skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46485/...kabupaten kuningan” sebagai...
TRANSCRIPT
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI
BENCANA LETUSAN GUNUNG CIREMAI DI DESA
CISANTANA KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN
KUNINGAN
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Serjana Pendidikan (S.Pd)
Di susun Oleh:
Rizal Fahrudin
1112015000088
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Rizal Fahrudin (1112015000088) : Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
Menghadapi Bencana Letusan Gunung Ciremai, di Desa Cisantana,
Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan Masyarakat
dalam menghadapi Bencana Letusan Gunung Ciremai di Desa Cisantana,
Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisis kuantitaif.
Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat Desa Cisantana, Dusun Cisantana.
Jumah sampel yang diambil adalah 25 orang. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan yaitu dengan teknik Purposive Sample. Pengumpulan data
menggunakan angket yang terdiri dari 25 pertanyaan. Teknik analisa data
menggunakan table frekuensi, kemudian juga dianlisis secara deskriptif. Nilai skor
dalam penelitian ini meliputi per parameter yaitu pengetahuan dan sikap tentang
bencana rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi
sumber daya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesiapsiagaan masyarakat di Desa
Cisantana dalam menghadapi bencana letusan gunung Ciremai termasuk dalam
kategori siap memiliki rata-rata skor dari nilai kesluruhan respnden sebesar 18,56
persentase responden yang sangat siap yaitu sebesar 32% persentase respoden
yang siap sebesar 64% persentase responden kurang siap sebesar 4% dan
responden yag serta sangat tidak siap sebesar 0%
Kata Kunci : Kesiapsagaan, Masyarakat, Bencana Letusan
ii
ABSTRACT
Rizal Fahrudin (1112015000088): Community Preparedness in Facing the
Ciremai Mountain Eruption Disaster, in Cisantana Village, Cigugur District,
Kuningan Regency.
This study aims to determine community preparedness in the face of the
Ciremai Mountain Eruption Disaster in Cisantana Village, Cigugur District,
Kuningan Regency.
This research is a descriptive study with quantitative analysis. The
population of this study is the community of Cisantana Village, Cisantana Hamlet.
The number of samples taken is 25 people. The sampling technique used is the
Purposive Sample technique. Data collection uses a questionnaire consisting of 25
questions. Data analysis techniques use frequency tables, then also descriptively
analyzed. The score scores in this study include per parameter namely knowledge
and attitudes about disaster emergency response plans, disaster warning systems
and resource mobilization.
The results showed that community preparedness in Cisantana village in
the face of the Ciremai eruption disaster included in the category of ready to have
an average score of respnden overall value of 18.56 percent of respondents who
were very ready, namely 32% percentage of respondents prepared at 64%
percentage of respondents unprepared for 4% and respondents who are very
unprepared at 0%
Keywords: Preparedness, Society, Eruption Disaster
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ”Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana Letusan Gunung Ciremai di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana. Tanpa akal, berkah dan rahmat-Nya yangdiberikan penulis pasti tidak
akan sampai pada fase akhir di perkuliahan ini.Selanjutnya Shalawat serta salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada junjungan alam, baginda Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Nabi akhirul zaman yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menjadi zaman yang terang
berderang dengan ilmu dan teknologi yang berkembang dengan pesat saat ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
yang harus disempurnakan dan penuh denganhambatan yang harus dilalui. Tanpa
dukungan dari seluruh pihak yang telahmembantu pastinya skripsi ini tidak dapat
terselesaikan. Oleh karena itu padakesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua jurusan Pendidikan Imu
Pengetahuan Sosial sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan banyak perhatian, bimbingan, serta motivasi
kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
3. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si, selaku sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, yang juga senantiasa memberikan banyak perhatian
dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
4. Bapak Dr. Teukeu Ramli Zakaria, M.A selaku dosen pembimbing pertama
dan Bapak Dr. Sodiki, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah
iv
bersedia meluangkan waktu serta selalu memberikan motivasi, bimbingan
dan nasehat selama penulisan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
memberikan ilmu selama penulis mengenyam pendidikan di kampus ini.
6. Kepada kedua orang tua, Bapak Jojo Sudrajat dan Ibu Yayah Rokayah
(alm) dan kedua Kaka saya tercinta dan semua keluarga saya terimakasih
atas seluruh doa dan dukungan moril maupun materil serta kasih sayang
yang selalu mengiringi langkah penulis hingga saat ini.
7. Kepada Agus Salim, Darul Faisal dan Wais selaku teman satu bimbingan.
Terimakasih atas perjuangan selama ini dalam menyeleaikan skripsi
bersama-sama yang telah menerima segala kekurangan penulis dalam suka
maupun duka.
8. Sahabat-sahabat tercinta Kosan Manda Terimakasih atas dukungan dan
doa kalian, yang selalu membuat penulis selalu semangat hingga saat ini.
9. Teman-teman Jurusan Pendidikan IPS angkatan 2012 atas kekompakannya
selama ini, baik di kelas ataupun saat praktikum.
10. Seluruh pihak yang penulis sadari atau tidak sadari telah membantu secara
langsung ataupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis harapkan semoga segala kebaikan yang diberikan mendapatkan
pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh
Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan
digunakan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap agar skripsi
ini dapat bermanfaat, khusunya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 9 Mei 2019
Penulis,
Rizal Fahrudin
v
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Fokus Penelitian ........................................................................ 6
C. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 6
D. Perumusan Masalah ................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
F. Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................. 8
A. Kesiapsiagaan ............................................................................ 8
1. Pengertian Kesiapsiagaan .................................................. 8
2. Tindakan Kesiapsiagaan ..................................................... 8
B. Masyarakat ................................................................................ 9
1. Pengertian Masyarakat ......................................................... 9
2. Bentuk-bentuk Masyarakat ................................................. 10
C. Mitigasi Bencana ....................................................................... 11
1. Pengertian Bencana ............................................................. 11
2. Pengertian Mitigasi Bencana .............................................. 12
3. Jenis-jens Bencana .............................................................. 12
4. Pengertian Manajemen Bencana ......................................... 13
5. Mitigasi Bencana Letusan Gunung ..................................... 13
D. Gunung ...................................................................................... 17
vi
1. Pengertian Gunung .............................................................. 17
2. Jenis-jenis Gunung .............................................................. 18
3. Persebaran Gunung di Indonesia ......................................... 20
4. Karakteristik Bentuk Lahan Gunung Strato di Indonesia ... 21
5. Jenis Erupsi Gunung ........................................................... 22
6. Tanda-tanda Awal Eksplosif Gunung ................................. 23
7. Bahaya Letusan Gunung ..................................................... 25
8. Jenis Bahaya Letusan Gunung ............................................ 27
E. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................. 29
F. Sinopsis .................................................................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 33
B. Metode Penelitian...................................................................... 33
C. Alat dan Bahan ......................................................................... 34
D. Populasi dan Sampel ................................................................ 35
E. Tahap Penelitian ....................................................................... 36
F. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data .............................. 37
1. Kuesioner (Angket) ............................................................ 37
2. Wawancara ......................................................................... 38
3. Studi Dokumen ................................................................. 38
G. Langkah-langkah Pengolahan Data .......................................... 39
H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 46
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ........................................ 46
1. Letak Geografis Daerah Penelitian ................................... 46
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ...................................... 47
B. Deskripsi Responden ................................................................ 48
C. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................ 52
1. Hasil Observasi Penelitian ................................................ 52
2. Hasil Angket ..................................................................... 53
vii
a. Pengetahuan dan Sikap Responden terhadap
Kesiapsiagaan Letusan Gunung Ciremai .................... 53
b. Rencana Tanggap Darurat ........................................... 59
c. Sistem Peringatan Dini ................................................ 64
d. Mobilisasi Kebencanaan ............................................. 71
3. Hasil Wawancara .............................................................. 76
4. Hasil Uji Instrument .......................................................... 76
a. Uji Validitas ................................................................ 76
b. Uji Realibilitas ............................................................ 78
D. Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat di Desa Cisantana ............. 78
E. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 80
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 82
A. Kesimpulan ............................................................................... 82
B. Implikasi ................................................................................... 82
C. Saran .......................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Mitigasi Bencana 14
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 33
Gambar 3.2 Peta Sebaran Sampel 36
Gambar 4.1 Piramida Penduduk Desa Cisantana menurut JenisKelamin 48
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Relevan 29
Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket 37
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara 38
Tabel 3.3 Data yang Dibutuhkan 39
Tabel 3.4 Nilai Skor Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Letusan Gunung 41
Tabel 3.5 Skor Kategori Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat 44
Tabel 4.1 Data Penduduk Menurut Kelompok Umur 47
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Desa Cisantana Menurut Umur 49
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 50
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin 51
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga 52
Tabel 4.6 Pengetahuan Responden Tentang Bencana 54
Tabel 4.7 Pengetahuan Responden Tentang Bencana Letusan 55
Tabel 4.8 Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Letusan 56
Tabel 4.9 Pengetahuan Masyarakat Tentang Tanda-tanda Letusan 57
Tabel 4.10 Pengetahuan Mengenai Dampak Letusan 58
Tabel 4.11 Sikap Responden Terhadap Bencana Letusan 58
Tabel 4.12 Rencana Evakuasi Responden saat Terjaid Bencana Letusan 60
Tabel 4.13 Kepemilikan Alat Transportasi 60
Tabel 4.14 Tempat Pengungsian Sementara 61
Tabel 4.15 Perlengkapan dan Barang-barang Evakuasi 62
Tabel 4.16 Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama 63
Tabel 4.17 Pembagian Tugas Penyelamatan 64
Tabel 4.18 Sistem Peringatan Dini Berbasis Kearifan Lokal 65
x
Tabel 4.19 Pihak atau Pemberi Informasi Resmi 66
Tabel 4.20 Sistem Peringatan Bencana 67
Tabel 4.21 Sistem Peringatan Bencana Berbasis Teknologi 67
Tabel 4.22 Simulasi atau Latihan daam Pelatihan Kebencanaan 68
Tabel 4.23 Jumlah Keikiutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan 69
Tabel 4.24 Keikutsertaan Seminar Mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan 70
Tabel 4.25 Kepemilikan Materi atau Buku tentang Kesiapsiagaan 71
Tabel 4.26 Akses Informasi dari Media dan Sumber Lain 72
Tabel 4.27 Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Anggota Keluarga 73
Tabel 4.28 Sumber Pendanaan Responden Untuk Menghadapi Bencana 74
Tabel 4.29 Jaringan Sosial Reponden 75
Tabel 4.30 Kesepatan Melakukan Simulasi 75
Tabel 4.31 Hasil Pengjian Validitas 77
Tabel 4.32 Uji Realibilitas 78
Tabel 4.33 Kategori Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana 79
Tabel 4.34 Tingkat Kesiapsiagaan Masyarkat dalam Menghadapi Bencana 80
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat .....................................................................................................................
1.1 Surat Bimbingan Skripsi ............................................................................ 89
1.2 Surat Permohonan Izin Penelitian .............................................................. 90
1.3 Surat Desa Cisantana.................................................................................. 91
2. Instrument Angket ........................................................................................... 92
3. Lembar Uji Referensi ..................................................................................... 100
4. Biodata Penulis .............................................................................................. 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bumi ini telah diciptakan oleh Allah SWT., lengkap dengan segala
isinya, bentuk fisik bumi yang sempurna, contoh bentuk fisik yang sering
kita lihat diantaranya ada laut, sungai, bukit, dataran tinggi, dataran
rendah, gunung dan lain sebagainya. Dari semua bentuk fisik yang Allah
SWT., ciptakan, tentunya memiliki perannya masing-masing, seperti
halnya gunung ia ada senantiasa menjadi paku bumi atau sebagai penjaga
keseimbangan alam ini seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
Surat Luqman surat ke-31 ayat 10 yang berbunyi:
ي أن ت يد ب كم وبث ف يها م ن كل دابة ر ض رواس ال ت رو نا وأل قى ف خلق السماوات عمد ب غي
نا ف يها م ن كل زو ج كر ي وأن زل نا م ن السماء ماء فأن ب ت
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan
Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu
tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya
segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit,
lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang
baik.“
Dari ayat diatas kita bisa mengambil suatu pelajaran bahwa Allah
SWT., meletakkan gunung di permukaan bumi ini supaya bumi itu tidak
menggoyangkan kita atau untuk menjaga keseimbangan. Dari penciptaan
gunung ini juga menjadikan tanah yang disekitarnya menjadi subur,
sehingga banyak jenis tumbuhan dijumpai, dan banyak fauna yang
menempatinya, keanekaragaman flora dan fauna ini tentunya dapat
dimanfaatkan juga oleh manusia, baik untuk memenuhi kebutuhannya
maupun untuk dikelola untuk menghasilkan nilai ekonomi, kondisi ini
sangatlah menguntungkan manusia, dan mendukung terciptanya
keseimbangan alam.
2
Setiap permukaan bumi memiliki bentukan morfologi yang
berbeda, daerah satu dengan yang lainnya memiliki kondisi morfologi
berbeda pula, contohnya ada beberapa wilayah yang banyak ditemui
gunung, bahkan ada yang tidak dijumpai gunung sama sekali. Kondisi ini
tentunya menjadikan setiap wilayah di permukaan bumi mempunyai satu
atau lebih macam ancaman bencana alam terutama wilayah yang sebaran
gunungnya banyak khususnya sebaran Gunung. Satu wilayah dengan
wilayah yang lain mempunyai macam dan intensitas ancaman yang
berbeda-beda. Dan di wilayah Indonesia memiliki ancaman bencana alam
(natural hazards) yang bermacam-macam, diantaranya berupa bencana
geologi, dan yang tergolong dalam bencana geologi salahsatunya adalah
bencana letusan Gunung.1
Indonesia juga merupakan wilayah dengan Jumlah Gunung
terbanyak di dunia2. ini dipengaruhi karena letak geografisnya merupakan
pertemuan 3 lempeng tektonik utama dunia. Yaitu lempeng Indo-Australia
di bagian selatan, lempeng Eurasia di bagian utara dan lempeng Pasifik di
bagian Timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan
sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia
dan menimbulkan Gempa bumi, sesar dan Gunung. Inilah yang
menyebabkan Kepulauan Indonesia didominasi oleh gunung aktif
sepanjang Pulau Sumtera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) Indonesia memiliki 13% jumlah Gunung yang ada di dunia atau
129 buah Gunung,3 selain itu berdasarkan data PVBG 60% dari jumlah
Gunung yang ada di Indonesia dan tersebar diseluruh pulau Indonesia
merupakan Gunung yang memiliki potensi letusan yang cukup besar.
Keadaan ini tentunya menjadikan wilayah Indonesia memiliki
potensi bencana yang sewaktu-waktu dapat mengancam harta benda,
nyawa, dan keselamatan masyarakat yang tinggal didalamnya. Dan sampai
saat ini kesiaapan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung
1 Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 20 2 Munir, Geologi Lingkungan, (Malang: B ayumedia Publishing, 2003), h. 211 3 Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 84
3
masih dirasakan kurang, Sejak tahun 1600 bencana Gunung di Indonesia
telah menelan korban sekitar 160.000. dua letusan Gunung terbesar yang
pernah terjadi di Indonesia adalah gunung Tambora pada tahun 1815 dan
Gunung krakatau pada tahun 1883, masing-masing menimbulkan korban
jiwa sebanyak 92.000 dan 36.000 orang.4
Contoh lainnya dilihat dari bencana letusan Gunung Yogya yaitu
merapi, dengan catatan sejarah letusan yang jelas, namun setiap kali
bencana terjadi cukup besar selalu menimbulkan korban jiwa dan kerugian
material yang cukup besar. Seperti letusan gunung merapi pada tahun 928
kerajaan Mataram hancur, tahun 1672 korban jiwa 64 orang, tahun 1969
korban jiwa 3 orang, tahun 1994 korban jiwa 64 orang, dan letusan yang
terakhir tercatat pada tahun 2010 korban jiwa sekurangnya 165 orang5
Dari penjelasan diatas kita bisa menyadari bahwa ancaman
bencana alam Gunung merupakan bencana alam yang sewaktu-waktu
dapat mengancam kita. Kondisi ini pun dirasakan sama pada daerah yang
berada disekitar Gunung, seperti Gunung Ceremai, Sosok Gunung
Ceremai atau sering juga disebut cereme, memang bagaikan sesosok
raksasa yang berdiri menjulang di tengah-tengah dataran rendah kawasan
pantai utara Jawa Barat bagian Timur. Tingginya yang mencapai 3.078
meter diatas permukaan laut (mdpl) atau 2.578 meter diatas kota Kuningan
membuatnya menjadi Gunung tertinggi di seantero Jawa Barat dan Banten.
Gunung Ceremai dikategorikan sebagai Gunung kuarter tipe A berbentuk
strato yang masih berstatus aktif. Status aktif Tipe A yang dimilikinya
membuat Ceremai adalah salah satu dari 80 Gunung sejenis yang tersebar
di seluruh Indonesia dan satu diantara teraktif di pulau Jawa.
Meskipun gunung ceremai termasuk memiliki tabiat Gunung yang
paling kalem dan ramah, karena sejak letusan pertama yang tercatat dalam
sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung tersebut tidak pernah mengeluarkan
kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga menyebabkan jatuhnya banyak
4 Lembaga Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat ITB, Ditulis oleh Hendra Grandis,
Mengelola resiko bencana di Negara Maritim Indonesia, Bandung 5 Asep Zaenudin, “Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunung Ceremai di Kecamtan Cilimus
Kabupaten Kuningan”, Skripsi pada Universitas Pendidikan Bandung, 2013, h. 1
4
korban manusia. Menurut data dasar Gunung di Indonesia yang dimiliki
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), selama
kurun waktu 400 tahun terakhir, Gunung Ceremai hanya meletus sebanyak
tujuh kali, tanpa data pasti jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.
Dari kondisi ini tentu menjadikan penulis merasa penting untuk
menuliskan Skrispsi ini, karena Mengingat betapa banyaknya bahaya yang
ditimbulkan akibat dari erupsi Gunung, secara garis besar bahaya tersebut
meliputi antara lain: aliran piroklastik, lava, lahar, longsor, lontaran batu,
blok, bom dan abu Gunung, gas Volkani, gempa bumi dan tsunami. Dan
ini menjadi ancaman yang dapat menimbulkan banyak kerugian baik
berupa harta benda maupun nyawa dan keselamatan masyarakat yang
tinggal didalamnya.
Setidaknya masyarakat terlebih dahulu mengetahui bahaya dan
ancaman yang diitimbulkan dari letusan gunung ciremai, soal kapan waktu
terjadinya letusan gunung ciremai yang memang tidak bisa di perkirakan,
kondisi ini tentu memaksa masyarakat harus benar-benar siap menghadapi
kemungkinan terpahit apabila telah terjadi letusan Gunung ciremai,
Adapun usaha untuk meminimumkan dampak suatu bencana yaitu dengan
Mitigasi bencana Gunung, merupakan suatu usaha yang melibatkan
beberapa bidang keilmuan atau keahlian sehingga bersifat multi disiplin.
Penanganan pasca bencana dan penanganan pra bencana menjadi
suatu sistem yang harus diterapkan pada kawasan yang memang rawan
pada anacaman bencana ini, penanganan pra bencana seperti
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana pun menjadi sangat
penting. mengingat pada penjelasan diatas bahwa kita memang harus
berkaca pada masa lalu, pada kejadian bencana-bencana Gunung yang
telah terjadi. Bencana yang banyak merenggut harta benda dan nyawa
maupun kerugian yang ditimbulkan, tentu ini semua terjadi karena kurang
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Untuk mengurangi korban dan kerugian yang ditimbulkan,
tentunya perlu adanya peningkatan kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan gununug api yang akan terjadi. Justru dengan
5
rentang waktu yang cukup lama Gunung ciremai tertidur, atau kurang
lebih 400 tahun belum pernah menunjukan aktivitas letusan yang
membahayakan dan terjadi letusan yang dahsyat. Kondisi ini seharusnya
menjadi suatu kekhawatiran tersendiri, dimana kemungkinan terpahitnya
bisa saja malah gunung ciremai meletus dengan letusan yang sangat
dahsyat.
Oleh karena itu perlunya diadakan suatu usaha yang harus
dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan
bencana yang sewaktu-waktu akan terjadi ini. Bisa juga melakukan
pengamatan di beberapa titik atau stasiun pemantauan yang bertujuan
untuk memberikan informasi kepada masyarakat juga mengetahui kondisi
aktivitas Gunung ciremai secara berkala.
Namun perlu diketahui juga bahwa sifat bencana itu datangnya
tidak dapat diduga-duga kedatangannya, kita hanya mampu menganalisa
kemungkinan akan terjadinya bencana dari tanda-tandanya saja,tapi ada
hal yang lebih penting yang harus dilakukan pada saat terjadinya bencana,
yaitu kita harus benar-benar siap pada kondisi menghadapi bencana alam
seperti penanganan pra bencana yaitu tentang kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan.
Mengingat daerah Kecamatan Cigugur Desa Cisantana, Dusun
palutungan merupakan kawasan rawan bencana erupsi gunung ceremai
karena radiusnya sangat dekat dengan sumber erupsi kurang lebih 5-8 KM
dan itu dikategorikan kawasan rawan bencana. Padahal bagaimana pun
juga, harus tetap disadari bahwa Gunung Ceremai adalah gunung berapi
aktif, tanpa kita ketahui sewaktu-waktu bisa saja terjadi letusan atau
aktivitas Gunung Ceremai secara mendadak, dari kondisi ini maka
dipandang perlu harus adanya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana itu. Tentunya ini melibatkan seluruh elemen
masyarakat dan lembaga Pemerintah terkait
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung
ciremai, sehingga peneliti membuat penelitian dengan judul
6
“kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan gunung
Ciremai di desa Cisantana, kecamatan Cigugur, kabupaten Kuningan”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka
masalah yang dapat di identifikasi adalah ;
1. Gunung Ceremai merupakan gunung aktif yang berpotensi
menimbulkan letusan
2. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana gunung
meletus
3. Kurangnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
letusan gunung ciremai
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dikarenakan banyaknya permasalahan yang ada sehingga peneliti
membatasi hanya mengkaji kesiapsiagaan masyarakat desa Cisantana
kecamatan Cigugur kabupaten Kuningan dalam menghadapi letusan
gunung Ceremai
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka pertanyaan peneletian
ini adalah bagaimana Kesiapsiagaan masyarakat desa Cisantana kecamatan
Cigugur kabupaten Kuningan dalam menghadapi letusan gunung Ceremai
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui seberapa besar kesiapsiagaan masyarakat Desa
Cisantana Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan dalam menghadapi
letusan Gunung Ciremai
7
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapakan dari penelitian ini
adalah adanya suatu kontribusi baik secara teoritis atau pun secara praktis,
manfaat-manfaat tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk :
a. Perkembangan ilmu geografi lingkungan fisik seperti litosfer,
dan untuk mengkaji dan menjelaskan permasalahan tentang
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi letusan Gunung,
Gunung ciremai pada khususnya.
b. Bagi pendidikan diharapkan dapat berguna sebagai bahan kajian
dalam pelajaran IPS dan Geografi khususnya pada materi litosfer.
c. Bagi Penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan, pengalaman ilmu dibidang geografi, dan tentang
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan
informasi dan pengetahuan kepada masyarkat tentang
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
gunung ciremai.
b. Bagi lembaga pemerintahan, diharapkan penelitian ini
memberikan rekomendasi untuk kepentingan pemerintahan.
c. Memperoleh pemecahan masalah dari kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi letusan Gunung Ceremai
d. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori mengenai Mitigasi
bencana.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kesiapsiagaan
1. Pengertian Kesiapsiagaan
Dalam keadaan apapun kita dituntut untuk selalu waspada atau
selalu siap menghadapi kemungkinan bahaya yang akan mengancam
keselamatan diri kita, baik itu yang disebabkan oleh alam atau non
alam, dan kita pun tidak pernah tahu kapan bahaya atau bencana akan
datang menghampiri kita.
Oleh karena itu kita dituntut agar selalu siap siaga. Ada juga istilah
“Kesiapsiagaan” yang merupakan upaya menghadapi situasi darurat
serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan
pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang
lebih baik untuk mengahadapi bencana.6
Sementara menurut BPBD DKI Jakarta Kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.7
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesiapsiagaan dapat diartikan
sebagai suatu upaya yang tepat guna dan berdaya guna untuk
menghadapi bencana, melalui penyusunan rencana yang efektif dalam
mengantisipasi bencana.
2. Tindakan Kesiapsiagaan
Karena pada prinsipnya bencana dapat dicegah dan diatasi sedini
mungkin, sehingga tidak perlu mengorbankan banyak harta benda dan
jiwa yang tak bernilai harganya. Salah satu dari tindakan kesiapsiagaan
adalah;
6 Yayasan IDEP, Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, (Bali: Yayasan IDEP, 2007), h.
8 7 Widiani Nurrahmah, “Pengalaman Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir di
Rt 001 Rw 012 Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan Tahun 2015”
Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
a. Pembuatan sistem peringatan dini
b. Membuat sistem penyebaran ancaman
c. Pembuatan rencana evakuasi
d. Membuat tempat dan sarana evakuasi
e. Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
f. Pelatihan, gladi, dan simulasi atau ujicoba
g. Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini8
Sementara menurut UU RI No. 24/2007, meliputi ;
a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana.
b. Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan
dini.
c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar.
d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat.
e. Penyiapan lokasi evakuasi.
f. Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap bencana.
g. Penyediaan dan penyimpanan bahan, barang dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.9
B. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-
kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam
bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai
8 Yayasan IDEP, Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, (Bali: Yayasan IDEP, 2007), h.
8 9 Ersyad Tonnedy, “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU” Skripsi pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. h. 43
10
istilah society yang berasal dari akar kata Arab Syaraka yang berarti
“ikut serta”, berpartisipasi.10
Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat adalah memang
sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah,
saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan masyarakat dapat mempunyai
prasaran melalaui apa yang warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Suatu Negara modern msisalnya, merupakan kesatuan manusia dengan
berbagai macam prasarana, yang memunginkan para warganya untuk
berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu
Negara modern mempunyai suatu jaringan perhubungan udara,
jaringan telekomunikasi, sistem radio dan tv, berbagai macam surat
kabar ditingkat nasional, bahkan internasional. 11
Hampir sama seperti yang disampaikan oleh Ralp Linton,
masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur waktu dan
menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang telah dirumuskan dengan jelas. 12
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian masyarakat ialah
setiap manusia yang mengelompok atau membuat suatu komunitas dan
memiliki suatu kebudayaan.
2. Bentuk-bentuk Masyarakat
a. Masyarakat Tradisional
Adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh
adat istiadat lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah
mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidpan
sosialnya. Jasi, masyarakat tradisional didalam melangsungkan
kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaaan-
kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya.
10 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 143-144 11 Iin Indriani, “Persepsi Masyarakat terhadap Kiai di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an
Bojongsari, Kota Depok“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. h. 32 12 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 144
11
Masyarakat tradisional didup di daerah pedesaan yang secara
geografis terletak di pedalaman yang jauh dari keramaian kota.
Masyarakat ini juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat
desa.
b. Masyarakat Modern
Adalah yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai
budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa
kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat
lama. Karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman
deswasa ini. Perubahan-perubahan itu terjadi sebagai akibat
masuknya engaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
umumnya masyarakat perkotaan atau masyarakat kota.13
C. Mitigasi Bencana
1. Pengertian Bencana
Banyak pengertian atau definisi tentang bencana yang pada
umumnya mereflesikan karakteristik tentang gangguan terhadap pola
hidup manusia, dampak bencana bagi manusia, dampak terhadap
struktur sosial, kerusakan pada aspek sistem pemerintahan, bangunan,
dan lain-lain serta kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh
bencana.
Definisi bencana menurut undang-undang adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.14
Sementara definisi yang lain dari bencana yang dimuat dalam buku
disaster manajemen tersebut adalah:
13 Ferinaldi, “Perubahan Sosial Masyarakat Cigugur (analisis perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. h. 24 14 Undang-undang nomor 24 Tahun 2007; (Tentang Penanggulangan Bencana)
12
‘…Suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah
manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan
lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat
dengan segala sumber dayanya”15
2. Pengertian Mitigasi Bencana
Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau
meredam resiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
fisik dan non fisik.16
Sementara dalam sumber lain disebutkan pengertian mitigasi
bencana itu adalah ;
istilah gabungan yang digunakan untuk mencakup semua tindakan
yang dilakukan sebelum munculnya satu bencana (tindakan-tindakan
pra bencana) yang meliputi tindakan-tindakan pengurangan resiko
jangka panjang.17
3. Jenis-jenis Bencana
Pada umumnya bencana dkelompokkan ke dalam enam kelompok
berikut :
a. Bencana Geologi;
Yang tergolong dalam bencana geologi anatara lain letusan
Gunung, gempa bumi atau tsunami, longsor atau gerakan tanah.
b. Bencana Hydro-meteorologi;
Antara lain banjir, banjir bandang, badai atau angin topan,
kekeringan, rob atau air laut pasang, kebakaran hutan.
c. Bencana Biologi;
Antara lain epidemic, penyakit tanaman atau hewan.
d. Bencana Kegagalan Teknologi;
Antara lain kegagalan atau kecelakaan industri, kecelakaan
transportasi, kesalahan desaign tekhnologi,
15 Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 10-11 16 Yayasan IDEP, Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, (Bali: Yayasan IDEP, 2007),
h. 8 17 Syafii Nasution, Penanggulangan Berbasis Komunitas, Tugas akhir pada Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor 2005
13
e. Bencana Lingkungan;
Degradasi lingkungan antara lain pencemaran, abarasi pantai,
kebakaran (urban fire) kebakaran hutan (forest fire)
f. Bencana Sosial;
Diantaranya seperti konflik sosial atau kerusuhan.
g. Kedaruratan Kompleks;
yang merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah
konflik,, meskipun jarang terjadi namun dampaknya sangat besar.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain konflik sosial,
terorisme atau ledakan bom, dan eksudus (pengungsian atau
berpindah tempat secara besar-besaran).18
4. Pengertian Manajemen Bencana
Manajeman bencana (Disaster Management) adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari bencana beserta segala aspek yang
berkaitan dengan bencana, terutama resiko bencana, dan bagaimana
menghindari risiko bencana. Manajemen bencana merupakan proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal
selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating, dan
controlling. Cara bekerja manajemen bencana adalah melalui
kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/siklus/bidang kerja
yaitu pencegahan mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta
pemulihan. Sedangkan tujuannya (secara umum) antara lain untuk
melindungi masyarakat beserta harta bendanya dari (ancaman)
bencana.19
5. Mitigasi Bencana Letusan Gunung
Berdasarkan siklus manajemen penanggulangan bencana itu maka
kegiatan penanggulangan bencana dapat dibagi menjadi enam
kelompok, adapun siklus mitigasi bencana seperti terlihat pada
Gambar 2.1
18 Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 20 19 Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 42
14
Berdasarkan siklus manajemen penanggulangan bencana itu maka
kegiatan penanggulangan bencana dapat dibagi menjadi 6 kelompok,
yaitu :
a. Pada saat terjadi bencana atau tahap tanggap darurat (disaster
impact – quick response);
Penanggulangan pada tahap tanggap darurat dilaksanakan pada
saat terjadi bencana atau segera setelah bencana berlalu.
Pelaksanaan penanggulangan bencana itu dilakukan oleh petugas
SAR (Search and Resque), instansi lain yang berhubungan,
organiasasi sosial serta anggota masyarakat lainnya untuk
menyelamatkan jiwa penduduk dan harta benda yang terlanda
bencana. Usaha penanggulangan pada tahap tanggap darurat ini
misalnya:
1) Mengangkut korban yang luka-luka ke puskesmas atau rumah
sakit
2) Mencari korban yang hilang
Gambar 2.1
15
3) Menguburkan korban yang meninggal dunia
4) Menyelamatkan harta benda yang ditinggal mengungsi
5) Membantu melakukan pengungsian
6) Menyediakan bahan makanan, pakaian, barak pengungsian
dan bantuan obat-obatan.
b. Rehabilitasi (recovery);
Tahap rehabilitasi dilakukan setelah bencana benar-benar berlalu,
yaitu membangun kembali secara darurat sarana dan prasarana,
seperti jalan, pasar, barak-barak pengungsian, saluran air, tanggul-
tanggul pengaman dan lain-lain agar kehidupan berangsur kembali
normal
c. Rekonstruksi (development)
Tehap berikutnya adalah rekonstruksi, atau pengembangan yang
berupa pembangunan sarana dan prasarana kehidupan yang
permanen setelah melalui pertimbangan tata guna lahan serta
usaha penanggulangan bencana di masa mendatang. Berdasarkan
pengalaman menghadapi bencana yang telah berlalu itu pada
tahap pengembangan ini juga dilakukan penelitian-penelitian serta
pengembangan program-program penanggulangan bencana pada
masa mendatang.
d. Pencegahan (prevention);
Untuk mencegah terulangnya bencana serupa di waktu yang akan
datang diperlukan usaha pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.
Usaha-usaha penanggulangan bencana pada tahap pencegahan
antara lain :
1) Pembangunan sabodam untuk mengendalikan aliran lahar dan
banjir
2) Penyusunan peraturan tata guna lahan agar masyarakat tidak
mengembangkan pemukiman di daerah rawan bencana.
e. Mitigasi;
Ialah tindakan untuk mengurangi dampak bencana pada
masyarakat, seperti :
16
1) Penerapan bangunan standar (building codes), antara lain
untuk mengantisipasi gempa bumi, hujan abu dan banjir
2) Penerapan tata guna lahan
3) Penerapan peraturan kemanan pada sistem transportasi, baik
darat, di udara maupun di laut.
4) Mengelola pertanian agar dapat mengurangi dampak bahaya
terhadap hasil-hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan.
5) Pengamanan sistem instalasi strategis dan vital seperti pusat
pembangkit tenaga listrik, air minum dan komunikasi (radio
dan televisi)
6) Pengembangan insfrastruktur seperti pembuatan jalan raya
baru yang menjauhi daerah rawan bencana.
f. Kesiapsiagaan (preparedness);
Tahap kesiapsiagaan merupakan tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintah, organisasi sosial, masyarakat dan
perorangan, mampu mengantisipasi sesegera mungkin dan
seefektif mungkin terhadapa situasi kejadian bencana. Kegiatan
ini misalnya;
1) Mensiapsiagakan peralatan penanggulangan bencana untuk
dapat digunakan sewaktu-waktu diperlukan
2) Mensiapsiagakan pelaksanaan evakuasi atau pengungsian
3) Mensiapsiagakan sistem peringatan dini atau komunikasi
darurat
4) Melakukan penyuluhan atau pemberian informasi tentang
kebencanaan kepada masyarakat
5) Memperdayakan masyarakat untuk melakukan
penanggulangan bencana secara mandiri
6) Melakukan latihan penanggulangan bencana20
20 Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.
128
17
D. Gunung
1. Pengertian Gunung
Para ahli sampai saat ini belum mendapatkan kata sepakat
mengenai batasan atau istilah baku tentang definisi Gunung secara
jelas. Namun Ilmu yang mempelajari Gunung biasa dinamakan
vulkanologi. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan Gunung seperti
Menurut Koesoemadinata Gunug api adalah “lubang atau saluran yang
menghubungkan suatu wadah berisi bahan yang disebut magma”21
Jadi Gunung itu selalu berasosiasi dengan Peristiwa yang
berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi. Magma
yang biasa disebut juga campuran batu-batuan dalam keadaan cair, liat
dan panas. Magma adalah cairan atau larutan silikat yang mudah
bergerak. Akivitas magma disebabkan oleh tingginya suhu dan
banyaknya gas yang terkandung didalamnya.
Namun secara umum Gunung dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi
material yang dikeluarkan pada saat dia meletus.22
Di pertegas lagi oleh salah seorang ahli, Matahelamual menyatakan
bahwa Gunung (Vulkan) adalah suatu bentuk timbulan di muka bumi,
pada umumnya berupa suatu kerucut raksasa, kerucut terpacung, kubah
ataupun bukit yang diakibatkan oleh penerobosan magma ke
permukaan bumi23.
Jadi tidak semua tempat yang tinggi dinamakan gunung, karena
pengertian gunung harus memenuhi kriteria tinggi dan proses
terbentuknya. Begitu pula dengan Gunung. Dari definisi tersebut juga
terlihat bahwa Gunung tidak harus ada di daratan (seperti halnya
21 Dedi Hermon, Geografi Bencana Alam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 163 22 http://e-jurnal.com/pengertian-gunung-api, diunggah pada tanggal 8 Oktober 2017, pukul 19.45
WIB 23 Nandi, “geologi Lingkungan” Hand Outs pada Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
Jawa Barat 2006
18
pendapat masyarakat awam), tetap juga muncul di dasar laut (dikenal
sebagai submarine vulcano).24
2. Jenis-jenis Gunung
Setiap Gunung yang kita jumpai baik yang ada di daratan maupun
yang ada di bawah permukaan laut, semuanya memiliki potensi untuk
mengeluarkan magma yang terkandung di dalamanya, menurut Ir.
Soetoto Gunung bisa dibedakan berdasarkan magma yang keluar dan
bentuk tubuh Gunung yang terjadi, berdasarkan bentuk lubang
erupsinya, berdasarkan atas fase erupsinya, dan berdasarkan atas
tingkat aktivitas, sifat ledakan materi vulkanik dan komposisi materi
vulkaniknya Gunung. Berikut ini penjelasannya;
a. berdasarkan magma yang keluar dan bentuk tubuh Gunung yang
terjadi
1) Shield volcano;
yaitu Gunung yang mengeluarkan magma cair sehingga
terbentuk tubuh Gunung belerang landai (hanya beberapa
derajat). Magma cair yang keluar dari adalah jenis magma
basalt. Bahan-bahan fragmental sedikit. Contoh; Gunung
Maona Loa dan Kilauea di Hawai, gunungapi di Islandia,
Samoa, kepulauan Galapagos dan pulau-pulau samudera lain
yang merupakan bagian atas shield volcano yang besar.
2) Composit volcan;
yaitu Gunung yang mengeluarkan magma kental bersifat
andesitic dan riolitik. Disamping itu Gunung tersebut
mengeluarkan pula bahan-bahan fragmental sehingga terbentuk
tubuh Gunung berlapis-lapis yang juga disebut Gunung strato
(stratovolcano) yang berbentuk kerucut. Kemirngan lereng
kurang lebih 60 –di bgaian kaki dan 300 di dekat puncak.
Contoh; gunung-Gunung di Indonesia dan Gunung daerah
benua yang lain.
24 Munir, Geologi Lingkungan, (Malang: B ayumedia Publishing, 2003), h. 211
19
b. berdasarkan bentuk lubang erupsinya;
1) Gunung linear
Yaitu Gunung yang mempunyai lubang erupsi berbentuk garis
atau celah lurus
2) Gunung sentral
Yaitu Gunung yang mempunyai lubang erupsi berbentuk
bundaran atau lingkaran.
c. berdasarkan atas fase erupsinya;
1) Gunung aktif, yaitu Gunung yang secara konstan melakukan
kegiatan erupsi
2) Gunung tidur (dormant volcano), yaitu Gunung yang tidak
aktif untuk periode waktu yang lama
3) Gunung mati (extinct volcano), yaitu Gunung yang sudah tidak
aktif lagi.
4) Gunung desdruktif (desdructive volcano), yaitu Gunung yang
sudah mati dan sudah mengalami proses penghancuran erosi.
d. berdasarkan atas tingkat aktivitas, sifat ledakan materi vulkanik
dan komposisi materi vulkaniknya Gunung;
1) Gunung tipe Hawai, tidak ada ledakan, lava cair bersifat basa
meleleh membentuk lereng landau.
2) Gunung tipe Stromboli, nama ini diambil dari nama Gunung
Stromboli di dekat Sisilia; ledakan ringan secara teratur dengan
interval pendek. Materi yang keluar yaitu lava merah panas
pijar dna bongkah-bongkah scoria.
3) Gunung tipe Vulkano (Volcanian type), nama gunung ini
diambil dari nama Gunung yang Vulkano di Kepulauan Lipari,
ledakan ringan secara teratur dengan interval pendek. Materi
yang keluar yaitu lava merah panas pijar dan bongkah-
bongkah.
4) Gunung tipe Vesuvius, nama gunung ini diambil dari nama
Gunung vesuvius di Italia dekat dengan Naples; ledakan kuat
secara tiba-tiba setelah masa tenang agak lama, lava kelaur
20
bersama dengan banyak gas yang telah tertahan lama dan
banyak dalam dapur magma.
5) Gunung tipe Krakatau, ledakan dangat dahsyat, sampai
menghancurkan Gunung tersebut. Walaupun debu vulkanik
sangat banyak keluar tetapi tidak ada lava yang keluar.
6) Gunung tipe Pelee, nama gunung ini diambil dari nama
Gunung di Pelee di Martinique; ledakan berupa gas pijar atau
gelap dan debu (nuees ardentes) yang tidak dapat terhambur ke
atas karena tersumbat kubah lava, materi vulkanik ini kelaur
secara lateral melalui retakan-retakan pada tubuh Gunung
tersebut. 25
3. Sebaran Gunung di Indonesia
Jumlah Gunung baik yang aktif maupun yang tidak aktif banyak
tersebar di dunia, terutama di Indonesia, hampir seluruh daratan atau
pulau di Indonesia ada satu atau lebih gunung yang menempatinya,
Gunung di Indonesia dibedakan menjadi lima, yaitu :
a. Gunung kumpulan sunda;
Memanjang dari ujung Sumatera Utara melalui Jawa, Bali,
Sumbawa, Flores sampai Alor. Dalam kumpulan ini terdapat krang
lebih 300 buah Gunung yang masih aktif atau yang sedang padam.
Kelompok Gunung ini biasanya terdapat bertumpuk-tumpuk,
misalnya Gunung di Priangan, Flores, dan sekitar danau Toba.
Gunung yang berdiri sendiri atau Gunung soliter juga ada,
misalnya Gunung Ciremai di Kuningan, Jawa Barat. Gunung yang
telah padam misalnya gunung Muria di pantai utara Jawa Tengah.
b. Gunung kumpulan banda;
Muncul dari dasar laut cekungan Banda yang sangat dalam. Secara
keseluruhan tingginya dari dasar laut hingga 5.000 meter, tetapi
yang muncul di atas muka laut tidak lebih dari 1.000 meter. Contoh
Gunung yang terkenal adalah Gunung laut Emperor di Laut Cina.
c. Gunung kumpulan Minahasa dan Sangihe;
25 Soetoto, Geologi Dasar, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), h. 114-120
21
Merupakan gunug api yang sangat aktif dan dapat di ikuti ke arah
utara sampai Mindanao. Contoh Gunung yang masuk kelompok ini
adalah Gunung Soputan dan Lokon.
d. Gunung kumpulan Halmahera;
Terdapat di bagian tengah daerah Halmahera antara makian dan
Tobello. Di bagian lain daerah ini tidak terdapat aktivitas vulkanik
sejak zaman Neogen Tua. Dalam kelompok ini Gunung yang
terkenal adalah Gunung Tidore dan Maitara. Gunung di Halmahera
jelas terletak pada satu garis lurus yang menunjukan daerah lemah
dan patahan geologi dalam kerak bumi.
e. Gunung kumpulan Sulawesi Selatan dan Bonthain
Terhitung suatu kompleks yang besar, akan tetapi sekarang tidak
aktif lagi.26
4. Karakteristik Bentuk Lahan Gunung Strato di Indonesia
Erupsi sentral adalah yang dominan diantara Gunung strato,
meskipun Gunung yagn berkerucut tunggal sangat jarang. Menurut
Kemmerling, 1915, kebanyakan Gunung strato mempunyai dua
kerucut, sebagai akibat dari pergeseran sedikit dari pusat aktivitasnya.
Gunung Merapi di Jawa Tengah sebagai contohnya, beberapa Gunung
strato lainnya menunjukkan karakteristik celah yang jelas, seperti
Gamkonora di Halmahera, erupsi areal yang benar tidak ada, meskipun
aktivitas vulkanik tersebut menyebar di sekitar Gunung Lamongan,
Jawa Timur, mungkin sebagai atribut areal atau aktivitas magmatic
poly-orificic. Dua faktor yang berperan dalam perkembangan lereng
pada Gunung strato di Indonesia, yaitu dominasi abu dan material
klastik lainnya, di sebagian besar di Indonesia tingginya curah hujan
dan hujan lebat tropis. Sebagai konsekuensinya, lereng fluvio-vulkanik
yang terbentuk oleh aliran lahar meluas. Kenampakan tersebut sering
26 Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 67-68
22
dijumpai dalam beberapa tingkat, masing-masing menunjukan fase
yang spesifik dan periode perkembangan dari .Gunung 27
5. Jenis Erupsi Gunung
Erupsi yakni proses keluarnya magma ke permukaan bumi karena
tekanan dari dalam, melalui retakan atau lubang kepundan. Menurut
sifart keluarnya magma ada yang bersifat letusan (explosive) dan
lelehan (effusive) :
a. Erupsi explosive;
Adalah keadaan dimana Gunung meletus melontarkan bahan
hamburan dari dalam bumi ke permukaan bumi, bahan hamburan
yang dilontarkan itu dalam bentuk :
1) Endapan Hidroklastik;
Endapan hidroklastik adalah bahan hamburan dari letusan
freatik Gunung yang dihasilkan oleh letusan non magmatik.
Kata hydro disini mencerminkan bahwa letusan berasal dari
uap air bertekanan tinggi sebagai hasil pemanasan air tanah
oleh magma di dalam bumi. Ini merupakan variasi dari
prioklastika yang terbentuk oleh letusan uap air.
2) Endapan / batuan prioklastika;
Bahan hamburan yang langsung berasal dari magma (Primay
magmatic materilas) disebut piroklas, onggokan piroklas
disebut endapan piroklastika dan setelah mengalami litifikasi
menjadi batuan piroklastika istilah piroklast berasal dari kata
pyro (bahasa Yunani) yang berarti api dan Clast yang berarti
bahan hamburan, butiran, fragmen, kepingan atau pecahan.
Oleh sebab itu piroklas adalah fragmen fijar atau butiran yang
mengeluarkan api (membara) pada saat dilontarkan dari dalam
bumi ke permukaan melalui kawah Gunung. Terbentuknya api
tersebut dikarenakan magma yang mempunyai temperatur
27 Herman Th. Verstappen,Garis Besar Geomorfologi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2014), h. 75-76
23
tinggi (900 – 1.2000 C) tiba –tiba dilontarkan ke permukaan
bumi dimana temperature rata-ratanya kurang dari 350 C.
b. Erupsi Effusive
Merupakan erupsi Effusive merupakan erupsi Gunung yang
menghasilkan bahan secara meleleh. Dalam arti yang
sempit/langsung kata ‘meleleh’ hanyalah memberikan kesan
keluarnya magma ke permukaan bumi kemudian mengalir
mengikuti bentang alam cekungan yang ada. Apabila berdsarkan
pengertian ini maka maka hanya aliran lava yang terpat sebagai
hasil erupsi efusiva. Namun demikian pada kenyataannya hasil
kegiatan Gunung nono eksplosif bukan hanya aliran lava dan
dalam beberapa hal produk-produk kegiatan itu saling berkaitan, da
juga lava mancur dan percikan lava pijar, lelehan lava di
permukaan hingga magma yang membentuk inrusi dangkal di
dalam tubuh Gunung.28
6. Tanda-tanda Awal Eksplosif Gunung
Masyarakat yang tinggal di lereng Gunung, yang sebetulnya
merupakan daerah rawan bencana, datang dengan keinginan sendiri,
berladang, berkelompok membentuk kampung dan desa. Akan tetapi,
apabila Gunung meletus, maka itulah yang harus dibantu dan
diselamatkan oleh pemerintah.
Sebelum melakukan kegiatan eksplosif yang oleh masyarakat
setempat dikenal dengan istilah meletus, Gunung akan menampakan
kalainan tingkah laku, yang oleh masyarakat dipandang sebagai
isyarat bahwa mereka harus bersiap-siap menyelamatkan diri. Isyarat
tersebut antara lain sebagai berikut;
a. Sering terjadi gempa vulkanik, mulai dari gempa skala kecil
hingga skala besar. Makin sering dan makin besar gempa vulkanik
berlangsung, makin dekat waktu eksplosif akan terjadi. Peranan
28 Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.
88-89 dan 96
24
petugas pos pengamat Gunung menjadi sangat penting dan
menentukan bilamana evakuasi harus dilakukan.
b. Sering timbul suara gemuruh yang dirasakan oleh masyarakat
yang tinggal di dekat daerah kepundan, sebagai akibat,
bergolaknya magma yang mencari jalan untuk keluar. Makin
sering dan makin kuat suara gemuruh tersebut, mencirikan
eksplosif akan segera terjadi.
c. Timbulnya awan panas mengakibatkan suhu di sekitar lereng
Gunung meningkat. Akbibatnya, binatang liar mulai tidak tahan
dan lari ke bawah, burung-burung berimigrasi meninggalkan
tempat yang berbahaya.
d. Timbul bau belerang yang sangat menyengat, bau tersebut akan
menyebar sesuai dengan arah tiupan angina.
e. Beberapa mata aiar di bagian lereng atas mulai mongering atau
debit airnya turun.
f. Diatas puncak Gunung sering terjadi kilatan-kilatan bunga api,
kilatan ini akan sangat mudah terlihat jelas [ada malam hari.
g. Terjadi aliran lava pijar. Aliran lava ini akan terlihat jelas pada
malam hari, melalui alur-alur. Lava pijar ini mampu membakar
apa saja yang diterjang, namun sangat indah apabila dilihat dari
kejauhan.29
Dari penjelasan di atas, ada juga penjelasan masyarakat Jawa
Tengah yang mepercayai kalau turunnya binatang dari lereng
puncak Gunung yang masih aktif, ke daerah dataran rendah
merupakan suatu petunjuk telah terjadi “ketidak nyamanan” di
lereng puncak Gunung, kejadian ini dipercaya oleh masyarakat
setempat sebagai tanda-tanda alam, sebagai penanda peringatan
kemungkinan Gunung akan meletus.30
29 Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 71-73 30 Sukandarrumidi, Geologi Medis; Pengantar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Geologi dalam
Usaha Menuju Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 160
25
Ada juga slogan yang sering terdengar masyarakat sekitar gunung
Merapi di Jawa Tengah, “Kalau Merapi Berulah, Kenali Cara Lari”,
demikian seruan yang selalu disampaikan oleh para petugas Gunung
kepada masyarakat sekitar.31
7. Bahaya Letusan Gunung
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Gunung, hampir
seluruh pulau di Indonesia banyak di temui Gunung baik yang aktif
maupun yang tidak aktif. keadaan ini juga menjadikan tanah yang ada
di Indonesia sebagian besar termasuk pada jenis tanah vulkanik, tanah
ini merupakan tanah yang kaya akan unsur hara yang cocok bagi
tumbuhan jenis ini tentunya menguntungkan bagi para petani
khususnya. makanya tidak salah jika musisi terkenal seperti Koes
Ploes pernah menuliskan dalam lirik lagunya “…tongkat dan kayu jadi
tanaman” mungkin ini penggaambaran betapa suburnya negeri ini.
Karena banyak Gunung yang menempati di sebagian pulau
Indonesia, keadaan seperti ini disamping banyak keuntungan dalam hal
kesuburan tanahnya, keadaan ini juga menjadi ancaman bagi para
penghuninya. Diantara jenis bahaya Gunung yang paling pasti adalah
bahaya erupsi Gunung.
Bahaya yang mungkin timbul dapat merupakan bahaya
primer atau bahaya sekunder. Bahaya tersebut berasal dari hal-hal
berikut:
a. Awan panas;
Daerah yang dilewati aliran awan panas merupakan daerah yang
menderita paling parah. Arah mengalirnya awan panas
dipengaruhi oleh bentuk kawah/kepundan. Awan panas yang
dikeluarkan oleh gunung Merapi pada tahun 1994 telah
menghancurkan desa Turgo di lereng Merapi bagian selatan.
Puluhan rumah terbakar. (peristiwa; pada saat itu akan
31 Sukandarrumidi, Geologi Medis; Pengantar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Geologi dalam
Usaha Menuju Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 165
26
berlangsung acara pernikahan. Sepasang pengantin, keluarga, dan
rumah ikut hangus terbakar)
b. Kebakaran Hutan;
Biasanya terjadi di sepanjang alur sungai yang di lalui oleh awan
panas. Tanaman kayu mongering sedangkan semak-semak dan
rerumputan terbakar, namun dalam waktu singkat akan segera
tumbuh kembali.
c. Eksplosif (letusan);
Yang memnuntahkan material vulkanik dari ukuran bom hingga
debu, bangunan rumah terutama atap tidak mampu menahan
timbunan material vulkanik ini, hingga akhirnya roboh. Tanaman
akan tertutup, terpanggang oleh panas material vulkanik, dan
akhirnya mati. Apabila tanaman tersebut merupakan tanaman
perkebunan atau tanaman semusim, tentunya petani akan
mengalami kerugian.
d. Banjir lahar dingin;
Akan melewati sungai yang berhulu di puncak biasanya hal ini
terjadi pada musim hujan dan membanjiri daerah hilir,
memperdalam alur sungai, serta menimbulkan longsoran tebing.
e. Keluar dan menyebarnya uap belerang;
Arah aliran uap belerang tergantung pada arah angin, uap belerang
dapat menyebabkan sesak napas dan apabila berkelanjutan dapat
mengakibatkan keracunan pada paru-paru, yang mengakibatkan
kematian.
f. Longosoran kubah lava;
Ini terjadi setelah Gunung mengeluarkan material vulkanik dan
membentuk kubah lava, seperti yang terjadi di gunung Merapi
pada saat mengeluarkan awan panas pada September 2007,
bahaya selanjutnya adalah longsoran kubah lava yang belum stabil
dan bersama air hujan akan akan mengalir turun hingga banjir
lahar. Berdasrakan pengalaman, banjir lahar turun setiap kali
turun hujan dengan intensitas hujan yang cukup tinggi, dengan
27
curah hujan lebih dari 40 mm selama dua jam berturut-turut.
Apabila tidak ada anomali pada alur sungai yang berujung di
puncak gunung, aliran lahar itu tetap mengalir mengikuti alur
sungai sehingga tidak akan menimbulkan bencana akibat
meluapnya lahar ke permukiman.
g. Kesulitan mendapatkan air bersih;
Masyarakat disekitar Gunung umumnya kesulitan mendapatkan
air bersih, karena mata air banyak yang hilang akibat terkena
longsoran.32
8. Jenis Bahaya Letusan Gunung
Mekanisme perusakan perusakan bahaya letusan Gunung di bagi
menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu:
a. Bahaya Utama (Primer)
Bahaya utama (sering juga disebut bahaya langsung) letusan
Gunung adalah bahaya yang langsung terjadi ketika proses
peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya ini adalah sebagai
berikut;
1) Awan Panas (Piroclastic Flow)
Awan panas adalah campuran material letusan antara gas dan
bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat
densitasnya yang tinggi dan merupakan akibat adonan yang
jenuh, menggulung secara turbulensi bagaikan gulungan awan
yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tiggi (antara
300-7000 C) kecepatan luncurannya pun sangat tinggi, > 70
Km per jam (tergantung kemirignan lereng).
2) Lontaran Batu Pijar (Pijar)
Lontaran material (pijar) terjadi ketika letusan (magmatik)
berlangsung. Jauhnya lontaran sangat bergantung dari
32 Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 73-75
28
besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya.
Selain suhunya tinggi (>2000 C), ukurannya pun besar (garis
tengah >10 cm), sehingga dapat membakar sekaligus melukai,
bahkan mematikan mahluk hidup, yang lazim disebut sebagai
“Bom Vulkanik”
3) Hujan Abu Lebat
Hujan abu lebat terjadi ketika letusan Gunung sedang
berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir
halus) diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu,
arahnya tergantung arah angin, karena ukurannya halus, maka
berbahaya bagi pernafasan, mata, dapat mencemari air tanah,
merusak terumbuhan (terutama daun), kosorif pada atap seng
dan pesawat terbang (terutama yang bermesin jet) karena
mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam.
4) Leleran Lava (Lava Flow)
Lava adalah magma yang mencapai permukaan, sifatnya
liquid (cairan kental) dan bersuhu tinggi, antara 700-12000 C.
karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng
atau lembah dan membakar apa saja yang dilalauinya menjadi
ladang batu.
5) Gas beracun
Gas racun yang muncul dari Gunung tidak selalu di dahului
oleh letusan, akan tetapi dapat keluar dengan sendirinya
melalui celah bebatuan yang ada, meskipun kerap kali diawali
oleh letusan gas utama yang biasa muncul dari celah bebatuan
Gunung adalah CO2, H2S, HCI, SO2 dan CO. yang paling
kerap dan sering menjadi penyebab kematian adalah CO2. Sifat
gas jenis ini lebih berat dari udara sehingga cenderung
menyelinap di dasar lembah atau cekungan terutama bila
malam hari, cuaca kabut atau tidak berangin, karena dalam
suasana tersebut konsentrasinya akan bertambah besar.
Sebagai contoh gunung Tangkubanparahu, Gunung Dieng,
29
Gunung Ciremai, dan Gunung Papandayan, terkenal memiliki
karakteristik letusan gas dan sering menelan korban karena
keberadaan gas yang dikandungnya dan dikenal dengan
lembah maut.
b. Bahaya Ikutan (Sekunder)
Bahaya ikutan lettusan Gunung adalah bahaya terjadi setelah
proses peletusan berlangsung. Apabila suatu Gunung meletus
akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di
puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba
sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta
adonan lumpur yang turun ke lembah sebagai banjir lahar
dingin.33
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan dan hampir
sama sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini diantaranya seperti
terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Tabel hasil penelitian yang relevan
No. Judul
Peneliti Hasil Persamaan Perbedaan
1. Analisis Kesiapsiagaan
Masyarakat dan
Pemerintah dalam
Menghadapi Erupsi
Gunung Kelud Tahun
2014 (Puspita Indra
Wardhani, dkk)
1. Bagaimana keselarasan
pemerintah dan masyarakat
dalam menghadapi bencana.
2. Mengetahui lembaga
pemerintah yang kinerjanya
kurang optimal terkait
kebencanaan, seperti
SATLAK PBP, Sebagai
posko pusat yang menangani
1. Memiliki persamaan
dalam mencari tahu
kesiapsiagaan dalam
suatu masyarakat.
2. sama-sama mengkaji
letusan Gunung
1. Tidak melibatkan
lembaga
pemerintah terkait
kebencanaan
dalam penelitian
ini.
2. Lingkup objek
sasaran penelitian
kesiapsiagaan
33 Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.
124
30
segala kebutuhan, lembaga
khusus yang menangani
bencana yang dinilai kurang
perihal kinerjanya.
Penanganan banyak dibantu
oleh pihak TNI dan POLRI.
3. Adanya kekurangan yang
harus dilakukan seperti dalam
hal penyusunan dan
memperbaharui rencana
kontijensi untuk
memudahkan pengeolaan
bencana pada masa krisis.
4. Kurang baiknya Standart
Operational Procedures
(SOP) harus disusun dengan
baik agar mempermudah alur
penanganan bencana.
5. Kurangnya manajemen dan
stok logistik pada setiap
wilayah yang terkena bahaya
bencana. 34
lebih luas.
2. Analisis Kerentanan
Bencana Letusan
Gunung Ceremai di
Kecamatan Cilimus
Kabupaten Kuningan
(Asep Zaenudin)
1. Berdasarkan hasil analisis
dalam kerentanan sosial
kependudukan, kepadatan
penduduk yang tergolong
sangat padat ini membuat
sangat rentan terhadap
bencana mengingat akan
mengganggu proses
evakuasi saat bencana
1. sama-sama meniliti
tentang bencana
Gunung
2. studi kasus tempat
yang sama
3. sama-sma tidak
melibatkan lembaga
kebencanaan
pemerintah
1. objek sasaran
lebih luas
melingkupi satu
kecamatan
2. pembahasan
penelitian lebih
kepada pra
bencana
34 Junun Sartohadi dkk, Bungan Rampai Penelitian, Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud
pada Periode Krisis Erupsi 2014 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 122
Tabel 2.1 (Lanjutan)
31
terjadi apabila tidak
terkendali dan terjadi
kepanikan dan perlu di
perhatikan apabila laju
pertumbuhan penduduk
semakin tinggi karena hal
ini dapat meningkatkan
kerentanan bencana suatu
wilayah.
2. Perlunya peningkatan
perhatian terhadap
kelompok masyarakat yang
rentan terhadap dampak
bahaya bencana, terutama
pada penduduk yang
berusia dibawah 5 tahun
dan penduduk yang berusia
lebih dari 65 tahun serta
penduduk perempuan harus
tetap di perioritaskan untuk
dibantu dalam proses
evakuasi bencana
berlangsung.
3. Berdasarkan hasil analisis
tingginya jumlah penduduk
yang bermata pencaharian
di bidang pertanian akan
memberikan dampak
terhadap tingkat kerentanan
bencana letusan Gunung,
sedangkan penduduk
miskin atau keluarga pra
Tabel 2.1 (Lanjutan)
32
sejahtera tidak terlalu
banyak.
4. Berdasarkan hasil analisis
kerentanan termasuk
kedalam klasifikasi sedang,
tentunya ini tetap perlu
menjadi perhatian agar
tidak menimbulkan korban
dan kerugian yang besar
dengan melakuka
5. n sosialisasi tentang
kebencanaan dan prosedur
mitigasi bencana
F. Sinopsis
Indonesia merupakan wilayah dengan jumlah Gunung
terbanyak dunia, hampir setiap pulau di Indonesia dihuni gunung,
baik itu gunung yang masih aktif atau gunung yang tidak aktif.
Hal ini terjadi akibat karena letak geografis Indonesia yang
berada pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia.
Yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Eurasia
di bagian utara dan lempeng pasifik di bagian timur.
Pergerakan ketiga lempeng itu salahsatunya menyebabkan
terbentuknya Gunung, yang tersebar di sepanjang pulau Sumatera,
Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Wilayah yang hampir didominasi gunung aktif ini selain
memberikan dampak positif, berupa tanah yang subur disekitar
pegunungan, banyaknya sumber mata air, menyediakan bahan
tambang pasir, atau sebagai penyedia energi panas bumi, tentu dari
banyaknya gunung aktif ini juga merupakan sebuah ancaman serius
bagi penghuninya bisa jadi kehilangan harta benda atau memakan
korban jiwa jika sewaktu-waktu terjadi bencana letusan guung api.
Tabel 2.1 (Lanjutan)
33
Kondisi ini tentunya tidak dapat kita hindari, yang ada kita
hanya bisa meminimalisir dari dampak yang diakibatkan oleh
bencana letusan Gunung, dengan cara diberikan pelatihan dari
instansi pemerintah yang bergerak di bidang kebencanaan, bisa
berupa pelatihan Pengurangan Resiko Bencana (PRB), pelatihan
Mitigasi Bencana dan jenis pelatihan atau penyuluhan lainnya yang
nantinya akan bermuara pada kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan Gunung.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan
pada bulan Juli 2018. Adapun peta lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar
3.1.
PETA DESA CISANTANA
KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN KUNINGAN
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian
B. Metode Penelitian
Metode penelitian berisi jenis penelitian yang digunakan peneliti untuk
memecahkan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode survei.
Menurut Sofian “Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok”35
35 Sofian Efendi dan Tukiran, Metode Penelitian Survei, (Jakarta; LP3ES, 2012), Cet. Ke-
XXX, h.3
35
C. Alat dan Bahan
1. Alat
A. Seperangkat perangkat keras berupa laptop
B. Perangkat lunak komputer (software) berupa aplikasi yang digunakan
untuk pengolahan data, antara lain:
1) Microsoft Word untuk penulisan laporan
2) ArcView 3.3 untuk digitasi peta
3) Printer untuk mencetak hasil penelitian.
2. Bahan
a. Data Primer
Menurut Sugiono “Data primer adalah data yang langsung memberikan
kepada pengumpul data atau sumber pertama dimana sebuah data
dihasilkan.36 Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi,
dan data primer yang dibutuhkan adalah angket.
b. Data Sekunder
Menurut Sugiono “Data sekunder adalah data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
lewat dokumen”. 37 Data dapat berupa majalah, publikasi dari berbagai
organisasi, lampiran-lampiran dari badan resmi seperti kementrian, hasil
studi, tesis, hasl survey, studi historis, dan sebagainya. Sumber data
sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang
diharapkan. Mernurut Burhan “Sumber data sekunder juga dapat
memberikan keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan
pembanding”.38 Data sekunder yang digunakan adalah:
1) Data jumlah penduduk Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan
2) Studi kepustakaan yang dapat diperoleh dari literatur yang relevan
dan berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti seperti artikel,
surat kabar, buku, makalah, skripsi, tesis dan sumber bacaan lain
36 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung; CV Alfabeta, 2010). h.308 37 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung; CV Alfabeta, 2010). h.308 38 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Prenada media, 2005), h.
112
36
3) Studi dokumentasi dari media gambar, peta dan dokumen-
dokumen dari dinas terkait mitigasi bencana.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
memunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga
bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu39.
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditentukan populasi
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga di Desa
Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.
2. Sampel
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya
akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari
populasi harus betul-betul representatif (mewakili)40.
Dilihat dari prinsip pengambilan sampel, jumlah populasi tersebut akan
diambil sampelnya dengan merujuk pada pendapat Suharsimi Arikunto yaitu:
“apabila obyeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semuanya sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sebaliknya, apabila obyeknya lebih
besar dapat diambil 10%-15% atau 20% atau lebih41.
39 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 117. 40 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 118. 41 Suharsimi Arikunto , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Rineka Cipta,
2013, Cet. Ke-15), h. 173.
37
Maka diputuskan untuk mengambil sampel pada satu desa yaitu Desa
Cisantana, Dusun Cisantana Adapun peta sebaran sampel seperti terlihat pada
Gambar 3.2
Gambar 3.2 Peta sebaran sampel
D. Tahapan Penelitian
Tahap-Tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
1. Menentukan masalah penelitian, dalam tahap ini peneliti mengadakan studi
pendahuluan.
2. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti mulai dengan menentukan sumber
data, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, mitigasi
bencana dan tentang Gunung. Pada tahap ini diakhiri dengan pengumpulan
data dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
3. Analisis dan penyajian data, yaitu menganalisis data dan akhirnya ditarik
suatu kesimpulan
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis
melakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :
Peta Sebaran Sampel
Keterangan :
Mewakili 3 orang
38
1. Kuesioner (Angket)
Kuesioner meliputi berbagai instrument di mana subjek menanggapi untuk
menulis pertanyaan untuk mendapatkan reaksi, kepercayaan dan sikap.
Peneliti memilih atau membangun perangkat pertanyaan yang tepat dan
meminta kepada subjek untuk menjawabnya, biasanya dalam suatu form yang
meminta subjek untuk mengecek responden ( misalnya: ya, tidak, mungkin)42.
Teknik ini untuk mengumpulkan data melalui komunikasi secara tidak
langsung, dalam hal ini sampel penelitian yaitu sebagian warga Desa
Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Kuisioner ini akan
disebarkan pada warga Desa Cisantana yang berjumlah 25 Kepala Keluarga,
untuk menggali data tentang pengetahuan dan sikap , rencana tanggap darurat,
sistem peringatan bencana dan mobilisasi sosial dalam menghadapi bencana
letusan Gunung.
Adapun kisi-kisi angket seperti terlihat pada Tabel 3.1,
menjelaskan tentang indikator, nomor soal dan jumlah butir soal.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Angket
No. Indikator Nomor Soal Jumlah
Soal
1. Pengetahuan dan Sikap 1,2,3,4,5,6 6
2. Rencana tanggap darurat 7,8,9,10,11,12 6
3. Sistem peringatan bencana 13,14,15,16,17,18 6
4. Mobilisasi sosial 19,20,21,22,23,24 6
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
42 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian:Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2012), h. 97.
39
responden yang lebih mendalam dan jumlah repondennya sedikit/kecil 43 .
Adapun informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini antara lain
kepala desa dan tokoh masyarakat serta masyarakat asli Desa Cisantana,
Kabupaten Kuningan, untuk menggali tentang kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan Gunung dan peran pemerintah setempat
dalam melakukan tindakan saat bencana letusan Gunung terjadi.
Adapun tabel pedoman wawancara seperti terlihat pada Tabel 3.2,
menjelaskan tentang indikator, nomor soal dan jumlah soal.
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No. Indikator Nomor Soal Jumlah Soal
1. Pengetahuan dan Sikap 1 1
2. Rencana Tanggap Darurat 2 1
3. Sistem Peringatan Bencana 3 1
4. Sistem Peringatan Bencana 4 1
5. Mobilisasi Sosial 5 1
3. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan situasi sosial warga Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan. Kemudian yang dapat dijadikan data dokumentasi yaitu
berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang atau
masyarakat sekitar, serta sebagai data pendukung dari data observasi dan
wawancara44.
Dan yang terakhir tabel studi dokumen seperti terlihat pada Tabel 3.3,
menjelaskan tentang dokumen yang dibutuhkan dan sumber dokumen lainnya
yang mendukung.
43 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 194. 44 Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&d, (Bandung:
Alfabeta, 2012, h 329.
40
Tabel 3.3
Data yang Dibutuhkan
No. Dokumen yang Dibutuhkan Sumber
1. Data Monografi Desa Cisantana,
Kabupaten Kuningan
Kantor Desa Cisantana,
Kabupaten Kuningan
2. Data penduduk Desa Cisantana,
Kabupaten Kuningan
Kepala Desa Cisantana,
Kabupaten Kuningan
F. Langkah-langkah Pengolahan Data dan Analisis Data
Sesuai teknik pengolahan data, mencakup dua karakteristik yaitu data
kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengelola data dengan metode kuantitatif dalam
penulisan ini, penulis melakukan langkah sebagai berikut:
1. Editing yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang diserahkan
oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu persatu, tujuannya
untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan
yang telah diselesaikan. Jika ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab,
maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk
menyempurnakan jawabannya.
2. Scoring yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pertanyaan yang terdapat dalam angket. Dalam setiap pertanyaan dalam
angket terdapat 2 butir jawaban yaitu: ada dan tidak ada yang harus dipilih
oleh responden.
3. Tabulating yaitu setelah diketahui setiap indikatornya, maka seluruh data
tersebut ditabulasikan dalam bentuk tabel untuk kemudian diketahui
perhitungannya45.
Adapun dari data wawancara dan dokumentasi merupakan data kualitatif yang
berguna untuk melengkapi data kuantitatif yang akan digunakan sebagai
pendukung.
45 Mardialis Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1989), H.137.
41
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan memaparkan data hasil
pengamatan tanpa diadakan pengujian hipotesis. Data yang terkumpul ditata
dalam tabel frekuensi. Tabel tersebut akan menghasilkan gambaran secara
deskriptif mengenai kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
Gunung.
Gambaran tentang kesiapsiagaan diperoleh dari pemberian asumsi nilai
skoring kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana bencana letusan
Gunung yang dibagi menjadi parameter kesiapsiagaan yaitu, sangat siap, siap,
kurang siap, tidak siap, dan sangat siap.
Nilai skor tersebut diperoleh dari pemberian asumsi skor pada setiap
jawaban instrument. Kemudian dari nilai skor dicari nilai terendah dan
tertingginya. Apabila nilai sudah diketahui nilai terendah dan tertinggi maka akan
digunakan dalam mencari interval skor untuk pemberian nilai pada setiap
kategori. Untuk menganalisis tingkat kesiapsiagaan digunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan : i = lebar interval
R = nilai tertinggi dikurangi nilai terendah
Asumsi nilai skor kesiapsiagaan terhadap bencana letusan Gunung dapat dilihat
pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Nilai Skor Kesiapsiagaan terhadap Bencana Letusan Gunung
No. Variabel Indikator Alternatif Jawaban Skor
1. Pengetahuan dan
sikap tentang
risiko bencana
letusan Gunung
Pengetahuan tentang
bencana
a. Mengetahui
b. Tidak mengetahui
1
0
Pengetahuan tentang
bencana letusan
Gunung
a. Mengetahui
b. Tidak mengetahui
1
0
Pengetahuan tentang a. Mengetahui 1
i = Jarak pengukuran (R)
Jumlah Interval
42
penyebab letusan
Gunung
b. Tidak mengetahui 0
Tanda-tanda akan
terjadi letusan
Gunung
a. Mengetahui
b. Tidak mengetahui
1
0
Pengetahuan tentang
dampak letusan
Gunung
a. Mengetahui
b. Tidak mengetahui
1
0
Sikap saat terjadi
letusan Gunung
a. Mengungsi
b. Tetap tinggal
dirumah
1
0
2. Rencana tanggap
darurat
Rencana evakuasi a. Ada rencana
evakuasi
b. Tidak ada rencana
1
0
Alat transportasi
untuk keadaan darurat
a. Ada alat
transportasi untuk
keadaan darurat
b. Tidak ada alat
transportasi untuk
keadaan darurat
1
0
Kerabat/keluarga yang
menyediakan tempat
pengungsian
sementara
a. Ada
kerabat/keluarga
yang
menyediakan
tempat
pengungsian
b. Tidak Ada
kerabat/keluarga
yang
menyediakan
tempat
pengungsian
1
0
Perlengkapan
evakuasi dan barang-
barang
a. Ada perlengkapan
evakuasi
b. Tidak ada
perlengkapan
evakuasi
1
0
Obat-obatan untuk
pertolongan pertama
a. Ada obat-obatan
b. Tidak ada obat-
obatan
1
0
Pembagian tugas
dalam tindakan
penyelamatan
a. Ada pembagian
tugas
b. Tidak ada
pembagian tugas
1
0
Tabel 3.4 (lanjutan)
43
3.
Sistem peringatan
bencana
Sistem peringatan
berbasis kesepakatan
lokal
a. Ada peringatan
b. Tidak ada
Peringatan
1
0
Alat penanda
peringatan bencana
letusan Gunung
a. ada (sebutkan)
b. tidak ada
1
0
Sistem peringatan dari
informasi resmi
a. Ada sistem
peringatan dari
informasi resmi
b. tidak ada
peringatan dari
informasi resmi
1
0
Sistem peringatan
berbasis teknologi
a. Ada
b. Tidak ada
1
0
Simulasi atau latihan
evakuasi
a. Pernah mengikuti
b. Tidak perna
mengikuti
1
0
Jumlah keikutsertaan
dalam pelatihan
kebencanaan
a. 1 atau lebih dari 1
kali
b. Belum pernah
1
0
Anggota keluarga
yang pernah
mengikuti
seminar/pertemuan/
workshop/pelatihan
mengenai
kesiapsiagaan bencana
a. Ada anggota
keluarga yang
mengikuti
b. Tidak ada
anggota keluarga
yang mengikuti
1
0
4. Mobilisasi sosial Kepemilikan materi
bencana Letusan
Gunung
a. Ya memiliki
b. Tidak memiliki
1
0
Akses informasi dari
sumber lain mengenai
letusan Gunung
a. Ya memiliki
b. Tidak memiliki
1
0
Anggota keluarga
yang memiliki
keterampilan
mengenai
kesiapsiagaan bencana
a. Ya ada
b. Tidak ada
1
0
Pendanaan untuk
menghadapi bencana
a. Ada
dana/anggaran
b. Tidak ada
1
0
Tabel 3.4 (Lanjutan)
44
dana/anggaran
Jaringan sosial
(Saudara/teman) yang
siap membantu saat
bencana
a. Ada bantuan
b. Tidak ada
bantuan
1
0
Kesepakatan di dalam
keluarga untuk
melakukan simulasi
bencana
a. Ya ada
b. Tidak ada
1
0
Jumlah Skor tertinggi 25
Skor terendah 0
Berdasarkan Tabel 3.4 tentang nilai skor kesiapsiagaan terhadap bencana
letusan Gunung diperoleh nilai skor tertinggi adalah 25 dan nilai skor terendah
adalah 0. Nilai skor tersebut digunakan untuk mencari niai interval skor dengan
rumus sebagai berikut:
i = Jarak Pengukuran (R)
Jumlah Interval
i = (25−0)
5
i = 5
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai interval skor yaitu 5.
Interval skor tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai pada setiap
kategori kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung
seperti terlihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5
Skor Kategori Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat
No. Interval skor Kategori parameter
1. 21 – 25 Sangat siap
2. 16 – 20 Siap
3. 11 – 15 Kurang siap
4. 6 – 10 Tidak siap
5. 0 – 5 Sangat tidak siap
Tabel 3.4 (Lanjutan)
45
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data
Tenik pemeriksaan keabsahan data atau uji kebsahan data dalam penelitian
kualitatif ini, di tekankan pada validitas dan realibilitas. Validitas merupakan
derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti, sedangkan relibilitas berkenaan dengan derajat
konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Oleh karena itu Susan Stainback
menyatakan bahwa, “penelitian kuantitatif lebih menekankan pada aspek
realibilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas”.46
Dalam penelitian kualitatif terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu
validitas internal yang berkenaan dengan derajad akurasi desain penelitian dengan
hasil yang dicapai, kalau dalam desain penelitia dirancang untuk menkaji
kehidupan sosial masyarakat Urban, maka data yang diperoleh seharusnya data
yang akurat tentang kehidupan sosial masyaratak urban. Penelitiian menjadi tidak
valid apabila yang ditemukan adalah motivasi masyarakat urban.
“jadi uji keabsahan data dalam penelitian kualitaitif meliputi uji
Credibility (validitas internal), Transferability (validitas eksternal), Dependability
(realibilitas), dan Comfirmabilility (obyektibilitas).47
Jadi, maksud perpanjang waktu uji keabsahan data yang dilakukan agar
data yang diperoleh peneliti memungkinkan meningkatkan derajad kepercayaan.
Sehingga terbangun rasa percaya subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan
diri peneliti sendiri. Ketekunan dan keseriusan pengamatan bermaksud untuk
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situsai yang sangat relevan dengan
persoalanatau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci.
Trigulasi data yaitu memeriksa keabsahan data melalui sumber, metode
penyidik teori. Trigulasi data dengan sumber yang digunakan untuk
memcocockan hasil wawancara yang telah dilakuakn dengan data yang diperoleh
dari hasil pengamatan dan dokumentasi, membandingkan apa yang ada dari
sumber data di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, dan apa
46Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. (Bandung: alfabeta
2013), hal. 240.
47 Ibid., hal. 240.
46
yang dikatakan informan dalam situasi penelitian dengan perspektif orang lain
ketika ketika sendirian.
Auting, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh dalam proses
pengumpulannya, dengan dilakuakan pencocokan semua catatan-catatan
pelaksanaan keseluruhan proses penelitian dengan dokumentasi yang berkaitan
dengan fokus penelitian.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Letak Geografis Daerah Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Secara geografis gunung Ciremai tereletak pada koordinat 1080
20’- 1080 40’ BT dan 60 40’ - 680 58’ LS, sedangkan secara administratif
Gunung ini berada di tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Kuningan dan kabupaten Majalengka, dengan ketinggian 3078
MDPL, Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan berada di kecamatan Cigugur,
Desa Cisantana yang merupakan bagian dari Kabupaten Kuningan.
Adapun pembagian dan batas desa Cisantana:
Utara : Gunung Keling
Timur : Kelurahan Cigugur
Selatan : Desa Babakan M ulya
Barat : Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
b. Kondisi Iklim
Desa Cisantana termasuk Desa yang berada di kawasan dataran
tinggi yaitu 750-1.200 mdpl, dimana iklim curah hujannya 2.500
mm/th, jumlah bulan hujan 3-6 bulan, suhu rata-rata harian 26-320 C.
dengan perincian sebagai berikut :
48
1) Musim Kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober
2) Musimpenghujan berlangsung antara bulan November – mei,
dengan curah hujan rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun, dan curah
hujan paling tinggi terjadi antara bulan Desember – Maret.
c. Kondisi Heterografi
Di wilayah kelurahan Cigugur terdapat beberapa sungai diantaranya
adalah :
1) Sungai Cigeurang yang melintasi wilayah Cigugur tepatnya
melintasi RT 14/15/16/17/32 RW. 04/05/06.
2) Sungai Citamba yang melintasi wilayah kelurahan Cigugur
tepatnya pada RT. 03 RW. 01
d. Kondisi Vegetasi
1) Sawah
Kelurahan Cigugur terdapat lahan sawah seluas ± 80 Ha yang
luasnya merupakan 26,67 % bagian dari luas wilayah Kelurahan
Cigugur.dilihat dari karakteristik tanah Cigugur merupakan lahan
yang subur untuk diolah dan ditanami sepanjang tahun.
2) Ladang
Wilayah kelurahan Cigugur terdapat lahan lading atau tegalan yang
arealnya lebih luas dari pesawahan dengan luas ± 83 Ha yang
sebagian besar terletak disebelah barat. Laha tersebut dominan
ditanami oleh ubi kayu, jagung serta sebagian besar merupakan
tanaman tahunan.
e. Kondsisi Geologi dan Geomorfologi
Kawasan desa Cisantana hampir didominasi oleh betuk bentang
alam yang memperlihatkan relief baik halus maupun kasar,
membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi.
Secara leibih rinci satuan morfologi perbukitan dapat dibagi menjadi
tiga saubsatuan, yakni: subsatuan morfologi perbukitan landau dengan
kemiringan lereng 5% - 15% dan memperlihatkan relief halus:
subsatuan morfologi perbukitan sedang dengan kemiringan lereng
berkisar antara lebih dari 15% hingga 40% dan memperlihatkan relief
49
sedang. Dan subsatuan morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan
lebih dari 40% dan memperlihatkan relief kasar.
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian
a. Jumlah Penduduk menurut kelompok umur
Umur responden kondisi umum masyarakat Desa Cisantana yang
menjadi subyek penelitian. Umur tersebut dihitung dari tahun
responden lahir hingga pada saat penelitian ini diambil dan diukur
dalam satuan tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa umur
responden yang termuda 16 tahun sedangkan umur tertua 65 tahun.
Karakteristik umur responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Penduduk menurut Kelompok Umur
NO RENTANG UMUR JUMLAH
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 0-4 255 237 492
2 5-9 291 238 529
3 10-14 270 226 496
4 15-19 243 199 442
5 20-24 240 173 413
6 25-29 217 206 423
7 30-34 224 215 439
8 35-39 265 84 549
9 40-45 254 218 472
10 46-49 225 215 440
11 50-54 197 183 380
12 55-59 146 167 313
13 60-64 166 143 309
14 65-69 100 104 204
15 70-74 87 86 173
17 75 keatas 101 109 210
Jumlah 3.281 3.003 6.284
Sumber : Kuningan dalam Angka 2017
50
Adapun penjelasan Tabel 4.1 dapat dilihat lebih ringkas pada
gambar 4.3 guna memudahkan untuk pengelompokan penduduk
berdasarkan kelompok umuur
Gambar 4.3 Piramida Penduduk Desa Cisantana
Menrut Jenis Kelamin
B. Deskripsi Responden
1. Karaktersitik Responden
Pengumpulan data di lapangan tentang kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai yaitu menyebar
angket ke beberapa warga di Desa Cisantana dan wawancara kepada
aparatur Desa dan beberapa warga asli Desa Cisantana yang merupakan
data konkret untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan penulisan
skripsi.
a. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Umur
Umur responden merupakan kondisi umum masyarakat Desa
Cisantana, Desa Cisantana yang menjadi subyek penelitian. Umur
tersebut dihitung dari tahun responden lahir hingga pada saat
penelitian ini diambil dan diukur dalamsatuan tahun. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa umur responden yang termuda adalah 16 tahun
sedangkan umur tertua 65 tahun. Karakteristik umur responden dapat
dilihat pada Tabel 4.2
10 5 0 5 10
0-4
10-14
20-24
30-34
40-45
50-54
60-64
70-74
51
Tabel 4.2
Karaktersitik Responden Desa Cisantana menurut Umur
No. Kelompok Umur Responden (Th) Jumlah Persentase (%)
1 < 20 2 8%
2 20 – 29 4 16%
3 30 – 39 7 28%
4 40 – 49 6 24%
5 50 – 59 3 12%
6 > 60 3 12%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa umur responden paling
banyak yaitu keompok umur 30 – 39 sebesar 7 jiwa atau sebesar 28%,
dan jumlah responden paling sedikit pada rentang umur < 20 tahun
sebesar 2 jiwa atau sebesar 8%. Data tersebut menunjukan bahwa
hampir semua responden tergolong dalam umur yang produktif.
Masyarakat pada umur yang masih produktif akan lebih aktif
dalam meningkatkatkan pengetahuan terhadap bencana dan dalam
melakukan upaya meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana letusan Gunung.
b. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini adalah
pendidkan formal responden yaitu tahun sukses atau lamanya
pendidikan formal. Yang pernah diikuti oleh responden. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seeseorang maka semakin luas pengetahuan
dan wawasannya, sehingga pemikirannya lebih berkembang dalam
menghadapi dalam menyikapi masalah termasuk juga dalam
melakukan upaya kesiapsiagaan bencana letusan Gunung. tingkat
pendidikan responden seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Desa Cisantana Menurut Tingkat
Penddidikan
52
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 1 4%
2 Lulus SD 4 16%
3 Lulus SMP 5 20%
4 Lulus SMA 12 48%
5 Lulus Akademik/PT 3 12%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan terendah adalah tidak sekolah dan tingkat pendidikan
tertinggi adalah sarjana. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka akan semakin baik pengetahuan yang dimiliki terkait bencana,
salah satunya bencana letusan Gunung. Tabel 4.3 menunjukan tingkat
pendidikan responden dengan tingkat terbanyak yaitu pada jenjang
SMA sebesar 48%. Responden dengan tingkat pendidikan yang paling
sedikit adalah tidak sekolah sebesar 4%. Secara keseluruhan tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini cukup baik, karena
sebagian besar responden mengikuti pendidikan formal dengan tahun
sukses tamat SD, SMP, SMA maupun tamat akademik atau perguruan
tinggi.
c. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan merupakan gambaran kegiatan ekonomi yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya.
Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan seperti
terlihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Petani 4 16%
2 Karyawan Swasta 3 12%
3 Wirasawasta 6 24%
53
4 Pelajar 2 8%
5 Ibu Rumah Tangga 10 40%
Jumlah 25 100%
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bawha sebagian besar responden
dalam penelitian ini memliki pekerjaan sebgai Ibu rumah tangga
sebesar 40% dan pekerjaan responden paling sedikit dengan presentase
terendah adalah pelajar sebesar 8%. Dan Ibu rumah tangga menjadi
sector paling banyak di masyarakat Desa Cisantana. Namun ada juga
yang bekerja sebagai karyawan swasta 12% untuk mencari nafkah
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin baik kondisi perekonomian
seseorang maka kemampuan untuk menyiapkan tabungan menghadapi
bencana dan perlengkapan untuk keadaan darurat ketika terjadi
bencana letusan Gunung dapat terpenuhi.
d. Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga merupakn jumlah banyaknya anggota
keluarga yang berada dalam satu rumah. Semakin sedikit anggota
keluarga maka dalam proses evakuasi saat terjadi bencana letusan
Gunung dating akan lebih efektif dan dapat meminimalisir munculnya
korban. Jumlah anggota keluarga dapat disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Karakteristik Responden Desa Cisantana Menurut Jumlah
Anggota Keluarga
No Jumlah Anggota
Keluarga
Jumlah Persentase (%)
1 1 – 2 7 28%
2 3 – 4 9 36%
3 5 – 6 6 24%
4 > 7 3 12%
Jumlah 25 100%
Tabel 4.4 (lanjutan)
54
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden Desa Cisantana memiliki jumlah keluarga 3-4 jiwa yaitu
sebesar 36%. Responden dengan 1-2 jiwa sebesar 28%, sedangkan
pressentasi paling rendah 12% dengan jumlah anggota keluarga lebih
dari 7 jiwa. Jumlah anggota keluarga menjadi kerakteristik responden
dalam penelitian ini karena dalam proses evakuasi saat keadaan
darurat, seseorang kepala keluarga bertanggung jawab penuh atas
keselamatan seluruh anggota keluarga, jadi semakin sedikir jumlah
anggota keluarga maka akan mempermudah dalam proses evakuasi.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Hasil Observasi
Dari hasil observasi dapat dilihat lokasi Desa Cisantan a berada
didekat lereng Gunung Ciremai sehingga sangat rentan terhadap dampak
bencana letusan. Kondisi ini tentunya membuat masyarakat harus lebih
hati-hati dan mempersiapkan bencana letusan jika sewaktu-waktu bencana
itu datang masyarakat harus sudah mempersiapkan alat transportasi guna
memudahkan saat evakuasi masyarakat yang terkena bencana letusan, alat
transportasi ini sangat penting guna meminimalisir kerugian dan
kehilangan harta benda.
Di Desa Cisantana alat transportasi yang digunakan sudah
memenuhi kriteria standar kemanan dan memiliki daya tamping yang
cukup banyak. Meskipun demikian, tidak semuanya masyarakat dapat
terlayani atau terevakuasi semuanya secara bersamaan, tentunya ada warga
masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi untuk mengangkut dan
mengevakuasi keluarga maupun membawa harta benda yang akan
diamankan.
Selain alat transportasi yang digunakan, ada juga penunjang untuk
memudahkan saat evakuasi jika bencana letusan gunung Ciremai terjadi
adalah penunjuk jalur evakuasi. Namun dari hasil pengamatan yang
dilakukan hanya sedikit saja jalur evakuasi terpasang di beberapa simpang
jalan maupun titik-titik pertemuan jalan dan papan jalur penunjuk jalur
evakuasi pun memilki ukuran yang kecil.
55
2. Hasil Angket
a. Pengetahuan dan Sikap Responden terhadap Kesiapsiagaan
Letusan Gunung Ciremai
Pengetahuan dan sikap masyarakat merupakan hal mendasar yang
semestinya dimiliki oleh masyarkat. Hal ini meliputi pemahaman
tentang bencana, penyebab, gejala atau tanda, pengalaman akan
bencana, dampak yang ditimbulkan, maupun sikap apa yang dilakukan
bila terjadi bencana letusan Gunung.
1) Pemahaman tentang bencana
Pemahaman masyakat tentang bencana dapay dijadikan dasar bagi
masyarakat untuk melakukan aktivitas yang tepat dalam
mengantisipasi datangnya bencana. Pemahaman mengenai bencana
termasuk hal yang paling dasar untuk menghadapi bencana.
Pengetahuan masyarakat Desa Cisantana mengenai bencana letusan
Gunung Ciremai dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Pengetahuan Responden tentang Bencana
No Pengetahuan Responden
tentang Bencana Frekuensi Presentase (%)
1 Perisriwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan
yang berasal dari alam maupun
tidak
15 60%
2 Peristiwa rusaknya lingkungan,
pemukiman oleh bencana 10 40%
Jumlah 25 100%
Bersarkan Tabel 4.6 dari 25 responden, sebanyak 15 responden
atau sebesar 60% menjawab bencana adalah peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan yang berasal dari alam
maupun tidak. Sebanyak 10 responden atau 40% menjawab bahwa
56
bencana adalah peristiwa rusaknya lingkungan rumah akibat bencana.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat mengetahui bencana letusan
Gunung dapat mengakibatkan rusaknya pemukiman dan lingkungan.
2) Pengetahuan tentang bencana letusan Gunung
Pemahaman masyarakat tentang bencana banjir dapat dijadikan
dasar bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas yang tepat dalam
mengantisipasi datangnya bencana letusan Gunung Ciremai.
Pengetahuan masyarakat Desa Cisantana mengenai bencana letusan
Gunung Ciremai disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Pengetahuan Responden tentang Bencana Letusan Gunung
Ciremai
No.
Pengetahuan responden
tentang Bencana Letusan
Gunung Ciremai
Frekuensi Presentase (%)
1 Gunung Ciremai
merupakan Gunung yang
masih aktif
20 80%
2 Gunung Ciremai
merupakan Gunung yang
tidak aktif
5 20%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.7 dari 25 responden, sebanyak 20 responden
atau sebesar 80% menjawab bahwa Gunung Ciremai merupakan
Gunung yang masih aktif dan berpotensi untuk meletus, namun,
sebanyak 5 responden atau sebesar 20% menjawab bahwa Gunung
Ciremai dikategorikan Gunung yang sudah mati atau tidak aktif lagi,
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat desa Cisanta
sudah mengetahui bahwa Gunung Ciremai merupakan gunug api yang
masih aktif dan berpotensi meletus.
3) Pengetahuan tentang penyebab letusan Gunung
Pengetahuan masyarakat tentang penyebab bencana letusan
Gunung Ciremai dapat dijadikan acuan bagi masyarakat agar dapat
57
diketahui hal-hal apa saja yang menjadi penyebab bencana letusan
Gunung Ciremai. pengetahuan masyarakat Desa Cisantana mengenai
penyebab bencana letusan Gunung Ciremai, disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Pengetahuan Responden tentang Penyebab Letusan
No
Pengetahuan Responden
tentang Bencana Letusan
Gunung
Frekuensi Presentase (%)
1 Diakibatkan oleh tekanan
gas dari dalam perut bumi
20 80%
2 Gerakan batuan dan tanah
didalam perut bumi
5 20%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan tabel 4.8 dari 25 responden, sudah hampir sepenuhnya
mengetahui penyebab terjadinya bencanaletusan Gunung Ciremai,
sebanyak 20 responden atau sebanyak 80% sudah mengetahui
penyebab terjadinya bencana letusan Gunung itu disebabkan oleh
magma yang mengendap dan didorong keluar gas bertekanan tinggi,
sedangkan sebagian kecil responden menjawab bahwa penyebab
terjadinya letusan Gunung adalah disebabkan oleh gerakan tanah dan
dorongan oleh tanah perut bumi, jadi dapat disimpulkan bahwa sudah
hampir semua masyarkat Desa Cisantana sudah mengetahui penyebab
bencana letusan Gunung Ciremai.
4) Pengetahuan Tanda-tanda akan terjadi letusan Gunung
Pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda bencana letusan
Gunung Ciremai dapat dijadikan acuan bagi masyarakat agar dapat
mengetahui hal-hal apa saja yang akan terjadi jika akan terjadi bencana
letusan Gunung Ciremai. Setidaknya jika sudah mengetahui tanda-
tanda bencana letusan Gunung agar masyarkat dapat waspada dan siap
dalam menghadapi bencaca letusa Gunung Ciremai. Pengetahuan
masyarakat Desa Cisantana seperti terlihat pada Tabel 4.9.
58
Tabel 4.9
Pengetahuan Masyarakat tentang Tanda-tanda Letusan
Gunung
No
Pengetahuan Responden
tentang Tanda-tanda
letusan Gunung
Frekuensi Persentase (%)
1 Hewan-hewan berpindah
ke pemukiman
15 60%
2 Sering terjadi gemuruh
disekitar kawah
9 36%
3 Tidak mengetahui 1 4%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.9 dari 25 responden dapat diketahui
hanya 1 responden atau sebesar 4% saja yang tidak mengetahui tanda-
tanda akan terjadinya bencana letusan Gunung Ciremai, sebanyak 9
responden atau sebesar 36% menjawah bahwa tanda-tanda adalah
sering terjadinya suara gemuruh di sekitar kawah gunung dan tercium
bau belerang yang menyengat, dan sisanya sebanyak 15 responden
atau sebesar 60% menjawab jika akan terjadi bencana letusan Gunung
adalah jika hewan-hewan yang tinggal disekitar gunung mulai turun ke
pemukiman, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Cisantan
sudah mengetahui tanda-tanda akan terjadinya bencana letusan
Gunung Ciremai.
5) Pengetahuan tentang dampak letusan Gunung
Pengetahuan mengenai dampak letusan Gunung sangat penting,
jika masyarakat mengethaui dampak letusan Gunung makan akan
mengetahui hal apa yang seharusnya dilakukan saat terjadi bencana
letusan Gunung terjadi. Pengetahuan mengenai dampak bencana
letusan Gunung disajikan dalam Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Pengetahuan Mengenai Dampak Letusan Gunung
59
No Pengetahuan Mengenai
Dampak Letusan Gunung
Frekuensi Persentasi (%)
1 Mengetahui dampak
letusan Gunung 25 100%
2 Tidak mengetahui dampak
letusan Gunung 0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel diatas seluruh responden mengetahi apa itu
dampak yang ditimbulkan dari letusan gunug api Ciremai, ada yang
menjawab dapat menelan korban jiwa, kehilangan harta benda,
kerusakan lingkungan, kehilangan dokumen penting dan lain
sebagainya. Pengetahuan tentang dampak bencana letusan Gunung
yang sudah diketahui ini dapat menjadi pedoman masing-masing
responden maupun masyarakat ketika akan menghadapi bencana
letusan Gunung Ciremai terjadi, guna mengrangi resiko bencana dan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
6) Sikap saat terjadi letusan Gunung.
Sikap terhadap bencana letusan Gunung adalah keputusan yang
akan diambil saat Gunung meletus. Sikap ini meliputi apakah
masyarakat akan mengungsi saat terjadi bencana letusan Gunung atau
mengungsi ke tempat yang lebih aman atau pergi ke tempat
pengungsian.sikap masyarakat desa Cisantana terhadap bencana
letusan Gunung Ciremai dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Sikap Responden terhadap Bencana Letusan Gunung Ciremai
No
Sikap Responden
terhadap Bencana
Letusan Gunung Ciremai
Frekuensi
Persentase
(%)
1 Menyelamatkan diri dan
keluarga ke tempat yang
lebih aman atau mengungsi
25 100%
2 Tetap tinggal di rumah 0 0%
Jumlah 25 100%
60
Berdasarkan Tabel 4.11 dari 25 responden sebanyak 25 responden
atau sebesar 100% menjawab akan melakukan sikap menyelamatkan
diri atau mengungsi dan keluarga ke daerah yang lebih aman jika
terjadi letusan Gunung Ciremai. Dapat disimpulkan banyaknya
responden yang memilki sikap untuk menyelamtkan diri, menandakan
bahwa masyarakat telah memiliki kesadaran dan sikap yang tepat jika
sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga dapat mengurangi risiko
jatuhnya korban jiwa maupun harta benda.
b. Rencana tangap Darurat
Recana tanggap darurat menjadi bagian yang penting dalam suatu
proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan evakuasi,
pertolongan dan penyelamatan, aar korban bencana dapat
diminimalkan
1) Rencana evakuasi.
Rencana evakuasi merupakan hal yang dilakukan sebelum
bencana letusan Gunung Ciremai dating. Adanya rencana evakuasi
akan membantu keselamatan masyarakat itu sendiri dan keluarga.
Jika masyarakat memiliki rencana untuk mengevakuasikan diri saat
terjadi bencana letusan Gunung, berarti masyarakat tersebut
memiliki sikap yang tepat agar mengurangi risiko jatuhnya korban
jiwa. Sedangkan jika masyarakat tidak memiliki rencana evakuasi
maka akan meningkatkan risiko jatuhnya korban jiwa, dikarenakan
ketidak siapannya masyarakat. Rencana evakuasi masyarakat desa
Cisantana jika terjadi bencana letusan Gunung Ciremai disajikan
pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Rencana Evakuasi Responden saat Terjadi Bencana letusan
Gunung Ciremai
No Rencaana Evakuasi
Responden saat terjadi
Frekuensi
Persentase
(%)
61
Letusan Gunung Ciremai
1 Memilki rencana evakuasi 25 100%
2 Tidak memilki rencana evakuasi 0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.12 dari 25 responden sebeesar 22
responden atau sebanyak 100% menjawab telah memiliki rencana
evakuasi demi keselamatan keluarga. Dan tidak ada satupun
responden yang memilih untuk menetap di rumah atau tidak ada
rencana untuk melakukan evakuasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
masyarakat desa Cisantana sudah memiliki rencana untuk evakuasi
ke daerah yang lebih aman, sikap ini merupakan sikap yang tepat
dilakukan guna dapat mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa.
2) Alat transportasi untuk keadaan darurat
Alat transportasi untuk keadaan darurat merupakan alat
yang dapat memudahkan bagi masyarakat dalam proses
evakuasi menuju tempat pengungsian atau derah yang lebih
aman. Kepemilikan alat transportasi untuk keadaan darurat
memilki peran penting dalam proses evakuasi yang lebih cepat
dan efisien. Kepemilikan alat transportasi untuk keadaan
darurat disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13
Kepemilikan Alat Transportasi untuk Keadaan Darurat
No
Kepemilikan Alat
Transportasi untuk
Keadaan Darurat
Frekuensi
Persentase (%)
1 Memilki alat transportasi 23 92%
2 Tidak Memilki alat
transportasi 2 8%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.13 dari 25 resoponden sebanyak 23
responden atau sebesar 92% sudah memilki kendaraan untuk
Tabel 4.13 (lanjutan)
Tabel 4.12 (lanjutan)
62
proses evakuasi. Dan hanya 2 responden atau sebesar 8% saja yang
tidak memiliki alat transportasi untuk proses evakuasi dan mereka
hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah setempat atau hanya
sekedar berlari saat keadaan darurat. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sudah sebagian besar masyarakat Desa Cisantana sudah memilki
kendaraan untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.
3) Kerabat/keluarga yang menyediakan tempat pengungsian
sementara
Tempat pengungsian sementara adalah hal yang sangat
penting saat terjadi bencana letusan Gunung, baik yang diberikan
dari kerabat maupun dari keluarga. Tempat pengungsiaan
sementara yang disediakan saat terjadi bencana letusan Gunung
Ciremai dapat disajikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14
Tempat Pengungsian Sementara
No Tempat Pengungsian
Sementara
Frekuensi
Persentase (%)
1 Ada tempat pengungsiaan
sementara 25 100%
2 Tiadak ada tempat
pengungsian sementara 0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan tabel 4.15 dari 25 responden, semua responden
atau sebesar 100% menyebutkan bahwa yang menyediakan tempat
pengungsian adalah di kantor atau lapangan Badan Pusat
Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabpuaten Kuningan . Dapat
disimpulkan bahwa wilayah Desa Cisantana sudah memiliki
gambaran untuk mengungsi ke tampat yang lebih aman.
4) Perlengkapan Barang-barang Evakuasi
Perlengkapan evakuasi merupakan barang-barang yang
dibawa saat proses evakuasi yang dapat mengurangi dampak
63
kerugian akibat bencana, barang-barang yang dibawa biasanya
merupakan barang yang berharga atau asset yang dimiliki.
Perlengkapan dan barang-barang yang dibawa saat banjir datang
disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15
Perlengkapan dan Barang-barang Evakuasi
No Tempat Pengungsian
Sementara
Frekuensi
Persentase
(%)
1 Menyiapkan perlengkapan
dan barang-barang saat
evakuasi
21 84%
2
Tidak menyiapkan
perlengkapan dan barang-
barang saat evakuasi
4 16%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.15 dari 25 responden sebanyak 21
responden atau sebesar 84% menjawab menyiapkan surat-surat
berharga seperti ijazah, surat nikah, dan surat berharga lainnya.
Selain surat berharga, mereka juga membawa uang, harta benda.
Adapun sebanyak 4 responden atau sebesar 16% menjawab tidak
menyiapkan perlengkapan dan barang-barang evakuasi karena
kondisi yang serba mendadak dan kepanikan muncul sehingga
mereka tidak sempat menyiapkan apapun. Dapat disimpulkan
bahwa banyaknya masyarakat yang sudah siap membawa hal-hal
yang berharga jika terjadi bencana letusan Gunung Ciremai datang,
karena hal tersebut merupakan sesuatu yang penting untuk masa
yang yang akan datang.
5) Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama
Pada saat terjadi bencana letusan bencana gunug api
Ciremai, obat-obatan penting atau khusus harus ada yang dibawa,
dikarenakan akan menjadi penolong pertama jika datang penyakit,
64
atau sekadar mengobati luka-luka ringan. Ketersedian kotak P3K
atau obat-obatan penting disajikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16
Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama
No Ketersediaan Kotak P3K
atau Oabt-obatan
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Memiliki persediaan obat-
obatan 21 84%
2 Tidak memiliki persediaan
obat-obatan 4 16%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.16 dari 25 responden, sebanyak 21
responden atau sebesar 84% menjawab membawa obat-obatan
yang penting namun sebanyak 4 responden atau sebesar 16% lagi
menjawab tidak menyediakan obata-obatan. Dapat disimpulkan
bahwa obat-obatan penting sudah dipersiapkan masyarakat Desa
Cisantana jika sewaktu-waktu bencana letusan Gunung Ciremai
terjadi.
6) Pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan
Pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan jika
sewaktu-waku terjadi bencana letusan Gunung Ciremai
merupakan hal yang penting guna dapat meminimalisir kerugian
yang ditimbulkan juga dapat mempermudah dalam proses
penyelamatan, pembagian tugas jika sewaktu-waktu terjadi
bencana letusan Gunung Ciremai dapat lebih terorganisir.
Pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan jika terjadi
bencana letusan Gunung Ciremai disajikan dalam Tabel 4.17.
Tabel 4.17
Pembagian Tugas Penyelamatan
No Pembagian Tugas
Penyelatan
Frekuensi Persentasi (%)
1 Ada pembagian tugas 25 100%
2 Tidak ada pembagian 0 0%
65
tugas
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.17 sebanyak 25 responden atau sebesar 100%
mengatakan bahwa pembagian tugas penyelamatan jika bencana
letusan Gunung Ciremai terjadi. Dapat disimpulkan bahwa adanya
pembagian tugas meminimalisir keugian-kerugian yang terjadi seperti
kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda dan lain
sebagainya.
c. Sistem Peringatan Dini
Sistem peringatan merupakan awal dari semua kesiapsiagaan yang
dilakukan masyarakt Desa Ciasantana, sistem peringatan bencana yang
baik dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Sistem peringatan
dan distribusi informasi jika terjadi bencana.
1) Sistem Peringatan Berbasis Kesepakatan Lokal
Sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal merupakan
sistem peringatan dini melalui pengenalan bencana yang dilakukan
terhadap gejala-gejala alam yang muncul sebelum terjadinya
bencana. Kepercayaannya berupa ada hewan lutung hideung
(hitam) dan Careuh Bulan yang datang ke pemukiman. Adapun
kepercayaan masyarakat Desa Cisantana jika akan terjadi bencana
letusan Gunung Ciremai akan terjadi adalah jika masyarakat sudah
mulai merasakan hawa panas dan bau belerang yang menyengat
disekitar kaki gunung Ciremai. Adapun sistem peringatan dini
berbasis kearifan lokal disajikan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18
Sistem Peringatan Dini Berbasis Kearifan Lokal
No Sistem Peringatan Dini
Berbasis Kearifan Lokal
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Ada kepercayaan setempat
mengenai tanda bahaya
letusan Gunung Ciremai
23 92%
2 Tidak ada kepercayaan 2 8%
Tabel 4.17 (lanjutan)
66
setempat mengenai tanda
letusan Gunung Ciremai
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.18 dari responden, sebanyak 23 responden
atau sebesar 92% mengatakan bahwa kepercayaan setempat
mengenai tanda bahaya jika akan terjadi bencana letusan Gunung
Ciremai dan sisanya sebanyak 2 responden atau sebesar 8%
mengatakan bahwa tidak ada dikarenakan kurang menyadari tanda-
tanda yang terjadi. Dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
setempat mengenai tanda bahaya akan terjadi bencana letusan
Gunung Ciremai seperti meningkatnya temperatur suhu disekitar
kaki gunung Ciremai, turunnya hewan-hewab penghuni gunung ke
area pemukiman, sreing terjadi aktivitas di puncak gunung, sering
terjadi gemuruh atau getaran disekitar area gunung dan tercium bau
belerang yang sangat menyengat.
2) Alat Penanda Peringatan Bencana Letusan Gunung
Pihak atau sumber pemberi informasi bahwa bencana letusan
Gunung Ciremai akan terjadi sangat membantu masyarakat dalam
kesiapsiagaan untuk menhadapi bencana letusan. Pihak atau
sumber informasi resmi disajikan pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19
Pihak atau Sumber Pemberi Informasi Resmi
No Pihak atau Sumber
Pemberi Informasi
Resmi
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya pihak atau
sumber pemberi
informasi resmi
25 100%
2 Tidak adanya pihak atau
sumber pemberi
informasi resmi
0 0%
Jumlah 25 100%
Tabel 4.18 (lanjutan)
67
Berdasarkan Tabel 4.19 menunjukan bahwa adanya pihak
pemberi informasi resmi dari jawaban 25 responden atau sebesar
100%. Dapat disimpulkan bahwa pemberi informasi resmi kepada
masyarakat dilakukan oleh aparatur Desa setempat, yang di
informasikan langsung oleh BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Kabupaten Kuningan. Jika suda diinformasikan
ini dapat memudahkan dalam proses persiapan evakuasi dan proses
penyelamatan barang-barang berharga yang akan dibawa.
3) Sistem Peringatan Dari Informasi Atau Instansi Resmi
Pemasangan sistem peringatan bencana letusan Gunung
Ciremai di daerah yang memiliki potensi terkena dampak bencana
letusan Gunung Ciremai merupakan bagian penting dalam upaya
kesiapsiagaan. Penerapan yang baik dan benar dapat melindungi
dan meyelamatkan masyarakat, masyarakat dapat menyelamatkan
diri dan melindungi masyarakat, dan dapat juga melindungi
keluarga, harta benda yang masih dimilikinya sehingga kerugiaan
akibat bencana dapat diminimalkan. Sistem peringatan bencana
letusan Gunung Ciremai dapat disajikan dalam Tabel 4.20.
Tabel 4.20
Sistem Peringatan Bencana
No Sistem Peringatan
Bencana Letusan
Gunung Ciremai
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya sistem peringatan
bencana letusan 25 100%
2 Tidak adanya sistem
peringatan bencana letusan 0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.20 sebanyak 25 responden atau
sebesar 100% menyatakan bahwa masyarakat menyatakan bahwa
mereka mengetahui sistem peringatan dini bila akan terjadi
bencana letusan yang terdapat disana berupa adanya pengeras suara
dari sirine dan kentongan yang dibunyikan oleh petugas.
68
4) Sistem Peringatan Berbasis Teknologi
Pemasangan sistem peringatan bencana letusan Gunung
Ciremai yang memiliki potensi bahaya letusan merupakan bagian
yang penting dalam upaya kesiapsiagaan. Penerapan yang baik dan
benar dapat melindungi dan menyelamatkan masyarkat, setidaknya
masyarakat ada aba-aba untuk menyelamatkan diri dan keluarga
serta harta benca yang dimilikinya sehingga kerugian akibat
bencana dapat diminimalkan. Sistem peringatan bencana letusan
Gunung Ciremai disajikan dalam Tabel 4.21.
Tabel 4.21
Sistem Peringatan Bencana Berbasis Teknologi
No Sistem Peringatan Bencana
Letusan Gunung Ciremai
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya sistem peringatan
bencana berbasis teknologi 25 100%
2 Tidak adanya sistem
peringatan bencana berbasis
teknologi
0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.21 sebesar 100% responden atau sebanyak
25 responoden menyatakan bahwa mereka mengetahui sistem
peringatan akan terjadi bencana letusan Gunung Ciremai, yaitu
berupa adanya sistem peringatan yang diberikan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat dan penjaga area Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC) yang dilakukan di stasiun pengamatan dan pos-
pos pemantauan aktivitas Gunung Ciremai. Yang kemudian
informasi tersebut akan diberikan kepada masyarakat Desa
Cisantana melalui humas atau apratur Desa Cisantana melalui
Walky atau pengeras suara.
5) Simulasi atau Latihan Evakuasi Kebencanaan
Keikutsertaan dalam pelatihan bencana sangat dibutuhkan agar
masyarakat mengetahui apa saja yang harus dilakukan saat bencana
69
terjadi. Keikutsertaan dalam pelatihan bencana disajikan dalam
Tabel 4.22.
Tabel 4.22
Simulasi atau Latihan dalam Pelatihan Kebencanaan
No Jumlah keikutsertaan dalam
pelatihan kebencanaan
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Pernah mengikuti pelatihan
bencana 8 32%
2 Belum pernah mengikuti
pelatihan bencana 17 68%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.22 kegiatan sosialiasi kebencanaan di
Desa Cisantana cukup baik, sebanyak 32% atau sebanyak 8
responden mengatakan bahwa mereka sudah pernah mengikuti
kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung Ciremai, baik itukegiatan yang diadakan oleh
pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Kuningan atau oleh pihak mahasiswa yang melakukan kegiatan
sosial di Desa Cisantana. Namun sebagian besar responden
sejumlah 17 responden atau sebesat 68% belum pernah mengikuti
pelatihan kesiapsiagaan bencana letusan Gunung Ciremai, dapat
disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang acuh jika ada
kegiatan penyuluhan atau pelatihan kebencanaan tentunya ini akan
berdampak pada kurang siapnya mayarakat dalam upaya
mempersiapkan diri menghadapi bencana dan minimnya akan
risiko bencana letusan Gunung Ciremai.
6) Jumlah Keikutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan
Keikutsertaan dalam kesiapsiagaan merupakan hal yang
penting agar mampu memiliki kesiapan yang matang dalam
menghadapi bencna yang akan datang. Semakin sering mengikuti
pelatihan kebencanaan semakin siap juga mental dan matang
kesiapan yang dimiliki jika suatu saat bencana letusan Gunung
70
Ciremai datang. Adapun jumlah atau frekuensi keikutsetaan dalam
pelatihan disajikan dalam tabel 4.23.
Tabel 4.23
Jumlah keikutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan
No Jumlah keikutsertaan dalam
pelatihan kebencanaan
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Lebih dari 1 kali 8 32%
2 Belum pernah mengikuti
pelatihan bencana 17 68%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.23 dikarenakan hampir setengah dari
responden sebesar 17 responden atau sebesar 68% mengatakan
belum pernah mengikuti pelatihan dan hanya sebesar 32% atau
sebanyak 8 responden hanya pernah mengikuti 1 sampai 2 kali
terlibat dalam pelatihan. Hal ini mempengaruhi kesiapsiagaan
responden dalam menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai.
Dapat simpulkan bahwa karena masyarakat masih banyak belum
pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan, hal ini akan
menyebabkan kurang siap jika sewaktu-waktu bencana letusan
Gunung Ciremai datang.
7) Keikutsertaan Seminar mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan
kegiatan sosialisasi mengenai kebencanaan sangatlah
penting dilakukan agar masyarakat mengetahui apa saja yang perlu
diperhatikan saat bencana terjadi ataupun cara mencegahnya.
Keikutsertaan seminar mengenai bencana disajikan pada Tabel
4.24.
Tabel 4.24
Keikutsertaan Seminar mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan
No Keikutsertaan seminar
mengenai bencana
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Pernah mengikuti pelatihan
bencana 8 32%
2 Belum pernah mengikuti 17 68%
71
pelatihan bencana
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.24 tingkat antusiasme masyarakat terhadap
kegiatan sosialisai kebencanaan di Desa Cisantana masih
dikategorikan rendah. Hampir 68% atau 17 responden bahwa
mereka atau anggota keluarganya belum pernah mengikuti
kegiatan seminar atau pertemuan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan bencana letusan Gunung Ciremai. Dapat
disimpulkan banyaknya responden yang belum pernah
mendapatkan kegiatan sosialisasi kebencanaan dan pelatihan
responden yang belum pernah mendapatkan kegiatan sosialisasi
kebencanaan dan pelatihan evakuasi. Dan hanya sebanyak 32%
atau 8 responden saja yang pernah mengikuti pelatihan
kebencanaan atau pelatihan mengenai kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung Ciremai. Jadi dapat disimpulkan banyakanya
responden yang belum pernah mendapatkan kegiatan sosialisasi
kebencanaan dan pelatihan evakuasi
d. Mobilliasi Kebencanaan
Mobilisasi sumberdaya dibutuhkan individu atau
masyarakat dalam upaya pemulihan atau bertahan dalam kondisi
bencana atau keadaan darurat.
1) Kepemilikan Materi Bencana Letusan Gunung
Kepemilikan materi atau buku tentang kesiapsiagaan
bencana letusan Gunung Ciremai merupakan salah satu hal
penting, agar masyarakat mengetahui apa saja yang harus
dilakukan ketika bencana letusan Gunung Ciremai datang.
Kepemilikan materi atau buku tentang kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung Ciremai disajikan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25
Kepmilikan Materi atau Buku tentang Kesiapsiagaan
Bencana Letusan Gunung
Tabel 4.24 (lanjutan)
72
No Kepemilikan materi atau buku
tentang kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Memiliki materi kesiapsiagaan
bencana letusan Gunung 2 8%
2 Tidak memiliki materi
kesiapsiagaan bencana letusan
Gunung
23 92%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.25 sebagian besar responden
menjawab bahwa mereka tidak memiliki bahan atau materi
bacaan mengenai kesiapsiagaan bencana letusan Gunung
Ciremai sebanyak 23 responden atau 92% dan 2 responden atau
4% menjawab memiliki materi kesiapsiagaan bencana
dikarenakan pernah mengikuti pelatihan. Dapat disimpulkan
bahwa hal seperti ini akan mengurangi kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai, karena
jika tidak memiliki panduan mengenai kesiapsiagaan bencana,
ketika bencana datanag makan akan dilakukan hanyalah
sesuatu yang bisa dikerjakan dan kurang mendapat sumber
referensi untuk menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai
jika sewaktu-waktu terjadi.
2) Akses Informasi dan Sumber lain Mengenai Letusan
Gunung
Akses informasi dari media dansumber lain merupakan
pendukung untuk memberikan pemberitahuan mengenai
datangnya bencana letusan Gunung Ciremai. Akses informasi
dari media dan sumber lain disajikan pada Tabel 4.26.
Tabel 4.26
Akses Informasi dari Media dan Sumber lain
73
No Akses informasi dari media
dan sumber lain
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya akses informasi dari
media dan sumber lain 25 100%
2 Tidak adanya akses informasi
dari media dan sumber lain 0 0%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.28 sebanyak 25 responden atau
sebesar 100% menjawab memiliki akses informasi dari sumber
lain, seperti dari Televisi, radio, internet maupun informasi
langsung dari humas Desa Cisantana. Jadi dapat disimpulkan
bahwa wilayah Desa Cisantana tidak berada di daerah yang
kurang akses informasi jika suatu saat terjadi bencana letusan
Gunung Ciremai.
3) Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Letusan Gunung
Keterampilan yang dimiliki anggota keluarga sangatlah
penting terutama yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana. Keterampilan yang dimiliki anggota keluarga yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana disajikan pada Tabel
4.27.
Tabel 4.27
Keterampilan yang
Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Anggota Keluarga
No Keterampilan kesiapsiagan
bencana anggota keluarga Frekuensi
Persentasi
(%)
1 Adanya anggota keluarga
yang memilki keterampilan 10 40%
2 Tidak adanya anggota
keluarga yang memilki
keterampilan
15 60%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.27 sebagian besar responden dari
jumlah 25 responden menjawab ada anggota keluarga yang
memiliki keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana sebesar
74
40% atau 10 responden dan sebagian lagi menjawab tidak ada
anggota keluarga yang memiliki keterampilan tentang
kesiapsiagaan bencana sebesar 60% atau 15 responden. Mereka
yang menjawab memilki keterampilan mengenai bencana, saat
bencana letusan Gunung Ciremai datang memungknkan akan
banyak melakukan hal yang bisa dilakukan untuk
penyelamatan diri maupun anggota keluarga dan kerabat
lainnya. Dari data anggket diatas dapat disimpulkan bahwa
memilki ketrampilan mengenai kesiapsiaggan sangatlah
diperlukan agar pada saat bencana letusan Gunung Ciremai
datang dapat membantu anggota kelaurga mengevakuasi diri.
4) Pendanaan untuk Menghadapi Bencana
Sumber dana yang dimiliki responden untuk
menghadapi bencana ada seperti tabnungan di bank dan
simpanan di rumah. Hal ini akan membantu responden dalam
memenuhi kebutuhannya ketika bencana letusan Gunung
Ciremai datang. Pedanaan masyarakat Desa Cisantana untuk
menghadapi bencana disajikan pada Tabel 4.28.
Tabel 4.28
Sumber Pendanaan Responden untuk Menghadapi Bencana
No Sumber pendanaan
responden Frekuensi
Persentasi
(%)
1 Tabungan di Bank 5 20%
2 Tabungan di Rumah 16 64%
3 Tidak memilki tabungan 4 16%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.28 menunjukan bahwa sebanyak 4
responden atau sebesar 16% menjawab tidak memiliki
tabungan apapun. Sebesar 20% atau 5 responden menjawab
memiliki tabungan di rumah. Sisanya sebanyak 16 responden
atau sebsear 64% menjawab memilki tabungan di rumah.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagian sudah
75
mempersiapkan tabungan atau simpanan untuk digunakan
disaat darurat.
5) Jaringan Sosial Responden
Jaringan sosial yang dimiliki oleh responden akan dapat
membantu dalam keadaan darurat dan dapat membantu dalam
proses pemulihan setelah terjadinya bencana. Jaringan sosial
menjadi sumber kekuatan bagi masyarakat yang sedang terkena
bencana. Jaringan sosial dapat membantu korban bencana
dalam bentuk bantuan finansial atau pun membantu dalam
proses pemulihan rumah pasca terjadi bencana letusan.
Jaringan sosial responden disajikan pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29
Jaringan Sosial Responden
No Jaringan Sosial Responden Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya jaringan sosial
responden 20 80%
2 Tidak adanya jaringan sosial
responden 5 20%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.29 dari 25 responden sebanyak 80%
atau 20 responden menjawab memiliki saudara maupun kerabat
yang dapat membantu saat terjadi bencana letusan Gunung
Ciremai sebanyak 20% atau 5 responden menjawab tidak
memiliki saudara maupun kerabat yang dapat membantu saat
terjadi bencana letusan Gunung Ciremai. Dari angket diatas
dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagian besar masih
memiliki jaringan responden untuk membantu saat terkena
bencana letusan Gunung Ciremai.
6) Kesepakatan Keluarga untuk melakukan Simulasi
Bencana
Kesepakatan melakukan simulasi bencana dimaksudkan
untuk latihan didalam keluarga untuk mempersiapkan diri jika
76
swaktu-waktu Gunung Ciremai meletus. simulasi yang
dilakukan seperti menyelamatkan barang-barang berharga,
surat-surat penting, keluarga yang masih kecil atau sudah tua
agar tidak ada korban saat Gunung Ciremai meletus.
kesepakatan melakukan simulasi disajikan pada Tabel 4.30.
Tabel 4.30
Kesepakatan melakukan Simulasi
No Kesepakatan melakukan
simulasi
Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya kespakatan
melakukan simulasi 23 92%
2 Tidak adanya kespakatan
melakukan simulasi 2 8%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.30 dari 25 responden, sebanyak 23
responden atau 92% menjawab ada simulasi sederhana dan 2
responden atau sebesar 8% menjawab tidak ada simulasi
menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai datang, agar saat
Gunung Ciremai meletus sudah mengetahui apa saja yang perlu
dilakukan terlebih dahulu.
3. Hasil Wawancara
Wilayah Desa Cisantana merupakan wilayah yang rawan
terdampak bencana letusan Gunung Ciremai, dikarenakan
lokasinya berada persis dibawah kaki gunung Ciremai.
Wawancara ini dilakukan dengan pihak-pihak yang dapat
memperkuat hasil angket dengan mewawancarai 5 responden
yang berhubungan dengan kesiapsiagaan.
Kaitannya dengan pengetahuan dan sikap masyarakat
mengenai bencana letusan Gunung Ciremai, Bapak Sarman
selaku Humas Desa Cisantana menuturkan bahwa :
“sebagian besar masyarakat Desa Cisantana pasti sudah
mengetahuinya, hanya sebagian kecil saja yang kurang
memahami sehingga kurang tanggap jika suatu saat terjadi
77
bencana letusan Gunung Ciremai, semuanya sih memilih
mengungsi”.48
4. Hasil Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
penyebaran angket kepada 25 responden. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 16, yaitu dengan
memperhatikan angka pada Corrected Item-Total yang
merupakan korelasi antara skor item Denfan skor total item.
Sebuah item dikatakan valid apabila nilai r-hitung > r-tabel.
r-tabel untuk jumlah responden 25 adalah 0,361.
Tabel 4.31
Hasil Pengujian Validitas
No Item r item r tabel Kesimpulan
1 0,563 0,361 Valid
2 0,568 0,361 Valid
3 0,582 0,361 Valid
4 0,710 0,361 Valid
5 0,582 0,361 Valid
6 0,568 0,361 Valid
7 0,582 0,361 Valid
8 0,710 0,361 Valid
9 0,568 0,361 Valid
10 0,582 0,361 Valid
11 0,710 0,361 Valid
12 0,568 0,361 Valid
13 0,582 0,361 Valid
14 0,568 0,361 Valid
15 0,243 0,361 Tidak Valid
48 Hasil wawancara dengan B3apak Sarman pada tanggal 23 Agustus 2017.
78
16 0,582 0,361 Valid
17 0,445 0,361 Valid
18 0,582 0,361 Valid
19 0,582 0,361 Valid
20 0,393 0,361 Tidak Valid
21 0,565 0,361 Valid
22 0,517 0,361 Valid
23 0,710 0,361 Valid
24 0,582 0,361 Valid
Sumber : Data Primer yang diolah.
Pada hasil pengujian diketahui data valid sebanyak
24. Dapat dilihat dari 24 item, 22 item memiliki nilai
korelasi skor total diatas 0,361 maka dapat disimpulkan
bahwa item tersebut valid dan 2 item memilliki nilai
korelasi skor total dibawah 0,361. Item tersebut adalah nilai
item soa nomer 15 dan 20 nilai korelasinya dibawah 0,361
maka item tersebut tidak valid.
b. Uji Relibilitas
Uji rerliabilitas merupakan uji yang digunakan
untuk mengetahui suatu kehandalan dan konsistensi butir
soal. Sebuah instrument dilakukan reliabel ketika mencapai
nilai minimal 0,6 dan apabila reliabilitasnya kurang dari 0,6
dikatakan tidak reliabel. Hasil pengujian reliabilitas dapat
dilihat pada Tabel 4.31 berikut ini :
Tabel 4.32
Uji Reliabilitas
Cronbach’s Aplha N of item
.740 24
Sumber : Data Primer yang diolah
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.32 semua
pertanyaan pada kuisioner dapat dikatakan reliabel karena
Tabel 4.31 (lanjutan)
79
Nilai Cronbach’s Alpha Based on Standardized item pada
setiap variable >0,6
D. Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat di Desa Cisantana
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
Gunung Ciremai sangat diperlukan untuk mengurangi risiko bencana.
Semakin tinggi tingkat kesiapsiagaan masyarakat maka semaikn siap
masyarakat dalam menghadapi bencana. Potensi kerugian akibart bencana
akan semakin menurun dengan meningkatnya tingkat kesiapsiagaan di daerah
tersebut. Kesiapsiagaan masyarakat di Desa Cisantana diperoleh dari empat
parameter, yaitu pengetahuan dan sikap, rencana keadaan darurat, sistem
peringatan dini dan mobilisasi sumber daya. Tingkat kesiapsiagaan dapat
dihitung menggunakan rumus rata-rata dari nilai skor masing-masing
responden, yaitu sebagai berikut :
𝑀 = ∑X
N
Keterangan :
M = Jumlah rata-rata
X = Nilai Individual
N = Jumlah individu
Nilai individual meupakan hasil dari penjumlahan nilai skor setiap
jawaban instrument yang diperoleh responden dari empat parameter
kesiapsiagaan yaitu pengetahuan dansikap, rencana keadaan darurat, sistem
peringatan bencana, dan mobilisasi sumber daya. Jumlah individual
merupakan jumlah responden dalam penelitian. Nilai rata-rata (M) merupakan
hasil dari jumlah nilai individual (X) dibagi dengan jumlah individual (N).
selanjutnya nilai rata-rata ini akan digunakan untuk menghitung tingkat
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung
Ciremai. Kategori kesiapsiagaan masyarakat Desa Cisantana disajikan pada
tabel 4.33 (hasil penghitungan manual).
Tabel 4.33
Kategori Kesiapsiagaan dalam menghadapi Bencana Letusan Gunung
Ciremai
80
No Kategori Frekuensi persentase
1 Sangat Siap 8 32%
2 Siap 16 64%
3 Kurang Siap 1 4%
4 Tidak Siap - -
5 Sangat Tidak Siap - -
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil penelitian 2018
Berdasarkan Tabel 4.33 bahwa kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai terbagi menjadi tiga kategori
yaitu sangat siap sebesar 32%, siap sebesar 64% dan kurang siap sebesar 4%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Cisantana
dalam menghadapi bencana letusan Gunung termasuk dalam kategori siap.
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
Gunung Ciremai disajikan pada Tabel 4.34.
Tabel 4.34
Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dalam menghadapi Bencana
Letusan Gunung Ciremai
Alamat Jumlah Nilai
Individu
Jumlah
Individu (N)
Rata-rata
(M)
Kategori
Cisantana 464 25 18,56 Siap
Sumber : Hasil Penelitian 2018
Berdasarkan Tabel 4.34 dapat diketahui bahwa tingkat
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung
Ciremai adalah siap.
Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap risiko bencana
menunjukan masyarakat sudah memahami potensi dan kerakteristik bencana
serta memiliki sikap antisipasi yang tepat jika terjadi bencana yaitu
masyarakat siap dan mau untuk dievakuasi. Rencana untuk keadaan darurat
sudah dimiliki oleh masarakat, seluruh masyarakat memiliki kesepakatan
untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman atau tempat titik kumpul
evakuasi.
81
Sistem peringatan dini bencana letusan Gunung Ciremai menggunakan
Toa atau alat pengeras suara, bahkan menggunakan sirine yang dibunyikan
oleh petugas dari pihak BPBD maupun pejabat Desa, sehingga masyarakat
dapat bergegas mempersiapkan diri untuk menyelamatkan diri. Mobilisasi
sumber daya manusia menunjukan bahwa masih sebagian kecil masyarakat
yang mengikuti kegiatan sosialisasi, artinya masyarakat sudah dalam kondisi
siap untuk menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai sehingga dapat
meminimalkan resiko bencana.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian diatas merupakan proses yang telah dilakukan peneilti
dengan pemenuhan persyaratan penelitian administrasi dan pengurusan surat
izin penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif,
tentang apakah masyarakat Desa Cisantana memilki kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai, dan berikut pembahasan yang
akan diinterpretasikan sesuai dengan instrument dan hasil penelitian di
lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Cisantana
termasuk dalam golongan siap dalam menghadapi bencana letusan Gunung
Ciremai. Mungkin bencana letusan ini belum pernah terjadi dalam waktu
dekat, tapi masyarakat Desa Cisantana sudah menyadari akan bahaya dari
Gunung Ciremai.
Dari hasil pemaparan permasalahan diatas bahwa kesiapsiagaan berkaitan
dengan upaya-upaya yang diambil sebelum terjadinya bencana untuk
memastikan tindakan efektif guna meminimalkan risiko bencana. Parameter
kesiapsiagaan dimulai dari pengetahuan dan sikap, rencana tanggap darurat,
sistem peringatan dini, dan mobilisasi sosial.
Sekitar 64% masyarakat Desa Cisantana memiliki kesiapsiagaan pada
kategori siap jika bencana letusan Gunung Ciremai terjadi. Sekitar 32%
masyarakat Desa Cisantana memiliki kesiapsiagaan pada kategori Sangat
Siap. Dan untuk kategori kurang siap hanya sebesar 4%. Hal ini menunjukan
bahwa untuk saat ini dan beberapa waktu kedepan masyarakat memiliki
kesiapsiagaan yang siap.
82
Selain kesiapsiagaan masyarkat, adanya juga peran pemerintah setempat
sangat membantu mengurangi dampak dari bencana letusan Gunung Ciremai.
Pemerintah berupaya memberikan sosialisasi berupa penyuluhan tentang
bahaya bencana dan dampak dari letusan Gunung Ciremai.
Dalam menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai ada beberapa upaya
masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan ketika bencana letusan
Gunung Ciremai datang, seperti : menyiapkan peralatan untuk evakuasi,
peralatan darurat, menyiapkan tempat pengungsian, melakukan erencanaan
untuk evakuasi, menempatkan barang-barang ke tempat yang aman, dan
mengevakuasi kelompok yang rentan terhadap bencana.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa masyarakat termasuk pada kategori siap yaitu memiliki rata-rata
skor dai nilai keseluruhan responden sebesar 18,56. Persentase responden
yang sangat siap yaiu sebesar 32%, persentase responden yang siap
sebesar sebesar 64%, persentase responden yang kurang siap sebesar 4%
dan responden yang tidak siap serta sangat tidak siap sebesar 0%.
Pengetahuan dan sikap masyarakat termasuk kategori siap karena
masyarakat akan mengetahui akan bahaya serta dampak dari bencana
letusan Gunung Ciremai. Sehingga jika sewaktu-waktu bencana letusan
datang masyarakat sudah siap dan memilih untuk mengungsi ke tempat
yang lebih aman.
Rencana tanggap darurat yang dilakukan yaitu masyarakat
memiliki rencana akan mengevakuasi diri dan keluarga ke daerah yang
lebih aman , agar dapat mengurangi jumlah korban mauoun kerugian harta
benda. Selain itu masyarakat juga saling membantu kondisi rumah masing-
masing, saat proses evakuasi masyarakat membawa perlengkapan dan
barang-barang terpenting ke tempat pengungsian seperti surat-surat
berharga dan obat-obatan.
B. Implikasi
berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan implikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan yang berhubungan dengan kesiapsiagaan
menghadapi bencana.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang penting
bagi masyarakat di Desa Cisanatana, dalam mempersiapkan diri dan
pengetahuan mengenai bencana letusan gunung Ciremai, Peran
masyarakat dan pemerintah sangatlah penting dalam mencegah bencana
letusan Gunung Ciremai, karena kerjasama yang baik antara masyarakat
84
dan pemerintah akan mengurangi resiko munculnya korban dan kerugian
harta benda pada saat terjadi bencana letusan Gunnug Ciremai.
C. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan
saran sebagai berikut:
1. Untuk daerah penelitian
a. Lebih meningkatkan kesiapsiagaan apabila sewaktu-waktu
bencana letusan Gunung Ciremai datang tanpa disadari.
b. Mengoptimalkan kerjasama antar warga dalam berpartisipasi
mengurangi resiko bencana letusan Gunung Ciremai.
2. Untuk pemerintah Desa Cisantana
Mengadakan pelatihan-pelatihan dan sosialisai mengenai
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana letusan Gunung Ciremai.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Diharapkan memperluas objek penelitian dan memperluas
daerah survei agar memperbanyak sampel sehingga data yang
diperoleh lebih valid. Dan menambahkan variabel selain
kesiapsiagaan mengenai kebijakan agar hasilnya lebih maksimal.
85
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka
Cipta, 2013.
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana,Pengenalan Karakteristik
Bencana dan Upaya Mitigasi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi,
2007.
Badan Penanggulangan Bencana, Panduan Kontijesi Menghadapi Bencana.
Jakarta :BNPB,2011.
Badan Pusat Statistik 2006. Kecamatan Cigugur dalam angka Tahun 2006,
BPS Cigugur, Kabupaten Kuningan
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Prenada media,
2005.
Dedi Hermon, Geografi Bencana Alam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Qur’an Indonesia.
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, UU No.24Tahun 2007,
LN No.66 Tahun 2007, TLN No. 4723.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Lembaga penilitian & Pengabdian Kepada Masyarakat ITB, Mengelola Risiko
Bencana di Negara Maritim Indonesia.Bandung: ITB,2009.
Munir. Geologi Lingkungan, Malang: B Ayumedia Publishing, 2003.
Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, Bandung: Alfabeta, 2012
Pusat Data dan Analisa, Indonesia Rawan Bencana. Jakarta: Tempo,2006.
Puturuhu, Ferad, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015.
86
Sartohadi, Junun, Bungan Rampai Penelitian, Pengelolaan Bencana
Kegunungapian Kelud
pada Periode Krisis Erupsi 2014 , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Singarimbun, Mardialis, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989.
Soetoto, Geologi Dasar, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Sofian Efendi dan Tukiran, Metode Penelitian Survei, Jakarta; LP3ES, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2013.
Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian:Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,
Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Antrhopogone.Yogyakarta:
Kanisius,2010.
Suryabrata ,Sumadi, Metodologi Penelitian.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997.
Taufik, Giri Ahmad. Bencana Alam dan Pengungsi. Jakarta: Komnas
HAM,2006.
Verstappen, Herman, Garis Besar Geomorfologi Indonesia, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2014.
Yayasan IDEP,Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat .Bali :
Yayasan IDEP,2007.
Sumber Skripsi
2013
Asep Zaenudin, “Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunung Ceremai di
Bencana Banjir di Rt 001 Rw 012 Kelurahan Bintaro, Kecamatan
Pesanggrahan, Jakarta Selatan Tahun 2015” Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ferinaldi, “Perubahan Sosial Masyarakat Cigugur (analisis perubahan sistem
Indonesia, Bandung, Jawa Barat 2006
Indria ni,Iin, “Persepsi Masyarakat terhadap Kiai di Pondok Pesantren
Ulumul Qur’an
Bojongsari, Kota Depok“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
87
Kecamtan
Cilimus Kabupaten Kuningan”, Skripsi pada Universitas Pendidikan Bandung,
mata pencaharian masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)“ Skripsi
Nandi, “Geologi Lingkungan” Hand Outs pada Universitas Pendidikan
Nasution, Syafii, Penanggulangan Berbasis Komunitas, Tugas akhir pada
Nurrahmah, Widiani, “Pengalaman Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi
pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pascasarjana institut Pertanian Bogor, Bogor 2005.
PKPU” Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tonnedy, Ersyad, “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh
Sumber Undang-undang dan Peraturan Presiden
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangn Bencana
Undang-undang nomor 24 Tahun 2007
Sumber Internet
Pdf e-jurnal www.pvmbg.go.id
LAMPIRAN-LAMPIRAN
89
1. Surat
1.1 Surat Bimbingan Skripsi
90
1.2 Surat Permohnan Izin Penelitian
91
1.3 Surat Desa Cisantana
92
93
2. Instrument Angket
ANGKET PENELITIAN
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA
LETUSAN GUNUNG API CIREMAI DI DESA CISANTANA, KECAMATAN
CIGUGUR,
KABUPATEN KUNINGAN
No. Kuisioner :
Tanggal/Bulan/Tahun :
Pukul :
RT/RW :
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan Terakhir :
4. Pekerjaan :
5. Jumlah Anggota keluarga :
Petunjuk Pengisian :
Isilah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan keadaan sebenarnya dengan
memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia.
A. Pengetahuan dan sikap
1. Apakah Bapa /Ibu mengetahui jika gunung api ciremai dikategorikan sebagai
gunung api yang masih aktif ?
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui jika gunung api ciremai memiliki potensi
untuk meletus ?
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
94
3. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu mengetahui
penyebab bencana letusan gunung api ciremai ?
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
4. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tanda-tanda akan terjadinya bencana letusan
gunung api ciremai?
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
5. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu mengetahui dampak
bencana letusan gunung api ciremai?
a. Mengetahui b. Tidak mengetahui
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
6. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, Sikap seperti apakah yang paling aman
diambil ketika terjadi bencana letusan gunung api ciremai ?
a. Mengungsi b. Tetap tinggal di rumah
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
B. Rencana tanggap darurat
7. Apakah Bapak/Ibu dan keluarga sudah ada rencana evakuasi ke daerah yang
lebih aman saat akan terjadi bencana letusan gunung api ciremai ?
a. Ada rencana evakuasi b. Tidak ada rencana evakuasi
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
95
8. Apakah Bapak/Ibu dan keluarga sudah memiliki kendaraan untuk
mengevakuasi ke daerah yang lebih aman ketika terjadi bencana letusan
gunung api ciremai?
a. Ada alat transportasi untuk b. Tidak ada alat
transportasi untuk
Keadaan darurat Keadaan darurat
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
9. Apakah ada kerabat/keluarga yang menyediakan tempat pengungsian
sementara apabila terjadi bencana letusan gunung api ciremai?
a. Ada kerabat/keluarga yang b. Tidak ada
kerabat/keluarga yang
menyediakan tempat pengungsian menyediakan tempat
pengungsian
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
10. Apakah ada perlengkapan dan barang-barang yang dibawa Bapak/Ibu dan
keluarga saat akan evakuasi ke daerah aman ?
a. Ada perlengkapan evakuasi b. Tidak ada
perlengkapan evakuasi
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
11. Apakah tersedia kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan
pertama?
a. Ada obat-obatan b. Tidak ada obat-
obatan
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
12. Adakah pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan apabila terjadi
darurat ?
a. Ada pembagian tugas b. Tidak ada pembagian
tugas
96
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
C. Sistem peringatan bencana
13. Menurut Bapak/Ibu, apakah ada kepercayaan setempat mengenai tanda
bahaya akan terjadinya bencana letusan gunung api ciremai?
a. Ya ada b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
14. Apakah ada alat yang digunakan sebagai penanda akan terjadi letusan gunung
api ciremai?
b. Ada (sebutkan) b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
15. Apakah Bapak/Ibu memiliki pihak/sumber yang memberi informasi resmi
bahwa akan terjadi bencana letusan gunung api ciremai ?
a. Ya ada pihak/sumber b. Tidak ada piha/sumber
yang memberikan informasi yang memberikan informasi
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
16. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, apakah ada sistem peringatan berbasis
teknologi jika akan terjadi letusan gunung api ciremai ?
a. Ada b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
17. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan kebencanan (mitigasi
bencana, kesiapsiagaan bencana, evakuasi, dll) ?
a. Pernah mengikuti b. Tidak pernah mengikuti
97
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
18. Jika iya, sudah berapa kali Bapak/Ibu mengikuti pelatihan kebencanaan
tersebut ?
a. Lebih dari 1 kali b. 1 kali
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
19. Apakah ada salah satu anggota keluarga Bapak/Ibu pernah mengikuti
seminar/pertemuan/workshop/pelatihan mengenai kesiapsiagaan bencana
letusan gunung api ciremai?
a. Ada anggota keluarga b. Tidak ada anggota
keluarga
yang mengikuti yang mengikuti
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
D. Mobilisasi sosial
20. Apakah Bapak/Ibu memiliki materi/ panduan kesiapsiagaan bencana letusan
gunung api ?
a. Ya memiliki b. Tidak memiliki
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
21. Apakah Bapak/Ibu memiliki aksses informasi dari media dan sumber lain
mengenai bencana letusan gunung api yang akan terjadi ?
a. Ya ada b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
98
22. Apakah ada anggota keluarga Bapak/Ibu yang memilki keterampilan yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana letusan gunung api
ciremai?
a. Ya ada b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
23. Apakah Bapak/Ibu/keluarga memiliki anggaran/dana untuk persiapan yang
sewaktu-waktu dapat digunakan saat akan terjadi bencana letusan gunung api
ciremai?
a. Ada dana/anggaran b. Tidak ada dana/anggaran
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
24. Apakah Bapak/Ibu memiliki pihak luar (kerabat/keluarga/teman) yang
sewaktu-waktu dapat membantu saat terjadi bencana letusan gunung api
ciremai ?
a. Ya, ada bantuan b. Tidak ada bantuan
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
25. Apakah ada kesepakatan didalam keluarga untuk melakukan simualasi
bencana letusan gunug api ciremai ?
a. Ya ada b. Tidak ada
Penjelasan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
99
3. Dokumentasi Foto-Foto Penelitian
100
4. Lembar Uji Referensi
101
102
103
104
105
BIODATA PENULIS
Rizal Fahrudin, lahir di Kuningan 02
Agustus 1994, putra dari Bapak Jojo Sudrajat
dan Ibu Yayah Rokayah (Alm) yang
beralamat tinggal di Desa Kawah Manuk,
Darma, Kuningan, Jawa Barat. Putra ketiga
dari 4 bersaudara ini telah menempuh
Pendidikan Sekolah Dasar (2000-2006),
Kemudian penulis melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah Darma (2007-2009), selanjutnya
meneruskan pendidikan di Madrasah
Madrasah Aliyah Al-Wutsqo Depok (2009-2012) dan Setelah lulus Madrasah
Aliyah, penulis melanjutkan pedidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu Pegetahuan Sosial
konsentrasi Geografi angkatan 2012 melalui jalur Mandiri.
Skripsi yang berjudul “Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana Letusan Gunung Ciremai di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan” ini di bawah bimbingan Bapak Dr. Teukeu Ramli Zakaria,
M.A sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Sodikin, M.Si sebagai Dosen
Pembimbing II.