wahai ananda

35
Qalam Jiwa Qalam Jiwa “Wahai Ananda“ “Wahai Ananda“ Sebuah Buku Personal Sebuah Buku Personal Pustaka Bait Al Hikmah Pustaka Bait Al Hikmah

Upload: hariyatman-prasatya

Post on 13-Jun-2015

168 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Sebuah buku pribadi yang ditulis dalam momentum kehadiran anak pertama

TRANSCRIPT

Page 1: Wahai Ananda

Qalam JiwaQalam Jiwa

“Wahai Ananda““Wahai Ananda“Sebuah Buku PersonalSebuah Buku Personal

Pustaka Bait Al HikmahPustaka Bait Al Hikmah

Proof Reader : Yuni RestuProof Reader : Yuni Restu

Page 2: Wahai Ananda

Daftar IsiDaftar Isi

Menarik Diri ke Momentum Hidup Menarik Diri ke Momentum Hidup

(Sebuah (Sebuah Pendahuluan) ....................................................... 1Pendahuluan) ....................................................... 1

Ada Apa dengan Diriku?...................................................... 3Ada Apa dengan Diriku?...................................................... 3

Surat Kecil Bunda . ..............................................................5Surat Kecil Bunda . ..............................................................5

Dan Kau pun Lahir ke Dunia (Sebuah Kronologis) ...........6Dan Kau pun Lahir ke Dunia (Sebuah Kronologis) ...........6

Sebuah Kisah dari Seorang Teman .....................................9Sebuah Kisah dari Seorang Teman .....................................9

Surat Kecilku Untukmu ......................................................12Surat Kecilku Untukmu ......................................................12

Ku Namai Engkau Abdurrahman Aziz Syamsuddin(1) .....14Ku Namai Engkau Abdurrahman Aziz Syamsuddin(1) .....14

Suatu Saat Ketika Engkau Menangis .................................17Suatu Saat Ketika Engkau Menangis .................................17

Suratku untuk Nenekmu .....................................................19Suratku untuk Nenekmu .....................................................19

Ku Namai Engkau Abdurrahman Aziz Syamsuddin(2)......21Ku Namai Engkau Abdurrahman Aziz Syamsuddin(2)......21

Epilog .................................................................................22Epilog .................................................................................22

Dokumentasi .................................................................... 23Dokumentasi .................................................................... 23

Tentang Penulis ................................................................. 26Tentang Penulis ................................................................. 26

Lembar Tanggapan .............................................................27Lembar Tanggapan .............................................................27

Page 3: Wahai Ananda

biarkan aku berharap padamubiarkan aku berharap padamuagar kau menjadi penghias semestaagar kau menjadi penghias semesta

walaupun itu hanya walaupun itu hanya berupa sebuah kerlipan bintangberupa sebuah kerlipan bintang

di angkasa raya…..di angkasa raya…..(27 Maret 2006 13:50 SMS sent to all…)

Page 4: Wahai Ananda

Menarik Diri KeMenarik Diri Ke Momentum HidupMomentum Hidup

Sebuah Pendahuluan

Menulis bukanlah sebuah pekerjaan yang sulit. Namun ia juga bukan sesuatu yang

dapat dikatakan mudah. Intinya, ia sesuatu yang susah-susah gampang.

Salah satu kesulitan dalam menulis terkait dengan dorongan untuk menulis itu sendiri.

Seringkali ide tulisan itu sudah ada dan telah hadir di otak kita, namun tangan terasa sangat berat untuk

menggoreskannya menjadi kata. Hingga kemudian ide yang telah ada itu menjadi bertumpuk dan kadaluarsa.

Kesulitan ini dapat disiasati dengan memanfaatkan momentum-momentum kehidupan yang kita miliki. Setiap orang pastilah memilikinya. Momentum

hidup itu adalah sesuatu yang memiliki impresi yang kuat dalam jiwa seseorang. Ada beragam mozaik di dalamnya yang jika dapat secara cerdas

kita manfaatkan akan mampu membangkit gelora, termasuk gelora untuk menulis.

Momentum hidup itu seperti gambaran Steven Covey dalam bukunya The Seven Habit Of Highly Efectif People, ketika menjelaskan prinsip merujuk

pada tujuan akhir. Agar prinsip merujuk pada tujuan akhir dapat dicapai, Covey menyarankan agar kita membayangkan saat berada di pemakaman,

dimana yang menjadi mayat saat itu adalah kita sendiri. Dan kemudian komentar apakah yang kita kehendaki dari orang-orang yang menghadiri

pemakaman tersebut?

Hampir dapat dipastikan, kita sesungguhnya memiliki banyak momentum dalam kehidupan yang kita jalani. Apalagi jika kita dikarunia usia yang

relatif panjang yang diisi oleh beragam pengalaman. Namun kebanyakan orang seringkali mengabaikan momentum-momentum tersebut. Jika ada

yang bisa memanfaatkannya, itu pun cenderung hanya menjadi ’kejutan’ sesaat. Hal ini

sesungguhnya dapat dipandang wajar karena sifat dari momentum itu sendiri yang hanya berlangsung dalam waktu sekejap.

Page 5: Wahai Ananda

Namun kondisi itu bukanlah halangan untuk memanfaatkan momentum tersebut dalam rentang waktu yang lama. Kita dapat merasakan gelora

momentum tersebut dalam jangka panjang asalkan kita berada di posisi jiwa yang tepat. Yang perlu kita lakukan untuk hal tersebut adalah

menciptakan momentum itu sendiri dan menempatkan diri di dalamnya, kemudian rasakanlah geloranya. Kita harus berada di posisi jiwa yang aktif, bukan menunggu momentum tersebut. Itulah yang saya maksudkan dengan

menarik diri ke momentum hidup.

Dalam menulis, cara seperti itu juga dapat kita pergunakan. Tidak terbatas pada momentum masa depan namun juga pada momentum yang telah

menjadi kenangan. Inilah yang menjadi kelebihan manusia. Ia dapat mengembara menelusuri sudut-sudut masa.

’Wahai ananda’ adalah sebuah buku personal yang saya susun dengan memakai prinsip menarik diri ke mementum hidup. Saya menempatkan diri

di momentum kehadiran anak pertama. Mulai dari masa kehamilan istri, proses persalinan dan masa-masa awal merawat bayi. Saya raih geloranya dalam jangka waktu yang lama dan kemudian menggoreskannya menjadi

kata. Semoga dari buku sederhana ini ada sesuatu yang bisa diambil sebagai inspirasi…..

Bukit Menara, April 2006Wassalam,

Qalam Jiwa

Page 6: Wahai Ananda

Ada Apa Dengan Diriku?Ada Apa Dengan Diriku?

Meskipun tidak layak menjadi pengisi acara Ripley’s: Believe Or Not, aku tetap

saja merasa aneh dengan diriku sendiri. Aku seperti sebuah anomali yang berbeda

dari orang kebanyakan. Itulah rasaku, setelah mendapatkan berita akan

kehadiranmu. Ku dapati ia hanya berupa sebuah perasaan yang datar belaka.

Adalah sebuah kewajaran jika seseorang yang sudah menikah dan kemudian

mempunyai anak. Dan adalah sebuah keanehan jika dari pernikahan tersebut, ia tidak mengharapkan kehadiran

keturunan. Walaupun waktunya berbeda-beda pada tiap pasutri, mereka harus siap dengan hal tersebut. Karena kehadiran keturunan adalah

konsekuensi dan sekuensi dari pernikahan.

Karena itulah juga aku berpandangan, kehadiran keturunan itu bukanlah sesuatu yang harus diekspresikan dengan luapan gembira. Biasa sajalah. Ini hanyalah bagian dari konsekuensi yang harus ditanggung oleh mereka yang

telah memutuskan untuk menikah.

Akupun kemudian mengkonfirmasi hal ini kepada sejumlah teman. Ku tanyakan kepada mereka, bagaimana rasanya ketika mengetahui istri yang

dicintai sedang mengandung anak pertama. Dan hampir semuanya menjawab dengan ungkapan antusias dan luar biasa. Akupun makin merasa,

kok aku beda sendiri ya? Ada apa dengan diriku?

Muncul sekian banyak tanda tanya dalam diriku, yang akhirnya semua itu mengerucut pada sebuah kecurigaan kepada diriku sendiri. Apakah ini

adalah sebuah indikasi bahwa aku belum sepenuhnya siap untuk menjadi seorang ayah?

Daripada memaki kegelapan, lebih baik kau nyalakan pelita. Filosofi itulah yang kemudian aku pakai. Maka akupun mulai lebih banyak

mempersiapkan diri. Dan aku memulainya dengan sebuah langkah sederhana. Aku mulai membiasakan diri memanggil ibumu dengan bunda.

Page 7: Wahai Ananda

Itulah langkah awalku untuk membangun kesiapan mental menunggu kehadiranmu. Aku berharap seiring dengan perjalanan waktu, aku akan

dapat lebih siap menunggu kedatanganmu.

Anakku, jika ibumu telah mulai aku panggil dengan bunda, maka kau pun mulai aku panggil dengan nanda. Wahai ananda.... seperti apakah rasanya di

dalam sana ?

Page 8: Wahai Ananda

Surat Kecil BundaSurat Kecil Bunda

Wahai ananda....11 Januari 2006 21:12, bundamu

menuliskan tulisan berikut ini di buku catatanku….

Uda, calon abi bagi putra yang kini dalam rahimku. Aku cuma ingin mengatakan….

betapa aku semakin mencintaimu, menyayangimu. Karena begitu sabar

engkau dengan ‘setiap yang aku inginkan’. Mungkin kemanjaan, kejengkelan yang hadir kadang tanpa sebab……..

Abi, nanda berdoa, semoga rahmat Allah selalu hadir pada keluarga kita. Bimbing dan jaga bunda yaa, agar tidak lupa padaNya. Disaat aku semakin

besar, mungkin bunda semakin payah dan lelah. Mungkin juga sering marah-marah. Tolong abi ridho pada bunda yaa, jangan ikutan

marah :< Kalau nanda sudah bisa ‘berjumpa’ abi dan bunda, sayangi nanda ya. Bimbing nanda untuk menjadi mujahid sejati.

Peluk cium dari nanda(siapa ya namaku :>)

Page 9: Wahai Ananda

Dan... Kau pun LahirDan... Kau pun Lahir ke Duniake Dunia

(Sebuah Kronologis)

Alhamdulillah......, akhirnya pada hari senin, 27 Maret jam 10.10, kau pun lahir menghirup nafas dunia di RS Bayumanik Semarang. Aku tidak

panik menghadapi proses kelahiranmu karena aku sudah punya pengalaman menghadapi situasi yang sama. Aku

pernah membantu seorang teman menghadapi kelahiran anak

pertamannya. Ternyata hal itu sangat membantu ketika aku sendiri menghadapi kondisi yang sama.

Namun meskipun demikian hal itu tidak menghilangkan kesan serunya proses kelahiranmu. Aku ikuti semuanya. Berawal bundamu merasakan

kesakitan hingga menemaninya dalam proses persalinan yang kusaksikan sendiri. Kulihat saat bundamu kepayahan, ketika ia harus menahan sakit

hingga sampai menggigit lenganku. Ku lihat ia sampai berurai airmata hingga akupun tidak tega dan tidak dapat mencegah ketika ada sesuatu

yang keluar dari mataku......

Awalnya, kami berencana proses kelahiranmu akan dilaksanakan di Klaten. Rencananya, kami akan pergi ke Klaten pada hari Minggu pagi, 26 Maret

yang berarti sekitar seminggu sebelum hari perkiraan lahirmu. Namun takdir akhirnya berbicara lain...

Pada hari Jum’at malam setelah diperiksa ke bidan, bundamu mulai merasakan kesakitan serta merasakan kram di kaki dan pinggang. Aku

masih dapat bersikap tenang. Namun aku merasa kasihan dengan bundamu hingga kami pun memutuskan untuk pergi ke puskesmas pada keesokan

harinya.

Page 10: Wahai Ananda

Sesampainya di puskesmas, ternyata petugasnya menyatakan bahwa waktu kelahiranmu masih lama hingga kamipun kembali pulang. Namun

bundamu tetap merasakan sakit terutama di bagian pinggang dan kakinya.

Kondisi itu membuat ia merasa tidak kuat untuk naik bus. Jadi kamipun memutuskan tidak jadi pulang ke Klaten dan kemudian

memberitahukan hal itu kepada eyang putrimu. Ketika eyangmu tahu, besoknya ia pun pergi ke Semarang untuk melihat kondisi bundamu.

Sepanjang malam Minggu, kondisi bundamu masih tetap sama hingga sampai Minggu pagi. Akhirnya kami memutuskan kembali ke puskesmas

setelah menjemput eyangmu terlebih dahulu di terminal. Jam 13.00, bundamu kembali masuk puskesmas dengan ditemani oleh eyangmu.

Sampai Isya, ternyata kondisi bundamu tidak ada perubahan yang berarti. Eyangmu pun kemudian memutuskan untuk pulang saja dahulu. Sepanjang

malam itu, bundamu terlihat tak berdaya. Aku dan eyangmu harus menjaganya sepanjang malam. Sekitar jam dua dini hari mulai ada tanda-

tanda kelahiranmu. Kamipun kembali ke puskesmas dan ternyata sudah bukaan empat. Tapi proses berikutnya berjalan kambat sehingga proses

kelahiranmu harus dipacu. Kamipun kemudian beralih ke RS Banyumanik pada jam tujuh pagi.

Sesampainya di RS Banyumanik dilakukan proses pemacuan dengan injeksi. Perlu waktu sekitar 2,5 jam untuk menjalani proses pacu tersebut.

Selama proses itu, aku dan eyangmu menemani bundamu seraya membantunya meredakan rasa sakit. Di saat itulah bunda menggigit lenganku untuk menahan rasa sakit. Saat itulah pula, aku tidak dapat

mencegah air mataku jatuh satu persatu.

Hingga tibalah waktu kelahiranmu. Eyangmu harus keluar karena ruangannya yang tidak bisa memuat banyak orang. Jadi tinggallah aku yang

menunggui proses persalinanmu. Dan jam 10.10 lahirlah dirimu .............., kemudian akupun keluar menemui eyangmu. Ia pun menyalamiku dengan

wajah haru dan kemudian masuk menemui bundamu. Kemudian aku kumandangkan adzan di telingamu. Mulai ada rasa yang berbeda......

Setelah proses persalinan selesai, akupun pulang untuk mengambil sejumlah keperluan. Di sepanjang perjalanan, sendirian di atas motor, aku pun

menangis. Sesampainya di rumah, kupuaskan tangisku..... aku sudah jadi

Page 11: Wahai Ananda

seorang ayah..... Kurang lebih jam 13.00, aku beritakan kepada orang banyak.

biarkan aku berharap padamuagar kau menjadi penghias semesta

walaupun itu hanya berupa sebuah kerlipan bintang

di angkasa raya

sms sent to all....

Semarang, disaat-saat seru & haru

Page 12: Wahai Ananda

Sebuah Kisah DariSebuah Kisah Dari Seorang TemanSeorang Teman

Wahai ananda .....,27 Maret 2006 ba’da jam 10.10, setelah berurai airmata, aku harus mengubur ari-

arimu. Aku melaksanakannya di rumah seorang teman yang juga baru di anugerahi

putra kedua. Saat itulah, aku mendapat sebuah cerita menarik darinya. Kisah dari salah satu episode dari sebuah film lama.

Film itu pernah diputar ulang di Metro TV. Film yang kumaksudkan itu adalah The Huxtable yang dibintangi oleh aktor

komedian yang cukup ternama, Bill Crosby. Dalam film tersebut Bill Crosby berperan sebagai Mr. Huxtable yang berprofesi sebagai seorang

dokter. Istrinya, Claire Huxtable adalah seorang pengacara. Mereka mempunyai beberapa anak yang telah cukup besar

Dalam salah satu episode film tersebut dikisahkan tentang Claire Huxtable yang berkeinginan untuk punya anak lagi. Keinginannya itu diutarakan

kepada ibu mertuanya yang pada saat itu dikisahkan sedang berkunjung. Sang mertua kemudian menanggapi keinginan menantunya itu dengan

ungkapan sebagai berikut: ”Aku juga suka anak-anak. Tapi aku lebih suka anak tetangga. Karena ketika aku bosan dengan mereka aku tinggal

menyuruh mereka pulang!”

Wahai ananda.....,ada sebuah pelajaran mendasar dari ungkapan mertua Claire Huxtable

diatas. Karena ungkapan itulah, kisah dari temanku itu menjadi menarik. Ungkapan itu mungkin akan kita respon dengan senyuman. Namun

sesungguhnya ada pesan tentang konsekuensi dan tanggung jawab di dalamnya.

Page 13: Wahai Ananda

Pasutri yang menginginkan kelahiran seorang anak, akan mendapatkan kesenangan dari anak tersebut. Entah itu karena kelucuannya ataupun

karena polah tingkah dan senyumannya. Namun untuk itu mereka juga harus membayarnya dengan keletihan mengurus sang bayi karena harus

sering begadang, belum lagi pernak-pernik lainnya yang akan bertambah seiring dengan pertumbuhannya. Akumulasi semua itu bisa jadi akan

menimbulkan rasa ’bosan’ pada diri orang tua. Namun mereka tidak boleh berkata bosan. Hal itu mau tak mau harus dijalani. Karena ini adalah

sebuah konsekuensi.

Jika mereka tidak mau, itu berarti mereka belum siap untuk punya anak. Bahkan lebih jauh lagi, itu berarti mereka sesungguhnya belum siap dan

belum pantas untuk menikah!

Mungkin hal ini terkesan sederhana, tapi sesungguhnya pelajaran tentang konsekuensi ini bukanlah sesuatu yang mudah. Aku teringat sebuah berita

yang kulihat dari televisi. Tentang seorang bapak di wilayah Nusatenggara yang berprofesi sebagai guru SMP. Ia marah-marah kepada istrinya karena

tidak bisa menenangkan anaknya yang terus menangis. Ia pun kemudian memukul si anak yang baru berumur tiga bulan hingga sang anakpun

meninggal, ia pun menjadi buronan.

Wahai ananda....,Pelajaran tentang konsekuensi dan tanggung jawab bukanlah sebuah mata

pelajaran yang kecil dan mudah. Ia adalah bagian dari pelajaran tentang keimanan, dakwah dan kehidupan. Bahkan keberadaan Rasul SAW pun

juga bertujuan untuk mengajarkan hal tersebut.

Muhammad SAW diturunkan ditengah kaum musyrikin Mekah yang sesungguhnya telah mengenal Allah SWT. Buktinya ketika berjanji, mereka

senantiasa mengatakan, ”Demi Allah aku bersumpah” , dan ketika menuliskan perjanjian, mereka senantiasa mengawalinya dengan

bismikallahumma. Kenapa Allah SWT justru menurunkan rasulNya di tengah kaum yang telah mengakui dan mengenalNya sebagai pencipta?

Jawabannya terkait dengan konsekuensi. Kaum musyrikin Mekah mengakui Allah SWT sebagai pencipta namun mereka tidak menjalankan

konsekuensinya. Jika mereka mengakui Allah SWT seharusnya mereka taat kepadaNya. Namun ketaatan, tunduk dan kepatuhan itulah yang tidak ada.

Mereka lebih memilih tunduk pada keinginannya sendiri.

Wahai ananda....,

Page 14: Wahai Ananda

aku pun kemudian mengulang kisah dari temanku itu kepada bundamu, kepada teman dan saudara-saudaraku yang lain. Ia menjadi sebuah tema dan pelajaran besar. Demikian pula dengan dirimu. Engkau adalah bagian

dari tema dan pelajaran besar itu...... bagiku dan juga bundamu....

Surat Kecilku UntukmuSurat Kecilku Untukmu

Si Budi, anak yang berumur sepuluh tahun, suatu hari mendekati ibunya yang tengah sibuk di dapur. Dari sakunya, Budi mengeluarkan kertas catatan lalu diserahkan kepada ibunya. Dengan penuh perhatian, sang ibu segera menerima dan membaca catatan itu…Membersihkan kamar minggu ini Rp 1.000,- Ke toko disuruh ayah Rp 500,-. Lalu menyapu halaman dan membuang sampah minggu ini Rp 3.000,-. Menjaga adik sewaktu ibu ke pasar Rp 1.000,-. Untuk nilai rapor yang bagus Rp 5.000,-. Jadi jumlah hutang ibu pada Budi Rp 10.500,-

Selesai membaca, sang ibu sejenak melirik ke arah Budi yang tengah menunggu dengan wajah penuh harap. Lalu, sang ibu segera menulis di balik kertas catatan Budi. Untuk sembilan bulan, ibu membiarkanmu tumbuh di perut ibu, gratis. Untuk menemanimu saat ketakutan di malam hari, gratis. Untuk mengelap ingusmu selama ini gratis.Lalu untuk mainan, makanan dan semua pakaianmu, gratis.Akhirnya kalau kau jumlahkan semua harga cinta sejati ibu kepadamu, juga gratis anakku

Airmata Budi berlinang, ketika selesai membaca tulisan itu. Ia pun segera memeluk tubuh ibunya, lalu berbisik, “Bu…Budi sangat sayang pada Ibu.” Budi pun segera mengambil kertas catatannya lalu menuliskannya dengan huruf besar LUNAS!……….

Page 15: Wahai Ananda

Wahai ananda, narasi di atas bukanlah karanganku. Namun setiap kali membacanya hampir senantiasa ada sesuatu yang mengabut di mataku. Aku jadi teringat dengan ibuku. Bahkan, terkadang ketika aku rindu Dengannya, aku baca lagi narasi ini. Terbayang lagi saat aku menemani bundamu melewati detik-detik waktu kelahiranmu yang mengharu biru. Saat itu barulah aku mendapatkan jawaban dan merasakan ‘nilai beda’ akan keberadaanmu.

Mungkin, saat ini engkau tidak mengerti kenapa tulisan ini aku goreskan. Namun seiring dengan waktu, aku berharap engkau akan memahaminya. Waktu akan mengajarkannya padamu…..

Bukit menara,Dalam rentang masa kelahiranmu

Page 16: Wahai Ananda

Kunamai engkau,Kunamai engkau,Abdurrahman Aziz SyamsuddinAbdurrahman Aziz Syamsuddin

Wahai ananda…. di negerimu ini pada tahun 2000 ada 2,3 juta

saudaramu yang diaborsi. Mereka dibunuh sebelum menghirup nafas

dunia, tanpa ditanya apakah kesalahan yang telah mereka

lakukan. 2,3 juta adalah sebuah jumlah yang amat besar. Bahkan

jauh lebih besar dari korban militer perang dunia pertama maupun

kedua yang berlangsung selama beberapa tahun.*

Angka itu bukanlah angka yang dibuat-buat. Ia adalah hasil penelitian sebuah institusi resmi negeri ini. Penelitian itu juga menyebutkan, angka 2,3

juta tersebut bisa jadi lebih besar. Karena kejadian ini seperti fenomena gunung es, yang terlihat jauh lebih sedikit daripada yang seharusnya **

Sungguh! Ini sebuah tragedi. Karena ia terjadi di negeri yang memproklamirkan keramahan dan memiliki jumlah penduduk muslim yang paling banyak di dunia. Apakah ini indikasi bahwa kita sedang meluncur ke

titik nadir peradaban?

Wahai ananda...... Negerimu ini punya sekian banyak persoalan besar yang belum tertuntaskan. Aku dapat memaparkan persoalan besar lainnya.

Namun cukuplah kiranya kalau hanya salah satu saja yang aku kemukan sebagai bentuk penegasan bahwa di tengah persoalan besar itulah kau

dilahirkan.

Tidak semua orang menyadari masalah-masalah besar ini. Dan di antara mereka yang menyadari, tidak semuanya pula yang peduli untuk kemudian

melakukan sebuah aksi. Masalah-masalah besar itu haruslah kita hadapi

Page 17: Wahai Ananda

dengan memperbanyak dan memperbesar arus kebaikan di tengah lapangan kehidupan. Karena jika kita hanya berdiam diri maka efeknya negatifnya

akan menimpa diri kita sendiri, entah itu sedikit ataupun banyak. Dan kapal besar yang bernama Indonesiapun akan dapat

tenggelam sebagai konsekuensi lanjutannya.

Ananda yang dirahmati, aku ingin kita menjadi bagian dari arus kebaikan itu. Kalaulah tidak menjadi arus yang besar, kita dapat menjadi bagian dari

arus kecil yang berhimpun dan kemudian membangun gelombang. Agar bisa menjadi arus tersebut maka kita haruslah sekuat mungkin untuk

menjadi orang baik yang tidak hanya baik bagi dirinya sendiri. Ia harus menjadi orang yang beriman dan beramal soleh.

Tapi.. sepertinya itu saja belumlah cukup. Karena negeri ini sepertinya telah dipenuhi oleh sekian banyak orang saleh. Namun mereka ’seakan’ tak

berdaya. Apakah karena jumlahnya yang jauh lebih sedikit? Rasanya tidak karena jumlah bukanlah faktor utama. Sejarah telah membuktikan bahwa

mereka yang berjumlah sedikit tidak harus menjadi orang yang kalah sebagaimana mereka yang berjumlah besar yang belum tentu jadi

pemenang.

Wahai ananda, dengan latar belakang seperti itulah aku menamaimu dengan Abdurrahman Aziz Syamsuddin. Aku ingin kau menjadi hambaNya.

Karena itulah hakikat keberadaan setiap manusia. Dengan menjadi hambaNya saja maka engkau akan menjadi terpuji, kuat dan kaya. Karena

hamba dari yang Maha Terpuji akan menjadi terpuji, hamba dari yang Maha Kuat akan menjadi kuat dan hamba dari yang Maha Kaya akan menjadi

kaya.. Menjadi hamba adalah gambaran orang saleh yang sesungguhnya.

Namun sayang, kesadaran kebanyakan orang tentang hal ini seringkali timbul tenggelam. Oleh karena itulah aku cantumkan kata Abdurrahman sebagai bagian dari namamu. Ia adalah salah satu nama yang disukaiNya

dan agar hakikat penghambaan itu terpatri kukuh dalam dirimu.

Aku juga mencantum kata Aziz untuk menjadi namamu. Aku ingin kau menjadi bagian dari keinginan Umar bin Khattab ra yang pada suatu saat pernah berdoa kepada Rabbnya ”Ya Allah, kami berlindung kepadaMu

dari ketidakberdayaan orang-orang bertakwa dan keperkasaan orang-orang jahat”

Page 18: Wahai Ananda

Menjadi orang saleh merupakan modal awal. Tapi kita perlu tambahan sebuah variabel lagi agar orang saleh itu mampu membangun peradaban dan

menjadi arus utama dalam kehidupan. Orang saleh itu haruslah menjadi orang saleh atau hamba yang kuat.

Wahai ananda.... harapanku, dengan menjadi hambaNya yang kuat itulah kelak kau akan menjadi orang yang akan menyinari peradaban walaupun

zamanmu tengah diliputi oleh kegelapan. Itulah yang kumaksudkan dengan syamsuddin

Syamsuddin adalah orang yang memberi dengan cahayanya. Ia seperti matahari. Yang cahayanya sangat dominan hingga mampu mengubah

kehidupan malam menjadi siang. Ia dapat juga seperti kerlipan bintang. Bintang sesungguhnya adalah matahari juga. Mereka sama-sama memberi.

Jika matahari memberikan perubahan kehidupan maka bintang memberikan keindahan pada langit malam dengan bertebaran di segenap penjuru alam.

Bintang memberi dari tempat yang jauh hingga ia terlihat amat kecil. Biarpun kecil dan meski hanya berupa sebuah kerlipan, bisa jadi ia jauh

lebih besar dari matahari, ketika ia lebih kita dekati.

Anandaku yang dirahmati. Bisa jadi ada yang punya nama mirip denganmu atau namamu itu mungkin dianggap kuno oleh sebagian orang. Biarlah, jika

ada orang yang beranggapan demikian dan kuharap kau tidak terpengaruh olehnya. Karena bagiku, pentingnya sebuah nama bukan terletak pada

kemoderenan atau kekunoannya dan bukan juga pada kemiripannya dengan seseorang, tapi pada harapan dan cita-cita yang disandarkan padanya.

Akhirulkalam, semoga Allah memudahkan kami dalam mendidikmu untuk memenuhi semua harapan itu.

antara Klaten dan Semarangdi awal April 2006

* Sebuah survei menyatakan korban militer PD I berjumlah +/- 900 ribu orang sedangkan untuk PD II berjumlah +/- 1,9 juta orang

**Penelitan dilakukan oleh BKKBN yang dikutip oleh Kompas Cyber Media, 20 Feb 2004

Page 19: Wahai Ananda

Suatu Saat, Ketika Engkau Menangis

Wahai ananda...Seringkali menangis itu

diidentikan dengan perempuan. Namun hal itu tidak berlaku

untukku. Aku adalah lelaki yang tidak keberatan untuk menangis. Bahkan terkadang, aku menumpahkan

segalanya dengan tangisan. Kunikmati ia untuk melepaskan dahaga jiwa seraya kemudian menyerap kekuatan semesta.

Aku cukup mudah menangis ketika jiwa tengah berada dalam kelemahannya, di saat berjumpa dengan kerinduan ataupun jika berhadapan

dengan sesuatu yang memang pantas untuk ditangisi.

Wahai ananda...Kehadiranmu adalah masa-masa yang kuhiasi dengan tangisan. Ketika

bundamu harus menahan sakit saat kau hendak lahir atau waktu aku menemaninya saat proses persalinan. Setelah kau lahir, akupun

mengiringinya dengan tangisan dan hari-hariku pun kemudian mulai dipenuhi oleh tangisanmu.

Suatu saat ketika kau menangis, aku pun turut menangis. Awalnya sederhana, hanya karena kau tidak henti menangis. bundamu bingun, ada

apakah dengan dirimu? Ia kemudian berusaha untuk menenangkanmu, tapi tidak berhasil. Kau tetap menangis, hingga berurailah airmatanya. Ia sedih

karena tangisanmu. Aku tak tahan dengan semua itu. Aku pun kemudian turut menangis bersama dengan bundamu.

Seharusnya, kami tidak perlu khawatir dengan tangisanmu. Karena yang namanya bayi, menangis adalah bagian dari keseharianmu. Menagis itu justru bermanfaat untukmu. Menangis itu akan melatih gerakan anggota badanmu serta memperlebar ususmu, melapangkan dada, memperhangat

Page 20: Wahai Ananda

otak, menjaga postur tubuh, mempengaruhi suhu badan, menggerakkan kepribadian untuk mendorong semua potensi dalam diri, mendorong sisa-

sisa dalam otak baik berupa lendir dan lainnya.

Jadi kenapa aku harus menangis? Mungkin karena kasih yang mulai tumbuh dalam hatiku. Namun aku merasa ada yang lebih mendasar. Kehadiranmu

memberi pelajaran langsung tentang kesabaran. Experiential learning mengenai kesabaran yang lebih nyata. Dan ternyata

kesabaran itu memang tiada memiliki batas!

Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasn negerimu) dan

bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntungAli Imran: 200

Page 21: Wahai Ananda

Suratku untuk Nenekmu

BagiNyalah segala puji sepenuh langit dan bumi serta sepenuh apa yang ada diantara

keduanya

Mama yang nanda cintai,Di belahan bumiNya yang dirahmati

Assalamu’alaikum wr. Wb

Dalam sejumlah kesempatan, menantu mama cukup sering berkata, kapankah

kita akan ke Padang? Biasanya nanda hanya menanggapinya dengan senyuman.

Adalah sebuah keinginan besar Nanda untuk mengajaknya ke Padang guna menemui mama dan papa. Hanya saja keinginan itu belum bisa terwujud

karena belum bertemu dengan kesempatan yang ada. Ditambah lagi dengan kondisi saat ini, ketika kami telah dikaruniai putra, cucu mama yang kedua.

Karena baru lahir, tentunya ia belum bisa dibawa terlalu jauh.

Namun apapun kondisi yang ada, ketika Dia telah berkehendak maka semuanya akan dapat menjadi mudah. Karena itu, kami berharap mama dan

papa mendoakan kami, semoga kami dimudahkan dan dilapangkan untuk bisa pergi ke Padang walaupun belum bisa memastikan kapan waktunya.

Mama yang Nanda hormati,Saat ini, cucu mama telah memasuki usia dua bulan. Itu berarti telah dua bulan pula siklus kehidupan nanda berubah. Harus lebih banyak bangun

tengah malam untuk membantu ibunya mengganti popoknya yang basah. Hari-hari yang telah terhiasi oleh tangisan, senyuman dan juga kelucuannya.

Hari-hari yang mengajarkan nanda agar lebih punya nafas panjang untuk bersabar.

Page 22: Wahai Ananda

Dua bulan yang lalu, Nanda saksikan langsung proses kelahirannya. Alhamdulillah, Nanda tidak panik karena sebelumnya sudah pernah

menghadapi kondisi yang sama, saat membantu seorang teman menunggui kelahiran anaknya

Meskipun demikian, tetap saja suasana mengharu biru menghiasi kehadirannya. Kami harus bolak-balik ke puskemas. Namun akhirnya kami

harus ke rumah sakit karena proses kelahirannya harus dipacu.

Sesungguhnya, ada banyak cerita yang dapat nanda sampaikan. Namun perkenankan Nanda mengutarakan satu hal saja yang utama. Menunggui

kelahirannya membuat Nanda jauh lebih mengerti, mengapa penghormatan kepada orang tua menjadi sebuah keharusan bagi seorang anak. Oleh

karena itu... dengan ini.. perkenankan Nanda untuk minta maaf kepada mama dengan maaf yang sedalam-dalamny dan sebanyak-banyaknya.

Mama yang Nanda cintai,Di akhir surat ini, izinkan nanda untuk menulis ulang sebuah pesan

sederhana yang ditulis oleh seorang anak kecil untuk ibunya. ”Bunda, aku mencintaimu seperti aku mencintai surga”

Semarang, ketika ia mulai berusia dua bulanWassalam,

Hariyatman Prasatya

Page 23: Wahai Ananda

Kunamai Engkau Abdurrahman Aziz

Syamsuddin (2)

Wahai Ananda...Aku senantiasa terngiang sebuah

doa yang aku baca dari sebuah buku. Doanya Umar bin Khattab ra. Beliau pernah berdoa kepada

Rabbnya “Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari ketidakberdayaan orang-orang bertakwa dan keperkasaan orang-orang jahat”

Seharusnya orang bertakwa itu juga menjadi orang kuat. Itulah harapan umar dan aku berharap kau dapat menjadi bagian dari harapan Umar

tersebut. Menjadi hambaNya yang tidak sekedar bertakwa namun juga kuat. Itulah alasan utamaku, mencantumkan kata aziz sebagai bagian dari

namamu.

Adapun alasan lainnya, aku dapati ketika menemukan ungkapan menarik berikut ini:

besi itu kuat, tetapi api dapat melelhkannyaapi itu kuat, tetapi air mampu memadamkannya

air itu kuat, tetapi matahari bisa mengalahkannyamatahari itu kuat, tetapi awan dapat menghalanginyaawan itu kuat, tetapi angin mampu memindahkannyaangin itu kuat, tetapi manusia mampu menahannya

manusia itu kuat, tetapi ketakutan bisa melemahkannyaketakutan itu kuat, tetapi tidur bisa mengatasinya

tidur itu kuat, tetapi mati tenyata lebih kuatterkuat adalah kebaikan, ia takkan hilang setalah mati

Oleh karena itu....... wahai anandaku, jadilah engkau pelopor kebaikan, dan buatlah kebaikan yang banyak. Insya Allah dengan demikian engkau akan

Page 24: Wahai Ananda

menyinari peradaban manusia yang telah tua ini. Itulah harapan yang kusandarkan melalui namamu dan itulah yang menjadi doaku......

Epilog

SABARyaBUN,jikaKARENAamanahINIkauJADIkurangTIDUR.tapi YANGjelasAKUmakin SAYANGpadamu (KUTULISsms INIdgn

MATAmengabut)

Sent to : bp ibu klaten 08137485xxxx

From: bp ibu klaten

Ternyata ada kebahagiaan yang baru aku temukan, dengan kehadiran nanda, yang semula tidak begitu kurasa, karena terlau banyak mengeluhkan

sakit fisik yang tidak seberapa, dibanding pahalaNya

ketika bunda masih di klaten

Page 25: Wahai Ananda

Tentang Penulis

Qalam jiwa (Qj) adalah nama pena Hariyatman Prasatya. Ia sebenarnya lebih senang disebut sebagai

penikmat sastra daripada seorang penulis. Karena selama ini ia hanya menikmati karya orang lain dan

tulisannyapun sebagian besar hanya diperuntukan untuk konsumsi pribadi. Kalau pun ada orang yang

menikmati tulisannya, itu pun hanya untuk kalangan terbatas

Sebenarnya ia sudah cukup sering tergoda untuk mempublikasikan karyanya. Namun godaan itu rupanya belum begitu kuat untuk

menggoyahkan status penikmatnya. Hingga, ia menemukan sebuah momentum ketika hendak melamar istrinya. Ia merasa perlu menyusun

sebuah buku yang diperuntukan untuk calon istrinya.

Dorongan untuk menulis itu makin menguat dalam dirinya, ketika orang-orang dekatnya dapat meyakinkan bahwa ia punya talenta menulis. Hal itu

dibuktikan dengan dilamrnya ia untuk menjadi pegiat komunitas wedangjae (www.wedangjae.com)

Qj saat ini dipecayai oleh rekan-rekannya untuk menjadi direktur Lembaga Psikologi Terapan Inspire Community. Sebuah institusi yang telah

dirintisnya sejak menjadi mahasiswa

Wahai ananda adalah buku (personal)nya yang kedua. Tanggapan atas buku ini dapat dikirimkan ke [email protected]