vol.vi no.17 i p3di september 2014

24

Upload: infosingkat

Post on 26-Dec-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

1. Keadilan Restoratif Tindak Pidana Anak (Luthvi Febryka Nola)2. Efektivitas Kesepakatan COC Indonesia- Australia (Humphrey Wangke)3. Fenomena Penggusuran di Jakarta (Rohani Budi Prihati)4. Peluang dan Tantangan SDM Indonesia menghadapi generasi MEA (Dewi Wuryandani)5. Transisi Kekuasaan dari SBY ke Jokowi (Indra Pahlevi)

TRANSCRIPT

Page 1: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014
Page 2: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014
Page 3: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 1 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014H U K U M

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

KEADILAN RESTORATIFTINDAK PIDANA ANAK

Luthvi Febryka Nola*)

Abstrak

UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) tidak langsung berlaku pada saat diundangkan. Hal ini menjadi salah satu penyebab inkonsistensi pemberlakuan peraturan peradilan pidana anak. Jeda waktu pemberlakuan UU

hukum terkait konsep keadilan restoratif pada pidana anak yang mengedepankan penyelesaian kasus dengan mementingkan hak anak melalui pemulihan pada keadaan semula. Ke depan, DPR perlu lebih mempertimbangkan konsekuensi UU jika tidak diberlakukan segera setelah diundangkan. DPR juga perlu mendesak pemerintah untuk segera mengundangkan peraturan pemerintah dan menyosialisasikan konsep keadilan restoratif terkait UU SPPA.

PendahuluanPada akhir bulan Agustus 2014,

Mahkamah Agung (MA) membebaskan seorang anak SMK berinisial SP yang terbukti telah mengedarkan narkotika. SP ditangkap Polres Staba, Langkat, Sumatera Utara, pada tanggal 16 Juni 2010 karena menjadi bandar ganja dengan pasar teman-temannya. Saat tertangkap, SP memiliki 35 paket ganja siap edar. Atas perbuatannya, SP diadili dengan dakwaan Pasal 111 dan Pasal 114 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman 15 tahun penjara. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut SP dihukum 5 tahun penjara. Namun demikian, pada 25 Januari 2011 Pengadilan Negeri (PN)

Stabat membebaskan SP dari tuntutan dan mengembalikannya ke orang tua. Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan pada tanggal 7 Juni 2011 dan kembali dikuatkan oleh MA. Adapun alasan yang dipergunakan oleh majelis hakim untuk membebaskan SP adalah keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Dalam perkara SP, salah satu Hakim Agung, Suhadi memilih mengajukan dissenting opinion (DO). Menurut Suhadi, putusan PN Stabat dan PT Medan nyata-nyata keliru sebab pemberlakukan keadilan restoratif yang belum mempunyai

*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

Page 4: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 2 -

landasan hukum karena peraturan pemerintah (PP) yang diamanatkan UU SPPA belum terbentuk.

Sementara itu di Purbalingga, Jawa Tengah, tiga anak di bawah umur yang mencuri bebek ADC, NC dan RM yang berusia 14 tahun dan 16 tahun dijatuhi hukuman selama 2 bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga, pada bulan Februari 2014 silam. Pasal yang menjerat ketiga anak ini adalah Pasal 363 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara. Ketiga anak ini telah menjalani masa tahanan dan telah dibebaskan. Sejak kasus yang dituduhkan pemilik bebek kepada ketiga anak ini, keluarga dan polisi telah berupaya melakukan mediasi. Mediasi gagal karena pemilik bebek tetap pada pendiriannya untuk menuntut ketiga anak tersebut meskipun pada akhirnya pemilik bebek memberi maaf terhadap ketiganya. Namun demikian, kasus telah terlanjur bergulir ke pangadilan dan sudah dalam tahap vonis. Akibatnya, pemberian maaf dari sang pemilik bebek tersebut tidak berlaku dan ketiga anak tersebut dijatuhi hukuman penjara.

Keadilan Restoratif dalam UU SPPAKetika vonis MA terhadap kasus SP

dibacakan, kontroversi sehubungan keringanan vonis yang diberikan hakim mengemuka. Banyak kalangan menganggap telah terjadi disparitas atau perbedaan yang sangat mencolok dari dua kasus pidana yang sama-sama melibatkan anak ini.

Disparitas terjadi diakibatkan perbedaan pendekatan peraturan yang dipergunakan penegak hukum dalam kedua kasus ini. Pada kasus SP, hakim mempergunakan pendekatan keadilan restoratif yang diatur dalam UU SPPA. Akan tetapi, pada kasus mencuri bebek, pendekatan restoratif hanya dipergunakan sebagai pendekatan awal, pemutusan perkara dilakukan dengan pendekatan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak). Kontroversi ini tentunya tidak akan muncul apabila masyarakat memahami konsep keadilan restoratif.

Konsep keadilan restoratif di Indonesia memang masih baru. Konsep ini, menurut Mahfud M.D., merupakan perkembangan dari teori keadilan dengan suatu pendekatan berbeda. Tindak pidana dipandang sebagai penyakit masyarakat yang harus disembuhkan,

bukan sekadar sebagai tindakan melanggar aturan hukum. Penyembuhan inilah yang menjadi perhatian utama, bukan pada penghukuman terhadap pelaku. Dengan kata lain, terhadap anak yang terbukti bersalah melakukan suatu tindakan pidana lebih diutamakan untuk diberikan sanksi berupa tindakan seperti pengembalian kepada orang tua atau mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Menurut Pasal 1 angka 6 UU SPPA, Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Dalam rangka mewujudkan keadilan restoratif maka UU SPPA mengatur adanya diversi dan mengutamakan pendekatan tindakan terhadap anak yang terbukti bersalah dibanding pemidanaan.

Adapun yang dimaksud diversi dalam UU SPPA adalah upaya pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Proses di luar peradilan pidana ini biasanya berjalan dalam bentuk mediasi. Menurut Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, diversi dapat dilakukan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Diversi dapat dilakukan pada setiap tahap pemeriksaan mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan bahkan persidangan. Upaya diversi ini menurut UU SPPA wajib dilakukan oleh para penegak hukum berdasarkan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA. Apabila diabaikan maka penegak hukum dapat dikenai pidana meskipun kemudian ketentuan ini dibatalkan oleh MK dengan Putusan No. 110/PUU-X/2012.

Berkenaan dengan dasar dijatuhkannya pidana atau tindakan pada anak yang terbukti bersalah, UU SPPA telah memberikan rambu-rambu pada Pasal 70 UU SPPA. Rambu-rambu tersebut antara lain ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian. Namun demikian, yang tidak kalah pentingnya adalah hakim tetap harus mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. Disinilah pentingnya peran dari laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.

Pasal 60 ayat (3) UU SPPA mewajibkan

Page 5: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 3 -

kepada hakim untuk mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Menurut Pasal 1 angka 13 UU SPPA, Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana yang berada di bawah balai pemasyarakatan (Bapas). Persoalan Peraturan Pelaksana UU SPPA

Terkait UU SPPA, permasalahannya adalah UU ini tidak langsung berlaku ketika diundangkan. UU SPPA baru berlaku dua tahun terhitung sejak tanggal diundangkan pada tanggal 30 Juli 2012 sehingga baru berlaku pada tanggal 30 Juli 2014. Tidak langsung berlakunya UU ini dimaksudkan untuk memberi waktu kepada para penegak hukum, pemerintah dan masyarakat untuk dapat memahami nilai-nilai baru yang terdapat dalam UU SPPA. Kondisi inilah yang menurut penulis membuat beberapa kasus pidana anak terjadi inkonsistensi dalam memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan. Seperti pada kasus pencurian bebek, pada tahap awal hingga ke persidangan konsep diversi dalam UU SPPA telah diberlakukan sedangkan pada vonis, hakim tetap mempergunakan pendekatan UU Pengadilan Anak yang pada saat itu masih berlaku. Penggunaan diversi pada proses awal kasus ini kurang tepat mengingat belum berlakunya UU SPPA.

Permasalahan lainnya adalah adanya kontroversi di tengah-tengah masyarakat berkenaan dengan disparitas kasus SP dan kasus pencurian bebek. Kontroversi tidak akan terjadi apabila masyarakat memahami konsep keadilan restoratif dalam penanganan perkara anak. Ini berarti paradigma masyarakat masih belum bisa menerima sepenuhnya konsep penyelesaian terbaik bagi anak. Masyarakat yang mempermasalahkan disparitas kedua kasus ini masih memiliki paradigma penghukuman terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

Munculnya DO dari hakim Suhadi pada kasus SP juga menunjukkan bahwa konsep keadilan restoratif juga masih belum sepenuhnya dipahami oleh penegak hukum. Pendekatan yang digunakan masih sangat kaku karena menunggu terbentuknya Peraturan Pemerintah terkait UU SPPA. Suhadi sangat berpergang pada asas legalitas dan kepastian hukum.

Kondisi ini sudah diprediksi oleh Mahfud, sehingga pada salah satu tulisannya Mahfud pernah menyatakan keadilan restoratif dapat berbenturan dengan asas legalitas dan tujuan kepastian hukum. Namun demikian, benturan itu dengan sendirinya akan terselesaikan ketika yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah kepastian hukum yang adil.

Apabila semua hakim memiliki pendekatan seperti hakim Suhadi tentunya pemberlakuan UU SPPA haruslah menunggu setidak-tidaknya sampai dengan tanggal 30 Juli 2015. Kondisi ini dimungkinkan oleh UU SPPA sendiri karena berdasakan Pasal 107 UU SPPA, peraturan pelaksanaan ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak UU SPPA diberlakukan. Hingga saat ini memang belum ada satupun PP terkait UU SPPA. Dalam beberapa kesempatan seperti pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai leading sector dari pembuatan PP terkait UU SPPA menyatakan bahwa awal bulan Agustus 2014, PP akan selesai. Kenyataannya hingga saat ini hal ini tidak terlaksana. Salah satu penyebabnya adalah sistem penganggaran tidak memungkinkan pembahasan dilakukan pada tahun 2013 sehingga pembahasannya baru dapat dilakukan pada tahun 2014 bersamaan dengan berlakunya UU SPPA.

Penutup Munculnya kontroversi dalam masyarakat

sehubungan dengan disparitas penyelesaian kasus pidana anak menunjukkan bahwa sosialisasi terhadap UU SPPA belum berhasil

dari penghukuman kepada penyelesaian terbaik bagi anak. Dilakukannya DO oleh seorang Hakim Agung pada kasus SP, juga menunjukkan bahwa belum semua penegak hukum memahami konsep keadilan restoratif dalam UU SPPA. Sedangkan dalam segi perundang-undangan, UU SPPA yang tidak langsung berlaku ketika diundangkan dapat menjadi salah satu penyebab inkonsistensi pemberlakuan UU tersebut. Oleh sebab itu, dalam menjalankan fungsi legislasi, DPR lebih mempertimbangkan lagi konsekuensi dari tidak langsung berlakunya suatu UU. Dari segi pengawasan, DPR hendaknya dapat mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk lebih

Page 6: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 4 -

menyosialisasikan lagi konsep keadilan restoratif baik secara internal maupun eksternal kepada masyarakat luas. Selain itu, DPR juga perlu mendesak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia supaya segera menyelesaikan pembuatan PP terkait UU SPPA.

ReferensiUU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Moh. Mahfud MD., “Keadilan Restoratif dalam Penegakan Hukum”, http://di treskr imsuspoldakalse l .b logspot .com/2013/07/keadilanrestoratif-dalam-penegakan.html, diakses tanggal 9 September 2014.

“MA Berharap PP Diversi Segera Terbit”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt540036e7e328c/ma-berharap-pp-diversi-segera-terbit, diakses tanggal 4 September 2014.

“Duh! MA Membebaskan Siswa SMK Pengedar Narkotika”, http://news.detik.com/read/2014/08/29/103303/2675864/10/duh-ma-bebaskan-siswa-smk-pengedar-narkotika?nd772205mr, diakses tanggal 4 September 2014.

“Hakim Ini Penjarakan 3 Anak yang Mencuri 3 Ekor Bebek” http://anekainfounik.net/2014/08/27/hakim-ini-penjarakan-3-anak-yang-mencuri-3-ekor-bebek/, diakses tanggal 1 September 2014

“Perma No. 4 Tahun 2014, Ini Contoh Kasus Anak yang Sebisa Mungkin Tak Dipenjara”, http://palingaktual.com/914329/ini-contoh-kasus-anak-yang-sebisa-mungkin-tak-dipenjara/read/, diakses tanggal 4 September 2014.

“Agar Vonis Pencurian Bebek Tak Terulang, Aparat Diminta Terapkan UU SPPA”, http://www.ylbhi.or.id/2014/08/agar-vonis-pencurian-bebek-tak-terulang-aparat-diminta-terapkan-uu-sppa/, diakses tanggal 10 September 2014.

Page 7: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 5 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

EFEKTIVITAS KESEPAKATAN CODE OF CONDUCT INDONESIA-AUSTRALIA

Humphrey Wangke*)

Abstrak

Menjelang dua bulan pergantian tampuk pemerintahan di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mencapai kesepakatan dengan Australia tentang Code of Conduct on Framework for Security Cooperation. Melalui kesepakatan ini kedua negara berkomitmen tidak melakukan kegiatan intelijen yang dapat merugikan salah satu pihak. Kegiatan intelijen dianggap telah melanggar privasi individual, hak asasi manusia dan melukai hubungan kedua negara. Dokumen itu merupakan tuntutan Indonesia jika Australia masih berkeinginan memiliki hubungan baik dengan Indonesia.

Latar BelakangIndonesia dan Australia akhirnya

menandatangani “Tata Perilaku untuk Kerangka Kerja Sama Keamanan” atau Code of Conduct on Framework for Security Cooperation. Penandatanganan dokumen tersebut dilakukan di Laguna Hotel and Resort, Nusa Dua, Bali, oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, pada tanggal 28 Agustus 2014, dengan disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di dalam aturan tersebut disepakati, antara lain, untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk penyadapan.

Hubungan diplomatik Indonesia-Australia menurun hingga titik terendah ketika Indonesia memanggil pulang Duta Besar Najib Riphat Kesuma yang ditempatkan di Australia sebagai bentuk

protes atas tindakan Australia yang diketahui telah melakukan penyadapan terhadap telepon seluler Presiden SBY dan sejumlah pejabat tinggi pada tahun 2009. Peristiwa itu terungkap berdasarkan informasi yang dibocorkan oleh mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Edward Snowden. Penyadapan juga dilakukan terhadap telepon Ibu Negara dan beberapa pejabat tinggi Indonesia. Kasus ini kemudian menjadikan Pemerintah Indonesia mengkaji ulang semua kerja sama yang selama ini telah dibangun kedua negara.

Langkah itu dilakukan Indonesia sampai ada penjelasan dan sikap resmi dari Australia. Presiden meminta agar kerja sama dalam pertukaran informasi dan intelijen dihentikan sementara. Kepala Negara juga meminta penghentian sementara kerja sama operasi militer bersama untuk

*) Peneliti Madya Masalah-Masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

Page 8: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 6 -

mengatasi penyelundupan manusia ke Australia. Selain itu, Presiden meminta TNI menghentikan sementara latihan bersama tentara kedua negara di semua kesatuan. Selain menghentikan sementara sejumlah kerja sama, Presiden SBY juga meminta penjelasan dan sikap resmi Australia terkait penyadapan. Jika ingin kerja sama dilanjutkan, Indonesia menghendaki agar ada semacam protokol untuk mengatur kerja sama di berbagai bidang. Protokol itu sifatnya mengikat dan harus dijalankan.

Kini kedua negara telah sepakat menandatangani Code of Conduct yang antara lain mengatur tentang kesepahaman bersama mengenai suatu tata perilaku dalam kerangka kerja sama keamanan. Kesepakatan itu meliputi, pertama, Indonesia dan Australia tidak akan menggunakan setiap intelijen mereka, termasuk kapasitas penyadapan atau sumber-sumber daya lainnya, dengan cara-cara yang dapat merugikan kepentingan kedua pihak. Kedua, para pihak akan mendorong kerja sama intelijen antara lembaga-lembaga dan badan-badan yang relevan, sesuai dengan hukum dan peraturan internasional masing-masing. Penandatanganan Code of Conduct tersebut merupakan langkah maju dalam proses pemulihan secara penuh hubungan bilateral Indonesia-Australia pascakasus penyadapan.

Pertanyaannya adalah apakah cara ini efektif untuk mencegah tidak terjadinya penyadapan Australia ke Indonesia di masa depan?

Hubungan dan Kerja Sama Indonesia-Australia

Hubungan antara Indonesia dengan Australia mempunyai sejarah yang cukup panjang sejak zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia. Australia merupakan salah satu negara di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, dalam perkembangannya, hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia ini mengalami pasang surut, dikarenakan berbagai perbedaan yang ada diantara kedua negara, antara lain sistem politik, kondisi sosial ekonomi dan kebudayaan.

Terdapat banyak perbedaan antara Indonesia dengan Australia, pertama, di

negara kepulauan, sedang Australia merupakan negara kontinental. Kedua, di

negara terpadat ke-4 di dunia dengan 240

juta penduduk, sedang Australia termasuk yang berpenduduk kecil, hanya sekitar 25 juta jiwa. Ketiga, di bidang latar belakang kebudayaan, Indonesia memiliki penduduk Muslim yang terbesar di dunia dengan ciri multi etnis dan berbudaya timur, sedang Australia pada umumnya berpenduduk Kristen, berkulit putih dan berbudaya Eropa.

Hubungan luar negeri yang dilandasi politik bebas dan aktif merupakan salah satu perwujudan dari tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam implementasinya, Indonesia sangat mengedepankan prinsip bertetangga

merupakan tetangga dekat Indonesia yang terletak di antara Samudera Hindia dan

dan utara Australia membentuk perbatasan terdekat dengan kepulauan Indonesia. Indonesia berkepentingan untuk bisa menjalin kerja sama dengan Australia, mengingat negeri Kangguru ini telah beberapa kali terbukti melakukan intervensi terhadap kebijakan Indonesia terutama dalam masalah Timor Timur dan Organisasi Papua Merdeka. Oleh karena itu, Indonesia merasa perlu untuk mengikat Australia dalam sebuah perjanjian yang menyatakan kesediaan pemerintah Australia untuk tidak lagi mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

Dari sisi Australia, Indonesia mempunyai posisi strategis yang sangat penting bagi Australia dalam hubungannya dengan Asia Timur dan Asia Selatan, dan mempunyai peranan yang sangat besar di Asia, khususnya di Asia Tenggara. Di bidang kelautan, banyak persamaan kepentingan antara kedua negara, baik dalam konteks pengelolaan kekayaan alam, maupun dalan konteks pengamanan dan penegakan hukum di laut. Selama puluhan tahun perundingan-perundingan mengenai Hukum Laut Internasional, kepentingan kedua negara sering sejalan.

Faktor berikutnya adalah adanya proliferasi ancaman keamanan nontradisional dewasa ini, khususnya ancaman terorisme. Terorisme merupakan salah satu ancaman terbesar bagi Australia. Pascakejadian 09-

Page 9: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 7 -

Australia juga menjadi target sasaran para teroris karena asumsi mereka Australia merupakan sekutu terdekat AS. Hal ini dapat dilihat dari adanya serangan bom oleh teroris di Indonesia, seperti Bom Bali I tanggal 12

pada Agustus 2003, Bom Bali II tanggal 1 Oktober 2005, Bom di depan Kedutaan Besar Australia tahun 2004, yang sangat banyak memakan korban jiwa warga Australia.

Dengan berdasar pada dua pertimbangan utama di atas, maka pada tahun 2006 kedua negara sepakat untuk mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian keamanan, yang lebih dikenal sebagai Lombok Treaty. Sebelum dilakukan penandatanganan perjanjian keamanan antara Indonesia – Australia di tahun 2006, wacana atas pembicaraan tentang perlunya kedua negara melakukan kerja sama keamanan sudah terlihat sejak tahun 2003, ketika Menkopolhukam SBY mengunjungi Australia setahun setelah peristiwa Bom Bali I. SBY pada waktu itu menyatakan bahwa untuk dapat memberantas ancaman keamanan baik yang bersifat tradisional maupun nontradisional maka kedua negara perlu meningkatkan kemampuannya. Berangkat dari hal ini, maka kerangka kerjasama keamanan merupakan suatu keniscayaan bagi kedua negara.

Setelah SBY menjadi Presiden Republik Indonesia, kedua negara menandatangani juga Joint Declaration on Comprehensive Partnership between the Republic Indonesia and Australia. Deklarasi ini antara lain menyebutkan bahwa kedua negara sama-sama memiliki komitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang ekonomi dan teknis, kerja sama keamanan dan meningkatkan interaksi antarmasyarakat (people to people interaction).

Deklarasi ini juga menyebutkan pentingnya kerja sama dalam menumpas terorisme yang menjadi perhatian bersama, pasca terjadinya Bom Bali I tahun 2002. Untuk itu, kedua negara sepakat untuk melakukan kerja sama dalam hal peningkatan kapabilitas polisi (capacity building), bidang intelijen (sharing inteligent), kantor imigrasi dan bea cukai (penegakan hukum). Selain itu, komitmen untuk melakukan kerja sama di bidang maritim dan penjagaan keamanan laut menjadi prioritas utama dalam merespons ancaman kejahatan transnasional yang dewasa ini banyak melalui jalur laut.

Efektivitas Kesepakatan Code of Conduct

Presiden SBY tidak lama lagi akan menyelesaikan dua periode masa pemerintahannya. Memerhatikan cepatnya proses pemulihan hubungan diplomatik kedua negara, Presiden SBY tampaknya tidak ingin menyisakan beban pada pemerintahan yang baru untuk masalah luar negeri. Oleh karena itu sebelum mengakhiri masa jabatannya, pemulihan hubungan diplomatik kedua negara menjadi salah satu prioritas yang ingin dicapai presiden menjelang akhir pemerintahannya. Dengan kata lain, Presiden SBY justru ingin mengawali proses terbangunnya kembali kepercayaan dan keyakinan bahwa tidak ada lagi penyalahgunaan teknologi yang dilakukan oleh negara yang memiliki teknologi lebih maju kepada negara tetangga.

Protokol yang ditandatangani kedua negara secara jelas memuat komitmen bahwa kedua negara tidak akan menggunakan sumber daya intelijen mereka dan kapasitas penyadapan atau sumber-sumber lain, atau cara lainnya yang dapat merugikan kepentingan masing-masing pihak. Pihak-pihak dalam perjanjian itu akan mendorong kerja sama intelijen antara lembaga-lembaga atau badan-badan yang relevan dengan hukum dan peraturan nasional masing-masing. Lebih jauh kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama intelijen untuk merespons tantangan keamanan yang dihadapi wilayah kedua negara, termasuk ancaman yang ditanam kelompok ekstremis

Dengan kata lain, kesepakatan itu meliputi poin yang mengatur agar kedua negara tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan satu sama lain.

Meskipun muncul beberapa tantangan baru dalam hubungan bilateral, Indonesia dan Australia tetaplah dua negara yang bertetangga, bahkan mitra strategis. Kedua negara adalah mitra terdekat dan mitra dagang yang secara tradisional telah bekerja bersama-sama di berbagai bidang, termasuk masalah inisiatif antiterorisme dan masalah-masalah sensitif lainnya. Dilihat dari sisi seperti ini kesepakatan yang dicapai Indonesia dan Australia merupakan langkah maju untuk meningkatkan kualitas hubungan kedua negara di masa depan. Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, optimis bahwa kesepakatan yang ditandatangani itu merupakan cara paling efektif untuk

Page 10: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 8 -

menaklukkan segala tantangan yang bisa mencederai masyarakat kedua negara.

Australia sangat berkepentingan dengan Indonesia yang stabil dan demokratis. Sebab secara ekonomi Indonesia terus berkembang maju dengan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 6 persen per tahun dalam 3 tahun terakhir. Perekonomian Indonesia juga lebih besar dari Australia jika diukur dari keseimbangan kemampuan berbelanja (purchasing power parity) serta memiliki kelompok menengah yang lebih besar daripada jumlah penduduk Australia. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa merupakan kekuatan lainnya yang diperhitungkan Australia. Dengan demikian, Australia akan selalu berkepentingan untuk mengetahui lebih banyak tentang Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia harus berhati-hati dalam mengimplementasikan kesepakatan Code of Conduct ini. Bila memerhatikan besarnya kepentingan Australia terhadap Indonesia, negara ini akan selalu berkeinginan untuk mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia. Aksi penyadapan atau kegiatan mata-mata lainnya dapat dikatakan sebagai bentuk intervensi Australia terhadap Indonesia. Padahal Indonesia dan Australia sejauh ini telah memiliki Perjanjian Lombok yang mengikat kedua negara pada sejumlah kerja sama dan konsultasi serta penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing. Dalam konteks seperti ini, sulit diharapkan bahwa dengan penandatanganan Code of Conduct Australia tidak akan lagi melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri Indonesia.

Indonesia juga perlu menyadari bahwa penyadapan atau kegiatan mata-mata bukanlah hal baru dalam tata pergaulan internasional. Sejarah spionase sudah amat tua, misalnya kerajaan Mesir Kuno sudah memiliki dinas rahasia yang menyelidiki negara tetangga dan tokoh masyarakat terkemuka. Kerajaan Yunani dan Romawi juga memiliki agen spionase mereka sendiri. Di dalam dunia modern dewasa ini, praktis sejak berakhirnya Perang Dunia II, aksi penyadapan atau kegiatan mata-mata marak terjadi di banyak negara. Bila terbukti suatu negara melakukan tindakan mata-mata, maka cara yang lazim ditempuh adalah dengan melakukan pengusiran terhadap diplomat tertentu (persona non-grata) atau menurunkan tingkat hubungan kedua negara sebagai protes atau bentuk kemarahan negara

yang disadap. Namun demikian, Australia dan Indonesia melakukan pendekatan baru dalam mengatasi masalah kegiatan mata-mata dengan menandatangani Code of Conduct yang intinya adalah bagian dari Perjanjian Lombok. Belajar dari pengalaman dari implementasi Perjanjian Lombok, meskipun perjanjian itu mengikat, tetapi Australia dengan mudah melanggarnya. Ke depan, Indonesia perlu mempertimbangkan kelaziman yang terjadi selama ini, yaitu mengusir salah satu diplomat dari negara yang terbukti melakukan kegiatan mata-mata di Indonesia.

Kesimpulan

Kepentingan Australia terhadap Indonesia lebih besar dari pada kepentingan Indonesia terhadap Australia. Jika kepentingan Indonesia terhadap Australia terkait dengan bidang pendidikan, ekonomi dan budaya, maka kepentingan Australia terhadap Indonesia lebih dari itu karena menyangkut juga masalah politik dan keamanan. Karena itu, Australia akan terus berusaha mencari informasi yang lebih banyak tentang Indonesia. Perjanjian Code of Conduct belum dapat memberikan jaminan bahwa tindakan penyadapan atau bentuk-bentuk spionase lainnya tidak akan dilakukan lagi oleh Australia di masa depan. Terlebih lagi tidak ada jaminan bahwa pemerintahan Australia di masa yang akan datang, yang selalu berganti-ganti kepemimpinan, akan menghormati perjanjian Code of Conduct tersebut.

ReferensiDibb. Paul, and Brabin-Smith, Richard,.

“Indonesia in Australian Defence Planning”, Security Challenges, Volume 3 Number 4, November 2007.

Cherika, “Aspects of Indonesia’s Foreign, Defence and Trade Policies: Current Developments and Future Expectations”, Strategic Analysis Paper, 23 Juli 2013.

“RI Repairs ties, signs pact on intellegence with Australia, The Jakarta Post, 29 Agustus 2014.

“Hubungan Indonesia-Australia Pulih”, Media Indonesia, 29 Agustus 2014.

“Keretakan RI-Australia Pulih”, Kompas, 29 Agustus 2013.

Page 11: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 9 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

FENOMENA PENGGUSURANDI JAKARTA

Rohani Budi Prihatin*)

Abstrak

Semakin terbatasnya lahan di perkotaan khususnya di Jakarta menyebabkan pemerintah harus menghancurkan permukiman yang tidak tepat guna. Penggusuran di Jakarta merupakan cara pemerintah dalam melakukan penataan kota demi mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni. Namun demikian, upaya penataan ini,

dengan pemerintah. Oleh karena itu, upaya pembangunan kota harus dimaknai lebih dalam mulai dari penyebab tumbuhnya permukiman yang tidak tepat tersebut. Di sisi lain, pemerintah semestinya menunjukkan sikap transparan dan konsisten agar setiap

yang tidak perlu.

PendahuluanPenggusuran demi penggusuran di

berbagai wilayah ibukota mewarnai bulan September ini. Pertama, pembersihan warga Kampung Pulo di bantaran Kali Ciliwung. Proses yang memakan waktu panjang ini akhirnya diselesaikan dengan memindahkan 930 keluarga warga yang menempati bantaran kali. Meskipun sempat terjadi unjuk rasa warga kampung pada 1 September 2014 yang menuntut kejelasan pembayaran ganti rugi, pada tanggal 9 September Pemerintah DKI Jakarta sudah mulai menggunakan alat berat untuk melakukan pengerukan kali inspeksi Ciliwung. Kedua, pada 2 September

Penggusuran’ menutup mulut dengan lakban

sebagai aksi protes buntunya pembicaraan pembebasan lahan di Kali Mookervart dengan pihak Pemerintah Kota Jakarta Barat. Dan, ketiga, pada tanggal 3 September 2014 petugas Satpol PP menggunakan eskavator untuk menghancurkan puluhan bangunan permanen di Jalan Raya Fatmawati, Jakarta. Penggusuran ini dilakukan karena lokasi bangunan tersebut masuk dalam proyek Mass Rapid Transit (MRT).

DKI Jakarta setidaknya telah dilakukan 16 penggusuran. Penggusuran merupakan kegiatan terencana yang dapat diketahui satu tahun sebelumnya. Oleh karena itu, penggusuran yang terjadi di tahun 2014

*) Peneliti Muda Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan pada Bidang Kesejahteraan Sosial Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected]

Page 12: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 10 -

sudah tercantum dalam pembahasan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) yang disahkan pada pertengahan Desember 2013. Dalam RDTR tersebut disebutkan bahwa Pemprov DKI akan melakukan normalisasi empat sungai besar, yakni bantaran Kali Ciliwung, Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter serta 10 waduk. Selain upaya normalisasi waduk dan sungai, Pemprov DKI juga akan melakukan penertiban bangunan di atas saluran-saluran air karena melanggar Perda Nomor 8 tahun 2007. Di samping itu, Pemprov DKI juga akan membuka ruang terbuka hijau besar-besaran pada 2014 nanti yang tentunya berdampak pada penggusuran.

Namun demikian, dokumen RDTR yang telah disahkan tersebut tidak menampilkan informasi mengenai lokasi-lokasi permukiman liar dan kios/pedagang kaki lima (PKL) liar, sehingga seolah-olah tidak terlihat siapa saja yang akan terkena dampak penggusuran. Padahal banyak permukiman liar/PKL yang mengambil tempat sementara di lahan negara yang diabaikan oleh Pemprov. Akibatnya, proses penggusuran selalu rentan bagi

Penyebab Penggusuran di Perkotaan

Penggusuran adalah pengusiran paksa baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang dilakukan pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunaan sumber daya lahan untuk keperluan hunian maupun usaha. Penggusuran dapat terjadi di perdesaan maupun di perkotaan. Penggusuran yang terjadi di wilayah perdesaan, penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek prasarana yang membutuhkan lahan besar atau luas, seperti bendungan dan infrastruktur publik lainnya. Sebaliknya, penggusuran di wilayah perkotaan umumnya disebabkan keterbatasan dan mahalnya lahan. Upaya ini menyebabkan tersingkirnya kawasan pemukiman warga yang biasanya tidak pada tempatnya, misalnya perkampungan kumuh.

Sebelum kita berbicara tentang perkampungan kumuh lebih jauh, ada baiknya kita memahami dua istilah yang hampir bermakna sama namun memiliki batasan yang berbeda, yaitu slum (pemukiman kumuh) dan squatter (pemukiman liar). Perkampungan kumuh yang menjadi sasaran penggusuran cenderung mengarah kepada squatter pemukiman liar. Jadi, penggunaan

istilah perkampungan kumuh/ permukiman kumuh dalam tulisan ini adalah bermakna permukiman liar.

Fenomena penggusuran berkaitan erat dengan keterbatasan ruang di kota untuk menyediakan tempat bagi permukiman dan tempat usaha. Faktor pendorong terjadinya fenomena ini antara lain, pertama, adanya ledakan penduduk ibukota. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan, setiap tahun Kota Jakarta diserbu sekitar 250 ribu pendatang baru dari berbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar pendatang tersebut tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga hanya mampu menjadi pekerja kasar dengan tingkat penghasilan yang rendah. Kondisi ini menyebabkan banyak di antaranya bertempat tinggal di permukiman liar atau berdagang di lokasi yang tidak semestinya.

Kedua, terdapat banyak lahan tidur yang tidak jelas status dan peruntukkannya di Jakarta. Ketidakjelasan status ini selanjutnya dimanfaatkan oleh kalangan tertentu yang dapat mengatur penguasaan lahan. Hal ini lambat laun mengakibatnya terjadi penguasaan lahan secara ilegal yang memicu terjadinya penggusuran.

Ketiga, kemampuan pemerintah yang rendah dalam menyediakan rumah murah dan tempat usaha yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Terbatasnya akses masyarakat terhadap perumahan dan tempat usaha yang layak tersebutlah yang menyebabkan mereka terpaksa menempati wilayah pinggiran sungai atau lahan kosong secara ilegal.

Penggusuran menghadapkan masyarakat pada dua posisi berlawanan, pro dan kontra. Bagi kalangan yang kontra, penggusuran menyebabkan rusaknya jaringan sosial pertetanggaan dan keluarga, rusaknya kestabilan kehidupan keseharian seperti bekerja dan bersekolah, serta melenyapkan aset hunian. Bagi sebagian pihak, penggusuran merupakan pelanggaran hak tinggal dan hak memiliki penghidupan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan, bahkan dianggap sebagai kejahatan terhadap hak asasi manusia.

Namun sebaliknya, kalangan yang pro meyakini bahwa penggusuran harus dilakukan karena hasil dari penggusuran tersebut adalah terciptanya suasana kota yang nyaman dan layak huni. Penggusuran

Page 13: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 11 -

diyakini sebagai bentuk lain pelayanan kepada masyarakat kota dan penegakan aturan hukum dengan tujuan mengembalikan hak-hak warga kota yang selama ini terampas

kasus, penggusuran dilakukan dengan tujuan mengembalikan hak-hak pemilik lahan yang

di daerah perkotaan, tidak hanya berkaitan dengan lahan milik pemerintah. Di samping itu, banyak sekali warga yang tinggal di lahan-lahan tidur atau kosong sebenarnya bukan berpenduduk Jakarta sehingga keberadaan mereka bukan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

Dampak Permukiman liar dan Kios Liar

Pemukiman liar acap kali dipandang sebagai sarang dari berbagai perilaku sosial menyimpang seperti kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan sumber penyakit sosial lainnya. Berbagai prilaku menyimpang sering dijumpai di sini yang tentunya bertentangan dengan norma sosial, tradisi, dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar

menyimpang di permukiman liar ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan, antara lain membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat, tidak memiliki kartu tanda penduduk, atau menghindari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong dan kegiatan sosial lainnya.

Bagi kalangan remaja dan pengangguran biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, menggunakan obat terlarang, pelacuran, adu ayam, dan perbuatan mengganggu ketertiban umum lainnya. Akibat lebih lanjut dari perilaku menyimpang ini mengarah kepada tindakan kejahatan seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, tawuran, melakukan pungutan liar, mencopet, dan tindakan kekerasan lainnya.

Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman liar tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang semestinya disingkirkan. Kondisinya lingkungan yang kotor sering membuat masyarakat perkotaan memperlakukan permukiman liar sebagai “kotak sampah raksasa”. Tidak mengherankan bila selain berasal dari dalam

permukiman, sampah yang menggunung di permukiman liar juga sering berasal dari luar permukiman. Sering ditemui lahan kosong pada permukiman liar yang dijadikan tempat pembuangan sampah liar oleh masyarakat di sekitarnya. Permukiman liar juga identik dengan lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah oleh pengelola sampah kota. Pada akhirnya permukiman liar tumbuh menjadi sumber pencemaran udara, tanah, dan air serta menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai jenis penyebab penyakit.

Permukiman liar tidak memiliki legalitas sehingga pembangunan sarana dan prasarana penunjang, seperti jaringan jalan, air bersih, air limbah, persampahan, dan saluran drainase oleh pemerintah tidak menjangkau kawasan ini. Tidak jarang masyarakat permukiman liar melakukan aktivitas mandi-cuci-kakus (MCK) di sungai-sungai yang membelah kota. Mereka tidak lagi memedulikan kualitas air sungai tersebut yang umumnya sudah tercemar limbah rumah tangga ataupun limbah industri. Begitu pula dengan kios-kios liar, keberadaan mereka yang tidak tertata dengan baik sering menjadi penyebab kemacetan laluintas karena menyebabkan penyempitan jalan dan konsentrasi massa di lokasi yang tidak semestinya.

Menyelesaikan Masalah Penggusuran

Memperhatikan fenomena penggusuran perkampungan kumuh dan kaki lima di Jakarta maka diperlukan analisa kebijakan yang menyeluruh sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta menyadari bahwa meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota-kota besar merupakan indikator meningkatnya ketimpangan sosial dan ketidakberesan manajemen kota. Oleh karena itu, diperlukan upaya preventif sehingga fenomena munculnya perkampungan kumuh dan lokasi kaki lima dapat dicegah, diantaranya memperketat masuknya pendatang ke ibukota, meningkatkan akses penduduk terhadap pekerjaan sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mendapatkan pemukiman yang layak.

Selain itu, Pemprov DKI juga harus konsisten dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayahnya. Sebagai contoh, sesuai dengan Peraturan Daerah

Page 14: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 12 -

Nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata

RTH yang harus dipenuhi sebanyak 13,94 persen dari luas DKI Jakarta yang 661,62 kilometer persegi, atau sekitar 90,6 kilometer persegi, namun realisasi pemenuhan RTH sampai saat ini baru mencapai 9,9 kilometer persegi. Pemerintah perlu menggunakan lahan yang rawan disalahgunakan agar tidak mengundang tumbuhnya permukiman kumuh.

Penutup

Penggusuran menjadi masalah klasik

ditimbulkan dalam setiap usaha menata ulang kota merupakan cermin lemahnya perencanaan tata ruang kota. Pemprov perlu menekankan upaya menjadikan Ibukota sebagai kawasan yang nyaman dan mampu mendukung kehidupan warganya.

Untuk itu, Pemprov harus mengedepankan transparansi dalam mengkomunikasikan setiap rencana tata ruang kota. Pejabat pemerintah harus memaparkan rencana tata ruang wilayah agar masyarakat mengerti dan memahami mengapa diperlukan upaya penggusuran tersebut.

Selain itu, Pemprov DKI perlu menunjukkan konsistensi pengaturan lahan, agar tidak ada pembiaran lahan-lahan kosong yang rawan disalahgunakan sebagai permukiman kumuh. Di samping itu, Pemprov DKI juga dapat bekerja sama dengan daerah-daerah penyuplai kaum urban untuk mencegah bertambahnya pendatang tidak berketerampilan, misalnya dengan pemberdayaan usaha kecil daerah yang dapat memasarkan produknya di Jakarta

ReferensiUndang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1999

Provinsi DKI Jakarta. A.Herwanto, “Menyimak Penggusuran PKL,”

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=3268&coid=3&caid=22&gid=1,diakses tanggal 9 September 2014

Sri Palupi, “Penggusuran dan Krisis Orientasi Kota,” http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=3304&coid=4&caid=4&gid=1, diakses tanggal 8 September 2014.

Mei-Juni, hal: 2.“16 Penggusuran di Zaman Jokowi”, https://

id.berita.yahoo.com/16-penggusuran-di-zaman-jokowi-073546985.html, diakses tanggal 8 September 2014

“Fenomena Perkampungan Kumuh di Tengah Perkotaan”, http://www.academia.edu/6189333/Fenomena_Perkampungan_Kumuh_di_Tengah_Perkotaan,diakses tanggal 9 September 2014

“Jokowi dan PKL”, http://nasional.sindonews.com/read/739767/16/jokowi-dan-pkl, diakses tanggal 9 September 2014

“Jokowi: Kawasan Kumuh Ditata, Bukan Digusur”, http://nasional.kompas.com/read/2012/06/25/17535944/Jokowi.Kawasan.Kumuh.Ditata.Bukan.Digusur, diakses tanggal 9 September 2014

jakarta/warga-rawa-buaya-demo-tolak-penggusuran.html, diakses tanggal 10 September 2014

c o m / f o t o / j a k a r t a / p e m b o n g k a r a n -puluhan-bangunan-untuk-jalur-mrt-di-fatmawati.html, diakses tanggal 10 September 2014

foto/peristiwa/ganti-rugi-tak-jelas-warga-kampung-pulo-tolak-penggusuran.html, diakses tanggal 10 September 2014.

Page 15: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 13 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

PELUANG DAN TANTANGANSDM INDONESIA MENYONGSONG ERA

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Dewi Wuryandani*)

Abstrak

Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada akhir 2015. Pembenahan kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia juga memiliki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin terbuka, mengingat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 43 persen dari jumlah penduduk ASEAN dan angkatan kerja kita mencapai 125,3 juta orang pada tahun 2014, bertambah sebanyak 5,2 juta orang dari tahun lalu. Dengan demikian, Pemerintah, DPR dan swasta harus bersinergi membuat kebijakan yang relevan dan saling mendukung dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bermartabat.

PendahuluanSejak satu dekade lalu, para pemimpin

ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat dan menarik investasi asing serta bisa menyaingi Cina dan India. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.

Salah satu isu yang mengemuka terkait dengan implementasi MEA adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM). SDM ini tidak hanya mereka yang bekerja di pemerintahan melainkan juga yang bergelut di dunia usaha, khususnya yang bekerja di sektor usaha kecil menengah (UKM) dan informal. MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.

Menurut Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari,

*) Peneliti Muda Kebijakan dan Administrasi pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

Page 16: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 14 -

MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing. Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan sehingga MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang selama ini tertutup atau minim tenaga asingnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, sejumlah lembaga atau asosiasi profesi telah banyak mempersiapkan diri dengan memperkuat kapasitas para anggotanya sehingga tenaga kerja ahli di Indonesia akan mampu bersaing. Sebagai contoh, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah banyak melakukan kerja sama dengan lembaga profesi sejenis di negara-negara ASEAN lainnya.

Upaya ini bertujuan untuk menyetarakan berbagai program capacity building dan standar keahlian agar akuntan dari masing-masing negara memiliki keahlian dengan persyaratan minimun yang sama. Dengan begitu, akuntan Indonesia bisa langsung match dengan kebutuhan profesi ketika bekerja di negara ASEAN lainnya. Demikian halnya dengan profesi bankir dan profesi di industri keuangan lainnya.

Peluang dan Tantangan PasarASEAN

Secara umum setidak-tidaknya terdapat empat hal penting terkait pelaksanaan MEA 2015. Pertama, ASEAN sebagai pasar dan produksi tunggal. Kedua, pembangunan ekonomi bersama. Ketiga, pemerataan ekonomi. Dan, keempat, perkuatan daya saing, termasuk pentingnya pekerja yang kompeten.

Kesepakatan pelaksanaan MEA ini diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang memiliki total penduduk 600 juta jiwa dan sekitar 43 persen jumlah penduduknya ada di Indonesia. Artinya, pelaksanaan MEA akan menempatkan Indonesia sebagai pasar utama yang besar, baik untuk arus barang maupun investasi.

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena akan tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi ke luar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan

Keterangan Februari 2013

Februari 2014 % *)

Jumlah Angkatan Kerja

123,6 125,3 1,38

Jumlah Penduduk yang Bekerja

116,5 118,2 1,46

Sumber: www.bps.go.id, 2014

Tabel 1. Perkembangan Angkatan Kerja dan Jumlah Penduduk yang Bekerja di Indonesia

kemungkinannya tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sebaliknya, situasi seperti ini juga memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO), MEA dapat menciptakan 14 juta lapangan kerja tambahan atau mengalami kenaikan 41 persen pada 2015 karena semakin bebasnya pergerakan tenaga kerja terampil. Pertumbuhan ekonomi regional pun bisa terdongkrak menjadi 7 persen. Namun demikian, Indonesia kemungkinan tidak banyak diuntungkan. Taksiran lapangan kerja baru hanya mencapai 1,9 juta atau 1,3 persen dari total pekerja. Sementara ILO memperkirakan permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan meningkat 22 persen atau 38 juta dan tenaga kerja level rendah meningkat 24 persen atau 12 juta. Menurut kajian tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil diramalkan akan bekerja di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar lapangan pekerjaan itu justru akan diperebutkan oleh calon pekerja yang kurang terlatih dan minim pendidikan. Akibatnya, kesenjangan kecakapan itu akan mengurangi produktivitas dan daya saing Indonesia.

Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada Februari 2014 menunjukkan adanya perbaikan yang digambarkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja maupun jumlah penduduk bekerja dan penurunan tingkat pengangguran. Data tentang jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Page 17: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 15 -

Adapun beberapa persoalan mendasar yang masih dihadapi Indonesia dalam rangka menghadapi MEA 2015. Pertama, masih tingginya jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment). Kedua, rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja. Ketiga, pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja tidak terdidik sehingga produktivitas mereka rendah. Keempat, meningkatnya jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kelima, ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi. Keenam, sektor informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah. Ketujuh, pengangguran di Indonesia merupakan pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN, termasuk ketidaksiapan tenaga kerja terampil dalam menghadapi MEA 2015. Kedelapan, tuntutan pekerja terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Kesembilan, masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang banyak tersebar di luar negeri.

Agenda Kebijakan ke Depan Indonesia masih memiliki cukup

waktu untuk melakukan negosiasi ulang mengenai poin-poin penting yang disepakati untuk memberikan keuntungan pada posisi Indonesia. Pola atau model yang telah diterapkan oleh negara-negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sebaiknya tidak diterapkan pada kesepakatan MEA. Sebagian poin-poin pada MEE harus dihindarkan pada MEA sehingga MEA harus lebih menjamin penyerahan keputusan kepada setiap negara anggota. Dalam konteks ini Indonesia bisa memainkan peran pentingnya.

Sosialisasi juga harus dilakukan pemerintah dalam kontek persiapan MEA. Sosialisasi tersebut bukan semata-mata mengenai cara menembus pasar ASEAN tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana pengusaha nasional bisa bertahan di pasar lokal di tengah-tengah besarnya perdagangan jasa dari ASEAN, yang tentunya akan melibatkan SDM tenaga kerja yang ahli dan terampil

Setiap sektor akan membutuhkan koordinasi dan konsolidasi lintas-sektoral. Sejalan dengan itu, diperlukan pengawalan percepatan pembangunan infrastruktur sehingga Indonesia bisa mengambil manfaat positif dari era komunitas ASEAN. Era baru masyarakat ASEAN ini tentunya juga memicu ketatnya persaingan antar- kawasan di masa-masa mendatang sebagai akibat meningkatknya arus perdagangan dan modal. Namun demikian, liberalisasi ini juga dinilai berpotensi mempertajam ketimpangan.

Kebanyakan kesempatan kerja akan menyentuh sektor perdagangan, konstruksi, serta transportasi, dan wilayah kerja informal yang diisi lebih banyak tenaga lelaki ketimbang perempuan. Tingkat perpindahan pekerja berketerampilan rendah hingga menengah juga akan terdongkrak. Hal demikian mensyaratkan peningkatan upaya perlindungan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengakui pentingnya regulasi penempatan pekerja asing yang lebih baik meskipun lapangan kerja yang membutuhkan kecakapan rendah juga masih tersedia secara luas.

Indonesia diuntungkan pada sektor kimia, konstruksi, perdagangan, dan transportasi. Namun ketiga sektor tersebut membutuhkan keterampilan tinggi. Oleh karena itu, berbagai program peningkatan SDM dapat dilaksanakan dengan bekerja sama antara pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat untuk menyiapkan angkatan kerja berketerampilan tinggi. Selain itu dapat juga dilakukan melalui pengenalan IPTEK, karena dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat

negara maupun dunia. Dalam aspek ekonomi dengan adanya IPTEK, SDM Indonesia akan semakin meningkat seiring dengan proses alih pengetahuan dari teknologi tersebut. sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia.

Page 18: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 16 -

Penutup

Para pelaku ekonomi secara tidak langsung akan menghadapi banyak permasalahan dalam meningkatkan daya saing di era MEA. Terbatasnya modal kerja, kapasitas SDM yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan, bahasa asing serta teknologi adalah sebagian permasalahan yang dihadapi.

Usaha peningkatan kualitas SDM bisa ditempuh dengan upaya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi untuk menetapkan standar kompetensi profesionalisme di masing-masing sektor. Upaya peningkatan kualitas SDM untuk bersaing dalam menghadapi MEA 2015 harus segera dilaksanakan dalam rangka mencapai kemajuan dan mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain.

Seiring dengan kedudukan dan peran tenaga kerja yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, momentum berlakunya MEA harus menjadi agenda nasional dalam menata persoalan tenaga kerja selama ini. Oleh karena itu, revisi kembali atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pun layak dipertimbangkan sebagai payung hukum dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja secara umum sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis

lembaga yang independen. Dalam rangka ini, kolaborasi yang

sinergis antara Pemerintah, DPR (legislator), dan para pelaku usaha (swasta) sangat dibutuhkan. Selain itu, infrastrukur baik

perlu dibenahi. Upaya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia misalnya, dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan dalam memperoleh pendidikan/pelatihan,

Dengan begitu, Indonesia dapat menghindari sebagai penonton di negara sendiri setelah berlakunya MEA .

Referensi “APTISI Nilai PTS Belum Siap Hadapi MEA

2015”, http://news.metrotvnews.com/read/2014/08/29/284491/8203-aptisi-nilai-pts-belum-siap-hadapi-mea-2015 diakses tanggal 5 September 2014.

“Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik”, http://www.bps.go.id/brs_

9 September 2014.“Hadapi MEA Kualitas SDM Indonesia Harus

Ditingkatkan”, http://www.tempo.co/read/news/2014/06/25/090587928/Hadapi-MEA-Kualitas-SDM-Indonesia-Harus-Ditingkatkan, diakses tanggal 5 September 2014.

“Masyarakat Ekonomi ASEAN Sulit Dicapai Tahun Depan”, http://www.tempo.co/read/news/2014/08/25/092601932/Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-Sulit-Dicapai-Tahun-Depan, diakses tanggal 9 September 2014.

“MEA 2015 dan Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia”, http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/mea-2015-dan-kesiapan-sumber-daya-manusia-indonesia.php, diakses tanggal 5 September 2014.

“Menuju ASEAN Economic Community”, http://dit jenkpi .kemendag.go. id/w e b s i t e _ k p i / U m u m / S e t d i t j e n /B u k u % 2 0 M e n u j u % 2 0 A S E A N % 2 0ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf, diakses tanggal 9 September 2014.

“Kesiapan SDM Daerah Menghadapi MEA 2015”, http://www.koran-sindo.com/node/413050, diakses tanggal 5 September 2014.

“Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia Menyongsong Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA 2015”, http://regional.kompasiana.com/2014/06/28/kesiapan-sumber-daya-manusia-sdm-indonesia-menyongsong-implementasi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015-664888.html, diakses tanggal 5 September 2014.

“Peluang, Tantangan dan resiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN”, http://www.crmsindonesia.org/node/624, di akses tanggal 9 September 2014.

Page 19: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 17 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

TRANSISI KEKUASAANDARI SBY KE JOKOWI

Indra Pahlevi*)

Abstrak

Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih untuk periode 2014-2019 pada Pemilu Presiden 2014 berinisiatif membentuk Kantor Transisi guna memetakan, merencanakan, dan mengimplementasikan visi dan misi saat kampanye untuk dituangkan ke dalam strategi dan program aksi pada pemerintahan mendatang. Kantor Transisi juga bertugas melakukan komunikasi dengan Pemerintahan Presiden SBY sebelum dilaksanakannya pertemuan antara Presiden SBY dengan Presiden terpilih. Dalam prosesnya, upaya ini mengalami ketidakmulusan komunikasi antara kedua belah pihak. Meskipun demikian hal tersebut tidak mengurangi arti dari proses transisi yang dibangun dari pemerintahan sebelumnya kepada pemerintahan baru sehingga ada keberlanjutan sekaligus pembaruan pembangunan secara lebih soft. Tulisan ini mengkaji transisi kekuasaan dari SBY ke Joko Widodo dengan mengunakan konsep sistem pemerintahan presidensial. Proses transisi kekuasaan ini dapat menjadi sebuah terobosan politik dan tradisi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia sehingga tradisi ini bisa dilembagakan baik dalam bentuk konvensi kenegaraan maupun dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

PendahuluanPemilu Presiden tahun 2014 telah

baru untuk masa jabatan tahun 2014 – 2019 menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sudah menjabat 2 (dua) periode sejak tahun 2004. Ir. H.

Kalla (JK) terpilih dalam Pemilu Presiden

yang dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 21 Agustus 2014 sebagai

periode 2014-2019 setelah menggelar sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang digelar sejak tanggal 4 Agustus 2014.

Sejalan dengan hal tersebut, maka Presiden terpilih Jokowi bergerak cepat untuk mempersiapkan jalannya roda pemerintahan yang akan dimulai pada tanggal 20 Oktober 2014 mendatang seiring berakhirnya masa jabatan Presiden SBY dan pada saat yang bersamaan Presiden terpilih Jokowi mengucapkan sumpah/janji di hadapan Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Sehari

akan mengucapkan sumpah/janji di hadapan Sidang MPR RI.

Upaya gerak cepat Presiden terpilih Jokowi diwujudkan dalam pembentukan

*) Peneliti Madya Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI.E-mail [email protected] .

Page 20: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 18 -

Kantor Transisi yang diresmikan tanggal 4 Agustus 2014 guna memetakan, merencanakan berbagai konsep dalam rangka memudahkan implementasi program-program kerja Jokowi dan JK termasuk postur kabinet yang hendak dibentuk. Beberapa tokoh ditunjuk oleh Jokowi untuk menjadi pengelola Kantor Transisi tersebut dipimpin oleh Rini Soemarno didampingi oleh 4 (empat) deputi yaitu Anies Baswedan, Hasto Kristiyanto, Akbar Faisal,

penunjukan ini didasarkan atas kebutuhan dan bukan perwakilan dari kekuatan politik pendukung sehingga tidak mencerminkan perwakilan partai politik pengusung pasangan Jokowi – JK meskipun dalam pelaksanaan pekerjaannya Tim ini menerima masukan dari berbagai kalangan termasuk para relawan.

Selanjutnya Kantor Transisi akan berkomunikasi dengan Pemerintahan Presiden SBY yang didahului oleh pertemuan antara Presiden SBY dan Presiden terpilih Jokowi di Bali tanggal 27 Agustus 2014 dan dilanjutkan untuk kedua kalinya pada minggu kedua September 2014 ini Dalam perjalanannya memang ada ketidakmulusan komunikasi antara kedua pihak. Namun hal ini tidak mengurangi arti dari proses transisi yang dibangun dari pemerintahan sebelumnya kepada pemerintahan baru, sehingga ada keberlanjutan sekaligus pembaruan pembangunan secara lebih soft dan juga menjadi tradisi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

Sistem Presidensial dan Tradisi Baru di Indonesia

Secara konseptual, sistem pemerintahan presidensial cenderung memisahkan kepala ekksekutif dari Dewan Perwakilan Rakyat. Carlton Clymer Rodee dkk. menyatakan bahwa salah satu ciri dari sistem presidensial ini adalah sangat sedikitnya sarana yang dapat mengembangkan komunikasi antara badan legislatif dan eksekutif. Oleh karena itu, dalam prakteknya berkembang hubungan-hubungan atau pola komunikasi informal antar-kekuatan politik khususnya dengan kekuatan politik di parlemen (koalisi atau oposisi) yang menguasai DPR. Dalam keadaan demikian, penyusunan kebijakan pastilah menjadi fungsi kompromi politik dan terjadi tawar-menawar antar-kekuatan politik tersebut terutama antara Presiden (eksekutif) dan legislatif. Oleh karena itu, secara teoritis sistem presidensial ini lebih dekat dengan model pemisahan kekuasaan (separation of power).

Dalam konteks Indonesia, pola komunikasi menjadi sangat penting baik antara presiden dan DPR maupun antara presiden (pemerintahan) sebelumnya dan presiden baru (pemerintahan berikutnya). Hal itu karena sistem presidensial membutuhkan adanya kesinambungan pemerintahan tanpa jeda satu menitpun. Apalagi dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat, maka tingkat legitimasi presiden terpilih dengan syarat tertentu menjadi sangat kuat dan tidak bisa dengan mudah dijatuhkan di tengah jalan pada masa pemerintahannya oleh siapapun termasuk DPR (badan legislatif).

Sebagaimana lazimnya sistem presidensial di dunia, presiden terpilih berhak memilih para menteri di kabinetnya yang kita kenal sebagai hak prerogative meskipun di beberapa negara ada yang harus mendapat persetujuan parlemen seperti di Amerika Serikat untuk jabatan-jabatan tertentu seperti Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, dan Jaksa Agung. Semua menteri tersebut hanya bertanggung jawab kepada presiden dalam menjalankan semua pekerjaan dan tanggungjawabnya. Oleh karena itulah presiden terpilih hasil pemilu presiden 2014 lalu,. Jokowi melakukan upaya yang secara konseptual belum pernah dilakukan di Indonesia pada saat transisi kekuasaan dari presiden sebelumnya kepada presiden baru.

Sebagaimana diketahui bahwa Pemilu Presiden berlangsung tanggal 9 Juli 2014 dan kemudian keputusan akhir terjadi tanggal 21 Agustus 2014 dengan keluarnya Putusan MK

sementara pengucapan sumpah/janji presiden terpilih akan berlangsung tanggal 20 Oktober 2014 mendatang. Artinya, terdapat jeda sejak pemilu hingga pengucapan sumpah/janji sekitar 3 setengah bulan. Masa inilah yang memang harus dijadikan sebuah momentum untuk peralihan kekuasaan---terutama saat presiden terpilih bukan incumbent---guna kesinambungan pemerintahan. Hal ini menjadi tradisi politik baru yang positif yang dapat dilembagakan di kemudian hari, apalagi jika siklus APBN tidak berubah.

Dalam siklus APBN, Presiden menyampaikan nota keuangan atau pengantar RAPBN tahun berikutnya tanggal 15 atau 16 Agustus dan selanjutnya akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah dalam kurun waktu sekitar 2 setengah bulan atau sekita akhir Oktober/awal November RAPBN disahkan menjadi APBN. Padahal periode keanggotaan DPR akan berakhir tanggal 30

Page 21: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 19 -

September dan sejak 1 Oktober akan berganti dengan keanggotaan baru. Kondisi ini memang harus menjadi perhatian ke depan agar tidak terjadi kondisi yang saling menyandera antara pemerintahan lama dan pemerintahan baru.

Persoalan di atas itulah yang menjadi salah satu fokus dari Kantor Transisi Jokowi –JK. Sebagaimana diketahui bahwa ada 13 Kelompok Kerja (Pokja) ditambah tiga unit yang akan menyusun usulan rencana pemerintahan ke depan. Tiga unit itu adalah unit APBN, unit Revolusi Mental, kemudian ada unit Komunikasi Politik. Adapun target penyelesaian adalah tanggal 15 September 2014 dan akan dilaporkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi- JK.

Proses Transisi Yang Berlangsung

Seperti sudah dikemukakan di depan bahwa tanggal 27 Agustus 2014 lalu Presiden SBY bertemu dengan Presiden terpilih Jokowi di Bali dalam upaya memuluskan proses transisi yang berlangsung. Secara tegas keduanya menyatakan ini merupakan bagian dari komunikasi politik yang harus dibangun dengan tetap saling menghargai posisi masing-masing. Langkah berikutnya adalah akan ditindaklanjuti oleh anggota kabinet serta Kantor Transisi Jokowi – JK guna membicarakan lebih detil atas beberapa hal yang penting seperti postur anggaran yang saat ini masih dibahas oleh DPR bersama Pemerintah. Presiden SBY menegasakan bahwa pertemuan itu tidak menghasilkan deal politik tertentu di luar pembicaraan yang terkait proses transisi. Bahkan SBY menegaskan bahwa hingga 20 Oktober 2014, seluruh proses pemerintahan masih berada dibawah tanggungjawabnya.

Dalam proses berikutnya memang terjadi ketegangan antara kabinet dan Tim Transisi. Bahkan Sekretaris Kabinet mengeluarkan Surat bahwa segenap komunikasi Tim Transisi harus melalui 3 (tiga) Menko yang ada dan tidak bisa langsung berkomunikasi kepada menteri teknis. Surat itu keluar disebabkan juga oleh kekesalan Presiden SBY kepada Tim Transisi yang dinilai agak “kebablasan” dalam melakukan komunikasi serta mengusulkan berbagai hal. Beberapa sebab itu antara lain karena pembentukan Tim Transisi dilakukan sebelum adanya Putusan MK tentang PHPU, sehingga kesannya mendahului proses. Kedua, karena isu kenaikan harga BBM bersubsidi yang seolah-olah harus dinaikkan oleh pemerintahan SBY dan jika tidak, maka akan membebani pemerintahan Jokowi, dan ketiga,

karena pola komunikasi Tim Transisi yang langsung menemui kementerian teknis tanpa melalui Menko.

Atas kondisi tersebut, pihak Tim

setiap hendak berkomunikasi, Tim Transisi selalu mengirimkan surat terlebih dahulu yang ditandatangani oleh Jokowi. Namun demikian Jokowi berterima kasih atas kritikan Presiden SBY. Hal itu semua karena para anggota Tim Transisi memiliki semangat yang tinggi guna cepatnya penyiapan proses transisi pemerintahan. Progres yang terjadi adalah pada Rabu, 10 September 2014 ini Tim dari Kantor Transisi akan bertemu dengan pemerintahan Presiden SBY di Kantor Menko Perekonomian guna membahas apa saja yang menjadi agenda dari Pemerintahan Presiden terpilih Jokowi yang digodok oleh Tim Transisi.

Dari semua proses yang berlangsung, meskipun terdapat beberapa ketidakmulusan, secara umum ada tujuan yang hendak dicapai guna penyelenggaraan pemerintahan yang berkesinambungan. Apalagi proses pembahasan RAPBN Tahun 2015 masih berlangsung dan hampir dipastikan tidak akan selesai hingga akhir September 2014 ini. Atas kondisi tersebut, maka harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian alokasi anggaran sesuai dengan prioritas program presiden terpilih Jokowi dan sesuai dengan visi misi kampanye pasangan Jokowi –JK saat pemilu presiden berlangsung beberapa waktu lalu.

Hasil lain yang hendak dicapai adalah terbentuknya pemerintahan yang efektif dan

oleh Kantor Transisi Jokowi–Jusuf Kalla. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat tiga opsi postur kabinet Jokowi yang digodog oleh Kantor Transisi yaitu tetap 34 kementerian tetapi dengan perubahan. Opsi kedua adalah 27 kementerian dengan merujuk pada UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan komposisi ada tiga menko dan beberapa kementerian wajib seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Dalam Negeri. Opsi ketiga terdapat dua pilihan yakni 20 kementerian atau 24 kementerian. Dalam postur ini banyak dibahas isu-isu maritim dan penggabungan urusan pangan, pertanian dan perkebunan. Atas berbagai opsi tersebut, Presiden terpilih Jokowi

Page 22: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014

- 20 -

menyatakan akan merampungkannya sekitar pertengahan September 2014.

Melalui proses transisi dan pola komunikasi yang dilakukan tersebut diharapkan agar pemerintahan baru langsung bekerja sesaat setelah pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden terpilih serta kabinet terbentuk. Tidak ada lagi istilah “bulan madu” atau adaptasi dari presiden/wakil presiden baru beserta kabinetnya. Harus langsung tancap gas dalam menangani berbagai persoalan bangsa.

PenutupProses transisi pemerintahan dari

Presiden SBY kepada Presiden Jokowi harus diapresiasi sebagai sebuah terobosan politik demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik. Proses ini lebih didasarkan pada political will kedua pihak atau karena sifat kedua pemimpin tersebut yang humble. Namun demikian, harus disadari bahwa proses seperti ini dapat menjadi tradisi positif untuk periode selanjutnya terutama dari presiden yang tidak akan menjabat pada periode beikutnya baik karena habis periode kedua jabatannya secara konstitusional maupun karena kekalahannya dalam pemilihan periode kedua masa jabatannya sebagai presiden.

Tradisi positif ini menjadi penting karena sistem presidensial memang memberikan keleluasaan kepada presiden terpilih untuk mengimplementasikan visi misi dan programnya. Apalagi sejak era

sekarang ada UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), maka harus dibuat sebuah proses transisi yang lunak antar pemerintahan melalui proses komunikasi yang baik tanpa harus saling menyalahkan atau menyudutkan satu sama lain.

Ke depan harus dipertimbangkan tradisi ini menjadi konvensi ketatanegaraan di Indonesia guna lebih tertata proses pembangunan yang berlangsung. Bahkan tradisi ini bisa dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Satu hal yang mungkin kita harus pikirkan adalah kehadiran UU tentang Kepresidenan yang memuat berbagai hak dan kewajiban presiden yang lebih rinci daripada apa yang diatur dalam Konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945. Salah satu muatannya adalah bagaimana proses transisi berlangsung sebagaimana saat ini kita

saksikan. Semua hal yang dilakukan oleh para

pemimpin kita tersebut tidak lain semata ditujukan untuk kemakmuran rakyat dan bangsa sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara besar yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Semoga pemimpin kita selalu amanah dan tidak melakukan tindakan yang melukai rakyat.

RujukanCarlton Clymer Rodee dkk, Pengantar Ilmu

Politik, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.h t t p : / / w w w . t e m p o . c o / r e a d /

news/2014/09/06/078604886/Tiga-Sebab-Ini-Bikin-SBY-Kesal-pada-Tim-Transisi,diakses tanggal 8 September 2014.

http://news.detik.com/read/2014/09/07/160515/2683656/10/ini-tanggapan-jokowi-soal-kritikan-sby-terhadap-tim-transisi ,diakses tanggal 8 September 2014.

https://id.berita.yahoo.com/dipo-alam-perintahkan-tolak-kedatangan-tim-transisi-010133930.html, diakses tanggal 8 September 2014.

http://news.detik.com/read/2014/09/05/143906/2682425/10/jokowi-akan-kembali-bertemu-sby-kemungkinan-pekan-depan, diakses tanggal 8 September 2014.

h t t p : / / n e w s . m e t r o t v n e w s . c o m /read/2014/09/02/285890/bertemu-dengan-jokowi-di-bali-sby-tidak-ada-deal-politik-apapun (akses 8 september 2014)

http://www.jokowi.id/berita/rencana-kerja-kantor-transisi-jokowi-jk-sebulan-ke-depan,diakses tanggal 8 September 2014.

http://www.jokowi.id/berita/rumah-transisi-jokowi-jk-diresmikan/, diakses tanggal 8 September 2014.

h t t p : / / w w w . j p n n . c o m /read/2014/08/25/253715/Inilah-Tiga-Opsi-Postur-Kabinet-Jokowi-JK-,diakses tanggal 9 September 2014.

h t t p : / / w w w . t r i b u n n e w s . c o m /nasional/2014/09/09/jokowi-sebut-p o s t u r - k a b i n e t n y a - a k a n - s e l e s a i -pertengahan-september,diakses tanggal 8 September 2014.

http://www.beritasatu.com/politik/208378-rabu-tim-transisi-bertemu-pemerintah-di-kemko-perekonomian.html,diakses tanggal 8 September 2014.

Page 23: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014
Page 24: Vol.VI No.17 I P3DI SEPTEMBER 2014