Natal dan Tahun Baru
dapat menahan perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi tidak terlalu dalam. Perlambatan konsumsi dapat
terlihat dari pertumbuhan konsumsi listrik yang mengalami perlambatan yaitu dari 11,90% (yoy) pada triwulan -III 2014
menjadi 10,87% (yoy) pada triwulan-IV 2014. Dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) terjadi kenaikan pada
triwulan-IV 2014 yaitu mencapai 106,20 dibandingkan triwulan-III 2013 yang sebesar 103,74, hal ini menunjukkan
adanya kenaikan optimisme ekonomi pada triwulan-IV 2014, selain itu pendapatan rumah tangga juga menunjukkan
trend angka indeks yang meningkat. Namun, penurunan indeks rencana pembelian barang tahan lama menunjukkan
adanya penurunan rencana konsumsi masyarakat di akhir tahun.
Perekonomian NTT melambat terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja Konsumsi Rumah Tangga dan Net Ekspor
Antardaerah. Pada tahun 2014, kinerja konsumsi secara umum mengalami peningkatan sebesar 8,23% (yoy)
dibandingkan tahun 2013. Namun, komponen Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki bobot terbesar dalam
pertumbuhan perekonomian (77,69%) mengalami perlambatan dari 6,19% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,59%
(yoy) pada tahun 2014. Peningkatan net impor antardaerah yang mencapai 36,41% (yoy) juga menjadi pendorong
perlambatan perekonomian di Provinsi NTT.
1. KonsumsiSecara tahunan, Komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun
2013, namun sub komponen konsumsi rumah tangga menunjukkan perlambatan. Pada tahun 2014,
Pertumbuhan konsumsi yang terdiri dari Konsumsi Rumah Tangga, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah
Tangga (LNPRT) dan Konsumsi Pemerintah mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,23% (yoy) dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 5,55% (yoy). Pendorong meningkatnya konsumsi, terutama berasal dari tumbuhnya sub komponen
Konsumsi Pemerintah yang meningkat dari 3,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 14,93% (yoy) pada tahun 2014
karena adanya peningkatan belanja pemilu dan pemekaran Kabupaten Malaka. Peningkatan anggaran belanja
pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT yang mencapai 13% (yoy) dari Rp 15,3 trilyun pada 2013 menjadi Rp 117,4 triliun turut mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada tahun 2014.
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
KOMPONEN PENGANGGURAN I - 2014 III - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
4,84
15,30
2,95
6,96
3,12
4,42
4,13
4,15
5,44
4,04
2,58
4,10
1,90
0,27
2,99
6,63
1,60
3,86
-9,05
-1,64
5,06
16,14
-0,61
2,79
-1,38
6,19
3,71
2,30
6,03
1,46
0,43
5,14
12,40
7,72
1,38
0,19
II - 2014
4,57
5,37
6,64
-3,14
9,25
5,29
6,29
5,16
6,38
5,81
1,91
5,18
4,75
9,92
6,60
0,54
2,87
5,63
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (yoy)
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah(Impor)
-40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%
5,59%
14,72%
14,93%
24,53%
124,51%
40,60%
-36,23%
36,41%
Sumber : BPS, diolah
1. Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
Grafik 1.4 Indeks Penjualan Eceran (omzet)
0
100
200
300
400
500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV2012 2013 2014
I II III IVI II III IV
Indeks Penjualan Riil
Perlengkapan Rumah Tangga Bahan KonstruksiBarang Kerajinan
Suku CadangMakanan dan Tembakau
Pakaian dan Perlengkapannya Bahan Bakar
Sumber : Survei Penjualan Eceran – BI Provinsi NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
2. InvestasiKinerja investasi pada periode tahun 2014 mengalami peningkatan cukup signifikan. Secara tahunan,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan secara signifikan yakni dari 11,50% (yoy) pada tahun
2013 menjadi 24,53% (yoy). Peningkatan investasi juga dapat terlihat dari pertumbuhan konsumsi semen yang terus
meningkat. Secara tahunan, konsumsi semen di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 862 ribu ton atau meningkat
20,4% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya angka penjualan semen mengindikasikan makin
meningkatnya pembangunan investasi fisik di Provinsi NTT.
Realisasi Proyek Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) turut mendorong
peningkatan angka realisasi investasi di Provinsi NTT. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
Daerah (BKPMD) Provinsi NTT, pada tahun 2014 terdapat 9 (sembilan) Proyek MP3EI dengan total realisasi investasi
sebesar Rp 1,44 triliun. Proyek-proyek tersebut diantaranya: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Waingapu 2x4 MW
dan PLTU Larantuka 2x4 MW, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabupaten Kupang 100/s, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)
Atadei 5 MW, Peningkatan Jalan Bolok-Tenau-Kupang-Oesao-Oesapa (159,35 km), Peningkatan Jalan dari Bangau-
Dompu-Ramba-Labuan Bajo (159,35 km), Peningkatan Jalan Nasional untuk Akses ke Bandara Mbai, Bajawa-Ende
sepanjang 106 km dan Pengembangan Transmisi kelistrikan di Kupang. Indikasi peningkatan investasi juga
terkonfirmasi dari realisasi investasi bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) sampai dengan triwulan IV 2014 yang
mencapai Rp 99,67 miliar dan US$ 19,50 juta. Sedangkan realisasi investasi dalam bentuk Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di triwulan laporan tercatat sebesar Rp 510 miliar dan US$ 46 juta. Investasi di Provinsi NTT sendiri lebih
banyak pada sektor tersier, yaitu perdagangan barang dan perhotelan.
Perlambatan konsumsi pada triwulan IV 2014 juga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Dari hasil survei, diketahui adanya penurunan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian yang menunjukkan
bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsinya di akhir tahun. Selain itu angka Indeks Penghasilan Saat Ini juga
mengalami penurunan, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasakan berkurangnya daya beli akibat kenaikan
inflasi, sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Dari angka indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terlihat adanya
kecenderungan penurunan, begitu pula pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen
(IEK). Penurunan ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini dan faktor ekspektasinya
mengalami penurunan. Perlambatan ekpektasi dan persepsi masyarakat dimungkinkan akibat adanya kekhawatiran
masyarakat akan ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan di tahun 2015 mengingat pengaruh kenaikan
harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) yang dapat mempengaruhi kinerja sektor usaha. Namun, angka indeks
yang masih diatas 100 mencerminkan masyarakat masih cenderung optimis terhadap kondisi ekonomi. Perlambatan
konsumsi juga terlihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang mengalami trend penurunan pada tahun 2014.
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
85I II III IV I II III IV I II III IV
90
95
100
105
110
115
Indeks
2012 2013 2014
ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
ribu kwh
Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (yoy)
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : PLN (diolah)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Ketepatan Waktu Pembelian Indeks Ketersediaan Kerja
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Eksp. Penghasilan 6 bln yadIndeks Kondisi Ekonomi 6 bln yad Indeks Ketersediaan Kerja 6 bln yad
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi
Miliar Rp
I I I I I I IV
2012
I II I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT Sumber : Bank Indonesia
Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto Grafik 1.12 Konsumsi Semen
14,0213,31
15,81
17,63
21,95
-5,10%
18,81%
11,50%
24,53%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
5
10
15
20
25
2010 2011 2012 2013 2.014
PMTB (Harga Konstan) Growth (yoy)
Triliun Rp
-11,4%
1,6%
-5,0%
24,8%
19,0% 18,4%
39,2%
-4,8%
3,8%
20,4%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Semen Kons. Semen (yoy)RibuTon
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)
2Tabel 1 .5 Penanaman Modal di NTT
609.692.169.525
65.567.084
1.440.000.000.000
Wilayah
RP
US$
RP
PMA PMDN Total
99.667.283.293
19.503.218
Proyek Pemerintah (MP3EI)
510.024.886.232
46.063.866
JUMLAH PROYEK
22
15
9
Sumber : BKPMD Provinsi NTT
2. Data Sementara dari BKPMD Provinsi NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
2. InvestasiKinerja investasi pada periode tahun 2014 mengalami peningkatan cukup signifikan. Secara tahunan,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan secara signifikan yakni dari 11,50% (yoy) pada tahun
2013 menjadi 24,53% (yoy). Peningkatan investasi juga dapat terlihat dari pertumbuhan konsumsi semen yang terus
meningkat. Secara tahunan, konsumsi semen di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 862 ribu ton atau meningkat
20,4% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya angka penjualan semen mengindikasikan makin
meningkatnya pembangunan investasi fisik di Provinsi NTT.
Realisasi Proyek Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) turut mendorong
peningkatan angka realisasi investasi di Provinsi NTT. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
Daerah (BKPMD) Provinsi NTT, pada tahun 2014 terdapat 9 (sembilan) Proyek MP3EI dengan total realisasi investasi
sebesar Rp 1,44 triliun. Proyek-proyek tersebut diantaranya: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Waingapu 2x4 MW
dan PLTU Larantuka 2x4 MW, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabupaten Kupang 100/s, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)
Atadei 5 MW, Peningkatan Jalan Bolok-Tenau-Kupang-Oesao-Oesapa (159,35 km), Peningkatan Jalan dari Bangau-
Dompu-Ramba-Labuan Bajo (159,35 km), Peningkatan Jalan Nasional untuk Akses ke Bandara Mbai, Bajawa-Ende
sepanjang 106 km dan Pengembangan Transmisi kelistrikan di Kupang. Indikasi peningkatan investasi juga
terkonfirmasi dari realisasi investasi bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) sampai dengan triwulan IV 2014 yang
mencapai Rp 99,67 miliar dan US$ 19,50 juta. Sedangkan realisasi investasi dalam bentuk Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di triwulan laporan tercatat sebesar Rp 510 miliar dan US$ 46 juta. Investasi di Provinsi NTT sendiri lebih
banyak pada sektor tersier, yaitu perdagangan barang dan perhotelan.
Perlambatan konsumsi pada triwulan IV 2014 juga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Dari hasil survei, diketahui adanya penurunan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian yang menunjukkan
bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsinya di akhir tahun. Selain itu angka Indeks Penghasilan Saat Ini juga
mengalami penurunan, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasakan berkurangnya daya beli akibat kenaikan
inflasi, sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Dari angka indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terlihat adanya
kecenderungan penurunan, begitu pula pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen
(IEK). Penurunan ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini dan faktor ekspektasinya
mengalami penurunan. Perlambatan ekpektasi dan persepsi masyarakat dimungkinkan akibat adanya kekhawatiran
masyarakat akan ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan di tahun 2015 mengingat pengaruh kenaikan
harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) yang dapat mempengaruhi kinerja sektor usaha. Namun, angka indeks
yang masih diatas 100 mencerminkan masyarakat masih cenderung optimis terhadap kondisi ekonomi. Perlambatan
konsumsi juga terlihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang mengalami trend penurunan pada tahun 2014.
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
85I II III IV I II III IV I II III IV
90
95
100
105
110
115
Indeks
2012 2013 2014
ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
ribu kwh
Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (yoy)
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : PLN (diolah)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Ketepatan Waktu Pembelian Indeks Ketersediaan Kerja
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
Grafik 1.7 Indeks Ekonomi Saat Ini Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.9 Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Perbankan Provinsi NTT
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Eksp. Penghasilan 6 bln yadIndeks Kondisi Ekonomi 6 bln yad Indeks Ketersediaan Kerja 6 bln yad
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi
Miliar Rp
I I I I I I IV
2012
I II I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT Sumber : Bank Indonesia
Grafik 1.11 Pembentukan Modal Tetap Bruto Grafik 1.12 Konsumsi Semen
14,0213,31
15,81
17,63
21,95
-5,10%
18,81%
11,50%
24,53%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
5
10
15
20
25
2010 2011 2012 2013 2.014
PMTB (Harga Konstan) Growth (yoy)
Triliun Rp
-11,4%
1,6%
-5,0%
24,8%
19,0% 18,4%
39,2%
-4,8%
3,8%
20,4%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Semen Kons. Semen (yoy)RibuTon
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)
2Tabel 1 .5 Penanaman Modal di NTT
609.692.169.525
65.567.084
1.440.000.000.000
Wilayah
RP
US$
RP
PMA PMDN Total
99.667.283.293
19.503.218
Proyek Pemerintah (MP3EI)
510.024.886.232
46.063.866
JUMLAH PROYEK
22
15
9
Sumber : BKPMD Provinsi NTT
2. Data Sementara dari BKPMD Provinsi NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
1. 3. EKSPOR – IMPOR
3.1 Ekspor-Impor Antardaerah Secara tahunan, Kondisi perdagangan antardaerah dari dan ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan
angka negatif. Barang-barang impor yang masuk ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 Provinsi NTT mencatat angka pertumbuhan impor antardaerah
sebesar -4,81% (yoy) namun pada tahun 2014 pertumbuhan impor mencapai 36,41% (yoy). Peningkatan volume
aktivitas barang sendiri tercermin dari peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau. Pada tahun 2014,
jumlah aktivitas kontainer mencapai 78.845 boks meningkat sebesar 13,98% (yoy) dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 69.177 boks. Peningkatan impor dapat terjadi karena adanya peningkatan pengiriman barang modal ke
Provinsi NTT sebagai dampak peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi pada tahun 2014 yang mencapai
24,53% (yoy), selain itu peningkatan konsumsi juga mendorong peningkatan impor, baik dari komoditas pangan
(seperti beras, gula pasir dan terigu) hingga kebutuhan lainnya seperti elektronik dan kendaraan bermotor.
Secara triwulanan, Net Ekspor (Impor) Antar Daerah pada triwulan IV-2014 mengalami penurunan.
Pertumbuhan net impor Provinsi NTT pada triwulan IV 2014 mencapai -6,95% (qtq). Penurunan tersebut terkonfirmasi
dari turunnya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau pada triwulan IV 2014 yang sebelumnya mencapai 38.158 ton
(triwulan III) menjadi 32.783 ton (triwulan IV). Total net loading juga mengalami penurunan dari -33.756 ton menjadi
-21.289 ton. Penurunan ini sejalan dengan penurunan konsumsi yang mencapai -8,45% (qtq) dan perlambatan pada
Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi.
3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor luar negeri provinsi NTT menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun
2014. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan signifikan dari Rp 797 3
miliar pada tahun 2013 menjadi Rp 1,12 triliun pada tahun 2014 . Pertumbuhan ekspor sendiri mencatat angka positif
dari -19,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar 40,60% (yoy) tahun 2014. Di sisi lain, angka impor menunjukkan
penurunan dari Rp 812 miliar (2013) menjadi Rp 518 miliar (2014). Angka pertumbuhan impor juga menunjukkan
penurunan dari 18,02% (yoy) tahun 2013 menjadi -36,23% (yoy) tahun 2014. Dengan peningkatan ekspor ini maka
Provinsi NTT mencatat net ekspor pada tahun 2014 sebesar Rp 603 miliar atau jauh meningkat dari tahun sebelumnya
yang mencatat defisit net ekspor sebesar Rp 14,99 miliar. Ekspor utama Provinsi NTT ke luar negeri, terutama adalah
bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, produk-produk perikanan seperti ikan tuna dan ikan cakalang, serta
bahan baku bangunan (kapur). Negara tujuan utama ekspor NTT adalah Timor Leste, Jepang, dan kawasan Australia
serta Oseania.
Secara triwulanan, kinerja ekspor mengalami perlambatan, sementara kinerja impor mengalami
peningkatan. Pada Triwulan IV-2014, kinerja ekspor tumbuh sebesar 6,53% (qtq) atau melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 29,23% (qtq). Kinerja ekspor tersebut berbanding terbalik dengan kinerja impor
yang mengalami peningkatan pesat yaitu sebesar 102,63% (qtq) dibandingkan triwulan III 2014 sebesar -31,40%
menyebabkan angka net ekspor mengalami penurunan -40,32% (qtq). Peningkatan aktivitas impor luar negeri tersebut
dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan bahan makanan masyarakat dalam rangka perayaan natal dan
tahun baru.
3. Harga Konstan Tahun Dasar 2010 (sumber: BPS)
-6,20%
4,40%
-19,72%
40,60%
-15,85%
39,86%
18,02%
-36,23%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
2010 2011 2012 2013 2014
Ekspor (LN) Impor (LN) Net Ekspor Ekspor ImporMilyar Rp yoy
Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT
EUROPE AUSTRALIA ASIA AMERICA AFRICA
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber : BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
1,03%
29,23%
6,53%
143,54%
-31,40%
102,63%
-48,04%
127,06%
-40,32%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
Q1 Q2 Q3 Q4
2014Ekspor LN Impor LN Net Ekspor Ekspor LN Impor LN Net Ekspor
qtq
Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor – Impor NTT (qtq)
Sumber : BPS (diolah)
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
Grafik 1.13 Impor Antardaerah Grafik 1.14 Aktivitas Peti Kemas
-19.801,96 -19.995,69
-23.874,53-22.726,56
-31.000,970,98%
19,40%
-4,81%
36,41%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
-35.000
-30.000
-25.000
-20.000
-15.000
-10.000
-5.000
02010 2011 2012 2013 2014
Impor Antardaerah (Harga Konstan) Impor Antardaerah (yoy)
Miliar Rp
24.665
37.137
46.5 53
54.69957.175 57.838
69.177
78.845
50,57%
25,35%
17,50%
4,53%1,16%
19,60%
13,98%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Peti kemas Peti Kemas (yoy)Boks yoy
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
-23347
-48850
-56029
-47091
-42554
-39888
-37825
-49700
-32094
-61318
-33756
-21289
-70000
-60000
-50000
-40000
-30000
-20000
-10000
00
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Ton Unloading Loading Net Loading
Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory
25,69
56,67
-6,95
18,2219,8
-8,45
-11,85
28,74
17,05
65,67
18,78
-12,80-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
Q1 Q2 Q3
2014
% (qtq)
Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.14 Pergerakan Net Impor
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
1. 3. EKSPOR – IMPOR
3.1 Ekspor-Impor Antardaerah Secara tahunan, Kondisi perdagangan antardaerah dari dan ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan
angka negatif. Barang-barang impor yang masuk ke Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 Provinsi NTT mencatat angka pertumbuhan impor antardaerah
sebesar -4,81% (yoy) namun pada tahun 2014 pertumbuhan impor mencapai 36,41% (yoy). Peningkatan volume
aktivitas barang sendiri tercermin dari peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau. Pada tahun 2014,
jumlah aktivitas kontainer mencapai 78.845 boks meningkat sebesar 13,98% (yoy) dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 69.177 boks. Peningkatan impor dapat terjadi karena adanya peningkatan pengiriman barang modal ke
Provinsi NTT sebagai dampak peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi pada tahun 2014 yang mencapai
24,53% (yoy), selain itu peningkatan konsumsi juga mendorong peningkatan impor, baik dari komoditas pangan
(seperti beras, gula pasir dan terigu) hingga kebutuhan lainnya seperti elektronik dan kendaraan bermotor.
Secara triwulanan, Net Ekspor (Impor) Antar Daerah pada triwulan IV-2014 mengalami penurunan.
Pertumbuhan net impor Provinsi NTT pada triwulan IV 2014 mencapai -6,95% (qtq). Penurunan tersebut terkonfirmasi
dari turunnya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau pada triwulan IV 2014 yang sebelumnya mencapai 38.158 ton
(triwulan III) menjadi 32.783 ton (triwulan IV). Total net loading juga mengalami penurunan dari -33.756 ton menjadi
-21.289 ton. Penurunan ini sejalan dengan penurunan konsumsi yang mencapai -8,45% (qtq) dan perlambatan pada
Pembentukan Modal Tetap Bruto/ Investasi.
3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor luar negeri provinsi NTT menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun
2014. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan signifikan dari Rp 797 3
miliar pada tahun 2013 menjadi Rp 1,12 triliun pada tahun 2014 . Pertumbuhan ekspor sendiri mencatat angka positif
dari -19,72% (yoy) pada tahun 2013 menjadi sebesar 40,60% (yoy) tahun 2014. Di sisi lain, angka impor menunjukkan
penurunan dari Rp 812 miliar (2013) menjadi Rp 518 miliar (2014). Angka pertumbuhan impor juga menunjukkan
penurunan dari 18,02% (yoy) tahun 2013 menjadi -36,23% (yoy) tahun 2014. Dengan peningkatan ekspor ini maka
Provinsi NTT mencatat net ekspor pada tahun 2014 sebesar Rp 603 miliar atau jauh meningkat dari tahun sebelumnya
yang mencatat defisit net ekspor sebesar Rp 14,99 miliar. Ekspor utama Provinsi NTT ke luar negeri, terutama adalah
bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, produk-produk perikanan seperti ikan tuna dan ikan cakalang, serta
bahan baku bangunan (kapur). Negara tujuan utama ekspor NTT adalah Timor Leste, Jepang, dan kawasan Australia
serta Oseania.
Secara triwulanan, kinerja ekspor mengalami perlambatan, sementara kinerja impor mengalami
peningkatan. Pada Triwulan IV-2014, kinerja ekspor tumbuh sebesar 6,53% (qtq) atau melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 29,23% (qtq). Kinerja ekspor tersebut berbanding terbalik dengan kinerja impor
yang mengalami peningkatan pesat yaitu sebesar 102,63% (qtq) dibandingkan triwulan III 2014 sebesar -31,40%
menyebabkan angka net ekspor mengalami penurunan -40,32% (qtq). Peningkatan aktivitas impor luar negeri tersebut
dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan bahan makanan masyarakat dalam rangka perayaan natal dan
tahun baru.
3. Harga Konstan Tahun Dasar 2010 (sumber: BPS)
-6,20%
4,40%
-19,72%
40,60%
-15,85%
39,86%
18,02%
-36,23%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
2010 2011 2012 2013 2014
Ekspor (LN) Impor (LN) Net Ekspor Ekspor ImporMilyar Rp yoy
Grafik 1.17 Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT
EUROPE AUSTRALIA ASIA AMERICA AFRICA
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber : BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
1,03%
29,23%
6,53%
143,54%
-31,40%
102,63%
-48,04%
127,06%
-40,32%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
Q1 Q2 Q3 Q4
2014Ekspor LN Impor LN Net Ekspor Ekspor LN Impor LN Net Ekspor
qtq
Grafik 1.19 Pertumbuhan Ekspor – Impor NTT (qtq)
Sumber : BPS (diolah)
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
Grafik 1.13 Impor Antardaerah Grafik 1.14 Aktivitas Peti Kemas
-19.801,96 -19.995,69
-23.874,53-22.726,56
-31.000,970,98%
19,40%
-4,81%
36,41%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
-35.000
-30.000
-25.000
-20.000
-15.000
-10.000
-5.000
02010 2011 2012 2013 2014
Impor Antardaerah (Harga Konstan) Impor Antardaerah (yoy)
Miliar Rp
24.665
37.137
46.5 53
54.69957.175 57.838
69.177
78.845
50,57%
25,35%
17,50%
4,53%1,16%
19,60%
13,98%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Peti kemas Peti Kemas (yoy)Boks yoy
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
-23347
-48850
-56029
-47091
-42554
-39888
-37825
-49700
-32094
-61318
-33756
-21289
-70000
-60000
-50000
-40000
-30000
-20000
-10000
00
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Ton Unloading Loading Net Loading
Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory
25,69
56,67
-6,95
18,2219,8
-8,45
-11,85
28,74
17,05
65,67
18,78
-12,80-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
Q1 Q2 Q3
2014
% (qtq)
Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.14 Pergerakan Net Impor
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami
perlambatan, sementara sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan
pertumbuhan. Struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%).
1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami percepatan pertumbuhan pada
tahun 2014. Pada tahun 2014, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 3,59%
(yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,72%. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh 4peningkatan produksi padi di Provinsi NTT. Pada tahun 2014, produksi padi mencapai 825.513 ton atau meningkat
sebesar 13,14% (yoy) dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang sebesar 729.660 ton.
Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perlambatan. Pada
triwulan IV-2014 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan yaitu sebesar -9,05% (qtq)
dibandingkan triwulan III-2014 yang mencapai 4,57%. Perlambatan terutama terjadi karena saat ini baru dimulai masa
tanam untuk tanaman bahan makanan, selain itu terjadi pula kelangkaan pupuk secara nasional yang menyebabkan
proses produksi pertanian terganggu. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada subsektor peternakan yang
disebabkan oleh penurunan penjualan sapi antarpulau akibat masih terbatasnya jumlah kapal pengangkut ternak. Hal
ini terkonfirmasi dari penurunan pengiriman ternak melalui angkutan laut pada triwulan IV yang mencapai -21,79%
(qtq), selain itu belum adanya tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengembangan Sapi antara Provinsi NTT dan DKI
Jakarta yang ditandatangani di akhir tahun menyebabkan kurangnya akselerasi pertumbuhan subsektor peternakan.
Perlambatan perkembangan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari melambatnya kredit sektor pertanian, perkebunan
dan kehutanan menjadi 86,1% (yoy) dibandingkan triwulan III yang mencapai 103,3% (yoy).
2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh lebih
rendah pada periode laporan yaitu dari 7,33% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,93% (yoy) tahun 2014. Penurunan
realisasi pada belanja bantuan sosial Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang hingga Desember 2014 yang 5 hanya mencapai 63,7% dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perlambatan pada tahun 2014.
Secara triwulanan, kinerja sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
mengalami perlambatan pada Triwulan IV 2014 yaitu dari 9,92% (qtq) pada triwulan III menjadi 5,14% (qtq) pada
triwulan IV. Perlambatan tersebut seiring dengan penurunan realisasi belanja pemerintah yang tercermin dari
penurunan konsumsi pemerintah pada triwulan IV.
3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, perlambatan terjadi sebagai dampak perlambatan konsumsi rumah tangga di tahun 2014.
Perlambatan tercermin dengan perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 40,4%
(yoy) pada tahun 2013 menjadi 28,1% (yoy) tahun 2014. Perlambatan juga tercermin pertumbuhan kredit dari hasil
Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perlambatan omset pedagang pada tahun
2014 dari 27,3% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 9,1% (yoy) pada tahun 2014.
1.4 . PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi
511,91 505,63 577,90 607,36 555,49 591,37 698,57 729,66 825,51
-1,23%
14,29%
5,10%
-8,54%
6,46%
18,13%
4,45%
13,14%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Produksi Padi Produksi (yoy)Ribu Ton
Sumber : BPS (diolah)
4. Angka Ramalan II-2014 (Sumber: BPS
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran
Pertanian Pengolahan Konstruksi Perdagangan
Miliar Rp
2013 2014
Grafik 1.21 Pengiriman Ternak Grafik 1.22 Perkembangan Kredit
0,8 590747330,971367801
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
2500
5000
7500
10000
12500
15000
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV2012 2013 2014
EkorLoading Ternak qtq (axis kanan)
-0,373047747
0,0 52322614
-0,0 58695125
-0,212574079 -0,202672421
-0,371708129
-0,3 80218688
0,1 22961775
0,0 14758391
-0,217921 651
Sumber: Pelindo III (diolah) Sumber: Bank Indonesia
5. Data sementara
Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy) Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)
Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)
2011 2012 2013 2014
12%
8%
4%
0%
8.5%
7.1% 7.3%
5.9%
Q2
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0% 0.3%
9.9%
5.1%
Q3 Q4
QTQ
Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang
Tahun
2012
2013
2014
Omset (Miliar) ∆ Omset Volume (Juta) ∆ Volume
116,74
148,65
162,16
27,3%
9,1%
1,54
1,65
1,46
7,1%
-11,5%
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) - BI
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Dari sisi sektoral, dua sektor utama yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor mengalami
perlambatan, sementara sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan
pertumbuhan. Struktur perekonomian di Provinsi NTT pada tahun 2014 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan (29,80%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12,23%) dan
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (10,62%).
1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami percepatan pertumbuhan pada
tahun 2014. Pada tahun 2014, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 3,59%
(yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,72%. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh 4peningkatan produksi padi di Provinsi NTT. Pada tahun 2014, produksi padi mencapai 825.513 ton atau meningkat
sebesar 13,14% (yoy) dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang sebesar 729.660 ton.
Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perlambatan. Pada
triwulan IV-2014 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan yaitu sebesar -9,05% (qtq)
dibandingkan triwulan III-2014 yang mencapai 4,57%. Perlambatan terutama terjadi karena saat ini baru dimulai masa
tanam untuk tanaman bahan makanan, selain itu terjadi pula kelangkaan pupuk secara nasional yang menyebabkan
proses produksi pertanian terganggu. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada subsektor peternakan yang
disebabkan oleh penurunan penjualan sapi antarpulau akibat masih terbatasnya jumlah kapal pengangkut ternak. Hal
ini terkonfirmasi dari penurunan pengiriman ternak melalui angkutan laut pada triwulan IV yang mencapai -21,79%
(qtq), selain itu belum adanya tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengembangan Sapi antara Provinsi NTT dan DKI
Jakarta yang ditandatangani di akhir tahun menyebabkan kurangnya akselerasi pertumbuhan subsektor peternakan.
Perlambatan perkembangan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari melambatnya kredit sektor pertanian, perkebunan
dan kehutanan menjadi 86,1% (yoy) dibandingkan triwulan III yang mencapai 103,3% (yoy).
2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh lebih
rendah pada periode laporan yaitu dari 7,33% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,93% (yoy) tahun 2014. Penurunan
realisasi pada belanja bantuan sosial Provinsi dan Kabupaten/kota di Provinsi NTT yang hingga Desember 2014 yang 5 hanya mencapai 63,7% dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perlambatan pada tahun 2014.
Secara triwulanan, kinerja sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
mengalami perlambatan pada Triwulan IV 2014 yaitu dari 9,92% (qtq) pada triwulan III menjadi 5,14% (qtq) pada
triwulan IV. Perlambatan tersebut seiring dengan penurunan realisasi belanja pemerintah yang tercermin dari
penurunan konsumsi pemerintah pada triwulan IV.
3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, perlambatan terjadi sebagai dampak perlambatan konsumsi rumah tangga di tahun 2014.
Perlambatan tercermin dengan perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 40,4%
(yoy) pada tahun 2013 menjadi 28,1% (yoy) tahun 2014. Perlambatan juga tercermin pertumbuhan kredit dari hasil
Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perlambatan omset pedagang pada tahun
2014 dari 27,3% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 9,1% (yoy) pada tahun 2014.
1.4 . PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Grafik 1.20 Pertumbuhan Produksi Padi
511,91 505,63 577,90 607,36 555,49 591,37 698,57 729,66 825,51
-1,23%
14,29%
5,10%
-8,54%
6,46%
18,13%
4,45%
13,14%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Produksi Padi Produksi (yoy)Ribu Ton
Sumber : BPS (diolah)
4. Angka Ramalan II-2014 (Sumber: BPS
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran
Pertanian Pengolahan Konstruksi Perdagangan
Miliar Rp
2013 2014
Grafik 1.21 Pengiriman Ternak Grafik 1.22 Perkembangan Kredit
0,8 590747330,971367801
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
2500
5000
7500
10000
12500
15000
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV2012 2013 2014
EkorLoading Ternak qtq (axis kanan)
-0,373047747
0,0 52322614
-0,0 58695125
-0,212574079 -0,202672421
-0,371708129
-0,3 80218688
0,1 22961775
0,0 14758391
-0,217921 651
Sumber: Pelindo III (diolah) Sumber: Bank Indonesia
5. Data sementara
Grafik 1.23 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (yoy) Grafik 1.24 Pertumbuhan Administrasi Pemerintah (qtq)
Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)
2011 2012 2013 2014
12%
8%
4%
0%
8.5%
7.1% 7.3%
5.9%
Q2
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0% 0.3%
9.9%
5.1%
Q3 Q4
QTQ
Tabel 1.6 Pertumbuhan Omset Pedagang
Tahun
2012
2013
2014
Omset (Miliar) ∆ Omset Volume (Juta) ∆ Volume
116,74
148,65
162,16
27,3%
9,1%
1,54
1,65
1,46
7,1%
-11,5%
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) - BI
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Sektor industri lainnya, seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Konstruksi, sektor Real Estate, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
serta sektor terkait Jasa-Jasa mengalami perlambatan pada tahun 2014. Adanya pelarangan ekspor bahan mentah
pada tahun 2014 dan kekurangan kebutuhan listrik menyebabkan perlambatan ekspor mangan dari NTT yang
berdampak pada melambatnya sektor pertambangan dan penggalian.
Di sisi lain, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Transportasi dan Pergudangan serta sektor Informasi dan
Komunikasi mengalami peningkatan pada tahun 2014. Adanya beberapa proyek terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) dan jaringan transmisi diperkirakan menjadi penyebab peningkatan sektor Pengadaan Listrik dan Gas.
Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan yakni dari sebesar
6,29% (qtq) pada triwulan III menjadi -1,38% (qtq). Kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik di akhir tahun
menjadi penyebab perlambatan sektor tersebut di akhir tahun.
Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan di tahun
2014. Laju pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makan minum mengalami perlambatan dari 7,34%(yoy) pada
tahun 2013 menjadi 6,25% (yoy). Dari data BPS, terlihat bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan jumlah tamu hotel,
yaitu dari 52,08% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 11,4% (yoy) tahun 2014. Peningkatan pesat yang terjadi pada tahun
2013, salah satunya adalah akibat penyelenggaraan Sail Komodo 2013. Untuk tahun 2014, jumlah tamu hotel pada
tahun 2014 mencapai 140.207 orang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 125.828 orang.
Secara triwulan, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014 pertumbuhan
sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan minum mencatat pertumbuhan sebesar 0,13% (qtq) melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,38% (qtq). Perlambatan ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan
tamu hotel yang mengalami penurunan dari 25,89% (qtq) pada triwulan III menjadi 0,13% (qtq) pada triwulan IV.
Kebijakan pembatasan pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di hotel pada akhir tahun turut menjadi penyebab
penurunan kunjungan tamu hotel.
69.477 82.343 125.828 140.207
18,5%
52,8%
11,4%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
2011 2012 2013 2014
Jumlah Tamu Pertumbuhan (yoy)Jiwa
Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)
-27,24%
18,27%19,80%
15,23%
-12,76%
37,14%
17,65%
0,94%
-28,54%
24,28%25,89%
0,13%
-40,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
Jumlah Tamu Pertumbuhan (qtq)
Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)
Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)
988 1.310 1.637 1.527 1.701 2.437 3.421 4.3 84
32,6%
25,0%
-6,7%
11,4%
43,3%
40,4%
28,1%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Milyar Rp (yoy)
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran
Sumber: Bank Indonesia
4. SEKTOR-SEKTOR LAINNYA
Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)
URAIAN 2010 2011
Konsumsi
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
2012 20132014
I II III IV TOTAL
53.625.595
38.384.207
1.345.316
13.896.072
16.135.240
1.144.618
1.067.999
928.887
(24.087.099)
48.815.240
60.090.154
42.565.474
1.644.754
15.879.927
18.159.579
1.602.633
1.229.814
5.050.660
(31.239.694)
54.893.145
66.127.035
47.368.797
1.868.305
16.889.933
20.586.330
946.724
1.196.294
3.733.059
(23.797.857)
61.325.467
14.718.010
11.742.526
572.537
2.402.946
6.065.609
457.634
305.810
77.634
(5.651.411)
15.818.018
17.493.413
12.256.189
622.060
4.615.164
5.345.623
758.947
309.516
183.493
(7.075.259)
16.648.747
21.203.123
13.145.397
548.264
7.509.462
6.873.739
924.830
402.723
128.185
(4.668.862)
18.076.895
19.406.810
14.102.744
580.901
4.723.165
8.051.118
792.750
435.440
256.417
(4.474.901)
18.058.973
72.821.356
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
47.183.184
33.856.356
1.344.135
11.982.693
14.020.715
844.823
1.014.658
1.118.798
(20.335.568)
43.846.609
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)
URAIAN 2010 2011
Konsumsi
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
47.183.184
33.856.356
1.344.135
11.982.693
14.020.715
844.823
1.014.658
585.187
(19.801.958)
43.846.609
2012 20132014
I II III IV TOTAL
49.867.847
35.769.580
1.338.277
12.759.990
13.306.070
1.711.713
951.779
492.408
(19.995.691)
46.334.128
52.617.010
37.488.581
1.613.278
13.515.151
15.809.517
2.628.829
993.698
688.659
(23.874.526)
48.863.188
55.536.218
39.808.149
1.709.867
14.018.201
17.628.218
1.089.373
797.771
812.765
(22.726.564)
51.512.251
12.278.767
9.783.630
492.940
2.002.197
5.052.625
385.742
238.302
61.034
(5.116.972)
12.777.431
14.516.568
10.122.440
528.392
3.865.736
4.453.869
639.042
240.759
148.642
(6.431.439)
13.270.159
17.391.148
10.766.249
460.909
6.163.990
5.733.982
759.038
311.138
101.971
(10.076.403)
14.016.932
15.922.004
11.363.066
479.334
4.079.604
6.711.392
661.883
331.459
206.620
(9.376.156)
14.043.961
60.108.487
42.035.386
1.961.574
16.111.527
21.951.869
2.445.705
1.121.658
518.267
(31.000.971)
54.108.482
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)
URAIAN 2010 2011
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2012 20132014
I II III IV TOTAL
15.196.038,0
689.434,5
616.413,0
23.175,3
34.938,5
5.017.540,0
5.410.748,3
2.412.642,0
276.349,7
3.848.144,1
1.651.045,5
1.295.865,2
144.131,9
5.764.542,8
4.247.255,8
1.072.310,5
1.114.665,5
48.815.240,3
16.528.722,4
767.939,8
685.717,8
23.701,6
37.866,8
5.715.885,6
5.934.067,8
2.766.577,6
316.289,7
4.427.236,5
2.011.444,5
1.487.242,7
166.499,2
6.738.860,5
4.904.495,7
1.165.779,3
1.214.817,9
54.893.145,5
18.272.369,0
894.151,9
758.818,3
23.602,6
41.817,7
6.344.807,9
6.570.523,7
3.195.324,8
367.820,1
4.660.243,4
2.389.329,0
1.705.495,2
188.486,7
7.592.137,3
5.679.554,1
1.279.704,3
1.361.280,9
61.325.466,8
4.855.114,8
220.032,3
193.288,7
6.861,0
10.641,6
1.625.288,0
1.691.332,8
808.772,0
95.015,9
1.216.242,2
638.325,6
433.253,8
49.205,6
1.871.951,2
1.434.160,5
309.910,8
358.621,4
15.818.018,2
5.119.950,0
264.746,5
200.826,6
7.724,8
10.987,6
1.712.030,9
1.785.872,6
861.287,0
101.155,7
1.254.297,1
662.235,8
449.743,2
51.290,6
1.940.911,4
1.518.720,5
339.872,8
367.093,5
16.648.746,8
5.429.343,3
279.998,9
218.019,5
7.436,7
12.008,8
1.851.176,7
1.914.900,6
922.290,7
109.449,7
1.326.413,6
682.433,9
481.490,0
54.620,7
2.301.374,9
1.734.950,0
370.177,9
380.808,7
18.076.894,7
5.042.504,6
305.571,0
231.572,9
9.516,8
11.890,9
1.907.483,4
1.893.603,1
974.600,0
116.821,5
1.337.473,2
731.854,9
496.390,7
55.762,0
2.278.494,1
1.880.362,0
394.622,5
390.449,9
18.058.973,4
20.446.912,7
1.070.348,7
843.707,7
31.539,2
45.529,0
7.095.979,0
7.285.709,2
3.566.949,6
422.442,8
5.134.426,1
2.714.850,3
1.860.877,7
210.878,8
8.392.731,6
6.568.193,1
1.414.584,0
1.496.973,5
68.602.633,1
13.963.144,3
629.947,9
555.179,2
22.116,1
31.772,4
4.436.392,0
4.753.751,8
2.152.924,3
247.890,5
3.508.933,8
1.403.004,0
1.161.581,3
125.800,3
5.135.323,0
3.767.837,5
931.502,3
1.019.508,0
43.846.608,7
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Sektor industri lainnya, seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Konstruksi, sektor Real Estate, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
serta sektor terkait Jasa-Jasa mengalami perlambatan pada tahun 2014. Adanya pelarangan ekspor bahan mentah
pada tahun 2014 dan kekurangan kebutuhan listrik menyebabkan perlambatan ekspor mangan dari NTT yang
berdampak pada melambatnya sektor pertambangan dan penggalian.
Di sisi lain, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Transportasi dan Pergudangan serta sektor Informasi dan
Komunikasi mengalami peningkatan pada tahun 2014. Adanya beberapa proyek terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) dan jaringan transmisi diperkirakan menjadi penyebab peningkatan sektor Pengadaan Listrik dan Gas.
Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan yakni dari sebesar
6,29% (qtq) pada triwulan III menjadi -1,38% (qtq). Kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik di akhir tahun
menjadi penyebab perlambatan sektor tersebut di akhir tahun.
Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan di tahun
2014. Laju pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makan minum mengalami perlambatan dari 7,34%(yoy) pada
tahun 2013 menjadi 6,25% (yoy). Dari data BPS, terlihat bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan jumlah tamu hotel,
yaitu dari 52,08% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 11,4% (yoy) tahun 2014. Peningkatan pesat yang terjadi pada tahun
2013, salah satunya adalah akibat penyelenggaraan Sail Komodo 2013. Untuk tahun 2014, jumlah tamu hotel pada
tahun 2014 mencapai 140.207 orang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 125.828 orang.
Secara triwulan, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014 pertumbuhan
sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan minum mencatat pertumbuhan sebesar 0,13% (qtq) melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,38% (qtq). Perlambatan ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan
tamu hotel yang mengalami penurunan dari 25,89% (qtq) pada triwulan III menjadi 0,13% (qtq) pada triwulan IV.
Kebijakan pembatasan pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di hotel pada akhir tahun turut menjadi penyebab
penurunan kunjungan tamu hotel.
69.477 82.343 125.828 140.207
18,5%
52,8%
11,4%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
2011 2012 2013 2014
Jumlah Tamu Pertumbuhan (yoy)Jiwa
Grafik 1.26 Pertumbuhan Tamu Hotel (yoy)
-27,24%
18,27%19,80%
15,23%
-12,76%
37,14%
17,65%
0,94%
-28,54%
24,28%25,89%
0,13%
-40,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
Jumlah Tamu Pertumbuhan (qtq)
Grafik 1.27 Pertumbuhan Tamu Hotel (qtq)
Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)
988 1.310 1.637 1.527 1.701 2.437 3.421 4.3 84
32,6%
25,0%
-6,7%
11,4%
43,3%
40,4%
28,1%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Milyar Rp (yoy)
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran
Sumber: Bank Indonesia
4. SEKTOR-SEKTOR LAINNYA
Tabel 1.7 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Berlaku)
URAIAN 2010 2011
Konsumsi
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
2012 20132014
I II III IV TOTAL
53.625.595
38.384.207
1.345.316
13.896.072
16.135.240
1.144.618
1.067.999
928.887
(24.087.099)
48.815.240
60.090.154
42.565.474
1.644.754
15.879.927
18.159.579
1.602.633
1.229.814
5.050.660
(31.239.694)
54.893.145
66.127.035
47.368.797
1.868.305
16.889.933
20.586.330
946.724
1.196.294
3.733.059
(23.797.857)
61.325.467
14.718.010
11.742.526
572.537
2.402.946
6.065.609
457.634
305.810
77.634
(5.651.411)
15.818.018
17.493.413
12.256.189
622.060
4.615.164
5.345.623
758.947
309.516
183.493
(7.075.259)
16.648.747
21.203.123
13.145.397
548.264
7.509.462
6.873.739
924.830
402.723
128.185
(4.668.862)
18.076.895
19.406.810
14.102.744
580.901
4.723.165
8.051.118
792.750
435.440
256.417
(4.474.901)
18.058.973
72.821.356
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
47.183.184
33.856.356
1.344.135
11.982.693
14.020.715
844.823
1.014.658
1.118.798
(20.335.568)
43.846.609
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.8 PDRB Sisi Penggunaan (Harga Konstan)
URAIAN 2010 2011
Konsumsi
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
47.183.184
33.856.356
1.344.135
11.982.693
14.020.715
844.823
1.014.658
585.187
(19.801.958)
43.846.609
2012 20132014
I II III IV TOTAL
49.867.847
35.769.580
1.338.277
12.759.990
13.306.070
1.711.713
951.779
492.408
(19.995.691)
46.334.128
52.617.010
37.488.581
1.613.278
13.515.151
15.809.517
2.628.829
993.698
688.659
(23.874.526)
48.863.188
55.536.218
39.808.149
1.709.867
14.018.201
17.628.218
1.089.373
797.771
812.765
(22.726.564)
51.512.251
12.278.767
9.783.630
492.940
2.002.197
5.052.625
385.742
238.302
61.034
(5.116.972)
12.777.431
14.516.568
10.122.440
528.392
3.865.736
4.453.869
639.042
240.759
148.642
(6.431.439)
13.270.159
17.391.148
10.766.249
460.909
6.163.990
5.733.982
759.038
311.138
101.971
(10.076.403)
14.016.932
15.922.004
11.363.066
479.334
4.079.604
6.711.392
661.883
331.459
206.620
(9.376.156)
14.043.961
60.108.487
42.035.386
1.961.574
16.111.527
21.951.869
2.445.705
1.121.658
518.267
(31.000.971)
54.108.482
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.9 PDRB Sisi Sektoral (Harga Konstan)
URAIAN 2010 2011
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2012 20132014
I II III IV TOTAL
15.196.038,0
689.434,5
616.413,0
23.175,3
34.938,5
5.017.540,0
5.410.748,3
2.412.642,0
276.349,7
3.848.144,1
1.651.045,5
1.295.865,2
144.131,9
5.764.542,8
4.247.255,8
1.072.310,5
1.114.665,5
48.815.240,3
16.528.722,4
767.939,8
685.717,8
23.701,6
37.866,8
5.715.885,6
5.934.067,8
2.766.577,6
316.289,7
4.427.236,5
2.011.444,5
1.487.242,7
166.499,2
6.738.860,5
4.904.495,7
1.165.779,3
1.214.817,9
54.893.145,5
18.272.369,0
894.151,9
758.818,3
23.602,6
41.817,7
6.344.807,9
6.570.523,7
3.195.324,8
367.820,1
4.660.243,4
2.389.329,0
1.705.495,2
188.486,7
7.592.137,3
5.679.554,1
1.279.704,3
1.361.280,9
61.325.466,8
4.855.114,8
220.032,3
193.288,7
6.861,0
10.641,6
1.625.288,0
1.691.332,8
808.772,0
95.015,9
1.216.242,2
638.325,6
433.253,8
49.205,6
1.871.951,2
1.434.160,5
309.910,8
358.621,4
15.818.018,2
5.119.950,0
264.746,5
200.826,6
7.724,8
10.987,6
1.712.030,9
1.785.872,6
861.287,0
101.155,7
1.254.297,1
662.235,8
449.743,2
51.290,6
1.940.911,4
1.518.720,5
339.872,8
367.093,5
16.648.746,8
5.429.343,3
279.998,9
218.019,5
7.436,7
12.008,8
1.851.176,7
1.914.900,6
922.290,7
109.449,7
1.326.413,6
682.433,9
481.490,0
54.620,7
2.301.374,9
1.734.950,0
370.177,9
380.808,7
18.076.894,7
5.042.504,6
305.571,0
231.572,9
9.516,8
11.890,9
1.907.483,4
1.893.603,1
974.600,0
116.821,5
1.337.473,2
731.854,9
496.390,7
55.762,0
2.278.494,1
1.880.362,0
394.622,5
390.449,9
18.058.973,4
20.446.912,7
1.070.348,7
843.707,7
31.539,2
45.529,0
7.095.979,0
7.285.709,2
3.566.949,6
422.442,8
5.134.426,1
2.714.850,3
1.860.877,7
210.878,8
8.392.731,6
6.568.193,1
1.414.584,0
1.496.973,5
68.602.633,1
13.963.144,3
629.947,9
555.179,2
22.116,1
31.772,4
4.436.392,0
4.753.751,8
2.152.924,3
247.890,5
3.508.933,8
1.403.004,0
1.161.581,3
125.800,3
5.135.323,0
3.767.837,5
931.502,3
1.019.508,0
43.846.608,7
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)
URAIAN 2010 2011
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2012 20132014
I II III IV TOTAL
14.244.976,8
664.143,7
587.146,6
25.370,8
33.397,7
4.834.570,4
5.090.748,4
2.296.963,6
263.412,1
3.756.156,4
1.561.621,8
1.235.446,2
135.154,3
5.571.012,7
3.986.444,5
990.410,5
1.057.150,7
46.334.127,5
14.669.948,1
705.179,3
622.392,4
27.776,9
35.023,1
5.178.453,7
5.422.061,7
2.402.908,8
279.065,6
4.023.034,1
1.730.922,7
1.311.293,9
143.028,5
5.968.136,0
4.216.869,7
1.045.594,6
1.081.498,5
48.863.187,5
15.069.279,3
740.639,1
652.631,7
29.886,3
37.354,3
5.450.012,5
5.826.336,0
2.536.165,6
299.560,3
4.268.913,3
1.940.540,9
1.383.084,2
150.346,0
6.405.820,0
4.490.436,3
1.108.218,2
1.123.026,8
51.512.250,8
3.769.036,9
171.089,0
157.596,5
7.843,6
9.153,1
1.341.580,5
1.441.649,6
628.435,8
73.351,8
1.076.817,3
495.416,8
330.321,3
37.927,3
1.591.540,4
1.093.618,5
267.588,3
284.464,5
12.777.431,2
3.951.374,4
197.266,9
162.243,1
8.389,8
9.438,9
1.400.834,5
1.501.205,9
654.537,1
77.342,1
1.120.347,3
508.175,1
343.850,2
38.647,1
1.595.775,5
1.126.369,7
285.331,2
289.029,7
13.270.158,5
4.131.966,4
207.858,0
173.012,1
8.126,6
10.312,5
1.474.926,0
1.595.641,5
688.337,6
82.274,7
1.185.420,6
517.896,4
361.674,4
40.484,7
1.754.085,8
1.200.717,0
286.881,4
297.316,1
14.016.931,8
3.758.219,4
204.451,4
181.769,1
9.438,3
10.249,4
1.516.050,5
1.573.685,9
730.946,2
85.325,0
1.212.729,1
549.105,4
366.972,0
40.657,0
1.844.268,7
1.349.646,8
309.036,5
301.410,1
14.043.960,7
15.610.597,1
780.665,3
674.620,8
33.798,2
39.153,9
5.733.391,5
6.112.183,0
2.702.256,7
318.293,6
4.595.314,3
2.070.593,8
1.402.817,9
157.716,1
6.785.670,3
4.770.352,0
1.148.837,3
1.172.220,5
54.108.482,3
13.963.144,3
629.947,9
555.179,2
22.116,1
31.772,4
4.436.392,0
4.753.751,8
2.152.924,3
247.890,5
3.508.933,8
1.403.004,0
1.161.581,3
125.800,3
5.135.323,0
3.767.837,5
931.502,3
1.019.508,0
43.846.608,7
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
Dalam rilis data PDRB triwulan IV tahun 2014 telah dilakukan perubahan tahun dasar dalam perhitungan PDRB oleh BPS yaitu
dari 2000 menjadi 2010. Pemilihan tahun dasar 2010 disebabkan oleh beberapa pertimbangan, diantaranya: 1)
Perekonomian Indonesia yang relatif stabil, 2) Telah terjadi perubahan struktur ekonomi dalam 10 tahun terakhir, 3)
Rekomendasi PBB tentang perubahan tahun dasar setiap 5 atau 10 tahun, 4) Teridentifikasinya pembaharuan konsep,
definisi, klasifikasi, cakupan dan metodologi sesuai rekomendasi dalam SNA2008, 5) Tersedianya sumber data baru untuk
perbaikan PDRB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan Indeks Harga Produsen (Producers Price Indexes /PPI), dan
6) Tersedianya kerangka kerja SUT/matriks supply yang digunakan untuk menetapkan PDRB. System of National Accounts
2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN) sendiri adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun
ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.
Seiring terjadinya perubahan tahun dasar menimbulkan beberapa Implikasi yang terjadi diantaranya meningkatnya nominal
PDRB serta perubahan pada komponen PDRB, diantaranya sisi sektoral dari 9 menjadi 17 sektor. Pendekatan untuk PDRB
tahun dasar 2010 juga mengalami perubahan dari kerangka tabel Input-Output (I-O) menjadi Supply and Use Tables (SUT)
yaitu kerangka kerja yang menggambarkan keseimbangan aliran barang dan jasa serta penciptaan pendapatan dari aktivitas
produksi yang terdiri dari 2 tabel utama (supply dan use). Dalam penggunaan I-O hanya dilakukan pengecekan satu arah
sementara dalam SUT dilakukan pengecekan 2 arah.
PERUBAHAN TAHUN DASAR DALAM PERHITUNGAN PDRB
Gambar Boks1.1. Perbedaan Metode Perhitungaan PDRB Tahun Dasar 2000 dan 2010
Pada PRDB Seri 2010
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
Tabel 1.10 PDRB Sisi Sektoral (Harga Berlaku)
URAIAN 2010 2011
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2012 20132014
I II III IV TOTAL
14.244.976,8
664.143,7
587.146,6
25.370,8
33.397,7
4.834.570,4
5.090.748,4
2.296.963,6
263.412,1
3.756.156,4
1.561.621,8
1.235.446,2
135.154,3
5.571.012,7
3.986.444,5
990.410,5
1.057.150,7
46.334.127,5
14.669.948,1
705.179,3
622.392,4
27.776,9
35.023,1
5.178.453,7
5.422.061,7
2.402.908,8
279.065,6
4.023.034,1
1.730.922,7
1.311.293,9
143.028,5
5.968.136,0
4.216.869,7
1.045.594,6
1.081.498,5
48.863.187,5
15.069.279,3
740.639,1
652.631,7
29.886,3
37.354,3
5.450.012,5
5.826.336,0
2.536.165,6
299.560,3
4.268.913,3
1.940.540,9
1.383.084,2
150.346,0
6.405.820,0
4.490.436,3
1.108.218,2
1.123.026,8
51.512.250,8
3.769.036,9
171.089,0
157.596,5
7.843,6
9.153,1
1.341.580,5
1.441.649,6
628.435,8
73.351,8
1.076.817,3
495.416,8
330.321,3
37.927,3
1.591.540,4
1.093.618,5
267.588,3
284.464,5
12.777.431,2
3.951.374,4
197.266,9
162.243,1
8.389,8
9.438,9
1.400.834,5
1.501.205,9
654.537,1
77.342,1
1.120.347,3
508.175,1
343.850,2
38.647,1
1.595.775,5
1.126.369,7
285.331,2
289.029,7
13.270.158,5
4.131.966,4
207.858,0
173.012,1
8.126,6
10.312,5
1.474.926,0
1.595.641,5
688.337,6
82.274,7
1.185.420,6
517.896,4
361.674,4
40.484,7
1.754.085,8
1.200.717,0
286.881,4
297.316,1
14.016.931,8
3.758.219,4
204.451,4
181.769,1
9.438,3
10.249,4
1.516.050,5
1.573.685,9
730.946,2
85.325,0
1.212.729,1
549.105,4
366.972,0
40.657,0
1.844.268,7
1.349.646,8
309.036,5
301.410,1
14.043.960,7
15.610.597,1
780.665,3
674.620,8
33.798,2
39.153,9
5.733.391,5
6.112.183,0
2.702.256,7
318.293,6
4.595.314,3
2.070.593,8
1.402.817,9
157.716,1
6.785.670,3
4.770.352,0
1.148.837,3
1.172.220,5
54.108.482,3
13.963.144,3
629.947,9
555.179,2
22.116,1
31.772,4
4.436.392,0
4.753.751,8
2.152.924,3
247.890,5
3.508.933,8
1.403.004,0
1.161.581,3
125.800,3
5.135.323,0
3.767.837,5
931.502,3
1.019.508,0
43.846.608,7
KATEGORI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Sumber : BPS, diolah
Dalam rilis data PDRB triwulan IV tahun 2014 telah dilakukan perubahan tahun dasar dalam perhitungan PDRB oleh BPS yaitu
dari 2000 menjadi 2010. Pemilihan tahun dasar 2010 disebabkan oleh beberapa pertimbangan, diantaranya: 1)
Perekonomian Indonesia yang relatif stabil, 2) Telah terjadi perubahan struktur ekonomi dalam 10 tahun terakhir, 3)
Rekomendasi PBB tentang perubahan tahun dasar setiap 5 atau 10 tahun, 4) Teridentifikasinya pembaharuan konsep,
definisi, klasifikasi, cakupan dan metodologi sesuai rekomendasi dalam SNA2008, 5) Tersedianya sumber data baru untuk
perbaikan PDRB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan Indeks Harga Produsen (Producers Price Indexes /PPI), dan
6) Tersedianya kerangka kerja SUT/matriks supply yang digunakan untuk menetapkan PDRB. System of National Accounts
2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN) sendiri adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun
ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.
Seiring terjadinya perubahan tahun dasar menimbulkan beberapa Implikasi yang terjadi diantaranya meningkatnya nominal
PDRB serta perubahan pada komponen PDRB, diantaranya sisi sektoral dari 9 menjadi 17 sektor. Pendekatan untuk PDRB
tahun dasar 2010 juga mengalami perubahan dari kerangka tabel Input-Output (I-O) menjadi Supply and Use Tables (SUT)
yaitu kerangka kerja yang menggambarkan keseimbangan aliran barang dan jasa serta penciptaan pendapatan dari aktivitas
produksi yang terdiri dari 2 tabel utama (supply dan use). Dalam penggunaan I-O hanya dilakukan pengecekan satu arah
sementara dalam SUT dilakukan pengecekan 2 arah.
PERUBAHAN TAHUN DASAR DALAM PERHITUNGAN PDRB
Gambar Boks1.1. Perbedaan Metode Perhitungaan PDRB Tahun Dasar 2000 dan 2010
Pada PRDB Seri 2010
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
Selain perubahan pendekatan I-O menjadi SUT dalam perhitungan. Terjadi pula perubahan konsep dan metode
dari SNA sebelumnya ke SNA 2008 yang dapat menjadi faktor perbedaan angka perhitungan tahun dasar,
contohnya adalah sebagai berikut:
Dalam perhitungan PDRB NTT, perubahan tahun dasar memiliki implikasi adanya peningkatan jumlah nominal.
PDRB NTT pada tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 45,92 triliun sementara apabila
menggunakan tahun dasar 2010 menjadi Rp 68,60 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 49,4%.
Peningkatan ini akibat dampak implementasi SNA 2008 dan perubahan volume dan harga. Adapun detil
perubahan alokasi pos pengelompokkan PDRB sebagaimana dalam tabel di bawah.
Dari sisi penggunaan, kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB tahun dasar 2010
dikelompok dalam tiga kelompok pengeluaran yaitu konsumsi rumah tangga itu sendiri, konsumsi lembaga non
profit dan masuk dalam perubahan inventory terkait adanya penyimpanan kekayaan atas pendapatan yang
diterima. Konsumsi rumah tangga sendiri mengalami kenaikan cukup besar dari 33,28 triliun menjadi 51,25
triliun atau naik hampir 18 triliun rupiah. Konsumsi lembaga nirlaba tetap masuk dalam pos konsumsi lembaga
nirlaba. Konsumsi pemerintah saat ini ada menjadi bagian konsumsi pemerintah sendiri dan ada yang masuk
dalam pembentukan modal tetap bruto terkait investasi barang dengan masa pakai lebih dari satu tahun.
VARIABEL KONSEP LAMA KONSEP BARU
1. Output pertanian Hanya mencakup outputpada saat panen
Ouput saat panen ditambah nilai hewandan tumbuhan yang belum menghasilkan.
2.Metode penghitungan output bank komersial.
Menggunakan metodeImputed Bank Services Charge (IBSC)
Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM)
3. Valuasi Nilai Tambah lapangan usahadinilai dengan harga produsen.
Nilai tambah lapangan usahadinilai dengan harga dasar.
4. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original
Dicatat sebagai biaya antara. dicata sebagai biaya antara dan dikapitalisasi sebagai PMTB
Tabel Boks 1.1. Perbedaan Konsep Lama dan Konsep Baru
1.Konsumsi Rumah Tangga
2.Konsumsi Swasta Nirlaba
3.Konsumsi Pemerintah
4.PMTB/Investasi
5.Ekspor & Antar Pulau Keluar
6.Impor & Antar Pulau Masuk
7.Perubahan Stok*
1.Konsumsi Rumah Tangga
2.Konsumsi LNPRT
3.Konsumsi Pemerintah
4.Pembentukan Modal Tetap Bruto
5.Perubahan Inventori
6.Ekspor Luar Negeri
7.Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah
33,276,053.23
1,903775.76
9,572,087.91
10,775,215.63
8,341,858.96
19,504,500.73
1,556,626.12
51,276,853.23
2,323,762.10
19,250,737.38
26,336,088.92
2,934,160.72
1,453,488.97
645,728.86
(34,296,732.74)
Penggunaan Penggunaan2014 2014
45,921,116.8868,602,633.08
PDRBPDRB
Tabel Boks 1.2. Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Penggunaan
Konsumsi pemerintah sendiri mengalami kenaikan signifikan dari 9,57 triliun menjadi 19,25 triliun atau naik 9,68 triliun.
PMTB/ Investasi tetap masuk dalam pos PMTB dengan kenaikan nilai yang sangat signifikan yaitu dari 10.78 triliun menjadi
26,34 triliun atau naik hingga 15,56 triliun. Ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah saat ini dipisah dalam pos tersendiri
yaitu ekspor dan impor luar negeri serta net ekspor antardaerah. Perubahan nilai cukup besar terjadi pada net impor antar
daerah, dari sebelumnya PDRB Provinsi NTT tahun 2014 mengalami net impor sebesar 7,62 triliun menggunakan tahun dasar
2000 menjadi net impor 34,30 triliun rupiah dengan menggunakan tahun dasar 2010. Nilai net impor mengalami
pertambahan hingga 26,67 triliun dibanding nilai dengan tahun dasar 2000. Perhitungan PDRB berdasarkan pengeluaran
menunjukkan total pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi akhir dalam waktu satu tahun.
Perubahan perhitungan PDRB dari sisi sektoral mengalami perubahan yang lebih kompleks. Dengan adanya pengembangan
komoditas dari 9 komoditas menjadi 17 komoditas, pengembangan klasifikasi komoditas menjadi lebih bervariasi. Sektor
pertanian saat ini dikelompokkan dalam dua sektor yaitu sektor pertanian dan sektor jasa lainnya. Meningkatnya nilai tambah
dari 15,86 triliun menjadi 20,45 triliun lebih disebabkan oleh adanya penghitungan komoditas pertanian yang belum
menghasilkan. Sektor pertambangan tetap digolongkan dalam sektor pertambangan. Sektor industri pengolahan
dimekarkan dalam 5 sektor di atas. Sektor listrik gas dan air bersih dipisah menjadi dua yaitu sektor listrik dan gas serta sektor
pengadaan air, sampah dan limbah. Sektor konstruksi tetap dikelompokkan dalam sektor konstruksi. Adapun nilai tambah
sektor konstruksi berdasarkan tahun dasar 2010 secara nilai mengalami kenaikan lebih dari 100% dibanding perhitungan
dengan metode sebelumnya.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan perhitungan baru dipisah dalam dua sektor yaitu sektor perdagangan
besar, eceran dan reparasi serta sektor penyediaan akomodasi. Berdasarkan perhitungan baru, sektor ini justru mengalami
penurunan nilai dibanding metode sebelumnya. Peningkatan signifikan justru terjadi pada sektor pengangkutan dan
komunikasi yang dipisah dalam dua sektor yaitu sektor transportasi dan sektor informasi dan komunikasi dengan total
peningkatan mencapai 343%. Sektor keuangan dan jasa perusahaan didetilkan dalam 4 sektor, sedangkan sektor jasa-jasa
mampu dikembangkan dalam 8 sektor berdasarkan metode baru.
Tabel Boks 1.3. Klasifikasi Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Sektoral
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17
Selain perubahan pendekatan I-O menjadi SUT dalam perhitungan. Terjadi pula perubahan konsep dan metode
dari SNA sebelumnya ke SNA 2008 yang dapat menjadi faktor perbedaan angka perhitungan tahun dasar,
contohnya adalah sebagai berikut:
Dalam perhitungan PDRB NTT, perubahan tahun dasar memiliki implikasi adanya peningkatan jumlah nominal.
PDRB NTT pada tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 45,92 triliun sementara apabila
menggunakan tahun dasar 2010 menjadi Rp 68,60 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 49,4%.
Peningkatan ini akibat dampak implementasi SNA 2008 dan perubahan volume dan harga. Adapun detil
perubahan alokasi pos pengelompokkan PDRB sebagaimana dalam tabel di bawah.
Dari sisi penggunaan, kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB tahun dasar 2010
dikelompok dalam tiga kelompok pengeluaran yaitu konsumsi rumah tangga itu sendiri, konsumsi lembaga non
profit dan masuk dalam perubahan inventory terkait adanya penyimpanan kekayaan atas pendapatan yang
diterima. Konsumsi rumah tangga sendiri mengalami kenaikan cukup besar dari 33,28 triliun menjadi 51,25
triliun atau naik hampir 18 triliun rupiah. Konsumsi lembaga nirlaba tetap masuk dalam pos konsumsi lembaga
nirlaba. Konsumsi pemerintah saat ini ada menjadi bagian konsumsi pemerintah sendiri dan ada yang masuk
dalam pembentukan modal tetap bruto terkait investasi barang dengan masa pakai lebih dari satu tahun.
VARIABEL KONSEP LAMA KONSEP BARU
1. Output pertanian Hanya mencakup outputpada saat panen
Ouput saat panen ditambah nilai hewandan tumbuhan yang belum menghasilkan.
2.Metode penghitungan output bank komersial.
Menggunakan metodeImputed Bank Services Charge (IBSC)
Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM)
3. Valuasi Nilai Tambah lapangan usahadinilai dengan harga produsen.
Nilai tambah lapangan usahadinilai dengan harga dasar.
4. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original
Dicatat sebagai biaya antara. dicata sebagai biaya antara dan dikapitalisasi sebagai PMTB
Tabel Boks 1.1. Perbedaan Konsep Lama dan Konsep Baru
1.Konsumsi Rumah Tangga
2.Konsumsi Swasta Nirlaba
3.Konsumsi Pemerintah
4.PMTB/Investasi
5.Ekspor & Antar Pulau Keluar
6.Impor & Antar Pulau Masuk
7.Perubahan Stok*
1.Konsumsi Rumah Tangga
2.Konsumsi LNPRT
3.Konsumsi Pemerintah
4.Pembentukan Modal Tetap Bruto
5.Perubahan Inventori
6.Ekspor Luar Negeri
7.Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah
33,276,053.23
1,903775.76
9,572,087.91
10,775,215.63
8,341,858.96
19,504,500.73
1,556,626.12
51,276,853.23
2,323,762.10
19,250,737.38
26,336,088.92
2,934,160.72
1,453,488.97
645,728.86
(34,296,732.74)
Penggunaan Penggunaan2014 2014
45,921,116.8868,602,633.08
PDRBPDRB
Tabel Boks 1.2. Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Penggunaan
Konsumsi pemerintah sendiri mengalami kenaikan signifikan dari 9,57 triliun menjadi 19,25 triliun atau naik 9,68 triliun.
PMTB/ Investasi tetap masuk dalam pos PMTB dengan kenaikan nilai yang sangat signifikan yaitu dari 10.78 triliun menjadi
26,34 triliun atau naik hingga 15,56 triliun. Ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah saat ini dipisah dalam pos tersendiri
yaitu ekspor dan impor luar negeri serta net ekspor antardaerah. Perubahan nilai cukup besar terjadi pada net impor antar
daerah, dari sebelumnya PDRB Provinsi NTT tahun 2014 mengalami net impor sebesar 7,62 triliun menggunakan tahun dasar
2000 menjadi net impor 34,30 triliun rupiah dengan menggunakan tahun dasar 2010. Nilai net impor mengalami
pertambahan hingga 26,67 triliun dibanding nilai dengan tahun dasar 2000. Perhitungan PDRB berdasarkan pengeluaran
menunjukkan total pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi akhir dalam waktu satu tahun.
Perubahan perhitungan PDRB dari sisi sektoral mengalami perubahan yang lebih kompleks. Dengan adanya pengembangan
komoditas dari 9 komoditas menjadi 17 komoditas, pengembangan klasifikasi komoditas menjadi lebih bervariasi. Sektor
pertanian saat ini dikelompokkan dalam dua sektor yaitu sektor pertanian dan sektor jasa lainnya. Meningkatnya nilai tambah
dari 15,86 triliun menjadi 20,45 triliun lebih disebabkan oleh adanya penghitungan komoditas pertanian yang belum
menghasilkan. Sektor pertambangan tetap digolongkan dalam sektor pertambangan. Sektor industri pengolahan
dimekarkan dalam 5 sektor di atas. Sektor listrik gas dan air bersih dipisah menjadi dua yaitu sektor listrik dan gas serta sektor
pengadaan air, sampah dan limbah. Sektor konstruksi tetap dikelompokkan dalam sektor konstruksi. Adapun nilai tambah
sektor konstruksi berdasarkan tahun dasar 2010 secara nilai mengalami kenaikan lebih dari 100% dibanding perhitungan
dengan metode sebelumnya.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan perhitungan baru dipisah dalam dua sektor yaitu sektor perdagangan
besar, eceran dan reparasi serta sektor penyediaan akomodasi. Berdasarkan perhitungan baru, sektor ini justru mengalami
penurunan nilai dibanding metode sebelumnya. Peningkatan signifikan justru terjadi pada sektor pengangkutan dan
komunikasi yang dipisah dalam dua sektor yaitu sektor transportasi dan sektor informasi dan komunikasi dengan total
peningkatan mencapai 343%. Sektor keuangan dan jasa perusahaan didetilkan dalam 4 sektor, sedangkan sektor jasa-jasa
mampu dikembangkan dalam 8 sektor berdasarkan metode baru.
Tabel Boks 1.3. Klasifikasi Perhitungan Tahun Dasar 2000 ke 2010 dari Sisi Sektoral
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17
Di era 1970-an, untuk memenuhi stok daging nasional, NTT telah mengirim (ekspor) ternak sapi dan kerbau ke
luar daerah yang bahkan juga melakukan ekspor ke Hongkong, sehingga pada saat itu NTT bisa dikatakan
sebagai gudang ternak. Namun dalam beberapa tahun terakhir hal tersebut belum terlihat kembali. Berdasarkan
data yang ada pada tabel dibawah terlihat dalam 5 tahun terakhir bahwa perkembangan populasi ternak
khususnya sapi dan kerbau di NTT cukup mengalami pertumbuhan yang signifikan apabila dibandingkan dengan
populasi ternak di tingkat nasional.
Namun peningkatan populasi tesebut masih dibayangi oleh berbagai permasalahan. Permasalahan terbesar
dalam pengembangan ternak sapi di NTT adalah ketersediaan pakan hijauan ternak serta pola pengembangan
ternak yang masih tradisional oleh masyarakat. Kondisi iklim pada Provinsi NTT adalah 8 bulan musim
kemarau/kering dan 4 bulan musim hujan/basah. Dari kondisi iklim yang sepanjang tahunnya didominasi oleh
musim kemarau mengakibatkan kualitas serta kuantitas pakan ternak menjadi rendah karena tanaman pakan
menjadi kering diiringi penurunan kualitas pakan. Pada musim tersebut banyak ternak yang memiliki penurunan
berat yang signifikan. Hal tersebut juga diakibatkan oleh sebagian besar masyarakat NTT masih
mengembangkan ternak secara tradisional dimana masyarakat masih belum memelihara ternak dengan
mengandangkan-nya. Dengan demikian kondisi ternak akan sangat tergantung kepada ketersediaan pakan di
alam bebas. Pola ternak yang dilakukan masyarakat saat ini dikarenakan ternak sapi memang belum dijadikan
sebagai mata pencarian utama dari para petani ternak.
Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi yang dicanangkan oleh Pemerintah dan ditambah
lagi dengan telah dilakukannya penandatanganan kerja sama operasional (KSO) sektor peternakan antara
Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama. Potensi Provinsi NTT untuk menjadi
provinsi produsen ternak sapi semakin kuat, hal serupa juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi dalam
sambutannya ketika menyaksikan penandatanganan KSO di Kupang, NTT pada tanggal 20 Desember 2014
bahwa NTT memiliki potensi dan kejayaan itu harus dikembalikan. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya
banyak pihak akan memiliki peranan dan tidak terkecuali Bank Indonesia.
Bank Indonesia (BI) dalam peranannya di bidang moneter, memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi daerah dan sektor
UMKM. Dalam hal ini, BI juga turut serta melakukan kontribusi dalam pengembangan sektor riil di Provinsi NTT yang salah
satunya adalah melalui pengembangan klaster sapi. Pada saat ini terdapat 2 daerah pengembangan klaster sapi oleh Bank
Indonesia yaitu berada di Kab. Kupang dan Kab. Malaka. Pada proses pengembangannya, Bank Indonesia memberikan
bantuan teknis kepada para kelompok ternak yang mencakup pelatihan, penyediaan informasi, studi banding, serta
pendampingan. Tahapan program pengembangan klaster tersebut memiliki periode selama 3 tahun yang terdiri dari tahap
inisiasi, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.
Program Pengembangan Klaster Sapi yang dimiliki oleh BI mencakup pengembangan dari hulu sampai hilir. Tujuan dari
pengembangan klaster tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas peternak/UMKM, meningkatkan akses keuangan ke
perbankan serta meningkatkan kerjasama antar stakeholder sehingga pada akhirnya dapat mendukung ketahanan pangan
dan penciptaan pusat perekonomian baru di daerah yang pada jangka panjangnya diharapkan pertumbuhan di sektor riil
tersebut dapat mengedalikan inflasi.
NTT MENUJU PROVINSI PRODUSEN TERNAK SAPI
TAHAP INISIASI
1
23
Gambar . Tahapan Pengembangan Klaster
SUMBERDAYA
HULU & HILIR
FAKTORPENUNJANG
HULU HILIR
Sumber: BPS, diolah
Tabel Boks 2.1. Perkembangan Populasi Sapi dan Kerbau
Provinsi NTT NasionalKERBAU
150,405
150,357
150,038
152,449
133,786
SAPI
577,552
599,279
778,633
814,450
828,134
SAPI
13,235,000
14,070,000
15,421,000
16,593,000
13,130,000
KERBAU
1,933,000
2,000,000
1,305,000
1,438,000
1,110,000
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 2.2 Desain Program Pengembangan Klaster Sapi
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 19
TAHAP PENGEMBANGAN
TAHAP KEMANDIRIAN
Di era 1970-an, untuk memenuhi stok daging nasional, NTT telah mengirim (ekspor) ternak sapi dan kerbau ke
luar daerah yang bahkan juga melakukan ekspor ke Hongkong, sehingga pada saat itu NTT bisa dikatakan
sebagai gudang ternak. Namun dalam beberapa tahun terakhir hal tersebut belum terlihat kembali. Berdasarkan
data yang ada pada tabel dibawah terlihat dalam 5 tahun terakhir bahwa perkembangan populasi ternak
khususnya sapi dan kerbau di NTT cukup mengalami pertumbuhan yang signifikan apabila dibandingkan dengan
populasi ternak di tingkat nasional.
Namun peningkatan populasi tesebut masih dibayangi oleh berbagai permasalahan. Permasalahan terbesar
dalam pengembangan ternak sapi di NTT adalah ketersediaan pakan hijauan ternak serta pola pengembangan
ternak yang masih tradisional oleh masyarakat. Kondisi iklim pada Provinsi NTT adalah 8 bulan musim
kemarau/kering dan 4 bulan musim hujan/basah. Dari kondisi iklim yang sepanjang tahunnya didominasi oleh
musim kemarau mengakibatkan kualitas serta kuantitas pakan ternak menjadi rendah karena tanaman pakan
menjadi kering diiringi penurunan kualitas pakan. Pada musim tersebut banyak ternak yang memiliki penurunan
berat yang signifikan. Hal tersebut juga diakibatkan oleh sebagian besar masyarakat NTT masih
mengembangkan ternak secara tradisional dimana masyarakat masih belum memelihara ternak dengan
mengandangkan-nya. Dengan demikian kondisi ternak akan sangat tergantung kepada ketersediaan pakan di
alam bebas. Pola ternak yang dilakukan masyarakat saat ini dikarenakan ternak sapi memang belum dijadikan
sebagai mata pencarian utama dari para petani ternak.
Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi yang dicanangkan oleh Pemerintah dan ditambah
lagi dengan telah dilakukannya penandatanganan kerja sama operasional (KSO) sektor peternakan antara
Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama. Potensi Provinsi NTT untuk menjadi
provinsi produsen ternak sapi semakin kuat, hal serupa juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi dalam
sambutannya ketika menyaksikan penandatanganan KSO di Kupang, NTT pada tanggal 20 Desember 2014
bahwa NTT memiliki potensi dan kejayaan itu harus dikembalikan. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya
banyak pihak akan memiliki peranan dan tidak terkecuali Bank Indonesia.
Bank Indonesia (BI) dalam peranannya di bidang moneter, memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi daerah dan sektor
UMKM. Dalam hal ini, BI juga turut serta melakukan kontribusi dalam pengembangan sektor riil di Provinsi NTT yang salah
satunya adalah melalui pengembangan klaster sapi. Pada saat ini terdapat 2 daerah pengembangan klaster sapi oleh Bank
Indonesia yaitu berada di Kab. Kupang dan Kab. Malaka. Pada proses pengembangannya, Bank Indonesia memberikan
bantuan teknis kepada para kelompok ternak yang mencakup pelatihan, penyediaan informasi, studi banding, serta
pendampingan. Tahapan program pengembangan klaster tersebut memiliki periode selama 3 tahun yang terdiri dari tahap
inisiasi, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.
Program Pengembangan Klaster Sapi yang dimiliki oleh BI mencakup pengembangan dari hulu sampai hilir. Tujuan dari
pengembangan klaster tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas peternak/UMKM, meningkatkan akses keuangan ke
perbankan serta meningkatkan kerjasama antar stakeholder sehingga pada akhirnya dapat mendukung ketahanan pangan
dan penciptaan pusat perekonomian baru di daerah yang pada jangka panjangnya diharapkan pertumbuhan di sektor riil
tersebut dapat mengedalikan inflasi.
NTT MENUJU PROVINSI PRODUSEN TERNAK SAPI
TAHAP INISIASI
1
23
Gambar . Tahapan Pengembangan Klaster
SUMBERDAYA
HULU & HILIR
FAKTORPENUNJANG
HULU HILIR
Sumber: BPS, diolah
Tabel Boks 2.1. Perkembangan Populasi Sapi dan Kerbau
Provinsi NTT NasionalKERBAU
150,405
150,357
150,038
152,449
133,786
SAPI
577,552
599,279
778,633
814,450
828,134
SAPI
13,235,000
14,070,000
15,421,000
16,593,000
13,130,000
KERBAU
1,933,000
2,000,000
1,305,000
1,438,000
1,110,000
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 2.2 Desain Program Pengembangan Klaster Sapi
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18 EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 19
TAHAP PENGEMBANGAN
TAHAP KEMANDIRIAN
BAB II
Perkembangan Inflasi
BAB II
Perkembangan Inflasi
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan
seiring perayaan natal dan tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-
2014.
Perkembangan Inflasi
2.1 KONDISI UMUM
Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Inflasi Tahunan Provinsi NTT pada
periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar
4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut
merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi NTT selalu berada di atas nasional.
Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada
bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara
umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian
dan kacang-kacangan menjadi berkurang.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2010 2011 2012 2013 2014
Bali NTB NTT
8,10
3,75
4,71
7,35
8,43
10,05
6,55
3,99
9,51
7,23
9,72
4,68
5,33
8,41
7,76
Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)
% (yoy)
7,76%
8,36%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
NTT (yoy)
Nasional (yoy)
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014 dan peningkatan permintaan
seiring perayaan natal dan tahun baru mendorong tingginya pencapaian inflasi triwulan IV-
2014.
Perkembangan Inflasi
2.1 KONDISI UMUM
Inflasi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir tahun 2014 tercatat lebih tinggi bila dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Inflasi Tahunan Provinsi NTT pada
periode laporan tercatat sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar
4,13% (yoy), namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,36% (yoy). Pencapaian tersebut
merupakan prestasi tersendiri, dimana dalam 6 tahun terakhir angka inflasi NTT selalu berada di atas nasional.
Secara umum, masih tingginya inflasi NTT pada akhir 2014 disebabkan oleh dampak kenaikan BBM Bersubsidi pada
bulan November serta momen natal dan tahun baru yang memberikan dorongan pada permintaan masyarakat secara
umum. Selain itu kondisi kekeringan yang cukup panjang menyebabkan produksi bahan makanan seperti padi-padian
dan kacang-kacangan menjadi berkurang.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Bali-NTB-NTT
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2010 2011 2012 2013 2014
Bali NTB NTT
8,10
3,75
4,71
7,35
8,43
10,05
6,55
3,99
9,51
7,23
9,72
4,68
5,33
8,41
7,76
Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)
% (yoy)
7,76%
8,36%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
NTT (yoy)
Nasional (yoy)
Grafik 2.3 Inflasi sub Kelompok Komoditas di NTT
-0,20%
-0,42%
-1,00% 0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00% 9,00%
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI
PERUMAHAN,AIR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN
TRANSPOR,KOMUNIKASI,
0,14%
0,12%
0,51%
0,31%
0,38%
0,29%
1,69%
2,11%
0,36%
0,54%
0,45%
0,13%
0,10%
5,45%
3,41%
4,44%
2,32%
1,94%
1,10%
0,63%
0,08%
8,10%
Des’14 Nov’14 Okt’14
Sumber : BPS (diolah)
Apabila dibandingkan dengan daerah Bali dan Nusa Tenggara, pencapaian inflasi NTT sendiri pada tahun 2014 masih
berada di bawah Provinsi Bali yang mencapai 8,43% (yoy), namun di atas NTB sebesar 7,23% (yoy). Angka inflasi bahan
makanan (volatile foods) NTT sebesar 5,49% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan Bali sebesar 11,46% (yoy) menjadi
faktor utama lebih rendahnya inflasi secara umum di NTT. Namun, tingginya inflasi pada kelompok administered prices,
mendorong inflasi NTT lebih tinggi dibandingkan NTB. Apabila dilihat dari masing-masing periode baik secara tahunan (yoy) dan triwulanan (qtq), inflasi NTT secara tahunan
pada TW IV-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 7,76% (yoy) dibandngkan 8,41% (yoy)
di tahun 2013. Namun secara triwulanan inflasi NTT tercatat lebih tinggi, yaitu 5,31% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang justru mengalami deflasi -0,11% (qtq). Hal ini menunjukkan adanya dorongan inflasi yang besar di
akhir tahun (triwulan IV-2014) sebagai imbas kenaikan BBM bersubsidi dan momen natal serta tahun baru. Sementara
untuk kota pembentuk inflasi, yaitu Kupang dan Maumere menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu angka inflasi
yang lebih kecil untuk periode tahunan, namun lebih besar pada periode triwulanan dan bulanan.
Sepanjang triwulan IV tahun 2014, inflasi di Provinsi NTT memiliki trend mengalami kenaikan. Tekanan inflasi terjadi di
setiap bulan. Inflasi bulan Oktober mencapai 0,14%, November 1,69% dan Desember 3,41%. Inflasi pada bulan
Oktober, terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, sementara inflasi yang tinggi pada bulan November dan
Desember, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan permintaan masyarakat seiring momen
natal dan tahun baru 2015 mendorong pula kenaikan inflasi pada akhir tahun. Hal ini diindikasikan dengan rata-rata
inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai angka 4,61% pada rentang bulan
Oktober hingga Desember 2014. Inflasi pada sub kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan harga bensin dan
transportasi dalam kota yang memberikan andil cukup besar pada periode November dan Desember 2014. Sementara
untuk subkelompok bahan makanan, komoditas beras selalu menjadi pendorong inflasi pada periode Oktober hingga
Desember 2014.
Sumber : BPS (diolah)
PENGGUNAAN2013
I II
III IV
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi NTT
year on year
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
month to month
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
year to date
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
quarter to quarter
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
5,90%
7,11%
7,06%
7,38%
0,63%
1,03%
1,17%
0,31%
2,43%
2,74%
3,02%
1,33%
2,43%
2,74%
3,02%
1,33%
5,90%
5,26%
5,56%
3,73%
1,03%
1,36%
1,55%
0,43%
3,35%
2,63%
2,88%
1,37%
0,90%
-0,11%
-0,13%
0,04%
8,40%
8,29%
8,88%
5,32%
-0,35%
-1,02%
-0,92%
-1,57%
7,57%
6,80%
7,21%
4,66%
4,08%
4,06%
4,21%
3,25%
2014
I II
III IV
8,38%
8,41%
8,84%
6,24%
0,55%
1,35%
1,59%
0,15%
8,38%
8,41%
8,84%
6,24%
0,75%
1,51%
1,51%
1,51%
7,31%
7,78%
7,99%
6,39%
0,08%
-0,14%
-0,10%
-0,46%
1,42%
1,76%
1,87%
1,06%
1,42%
1,76%
1,87%
1,06%
6,96%
8,10%
8,31%
6,70%
0,43%
0,61%
0,81%
-0,72%
2,00%
2,44%
2,52%
1,91%
0,57%
0,66%
0,64%
0,85%
4,49%
4,13%
4,27%
3,19%
0,27%
-0,35%
-0,32%
-0,55%
3,71%
2,33%
2,40%
1,84%
1,68%
-0,11%
-0,11%
-0,07%
8,36%
7,76%
8,32%
4,00%
2,46%
3,41%
3,58%
2,22%
8,36%
7,76%
8,32%
4,00%
4,49%
5,31%
5,78%
2,12%
2.2 INFLASI BULANAN (mtm)
Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa kenaikan inflasi di hampir setiap subkelompok komoditas terjadi pada bulan
Desember, terutama pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai 8,10% sebagai
dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara untuk kelompok bahan makanan, inflasi baru terjadi pada
bulan November dan Desember, karena faktor cuaca yang kurang mendukung dan peningkatan permintaan bahan
makanan di akhir tahun. Hal ini terlihat dengan tingginya rata-rata inflasi bulanan pada komoditas cabai rawit
(29,26%), cabai merah (21,02%) dan wortel (14,06%).
Pada triwulan IV-2014, inflasi NTT mencapai 5,31% (qtq), melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat
deflasi -0,11% (qtq). Dari subkelompok komoditas, angka inflasi pada hampir semua subkelompok komoditas
mengalami kenaikan, kecuali subkelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mengalami deflasi sebesar
-0,24% (qtq). Inflasi tertinggi berada pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesari 14,32%
(qtq) kemudian diikuti oleh subkelompok bahan makanan yang mencapai 6,43% (qtq). Sumbangan inflasi terbesar
adalah pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar (2,73%) dan Bahan Makanan (1,57%).
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan di NTT
KOMODITAS
Sumber : BPS (diolah)
Tw III - 2014
JUL AUG SEP RATA-RATA
Tw IV- 2014
OKT NOV DES RATA-RATA
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
0,96%
0,65%
0,30%
0,59%
0,72%
0,62%
1,94%
2,11%
-0,71%
-1,59%
0,72%
0,39%
0,28%
-0,18%
2,41%
-3,88%
-0,35%
-1,76%
0,25%
0,41%
0,01%
0,45%
0,76%
-0,78%
-0,03%
-0,90%
0,42%
0,46%
0,34%
0,30%
1,70%
-0,85%
-0,03%
-0,90%
0,42%
0,46%
0,34%
0,30%
1,70%
-0,85%
1,69%
2,11%
0,36%
0,54%
0,45%
0,13%
0,10%
5,45%
3,41%
4,44%
2,32%
1,94%
1,10%
0,63%
0,08%
8,10%
1,75%
2,12%
0,93%
1,00%
0,62%
0,38%
-0,08%
4,61%
2.3 INFLASI TRIWULANAN (qtq)
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT
KOMODITAS
Sumber : BPS (diolah)
Tw III - 2014
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
2,36%
5,57%
0,95%
1,94%
1,33%
2,16%
0,90%
1,50%
0,36%
-5,17%
1,69%
1,80%
1,05%
0,26%
0,78%
5,42%
III
3,70%
1,33%
5,30%
2,00%
1,66%
1,31%
3,48%
9,79%
IV
1,76%
3,09%
1,72%
2,86%
1,55%
0,55%
1,79%
-1,07%
Tw IV - 2014
I II III IV
1,76%
2,88%
0,82%
2,17%
0,87%
0,77%
0,64%
1,23%
0,66%
-0,93%
0,88%
0,17%
1,03%
0,04%
0,21%
3,58%
-0,11%
-2,70%
1,28%
1,39%
1,01%
0,90%
5,19%
-2,62%
5,31%
6,43%
2,80%
3,01%
1,87%
1,15%
-0,24%
14,32%
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
Grafik 2.3 Inflasi sub Kelompok Komoditas di NTT
-0,20%
-0,42%
-1,00% 0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00% 9,00%
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI
PERUMAHAN,AIR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN
TRANSPOR,KOMUNIKASI,
0,14%
0,12%
0,51%
0,31%
0,38%
0,29%
1,69%
2,11%
0,36%
0,54%
0,45%
0,13%
0,10%
5,45%
3,41%
4,44%
2,32%
1,94%
1,10%
0,63%
0,08%
8,10%
Des’14 Nov’14 Okt’14
Sumber : BPS (diolah)
Apabila dibandingkan dengan daerah Bali dan Nusa Tenggara, pencapaian inflasi NTT sendiri pada tahun 2014 masih
berada di bawah Provinsi Bali yang mencapai 8,43% (yoy), namun di atas NTB sebesar 7,23% (yoy). Angka inflasi bahan
makanan (volatile foods) NTT sebesar 5,49% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan Bali sebesar 11,46% (yoy) menjadi
faktor utama lebih rendahnya inflasi secara umum di NTT. Namun, tingginya inflasi pada kelompok administered prices,
mendorong inflasi NTT lebih tinggi dibandingkan NTB. Apabila dilihat dari masing-masing periode baik secara tahunan (yoy) dan triwulanan (qtq), inflasi NTT secara tahunan
pada TW IV-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 7,76% (yoy) dibandngkan 8,41% (yoy)
di tahun 2013. Namun secara triwulanan inflasi NTT tercatat lebih tinggi, yaitu 5,31% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang justru mengalami deflasi -0,11% (qtq). Hal ini menunjukkan adanya dorongan inflasi yang besar di
akhir tahun (triwulan IV-2014) sebagai imbas kenaikan BBM bersubsidi dan momen natal serta tahun baru. Sementara
untuk kota pembentuk inflasi, yaitu Kupang dan Maumere menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu angka inflasi
yang lebih kecil untuk periode tahunan, namun lebih besar pada periode triwulanan dan bulanan.
Sepanjang triwulan IV tahun 2014, inflasi di Provinsi NTT memiliki trend mengalami kenaikan. Tekanan inflasi terjadi di
setiap bulan. Inflasi bulan Oktober mencapai 0,14%, November 1,69% dan Desember 3,41%. Inflasi pada bulan
Oktober, terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, sementara inflasi yang tinggi pada bulan November dan
Desember, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan permintaan masyarakat seiring momen
natal dan tahun baru 2015 mendorong pula kenaikan inflasi pada akhir tahun. Hal ini diindikasikan dengan rata-rata
inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai angka 4,61% pada rentang bulan
Oktober hingga Desember 2014. Inflasi pada sub kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan harga bensin dan
transportasi dalam kota yang memberikan andil cukup besar pada periode November dan Desember 2014. Sementara
untuk subkelompok bahan makanan, komoditas beras selalu menjadi pendorong inflasi pada periode Oktober hingga
Desember 2014.
Sumber : BPS (diolah)
PENGGUNAAN2013
I II
III IV
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi NTT
year on year
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
month to month
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
year to date
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
quarter to quarter
Nasional
NTT
Kota Kupang
Maumere
5,90%
7,11%
7,06%
7,38%
0,63%
1,03%
1,17%
0,31%
2,43%
2,74%
3,02%
1,33%
2,43%
2,74%
3,02%
1,33%
5,90%
5,26%
5,56%
3,73%
1,03%
1,36%
1,55%
0,43%
3,35%
2,63%
2,88%
1,37%
0,90%
-0,11%
-0,13%
0,04%
8,40%
8,29%
8,88%
5,32%
-0,35%
-1,02%
-0,92%
-1,57%
7,57%
6,80%
7,21%
4,66%
4,08%
4,06%
4,21%
3,25%
2014
I II
III IV
8,38%
8,41%
8,84%
6,24%
0,55%
1,35%
1,59%
0,15%
8,38%
8,41%
8,84%
6,24%
0,75%
1,51%
1,51%
1,51%
7,31%
7,78%
7,99%
6,39%
0,08%
-0,14%
-0,10%
-0,46%
1,42%
1,76%
1,87%
1,06%
1,42%
1,76%
1,87%
1,06%
6,96%
8,10%
8,31%
6,70%
0,43%
0,61%
0,81%
-0,72%
2,00%
2,44%
2,52%
1,91%
0,57%
0,66%
0,64%
0,85%
4,49%
4,13%
4,27%
3,19%
0,27%
-0,35%
-0,32%
-0,55%
3,71%
2,33%
2,40%
1,84%
1,68%
-0,11%
-0,11%
-0,07%
8,36%
7,76%
8,32%
4,00%
2,46%
3,41%
3,58%
2,22%
8,36%
7,76%
8,32%
4,00%
4,49%
5,31%
5,78%
2,12%
2.2 INFLASI BULANAN (mtm)
Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa kenaikan inflasi di hampir setiap subkelompok komoditas terjadi pada bulan
Desember, terutama pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencapai 8,10% sebagai
dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara untuk kelompok bahan makanan, inflasi baru terjadi pada
bulan November dan Desember, karena faktor cuaca yang kurang mendukung dan peningkatan permintaan bahan
makanan di akhir tahun. Hal ini terlihat dengan tingginya rata-rata inflasi bulanan pada komoditas cabai rawit
(29,26%), cabai merah (21,02%) dan wortel (14,06%).
Pada triwulan IV-2014, inflasi NTT mencapai 5,31% (qtq), melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat
deflasi -0,11% (qtq). Dari subkelompok komoditas, angka inflasi pada hampir semua subkelompok komoditas
mengalami kenaikan, kecuali subkelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mengalami deflasi sebesar
-0,24% (qtq). Inflasi tertinggi berada pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesari 14,32%
(qtq) kemudian diikuti oleh subkelompok bahan makanan yang mencapai 6,43% (qtq). Sumbangan inflasi terbesar
adalah pada subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar (2,73%) dan Bahan Makanan (1,57%).
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan di NTT
KOMODITAS
Sumber : BPS (diolah)
Tw III - 2014
JUL AUG SEP RATA-RATA
Tw IV- 2014
OKT NOV DES RATA-RATA
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
0,96%
0,65%
0,30%
0,59%
0,72%
0,62%
1,94%
2,11%
-0,71%
-1,59%
0,72%
0,39%
0,28%
-0,18%
2,41%
-3,88%
-0,35%
-1,76%
0,25%
0,41%
0,01%
0,45%
0,76%
-0,78%
-0,03%
-0,90%
0,42%
0,46%
0,34%
0,30%
1,70%
-0,85%
-0,03%
-0,90%
0,42%
0,46%
0,34%
0,30%
1,70%
-0,85%
1,69%
2,11%
0,36%
0,54%
0,45%
0,13%
0,10%
5,45%
3,41%
4,44%
2,32%
1,94%
1,10%
0,63%
0,08%
8,10%
1,75%
2,12%
0,93%
1,00%
0,62%
0,38%
-0,08%
4,61%
2.3 INFLASI TRIWULANAN (qtq)
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan di NTT
KOMODITAS
Sumber : BPS (diolah)
Tw III - 2014
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
2,36%
5,57%
0,95%
1,94%
1,33%
2,16%
0,90%
1,50%
0,36%
-5,17%
1,69%
1,80%
1,05%
0,26%
0,78%
5,42%
III
3,70%
1,33%
5,30%
2,00%
1,66%
1,31%
3,48%
9,79%
IV
1,76%
3,09%
1,72%
2,86%
1,55%
0,55%
1,79%
-1,07%
Tw IV - 2014
I II III IV
1,76%
2,88%
0,82%
2,17%
0,87%
0,77%
0,64%
1,23%
0,66%
-0,93%
0,88%
0,17%
1,03%
0,04%
0,21%
3,58%
-0,11%
-2,70%
1,28%
1,39%
1,01%
0,90%
5,19%
-2,62%
5,31%
6,43%
2,80%
3,01%
1,87%
1,15%
-0,24%
14,32%
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.5 Inflasi TW IV 5 Tahun Terakhir
-2,00% 2,00% 6,00% 10,00% 14,00% 18,00%
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, R&T
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OR
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JK
6,89%
8,50%
8,66%
4,94%
8,06%
3,87%
5,29%
7,09%
7,76%
5,56%
5,89%
6,90%
4,87%
2,89%
5,83%
16,73%
Tw-IV 2014 Tw-IV 5th Terahir
Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas tahun 2015
-5% 0% 5% 10% 15% 20% 25%
Transportasi
Jasa Keuangan
Kacang -kacangan
Ikan Segar
Lemak dan Minyak
Padi-padian, Umbi-umbian
Daging dan Hasil -hasilnya
Bumbu -bumbuan
22,03%
20,27%
11,69%
9,76%
9,25%
8,29%
-0,58%
-1,30%
Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (qtq)
5,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0%
-0,6%
Jasa Keuangan
Transportasi
Bumbu-Bumbuan
Sayur - sayuran
Jasa Perawatan Jasmani
Padi-padian, umbi-umbian dan Hasilnya
Pendidikan
20,3%
18,8%
16,8%
11,2%
8,9%
7,1%
Dari sisi komoditas, inflasi tertinggi ada pada sektor jasa keuangan yang mencapai 20,3%, kemudian transportasi
(18,8%) dan bumbu-bumbuan (16,8). Kenaikan biaya kegiatan keuangan akibat penerapan kenaikan biaya
administrasi ATM pada bulan November mendorong peningkatan inflasi yang tinggi pada sektor ini. Hal ini
terkonfirmasi dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan Administrasi Transfer Uang, masing-masing sebesar 30%
(qtq) dan 27% (qtq) namun secara umum sumbangan terhadap inflasi tidak terlalu besar. Sementara untuk sektor
transportasi, kenaikan harga BBM bersubsidi kembali menjadi pendorong utama. Hal ini terlihat dari kenaikan tarif sewa
motor sebesar 76,34% (qtq) dan tarif angkutan dalam kota sebesar 35,06% (qtq). Di sisi lain, terdapat komoditas yang
mengalami deflasi pada triwulan laporan, yaitu sektor pendidikan (-0,6%), hal ini dapat terjadi karena sudah lewatnya
masa penerimaan siswa baru di sekolah. Penurunan biaya terutama Sekolah pada Menengah Pertama sebesar 5,50%
mendorong penurunan inflasi pada sektor ini.
Kenaikan BBM Bersubsidi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan inflasi tahunan NTT periode
laporan. Inflasi NTT pada triwulan laporan sebesar 7,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
2013 yang mencapai 8,41% (yoy). Angka inflasi yang tetap persisten tinggi tersebut, didorong pengaruh kenaikan
BBM, momen akhir tahun dan penurunan produksi bahan pangan, terutama beras.
Inflasi NTT pada tahun 2014, tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi 5 tahun terakhir. Tercatat laju
inflasi NTT sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dari rata-rata inflasi pada periode yang sama selama 5 tahun terakhir yakni
sebesar 6,89% (yoy). Sub kelompok yang memiliki perbedaan paling besar, yaitu sub kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 16,73% (yoy) dibandingkan rata-rata 5 tahun untuk sub kelompok yang sama
sebesar 7,09% (yoy). Subkelompok lain yang memiliki angka inflasi lebih besar daripada angka rata-rata 5 tahun adalah
2.4 INFLASI TAHUNAN (yoy)
Tabel 2.4 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
2013
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,11%
7,80%
9,19%
8,27%
7,59%
2,40%
6,45%
2,97%
5,26%
2,16%
7,88%
6,57%
5,94%
2,39%
7,14%
7,33%
III
8,29%
5,41%
10,87%
6,69%
6,49%
4,59%
5,32%
17,20%
IV
8,41%
4,57%
9,97%
8,89%
5,71%
4,33%
7,12%
16,22%
2014
I II III IV
7,78%
1,91%
9,82%
9,13%
5,24%
2,92%
6,83%
15,91%
8,10%
6,47%
8,94%
7,39%
5,21%
2,70%
6,23%
13,89%
4,13%
2,24%
4,78%
6,74%
4,54%
2,28%
7,98%
1,02%
7,76%
5,56%
5,89%
6,90%
4,87%
2,89%
5,83%
16,73%
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar serta Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Sementara untuk subkelompok
kesehatan, sandang, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta bahan makanan pada tahun 2014 tercatat
lebih kecil dibandingkan rata-rata 5 tahun sebelumnya.
Dari sisi komoditas, transportasi dan jasa keuangan mencatat angka yang paling tinggi yaitu masing-masing
22,03%(yoy) dan 20,27% (yoy), sementara bumbu-bumbuan serta daging dan hasil-hasilnya, mencatat angka deflasi
masing-masing sebesar -1,30% (yoy) dan -0,58% (yoy). Untuk komoditas utama penyumbang inflasi pada tahun 2014
adalah Angkutan Dalam Kota dengan andil 0.92%, disusul bensin (0,91%) dan tarif listrik (0,54%) dari total inflasi
tahunan sebesar 7,76%. Dari komoditas bahan makanan, komoditas pendorong inflasi sepanjang tahun 2014 adalah
beras dan ikan tongkol/ambu-ambu dengan andil masing-masing 0,49% dan 0,19%. Pengaruh kenaikan BBM
bersubsidi dan kenaikan tarif tegangan listrik menjadi penyebab utama kenaikan ongkos angkutan dalam kota, bensin
dan TTL, sedangkan kenaikan beras dan ikan-ikanan terutama disebabkan oleh adanya buruknya cuaca yang
berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ikan dan terganggunya pasokan bahan makanan. Sementara komoditas
penahan laju inflasi diantaranya bawang merah (-0,23%), tomat sayur (-0,13) dan daging ayam ras (-0,09).
Tingginya pencapaian inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok
inflasi. Pada akhir tahun 2014, secara bulanan, semua kelompok inflasi mengalami kenaikan. Kelompok administered
prices mengalami kenaikan tertinggi dari 4,35% (mtm) pada November menjadi 7,58% (mtm) di bulan Desember 2014.
Sementara kelompok Volatile Foods dan inflasi core masing-masing mengalami kenaikan dari 2,13% (mtm) dan 0,43%
(mtm) di bulan November 2014 menjadi 4,47%(mtm) dan 1,29% (mtm) pada bulan Desember 2014. Kenaikan inflasi
ini tidak berlaku untuk periode tahunan, inflasi di tahun 2014 untuk kelompok inflasi core dan administered prices
tercatat mengalami pelambatan dari masing-masing 6,58% (yoy) dan 18,73%(yoy) pada tahun 2013 menjadi 4,87%
(yoy) dan 17,38% (yoy) pada tahun 2014. Sementara inflasi Volatile Foods tercatat mengalami kenaikan dari 4,21%
(yoy) tahun 2013 menjadi 5,49% (yoy) pada tahun 2014. Pendorong utama inflasi yang masih tinggi di tahun 2014
adalah administered prices dengan andil 3,47% (yoy), sementara inflasi core dan volatile foods masing-masing
memberikan andil sebesar 2,59% (yoy) dan 1,50% (yoy) dari total inflasi di akhir tahun sebesar 7,76% (yoy).
2.5 DISAGREGASI INFLASI
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.5 Inflasi TW IV 5 Tahun Terakhir
-2,00% 2,00% 6,00% 10,00% 14,00% 18,00%
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, R&T
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OR
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JK
6,89%
8,50%
8,66%
4,94%
8,06%
3,87%
5,29%
7,09%
7,76%
5,56%
5,89%
6,90%
4,87%
2,89%
5,83%
16,73%
Tw-IV 2014 Tw-IV 5th Terahir
Grafik 2.6 Inflasi Berdasarkan Komoditas tahun 2015
-5% 0% 5% 10% 15% 20% 25%
Transportasi
Jasa Keuangan
Kacang -kacangan
Ikan Segar
Lemak dan Minyak
Padi-padian, Umbi-umbian
Daging dan Hasil -hasilnya
Bumbu -bumbuan
22,03%
20,27%
11,69%
9,76%
9,25%
8,29%
-0,58%
-1,30%
Grafik 2.4 Inflasi Per Komoditas di NTT (qtq)
5,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0%
-0,6%
Jasa Keuangan
Transportasi
Bumbu-Bumbuan
Sayur - sayuran
Jasa Perawatan Jasmani
Padi-padian, umbi-umbian dan Hasilnya
Pendidikan
20,3%
18,8%
16,8%
11,2%
8,9%
7,1%
Dari sisi komoditas, inflasi tertinggi ada pada sektor jasa keuangan yang mencapai 20,3%, kemudian transportasi
(18,8%) dan bumbu-bumbuan (16,8). Kenaikan biaya kegiatan keuangan akibat penerapan kenaikan biaya
administrasi ATM pada bulan November mendorong peningkatan inflasi yang tinggi pada sektor ini. Hal ini
terkonfirmasi dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan Administrasi Transfer Uang, masing-masing sebesar 30%
(qtq) dan 27% (qtq) namun secara umum sumbangan terhadap inflasi tidak terlalu besar. Sementara untuk sektor
transportasi, kenaikan harga BBM bersubsidi kembali menjadi pendorong utama. Hal ini terlihat dari kenaikan tarif sewa
motor sebesar 76,34% (qtq) dan tarif angkutan dalam kota sebesar 35,06% (qtq). Di sisi lain, terdapat komoditas yang
mengalami deflasi pada triwulan laporan, yaitu sektor pendidikan (-0,6%), hal ini dapat terjadi karena sudah lewatnya
masa penerimaan siswa baru di sekolah. Penurunan biaya terutama Sekolah pada Menengah Pertama sebesar 5,50%
mendorong penurunan inflasi pada sektor ini.
Kenaikan BBM Bersubsidi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan inflasi tahunan NTT periode
laporan. Inflasi NTT pada triwulan laporan sebesar 7,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
2013 yang mencapai 8,41% (yoy). Angka inflasi yang tetap persisten tinggi tersebut, didorong pengaruh kenaikan
BBM, momen akhir tahun dan penurunan produksi bahan pangan, terutama beras.
Inflasi NTT pada tahun 2014, tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi 5 tahun terakhir. Tercatat laju
inflasi NTT sebesar 7,76% (yoy) lebih tinggi dari rata-rata inflasi pada periode yang sama selama 5 tahun terakhir yakni
sebesar 6,89% (yoy). Sub kelompok yang memiliki perbedaan paling besar, yaitu sub kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 16,73% (yoy) dibandingkan rata-rata 5 tahun untuk sub kelompok yang sama
sebesar 7,09% (yoy). Subkelompok lain yang memiliki angka inflasi lebih besar daripada angka rata-rata 5 tahun adalah
2.4 INFLASI TAHUNAN (yoy)
Tabel 2.4 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
2013
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,11%
7,80%
9,19%
8,27%
7,59%
2,40%
6,45%
2,97%
5,26%
2,16%
7,88%
6,57%
5,94%
2,39%
7,14%
7,33%
III
8,29%
5,41%
10,87%
6,69%
6,49%
4,59%
5,32%
17,20%
IV
8,41%
4,57%
9,97%
8,89%
5,71%
4,33%
7,12%
16,22%
2014
I II III IV
7,78%
1,91%
9,82%
9,13%
5,24%
2,92%
6,83%
15,91%
8,10%
6,47%
8,94%
7,39%
5,21%
2,70%
6,23%
13,89%
4,13%
2,24%
4,78%
6,74%
4,54%
2,28%
7,98%
1,02%
7,76%
5,56%
5,89%
6,90%
4,87%
2,89%
5,83%
16,73%
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar serta Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Sementara untuk subkelompok
kesehatan, sandang, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta bahan makanan pada tahun 2014 tercatat
lebih kecil dibandingkan rata-rata 5 tahun sebelumnya.
Dari sisi komoditas, transportasi dan jasa keuangan mencatat angka yang paling tinggi yaitu masing-masing
22,03%(yoy) dan 20,27% (yoy), sementara bumbu-bumbuan serta daging dan hasil-hasilnya, mencatat angka deflasi
masing-masing sebesar -1,30% (yoy) dan -0,58% (yoy). Untuk komoditas utama penyumbang inflasi pada tahun 2014
adalah Angkutan Dalam Kota dengan andil 0.92%, disusul bensin (0,91%) dan tarif listrik (0,54%) dari total inflasi
tahunan sebesar 7,76%. Dari komoditas bahan makanan, komoditas pendorong inflasi sepanjang tahun 2014 adalah
beras dan ikan tongkol/ambu-ambu dengan andil masing-masing 0,49% dan 0,19%. Pengaruh kenaikan BBM
bersubsidi dan kenaikan tarif tegangan listrik menjadi penyebab utama kenaikan ongkos angkutan dalam kota, bensin
dan TTL, sedangkan kenaikan beras dan ikan-ikanan terutama disebabkan oleh adanya buruknya cuaca yang
berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ikan dan terganggunya pasokan bahan makanan. Sementara komoditas
penahan laju inflasi diantaranya bawang merah (-0,23%), tomat sayur (-0,13) dan daging ayam ras (-0,09).
Tingginya pencapaian inflasi NTT pada triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan hampir semua kelompok
inflasi. Pada akhir tahun 2014, secara bulanan, semua kelompok inflasi mengalami kenaikan. Kelompok administered
prices mengalami kenaikan tertinggi dari 4,35% (mtm) pada November menjadi 7,58% (mtm) di bulan Desember 2014.
Sementara kelompok Volatile Foods dan inflasi core masing-masing mengalami kenaikan dari 2,13% (mtm) dan 0,43%
(mtm) di bulan November 2014 menjadi 4,47%(mtm) dan 1,29% (mtm) pada bulan Desember 2014. Kenaikan inflasi
ini tidak berlaku untuk periode tahunan, inflasi di tahun 2014 untuk kelompok inflasi core dan administered prices
tercatat mengalami pelambatan dari masing-masing 6,58% (yoy) dan 18,73%(yoy) pada tahun 2013 menjadi 4,87%
(yoy) dan 17,38% (yoy) pada tahun 2014. Sementara inflasi Volatile Foods tercatat mengalami kenaikan dari 4,21%
(yoy) tahun 2013 menjadi 5,49% (yoy) pada tahun 2014. Pendorong utama inflasi yang masih tinggi di tahun 2014
adalah administered prices dengan andil 3,47% (yoy), sementara inflasi core dan volatile foods masing-masing
memberikan andil sebesar 2,59% (yoy) dan 1,50% (yoy) dari total inflasi di akhir tahun sebesar 7,76% (yoy).
2.5 DISAGREGASI INFLASI
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
2.6.1 Inflasi Kota KupangSecara bulanan, inflasi kota Kupang cenderung mengalami kenaikan. Inflasi kota Kupang pada bulan Oktober
sebesar 0,24%(mtm), sementara untuk bulan November dan Desember masing-masing sebesar 1,88% (mtm) dan
3,58% (mtm). Faktor pendorong inflasi kota Kupang pada bulan Oktober adalah dampak kenaikan tarif dasar listrik
pada bulan September, yang memberikan andil sebesar 0,11 %. Sementara untuk bahan makanan, komoditas
pendorong inflasi di bulan Oktober adalah beras dengan andil 0,09%. Pada bulan November, inflasi kota Kupang
dipengaruhi terutama oleh kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terlihat dari andil angkutan dalam kota dan
bensin yang mencapai 0,46% dan 0,40% pada bulan tersebut. Di akhir tahun (Desember), inflasi kota Kupang kembali
didorong oleh faktor administered prices, yaitu kenaikan BBM Bersubsidi yang mendorong inflasi angkutan dalam kota
dan bensin dengan andil masing-masing 0,55% dan 15,07%, sementara beras menjadi pendorong inflasi bahan
makanan dengan andil sebesar 0,24%.
Secara triwulanan, Kota Kupang tercatat mengalami inflasi sebesar 5,78% qtq), lebih tinggi dibandingkan deflasi yang
terjadi pada triwulan III-2014 sebesar -0,11% (qtq). Tekanan inflasi tertinggi selama periode laporan terjadi pada
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa-jasa dengan inflasi sebesar 14,27% (qtq). Peningkatan pada kelompok
tersebut diakibatkan oleh peningkatan harga bensin dan angkutan dalam kota. Sementara itu inflasi terendah berasal
dari pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,33% (qtq) yang terutama disebabkan oleh menurunnya biaya
pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) pada bulan Oktober 2014.
Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Kelompok Komoditas (qtq)
-1% 1% 3% 5% 7% 9% 11% 13% 15%
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi,rokok,tembakau
Perumahan,listrik,air
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,rekreasi,olah Raga
Transpor,komunikasi,jasa
5,78%
7,63%
2,74%
3,27%
2,10%
1,29%
-0,33%
14,27%
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
-2%
-1%
0%
Kupang (yoy) Kupang (mtm)
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 2012 2013 2014
%,yoy
Volatile Foods Adm Price Core
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-6
-1
4
9
14
19
24%,yoy
Adm Price Volatile Foods CoreInflasi IHK (yoy)
2.5.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013
menjadi sebesar 5,49% (yoy) pada tahun 2014 dengan andil sebesar 1,50%. Peningkatan ini terjadi seiring dengan
peningkatan laju inflasi pada subkelompok padi-padian, Umbi-Umbian dan Hasilnya, serta kacang-kacangan. Musim
kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak terhadap peningkatan harga bahan
pangan, terutama harga beras, selain itu kelangkaan pupuk yang terjadi menyebabkan penurunan produksi pertanian
di Provinsi NTT. Hal ini terkonfirmasi dari andil inflasi komoditas beras pada akhir tahun 2014 yang mencapai 0,49%.
2.5.2 Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Peningkatan terbesar berasal dari subkelompok
transportasi yakni sebesar 22,03% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong peningkatan inflasi dari
komoditas bensin dan angkutan dalam kota, selain itu dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) di bulan September
dan November turut mendorong peningkatan inflasi di triwulan laporan. Angkutan dalam kota menjadi pendorong
utama inflasi di NTT dengan andil 0,92%, sementara bensin dan tarif listrik masing-masing sebesar 0,91% dan 0,54%.
2.5.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar
4,87% (yoy), begitupun apabila dibandingkan inflasi inti pada tahun 2013 yang mencapai 6,58% (yoy). Andil inflasi inti
tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 2,59% dari total inflasi tahun 2014 sebesar 7,76%. Faktor utama pendorong
inflasi inti terutama oleh subkelompok perumahan dengan andil terbesar pada sewa rumah (0,21%). Selain itu,
subkelompok pendidikan, yaitu akademi/perguruan tinggi memberikan andil yang cukup besar pada inflasi kelompok
inti yaitu 0,18%. Di akhir periode laporan, tercatat pula inflasi yang cukup tinggi di komoditas jasa keuangan seiring
kenaikan biaya transfer antar bank pada bulan November 2014. Sementara itu, dari sisi ekspektasi relatif menurun. Hasil
survei menunjukkan indeks ekspektasi harga konsumen cenderung mengalami penurunan. Sementara dari sisi
pedagang ekspektasi harga relatif meningkat terkait kenaikan harga BBM bersubsidi dan kenaikan permintaan seiring
momen natal dan tahun baru.
Grafik 2.8 Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014
Ekspektasi Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014
Ekspektasi Harga
3 Bln YAD 6 Bln YAD
Grafik 2.9 Ekspektasi Produsen
Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia
2.6 INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
2.6.1 Inflasi Kota KupangSecara bulanan, inflasi kota Kupang cenderung mengalami kenaikan. Inflasi kota Kupang pada bulan Oktober
sebesar 0,24%(mtm), sementara untuk bulan November dan Desember masing-masing sebesar 1,88% (mtm) dan
3,58% (mtm). Faktor pendorong inflasi kota Kupang pada bulan Oktober adalah dampak kenaikan tarif dasar listrik
pada bulan September, yang memberikan andil sebesar 0,11 %. Sementara untuk bahan makanan, komoditas
pendorong inflasi di bulan Oktober adalah beras dengan andil 0,09%. Pada bulan November, inflasi kota Kupang
dipengaruhi terutama oleh kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terlihat dari andil angkutan dalam kota dan
bensin yang mencapai 0,46% dan 0,40% pada bulan tersebut. Di akhir tahun (Desember), inflasi kota Kupang kembali
didorong oleh faktor administered prices, yaitu kenaikan BBM Bersubsidi yang mendorong inflasi angkutan dalam kota
dan bensin dengan andil masing-masing 0,55% dan 15,07%, sementara beras menjadi pendorong inflasi bahan
makanan dengan andil sebesar 0,24%.
Secara triwulanan, Kota Kupang tercatat mengalami inflasi sebesar 5,78% qtq), lebih tinggi dibandingkan deflasi yang
terjadi pada triwulan III-2014 sebesar -0,11% (qtq). Tekanan inflasi tertinggi selama periode laporan terjadi pada
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa-jasa dengan inflasi sebesar 14,27% (qtq). Peningkatan pada kelompok
tersebut diakibatkan oleh peningkatan harga bensin dan angkutan dalam kota. Sementara itu inflasi terendah berasal
dari pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,33% (qtq) yang terutama disebabkan oleh menurunnya biaya
pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) pada bulan Oktober 2014.
Grafik 2.11 Inflasi Kupang Per Kelompok Komoditas (qtq)
-1% 1% 3% 5% 7% 9% 11% 13% 15%
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi,rokok,tembakau
Perumahan,listrik,air
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,rekreasi,olah Raga
Transpor,komunikasi,jasa
5,78%
7,63%
2,74%
3,27%
2,10%
1,29%
-0,33%
14,27%
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kupang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
-2%
-1%
0%
Kupang (yoy) Kupang (mtm)
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi NTT
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 2012 2013 2014
%,yoy
Volatile Foods Adm Price Core
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)Sumber : BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-6
-1
4
9
14
19
24%,yoy
Adm Price Volatile Foods CoreInflasi IHK (yoy)
2.5.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) mengalami peningkatan dari 4,21% (yoy) pada tahun 2013
menjadi sebesar 5,49% (yoy) pada tahun 2014 dengan andil sebesar 1,50%. Peningkatan ini terjadi seiring dengan
peningkatan laju inflasi pada subkelompok padi-padian, Umbi-Umbian dan Hasilnya, serta kacang-kacangan. Musim
kering yang berkepanjangan sebagai dampak fenomena El-Nino berdampak terhadap peningkatan harga bahan
pangan, terutama harga beras, selain itu kelangkaan pupuk yang terjadi menyebabkan penurunan produksi pertanian
di Provinsi NTT. Hal ini terkonfirmasi dari andil inflasi komoditas beras pada akhir tahun 2014 yang mencapai 0,49%.
2.5.2 Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat mengalami angka persisten tinggi yaitu sebesar 17,38% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,73% (yoy). Peningkatan terbesar berasal dari subkelompok
transportasi yakni sebesar 22,03% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong peningkatan inflasi dari
komoditas bensin dan angkutan dalam kota, selain itu dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) di bulan September
dan November turut mendorong peningkatan inflasi di triwulan laporan. Angkutan dalam kota menjadi pendorong
utama inflasi di NTT dengan andil 0,92%, sementara bensin dan tarif listrik masing-masing sebesar 0,91% dan 0,54%.
2.5.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dua kelompok lainnya yaitu sebesar
4,87% (yoy), begitupun apabila dibandingkan inflasi inti pada tahun 2013 yang mencapai 6,58% (yoy). Andil inflasi inti
tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 2,59% dari total inflasi tahun 2014 sebesar 7,76%. Faktor utama pendorong
inflasi inti terutama oleh subkelompok perumahan dengan andil terbesar pada sewa rumah (0,21%). Selain itu,
subkelompok pendidikan, yaitu akademi/perguruan tinggi memberikan andil yang cukup besar pada inflasi kelompok
inti yaitu 0,18%. Di akhir periode laporan, tercatat pula inflasi yang cukup tinggi di komoditas jasa keuangan seiring
kenaikan biaya transfer antar bank pada bulan November 2014. Sementara itu, dari sisi ekspektasi relatif menurun. Hasil
survei menunjukkan indeks ekspektasi harga konsumen cenderung mengalami penurunan. Sementara dari sisi
pedagang ekspektasi harga relatif meningkat terkait kenaikan harga BBM bersubsidi dan kenaikan permintaan seiring
momen natal dan tahun baru.
Grafik 2.8 Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014
Ekspektasi Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122013 2014
Ekspektasi Harga
3 Bln YAD 6 Bln YAD
Grafik 2.9 Ekspektasi Produsen
Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia
2.6 INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
Secara tahunan, inflasi kota Kupang pada Tw IV-2014 terutama didorong oleh kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi Kota Kupang tercatat sebesar 8,32% (yoy) atau persisten tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 8,84% (yoy). Faktor utama tingginya pencapaian inflasi Kota Kupang adalah peningkatan
harga pada komoditas angkutan dalam kota dan bensin seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga
BBM bersubsidi. Berdasarkan kelompok pembentuk inflasi, kelompok transportasi, komunikasi, & jasa keuangan
tercatat mengalami peningkatan tertinggi yakni dari 16,47% (yoy) pada 2013 menjadi 17,29% (yoy) pada periode
laporan. Angkutan dalam kota dan Bensin memiliki andil masing-masing 1,05% dan 0,96% selama tahun 2014.
Sementara dari sisi kelompok bahan makanan, subkelompok kacang-kacangan dan padi-padian mengalami
peningkatan inflasi tertinggi pada periode laporan tercatat masing-masing sebesar 11,43% (yoy) dan 8.95% (yoy),
beras menjadi komoditas bahan pangan penyumbang inflasi utama yaitu sebesar 0,52%. Sementara bawang merah
dan tomat sayur menjadi penghambat dengan angka deflasi masing-masing sebesar -0,24% dan -0,12%.
2.6.2 Inflasi Kota MaumereSecara bulanan, inflasi kota Maumere mengalami trend kenaikan. Pada bulan Oktober 2014, kota Maumere
mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), angka ini kemudian meningkat pada bulan November menjadi 0,41% (mtm)
dan akhirnya melonjak pada bulan Desember yang mencapai 2,22% (mtm). Pencapaian deflasi pada bulan Oktober
2014, terutama didorong oleh kelompok volatile foods yang menghambat laju inflasi. Komoditas layang/benggol dan
kangkung menjadi komoditas penghambat utama dengan andil masing-masing sebesar -0,16% dan -0,09%.
Sementara komoditas penyumbang inflasi yaitu tarip listrik dengan andil sebesar 0.1%. Pada bulan November, angka
inflasi Maumere mulai terdorong imbas kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terkonfirmasi dengan komoditas bensin yang
menjadi pendorong utama dengan andil 0,27%, sementara dari komoditas bahan pangan, cabai rawit dan tempe
memiliki andil terbesar dengan angka masing-masing 0,06%. Di akhir tahun 2014, inflasi Maumere kemudian makin
terdorong kebijakan administered prices, Andil tarip sewa motor/ojek dan bensin menjadi pendorong utama inflasi
dengan angka masing-masing 0,8% dan 0,3%.
Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Maumere
-3% 0% 3% 6% 9% 12% 15%
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi,rokok,tembakau
Perumahan,listrik,air
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,rekreasi,olah Raga
Transpor,komunikasi,jasa
0,33%
14,69%
2,12%
-1,38%
3,15%
1,24%
0,25%
0,34%
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
-2%
-1%
0%
Maumere (yoy) Maumere (mtm)
Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere tercatat sebesar 2,12% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar -0,07% (qtq) dan masih lebih rendah bila dibandingkan inflasi Kota Kupang yang mencapai
5,78% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan sebesar 14,69% (qtq). Hal ini disebabkan oleh peningkatan inflasi di sektor jasa keuangan 27,11% (qtq) dan
sektor transportasi yang mencapai 21,51% (qtq).
Secara tahunan, inflasi kota Maumere pada Triwulan IV tahun 2014 mencapai sebesar 4,00% (yoy) atau lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 6,24% (yoy). Kelompok barang yang
mengalami inflasi tertinggi pada tahun 2014 adalah kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar
12,82% (yoy) serta makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan inflasi mencapai 7,70% (yoy). Peningkatan
tersebut disebabkan tingginya inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi serta tembakau dan minuman
beralkohol sebagai dampak kebijakan pemerintah meningkatkan cukai tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas
penyumbang inflasi utama di Maumere pada tahun 2014 adalah ikan selar/tude dengan andil 1,19%, tarip sewa motor
dan bensin yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,85% dan 0,64%.
Tabel 2.6 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS
2013
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,38%
7,77%
9,12%
6,57%
4,84%
3,49%
22,77%
0,24%
3,73%
-1,20%
9,27%
6,45%
2,88%
2,52%
21,89%
4,10%
III
5,32%
4,63%
7,50%
2,60%
2,62%
3,12%
4,01%
16,06%
IV
6,24%
2,99%
14,93%
4,23%
2,60%
4,50%
4,58%
14,57%
2014
I II III IV
6,39%
5,70%
12,85%
4,30%
2,49%
3,51%
5,29%
8,29%
6,70%
9,00%
9,85%
3,86%
3,55%
4,07%
5,71%
5,50%
3,19%
2,75%
10,30%
3,10%
2,20%
2,68%
1,67%
-2,15%
4,00%
1,31%
7,70%
2,75%
0,90%
1,24%
1,42%
12,82%
Tabel 2.5 Inflasi Tahunan Kupang
KOMODITAS
Sumber : BPS Diolah
Tw III - 2014
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,06%
7,81%
9,19%
8,61%
8,06%
2,21%
3,34%
3,39%
5,56%
2,88%
7,64%
6,60%
6,45%
2,37%
4,32%
7,82%
III
8,88%
5,58%
11,48%
7,50%
7,13%
4,85%
5,61%
17,37%
IV
8,84%
4,90%
9,11%
9,79%
6,23%
4,31%
7,70%
16,47%
Tw IV - 2014
I II III IV
7,99%
1,38%
9,36%
9,87%
5,65%
2,83%
7,10%
17,07%
8,31%
6,10%
8,80%
7,92%
5,46%
2,49%
6,31%
15,13%
4,27%
2,17%
3,96%
7,29%
4,88%
2,22%
9,05%
1,47%
8,32%
6,19%
5,61%
7,51%
5,46%
3,14%
6,57%
17,29%
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30
Secara tahunan, inflasi kota Kupang pada Tw IV-2014 terutama didorong oleh kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi Kota Kupang tercatat sebesar 8,32% (yoy) atau persisten tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 8,84% (yoy). Faktor utama tingginya pencapaian inflasi Kota Kupang adalah peningkatan
harga pada komoditas angkutan dalam kota dan bensin seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga
BBM bersubsidi. Berdasarkan kelompok pembentuk inflasi, kelompok transportasi, komunikasi, & jasa keuangan
tercatat mengalami peningkatan tertinggi yakni dari 16,47% (yoy) pada 2013 menjadi 17,29% (yoy) pada periode
laporan. Angkutan dalam kota dan Bensin memiliki andil masing-masing 1,05% dan 0,96% selama tahun 2014.
Sementara dari sisi kelompok bahan makanan, subkelompok kacang-kacangan dan padi-padian mengalami
peningkatan inflasi tertinggi pada periode laporan tercatat masing-masing sebesar 11,43% (yoy) dan 8.95% (yoy),
beras menjadi komoditas bahan pangan penyumbang inflasi utama yaitu sebesar 0,52%. Sementara bawang merah
dan tomat sayur menjadi penghambat dengan angka deflasi masing-masing sebesar -0,24% dan -0,12%.
2.6.2 Inflasi Kota MaumereSecara bulanan, inflasi kota Maumere mengalami trend kenaikan. Pada bulan Oktober 2014, kota Maumere
mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), angka ini kemudian meningkat pada bulan November menjadi 0,41% (mtm)
dan akhirnya melonjak pada bulan Desember yang mencapai 2,22% (mtm). Pencapaian deflasi pada bulan Oktober
2014, terutama didorong oleh kelompok volatile foods yang menghambat laju inflasi. Komoditas layang/benggol dan
kangkung menjadi komoditas penghambat utama dengan andil masing-masing sebesar -0,16% dan -0,09%.
Sementara komoditas penyumbang inflasi yaitu tarip listrik dengan andil sebesar 0.1%. Pada bulan November, angka
inflasi Maumere mulai terdorong imbas kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini terkonfirmasi dengan komoditas bensin yang
menjadi pendorong utama dengan andil 0,27%, sementara dari komoditas bahan pangan, cabai rawit dan tempe
memiliki andil terbesar dengan angka masing-masing 0,06%. Di akhir tahun 2014, inflasi Maumere kemudian makin
terdorong kebijakan administered prices, Andil tarip sewa motor/ojek dan bensin menjadi pendorong utama inflasi
dengan angka masing-masing 0,8% dan 0,3%.
Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Maumere
-3% 0% 3% 6% 9% 12% 15%
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi,rokok,tembakau
Perumahan,listrik,air
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,rekreasi,olah Raga
Transpor,komunikasi,jasa
0,33%
14,69%
2,12%
-1,38%
3,15%
1,24%
0,25%
0,34%
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Maumere
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
-2%
-1%
0%
Maumere (yoy) Maumere (mtm)
Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere tercatat sebesar 2,12% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar -0,07% (qtq) dan masih lebih rendah bila dibandingkan inflasi Kota Kupang yang mencapai
5,78% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan sebesar 14,69% (qtq). Hal ini disebabkan oleh peningkatan inflasi di sektor jasa keuangan 27,11% (qtq) dan
sektor transportasi yang mencapai 21,51% (qtq).
Secara tahunan, inflasi kota Maumere pada Triwulan IV tahun 2014 mencapai sebesar 4,00% (yoy) atau lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 6,24% (yoy). Kelompok barang yang
mengalami inflasi tertinggi pada tahun 2014 adalah kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar
12,82% (yoy) serta makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan inflasi mencapai 7,70% (yoy). Peningkatan
tersebut disebabkan tingginya inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi serta tembakau dan minuman
beralkohol sebagai dampak kebijakan pemerintah meningkatkan cukai tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas
penyumbang inflasi utama di Maumere pada tahun 2014 adalah ikan selar/tude dengan andil 1,19%, tarip sewa motor
dan bensin yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,85% dan 0,64%.
Tabel 2.6 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS
2013
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,38%
7,77%
9,12%
6,57%
4,84%
3,49%
22,77%
0,24%
3,73%
-1,20%
9,27%
6,45%
2,88%
2,52%
21,89%
4,10%
III
5,32%
4,63%
7,50%
2,60%
2,62%
3,12%
4,01%
16,06%
IV
6,24%
2,99%
14,93%
4,23%
2,60%
4,50%
4,58%
14,57%
2014
I II III IV
6,39%
5,70%
12,85%
4,30%
2,49%
3,51%
5,29%
8,29%
6,70%
9,00%
9,85%
3,86%
3,55%
4,07%
5,71%
5,50%
3,19%
2,75%
10,30%
3,10%
2,20%
2,68%
1,67%
-2,15%
4,00%
1,31%
7,70%
2,75%
0,90%
1,24%
1,42%
12,82%
Tabel 2.5 Inflasi Tahunan Kupang
KOMODITAS
Sumber : BPS Diolah
Tw III - 2014
I II
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
7,06%
7,81%
9,19%
8,61%
8,06%
2,21%
3,34%
3,39%
5,56%
2,88%
7,64%
6,60%
6,45%
2,37%
4,32%
7,82%
III
8,88%
5,58%
11,48%
7,50%
7,13%
4,85%
5,61%
17,37%
IV
8,84%
4,90%
9,11%
9,79%
6,23%
4,31%
7,70%
16,47%
Tw IV - 2014
I II III IV
7,99%
1,38%
9,36%
9,87%
5,65%
2,83%
7,10%
17,07%
8,31%
6,10%
8,80%
7,92%
5,46%
2,49%
6,31%
15,13%
4,27%
2,17%
3,96%
7,29%
4,88%
2,22%
9,05%
1,47%
8,32%
6,19%
5,61%
7,51%
5,46%
3,14%
6,57%
17,29%
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30
Pada tahun 2014, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 7,76% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional
yang sebesar 8,36% (yoy). Relatif rendahnya harga bahan makanan dibanding tahun sebelumnya mampu
menjadi penahan utama inflasi Provinsi NTT di tahun 2014.
Perhitungan inflasi di Provinsi NTT sendiri saat ini dihitung berdasarkan hasil perhitungan inflasi di dua kota yaitu
Kota Kupang dan Kabupaten Maumere. Berdasarkan perhitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012,
Perhitungan inflasi di Kota Kupang memiliki bobot hingga 0,59% secara nasional, meningkat dibanding bobot
tahun 2007 yang hanya sebesar 0,49% dari total bobot nasional. Maumere memiliki bobot yang sama dibanding
tahun 2007 yaitu sebesar 0,09%. Jumlah komoditas yang disurvei di tahun 2012 juga mengalami kenaikan yaitu
Kota Kupang mengalami penambahan komoditas dari 340 komoditas di tahun 2007 menjadi 390 komoditas di
tahun 2012, sedangkan Kabupaten Maumere dari 291 komoditas di tahun 2007 menjadi 318 komoditas di
tahun 2012. Sejumlah komoditas tersebut mewakili hampir 100% komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat
di dua kota/kabupaten tersebut.
Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi, didapatkan 20 komoditas dengan bobot tertinggi di Kupang
mampu menyumbang hingga 46,38% dari total konsumsi masyarakat yang berarti bahwa dari total 100%
konsumsi per kapita masyarakat, 46,38% digunakan untuk mengkonsumsi 20 komoditas dengan bobot
konsumsi terbesar di Kupang. 20 Komoditas utama di Maumere mampu menyumbang pengeluaran konsumsi
hingga 49,20% dari total konsumsi, yang berarti hampir 50% dari total pengeluaran masyarakat digunakan
untuk mengkonsumsi 20 komoditas di bawah. Adapun komoditas utama yang dikonsumsi di Kota Kupang
antara lain beras, bensin, angkutan dalam kota, angkutan udara, semen, tariff listrik, tukang bukan mandor,
akademi, nasi dengan lauk dan sewa rumah. Sedangkan komoditas utama yang dikonsumsi di Kabupaten
Maumere adalah beras, kontrak rumah, tariff listrik, selar, bensin, SMA, rokok kretek, tukang bukan mandor,
tariff sewa motor, dan ayam hidup. Adapun rincian selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah.
KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
0.49
0.59
Kupang Maumere
2007
2012
0.09 0.09
340
390
291318
Kupang Maumere
2007
2012
Grafik Boks 2.1. Bobot Inflasi dan Jumlah Komoditas yang dihitung dalam Survei Inflasi
Sumber : BPS, diolah
KOTA KUPANGBerdasarkan hasil analisa selama 4 tahun, inflasi di Kota Kupang sangat dipengaruhi oleh inflasi 13 komoditas
utama penyumbang persistensi inflasi antara lain angkutan udara, beras, angkutan dalam kota, sewa rumah,
bensin, pasir, semen, tempe, daging babi, nasi, cabe merah, rokok kretek filter dan tariff listrik. Dari 13 komoditas
tersebut, ternyata hanya 4 komoditas bahan makanan (volatile food) yang seringkali menjadi penyumbang inflasi
utama dalam 4 tahun terakhir, antara lain beras, tempe, daging babi dan cabe merah, terdapat 5 komoditas yang
sebenarnya dapat dikendalikan oleh pemerintah antara lain angkutan udara, angkutan dalam kota, bensin,
rokok kretek filter dan tarip listrik, dan dua komoditas yang secara tidak langsung dapat dikendalikan yaitu beras
melalui operasi pasar bulog maupun harga semen. Persistensi inflasi pada komoditas pasir lebih disebabkan oleh
adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan kondisi cuaca.
301054 SEWA RUMAH 2.08% 102002 AYAM HIDUP 1.90%
702012 TARIP PULSA PONSEL 1.93% 302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.84%
301029 KONTRAK RUMAH 1.90% 702012 TARIP PULSA PONSEL 1.78%
302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.57% 304024 UPAH PEMBANTU RT 1.78%
203011 ROKOK KRETEK FILTER 1.44% 203012 ROKOK PUTIH 1.63%
701019 SEPEDA MOTOR 1.40% 301054 SEWA RUMAH 1.58%
701014 MOBIL 1.38% 601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 1.34%
103037 KEMBUNG/GEMBUNG/BANYAR 1.37% 110004 MINYAK GORENG 1.31%
201036 MIE 1.36% 201038 NASI DENGAN LAUK 1.21%
301052 SENG 1.19% 701014 MOBIL 1.07%
102009 DAGING AYAM RAS 1.18% 202006 GULA PASIR 1.21%
101001 BERAS 6.09% 101001 BERAS 8.60%
701008 BENSIN 3.82% 301029 KONTRAK RUMAH 6.35%
701003 ANGKUTAN DALAM KOTA 3.71% 302021 TARIP LISTRIK 3.11%
701005 ANGKUTAN UDARA 2.88% 103066 SELAR/TUDE 3.03%
301049 SEMEN 2.74% 701008 BENSIN 2.62%
302021 TARIP LISTRIK 2.72% 601004 SEKOLAH MENENGAH ATAS 2.47%
301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.70% 203011 ROKOK KRETEK FILTER 2.25%
601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 2.70% 301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.23%
201038 NASI DENGAN LAUK 2.21% 701016 TARIP SEWA MOTOR 2.06%
KUPANG MAUMERE
Grafik Boks 2.2. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 33BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI32
Pada tahun 2014, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 7,76% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional
yang sebesar 8,36% (yoy). Relatif rendahnya harga bahan makanan dibanding tahun sebelumnya mampu
menjadi penahan utama inflasi Provinsi NTT di tahun 2014.
Perhitungan inflasi di Provinsi NTT sendiri saat ini dihitung berdasarkan hasil perhitungan inflasi di dua kota yaitu
Kota Kupang dan Kabupaten Maumere. Berdasarkan perhitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012,
Perhitungan inflasi di Kota Kupang memiliki bobot hingga 0,59% secara nasional, meningkat dibanding bobot
tahun 2007 yang hanya sebesar 0,49% dari total bobot nasional. Maumere memiliki bobot yang sama dibanding
tahun 2007 yaitu sebesar 0,09%. Jumlah komoditas yang disurvei di tahun 2012 juga mengalami kenaikan yaitu
Kota Kupang mengalami penambahan komoditas dari 340 komoditas di tahun 2007 menjadi 390 komoditas di
tahun 2012, sedangkan Kabupaten Maumere dari 291 komoditas di tahun 2007 menjadi 318 komoditas di
tahun 2012. Sejumlah komoditas tersebut mewakili hampir 100% komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat
di dua kota/kabupaten tersebut.
Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi, didapatkan 20 komoditas dengan bobot tertinggi di Kupang
mampu menyumbang hingga 46,38% dari total konsumsi masyarakat yang berarti bahwa dari total 100%
konsumsi per kapita masyarakat, 46,38% digunakan untuk mengkonsumsi 20 komoditas dengan bobot
konsumsi terbesar di Kupang. 20 Komoditas utama di Maumere mampu menyumbang pengeluaran konsumsi
hingga 49,20% dari total konsumsi, yang berarti hampir 50% dari total pengeluaran masyarakat digunakan
untuk mengkonsumsi 20 komoditas di bawah. Adapun komoditas utama yang dikonsumsi di Kota Kupang
antara lain beras, bensin, angkutan dalam kota, angkutan udara, semen, tariff listrik, tukang bukan mandor,
akademi, nasi dengan lauk dan sewa rumah. Sedangkan komoditas utama yang dikonsumsi di Kabupaten
Maumere adalah beras, kontrak rumah, tariff listrik, selar, bensin, SMA, rokok kretek, tukang bukan mandor,
tariff sewa motor, dan ayam hidup. Adapun rincian selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah.
KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
0.49
0.59
Kupang Maumere
2007
2012
0.09 0.09
340
390
291318
Kupang Maumere
2007
2012
Grafik Boks 2.1. Bobot Inflasi dan Jumlah Komoditas yang dihitung dalam Survei Inflasi
Sumber : BPS, diolah
KOTA KUPANGBerdasarkan hasil analisa selama 4 tahun, inflasi di Kota Kupang sangat dipengaruhi oleh inflasi 13 komoditas
utama penyumbang persistensi inflasi antara lain angkutan udara, beras, angkutan dalam kota, sewa rumah,
bensin, pasir, semen, tempe, daging babi, nasi, cabe merah, rokok kretek filter dan tariff listrik. Dari 13 komoditas
tersebut, ternyata hanya 4 komoditas bahan makanan (volatile food) yang seringkali menjadi penyumbang inflasi
utama dalam 4 tahun terakhir, antara lain beras, tempe, daging babi dan cabe merah, terdapat 5 komoditas yang
sebenarnya dapat dikendalikan oleh pemerintah antara lain angkutan udara, angkutan dalam kota, bensin,
rokok kretek filter dan tarip listrik, dan dua komoditas yang secara tidak langsung dapat dikendalikan yaitu beras
melalui operasi pasar bulog maupun harga semen. Persistensi inflasi pada komoditas pasir lebih disebabkan oleh
adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan kondisi cuaca.
301054 SEWA RUMAH 2.08% 102002 AYAM HIDUP 1.90%
702012 TARIP PULSA PONSEL 1.93% 302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.84%
301029 KONTRAK RUMAH 1.90% 702012 TARIP PULSA PONSEL 1.78%
302025 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 1.57% 304024 UPAH PEMBANTU RT 1.78%
203011 ROKOK KRETEK FILTER 1.44% 203012 ROKOK PUTIH 1.63%
701019 SEPEDA MOTOR 1.40% 301054 SEWA RUMAH 1.58%
701014 MOBIL 1.38% 601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 1.34%
103037 KEMBUNG/GEMBUNG/BANYAR 1.37% 110004 MINYAK GORENG 1.31%
201036 MIE 1.36% 201038 NASI DENGAN LAUK 1.21%
301052 SENG 1.19% 701014 MOBIL 1.07%
102009 DAGING AYAM RAS 1.18% 202006 GULA PASIR 1.21%
101001 BERAS 6.09% 101001 BERAS 8.60%
701008 BENSIN 3.82% 301029 KONTRAK RUMAH 6.35%
701003 ANGKUTAN DALAM KOTA 3.71% 302021 TARIP LISTRIK 3.11%
701005 ANGKUTAN UDARA 2.88% 103066 SELAR/TUDE 3.03%
301049 SEMEN 2.74% 701008 BENSIN 2.62%
302021 TARIP LISTRIK 2.72% 601004 SEKOLAH MENENGAH ATAS 2.47%
301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.70% 203011 ROKOK KRETEK FILTER 2.25%
601005 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI 2.70% 301059 TUKANG BUKAN MANDOR 2.23%
201038 NASI DENGAN LAUK 2.21% 701016 TARIP SEWA MOTOR 2.06%
KUPANG MAUMERE
Grafik Boks 2.2. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 33BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI32
KABUPATEN MAUMEREKondisi persistensi inflasi di Maumere lebih disebabkan oleh inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Dari total 10 komoditas penyumbang persistensi inflasi utama di Kabupaten Maumere, tercatat empat
komoditas merupakan bahan makanan yaitu beras, ikan selar, kangkung dan sawi hijau; empat kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau antara lain es, rokok kretek filter, roti manis dan soto, dan dua
kelompok komoditas transportasi yaitu bensin dan tariff sewa motor.
Berdasarkan grafik inflasi baik di Kota Kupang maupun Kabupaten Maumere terlihat bahwa lebih dari 50%
komoditas penyumbang inflasi utama tersebut secara rata-rata menyumbang lebih dari 50% dari total inflasi
bulanan NTT. Oleh karena itu, pengendalian inflasi sepatutnya difokuskan pada komoditas utama tersebut.
Inflasi di kota Kupang harus lebih difokuskan pada pengendalian biaya angkut meliputi tariff angkutan dalam
kota, luar kota, penyeberangan dan udara melalui kebijakan di dinas perhubungan kabupaten/ kota dan provinsi.
Selain itu, juga perlu dilakukan monitoring terhadap komoditas utama penyumbang inflasi di atas. Inflasi di
Kabupaten Maumere lebih difokuskan pada pengendalian harga komoditas pangan terlebih pada ketersediaan
pasokan pangan baik sayuran, maupun hasil tangkapan ikan yang juga berdampak pada fluktuasi harga es.
Kestabilan harga makanan jadi juga dapat dilakukan dengan memperbanyak penjual makanan yang diharapkan
dapat meningkatkan persaingan antara penjual makanan. Untuk komoditas beras, solusi utama yang bisa kita
lakukan adalah selain meningkatkan produksi beras, pemerintah juga dapat menjaga melalui operasi pasar yang
intensif pada saat kekurangan beras ataupun dengan realisasi 100% penyaluran raskin di daerah. Untuk itu,
peningkatan cadangan beras pemerintah dirasa perlu dijaga agar BULOG senantiasa memiliki beras yang dapat
digunakan untuk kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di atas.
Grafik Boks 2.3. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kabupaten Maumere
Sumber : BPS, diolah
BAB III
Perkembangan PerbankanDan Sistem Pembayaran
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI34
KABUPATEN MAUMEREKondisi persistensi inflasi di Maumere lebih disebabkan oleh inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Dari total 10 komoditas penyumbang persistensi inflasi utama di Kabupaten Maumere, tercatat empat
komoditas merupakan bahan makanan yaitu beras, ikan selar, kangkung dan sawi hijau; empat kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau antara lain es, rokok kretek filter, roti manis dan soto, dan dua
kelompok komoditas transportasi yaitu bensin dan tariff sewa motor.
Berdasarkan grafik inflasi baik di Kota Kupang maupun Kabupaten Maumere terlihat bahwa lebih dari 50%
komoditas penyumbang inflasi utama tersebut secara rata-rata menyumbang lebih dari 50% dari total inflasi
bulanan NTT. Oleh karena itu, pengendalian inflasi sepatutnya difokuskan pada komoditas utama tersebut.
Inflasi di kota Kupang harus lebih difokuskan pada pengendalian biaya angkut meliputi tariff angkutan dalam
kota, luar kota, penyeberangan dan udara melalui kebijakan di dinas perhubungan kabupaten/ kota dan provinsi.
Selain itu, juga perlu dilakukan monitoring terhadap komoditas utama penyumbang inflasi di atas. Inflasi di
Kabupaten Maumere lebih difokuskan pada pengendalian harga komoditas pangan terlebih pada ketersediaan
pasokan pangan baik sayuran, maupun hasil tangkapan ikan yang juga berdampak pada fluktuasi harga es.
Kestabilan harga makanan jadi juga dapat dilakukan dengan memperbanyak penjual makanan yang diharapkan
dapat meningkatkan persaingan antara penjual makanan. Untuk komoditas beras, solusi utama yang bisa kita
lakukan adalah selain meningkatkan produksi beras, pemerintah juga dapat menjaga melalui operasi pasar yang
intensif pada saat kekurangan beras ataupun dengan realisasi 100% penyaluran raskin di daerah. Untuk itu,
peningkatan cadangan beras pemerintah dirasa perlu dijaga agar BULOG senantiasa memiliki beras yang dapat
digunakan untuk kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di atas.
Grafik Boks 2.3. Komoditas Penyumbang Persistensi Inflasi Terbesar dalam 4 Tahun Terakhir di Kabupaten Maumere
Sumber : BPS, diolah
BAB III
Perkembangan PerbankanDan Sistem Pembayaran
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI34
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran relatif melambat.
Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran
Beberapa indikator kinerja keuangan seperti penyaluran kredit perbankan mengalami
perlambatan yang diiringi penurunan risiko.
Sementara itu, beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami peningkatan.
3.1 KONDISI UMUM
Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif
melambat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit
masyarakat oleh perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebabkan peningkatan risiko peningkatan rasio kredit
dibandingkan simpanan (LDR) dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada Triwulan IV 2014. Dari sisi
kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22,94% (yoy). Pada triwulan ini juga terdapat
penurunan Giro dan Deposito Pemerintah sebesar + 41% seiring dengan adanya penyaluran dana pembangunan. Hal
ini diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang melambat cukup signifikan dari sebesar
20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun.
Sementara itu, pertumbuhan Kredit cukup stabil dari sebesar 13,69% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 14,76% (yoy)
pada triwulan IV 2014 dengan nominal 17,41 triliun rupiah. Beberapa sektor pendorong pertumbuhan kredit di Provinsi
Nusa Tenggara Timur adalah kredit konsumsi atau Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha dan Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran. Kestabilan ini pun diiringi dengan membaiknya risiko kredit (non performing loan/NPL)
dari level 1,77% menjadi 1,46%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB I 37
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
LDR NPL
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran relatif melambat.
Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran
Beberapa indikator kinerja keuangan seperti penyaluran kredit perbankan mengalami
perlambatan yang diiringi penurunan risiko.
Sementara itu, beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami peningkatan.
3.1 KONDISI UMUM
Secara umum perkembangan kinerja perbankan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan IV 2014 relatif
melambat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan penghimpunan dana, dan meningkatnya penyaluran kredit
masyarakat oleh perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebabkan peningkatan risiko peningkatan rasio kredit
dibandingkan simpanan (LDR) dari 86,94% pada Triwulan III 2014 menjadi 92,23% pada Triwulan IV 2014. Dari sisi
kinerja keuangan, gabungan aset Bank Umum dan BPR tercatat sebesar Rp.26,02 triliun atau tumbuh 14,25% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22,94% (yoy). Pada triwulan ini juga terdapat
penurunan Giro dan Deposito Pemerintah sebesar + 41% seiring dengan adanya penyaluran dana pembangunan. Hal
ini diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang melambat cukup signifikan dari sebesar
20,04% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,40% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dengan nominal Rp.18,88 triliun.
Sementara itu, pertumbuhan Kredit cukup stabil dari sebesar 13,69% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 14,76% (yoy)
pada triwulan IV 2014 dengan nominal 17,41 triliun rupiah. Beberapa sektor pendorong pertumbuhan kredit di Provinsi
Nusa Tenggara Timur adalah kredit konsumsi atau Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha dan Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran. Kestabilan ini pun diiringi dengan membaiknya risiko kredit (non performing loan/NPL)
dari level 1,77% menjadi 1,46%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB I 37
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
LDR NPL
Perkembangan peredaran uang tunai pada Triwulan IV 2014 masih di dominasi oleh aliran outflow. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2014 seiring dengan adanya perayaan Hari Raya Natal 2014
dan Tahun Baru 2015. Hasil temuan uang palsu sepanjang Triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan
yang cukup besar. Peningkatan tersebut sekiranya dapat menjadi perhatian lebih dari institusi kepolisian dalam
penindakan kejahatan peredaran uang palsu.
Kinerja Bank Umum di Nusa Tenggara Timur sampai dengan Triwulan IV 2014 secara umum masih terus
tumbuh positif dan diikuti dengan fungsi intermediasi yang berjalan baik. Pertumbuhan kinerja bank yang
positif direpresentasikan oleh pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total aset sebesar 14,25% (yoy), Dana Pihak
Ketiga (DPK) sebesar 13,40% (yoy), dan kredit sebesar 14,76% (yoy) yang cenderung lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan nasional. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif
lima persen. Indikator lainnya, rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (Undisbursed Loan) terhadap total
kredit juga sedikit meningkat dari sebesar 4,57% pada Triwulan III 2014 menjadi sebesar 5,14% pada Triwulan IV 2014
dengan nominal mencapai Rp. 878,99 miliar. Peningkatan Undisbursed Loan biasanya terjadi karena rendahnya daya
serap dunia usaha akibat penyelesaian proyek yang lebih lama dari rencana. Jika akselerasi proyek bisa dilakukan,
Undisbursed Loan bisa mengecil.
Seiring dengan pertumbuhan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara triwulan, jumlah seluruh dana perbankan
yang masuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek mencapai angka sebesar
Rp. 17,76 triliun. Kondisi ini menandakan adanya aliran dana bersih yang masuk (net inflow) di Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar Rp. 0,66 triliun, setelah memperhitungkan jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor bank yang
berdomisili di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 17,09 triliun. Angka net inflow tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai angka sebesar Rp. 0,69 triliun.
Namun demikian, angka pertumbuhan tahunan (yoy) penyaluran kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek pada
triwulan ini meningkat sebesar 13,69%, dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
12,63%. Peningkatan penyaluran kredit tersebut mendorong tingginya angka rasio likuiditas (LDR) lokasi proyek dari
90,73% pada Triwulan III 2014 menjadi 96,30% pada Triwulan IV 2014.
Salah satu pendorong peningkatan sistem pembayaran non tunai adalah diberlakukannya kebijakan Bank Indonesia
tentang sistem BI-RTGS sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.16/18/DPSP tanggal
28 November 2014. Kebijakan ini diberlakukan mulai tanggal 15 Desember 2014, yakni transfer kredit atas nama
nasabah melalui sistem BI-RTGS hanya diperuntukkan bagi transaksi yang lebih besar dari Rp.100 juta per transaksi.
Dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka transfer kredit antar bank atas nama nasabah dengan nominal Rp.100 juta
ke bawah diarahkan untuk menggunakan layanan kliring. Dengan demikian sistem pembayaran non tunai pada
Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya transaksi Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI), sementara sistem pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem
pembayaran tunai yang melambat dipengaruhi kebutuhan uang oleh masyarakat, terutama dalam realisasi proyek pada
akhir tahun.
Fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat meningkat sebesar 26,35% (yoy) atau sebesar Rp.
849,71 miliar pada Triwulan IV 2014 yang sebelumnya turun sebesar 5,75% (yoy) atau sebesar Rp. 607,52 miliar pada
Triwulan III 2014. Real Time Gross Settlement (RTGS) pada Triwulan IV 2014 juga mengalami kenaikan yang terlihat dari
kenaikan net inflow sebesar Rp 8,80 triliun dibandingkan Triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 5,75 triliun. Hal ini
menunjukkan adanya aliran modal masuk ke Provinsi NTT. Tingginya kenaikan transaksi non tunai juga menunjukkan
adanya dampak positif dari kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pada bulan Agustus
2014.
Grafik 3.3. Pertumbuhan Indikator Bank Umum
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Aset (miliar) DPK (miliar) Kredit (miliar) Kredit LP (miliar)
y-o-y aset y-o-y DPK y-o-y kredit y-o-y kredit LP
III I II III IV20142013
Grafik 3.4. Perkembangan LDR dan NPL
0,0%
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
1,0%
1,2%
1,4%
1,6%
1,8%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
III I II III IV20142013
LDR LDR LP NPL NPL LP
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
Table 3.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
PembayaranNon Tunai (Juta)
Kliring
y-o-y
Cek/BG Kosong
y-o-y
Ratio Cek/BG Kosong thd Kliring
2013
I II III IV2013
2012
I II
610.182
70,40%
7.660
-5,63%
1,26%
2.003.763
22,90%
30.317
4,71%
1,51%
530.779
22,64%
6.584
-3,80%
1,24%
569.628
27,17%
8.428
-0,11%
1,48%
644.592
25,68%
12.903
74,95%
2,00%
672.518
10,22%
7.627
-0,43%
1,13%
2.417.517
20,65%
35.542
17,24%
1,47%
542.516
2,21%
8.894
35,08%
1,64%
620.336
8,90%
5.821
-30,93%
0,94%
607.516
-5,75%
5.855
-54,62%
0,96%
849.711
26,35%
14.384
88,59%
1,69%
2.620.080
8,38%
34.954
-1,65%
1,33%
2014
I II III IV2014
Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Real Time gross Settlement (RTGS)
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
2013
I II III IV2013
22.688
64,84%
9.704
5,24%
13.308
6,76%
5.687
-19,39%
21.878
10,16%
9.333
-23,98%
22.746
52,54%
6.142
-22,72%
20.717
0,06%
12.630
-5,33%
17.780
-18,59%
8.209
-0,65%
25.500
68,46%
15.327
53,16%
26.198
163,54%
9.478
53,49%
90.782
14,73%
46.994
-7,82%
80.032
22,75%
29.516
-9,27%
17.189
-24,24%
10.696
10,22%
14.184
6,58%
7.809
37,31%
20.598
-5,85%
10.475
12,24%
13.053
-42,61%
7.868
28,10%
24.091
16,29%
10.707
-15,23%
29.842
67,84%
8.776
6,91%
26.834
22,65%
11.053
-27,89%
35.630
36,00%
9.294
-1,94%
88.712
-2,28%
42.931
-8,65%
92.709
15,84%
33.747
14,33%
2014
I II III IV2014
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai
Pembayaran Tunai (Milyar)
Inflow
y-o-y
Outflow
y-o-y
Net Inflow
y-o-y
Uang Palsu (ribu)
2013
I II III IV2013
2012
IV
486,65
1,29%
1665,53
0,30%
-1178,88
-0,10%
11.440
2.779,82
30,67%
4.296,25
16,28%
-1.516,43
-3,26%
25.840
1.361,96
20,43%
436,38
52,15%
925,59
9,65%
800
615,18
26,86%
1.000,41
-14,40%
-385,23
-43,66%
700
770,79
13,81%
1.358,61
15,60%
-587,82
18,05%
1.250
426,67
-12,33%
1.921,18
15,35%
-1.494,52
26,77%
700
3.174,60
14,20%
4.716,58
9,78%
-1.541,98
1,68%
3.450
1.371,83
0,72%
322,06
-26,20%
1.049,77
13,42%
1.350
738,23
20,00%
820,90
-17,94%
-82,68
-78,54%
1.100
766,83
-0,51%
1.343,79
-1,09%
-576,96
-1,85%
3.630
498,27
16,78%
1.147,70
-40,26%
-649,43
-56,55%
10.690
3.375,16
6,32%
3.634,46
-22,94%
-259,30
-83,18%
16.770
2014
I II III IV20142012
3.2 PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Perkembangan peredaran uang tunai pada Triwulan IV 2014 masih di dominasi oleh aliran outflow. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2014 seiring dengan adanya perayaan Hari Raya Natal 2014
dan Tahun Baru 2015. Hasil temuan uang palsu sepanjang Triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan
yang cukup besar. Peningkatan tersebut sekiranya dapat menjadi perhatian lebih dari institusi kepolisian dalam
penindakan kejahatan peredaran uang palsu.
Kinerja Bank Umum di Nusa Tenggara Timur sampai dengan Triwulan IV 2014 secara umum masih terus
tumbuh positif dan diikuti dengan fungsi intermediasi yang berjalan baik. Pertumbuhan kinerja bank yang
positif direpresentasikan oleh pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total aset sebesar 14,25% (yoy), Dana Pihak
Ketiga (DPK) sebesar 13,40% (yoy), dan kredit sebesar 14,76% (yoy) yang cenderung lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan nasional. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif
lima persen. Indikator lainnya, rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (Undisbursed Loan) terhadap total
kredit juga sedikit meningkat dari sebesar 4,57% pada Triwulan III 2014 menjadi sebesar 5,14% pada Triwulan IV 2014
dengan nominal mencapai Rp. 878,99 miliar. Peningkatan Undisbursed Loan biasanya terjadi karena rendahnya daya
serap dunia usaha akibat penyelesaian proyek yang lebih lama dari rencana. Jika akselerasi proyek bisa dilakukan,
Undisbursed Loan bisa mengecil.
Seiring dengan pertumbuhan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara triwulan, jumlah seluruh dana perbankan
yang masuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek mencapai angka sebesar
Rp. 17,76 triliun. Kondisi ini menandakan adanya aliran dana bersih yang masuk (net inflow) di Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar Rp. 0,66 triliun, setelah memperhitungkan jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor bank yang
berdomisili di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 17,09 triliun. Angka net inflow tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai angka sebesar Rp. 0,69 triliun.
Namun demikian, angka pertumbuhan tahunan (yoy) penyaluran kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek pada
triwulan ini meningkat sebesar 13,69%, dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
12,63%. Peningkatan penyaluran kredit tersebut mendorong tingginya angka rasio likuiditas (LDR) lokasi proyek dari
90,73% pada Triwulan III 2014 menjadi 96,30% pada Triwulan IV 2014.
Salah satu pendorong peningkatan sistem pembayaran non tunai adalah diberlakukannya kebijakan Bank Indonesia
tentang sistem BI-RTGS sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.16/18/DPSP tanggal
28 November 2014. Kebijakan ini diberlakukan mulai tanggal 15 Desember 2014, yakni transfer kredit atas nama
nasabah melalui sistem BI-RTGS hanya diperuntukkan bagi transaksi yang lebih besar dari Rp.100 juta per transaksi.
Dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka transfer kredit antar bank atas nama nasabah dengan nominal Rp.100 juta
ke bawah diarahkan untuk menggunakan layanan kliring. Dengan demikian sistem pembayaran non tunai pada
Triwulan IV 2014 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya transaksi Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI), sementara sistem pembayaran tunai sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan sistem
pembayaran tunai yang melambat dipengaruhi kebutuhan uang oleh masyarakat, terutama dalam realisasi proyek pada
akhir tahun.
Fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat meningkat sebesar 26,35% (yoy) atau sebesar Rp.
849,71 miliar pada Triwulan IV 2014 yang sebelumnya turun sebesar 5,75% (yoy) atau sebesar Rp. 607,52 miliar pada
Triwulan III 2014. Real Time Gross Settlement (RTGS) pada Triwulan IV 2014 juga mengalami kenaikan yang terlihat dari
kenaikan net inflow sebesar Rp 8,80 triliun dibandingkan Triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 5,75 triliun. Hal ini
menunjukkan adanya aliran modal masuk ke Provinsi NTT. Tingginya kenaikan transaksi non tunai juga menunjukkan
adanya dampak positif dari kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pada bulan Agustus
2014.
Grafik 3.3. Pertumbuhan Indikator Bank Umum
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Aset (miliar) DPK (miliar) Kredit (miliar) Kredit LP (miliar)
y-o-y aset y-o-y DPK y-o-y kredit y-o-y kredit LP
III I II III IV20142013
Grafik 3.4. Perkembangan LDR dan NPL
0,0%
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
1,0%
1,2%
1,4%
1,6%
1,8%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
III I II III IV20142013
LDR LDR LP NPL NPL LP
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
Table 3.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
PembayaranNon Tunai (Juta)
Kliring
y-o-y
Cek/BG Kosong
y-o-y
Ratio Cek/BG Kosong thd Kliring
2013
I II III IV2013
2012
I II
610.182
70,40%
7.660
-5,63%
1,26%
2.003.763
22,90%
30.317
4,71%
1,51%
530.779
22,64%
6.584
-3,80%
1,24%
569.628
27,17%
8.428
-0,11%
1,48%
644.592
25,68%
12.903
74,95%
2,00%
672.518
10,22%
7.627
-0,43%
1,13%
2.417.517
20,65%
35.542
17,24%
1,47%
542.516
2,21%
8.894
35,08%
1,64%
620.336
8,90%
5.821
-30,93%
0,94%
607.516
-5,75%
5.855
-54,62%
0,96%
849.711
26,35%
14.384
88,59%
1,69%
2.620.080
8,38%
34.954
-1,65%
1,33%
2014
I II III IV2014
Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Real Time gross Settlement (RTGS)
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
2013
I II III IV2013
22.688
64,84%
9.704
5,24%
13.308
6,76%
5.687
-19,39%
21.878
10,16%
9.333
-23,98%
22.746
52,54%
6.142
-22,72%
20.717
0,06%
12.630
-5,33%
17.780
-18,59%
8.209
-0,65%
25.500
68,46%
15.327
53,16%
26.198
163,54%
9.478
53,49%
90.782
14,73%
46.994
-7,82%
80.032
22,75%
29.516
-9,27%
17.189
-24,24%
10.696
10,22%
14.184
6,58%
7.809
37,31%
20.598
-5,85%
10.475
12,24%
13.053
-42,61%
7.868
28,10%
24.091
16,29%
10.707
-15,23%
29.842
67,84%
8.776
6,91%
26.834
22,65%
11.053
-27,89%
35.630
36,00%
9.294
-1,94%
88.712
-2,28%
42.931
-8,65%
92.709
15,84%
33.747
14,33%
2014
I II III IV2014
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai
Pembayaran Tunai (Milyar)
Inflow
y-o-y
Outflow
y-o-y
Net Inflow
y-o-y
Uang Palsu (ribu)
2013
I II III IV2013
2012
IV
486,65
1,29%
1665,53
0,30%
-1178,88
-0,10%
11.440
2.779,82
30,67%
4.296,25
16,28%
-1.516,43
-3,26%
25.840
1.361,96
20,43%
436,38
52,15%
925,59
9,65%
800
615,18
26,86%
1.000,41
-14,40%
-385,23
-43,66%
700
770,79
13,81%
1.358,61
15,60%
-587,82
18,05%
1.250
426,67
-12,33%
1.921,18
15,35%
-1.494,52
26,77%
700
3.174,60
14,20%
4.716,58
9,78%
-1.541,98
1,68%
3.450
1.371,83
0,72%
322,06
-26,20%
1.049,77
13,42%
1.350
738,23
20,00%
820,90
-17,94%
-82,68
-78,54%
1.100
766,83
-0,51%
1.343,79
-1,09%
-576,96
-1,85%
3.630
498,27
16,78%
1.147,70
-40,26%
-649,43
-56,55%
10.690
3.375,16
6,32%
3.634,46
-22,94%
-259,30
-83,18%
16.770
2014
I II III IV20142012
3.2 PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
deposito triwulan ini mengalami peningkatan yaitu mencapai 25,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 24,31% (yoy). Sementara itu apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penghimpunan DPK
menurun sebesar 2,73%(qtq). Penurunan penghimpunan DPK ini dipengaruhi oleh menurunnya Giro sebesar 26,99%
(qtq) dan Deposito sebesar 9,90% (qtq). Namun demikian Tabungan pada triwulan ini masih mengalami peningkatan
sebesar 14,87% (qtq).
Penghimpunan dana (DPK) Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Triwulan IV 2014 masih didominasi oleh
tabungan dengan nominal mencapai sebesar Rp. 10,39 triliun atau dengan proporsi sebesar 55,92%. Porsi tersebut
lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 47,35%. Sementara itu, deposito dan giro
memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 24,07% dan 20,02%.
Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan perorangan terus bertambah dan memiliki andil terbesar pertama dari
total penghimpunan dana yang mencapai persentase sebesar 67,57%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar
20,02% terbesar kedua dan golongan swasta mengambil bagian 12,08%. Sementara golongan lainnya mengambil
porsi sebesar 0,34% dari total penghimpunan dana.
3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPada Triwulan IV 2014, laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami peningkatan. Kredit yang disalurkan oleh
Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai sebesar Rp. 17,09 triliun atau tumbuh 14,59% (yoy).
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,48%
(yoy).
Sementara itu, fungsi intermediasi tercermin dari pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada Triwulan IV 2014,
rasio penyaluran kredit terhadap penghimpanan dana (LDR) tercatat sebesar 92,23% (yoy). Peningkatan Rasio LDR lebih
disebabkan kualitas penghimpunan dana oleh perbankan yang relatif rendah. Rendahnya penghimpunan DPK
terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan deposito dan giro pada Triwulan IV 2014.
3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan IV 2014 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset
masih relatif baik. Perkembangan pertumbuhan aset perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dibandingkan
dengan tahun lalu menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur
pada Triwulan IV 2014 mencapai Rp. 25,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy), namun lebih rendah apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (Triwulan III 2014) yang tercatat sebesar 22,94% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, Bank Persero menjadi penyumbang porsi terbesar dari total aset yakni sebesar 50,84%.
Sementara itu porsi aset Bank Pemerintah yakni sebesar 36,10% dan diikuti oleh aset Bank Swasta Nasional yang
mengambil bagian sebesar 13,07%.
Grafik 3.6. Perkembangan Undisbursed Loan
Nominal (Rp.Miliar) Ratio Thd Total Kredit
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
0100200300400500600700800900
1000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
Grafik 3.5. Perkembangan LDR
Kredit (miliar) DPK (miliar) LDR
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
Grafik 3.7. Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL
50,84%
36,10%
13,07%
3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan IV 2014 penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh melambat. Melambatnya
pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh rendahnya pertumbuhan tabungan yang hanya
mencapai 4,55% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,60% (yoy). Bersamaan dengan
hal itu, komponen giro juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan yang hanya sebesar 27,44% (yoy) pada
Triwulan IV 2014 dibandingkan dengan Triwulan III 2014 yakni sebesar 30,43% (yoy). Akan tetapi pada pertumbuhan
IV I II III IV20142013
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.9. Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK
40%
Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya
2.231,79 981,29
491,62 12,39
1.308,73
267,37
2.855,55
37,59
177,61
994,21
9.200,75
12,55
Giro Deposito Tabungan
Grafik 3.10. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
deposito triwulan ini mengalami peningkatan yaitu mencapai 25,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 24,31% (yoy). Sementara itu apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penghimpunan DPK
menurun sebesar 2,73%(qtq). Penurunan penghimpunan DPK ini dipengaruhi oleh menurunnya Giro sebesar 26,99%
(qtq) dan Deposito sebesar 9,90% (qtq). Namun demikian Tabungan pada triwulan ini masih mengalami peningkatan
sebesar 14,87% (qtq).
Penghimpunan dana (DPK) Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Triwulan IV 2014 masih didominasi oleh
tabungan dengan nominal mencapai sebesar Rp. 10,39 triliun atau dengan proporsi sebesar 55,92%. Porsi tersebut
lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 47,35%. Sementara itu, deposito dan giro
memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 24,07% dan 20,02%.
Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan perorangan terus bertambah dan memiliki andil terbesar pertama dari
total penghimpunan dana yang mencapai persentase sebesar 67,57%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar
20,02% terbesar kedua dan golongan swasta mengambil bagian 12,08%. Sementara golongan lainnya mengambil
porsi sebesar 0,34% dari total penghimpunan dana.
3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPada Triwulan IV 2014, laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami peningkatan. Kredit yang disalurkan oleh
Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai sebesar Rp. 17,09 triliun atau tumbuh 14,59% (yoy).
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,48%
(yoy).
Sementara itu, fungsi intermediasi tercermin dari pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada Triwulan IV 2014,
rasio penyaluran kredit terhadap penghimpanan dana (LDR) tercatat sebesar 92,23% (yoy). Peningkatan Rasio LDR lebih
disebabkan kualitas penghimpunan dana oleh perbankan yang relatif rendah. Rendahnya penghimpunan DPK
terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan deposito dan giro pada Triwulan IV 2014.
3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan IV 2014 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset
masih relatif baik. Perkembangan pertumbuhan aset perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dibandingkan
dengan tahun lalu menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur
pada Triwulan IV 2014 mencapai Rp. 25,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy), namun lebih rendah apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (Triwulan III 2014) yang tercatat sebesar 22,94% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, Bank Persero menjadi penyumbang porsi terbesar dari total aset yakni sebesar 50,84%.
Sementara itu porsi aset Bank Pemerintah yakni sebesar 36,10% dan diikuti oleh aset Bank Swasta Nasional yang
mengambil bagian sebesar 13,07%.
Grafik 3.6. Perkembangan Undisbursed Loan
Nominal (Rp.Miliar) Ratio Thd Total Kredit
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
0100200300400500600700800900
1000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
Grafik 3.5. Perkembangan LDR
Kredit (miliar) DPK (miliar) LDR
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
Grafik 3.7. Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL
50,84%
36,10%
13,07%
3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan IV 2014 penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh melambat. Melambatnya
pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh rendahnya pertumbuhan tabungan yang hanya
mencapai 4,55% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,60% (yoy). Bersamaan dengan
hal itu, komponen giro juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan yang hanya sebesar 27,44% (yoy) pada
Triwulan IV 2014 dibandingkan dengan Triwulan III 2014 yakni sebesar 30,43% (yoy). Akan tetapi pada pertumbuhan
IV I II III IV20142013
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.9. Porsi Komponen dan Pertumbuhan DPK
40%
Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya
2.231,79 981,29
491,62 12,39
1.308,73
267,37
2.855,55
37,59
177,61
994,21
9.200,75
12,55
Giro Deposito Tabungan
Grafik 3.10. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
Meningkatnya perkembangan penyaluran kredit secara tahunan didorong oleh peningkatan progres seluruh jenis kredit
terutama kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit modal kerja Triwulan IV 2014 mencapai sebesar 21,01% (yoy)
dibandingkan Triwulan III 2014 yang hanya sebesar 20,04% (yoy). Peningkatan diikuti oleh pertumbuhan kredit
investasi yang meningkat dari 12,83% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,78% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Demikian pula dengan kredit konsumsi meningkat dari 10,62% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 11,73% (yoy)
Triwulan IV 2014. Dari sisi jenis penggunaan kredit pada Triwulan IV 2014, Kredit Konsumsi mengambil bagian terbesar
yaitu sebesar 61,62% dari total kredit, untuk Kredit Modal Kerja mendapat bagian 30,72% dan Kredit Investasi sebesar
7,66%. Tiga bagian terbesar yang disalurkan oleh kredit konsumsi adalah Sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan
Multiguna sebesar 53,93%, kemudian Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya sebanyak 32,95%, dan kepada Sektor
Rumah Tangga Untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 4,80%.
Sementara itu, pertumbuhan tabungan melambat dari 13,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,54% (yoy)
pada triwulan laporan. Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan tabungan perorangan yang hanya sebesar
10,59% (yoy). Tabungan perorangan sendiri masih menjadi penyumbang utama dengan porsi sebesar 89,05% dari
jumlah tabungan perbankan umum di Nusa Tenggara Timur.
Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi terbesar triwulan ini disalurkan kepada sektor penerima kredit bukan
lapangan usaha, yaitu sebesar 61,62% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar dan eceran 25,65% dan sektor
konstruksi 3,50%. Hal ini menunjukkan lebih tingginya konsumsi masyarakat dibandingkan kegiatan produktif yang
tumbuh di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
Grafik 3.11. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Pengguaan
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.12. Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,62%
30, 72%
7,66%
Kualitas penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan. Adanya kenaikan penyaluran
kredit bank umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diimbangi dengan penurunan risiko kredit yang tampak dari
adanya penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) pada Triwulan IV 2014 yakni sebesar 1,36% lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai level 1,64%. Penurunan rasio NPL terutama disebabkan
oleh adanya penurunan rasio NPL kredit modal kerja yakni sebesar 2,69% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
3,29%. Sementara itu, rasio NPL kredit investasi turun menjadi 2,37% dari sebelumnya 2,92%. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kualitas kredit produktif di Nusa Tenggara Timur. Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi pada
Triwulan IV 2014 juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,57% dibandingkan dengan NPL Triwulan III 2014 yang
sebesar 0,68%.
Rata-rata suku bunga kredit bank umum Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dari
14,52% pada triwulan III menjadi 14,48% pada triwulan IV 2014. Penurunan suku bunga rata-rata disebabkan oleh
turunnya suku bunga kredit Modal Kerja menjadi sebesar 14,08% pada Triwulan IV 2014 dari sebelumnya sebesar
14,15% dan suku bunga kredit konsumsi dari 14,63% menjadi 14,58% pada Triwulan IV 2014. Kenaikan suku bunga
kredit Investasi dari 15,19% menjadi 15,33% tidak terlalu berdampak signifikan karena pangsa kredit yang kecil.
3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berperan aktif untuk
meningkatkan peran UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor
UMKM. Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM mencapai 30,20%. Pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatat
pada periode ini yaitu sebesar 28,82% (yoy) setelah pada Triwulan III 2014 mampu mencatat pertumbuhan sebesar
28,58% (yoy). Peningkatan perkembangan kredit di sektor UMKM diikuti oleh membaiknya risiko kredit (NPL) yang
mengalami penurunan dari 3,47% pada triwulan III 2014, menjadi 2,84% di Triwulan IV 2014. Adanya peningkatan
kredit UMKM ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja sektor produktif terlebih meningkatnya aktivitas UMKM
sebagai pendorong utama ekonomi NTT.
-
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
12.000,00
Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha
IV I II III IV20142013
Grafik 3.13. Pendorong kredit Berdasarkan Sektor Utama
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate
Pembayaran Tunai (Milyar)
Inflow
y-o-y
Outflow
y-o-y
Net Inflow
y-o-y
Uang Palsu (ribu)
2013
I II III IV2013
2012
I II
486,65
1,29%
1665,53
0,30%
-1178,88
-0,10%
11.440
2.779,82
30,67%
4.296,25
16,28%
-1.516,43
-3,26%
25.840
1.361,96
20,43%
436,38
52,15%
925,59
9,65%
800
615,18
26,86%
1.000,41
-14,40%
-385,23
-43,66%
700
770,79
13,81%
1.358,61
15,60%
-587,82
18,05%
1.250
426,67
-12,33%
1.921,18
15,35%
-1.494,52
26,77%
700
3.174,60
14,20%
4.716,58
9,78%
-1.541,98
1,68%
3.450
1.371,83
0,72%
322,06
-26,20%
1.049,77
13,42%
1.350
738,23
20,00%
820,90
-17,94%
-82,68
-78,54%
1.100
766,83
-0,51%
1.343,79
-1,09%
-576,96
-1,85%
3.630
498,27
16,78%
1.147,70
-40,26%
-649,43
-56,55%
10.690
3.375,16
6,32%
3.634,46
-22,94%
-259,30
-83,18%
16.770
2014
I II III IV2014
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
Meningkatnya perkembangan penyaluran kredit secara tahunan didorong oleh peningkatan progres seluruh jenis kredit
terutama kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit modal kerja Triwulan IV 2014 mencapai sebesar 21,01% (yoy)
dibandingkan Triwulan III 2014 yang hanya sebesar 20,04% (yoy). Peningkatan diikuti oleh pertumbuhan kredit
investasi yang meningkat dari 12,83% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 13,78% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Demikian pula dengan kredit konsumsi meningkat dari 10,62% (yoy) pada Triwulan III 2014 menjadi 11,73% (yoy)
Triwulan IV 2014. Dari sisi jenis penggunaan kredit pada Triwulan IV 2014, Kredit Konsumsi mengambil bagian terbesar
yaitu sebesar 61,62% dari total kredit, untuk Kredit Modal Kerja mendapat bagian 30,72% dan Kredit Investasi sebesar
7,66%. Tiga bagian terbesar yang disalurkan oleh kredit konsumsi adalah Sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan
Multiguna sebesar 53,93%, kemudian Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya sebanyak 32,95%, dan kepada Sektor
Rumah Tangga Untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 4,80%.
Sementara itu, pertumbuhan tabungan melambat dari 13,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,54% (yoy)
pada triwulan laporan. Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan tabungan perorangan yang hanya sebesar
10,59% (yoy). Tabungan perorangan sendiri masih menjadi penyumbang utama dengan porsi sebesar 89,05% dari
jumlah tabungan perbankan umum di Nusa Tenggara Timur.
Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi terbesar triwulan ini disalurkan kepada sektor penerima kredit bukan
lapangan usaha, yaitu sebesar 61,62% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar dan eceran 25,65% dan sektor
konstruksi 3,50%. Hal ini menunjukkan lebih tingginya konsumsi masyarakat dibandingkan kegiatan produktif yang
tumbuh di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
Grafik 3.11. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Pengguaan
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.12. Share Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,62%
30, 72%
7,66%
Kualitas penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 juga menunjukkan adanya peningkatan. Adanya kenaikan penyaluran
kredit bank umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diimbangi dengan penurunan risiko kredit yang tampak dari
adanya penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) pada Triwulan IV 2014 yakni sebesar 1,36% lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai level 1,64%. Penurunan rasio NPL terutama disebabkan
oleh adanya penurunan rasio NPL kredit modal kerja yakni sebesar 2,69% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
3,29%. Sementara itu, rasio NPL kredit investasi turun menjadi 2,37% dari sebelumnya 2,92%. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kualitas kredit produktif di Nusa Tenggara Timur. Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi pada
Triwulan IV 2014 juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,57% dibandingkan dengan NPL Triwulan III 2014 yang
sebesar 0,68%.
Rata-rata suku bunga kredit bank umum Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dari
14,52% pada triwulan III menjadi 14,48% pada triwulan IV 2014. Penurunan suku bunga rata-rata disebabkan oleh
turunnya suku bunga kredit Modal Kerja menjadi sebesar 14,08% pada Triwulan IV 2014 dari sebelumnya sebesar
14,15% dan suku bunga kredit konsumsi dari 14,63% menjadi 14,58% pada Triwulan IV 2014. Kenaikan suku bunga
kredit Investasi dari 15,19% menjadi 15,33% tidak terlalu berdampak signifikan karena pangsa kredit yang kecil.
3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berperan aktif untuk
meningkatkan peran UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor
UMKM. Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM mencapai 30,20%. Pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatat
pada periode ini yaitu sebesar 28,82% (yoy) setelah pada Triwulan III 2014 mampu mencatat pertumbuhan sebesar
28,58% (yoy). Peningkatan perkembangan kredit di sektor UMKM diikuti oleh membaiknya risiko kredit (NPL) yang
mengalami penurunan dari 3,47% pada triwulan III 2014, menjadi 2,84% di Triwulan IV 2014. Adanya peningkatan
kredit UMKM ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja sektor produktif terlebih meningkatnya aktivitas UMKM
sebagai pendorong utama ekonomi NTT.
-
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
12.000,00
Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha
IV I II III IV20142013
Grafik 3.13. Pendorong kredit Berdasarkan Sektor Utama
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate
Pembayaran Tunai (Milyar)
Inflow
y-o-y
Outflow
y-o-y
Net Inflow
y-o-y
Uang Palsu (ribu)
2013
I II III IV2013
2012
I II
486,65
1,29%
1665,53
0,30%
-1178,88
-0,10%
11.440
2.779,82
30,67%
4.296,25
16,28%
-1.516,43
-3,26%
25.840
1.361,96
20,43%
436,38
52,15%
925,59
9,65%
800
615,18
26,86%
1.000,41
-14,40%
-385,23
-43,66%
700
770,79
13,81%
1.358,61
15,60%
-587,82
18,05%
1.250
426,67
-12,33%
1.921,18
15,35%
-1.494,52
26,77%
700
3.174,60
14,20%
4.716,58
9,78%
-1.541,98
1,68%
3.450
1.371,83
0,72%
322,06
-26,20%
1.049,77
13,42%
1.350
738,23
20,00%
820,90
-17,94%
-82,68
-78,54%
1.100
766,83
-0,51%
1.343,79
-1,09%
-576,96
-1,85%
3.630
498,27
16,78%
1.147,70
-40,26%
-649,43
-56,55%
10.690
3.375,16
6,32%
3.634,46
-22,94%
-259,30
-83,18%
16.770
2014
I II III IV2014
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarakan Jenis Pengunaan BI Rate
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
Sampai dengan Triwulan IV 2014, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur
mencapai Rp.308,97 miliar. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai
60,16% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 39,12% dari total
DPK.
Ditinjau dari sisi pertumbuhannya, penghimpunan dana tabungan maupun deposito tumbuh melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Tabungan pada Triwulan IV 2014 tumbuh sebesar 32,58% (yoy) lebih rendah dibandingkan
Triwulan III 2014 yang mencapai 40,08% (yoy). Sementara deposito pada triwulan ini menunjukkan perlambatan
sebesar 20,11% (yoy) dibandingkan Triwulan III 2014 sebesar 24,40%(yoy).
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR mencapai Rp. 318,54 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan Kredit
Investasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 72,82% (yoy) seiring dengan tingginya realisasi kredit investasi usaha di
awal tahun 2014. Sementara itu Kredit Modal Kerja dan Konsumsi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 17,82% (yoy) dan
16,01%(yoy).
Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
140,00%
y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi NPL
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJOINVESTASI
47%
34%
19%
KONSUMSI
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
20,00 40,00 60,00 80,00
100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi
DEPOSITOTABUNGAN
39,84
60,16%
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan
porsi sekitar 82% dari total kredit. Kredit Modal Kerja pada Triwulan IV 2014 mengalami perlambatan pertumbuhan
menjadi sebesar 28,19% (yoy) dari sebelumnya 28,70% (yoy). Sementara itu, jenis kredit lain yaitu Kredit Investasi
mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan ini Kredit Investasi pada Sektor UMKM mengalami kenaikan
mencapai sebesar 31,83% (yoy) dari sebelumnya 28,02% (yoy).
Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Bank Indonesia dan pemerintah menyediakan berbagai
fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga
Penjamin Kredit Daerah) serta usulan untuk peningkatan modal jamkrida terkait penguatan kinerja jamkrida dalam
membantu menjamin pinjaman UMKM. Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas UMKM, juga diberikan bantuan
teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.
Indikator kinerja Utama BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Namun apabila
pertumbuhannya dilihat secara triwulanan maka Triwulan IV 2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Tercatat total Aset BPR pada periode laporan mencapai Rp. 415,26 miliar dengan pertumbuhan sebesar
23,27% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
23,48% (yoy). Penghimpunan dana juga tumbuh melambat sebesar 24,79% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dari 29,98%
(yoy) pada Triwulan III 2014. Demikian pula penyaluran kredit BPR, pada Triwulan IV 2014 tumbuh melambat sebesar
24,56% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2014 sebesar 26,41% (yoy).
Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJAINVESTASI
18%
82%
3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
23,00%
24,00%
25,00%
26,00%
27,00%
28,00%
29,00%
30,00%
31,00%
0,00%
5,00%
Total Kredit (yoy) Kredit UMKM (yoy) Ratio Thd Total Kredit Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415,26
23,27%
318,54
24,56%
308,97
24,79%
6,76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN44 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45
Sampai dengan Triwulan IV 2014, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur
mencapai Rp.308,97 miliar. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai
60,16% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 39,12% dari total
DPK.
Ditinjau dari sisi pertumbuhannya, penghimpunan dana tabungan maupun deposito tumbuh melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Tabungan pada Triwulan IV 2014 tumbuh sebesar 32,58% (yoy) lebih rendah dibandingkan
Triwulan III 2014 yang mencapai 40,08% (yoy). Sementara deposito pada triwulan ini menunjukkan perlambatan
sebesar 20,11% (yoy) dibandingkan Triwulan III 2014 sebesar 24,40%(yoy).
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR mencapai Rp. 318,54 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan Kredit
Investasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 72,82% (yoy) seiring dengan tingginya realisasi kredit investasi usaha di
awal tahun 2014. Sementara itu Kredit Modal Kerja dan Konsumsi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 17,82% (yoy) dan
16,01%(yoy).
Grafik 3.21 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan dan NPL
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
140,00%
y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi NPL
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.20 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJOINVESTASI
47%
34%
19%
KONSUMSI
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.19 Pertumbuhan DPK
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
20,00 40,00 60,00 80,00
100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.18 DPK Menurut Komposisi
DEPOSITOTABUNGAN
39,84
60,16%
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan
porsi sekitar 82% dari total kredit. Kredit Modal Kerja pada Triwulan IV 2014 mengalami perlambatan pertumbuhan
menjadi sebesar 28,19% (yoy) dari sebelumnya 28,70% (yoy). Sementara itu, jenis kredit lain yaitu Kredit Investasi
mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan ini Kredit Investasi pada Sektor UMKM mengalami kenaikan
mencapai sebesar 31,83% (yoy) dari sebelumnya 28,02% (yoy).
Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Bank Indonesia dan pemerintah menyediakan berbagai
fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga
Penjamin Kredit Daerah) serta usulan untuk peningkatan modal jamkrida terkait penguatan kinerja jamkrida dalam
membantu menjamin pinjaman UMKM. Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas UMKM, juga diberikan bantuan
teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.
Indikator kinerja Utama BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Namun apabila
pertumbuhannya dilihat secara triwulanan maka Triwulan IV 2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Tercatat total Aset BPR pada periode laporan mencapai Rp. 415,26 miliar dengan pertumbuhan sebesar
23,27% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
23,48% (yoy). Penghimpunan dana juga tumbuh melambat sebesar 24,79% (yoy) pada Triwulan IV 2014 dari 29,98%
(yoy) pada Triwulan III 2014. Demikian pula penyaluran kredit BPR, pada Triwulan IV 2014 tumbuh melambat sebesar
24,56% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2014 sebesar 26,41% (yoy).
Grafik 3.17 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJAINVESTASI
18%
82%
3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
23,00%
24,00%
25,00%
26,00%
27,00%
28,00%
29,00%
30,00%
31,00%
0,00%
5,00%
Total Kredit (yoy) Kredit UMKM (yoy) Ratio Thd Total Kredit Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Kinerja BPR
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415,26
23,27%
318,54
24,56%
308,97
24,79%
6,76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN44 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45
Namun demikian apabila ditinjau dari sisi penghimpunan dana bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
tidak semua perkembangan indikator berada di Pulau Timor. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan DPK terbesar berada
di Pulau Flores yaitu sebesar 20,14% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 23,83% (yoy) seiring dengan
adanya peningkatan giro pemerintah yang cukup tinggi. Perkembangan DPK di Pulau Sumba tumbuh melambat setelah
Pulau Flores yakni sebesar 19,94%(yoy) pada Triwulan IV 2014 lebih rendah dari Triwulan III 2014 yang mencapai
27,02%(yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK Pulau Timor juga mengalami perlambatan, dari 17,57% (yoy) pada
Triwulan III 2014 menjadi 9,17% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Penyaluran kredit bank umum dan BPR menurut sebaran pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi oleh
Pulau Timor, yang kemudian diikuti oleh Pulau Flores dan Sumba.
3.5.1 Transaksi Non Tunaia. Transaksi Kliring (SKNBI)Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI sepanjang triwulan IV-2014 meningkat sebesar 26,35% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp 849,71 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 21.112 lembar.
Peningkatan transaksi melalui SKNBI tidak diikuti dengan peningkatan kualitas yang tercermin dari peningkatan jumlah
cek/BG kosong dengan peningkatan lebih tinggi dibanding peningkatan aktivitas transaksi non tunai. Jumlah nominal
cek/BG kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan sebesar Rp 14,39 miliar atau
meningkat signifikan sebesar 88,59% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 7,63 miliar.
Secara tahunan, jumlah transaksi kliring selama tahun 2014 mencapai Rp 2,42 triliun, meningkat sebesar 8,38% (yoy)
dari tahun 2013. Jumlah warkat yang beredar meningkat tipis sebesar 1,14% (yoy) menjadi 74.658 lembar selama
2014. Sementara itu, secara tahunan jumlah cek/BG kosong mengalami penurunan tipis dari tahun 2013. Selama 2014,
jumlahnya mencapai Rp 34,95 miliar, menurun 1,65% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau2013
I II III IV
13.45%
21.74%
20.51%
17.59%
24.58%
39.54%
28.21%
27.74%
45.33%
10.91%
35.07%
42.19%
53.63%
9.08%
22.51%
45.80%
65.14%
-6.75%
8.06%
49.33%
49.35%
12.76%
3.32%
38.23%
32.92%
-1.54%
3.35%
26.41%
28.84%
-4.43%
8.72%
24.56%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
15.60%
19.87%
13.59%
15.31%
Timor
Sumba
Flores
Jumlah
Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran PulauRASIO
% yoy LDR NPL
15.35%
13.41%
14.34%
14.59%
89.26%
94.38%
102.20%
92.05%
1.48%
1.37%
0.57%
1.36%
WILAYAHRp Miliar
KREDIT
9,711
5,774
1,609
17,094
Pulau Timor
Pulau Sumba
Pulau Flores
NTT
Sementara itu, apabila penyaluran kredit BPR triwulan ini dilihat dari sektor ekonomi, sektor bukan lapangan usaha-
lainnya mendapatkan porsi terbesar dengan persentase sebesar 32,38% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar
dan eceran yang mengambil bagian sebesar 22,20% dan 12,13% oleh sektor transportasi, pergudangan dan
Komunikasi.
Indikator perbankan lainnya yaitu Non Performing Loan (NPL) turut mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Angka NPL saat ini berada pada level 6,76% lebih rendah dari periode sebelumnya yaitu sebesar 8,49% yang
menunjukkan bahwa walaupun angka kredit bermasalah masih tergolong tinggi namun telah terjadi perbaikan kualitas
kredit. Sektor penyaluran kredit dengan NPL terbesar adalah Sektor Industri Pengolahan 14,83%, diikuti Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,75% dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (13,31%) dari total
kredit yang diberikan.
Secara geografis, kinerja perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat
pemerintah dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya
kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum dan BPR di Pulau Timor sampai dengan saat ini mencapai Rp.
16,86 triliun dengan porsi sebesar 64,79% dari total aset bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kemudian diikuti oleh aset bank dan BPR umum di Pulau Flores dengan andil sebesar 27,94% atau sebesar Rp. 7,21
triliun, dan di Pulau Sumba sebesar Rp. 1,88 triliun atau 7,34% dari total aset bank umum di Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Jasa Kesehatan dan Kegiatan SosialListrik, Gas dan Air
Real EstateIndustri Pengolahan
Pertambangan dan PenggalianJasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan
0,10%
0,22%
0,63%
0,71%
0,82%
0,83%
0,89%
0,97%
1,14%
1,55%
1,81%
2,03%
3,29%
4,36%
6,12%
7,81%
12,13%
22,20%
32,38%
…Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minumJasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan …
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas BatasannyaKonstruksi
Transportasi, Pergudangan dan KomunikasiPerdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha -Lainnya
Perikanan
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
3.4 KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU3.5 SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 3.23 Perkembangan Aset BU & BPR Berdasarkan Sebaran Pulau
Pulau Timor BPRPulau Timor BU
Pulau Flores BPRPulau Flores BU
Pulau Sumba BPRPulau Sumba Bu
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
140%
120%
100%
80%
60%
40%
0%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN46 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 47
Namun demikian apabila ditinjau dari sisi penghimpunan dana bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
tidak semua perkembangan indikator berada di Pulau Timor. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan DPK terbesar berada
di Pulau Flores yaitu sebesar 20,14% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 23,83% (yoy) seiring dengan
adanya peningkatan giro pemerintah yang cukup tinggi. Perkembangan DPK di Pulau Sumba tumbuh melambat setelah
Pulau Flores yakni sebesar 19,94%(yoy) pada Triwulan IV 2014 lebih rendah dari Triwulan III 2014 yang mencapai
27,02%(yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK Pulau Timor juga mengalami perlambatan, dari 17,57% (yoy) pada
Triwulan III 2014 menjadi 9,17% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Penyaluran kredit bank umum dan BPR menurut sebaran pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi oleh
Pulau Timor, yang kemudian diikuti oleh Pulau Flores dan Sumba.
3.5.1 Transaksi Non Tunaia. Transaksi Kliring (SKNBI)Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI sepanjang triwulan IV-2014 meningkat sebesar 26,35% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp 849,71 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 21.112 lembar.
Peningkatan transaksi melalui SKNBI tidak diikuti dengan peningkatan kualitas yang tercermin dari peningkatan jumlah
cek/BG kosong dengan peningkatan lebih tinggi dibanding peningkatan aktivitas transaksi non tunai. Jumlah nominal
cek/BG kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan sebesar Rp 14,39 miliar atau
meningkat signifikan sebesar 88,59% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 7,63 miliar.
Secara tahunan, jumlah transaksi kliring selama tahun 2014 mencapai Rp 2,42 triliun, meningkat sebesar 8,38% (yoy)
dari tahun 2013. Jumlah warkat yang beredar meningkat tipis sebesar 1,14% (yoy) menjadi 74.658 lembar selama
2014. Sementara itu, secara tahunan jumlah cek/BG kosong mengalami penurunan tipis dari tahun 2013. Selama 2014,
jumlahnya mencapai Rp 34,95 miliar, menurun 1,65% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sebaran Pulau2013
I II III IV
13.45%
21.74%
20.51%
17.59%
24.58%
39.54%
28.21%
27.74%
45.33%
10.91%
35.07%
42.19%
53.63%
9.08%
22.51%
45.80%
65.14%
-6.75%
8.06%
49.33%
49.35%
12.76%
3.32%
38.23%
32.92%
-1.54%
3.35%
26.41%
28.84%
-4.43%
8.72%
24.56%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
15.60%
19.87%
13.59%
15.31%
Timor
Sumba
Flores
Jumlah
Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sebaran PulauRASIO
% yoy LDR NPL
15.35%
13.41%
14.34%
14.59%
89.26%
94.38%
102.20%
92.05%
1.48%
1.37%
0.57%
1.36%
WILAYAHRp Miliar
KREDIT
9,711
5,774
1,609
17,094
Pulau Timor
Pulau Sumba
Pulau Flores
NTT
Sementara itu, apabila penyaluran kredit BPR triwulan ini dilihat dari sektor ekonomi, sektor bukan lapangan usaha-
lainnya mendapatkan porsi terbesar dengan persentase sebesar 32,38% dilanjutkan dengan sektor perdagangan besar
dan eceran yang mengambil bagian sebesar 22,20% dan 12,13% oleh sektor transportasi, pergudangan dan
Komunikasi.
Indikator perbankan lainnya yaitu Non Performing Loan (NPL) turut mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Angka NPL saat ini berada pada level 6,76% lebih rendah dari periode sebelumnya yaitu sebesar 8,49% yang
menunjukkan bahwa walaupun angka kredit bermasalah masih tergolong tinggi namun telah terjadi perbaikan kualitas
kredit. Sektor penyaluran kredit dengan NPL terbesar adalah Sektor Industri Pengolahan 14,83%, diikuti Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,75% dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (13,31%) dari total
kredit yang diberikan.
Secara geografis, kinerja perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat
pemerintah dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya
kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum dan BPR di Pulau Timor sampai dengan saat ini mencapai Rp.
16,86 triliun dengan porsi sebesar 64,79% dari total aset bank umum dan BPR di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kemudian diikuti oleh aset bank dan BPR umum di Pulau Flores dengan andil sebesar 27,94% atau sebesar Rp. 7,21
triliun, dan di Pulau Sumba sebesar Rp. 1,88 triliun atau 7,34% dari total aset bank umum di Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Jasa Kesehatan dan Kegiatan SosialListrik, Gas dan Air
Real EstateIndustri Pengolahan
Pertambangan dan PenggalianJasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan
0,10%
0,22%
0,63%
0,71%
0,82%
0,83%
0,89%
0,97%
1,14%
1,55%
1,81%
2,03%
3,29%
4,36%
6,12%
7,81%
12,13%
22,20%
32,38%
…Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minumJasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan …
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas BatasannyaKonstruksi
Transportasi, Pergudangan dan KomunikasiPerdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha -Lainnya
Perikanan
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
3.4 KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU3.5 SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 3.23 Perkembangan Aset BU & BPR Berdasarkan Sebaran Pulau
Pulau Timor BPRPulau Timor BU
Pulau Flores BPRPulau Flores BU
Pulau Sumba BPRPulau Sumba Bu
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
140%
120%
100%
80%
60%
40%
0%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN46 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 47
b. Transaksi RTGSTransaksi menggunakan sistem RTGS menunjukan tren meningkat baik dari sisi volume maupun sisi
nominal. Peningkatan transaksi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran penggunaan
transaksi non tunai dalam aktivitas ekonomi. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang keluar dari Provinsi NTT
naik sebesar 22,65% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 26,83 triliun yang terdiri dari 11.053 transaksi. Volume, transaksi
RTGS yang berasal dari NTT secara tahunan mengalami penurunan sebesar 27,89% (yoy), namun secara triwulanan
masih lebih tinggi 3,23% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT
mengalami kenaikan sebesar 36% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 35,630 triliun yang berasal dari 9.294 transaksi.
sebaliknya, volume pertumbuhan transaksi RTGS yang masuk ke NTT menurun dari 6,91% (yoy) menjadi -1,94% (yoy).
Secara total, transaksi RTGS di sepanjang triwulan IV 2014 mengalami net inflow yang berarti lebih banyak dana masuk
ke Provinsi NTT. Hal ini menunjukkan adanya aliran dana investasi yang masuk ke Provinsi NTT, lebih besar dibanding
belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.
Selama tahun 2014, transaksi menuju (to) Provinsi NTT tumbuh 15,84% (yoy) dengan nominal Rp 92,7 triliun.
Sementara itu, transaksi RTGS keluar Provinsi NTT menurun 2,28% (yoy) menjadi Rp 88,71 triliun. Berdasarkan hal
tersebut, sepanjang tahun 2014 provinsi NTT mengalami net inflow transaksi RTGS sebesar Rp 3,9 triliun. Peningkatan
aliran uang masuk yang diikuti dengan penurunan jumlah uang keluar tersebut menunjukkan adanya penyerapan aliran
dana di dalam Provinsi NTT sendiri, yang menunjukkan adanya peningkatan kemampuan Provinsi NTT dalam memenuhi
kebutuhan investasi yang dilakukan.
Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS
FROM NTT TO NTT
40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
FROM NTT TO NTT
18,00016,00014,00012,00010,000
8,0006,0004,0002,000
-I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
I II III IV
2011
300
250
200
150
50
0
LembarRp Juta
Nominal Cek / BG Kosong (Juta) Lembar Cek / BG Kosong
Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring
900.000
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
I II III IV
2011
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
LembarRp Juta
Nominal Kliring Lembar
3.5.2 Transaksi TunaiPerkembangan peredaran uang pada triwulan IV 2014 masih didominasi aliran outflow. Lebih tingginya aliran
uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia ke masyarakat dibandingkan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia
mengakibatkan kondisi net outflow. Lebih tingginya transaksi outflow dibandingkan transaksi inflow mengakibatkan
terjadinya net outflow sepanjang triwulan IV-2014 sebesar Rp 649,43 miliar. Nilai net outflow pada triwulan laporan
mengalami kenaikan sebesar 12,56% dibandingkan nilai net outflow triwulan sebelumnya sebesar Rp 576,96 miliar.
Peningkatan net outflow tersebut mengindikasikan arus uang keluar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
sehubungan dengan musim liburan sekolah, perayaan Hari Raya Natal dan momen akhir tahun yang mengakibatkan
kebutuhan uang tunai meningkat. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah daerah pada akhir tahun juga mendorong
peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat NTT pada periode laporan.
Namun demikian, berdasarkan data yang tercatat, transaksi uang tunai baik yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)
maupun yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) mengalami penurunan. Transaksi yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) sepanjang triwulan IV-2014 mencapai Rp 498,27 miliar, menurun 35,02% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp 766,83 miliar. Sementara aliran keluar dari Bank Indonesia (outflow) yang diakibatkan dari
penarikan bank-bank umum tercatat sebesar Rp 1.147,70 miliar, menurun 14,02% (qtq) yang tercatat sebesar
Rp 1.343,79 miliar. Penurunan jumlah inflow maupun outflow pada periode laporan disebabkan oleh kembali
normalnya jumlah kebutuhan uang kartal pasca peningkatan cukup tinggi di Tw III 2014, selain juga kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan penggunaan transaksi non tunai di NTT.
Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp 308,47 miliar
atau meningkat signifikan sebesar 172,92% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan
Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy).
Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai
2500
2000
1500
1000
500
0III IV
2012
I II III IV
2014
I II III IV
2013
160%
120%
80%
40%
0%
-40%
-80%
Inflow Outflow Growth Inflow (yoy) Growth Outflow (%)
Miliar
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN48 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 49
b. Transaksi RTGSTransaksi menggunakan sistem RTGS menunjukan tren meningkat baik dari sisi volume maupun sisi
nominal. Peningkatan transaksi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran penggunaan
transaksi non tunai dalam aktivitas ekonomi. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang keluar dari Provinsi NTT
naik sebesar 22,65% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 26,83 triliun yang terdiri dari 11.053 transaksi. Volume, transaksi
RTGS yang berasal dari NTT secara tahunan mengalami penurunan sebesar 27,89% (yoy), namun secara triwulanan
masih lebih tinggi 3,23% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT
mengalami kenaikan sebesar 36% (yoy) dengan jumlah nominal Rp 35,630 triliun yang berasal dari 9.294 transaksi.
sebaliknya, volume pertumbuhan transaksi RTGS yang masuk ke NTT menurun dari 6,91% (yoy) menjadi -1,94% (yoy).
Secara total, transaksi RTGS di sepanjang triwulan IV 2014 mengalami net inflow yang berarti lebih banyak dana masuk
ke Provinsi NTT. Hal ini menunjukkan adanya aliran dana investasi yang masuk ke Provinsi NTT, lebih besar dibanding
belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.
Selama tahun 2014, transaksi menuju (to) Provinsi NTT tumbuh 15,84% (yoy) dengan nominal Rp 92,7 triliun.
Sementara itu, transaksi RTGS keluar Provinsi NTT menurun 2,28% (yoy) menjadi Rp 88,71 triliun. Berdasarkan hal
tersebut, sepanjang tahun 2014 provinsi NTT mengalami net inflow transaksi RTGS sebesar Rp 3,9 triliun. Peningkatan
aliran uang masuk yang diikuti dengan penurunan jumlah uang keluar tersebut menunjukkan adanya penyerapan aliran
dana di dalam Provinsi NTT sendiri, yang menunjukkan adanya peningkatan kemampuan Provinsi NTT dalam memenuhi
kebutuhan investasi yang dilakukan.
Grafik 3.26 Nilai Transaksi RTGS
FROM NTT TO NTT
40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
I II III IV
2013
I II III IV
2014
FROM NTT TO NTT
18,00016,00014,00012,00010,000
8,0006,0004,0002,000
-I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 3.25 Perkembangan Cek/BG Kosong
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
I II III IV
2011
300
250
200
150
50
0
LembarRp Juta
Nominal Cek / BG Kosong (Juta) Lembar Cek / BG Kosong
Grafik 3.24 Perkembangan Transaksi Kliring
900.000
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2012
I II III IV
2011
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
LembarRp Juta
Nominal Kliring Lembar
3.5.2 Transaksi TunaiPerkembangan peredaran uang pada triwulan IV 2014 masih didominasi aliran outflow. Lebih tingginya aliran
uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia ke masyarakat dibandingkan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia
mengakibatkan kondisi net outflow. Lebih tingginya transaksi outflow dibandingkan transaksi inflow mengakibatkan
terjadinya net outflow sepanjang triwulan IV-2014 sebesar Rp 649,43 miliar. Nilai net outflow pada triwulan laporan
mengalami kenaikan sebesar 12,56% dibandingkan nilai net outflow triwulan sebelumnya sebesar Rp 576,96 miliar.
Peningkatan net outflow tersebut mengindikasikan arus uang keluar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
sehubungan dengan musim liburan sekolah, perayaan Hari Raya Natal dan momen akhir tahun yang mengakibatkan
kebutuhan uang tunai meningkat. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah daerah pada akhir tahun juga mendorong
peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat NTT pada periode laporan.
Namun demikian, berdasarkan data yang tercatat, transaksi uang tunai baik yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)
maupun yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) mengalami penurunan. Transaksi yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) sepanjang triwulan IV-2014 mencapai Rp 498,27 miliar, menurun 35,02% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp 766,83 miliar. Sementara aliran keluar dari Bank Indonesia (outflow) yang diakibatkan dari
penarikan bank-bank umum tercatat sebesar Rp 1.147,70 miliar, menurun 14,02% (qtq) yang tercatat sebesar
Rp 1.343,79 miliar. Penurunan jumlah inflow maupun outflow pada periode laporan disebabkan oleh kembali
normalnya jumlah kebutuhan uang kartal pasca peningkatan cukup tinggi di Tw III 2014, selain juga kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan penggunaan transaksi non tunai di NTT.
Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp 308,47 miliar
atau meningkat signifikan sebesar 172,92% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan
Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy).
Grafik 3.27 Perkembangan Transaksi Tunai
2500
2000
1500
1000
500
0III IV
2012
I II III IV
2014
I II III IV
2013
160%
120%
80%
40%
0%
-40%
-80%
Inflow Outflow Growth Inflow (yoy) Growth Outflow (%)
Miliar
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN48 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 49
Jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Timur pada
triwulan laporan sebanyak 141 lembar. Jumlah uang palsu yang dilaporkan ke KPwBI NTT pada triwulan IV-2014
meningkat 194% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peredaran uang palsu yang tercatat masih didominasi oleh
uang dengan nominal besar yaitu pecahan Rp 100.000,- sebanyak 96 lembar, pecahan Rp50.000,00 sebanyak 35
lembar, pecahan Rp.20.000,00 sebanyak 9 lembar dan pecahan Rp10.000,00 sebanyak 1 lembar. Untuk
meminimalisasi peredaran uang palsu pada masa mendatang diperlukan sosialisasi CIKUR yang gencar kepada
masyarakat serta koordinasi yang kuat dengan pihak kepolisian.
Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain
Indikator(miliar)
MRUK
yoy
Penukaran loket
y-o-y
Kas Keliling
uang Palsu (Ribu)
Ratio Upal thd Outflow
2013
I II III IV2013
2012
IVIII
45.91
-85.36%
30.14
13.67%
14.25
11.440
29
438.50
-61.50%
109.24
17.44%
58.54
25.840.0
50
179.71
-48.02%
22.06
3.94%
8.00
800
127
134.14
316.58%
24.96
0.48%
7.70
700
301
232.56
1484.89%
31.55
-4.50%
13.60
1,250
8
113.02
146.19%
33.53
11.25%
16.00
700
7
659.44
50.38%
112.10
2.62%
45.30
3,450.0
15
318.00
76.95%
26.96
22.18%
18.00
1,350
7
231.36
72.48%
25.98
4.10%
10.10
1,100
37
233.33
0.33%
42.65
35.18%
19.26
3,630
14
308.47
172.92%
35.65
6.34%
9.25
10,690
39
1091.16
65.47%
131.24
17.08%
56.61
16,770
119
2014
I II III IV2014
14.67
-93.90%
33.04
26.43%
9.70
4.800
28
2012
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN60
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) secara resmi telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W.
Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota
Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,
Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT.
Gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai sehingga
berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash
Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.
Dibandingkan negara-negara ASEAN, transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif
masih rendah, sementara dengan kondisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang
cukup besar untuk perluasan akses layanan system pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan
sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan
komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia mendukung berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan
penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran. Hal ini juga ditunjukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (KPw BI NTT). Menutup tahun 2014, KPw BI NTT melakukan terobosan yaitu
dengan menyalurkan beasiswa melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) di Kota Kupang. Penyerahan beasiswa melalui LKD
tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mendukung program GNNT. Kerjasama penyaluran beasiswa tersebut
merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Universitas Nusa Cendana yang melibatkan 40 mahasiswa sebagai
penerima beasiswa.
Selain itu, suksesnya penyaluran beasiswa melalui LKD ini tidak terlepas dari bantuan Bank Mandiri Cabang Kupang sebagai
salah satu bank penyelenggara/ pemilik infrastruktur LKD di Kota Kupang. Bank Mandiri menyambut baik dan mendukung
penuh langkah Bank Indonesia untuk terus memasyarakatkan GNNT di Provinsi NTT. KPw BI NTT juga mencermati bahwa ke
depan mekanisme kerjasama penyaluran beasiswa serupa harus dilakukan kembali mengingat mahasiswa dan pihak kampus
sangat antusias dan berkomitmen untuk menyebarkan virus GNNT ke masyarakat.
GERAKAN NASIONAL NON TUNAI
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 61
Mekanisme Penyaluran Beasiswa Melalui LKD
Jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Timur pada
triwulan laporan sebanyak 141 lembar. Jumlah uang palsu yang dilaporkan ke KPwBI NTT pada triwulan IV-2014
meningkat 194% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peredaran uang palsu yang tercatat masih didominasi oleh
uang dengan nominal besar yaitu pecahan Rp 100.000,- sebanyak 96 lembar, pecahan Rp50.000,00 sebanyak 35
lembar, pecahan Rp.20.000,00 sebanyak 9 lembar dan pecahan Rp10.000,00 sebanyak 1 lembar. Untuk
meminimalisasi peredaran uang palsu pada masa mendatang diperlukan sosialisasi CIKUR yang gencar kepada
masyarakat serta koordinasi yang kuat dengan pihak kepolisian.
Tabel 3.7 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain
Indikator(miliar)
MRUK
yoy
Penukaran loket
y-o-y
Kas Keliling
uang Palsu (Ribu)
Ratio Upal thd Outflow
2013
I II III IV2013
2012
IVIII
45.91
-85.36%
30.14
13.67%
14.25
11.440
29
438.50
-61.50%
109.24
17.44%
58.54
25.840.0
50
179.71
-48.02%
22.06
3.94%
8.00
800
127
134.14
316.58%
24.96
0.48%
7.70
700
301
232.56
1484.89%
31.55
-4.50%
13.60
1,250
8
113.02
146.19%
33.53
11.25%
16.00
700
7
659.44
50.38%
112.10
2.62%
45.30
3,450.0
15
318.00
76.95%
26.96
22.18%
18.00
1,350
7
231.36
72.48%
25.98
4.10%
10.10
1,100
37
233.33
0.33%
42.65
35.18%
19.26
3,630
14
308.47
172.92%
35.65
6.34%
9.25
10,690
39
1091.16
65.47%
131.24
17.08%
56.61
16,770
119
2014
I II III IV2014
14.67
-93.90%
33.04
26.43%
9.70
4.800
28
2012
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN60
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) secara resmi telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W.
Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota
Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,
Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT.
Gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai sehingga
berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash
Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.
Dibandingkan negara-negara ASEAN, transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif
masih rendah, sementara dengan kondisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang
cukup besar untuk perluasan akses layanan system pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan
sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan
komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia mendukung berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan
penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran. Hal ini juga ditunjukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (KPw BI NTT). Menutup tahun 2014, KPw BI NTT melakukan terobosan yaitu
dengan menyalurkan beasiswa melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) di Kota Kupang. Penyerahan beasiswa melalui LKD
tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mendukung program GNNT. Kerjasama penyaluran beasiswa tersebut
merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Universitas Nusa Cendana yang melibatkan 40 mahasiswa sebagai
penerima beasiswa.
Selain itu, suksesnya penyaluran beasiswa melalui LKD ini tidak terlepas dari bantuan Bank Mandiri Cabang Kupang sebagai
salah satu bank penyelenggara/ pemilik infrastruktur LKD di Kota Kupang. Bank Mandiri menyambut baik dan mendukung
penuh langkah Bank Indonesia untuk terus memasyarakatkan GNNT di Provinsi NTT. KPw BI NTT juga mencermati bahwa ke
depan mekanisme kerjasama penyaluran beasiswa serupa harus dilakukan kembali mengingat mahasiswa dan pihak kampus
sangat antusias dan berkomitmen untuk menyebarkan virus GNNT ke masyarakat.
GERAKAN NASIONAL NON TUNAI
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 61
Mekanisme Penyaluran Beasiswa Melalui LKD
Dengan adanya inisiasi LKD melalui mahasiswa seperti ini, diharapkan dapat mendukung program keuangan
inklusif BI guna meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap
akses masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan sekaligus mengurangi populasi penduduk underbanked.
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN62
BAB IV
Keuangan Daerah
Dengan adanya inisiasi LKD melalui mahasiswa seperti ini, diharapkan dapat mendukung program keuangan
inklusif BI guna meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap
akses masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan sekaligus mengurangi populasi penduduk underbanked.
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN62
BAB IV
Keuangan Daerah
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan IV 2014 cukup baik
Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah secara umum mencapai target yang ditetapkan
Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi
belanja pemerintah kabupaten/kota.
4.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34
triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan
APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak
dikenakan target perolehan pendapatan pajak seiring dengan sifat perolehan data PPh dan PPN yang tidak hanya
dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah
NTT. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi juga mencapai lebih dari 100% yang disebabkan oleh tingginya realisasi
pendapatan asli daerah yang mencapai 108,42%. Rendahnya realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota lebih
disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan PAD Kabupaten/Kota dan dana transfer belum terealisasi 100% seiring
dengan ketersediaan data yang masih belum sampai akhir tahun.
Berdasarkan total nilai pendapatan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana terbesar hingga
mencapai 12,79 triliun rupiah atau mencapai 73% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total dana
tersebut merupakan penjumlahan dari total pendapatan yang diterima oleh 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
NTT. Hingga akhir tahun buku, dana yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT diperkirakan
mencapai 14 triliun rupiah terutama bersumber dari dana transfer pemerintah pusat. Secara prosentase, realisasi
pendapatan pemerintah pusat menyumbang 10,75% atau sebesar 1,88 triliun rupiah, dan sumbangan realisasi
pendapatan pemerintah provinsi dibanding total pendapatan pemerintah mencapai 16,13% atau sebesar 2,82 triliun
rupiah.
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 65
1. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah APBN adalah data final realisasi hingga 31 Desember 2014. Sifat data APBD Provinsi adalah data sementara dikarenakan masih belum dilakukan pengesahan oleh DPRD, dan Sifat data APBD Kabupaten/Kota adalah data sangat sementara dikarenakan posisi data belum sampai akhir tahun 2014. Adapun rincian posisi data APBD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
MANGGARAI BARAT 23 DESEMBER 2014 LEMBATA 12 DESEMBER 2014 ROTE 14 DESEMBER 2014MANGGARAI 10 DESEMBER 2014 ALOR 17 DESEMBER 2014 KABUPATEN KUPANG 23 DESEMBER 2014MANGGARAI TIMUR 18 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT 19 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH SELATAN 17 DESEMBER 2014NGADA 19 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT DAYA 5 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH UTARA 17 DESEMBER 2014NAGEKEO 29 NOPEMBER 2014 SUMBA TENGAH 8 DESEMBER 2014 MALAKA 31 OKTOBER 2014ENDE 30 NOPEMBER 2014 SUMBA TIMUR 18 DESEMBER 2014 BELU 30 SEPTEMBER 2014SIKKA 30 NOPEMBER 2014 SABU RAIJUA 31 NOPEMBER 2014 KOTA KUPANG 19 DESEMBER 2014FLORES TIMUR 31 NOPEMBER 2014
KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan IV 2014 cukup baik
Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah secara umum mencapai target yang ditetapkan
Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi
belanja pemerintah kabupaten/kota.
4.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Realisasi pendapatan pemerintah baik berasal dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 maupun APBD hingga triwulan IV 2014 mencapai 100,85% dari pagu pendapatan tahun 2014 yang sebesar 17,34
triliun rupiah. Tingginya realisasi pendapatan pemerintah terutama disumbang oleh tingginya realisasi pendapatan
APBN seiring dengan adanya realisasi pendapatan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak
dikenakan target perolehan pendapatan pajak seiring dengan sifat perolehan data PPh dan PPN yang tidak hanya
dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah
NTT. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi juga mencapai lebih dari 100% yang disebabkan oleh tingginya realisasi
pendapatan asli daerah yang mencapai 108,42%. Rendahnya realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota lebih
disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan PAD Kabupaten/Kota dan dana transfer belum terealisasi 100% seiring
dengan ketersediaan data yang masih belum sampai akhir tahun.
Berdasarkan total nilai pendapatan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana terbesar hingga
mencapai 12,79 triliun rupiah atau mencapai 73% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total dana
tersebut merupakan penjumlahan dari total pendapatan yang diterima oleh 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
NTT. Hingga akhir tahun buku, dana yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT diperkirakan
mencapai 14 triliun rupiah terutama bersumber dari dana transfer pemerintah pusat. Secara prosentase, realisasi
pendapatan pemerintah pusat menyumbang 10,75% atau sebesar 1,88 triliun rupiah, dan sumbangan realisasi
pendapatan pemerintah provinsi dibanding total pendapatan pemerintah mencapai 16,13% atau sebesar 2,82 triliun
rupiah.
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 65
1. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah APBN adalah data final realisasi hingga 31 Desember 2014. Sifat data APBD Provinsi adalah data sementara dikarenakan masih belum dilakukan pengesahan oleh DPRD, dan Sifat data APBD Kabupaten/Kota adalah data sangat sementara dikarenakan posisi data belum sampai akhir tahun 2014. Adapun rincian posisi data APBD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
MANGGARAI BARAT 23 DESEMBER 2014 LEMBATA 12 DESEMBER 2014 ROTE 14 DESEMBER 2014MANGGARAI 10 DESEMBER 2014 ALOR 17 DESEMBER 2014 KABUPATEN KUPANG 23 DESEMBER 2014MANGGARAI TIMUR 18 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT 19 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH SELATAN 17 DESEMBER 2014NGADA 19 DESEMBER 2014 SUMBA BARAT DAYA 5 DESEMBER 2014 TIMOR TENGAH UTARA 17 DESEMBER 2014NAGEKEO 29 NOPEMBER 2014 SUMBA TENGAH 8 DESEMBER 2014 MALAKA 31 OKTOBER 2014ENDE 30 NOPEMBER 2014 SUMBA TIMUR 18 DESEMBER 2014 BELU 30 SEPTEMBER 2014SIKKA 30 NOPEMBER 2014 SABU RAIJUA 31 NOPEMBER 2014 KOTA KUPANG 19 DESEMBER 2014FLORES TIMUR 31 NOPEMBER 2014
KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA KABUPATEN POSISI DATA
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 67
Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total
target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh
rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data
terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan
adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal. Apabila dibandingkan dengan data simpanan
pemerintah di perbankan, penyerapan anggaran baru terealisasi cukup besar di bulan Desember yang tampak dari
penurunan simpanan pemerintah di bulan Desember 2014.
Realisasi belanja pemerintah Provinsi mencapai 93,27% atau sebesar 2,73 triliun rupiah, disusul oleh realisasi belanja
pemerintah pusat dengan realisasi mencapai 91,94% dari rencana belanja pemerintah pusat yang sebesar 8,80 triliun
rupiah. Berdasarkan porsi belanja dibanding total belanja pemerintah, didapatkan bahwa belanja pemerintah pusat
mencapai 37,76%, jauh lebih tinggi dibanding pangsa pendapatan yang menunjukkan komitmen pemerintah pusat
dalam membangun Provinsi NTT. Besarnya defisit belanja pemerintah pusat hingga 6,21 triliun juga menunjukkan
seberapa besar dukungan pemerintah pusat dalam upaya membangun Provinsi NTT.
Berdasarkan sumber pendapatan daerah, dana APBN terutama bersumber dari tiga pajak utama antara lain pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai dan penerimaan negara bukan pajak. Sedangkan dana APBD terutama
bersumber dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian dan otonomi khusus dan pendapatan asli
daerah. Dari total 1,88 triliun pendapatan pemerintah pusat, sebesar 52,18% pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
NTT disumbang oleh pajak penghasilan (PPh), disusul oleh pajak pertambahan nilai dengan sumbangan mencapai 31,
00% dan penerimaan bukan pajak mencapai 14,69% terutama disumbang oleh penerimaan pendidikan yang
mencapai 110,16 miliar dan pendapatan jasa yang mencapai 70,79 miliar. Realisasi APBN hingga triwulan IV 2014
mampu mencapai 1.163,24% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi penerimaan pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai. Selain itu, tidak adanya target penerimaan PPh dan PPN juga menyebabkan realisasi penerimaan
mengalami pencapaian signifikan.
Lebih dari 90% pendapatan pemerintah kabupaten/kota diperoleh dari dana transfer dengan rincian 75,05% berasal
dari dana alokasi umum (DAU), 8,27% berasal dari dana penyesuaian dan otonomi khusus serta 7,62% berasal dari
dana alokasi khusus. Tingginya porsi dana transfer ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi pemerintah
kabupaten/kota terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dari 3 sumber dana transfer tersebut, total telah
direalisasikan sebesar 11,63 triliun dari total target penerimaan pemerintah kabupaten/kota yang sebesar 12,90 triliun.
Sumber pendapatan utama pemerintah provinsi NTT juga masih bersumber dari dana transfer dengan alokasi mencapai
lebih dari 70%. Namun demikian, pemerintah provinsi masih memiliki sumber pendanaan sendiri dari PAD dengan nilai
mencapai 28,25%. Sebagian besar PAD diperoleh dari pajak daerah terutama pajak kendaraan bermotor dan pajak lain
yang sah.
Berdasarkan tingkat realisasi pencapaian pendapatan, pemerintah provinsi mampu mencapai hingga 102,62% dari
target penerimaan yang sebesar 2,75 triliun, sedangkan pemerintah kabupaten/kota baru terealisasi sebesar 88,62%
dari total target penerimaan yang sebesar 14,43 triliun. Berdasarkan komponen sumber penerimaan utama, hampir
seluruh sumber penerimaan pemerintah provinsi NTT mencapai target dan lebih dari target kecuali penerimaan lainnya
yang secara rata-rata terealisasi sebesar 91,68%. Rendahnya realisasi pemerintah Kabupaten/ kota terutama
disebabkan oleh rendahnya realisasi DAK hingga triwulan IV 2014 yang baru terealisasi sebesar 60,08%. Realisasi
penerimaan lainnya dan PAD juga masih jauh dari target yaitu baru sebesar 69,73% dan 79,48%. Rendahnya
penerimaan diduga disebabkan oleh belum berakhirnya tahun buku, sehingga penerimaan dana transfer terkesan
rendah. Berdasarkan pola historis, penerimaan dana transfer hampir selalu mencapai 100% dari target yang ditetapkan
di awal tahun anggaran.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH66
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PORSI REALISASI PENDAPATAN
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
17,34
27,31
17,49
21,43
100.85
78.48 10
15
20
Trillions
5
10
15
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,16
14,43
2,751,88
12,79
2,82
Trillions
REALISASI
5
APBN KAB PROV
8,80
15,58
2,93
8,09
10,61
2,73
91.9493.27
PORSI REALISASI PENDAPATAN
16%16% 11%
83%73%
1%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
13%11%
32%
38%
57%42%
32%
PORSIANGGARAN
ANGGARAN
REALISASI
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
31%
15%
2%52%
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Pendapatan Pajak Penghasilan
Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana LainnyaDana Penyesuaian dan OtonomiKhusus
6%
75%
8%
8%
28%
40%
3%
26%
3%
PROPINSI
KABUPATEN
3%
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.5. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
BeluTTU
SikkaNagekeo
Kota KupangSabu Raijua
MalakaSumba BaratKab. Kupang
AlorEnde
TOTALRote
LembataSBD
MabarSumba Timur
ManggaraiMatimFlotimNgada
TTSProv. NTT
65,32 71,75
73,79 81,08
84,85 84,98
87,31 87,35 88,05
89,92 90,23 90,83 90,86 91,67
93,38 93,74 93,95 94,33 94,50 94,88 94,98 95,39
97,44 102,62
Sumba Tengah
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
79,48
96,06
60,08
82,09
108,42
100,00 100,00 102,50
92,12
96,46
61,83
89,38
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
110,00
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
91,68
72,72
69,73
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
lainnya
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 67
Realisasi belanja pemerintah hingga triwulan IV 2014 hanya sebesar 78,48% atau sebesar 21,43 triliun rupiah dari total
target belanja pemerintah yang sebesar 27,31 triliun rupiah. Rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh
rendahnya realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Selain dikarenakan masalah ketersediaan data
terkini, realisasi belanja yang hanya sebesar 68,09% untuk posisi data rata-rata hingga akhir November menunjukkan
adanya permasalahan penyerapan anggaran yang kurang maksimal. Apabila dibandingkan dengan data simpanan
pemerintah di perbankan, penyerapan anggaran baru terealisasi cukup besar di bulan Desember yang tampak dari
penurunan simpanan pemerintah di bulan Desember 2014.
Realisasi belanja pemerintah Provinsi mencapai 93,27% atau sebesar 2,73 triliun rupiah, disusul oleh realisasi belanja
pemerintah pusat dengan realisasi mencapai 91,94% dari rencana belanja pemerintah pusat yang sebesar 8,80 triliun
rupiah. Berdasarkan porsi belanja dibanding total belanja pemerintah, didapatkan bahwa belanja pemerintah pusat
mencapai 37,76%, jauh lebih tinggi dibanding pangsa pendapatan yang menunjukkan komitmen pemerintah pusat
dalam membangun Provinsi NTT. Besarnya defisit belanja pemerintah pusat hingga 6,21 triliun juga menunjukkan
seberapa besar dukungan pemerintah pusat dalam upaya membangun Provinsi NTT.
Berdasarkan sumber pendapatan daerah, dana APBN terutama bersumber dari tiga pajak utama antara lain pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai dan penerimaan negara bukan pajak. Sedangkan dana APBD terutama
bersumber dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian dan otonomi khusus dan pendapatan asli
daerah. Dari total 1,88 triliun pendapatan pemerintah pusat, sebesar 52,18% pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
NTT disumbang oleh pajak penghasilan (PPh), disusul oleh pajak pertambahan nilai dengan sumbangan mencapai 31,
00% dan penerimaan bukan pajak mencapai 14,69% terutama disumbang oleh penerimaan pendidikan yang
mencapai 110,16 miliar dan pendapatan jasa yang mencapai 70,79 miliar. Realisasi APBN hingga triwulan IV 2014
mampu mencapai 1.163,24% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi penerimaan pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai. Selain itu, tidak adanya target penerimaan PPh dan PPN juga menyebabkan realisasi penerimaan
mengalami pencapaian signifikan.
Lebih dari 90% pendapatan pemerintah kabupaten/kota diperoleh dari dana transfer dengan rincian 75,05% berasal
dari dana alokasi umum (DAU), 8,27% berasal dari dana penyesuaian dan otonomi khusus serta 7,62% berasal dari
dana alokasi khusus. Tingginya porsi dana transfer ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi pemerintah
kabupaten/kota terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dari 3 sumber dana transfer tersebut, total telah
direalisasikan sebesar 11,63 triliun dari total target penerimaan pemerintah kabupaten/kota yang sebesar 12,90 triliun.
Sumber pendapatan utama pemerintah provinsi NTT juga masih bersumber dari dana transfer dengan alokasi mencapai
lebih dari 70%. Namun demikian, pemerintah provinsi masih memiliki sumber pendanaan sendiri dari PAD dengan nilai
mencapai 28,25%. Sebagian besar PAD diperoleh dari pajak daerah terutama pajak kendaraan bermotor dan pajak lain
yang sah.
Berdasarkan tingkat realisasi pencapaian pendapatan, pemerintah provinsi mampu mencapai hingga 102,62% dari
target penerimaan yang sebesar 2,75 triliun, sedangkan pemerintah kabupaten/kota baru terealisasi sebesar 88,62%
dari total target penerimaan yang sebesar 14,43 triliun. Berdasarkan komponen sumber penerimaan utama, hampir
seluruh sumber penerimaan pemerintah provinsi NTT mencapai target dan lebih dari target kecuali penerimaan lainnya
yang secara rata-rata terealisasi sebesar 91,68%. Rendahnya realisasi pemerintah Kabupaten/ kota terutama
disebabkan oleh rendahnya realisasi DAK hingga triwulan IV 2014 yang baru terealisasi sebesar 60,08%. Realisasi
penerimaan lainnya dan PAD juga masih jauh dari target yaitu baru sebesar 69,73% dan 79,48%. Rendahnya
penerimaan diduga disebabkan oleh belum berakhirnya tahun buku, sehingga penerimaan dana transfer terkesan
rendah. Berdasarkan pola historis, penerimaan dana transfer hampir selalu mencapai 100% dari target yang ditetapkan
di awal tahun anggaran.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH66
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PORSI REALISASI PENDAPATAN
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
17,34
27,31
17,49
21,43
100.85
78.48 10
15
20
Trillions
5
10
15
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,16
14,43
2,751,88
12,79
2,82
Trillions
REALISASI
5
APBN KAB PROV
8,80
15,58
2,93
8,09
10,61
2,73
91.9493.27
PORSI REALISASI PENDAPATAN
16%16% 11%
83%73%
1%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
13%11%
32%
38%
57%42%
32%
PORSIANGGARAN
ANGGARAN
REALISASI
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
31%
15%
2%52%
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Pendapatan Pajak Penghasilan
Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana LainnyaDana Penyesuaian dan OtonomiKhusus
6%
75%
8%
8%
28%
40%
3%
26%
3%
PROPINSI
KABUPATEN
3%
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.5. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
BeluTTU
SikkaNagekeo
Kota KupangSabu Raijua
MalakaSumba BaratKab. Kupang
AlorEnde
TOTALRote
LembataSBD
MabarSumba Timur
ManggaraiMatimFlotimNgada
TTSProv. NTT
65,32 71,75
73,79 81,08
84,85 84,98
87,31 87,35 88,05
89,92 90,23 90,83 90,86 91,67
93,38 93,74 93,95 94,33 94,50 94,88 94,98 95,39
97,44 102,62
Sumba Tengah
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
79,48
96,06
60,08
82,09
108,42
100,00 100,00 102,50
92,12
96,46
61,83
89,38
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
110,00
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
91,68
72,72
69,73
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
lainnya
Belanja konsumsi pemerintah secara umum digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja
hibah/bantuan sosial lainnya. Berdasarkan pangsa realisasi belanja, pemerintah provinsi menjadi pemerintah dengan
belanja pegawai paling efisien dibanding pemerintah pusat dan Kabupaten. Pangsa belanja pegawai pemerintah
provinsi hanya sebesar 23,14% dari total belanja konsumsi pemerintah, diikuti oleh belanja pemerintah pusat yang juga
hanya sebesar 38,34% dari total belanja konsumsi yang bersumber dari APBN. Total belanja pegawai pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi NTT mencapai 73,50% dari total belanja konsumsi pemerintah, atau setara dengan 62,16%
dari total belanja pemerintah. Besarnya belanja pegawai yang terjadi membuat ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota
menjadi sangat sempit yang berdampak pada dana pembangunan/belanja modal yang juga relatif minim.
Belanja barang dan jasa pemerintah pusat menjadi porsi belanja konsumsi terbesar bagi pemerintah pusat dengan
pangsa mencapai 44,85% dari total belanja konsumsi pemerintah pusat di NTT, diikuti oleh belanja bantuan sosial
seiring dengan banyaknya bencana alam di NTT. Belanja konsumsi terbesar pemerintah provinsi adalah belanja hibah
dengan pangsa mencapai 40,41% dari total belanja konsumsi pemerintah provinsi. Pengeluaran tersebut setara
dengan 34,27% total belanja pemerintah provinsi. Hingga akhir bulan Desember, pemerintah provinsi telah
menyalurkan dana hibah hingga sebesar 935,57 miliar rupiah yang antara lain digunakan untuk penyaluran dana
program anggur merah maupun program lainnya. Besarnya belanja hibah pemerintah provinsi ini sesuai dengan fokus
pemerintah terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat di provinsi NTT.
Berdasarkan realisasi belanja konsumsi, belanja pegawai menjadi belanja dengan realisasi paling besar yang tampak dari
nilai realisasi di atas 80%. Rendahnya belanja pegawai kabupaten/kota lebih disebabkan oleh belum dilakukannya
pembayaran gaji pada periode November dan Desember 2014 pada beberapa kabupaten/kota yang disebabkan oleh
ketersediaan data realisasi yang masih kurang satu hingga 3 bulan perhitungan anggaran. Belanja hibah juga terealisasi
cukup besar hingga 96,2% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi belanja hibah pemerintah provinsi hingga
101%. Realisasi belanja barang dan jasa masih relatif rendah seiring dengan masih rendahnya belanja barang dan jasa
pemerintah kabupaten/kota. Pencapaian realisasi terendah adalah biaya konsumsi lainnya yang lebih disebabkan oleh
sifat pos belanja yang tidak rutin tergantung kebutuhan.
APBN KAB PROV
38,34
73,50
23,14
44,85
19,11
21,84
40,41
16,80
11,58
5,48
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.9. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
9685
9681
59 57
65
36
75
25
94 94 101
63
90 86
40
84,7 73,4
96,291,4
89,3
75,4
29,4
BelanjaPegawai
BelanjaBarang dan
Jasa
BelanjaHibah
BelanjaBantuanSosial
Belanja BagiHasil
BantuanKeuangan
KonsumsiLainnya
APBN KAB PROV TOTAL
Berdasarkan realisasi capaian pendapatan, Kabupaten Belu tercatat sebagai kabupaten dengan pencapaian realisasi
pendapatan terendah. Rendahnya realisasi lebih disebabkan oleh ketersediaan data yang masih hanya sampai triwulan
III 2014, sehingga data triwulan IV 2014 belum dimasukkan dalam perhitungan. Kabupaten Timor Tengah Utara
tercatat sebagai kabupaten dengan realisasi pendapatan terendah kedua dengan realisasi mencapai 71,75%. Provinsi
NTT tercatat mencapai realisasi perolehan pendapatan tertinggi dengan realisasi mencapai 102,62%, diikuti oleh
Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan realisasi mencapai 97,44% dan Kabupaten Ngada dengan realisasi sebesar
95,39%.
Berdasarkan klasifikasi penggunaan belanja, sebagian besar dana belanja pemerintah digunakan untuk belanja
konsumsi pemerintah. Belanja konsumsi terbesar dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan pangsa belanja
hingga 84,8% dari total belanja pemerintah, disusul oleh pemerintah provinsi dengan total belanja konsumsi mencapai
84,6% dan pemerintah pusat dengan total belanja konsumsi sebesar 62,9% dari total belanja pemerintah pusat.
Alokasi belanja modal pemerintah pusat cukup besar mencapai 37,1% terutama digunakan untuk pembangunan
proyek-proyek pembangunan. Semakin besar alokasi belanja modal menunjukkan semakin besar pula dana yang
digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik.
Berdasarkan realisasi pencapaian target belanja, hanya belanja pemerintah pusat yang mampu terealisasi lebih besar
dari belanja konsumsi yang dilakukan. Total realisasi belanja modal pemerintah pusat mencapai 93,7% atau terealisasi
sebesar 3,00 triliun rupiah dari total rencana belanja modal pemerintah pusat yang sebesar 3,20 triliun. Belanja modal
pemerintah pusat mampu menyumbang hingga 59,39% dari total investasi pemerintah di Provinsi NTT. Realisasi
investasi pemerintah provinsi masih relatif bagus dengan capaian sebesar 87,1% dari target walaupun kurang dari
90%. Rendahnya pencapaian belanja modal dialami oleh pemerintah kabupaten/kota dengan realisasi belanja yang
masih hanya sebesar 46,32%. Walaupun posisi data secara rata-rata masih sampai November 2014, namun dengan
capaian yang kurang dari 50% menunjukkan rendahnya pencapaian realisasi belanja modal pemerintah
kabupaten/kota, yang berarti proses pembangunan sarana dan prasarana umum menjadi tertunda di tahun berikutnya
yang berdampak pada tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan perbaikan prasarana umum. Dengan
kondisi ini, maka praktis pengeluaran belanja pemerintah kabupaten/kota didominasi oleh belanja konsumsi terlebih
belanja pegawai yang memiliki pangsa hingga 73,50% dari total belanja konsumsi.
PROVINSI
KABUPATEN
APBN
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
37,1%
62,9%
15,4%84,6%
15,2%
84,8%
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi
91,9
68,1
93,3
78,5
93,7
46
87,1
70
90,9
74,5
94,5
81,5
4.3 BELANJA DAERAH
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 69BAB IV - KEUANGAN DAERAH68
Belanja konsumsi pemerintah secara umum digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja
hibah/bantuan sosial lainnya. Berdasarkan pangsa realisasi belanja, pemerintah provinsi menjadi pemerintah dengan
belanja pegawai paling efisien dibanding pemerintah pusat dan Kabupaten. Pangsa belanja pegawai pemerintah
provinsi hanya sebesar 23,14% dari total belanja konsumsi pemerintah, diikuti oleh belanja pemerintah pusat yang juga
hanya sebesar 38,34% dari total belanja konsumsi yang bersumber dari APBN. Total belanja pegawai pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi NTT mencapai 73,50% dari total belanja konsumsi pemerintah, atau setara dengan 62,16%
dari total belanja pemerintah. Besarnya belanja pegawai yang terjadi membuat ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota
menjadi sangat sempit yang berdampak pada dana pembangunan/belanja modal yang juga relatif minim.
Belanja barang dan jasa pemerintah pusat menjadi porsi belanja konsumsi terbesar bagi pemerintah pusat dengan
pangsa mencapai 44,85% dari total belanja konsumsi pemerintah pusat di NTT, diikuti oleh belanja bantuan sosial
seiring dengan banyaknya bencana alam di NTT. Belanja konsumsi terbesar pemerintah provinsi adalah belanja hibah
dengan pangsa mencapai 40,41% dari total belanja konsumsi pemerintah provinsi. Pengeluaran tersebut setara
dengan 34,27% total belanja pemerintah provinsi. Hingga akhir bulan Desember, pemerintah provinsi telah
menyalurkan dana hibah hingga sebesar 935,57 miliar rupiah yang antara lain digunakan untuk penyaluran dana
program anggur merah maupun program lainnya. Besarnya belanja hibah pemerintah provinsi ini sesuai dengan fokus
pemerintah terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat di provinsi NTT.
Berdasarkan realisasi belanja konsumsi, belanja pegawai menjadi belanja dengan realisasi paling besar yang tampak dari
nilai realisasi di atas 80%. Rendahnya belanja pegawai kabupaten/kota lebih disebabkan oleh belum dilakukannya
pembayaran gaji pada periode November dan Desember 2014 pada beberapa kabupaten/kota yang disebabkan oleh
ketersediaan data realisasi yang masih kurang satu hingga 3 bulan perhitungan anggaran. Belanja hibah juga terealisasi
cukup besar hingga 96,2% terutama disebabkan oleh tingginya realisasi belanja hibah pemerintah provinsi hingga
101%. Realisasi belanja barang dan jasa masih relatif rendah seiring dengan masih rendahnya belanja barang dan jasa
pemerintah kabupaten/kota. Pencapaian realisasi terendah adalah biaya konsumsi lainnya yang lebih disebabkan oleh
sifat pos belanja yang tidak rutin tergantung kebutuhan.
APBN KAB PROV
38,34
73,50
23,14
44,85
19,11
21,84
40,41
16,80
11,58
5,48
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.9. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
9685
9681
59 57
65
36
75
25
94 94 101
63
90 86
40
84,7 73,4
96,291,4
89,3
75,4
29,4
BelanjaPegawai
BelanjaBarang dan
Jasa
BelanjaHibah
BelanjaBantuanSosial
Belanja BagiHasil
BantuanKeuangan
KonsumsiLainnya
APBN KAB PROV TOTAL
Berdasarkan realisasi capaian pendapatan, Kabupaten Belu tercatat sebagai kabupaten dengan pencapaian realisasi
pendapatan terendah. Rendahnya realisasi lebih disebabkan oleh ketersediaan data yang masih hanya sampai triwulan
III 2014, sehingga data triwulan IV 2014 belum dimasukkan dalam perhitungan. Kabupaten Timor Tengah Utara
tercatat sebagai kabupaten dengan realisasi pendapatan terendah kedua dengan realisasi mencapai 71,75%. Provinsi
NTT tercatat mencapai realisasi perolehan pendapatan tertinggi dengan realisasi mencapai 102,62%, diikuti oleh
Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan realisasi mencapai 97,44% dan Kabupaten Ngada dengan realisasi sebesar
95,39%.
Berdasarkan klasifikasi penggunaan belanja, sebagian besar dana belanja pemerintah digunakan untuk belanja
konsumsi pemerintah. Belanja konsumsi terbesar dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan pangsa belanja
hingga 84,8% dari total belanja pemerintah, disusul oleh pemerintah provinsi dengan total belanja konsumsi mencapai
84,6% dan pemerintah pusat dengan total belanja konsumsi sebesar 62,9% dari total belanja pemerintah pusat.
Alokasi belanja modal pemerintah pusat cukup besar mencapai 37,1% terutama digunakan untuk pembangunan
proyek-proyek pembangunan. Semakin besar alokasi belanja modal menunjukkan semakin besar pula dana yang
digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik.
Berdasarkan realisasi pencapaian target belanja, hanya belanja pemerintah pusat yang mampu terealisasi lebih besar
dari belanja konsumsi yang dilakukan. Total realisasi belanja modal pemerintah pusat mencapai 93,7% atau terealisasi
sebesar 3,00 triliun rupiah dari total rencana belanja modal pemerintah pusat yang sebesar 3,20 triliun. Belanja modal
pemerintah pusat mampu menyumbang hingga 59,39% dari total investasi pemerintah di Provinsi NTT. Realisasi
investasi pemerintah provinsi masih relatif bagus dengan capaian sebesar 87,1% dari target walaupun kurang dari
90%. Rendahnya pencapaian belanja modal dialami oleh pemerintah kabupaten/kota dengan realisasi belanja yang
masih hanya sebesar 46,32%. Walaupun posisi data secara rata-rata masih sampai November 2014, namun dengan
capaian yang kurang dari 50% menunjukkan rendahnya pencapaian realisasi belanja modal pemerintah
kabupaten/kota, yang berarti proses pembangunan sarana dan prasarana umum menjadi tertunda di tahun berikutnya
yang berdampak pada tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan perbaikan prasarana umum. Dengan
kondisi ini, maka praktis pengeluaran belanja pemerintah kabupaten/kota didominasi oleh belanja konsumsi terlebih
belanja pegawai yang memiliki pangsa hingga 73,50% dari total belanja konsumsi.
PROVINSI
KABUPATEN
APBN
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
37,1%
62,9%
15,4%84,6%
15,2%
84,8%
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi
91,9
68,1
93,3
78,5
93,7
46
87,1
70
90,9
74,5
94,5
81,5
4.3 BELANJA DAERAH
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 69BAB IV - KEUANGAN DAERAH68
Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem
pembayaran yang mencapai 2,15 triliun, 542,43 miliar ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito, dan
127,84 miliar ditempatkan dalam tabungan.
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
II III IV TOTAL
161.626
8.802.045
3.202.295
5.599.750
2.038.002
2.673.036
-
888.712
-
-
-
-
(8.640.419)
14.430.311
15.582.499
3.535.254
12.047.244
8.112.940
2.927.423
105.131
123.778
2.802
657.323
117.846
-
(1.152.188)
1.420.910
1.375.481
45.429
212.561
103.568
108.994
1.208.348
56.160
2.748.366
2.926.611
475.696
2.450.915
568.035
538.072
929.467
35.427
298.571
34.176
47.167
-
(178.245)
236.731
227.764
8.967
82.070
75.870
6.200
154.661
(23.583)
17.340.303
27.311.154
7.213.245
20.097.909
10.718.976
6.138.531
1.034.598
1.047.918
301.374
691.499
165.013
-
(9.970.851)
1.657.641
1.603.245
54.396
294.631
179.438
115.194
1.363.010
32.577
1.880.105
8.092.284
3.000.415
5.091.869
1.952.370
2.283.949
-
855.551
-
-
-
-
(6.212.179)
12.787.950
10.610.586
1.637.675
8.972.911
6.595.333
1.715.161
59.583
79.988
1.009
492.163
29.674
-
2.177.364
1.371.793
1.342.923
28.870
126.351
63.156
63.195
1.245.442
3.422.805
2.820.475
2.729.650
414.232
2.315.418
535.791
505.697
935.569
22.191
268.147
29.253
18.770
-
90.825
235.794
227.764
8.031
81.819
75.870
5.949
153.976
244.801
17.488.530
21.432.521
5.052.322
16.380.198
9.083.494
4.504.807
995.153
957.730
269.156
521.415
48.443
-
(3.943.991)
1.607.587
1.570.686
36.901
208.169
139.026
69.144
1.399.418
3.667.606
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL
Berdasarkan total realisasi belanja pemerintah, provinsi NTT mencapai realisasi belanja tertinggi, diikuti oleh pemerintah
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. Adapun daerah dengan belanja terendah
adalah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Negekeo, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Belu.
Rendahnya belanja pemerintah daerah tersebut mengakibatkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) menjadi
bertambah cukup signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan hingga periode realisasi data didapatkan bahwa pada
tahun 2014 terjadi penambahan SILPA hingga sebesar 1,40 triliun yang berarti terjadi penundaan dana alokasi
pembangunan sebesar penambahan SILPA. Nilai SILPA tersebut tidak menunjukkan kondisi SILPA yang sebenarnya
dikarenakan posisi data yang secara rata-rata masih di bulan November 2014.
Apabila dibandingkan dengan data perbankan, hingga bulan Desember 2014 terjadi penambahan simpanan
pemerintah di daerah hingga sebesar 800 miliar rupiah yang menunjukkan besarnya dana lebih APBD yang belum
disalurkan oleh pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah terbesar
dilakukan di bulan Desember seiring dengan telah selesainya beberapa proyek pemerintah pada akhir tahun 2014. Total
simpanan dana pemerintah di perbankan hingga akhir tahun 2014 mencapai 2,83 triliun rupiah menunjukkan potensi
tambahan dana yang bisa digunakan untuk melakukan tambahan pembangunan di tahun 2015.
Grafik 4.11. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB PEMKAB
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
64,627 21,323 120 86,070
167,266 2,892 74,602 244,761
142,097 36,565 72,410 251,072
1,780,885 67,057 395,302 2,243,244
2,154,875 127,838 542,434 2,825,147
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Sabu
Rai
jua
Nag
ekeo
Mal
aka
Belu
Sum
ba T
enga
h
SBD
Sum
ba B
arat
Lem
bata
Ende
Sikk
a
TTS
TTU
Kot
a K
upan
g
Flot
im
TOTA
L
Mab
ar
Alo
r
Kab
. Kup
ang
Sum
ba T
imur
Rote
Nga
da
Mat
im
Man
ggar
ai
Prov
. NTT
48 51 53 55 57 58 59 63 64 64 66 66 6772 72 73 73 75 78 80 82 82
8894
Grafik 4.10. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 71BAB IV - KEUANGAN DAERAH70
Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem
pembayaran yang mencapai 2,15 triliun, 542,43 miliar ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito, dan
127,84 miliar ditempatkan dalam tabungan.
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
II III IV TOTAL
161.626
8.802.045
3.202.295
5.599.750
2.038.002
2.673.036
-
888.712
-
-
-
-
(8.640.419)
14.430.311
15.582.499
3.535.254
12.047.244
8.112.940
2.927.423
105.131
123.778
2.802
657.323
117.846
-
(1.152.188)
1.420.910
1.375.481
45.429
212.561
103.568
108.994
1.208.348
56.160
2.748.366
2.926.611
475.696
2.450.915
568.035
538.072
929.467
35.427
298.571
34.176
47.167
-
(178.245)
236.731
227.764
8.967
82.070
75.870
6.200
154.661
(23.583)
17.340.303
27.311.154
7.213.245
20.097.909
10.718.976
6.138.531
1.034.598
1.047.918
301.374
691.499
165.013
-
(9.970.851)
1.657.641
1.603.245
54.396
294.631
179.438
115.194
1.363.010
32.577
1.880.105
8.092.284
3.000.415
5.091.869
1.952.370
2.283.949
-
855.551
-
-
-
-
(6.212.179)
12.787.950
10.610.586
1.637.675
8.972.911
6.595.333
1.715.161
59.583
79.988
1.009
492.163
29.674
-
2.177.364
1.371.793
1.342.923
28.870
126.351
63.156
63.195
1.245.442
3.422.805
2.820.475
2.729.650
414.232
2.315.418
535.791
505.697
935.569
22.191
268.147
29.253
18.770
-
90.825
235.794
227.764
8.031
81.819
75.870
5.949
153.976
244.801
17.488.530
21.432.521
5.052.322
16.380.198
9.083.494
4.504.807
995.153
957.730
269.156
521.415
48.443
-
(3.943.991)
1.607.587
1.570.686
36.901
208.169
139.026
69.144
1.399.418
3.667.606
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL
Berdasarkan total realisasi belanja pemerintah, provinsi NTT mencapai realisasi belanja tertinggi, diikuti oleh pemerintah
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. Adapun daerah dengan belanja terendah
adalah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Negekeo, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Belu.
Rendahnya belanja pemerintah daerah tersebut mengakibatkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) menjadi
bertambah cukup signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan hingga periode realisasi data didapatkan bahwa pada
tahun 2014 terjadi penambahan SILPA hingga sebesar 1,40 triliun yang berarti terjadi penundaan dana alokasi
pembangunan sebesar penambahan SILPA. Nilai SILPA tersebut tidak menunjukkan kondisi SILPA yang sebenarnya
dikarenakan posisi data yang secara rata-rata masih di bulan November 2014.
Apabila dibandingkan dengan data perbankan, hingga bulan Desember 2014 terjadi penambahan simpanan
pemerintah di daerah hingga sebesar 800 miliar rupiah yang menunjukkan besarnya dana lebih APBD yang belum
disalurkan oleh pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah terbesar
dilakukan di bulan Desember seiring dengan telah selesainya beberapa proyek pemerintah pada akhir tahun 2014. Total
simpanan dana pemerintah di perbankan hingga akhir tahun 2014 mencapai 2,83 triliun rupiah menunjukkan potensi
tambahan dana yang bisa digunakan untuk melakukan tambahan pembangunan di tahun 2015.
Grafik 4.11. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB PEMKAB
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
64,627 21,323 120 86,070
167,266 2,892 74,602 244,761
142,097 36,565 72,410 251,072
1,780,885 67,057 395,302 2,243,244
2,154,875 127,838 542,434 2,825,147
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Sabu
Rai
jua
Nag
ekeo
Mal
aka
Belu
Sum
ba T
enga
h
SBD
Sum
ba B
arat
Lem
bata
Ende
Sikk
a
TTS
TTU
Kot
a K
upan
g
Flot
im
TOTA
L
Mab
ar
Alo
r
Kab
. Kup
ang
Sum
ba T
imur
Rote
Nga
da
Mat
im
Man
ggar
ai
Prov
. NTT
48 51 53 55 57 58 59 63 64 64 66 66 6772 72 73 73 75 78 80 82 82
8894
Grafik 4.10. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 71BAB IV - KEUANGAN DAERAH70
BAB V
Ketenagakerjaan danKesejahteraan
BAB V
Ketenagakerjaan danKesejahteraan
Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Angka kemiskinan pada tahun 2014 turun menjadi 19,60% dibandingkan sebelumnya
yang mencapai 20,24%
Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja naik 3,31% (yoy) dari 2.104.557 jiwa pada tahun
2013 menjadi 2.174.228 jiwa. Partisipasi angkatan kerja meningkat dari 68,15% (2013)
menjadi 68,91% (2014).
5.1 KONDISI UMUM
Pada triwulan IV, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan
dan kemiskinan menunjukkan kondisi perbaikan. Angka kemiskinan menunjukkan hasil positif. Hal ini tercermin
dari persentasi penduduk miskin yang menurun menjadi 19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari
Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai
dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator
kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy). Namun, hal
tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang sama. Tingkat pengangguran
terbuka pada Agustus 2014 mencatat 3,26% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
sebesar 3,25%. Sementara, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada 1triwulan IV-2014 menunjukkan indeks ketenagakerjaan tercatat mengalami ekspansi sebesar 21,66 setelah pada
triwulan sebelumnya mengalami ekspansi sebesar 2,76. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga
kerja pada periode laporan, walaupun belum tentu seimbang dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja.
5.2.1 Kondisi Kesejahteraan UmumKondisi kesejahteraan secara umum melambat berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya penurunan tingkat
optimisme, khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat
kesejahteraan. Berdasarkan hasil SK bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, indeks Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) mengalami penurunan pada triwulan laporan. Kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan menjadi faktor
pendorong penurunan optimisme responden terhadap penghasilan mereka. Namun, momen natal dan tahun baru
dapat menjadi penahan optimisme masyarakat agar tidak turun terlalu dalam.
1. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
5.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB I 75
Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Angka kemiskinan pada tahun 2014 turun menjadi 19,60% dibandingkan sebelumnya
yang mencapai 20,24%
Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja naik 3,31% (yoy) dari 2.104.557 jiwa pada tahun
2013 menjadi 2.174.228 jiwa. Partisipasi angkatan kerja meningkat dari 68,15% (2013)
menjadi 68,91% (2014).
5.1 KONDISI UMUM
Pada triwulan IV, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan
dan kemiskinan menunjukkan kondisi perbaikan. Angka kemiskinan menunjukkan hasil positif. Hal ini tercermin
dari persentasi penduduk miskin yang menurun menjadi 19,60% pada September 2014, dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 20,24%. Sementara Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari
Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan biaya produksi sebagai
dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan kelangkaan pupuk menjadi pendorong melambatnya NTP. Dari indikator
kesejahteraan yang lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 meningkat sebesar 3,32% (yoy). Namun, hal
tersebut tidak dibarengi pertumbuhan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang sama. Tingkat pengangguran
terbuka pada Agustus 2014 mencatat 3,26% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
sebesar 3,25%. Sementara, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada 1triwulan IV-2014 menunjukkan indeks ketenagakerjaan tercatat mengalami ekspansi sebesar 21,66 setelah pada
triwulan sebelumnya mengalami ekspansi sebesar 2,76. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga
kerja pada periode laporan, walaupun belum tentu seimbang dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja.
5.2.1 Kondisi Kesejahteraan UmumKondisi kesejahteraan secara umum melambat berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya penurunan tingkat
optimisme, khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat
kesejahteraan. Berdasarkan hasil SK bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, indeks Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) mengalami penurunan pada triwulan laporan. Kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan menjadi faktor
pendorong penurunan optimisme responden terhadap penghasilan mereka. Namun, momen natal dan tahun baru
dapat menjadi penahan optimisme masyarakat agar tidak turun terlalu dalam.
1. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
5.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB I 75
Di wilayah pedesaan, ukuran kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Pada
triwulan laporan, angka NTP menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-IV 2014 (Desember 2014)
angka NTP berada di bawah triwulan sebelumnya (September 2014). NTP tercatat turun menjadi 101,03 dari triwulan
sebelumnya sebesar 102,71. Pada Desember 2014, Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 116,59. Sementara,
Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 115,4. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya
dorongan peningkatan pengeluaran dari petani, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti
pupuk/pangan maupun bibit.
5.2.2 Tingkat KemiskinanSecara umum, perkembangan perekonomian di Provinsi NTT selama beberapa tahun terakhir menunjukkan
kinerja yang positif. Kinerja ini tercermin dari pertumbuhan penduduk miskin yang cenderung mengalami penurunan
dari tahun ke tahun. Persentase penduduk miskin pada bulan September 2014 turun sebesar 0,64% dibandingkan
September 2013. Jumlah penduduk miskin sendiri pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa atau menurun
sebesar 17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, pada
bulan September 2014, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa,
sementara penduduk miskin perkotaan mencapai 105.700 jiwa.
Sumber : Survei Konsumen KPw BI
020406080
100120140160180
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
Series2
Grafik 5.1 Perkembangan Indeks
Sumber : BPS Provinsi NTT
95,00
96,00
97,00
98,00
99,00
100,00
101,00
102,00
103,00
104,00
100102104106108110112114116118
2014
NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Grafik 5.2 Perkembangan NTP NTT
Sumber : BPS
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
19,60
20,24
20,41
21,23 23,03
23,31
25,65
%
Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT
Sumber : BPS
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
2008 119.30 979.10 1.098,40 15.50 27.88 25,65
2009 109.40 903.70 1.013,10 14.01 25.35 23,31
2010 107.40 906.70 1.014,10 13.57 25.10 23,03
2011 117.04 895.87 1.012,91 12.50 23.36 21,23
Mar 2012 115,50 897,10 1.012,60 12,22 22,98 20,88
Sept 2012 117,40 882,90 1.000,30 12,21 22,41 20,41
Mar 2013 113,57 879,99 993,56 11,54 22,13 20,03
Sept 2013 98,05 911,10 1.009,15 10,10 22,69 20,24
Mar 2014 100,34 894,33 994,67 10,23 22,15 19,82
Sep 2014 105.70 886.18 991,88 10,68 21,78 19,60
Tahun
Garis kemiskinan di Provinsi NTT untuk kurun waktu September 2013 hingga September 2014 mengalami kenaikan
sebesar 6,95%, yaitu dari Rp 251.080,- per kapita/bulan menjadi Rp 268.536,- per kapita/bulan. Peningkatan ini salah
satunya disebabkan oleh penyesuaian dengan laju inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan
antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam satu tahun terakhir tercatat mengalami
peningkatan sebesar 6,01% dari Rp 321.163,- per kapita/bulan menjadi Rp 340.459,- per kapita/bulan. Sementara
garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 7,22% dari Rp 234.142,- per kapita/bulan menjadi Rp
251.040,- per kapita/bulan.
Peranan komoditas makanan bagi pembentukan garis kemiskinan di Provinsi NTT meningkat sebesar 7,32% dari Rp
198.773,- per kapita/bulan (September 2013) menjadi Rp 213.326,- per kapita/bulan (September 2014). Peran
komoditas bahan makanan bagi pembentukan kemiskinan dipertegas dengan peranan komoditas makanan yang
mengalami kenaikan dari 79,16% pada September 2013 menjadi 79,44% pada September 2014.
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks
kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi
nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin
terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran
diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Miskin
Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah) Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)
212 223 236251
266 269
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Ribu
Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Makanan Bukan Makanan Kota+Desa
Maret 2014
0
200
400
600
800
1000
Ribu
Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Perkotaan Perdesaan% Kota+Desa
Maret 2014
10131000 994 1009 995 992 %
23.00
28.00
18.00
13.00
8.00
22,98 22,41 22,13 22,69 22,15 21.78
20.88 20.41 20.03 20.24 19.82 19.60
12.22 12.2112.54
10.10 10.23 10.68
% Perdesaan% Perkotaan
Grafik Tabel 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)
3.71
1.82
3.31
1.91
3.04
3.64
1.66
3.25
3.88
1.41
0Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Kota Desa Kota+Desa
Maret 2014
2.59
3.68
3.47 3.39 3.34
Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Kota Desa Kota+Desa
Maret 2014
0.81
0.93
0.910.88
0.56
0.73
0.500.45
0.89
0.69
0.90
0.79
0.98
0.83
0.34
Tabel 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan
Sumber : BPS Provinsi NTT (data diolah)
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN76 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 77
Di wilayah pedesaan, ukuran kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Pada
triwulan laporan, angka NTP menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-IV 2014 (Desember 2014)
angka NTP berada di bawah triwulan sebelumnya (September 2014). NTP tercatat turun menjadi 101,03 dari triwulan
sebelumnya sebesar 102,71. Pada Desember 2014, Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 116,59. Sementara,
Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 115,4. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya
dorongan peningkatan pengeluaran dari petani, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti
pupuk/pangan maupun bibit.
5.2.2 Tingkat KemiskinanSecara umum, perkembangan perekonomian di Provinsi NTT selama beberapa tahun terakhir menunjukkan
kinerja yang positif. Kinerja ini tercermin dari pertumbuhan penduduk miskin yang cenderung mengalami penurunan
dari tahun ke tahun. Persentase penduduk miskin pada bulan September 2014 turun sebesar 0,64% dibandingkan
September 2013. Jumlah penduduk miskin sendiri pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa atau menurun
sebesar 17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, pada
bulan September 2014, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa,
sementara penduduk miskin perkotaan mencapai 105.700 jiwa.
Sumber : Survei Konsumen KPw BI
020406080
100120140160180
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
Series2
Grafik 5.1 Perkembangan Indeks
Sumber : BPS Provinsi NTT
95,00
96,00
97,00
98,00
99,00
100,00
101,00
102,00
103,00
104,00
100102104106108110112114116118
2014
NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Grafik 5.2 Perkembangan NTP NTT
Sumber : BPS
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
19,60
20,24
20,41
21,23 23,03
23,31
25,65
%
Grafik 5.3 Perkembangan Masyarakat Miskin di NTT
Sumber : BPS
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
2008 119.30 979.10 1.098,40 15.50 27.88 25,65
2009 109.40 903.70 1.013,10 14.01 25.35 23,31
2010 107.40 906.70 1.014,10 13.57 25.10 23,03
2011 117.04 895.87 1.012,91 12.50 23.36 21,23
Mar 2012 115,50 897,10 1.012,60 12,22 22,98 20,88
Sept 2012 117,40 882,90 1.000,30 12,21 22,41 20,41
Mar 2013 113,57 879,99 993,56 11,54 22,13 20,03
Sept 2013 98,05 911,10 1.009,15 10,10 22,69 20,24
Mar 2014 100,34 894,33 994,67 10,23 22,15 19,82
Sep 2014 105.70 886.18 991,88 10,68 21,78 19,60
Tahun
Garis kemiskinan di Provinsi NTT untuk kurun waktu September 2013 hingga September 2014 mengalami kenaikan
sebesar 6,95%, yaitu dari Rp 251.080,- per kapita/bulan menjadi Rp 268.536,- per kapita/bulan. Peningkatan ini salah
satunya disebabkan oleh penyesuaian dengan laju inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan
antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam satu tahun terakhir tercatat mengalami
peningkatan sebesar 6,01% dari Rp 321.163,- per kapita/bulan menjadi Rp 340.459,- per kapita/bulan. Sementara
garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 7,22% dari Rp 234.142,- per kapita/bulan menjadi Rp
251.040,- per kapita/bulan.
Peranan komoditas makanan bagi pembentukan garis kemiskinan di Provinsi NTT meningkat sebesar 7,32% dari Rp
198.773,- per kapita/bulan (September 2013) menjadi Rp 213.326,- per kapita/bulan (September 2014). Peran
komoditas bahan makanan bagi pembentukan kemiskinan dipertegas dengan peranan komoditas makanan yang
mengalami kenaikan dari 79,16% pada September 2013 menjadi 79,44% pada September 2014.
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks
kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi
nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin
terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran
diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
Grafik 5.4 Garis, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Miskin
Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah) Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)
212 223 236251
266 269
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Ribu
Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Makanan Bukan Makanan Kota+Desa
Maret 2014
0
200
400
600
800
1000
Ribu
Sept 2012Maret 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Perkotaan Perdesaan% Kota+Desa
Maret 2014
10131000 994 1009 995 992 %
23.00
28.00
18.00
13.00
8.00
22,98 22,41 22,13 22,69 22,15 21.78
20.88 20.41 20.03 20.24 19.82 19.60
12.22 12.2112.54
10.10 10.23 10.68
% Perdesaan% Perkotaan
Grafik Tabel 5.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Sumber: BPS Provinsi NTT (data diolah)
3.71
1.82
3.31
1.91
3.04
3.64
1.66
3.25
3.88
1.41
0Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Kota Desa Kota+Desa
Maret 2014
2.59
3.68
3.47 3.39 3.34
Sept 2012 Sept 2013Maret 2013 Sept 2014
Kota Desa Kota+Desa
Maret 2014
0.81
0.93
0.910.88
0.56
0.73
0.500.45
0.89
0.69
0.90
0.79
0.98
0.83
0.34
Tabel 5.6 Indeks Keparahan Kemiskinan
Sumber : BPS Provinsi NTT (data diolah)
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN76 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 77
5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014, rasio penduduk yang menganggur atau yang disebut Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan sebesar 0,01% dari 3,25% (2013) menjadi 3,26% (2014)
dengan jumlah sebesar 2.546 jiwa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 68,91%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (68,25%). Hal ini menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan
angkatan kerja (3,32%) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk usia kerja (2,18%) yang dapat terjadi karena
adanya peningkatan penduduk usia kerja yang lebih memilih untuk mencari kerja dibandingkan melanjutkan
pendidikan.
Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT relatif sama dengan kondisi
tahun-tahun sebelumnya. Pada Agustus 2014, sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor pertanian (60,77%),
kemudian diikuti Jasa Kemasyarakatan (13,40%) dan Perdagangan (8,17%).
Dalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014. Pertumbuhan tenaga kerja sektor Listrik, Gas dan Air merupakan
yang terbesar (34,92%), diikuti oleh Industri (10,06%) dan Perdagangan (7.27%). Dari sisi jumlah, sektor Pertanian
menjadi penyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 36.683 jiwa, diikuti Jasa Kemasyarakatan (17.820 jiwa) dan
Industri (15.196 Jiwa).
Secara tahunan, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada September 2014 (P1: 3,25 dan P2:
0,79) tercatat meningkat dibandingkan September 2013 (P1: 3,04 dan P2: 0,69). Peningkatan keduanya
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan, namun
kesenjangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
5.2.3 Rasio Gini Rasio Gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin rendah nilai rasio gini
menunjukkan ketimpangan yang semakin rendah. Rasio gini Provinsi NTT selama beberapa tahun ke belakang
mengalami trend penurunan. Rasio gini NTT pada tahun 2013 sebesar 0,35 turun dibandingkan 2012 yang mencapai
0,36. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan setiap orang di Provinsi NTT cenderung semakin rendah.
Angka ini masih lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 0,41 (2013).
5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui tiga dimensi dasar,
yaitu 1) Dimensi umur panjang dan sehat yang direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, 2) Dimensi
pengetahuan direpresentasikan oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan 3) dimensi kehidupan yang
layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi
pembangunan manusia ini terangkum dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Angka IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, angka
IPM Provinsi NTT hanya sebesar 66,15, sementara tahun 2013 IPM NTT telah mencapai 68,77. Meskipun IPM Provinsi
NTT terus menunjukkan kenaikan, namun rangking IPM NTT di nasional pada tahun 2013, masih menempati urutan
tiga terbawah. NTT hanya berada diatas NTB (67,73) dan Papua (66,25). Angka IPM NTT bahkan masih jauh dibawah
angka nasional yang mencapai 73,81.
Sumber : BPS Provinsi NTT
0,36
0,35
0,37
0,38
0,41 0,41 0,41
0,350,34
0,36
0,38
0,36
0,360,35
0,25
0,27
0,29
0,31
0,33
0,35
0,37
0,39
0,41
0,43
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
IndonesiaNTT
Grafik 5.7 Rasio Gini Nasional dan Provinsi NTT
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 66,15
66,60 67,26 67,75 68,28 68,77- Angka harapan hidup (tahun) 67,00
67,25 67,50 67,76 68,04 68,05- Angka melek huruf (persen) 87,66 87,96 88,59 88,74 89,23 90,34- Rata-rata lama sekolah (tahun) 6,55 6,60 6,99 7,05 7,09 7,16- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 599,93 602,60 603,75 607,31 610,29 612,88
Sumber : BPS Provinsi NTT
Tabel 5.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT
KETERANGAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 73,81 68,77 67,73- Angka harapan hidup (tahun) 70,07 68,05 63,21- Angka melek huruf (persen) 94,14 90,34 85,19
- Rata-rata lama sekolah (tahun) 8,14 7,16 7,20- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 643,36 612,88 648,66
Sumber : BPS Provinsi NTT
KETERANGAN Nasional NTT NTB
5.3 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
2.976.070 3.003.516 3.113.356 3.139.691 3.166.181 3.191.748 3.218.824 3.261.339
2.234.887 2.154.258 2.309.721 2.194.244 2.349.559 2.175.171 2.383.116 2.247.438
2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228
59.655 57.999 58.439 66.875 49.848 70.664 46.904 73.210
741.183 849.258 803.635 945.447 816.622 1.016.577 835.708 1.013.90175,10% 71,72% 74,19% 69,89% 74,21% 68,15% 74,04% 68,91%
2,67% 2,69% 2,53% 3,05% 2,12% 3,25% 1,97% 3,26%
995.460 1.000.991 1.043.963 1.009.251 1.128.682 1.079.812 1.134.105 1.063.028
373.976 269.999 377.087 338.614 281.180 218.991 292.835 249.082
621.484 730.992 666.876 670.637 847.502 860.821 841.270 813.946Sumber : BPS Provinsi NTT
KEGIATAN UTAMAFeb Agst
2012
Feb Agst
2013
Feb Agst
2014
Feb Agst
2011
1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja
KerjaPenganggur
3. Bukan Angkatan Kerja
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %
5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %
6. Bekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Pekerja Paruh Waktu
NO.
Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN78 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 79
5.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014, rasio penduduk yang menganggur atau yang disebut Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan sebesar 0,01% dari 3,25% (2013) menjadi 3,26% (2014)
dengan jumlah sebesar 2.546 jiwa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 68,91%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (68,25%). Hal ini menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan
angkatan kerja (3,32%) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk usia kerja (2,18%) yang dapat terjadi karena
adanya peningkatan penduduk usia kerja yang lebih memilih untuk mencari kerja dibandingkan melanjutkan
pendidikan.
Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT relatif sama dengan kondisi
tahun-tahun sebelumnya. Pada Agustus 2014, sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor pertanian (60,77%),
kemudian diikuti Jasa Kemasyarakatan (13,40%) dan Perdagangan (8,17%).
Dalam kurun waktu Agustus 2013 s.d. Agustus 2014. Pertumbuhan tenaga kerja sektor Listrik, Gas dan Air merupakan
yang terbesar (34,92%), diikuti oleh Industri (10,06%) dan Perdagangan (7.27%). Dari sisi jumlah, sektor Pertanian
menjadi penyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 36.683 jiwa, diikuti Jasa Kemasyarakatan (17.820 jiwa) dan
Industri (15.196 Jiwa).
Secara tahunan, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada September 2014 (P1: 3,25 dan P2:
0,79) tercatat meningkat dibandingkan September 2013 (P1: 3,04 dan P2: 0,69). Peningkatan keduanya
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan, namun
kesenjangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
5.2.3 Rasio Gini Rasio Gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin rendah nilai rasio gini
menunjukkan ketimpangan yang semakin rendah. Rasio gini Provinsi NTT selama beberapa tahun ke belakang
mengalami trend penurunan. Rasio gini NTT pada tahun 2013 sebesar 0,35 turun dibandingkan 2012 yang mencapai
0,36. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan setiap orang di Provinsi NTT cenderung semakin rendah.
Angka ini masih lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 0,41 (2013).
5.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui tiga dimensi dasar,
yaitu 1) Dimensi umur panjang dan sehat yang direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, 2) Dimensi
pengetahuan direpresentasikan oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan 3) dimensi kehidupan yang
layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi
pembangunan manusia ini terangkum dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Angka IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, angka
IPM Provinsi NTT hanya sebesar 66,15, sementara tahun 2013 IPM NTT telah mencapai 68,77. Meskipun IPM Provinsi
NTT terus menunjukkan kenaikan, namun rangking IPM NTT di nasional pada tahun 2013, masih menempati urutan
tiga terbawah. NTT hanya berada diatas NTB (67,73) dan Papua (66,25). Angka IPM NTT bahkan masih jauh dibawah
angka nasional yang mencapai 73,81.
Sumber : BPS Provinsi NTT
0,36
0,35
0,37
0,38
0,41 0,41 0,41
0,350,34
0,36
0,38
0,36
0,360,35
0,25
0,27
0,29
0,31
0,33
0,35
0,37
0,39
0,41
0,43
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
IndonesiaNTT
Grafik 5.7 Rasio Gini Nasional dan Provinsi NTT
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 66,15
66,60 67,26 67,75 68,28 68,77- Angka harapan hidup (tahun) 67,00
67,25 67,50 67,76 68,04 68,05- Angka melek huruf (persen) 87,66 87,96 88,59 88,74 89,23 90,34- Rata-rata lama sekolah (tahun) 6,55 6,60 6,99 7,05 7,09 7,16- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 599,93 602,60 603,75 607,31 610,29 612,88
Sumber : BPS Provinsi NTT
Tabel 5.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT
KETERANGAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tabel 5.3 Perbandingan IPM Nasional dan NTT
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 73,81 68,77 67,73- Angka harapan hidup (tahun) 70,07 68,05 63,21- Angka melek huruf (persen) 94,14 90,34 85,19
- Rata-rata lama sekolah (tahun) 8,14 7,16 7,20- Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan (Rp. 000) 643,36 612,88 648,66
Sumber : BPS Provinsi NTT
KETERANGAN Nasional NTT NTB
5.3 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
2.976.070 3.003.516 3.113.356 3.139.691 3.166.181 3.191.748 3.218.824 3.261.339
2.234.887 2.154.258 2.309.721 2.194.244 2.349.559 2.175.171 2.383.116 2.247.438
2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228
59.655 57.999 58.439 66.875 49.848 70.664 46.904 73.210
741.183 849.258 803.635 945.447 816.622 1.016.577 835.708 1.013.90175,10% 71,72% 74,19% 69,89% 74,21% 68,15% 74,04% 68,91%
2,67% 2,69% 2,53% 3,05% 2,12% 3,25% 1,97% 3,26%
995.460 1.000.991 1.043.963 1.009.251 1.128.682 1.079.812 1.134.105 1.063.028
373.976 269.999 377.087 338.614 281.180 218.991 292.835 249.082
621.484 730.992 666.876 670.637 847.502 860.821 841.270 813.946Sumber : BPS Provinsi NTT
KEGIATAN UTAMAFeb Agst
2012
Feb Agst
2013
Feb Agst
2014
Feb Agst
2011
1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja
KerjaPenganggur
3. Bukan Angkatan Kerja
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %
5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %
6. Bekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Pekerja Paruh Waktu
NO.
Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN78 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 79
1.463.896 1.360.265 1.525.590 1.308.161 1.551.366 1.284.591 1.519.547 1.321.27467,30% 64,89% 67,77% 61,49% 67,46% 61,04% 65,04% 60,77%
27.415 23.627 29.485 29.756 21.634 23.052 29.823 19.0501,26% 1,13% 1,31% 1,40% 0,94% 1,10% 1,28% 0,88%
111.313 124.697 96.596 159.926 104.755 150.998 114.685 166.1945,12% 5,95% 4,29% 7,52% 4,56% 7,17% 4,91% 7,64%
2.860 2.420 2.712 2.177 4.819 3.734 6.840 5.0380,13% 0,12% 0,12% 0,10% 0,21% 0,18% 0,29% 0,23%
61.375 59.405 46.842 82.365 55.589 76.341 77.840 79.3172,82% 2,83% 2,08% 3,87% 2,42% 3,63% 3,33% 3,65%
147.282 147.439 153.882 158.218 183.842 165.532 198.998 177.5716,77% 7,03% 6,84% 7,44% 7,99% 7,87% 8,52% 8,17%
84.759 87.407 103.677 99.665 90.530 104.267 100.204 90.8153,90% 4,17% 4,61% 4,68% 3,94% 4,95% 4,29% 4,18%
11.511 20.810 26.935 19.162 25.001 22.371 18.697 23.5280,53% 0,99% 1,20% 0,90% 1,09% 1,06% 0,80% 1,08%
264.821 270.189 265.563 267.939 262.175 273.621 269.578 291.44112,17% 12,89% 11,80% 12,59% 11,40% 13,00% 11,54% 13,40%
2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KONSTRUKSI
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK GAS dan AIR
JASA KEMASYARAKATAN
PERDAGANGAN
KEUANGAN
Sumber : BPS Provinsi NTT
KEGIATAN UTAMAFeb Agst
2012
Feb Agst
2013
Feb Agst
2014
Feb Agst
2011NO.
TOTAL
Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
5.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan SedangDari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan IV-2014, diketahui
bahwa terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS). Pada
Tw IV-2014, produktivitas tenaga kerja mencapai Rp 10,87 juta per orang atau meningkat dibandingkan
TW-III 2014 yang hanya sebesar Rp 8,63 juta/ tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-IV 2014 adalah
pada industri makanan yang mencapai Rp 14,9 juta/ tenaga kerja. Dari data historis, produktivitas tenaga
kerja sektor IBS di NTT sendiri mencapai angka tertinggi pada Tw-II 2014 yang mencapai Rp 25,05 juta/tenaga
kerja. Sektor industri makanan, menjadi pendorong pada periode tersebut dengan produktivitas mencapai
Rp 45,83 juta/tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja pada bulan Februari cenderung selalu meningkat dan kembali menurun pada Agustus. Hal tersebut
dapat terjadi karena berkaitan dengan musim tanam yang terjadi pada awal tahun dan adanya beberapa daerah yang
telah memasuki masa panen pada bulan tersebut. Struktur ekonomi Provinsi NTT yang mayoritas bertumpu pada sektor
Pertanian mendukung penyerapan tenaga kerja musiman yang tinggi pada bulan-bulan tersebut.
Berdasarkan klasifikasi status pekerjaan, pada bulan Agustus 2014, mayoritas pekerja di NTT merupakan tenaga kerja
informal sebanyak 78,9% sementara sisanya (21,1%) adalah pekerja formal. Dari pertumbuhan klasifikasi pekerja,
terlihat bahwa trend pertumbuhan pekerja formal selalu menurun pada bulan Februari dan meningkat pada bulan
Agustus, sementara trend pekerja informal berlaku sebaliknya. Dari klasifikasi pekerja formal, mayoritas merupakan
buruh/karyawan (92,9%), sementara dari pekerja informal mayoritas adalah pekerja tidak dibayar (36,67%). Tingginya
angka pekerja yang tidak dibayar menunjukkan rendahnya kualitas angkatan kerja. Untuk itu, peran pemerintah untuk
meningkatkan lapangan kerja dinilai menjadi hal mendesak untuk dilaksanakan.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
275,05359,90 301,97
410,39 326,30 406,54
650,90588,99
652,75
556,59
649,10613,59
82,10 95,85 95,55 65,91
120,88 66,42
828,14 651,18
845,95
638,72
804,17
629,12
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus
2012 2013 2014
Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas Pekerja Tak DibayarRibu
Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
25,67 33,21 33,10 32,37 30,99 32,56
389,43 398,24 370,39 400,52 404,77 426,00
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus
2012 2013 2014
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan
Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal
Sumber : BPS Provinsi NTT
415 431 403 433 436 459
1.836 1.696 1.896
1.672 1.900
1.716
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Feb Agust Feb Agust Feb Agust
2012 2013 2014
Formal Informal Formal InformalRibu
Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja
1.900
1.950
2.000
2.050
2.100
2.150
2.200
2.250
2.300
2.350
2.400
0150300450600750900
1.0501.2001.3501.5001.6501.8001.9502.1002.2502.4002.550
Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst2010 2011 2012 2013 2014
PERTANIAN JASA KEMASYARAKATAN PERDAGANGANINDUSTRI TRANSP,PERGUDANGAN &
KOMUNIKASILAIN - LAIN
Total
RibuRibu
Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN80 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 81
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
35,79
6,45
10,04
26,16
6,3
11,87
24,21
6,728,59
25,46
7,89,16
18,23
6,02
8,93
13,7
6,358,74
10,73
6,938,76
26,86
8,01 8,72
18,22
8,1111,52
45,83
9,11 8,06 8,248,29
8,63
14,9
9,78 9,46 8,24 9,24
8,93
19,73
16,8 16,816,53
12,42
10,25
16,95
25,05
10,87
TW-I TW-II TW-III TW-IV
2012
TW-I TW-II TW-III TW-IV TW-I TW-II TW-III TW-IV
2013 2014
50
0
45
40
35
30
25
20
15
10
5
Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Sektor IBS NTT
1.463.896 1.360.265 1.525.590 1.308.161 1.551.366 1.284.591 1.519.547 1.321.27467,30% 64,89% 67,77% 61,49% 67,46% 61,04% 65,04% 60,77%
27.415 23.627 29.485 29.756 21.634 23.052 29.823 19.0501,26% 1,13% 1,31% 1,40% 0,94% 1,10% 1,28% 0,88%
111.313 124.697 96.596 159.926 104.755 150.998 114.685 166.1945,12% 5,95% 4,29% 7,52% 4,56% 7,17% 4,91% 7,64%
2.860 2.420 2.712 2.177 4.819 3.734 6.840 5.0380,13% 0,12% 0,12% 0,10% 0,21% 0,18% 0,29% 0,23%
61.375 59.405 46.842 82.365 55.589 76.341 77.840 79.3172,82% 2,83% 2,08% 3,87% 2,42% 3,63% 3,33% 3,65%
147.282 147.439 153.882 158.218 183.842 165.532 198.998 177.5716,77% 7,03% 6,84% 7,44% 7,99% 7,87% 8,52% 8,17%
84.759 87.407 103.677 99.665 90.530 104.267 100.204 90.8153,90% 4,17% 4,61% 4,68% 3,94% 4,95% 4,29% 4,18%
11.511 20.810 26.935 19.162 25.001 22.371 18.697 23.5280,53% 0,99% 1,20% 0,90% 1,09% 1,06% 0,80% 1,08%
264.821 270.189 265.563 267.939 262.175 273.621 269.578 291.44112,17% 12,89% 11,80% 12,59% 11,40% 13,00% 11,54% 13,40%
2.175.232 2.096.259 2.251.282 2.127.369 2.299.711 2.104.507 2.336.212 2.174.228100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KONSTRUKSI
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK GAS dan AIR
JASA KEMASYARAKATAN
PERDAGANGAN
KEUANGAN
Sumber : BPS Provinsi NTT
KEGIATAN UTAMAFeb Agst
2012
Feb Agst
2013
Feb Agst
2014
Feb Agst
2011NO.
TOTAL
Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
5.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan SedangDari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan IV-2014, diketahui
bahwa terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS). Pada
Tw IV-2014, produktivitas tenaga kerja mencapai Rp 10,87 juta per orang atau meningkat dibandingkan
TW-III 2014 yang hanya sebesar Rp 8,63 juta/ tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-IV 2014 adalah
pada industri makanan yang mencapai Rp 14,9 juta/ tenaga kerja. Dari data historis, produktivitas tenaga
kerja sektor IBS di NTT sendiri mencapai angka tertinggi pada Tw-II 2014 yang mencapai Rp 25,05 juta/tenaga
kerja. Sektor industri makanan, menjadi pendorong pada periode tersebut dengan produktivitas mencapai
Rp 45,83 juta/tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja pada bulan Februari cenderung selalu meningkat dan kembali menurun pada Agustus. Hal tersebut
dapat terjadi karena berkaitan dengan musim tanam yang terjadi pada awal tahun dan adanya beberapa daerah yang
telah memasuki masa panen pada bulan tersebut. Struktur ekonomi Provinsi NTT yang mayoritas bertumpu pada sektor
Pertanian mendukung penyerapan tenaga kerja musiman yang tinggi pada bulan-bulan tersebut.
Berdasarkan klasifikasi status pekerjaan, pada bulan Agustus 2014, mayoritas pekerja di NTT merupakan tenaga kerja
informal sebanyak 78,9% sementara sisanya (21,1%) adalah pekerja formal. Dari pertumbuhan klasifikasi pekerja,
terlihat bahwa trend pertumbuhan pekerja formal selalu menurun pada bulan Februari dan meningkat pada bulan
Agustus, sementara trend pekerja informal berlaku sebaliknya. Dari klasifikasi pekerja formal, mayoritas merupakan
buruh/karyawan (92,9%), sementara dari pekerja informal mayoritas adalah pekerja tidak dibayar (36,67%). Tingginya
angka pekerja yang tidak dibayar menunjukkan rendahnya kualitas angkatan kerja. Untuk itu, peran pemerintah untuk
meningkatkan lapangan kerja dinilai menjadi hal mendesak untuk dilaksanakan.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
275,05359,90 301,97
410,39 326,30 406,54
650,90588,99
652,75
556,59
649,10613,59
82,10 95,85 95,55 65,91
120,88 66,42
828,14 651,18
845,95
638,72
804,17
629,12
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus
2012 2013 2014
Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas Pekerja Tak DibayarRibu
Grafik 5.11 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
25,67 33,21 33,10 32,37 30,99 32,56
389,43 398,24 370,39 400,52 404,77 426,00
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Feb Agustus Feb Agustus Feb Agustus
2012 2013 2014
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan
Grafik 5.10 Klasifikasi Tenaga Kerja Formal
Sumber : BPS Provinsi NTT
415 431 403 433 436 459
1.836 1.696 1.896
1.672 1.900
1.716
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Feb Agust Feb Agust Feb Agust
2012 2013 2014
Formal Informal Formal InformalRibu
Grafik 5.9 Klasifikasi Tenaga Kerja
1.900
1.950
2.000
2.050
2.100
2.150
2.200
2.250
2.300
2.350
2.400
0150300450600750900
1.0501.2001.3501.5001.6501.8001.9502.1002.2502.4002.550
Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst2010 2011 2012 2013 2014
PERTANIAN JASA KEMASYARAKATAN PERDAGANGANINDUSTRI TRANSP,PERGUDANGAN &
KOMUNIKASILAIN - LAIN
Total
RibuRibu
Grafik 5.8 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN80 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 81
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
35,79
6,45
10,04
26,16
6,3
11,87
24,21
6,728,59
25,46
7,89,16
18,23
6,02
8,93
13,7
6,358,74
10,73
6,938,76
26,86
8,01 8,72
18,22
8,1111,52
45,83
9,11 8,06 8,248,29
8,63
14,9
9,78 9,46 8,24 9,24
8,93
19,73
16,8 16,816,53
12,42
10,25
16,95
25,05
10,87
TW-I TW-II TW-III TW-IV
2012
TW-I TW-II TW-III TW-IV TW-I TW-II TW-III TW-IV
2013 2014
50
0
45
40
35
30
25
20
15
10
5
Grafik 5.12 Produktivitas Tenaga Kerja Sektor IBS NTT
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN82
5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada
triwulan IV 2014. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada Tw IV-2014 menunjukkan angka 21,66%
meningkat dari TW III-2014 yang sebesar 2,76%. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan dalam
penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor
pertanian mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja paling besar diikuti oleh sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran. Sementara sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan pada periode
laporan. Untuk triwulan I tahun 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini terlihat dari SBT yang meningkat menjadi 31,53%.
Pertanian -2,73 -0,67 1,45 2,72 -1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 6,38Pertambangan
Industri Pengolahan - - - 0,35 0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00 0,00
Listrik, Gas dan Air Bersih - 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00Bangunan (3,23) 2,85 1,52 (0,51) - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00 0,00Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,48 3,46 2,34 2,08 0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47 4,24Pengangkutan dan Komunikasi - 2,85 2,85 6,37 3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01 1,75Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 0,76 4,31 2,39 1,30 0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 0,55Jasa-jasa - 0,39 - 0,44 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15 18,61
TOTAL SELURUH SEKTOR (3,73) 13,72 10,55 13,29 4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66 31,53
2015I II III IV I*
2012 2013 20142011Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT
Sumber : SKDU Triwulan IV
Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan NTT
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015
inde
ks
*Perkiraan
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary.
Indeks Jumlah Kary.
% SBT
Sumber : SKDU Triwulan IV
BAB VI
OutlookPertumbuhan Ekonomi Dan
Inflasi Di Daerah
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN82
5.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada
triwulan IV 2014. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada Tw IV-2014 menunjukkan angka 21,66%
meningkat dari TW III-2014 yang sebesar 2,76%. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan dalam
penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor
pertanian mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja paling besar diikuti oleh sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran. Sementara sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan pada periode
laporan. Untuk triwulan I tahun 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini terlihat dari SBT yang meningkat menjadi 31,53%.
Pertanian -2,73 -0,67 1,45 2,72 -1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 6,38Pertambangan
Industri Pengolahan - - - 0,35 0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00 0,00
Listrik, Gas dan Air Bersih - 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 0,00Bangunan (3,23) 2,85 1,52 (0,51) - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00 0,00Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,48 3,46 2,34 2,08 0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47 4,24Pengangkutan dan Komunikasi - 2,85 2,85 6,37 3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01 1,75Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 0,76 4,31 2,39 1,30 0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 0,55Jasa-jasa - 0,39 - 0,44 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15 18,61
TOTAL SELURUH SEKTOR (3,73) 13,72 10,55 13,29 4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66 31,53
2015I II III IV I*
2012 2013 20142011Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.6 Indeks Ketenagakerjaan NTT
Sumber : SKDU Triwulan IV
Grafik 5.13 Indeks Ketenagakerjaan NTT
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015
inde
ks
*Perkiraan
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary.
Indeks Jumlah Kary.
% SBT
Sumber : SKDU Triwulan IV
BAB VI
OutlookPertumbuhan Ekonomi Dan
Inflasi Di Daerah
Perlambatan kinerja konsumsi dan kinerja sektor utama pada awal tahun menjadi
penghambat pertumbuhan ekonomi NTT.
Outlook Pertumbuhan Ekonomidan Inflasi Daerah
Laju perekonomian NTT pada triwulan I-2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring
melambatnya kinerja berbagai sektor utama, seperti Administrasi Pemerintahan serta
Perdagangan Besar dan Eceran.
Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan menurun seiring kebijakan
penurunan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang
4,45%-4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada
rentang 5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih
rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).
Dari sisi sektoral, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan
seiring dengan sudah adanya beberapa daerah yang melakukan panen. Namun perlambatan diperkirakan terjadi pada
sektor lainnya, termasuk sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Perdagangan
Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Perlambatan diperkirakan terjadi karena masih belum
maksimalnya realisasi anggaran pemerintah diawal tahun serta menurunnya aktivitas masyarakat paska perayaan natal
dan tahun baru.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 85
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)
Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq)
3,86%
5,63%
0,19%
-4,79%
4,84%
4,57%
-9,05%
2,78%
0,27%
9,92%
5,14%
-6,56%
4,13%6,29%
-1,38%
-4,96%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
4,40%
4,50%
4,60%
4,70%
4,80%
4,90%
5,00%
5,10%
5,20%
II 2014 III 2014 IV 2014 I-2015
5,03%
5,15%
4,65%
4,96%
Perlambatan kinerja konsumsi dan kinerja sektor utama pada awal tahun menjadi
penghambat pertumbuhan ekonomi NTT.
Outlook Pertumbuhan Ekonomidan Inflasi Daerah
Laju perekonomian NTT pada triwulan I-2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring
melambatnya kinerja berbagai sektor utama, seperti Administrasi Pemerintahan serta
Perdagangan Besar dan Eceran.
Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan menurun seiring kebijakan
penurunan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh negatif dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2015 diperkirakan akan melambat dan berada pada rentang
4,45%-4,85% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di tahun 2015 diperkirakan akan berada pada
rentang 5,4%-5,8% (yoy), sementara inflasi diperkirakan akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) atau lebih
rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 7,76% (yoy).
Dari sisi sektoral, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan
seiring dengan sudah adanya beberapa daerah yang melakukan panen. Namun perlambatan diperkirakan terjadi pada
sektor lainnya, termasuk sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Perdagangan
Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Perlambatan diperkirakan terjadi karena masih belum
maksimalnya realisasi anggaran pemerintah diawal tahun serta menurunnya aktivitas masyarakat paska perayaan natal
dan tahun baru.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 85
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)
Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq)
3,86%
5,63%
0,19%
-4,79%
4,84%
4,57%
-9,05%
2,78%
0,27%
9,92%
5,14%
-6,56%
4,13%6,29%
-1,38%
-4,96%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
4,40%
4,50%
4,60%
4,70%
4,80%
4,90%
5,00%
5,10%
5,20%
II 2014 III 2014 IV 2014 I-2015
5,03%
5,15%
4,65%
4,96%
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 87
Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan melambat yang diikuti turunnya ekspektasi pelaku usaha pada awal
tahun. Sementara kinerja investasi diperkirakan melambat pula seiring realisasi investasi pemerintah yang cenderung
belum terjadi di awal tahun. Begitu pula kinerja net ekspor yang diperkirakan masih dalam trend perlambatan karena
masih terbatasnya komoditas domestik yang dihasilkan.
6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik seiring dengan beberapa daerah yang
mulai memasuki musim panen.Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan
akan mengalami perbaikan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi
diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku
dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.
Proses administrasi dan perencanaan keuangan di awal tahun menjadi penyebab melambatnya kinerja sektor
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Proses perencanaan anggaran dan administrasi dalam
kegiatan pengadaan barang dan jasa membuat kinerja sektor administrasi pemerintah diperkirakan melambat di awal
tahun. Realisasi anggaran dana desa yang direncanakan baru akan dilakukan pada triwulan II juga diperkirakan akan
menjadi penyebab perlambatan.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan melambat. Telah
lewatnya momen Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan mengurangi kegiatan belanja masyarakat. Selain itu, belum
adanya momen-momen perayaan hari besar (kecuali imlek) di awal tahun membuat kinerja sektor Perdagangan Besar
dan Eceran akan melambat.
6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan
melambat sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya. Hasil survei BPS juga
menunjukkan adanya penurunan indeks pembelian barang tahan lama dibandingkan triwulan sebelumnya yang
menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsinya.
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami perlambatan. Berdasarkan pola
historisnya, kinerja investasi di triwulan I diperkirakan akan melambat. Hal ini terutama terkait dengan masih rendahnya
realisasi investasi pemerintah dan menurunnya kegiatan proyek-proyek swasta di awal tahun.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I 2015 diperkirakan akan melambat. Hal ini
disebabkan oleh masih rendahnya pengiriman produk ternak terutama sapi di awal tahun, peningkatan pengiriman
baru akan terjadi mendekati momen hari raya terutama idul fitri. Namun perlambatan diperkirakan akan terjadi pula
pada komoditas impor seiring menurunnya aktivitas masyarakat. Sementara kinerja ekspor luar negeri juga diperkirakan
melambat. Hal ini dikarenakan produk ekspor NTT seperti perikanan yang terbatas akibat cuaca buruk dan gelombang
tinggi yang biasa terjadi di awal tahun.
6.2. INFLASIPada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di
triwulan I 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan
bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun
yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Pelambatan inflasi terlihat dari rendahnya inflasi
NTT di bulan Januari 2015 yang mencapai 0,61%, relatif kecil dibanding rata-rata inflasi bulan Januari dalam 5 tahun
terakhir yang sebesar 1,39%. Penurunan tersebut diperkirakan mengurangi tekanan inflasi dari komoditas angkutan
dalam kota dan bensin yang menjadi pendorong tingginya inflasi di akhir tahun 2014.
Komoditas bahan makanan diperkirakan mendominasi andil tertinggi terhadap laju inflasi NTT triwulan I-
2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 3 tahun terakhir (2012-2014), tingginya inflasi Kota Kupang
terutama berasal dari komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara Kota Maumere, andil terbesar
sebagian besar berasal dari kelompok beras dan sayur-sayuran.
Gelombang tinggi dan cuaca yang kurang mendukung diperkirakan akan mengurangi produksi komoditas
perikanan, sementara panen yang telah terjadi di beberapa tempat diperkirakan akan mengurangi tekanan
inflasi Volatile Foods.
Secara historis, pada awal tahun masih terjadi gelombang tinggi di daerah-daerah di dalam Provinsi NTT. Kondisi ini akan
mendorong penurunan produksi perikanan yang mendorong harga komoditas ikan. Selain itu, pengiriman komoditas
antar pulau akan sedikit terganggu dan tentunya mendorong peningkatan harga di masyarakat. Namun, adanya panen
di beberapa tempat diharapkan dapat menahan inflasi tidak terlalu tinggi.
-5
0
5
10
15
20
25
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I*
2013 2014 2015TotalPertambanganListrik, Gas dan Air BersihPerdagangan, Hotel dan RestoranKeuangan, Persewaan, JK
PertanianIndustri PengolahanBangunanPengangkutan dan KomunikasiJasa-jasa
Indeks
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I*
2013 2014 2015
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Indeks
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV 1*
Indeks
2012 2013 2014 2015
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha
49,25
40,75
51,65
31,73
12,08
27,11
36,42
19,97
3,86%
5,63%
0,19%
-4,79%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
0102030405060708090
100
II III IV I*
2014 2015
PDRB (qtq) SKDU (Kegiatan Usaha) SKDU (Harga Jual)
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH86
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 87
Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan melambat yang diikuti turunnya ekspektasi pelaku usaha pada awal
tahun. Sementara kinerja investasi diperkirakan melambat pula seiring realisasi investasi pemerintah yang cenderung
belum terjadi di awal tahun. Begitu pula kinerja net ekspor yang diperkirakan masih dalam trend perlambatan karena
masih terbatasnya komoditas domestik yang dihasilkan.
6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik seiring dengan beberapa daerah yang
mulai memasuki musim panen.Sesuai pola historisnya, kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan
akan mengalami perbaikan di awal tahun. Namun, kondisi cuaca yang belum stabil dan gelombang yang masih tinggi
diperkirakan akan memperlambat kinerja sektor perikanan. Perlambatan kinerja ini, tercermin pula dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT yang menunjukkan adanya penurunan ekspektasi pelaku
dunia usaha dari hampir semua sektor yang disurvei untuk triwulan I 2015.
Proses administrasi dan perencanaan keuangan di awal tahun menjadi penyebab melambatnya kinerja sektor
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Proses perencanaan anggaran dan administrasi dalam
kegiatan pengadaan barang dan jasa membuat kinerja sektor administrasi pemerintah diperkirakan melambat di awal
tahun. Realisasi anggaran dana desa yang direncanakan baru akan dilakukan pada triwulan II juga diperkirakan akan
menjadi penyebab perlambatan.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan melambat. Telah
lewatnya momen Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan mengurangi kegiatan belanja masyarakat. Selain itu, belum
adanya momen-momen perayaan hari besar (kecuali imlek) di awal tahun membuat kinerja sektor Perdagangan Besar
dan Eceran akan melambat.
6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) dan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kinerja konsumsi di triwulan I diperkirakan
melambat sebagai dampak selesainya perayaan Natal & Tahun Baru di triwulan sebelumnya. Hasil survei BPS juga
menunjukkan adanya penurunan indeks pembelian barang tahan lama dibandingkan triwulan sebelumnya yang
menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsinya.
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami perlambatan. Berdasarkan pola
historisnya, kinerja investasi di triwulan I diperkirakan akan melambat. Hal ini terutama terkait dengan masih rendahnya
realisasi investasi pemerintah dan menurunnya kegiatan proyek-proyek swasta di awal tahun.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I 2015 diperkirakan akan melambat. Hal ini
disebabkan oleh masih rendahnya pengiriman produk ternak terutama sapi di awal tahun, peningkatan pengiriman
baru akan terjadi mendekati momen hari raya terutama idul fitri. Namun perlambatan diperkirakan akan terjadi pula
pada komoditas impor seiring menurunnya aktivitas masyarakat. Sementara kinerja ekspor luar negeri juga diperkirakan
melambat. Hal ini dikarenakan produk ekspor NTT seperti perikanan yang terbatas akibat cuaca buruk dan gelombang
tinggi yang biasa terjadi di awal tahun.
6.2. INFLASIPada triwulan I - 2015, inflasi diperkirakan melambat. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di
triwulan I 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,97% - 6,37% (yoy). Adapun penurunan inflasi diperkirakan
bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di awal tahun
yang langsung diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Pelambatan inflasi terlihat dari rendahnya inflasi
NTT di bulan Januari 2015 yang mencapai 0,61%, relatif kecil dibanding rata-rata inflasi bulan Januari dalam 5 tahun
terakhir yang sebesar 1,39%. Penurunan tersebut diperkirakan mengurangi tekanan inflasi dari komoditas angkutan
dalam kota dan bensin yang menjadi pendorong tingginya inflasi di akhir tahun 2014.
Komoditas bahan makanan diperkirakan mendominasi andil tertinggi terhadap laju inflasi NTT triwulan I-
2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 3 tahun terakhir (2012-2014), tingginya inflasi Kota Kupang
terutama berasal dari komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara Kota Maumere, andil terbesar
sebagian besar berasal dari kelompok beras dan sayur-sayuran.
Gelombang tinggi dan cuaca yang kurang mendukung diperkirakan akan mengurangi produksi komoditas
perikanan, sementara panen yang telah terjadi di beberapa tempat diperkirakan akan mengurangi tekanan
inflasi Volatile Foods.
Secara historis, pada awal tahun masih terjadi gelombang tinggi di daerah-daerah di dalam Provinsi NTT. Kondisi ini akan
mendorong penurunan produksi perikanan yang mendorong harga komoditas ikan. Selain itu, pengiriman komoditas
antar pulau akan sedikit terganggu dan tentunya mendorong peningkatan harga di masyarakat. Namun, adanya panen
di beberapa tempat diharapkan dapat menahan inflasi tidak terlalu tinggi.
-5
0
5
10
15
20
25
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I*
2013 2014 2015TotalPertambanganListrik, Gas dan Air BersihPerdagangan, Hotel dan RestoranKeuangan, Persewaan, JK
PertanianIndustri PengolahanBangunanPengangkutan dan KomunikasiJasa-jasa
Indeks
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I*
2013 2014 2015
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Indeks
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2 Perkembangan Kegiatan Usaha
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.3 Perkembangan Harga Jual
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV 1*
Indeks
2012 2013 2014 2015
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.5 Perkembangan Kegiatan Usaha
49,25
40,75
51,65
31,73
12,08
27,11
36,42
19,97
3,86%
5,63%
0,19%
-4,79%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
0102030405060708090
100
II III IV I*
2014 2015
PDRB (qtq) SKDU (Kegiatan Usaha) SKDU (Harga Jual)
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH86
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM diperkirakan akan menekan inflasi administered
prices ke level lebih rendah. Penurunan harga BBM bersubsidi di awal tahun diperkirakan menjadi pendorong
turunnya harga komoditas lainnya. Selain itu, tindak lanjut dari Pemerintah Daerah untuk menetapkan harga angkutan
darat dan laut diperkirakan akan membantu penurunan inflasi. Tekanan inflasi, terutama dari kebijakan pemerintah
untuk menetapkan harga tiket pesawat minimal 40% dari batas atas yang akan mendorong berkurangnya program
promo tiket dari maskapai.
Inflasi inti (core) cenderung menurun. Berakhirnya momen akhir tahun diperkirakan akan mendorong penurunan
aktivitas belanja masyarakat. Penurunan tersebut akan mendorong harga-harga barang baik sandang, rekreasi dan
makanan jadi cenderung menurun selain juga dampak turunan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi. Selain itu
rencana penurunan tarif dasar listrik diperkirakan sedikit menahan inflasi.
Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi diperkirakan menurun. Hasil Survei Konsumen terhadap perkembangan
Harga 3 Bulan yang Akan datang menunjukkan penurunan indeks yakni dari 181 menjadi 176. Penurunan tersebut,
didorong oleh keyakinan konsumen akan adanya penurunan harga sebagai dampak penurunan harga BBM bersubsidi.
6.3. PROSPEK PERKEMBANGAN EKONOMI NTT TAHUN 20156.3.1 Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh lebih lebih tinggi dibandingkan 2014.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari sisi penggunaan, kenaikan Upah
Minimum Provinsi sebesar 8,7% diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain,
investasi diperkirakan akan meningkat seiring rencana pembangunan beberapa proyek tahun 2015, diantaranya
pembangunan Waduk Rotiklot di Belu, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengembangan Pelabuhan Tenau. Dari sisi
sektoral, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan akan meningkat seiring adanya kerja sama dengan
berbagai daerah, diantaranya 1) kerjasama sapi dengan Provinsi DKI Jakarta, 2) kerjasama perikanan dengan Provinsi
Jawa Tengah. Selain itu rencana pengembangan 5 juta hektar termasuk di provinsi NTT oleh Kementerian Pertanian
diharapkan dapat mendorong produksi komoditas pertanian di NTT.
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2011 2012 2013
Ekspektasi Konsumen
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT
Inflasi NTT (%-yoy)
Sumber : SK diolah
Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang
Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH88
6.3.2 Perkembangan InflasiInflasi di NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 4,16%±1% (yoy). Angka ini jauh dibawa inflasi tahun 2014
sebesar 7,76% (yoy) dan masih dalam kisaran target inflasi nasional Bank Indonesia sebesar 4%±1% (yoy). Penurunan
inflasi diperkirakan terutama didorong oleh kebijakan administered prices yaitu penurunan harga BBM bersubsidi.
Inflasi tahun 2015 sendiri diperkirakan akan didorong oleh kelompok volatile foods, terutama padi-padian, bumbu-
bumbuan dan sayur-sayuran di akhir tahun.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi upaya pencapaian inflasi di tahun 2015 adalah kebijakan pemerintah
dalam bidang energi dan fluktuasi harga minyak dunia yang dapat berubah sewaktu-waktu, serta ketersediaan pasokan
bahan makanan yang dapat menahan laju inflasi. Oleh karena itu, peran TPID dalam rangka pengendalian inflasi
diharapkan dapat dioptimalkan guna pencapaian inflasi yang rendah.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 89
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM diperkirakan akan menekan inflasi administered
prices ke level lebih rendah. Penurunan harga BBM bersubsidi di awal tahun diperkirakan menjadi pendorong
turunnya harga komoditas lainnya. Selain itu, tindak lanjut dari Pemerintah Daerah untuk menetapkan harga angkutan
darat dan laut diperkirakan akan membantu penurunan inflasi. Tekanan inflasi, terutama dari kebijakan pemerintah
untuk menetapkan harga tiket pesawat minimal 40% dari batas atas yang akan mendorong berkurangnya program
promo tiket dari maskapai.
Inflasi inti (core) cenderung menurun. Berakhirnya momen akhir tahun diperkirakan akan mendorong penurunan
aktivitas belanja masyarakat. Penurunan tersebut akan mendorong harga-harga barang baik sandang, rekreasi dan
makanan jadi cenderung menurun selain juga dampak turunan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi. Selain itu
rencana penurunan tarif dasar listrik diperkirakan sedikit menahan inflasi.
Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi diperkirakan menurun. Hasil Survei Konsumen terhadap perkembangan
Harga 3 Bulan yang Akan datang menunjukkan penurunan indeks yakni dari 181 menjadi 176. Penurunan tersebut,
didorong oleh keyakinan konsumen akan adanya penurunan harga sebagai dampak penurunan harga BBM bersubsidi.
6.3. PROSPEK PERKEMBANGAN EKONOMI NTT TAHUN 20156.3.1 Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh lebih lebih tinggi dibandingkan 2014.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari sisi penggunaan, kenaikan Upah
Minimum Provinsi sebesar 8,7% diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain,
investasi diperkirakan akan meningkat seiring rencana pembangunan beberapa proyek tahun 2015, diantaranya
pembangunan Waduk Rotiklot di Belu, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengembangan Pelabuhan Tenau. Dari sisi
sektoral, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan akan meningkat seiring adanya kerja sama dengan
berbagai daerah, diantaranya 1) kerjasama sapi dengan Provinsi DKI Jakarta, 2) kerjasama perikanan dengan Provinsi
Jawa Tengah. Selain itu rencana pengembangan 5 juta hektar termasuk di provinsi NTT oleh Kementerian Pertanian
diharapkan dapat mendorong produksi komoditas pertanian di NTT.
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2011 2012 2013
Ekspektasi Konsumen
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6 Proyeksi Inflasi Tahunan NTT
Inflasi NTT (%-yoy)
Sumber : SK diolah
Grafik 6.7 Ekspektasi Harga Konsumen
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang
Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH88
6.3.2 Perkembangan InflasiInflasi di NTT pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 4,16%±1% (yoy). Angka ini jauh dibawa inflasi tahun 2014
sebesar 7,76% (yoy) dan masih dalam kisaran target inflasi nasional Bank Indonesia sebesar 4%±1% (yoy). Penurunan
inflasi diperkirakan terutama didorong oleh kebijakan administered prices yaitu penurunan harga BBM bersubsidi.
Inflasi tahun 2015 sendiri diperkirakan akan didorong oleh kelompok volatile foods, terutama padi-padian, bumbu-
bumbuan dan sayur-sayuran di akhir tahun.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi upaya pencapaian inflasi di tahun 2015 adalah kebijakan pemerintah
dalam bidang energi dan fluktuasi harga minyak dunia yang dapat berubah sewaktu-waktu, serta ketersediaan pasokan
bahan makanan yang dapat menahan laju inflasi. Oleh karena itu, peran TPID dalam rangka pengendalian inflasi
diharapkan dapat dioptimalkan guna pencapaian inflasi yang rendah.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 89
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi kemaritiman yang
besar. Wilayah NTT memiliki garis pantai ± 5.700 Km dan luas perairan mencapai 15.141.773,10 Ha. Dengan wilayah laut
yang luas, Provinsi NTT berpotensi mengembangkan tiga potensi kelautan yaitu perikanan tangkap, perikanan budidaya dan
industri kelautan lainnya. Berdasarkan potensi yang dimiliki, setidaknya terdapat 3 potensi utama kemaritiman di NTT antara
lain perikanan tangkap, rumput laut dan industri garam. Ketiga sumber daya tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan
hingga lebih dari 6 triliun rupiah.
Potensi perikanan tangkap di Provinsi NTT saat ini sebesar 365.000 ton/tahun dan baru 39% yang dimanfaatkan.
Pengembangan perikanan tangkap saat ini terkendala oleh kelengkapan sarana dan prasarana penangkapan ikan. Sebagian
besar kapal yang dimiliki saat ini hanya bertonase 3-5 GT, sehingga tidak bisa melaut dalam jarak yang jauh dan dalam cuaca
yang kurang bersahabat. Peralatan tangkap yang relatif sederhana juga membuat hasil tangkapan tidak optimal. Budaya
nelayan kita juga lebih fokus pada pencari kehidupan, bukan pengumpul kekayaan, sehingga apabila mendapatkan ikan
dalam jumlah banyak, nelayan akan puas dan kembali melaut ketika memerlukan biaya hidup.
Potensi Budidaya Rumput laut per tahun mencapai 250 ribu ton dengan potensi pendapatan mencapai lebih dari 2,5 triliun
rupiah. Daerah yang berpotensi untuk budidaya yaitu: Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores
Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.
Potensi sumber daya garam juga sangat potensial dikembangkan di wilayah provinsi NTT. Dengan kondisi musim kemarau
hingga 8 bulan dalam waktu satu tahun, menjadikan NTT sebagai daerah dengan paparan panas terlama dalam satu tahun di
Indonesia. Hal ini sangat cocok dengan karakteristik usaha garam yang membutuhkan panas tinggi dalam waktu lama untuk
pembentukan Kristal garam. Walaupun secara ekonomi tidak bernilai tinggi, namun cukup strategis seiring dengan defisit
kebutuhan garam nasional yang cukup besar. Dalam upaya swasembada garam, telah dicanangkan pelaksanaan
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Dengan program ini, akan diberdayakan 119 Kelompok Usaha Garam Rakyat
(KUGAR) dengan jumlah anggota 939 petambak garam. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui pelaksanaan
PUGAR menargetkan peningkatan produktivitas lahan garam dari 60 Ton/Ha.
Saat ini terdapat 2 perusahaan yang serius berencana membangun industri garam di NTT. Adapun rencana investasi kedua
perusahaan tersebut mencapai lebih kurang 1,2 triliun dengan total luas lahan mencapai lebih dari 2.500 ha. Untuk
merealisasikan investasi tersebut, maka kesungguhan pemerintah daerah dalam mendukung investasi terutama terkait
pembebasan lahan akan sangat diperlukan.
POTENSI KEMARITIMAN DI NTT
Tabel 1. Potensi Sumber Daya Laut Provinsi NTT
Potensi Kemaritiman Produksi/Th
Ikan Tangkap
Rumput Laut
Industri Garam
365.000 Ton/th
250.000 Ton/th
1.200.000 Ton/th
3,6 trilyun/th
2,5 triliyun/th
600 milyar/th
Nilai (Rp)
1.
2.
3
No.
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH90