upaya pemerintah kota surakarta dalam ......upaya pemerintah daerah dalam implementasi millenium...
TRANSCRIPT
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
UPAYA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAMMEWUJUDKAN KOTA LAYAK ANAK SEBAGAI IMPLEMENTASI
MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS TAHUN 2010-2015
Nimas Hapsari1
Drs. Ign. Agung Satyawan, S.E., S.Ikom., M.Si., Ph.D.2
Abstract
The objective of Millenium Development or as known as MDGs which waslasted from 2000-2015 in Indonesia was adopted from National DevelopmentPlan and followed by the implementation of SDGs. As long as MDGs wereconducted, Indonesia government, through PPPA Ministry in 2006 wasdeveloping the model of Kota Layak Anak in some regencies. The development ofKLA in Surakarta Regency during MDGs became the topic which was beingexamined in this study. This research was descriptive research by usingqualitative approach which carried out through literature study and field study byusing interview. The analyzing process was done by using policy making processand MGDs and KLA concept to describe how the effort of Surakarta governmentin carrying out the policy and programs concerning Kota Layak Anak as theimplementation of MGDs in 2010 to 2015.
The result of the research showed that, first, MDGs was not the objectiveof United nations, even though United Nations itself was one of the internationalorganization which was actively promote MDGs globally. MDGs was goal andresponsibility of all countries which participate in Millenium High LevelConference, both the citizen inside the country together with the government perregency, which was then being integrated on SDGs. Secondly, the development ofKLA in Surakarta showed success in the province and national level which couldbe proven by the achievement of Surakarta Regency as The Best Executor of KLADevelopment in 2009 by Indonesia President; KLA Development AverageCategory by PPPA Ministry; and KLA Development Nindya Category in a row in2012, 2013, and 2015; and was asked by UNICEF to became role model for KLADeveloping in around the world. Thus it could be concluded that the developmentof KLA in Surakarta was success and it gave contribution toward the on goingMDGs and SDGs nowadays.
Keywords: MDGs, Kota Layak Anak, SDGs, Policy Implementation, SurakartaRegency.
1 Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS. Sebagai penulis Pertama2 Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS. Sebagai penulis Kedua
1
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
A. Pendahuluan
Pada bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang
sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan menghadiri Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan sepakat untuk
mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi itu ada untuk memperhatikan
pemenuhan hak-hak dasar manusia sebagai masyarakat yang hidup dan tumbuh
dalam negara masing-masing, maka dari itu negara-negara anggota PBB
kemudian bersepakat untuk mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau
Millennium Development Goals (MDGs). Setiap tujuan (goal) memiliki satu atau
beberapa target yang hendak dicapai. Terdapat 8 target yang hendak dicapai dalam
MDGs yaitu 1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2) mencapai
pendidikan dasar untuk semua; 3) mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan; 4) menurunkan angka kematian anak; 5)
meningkatkan kesehatan ibu; 6) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit
menular lainnya; 7) memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan 8)
mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Terdapat beberapa tujuan
pembangunan lain yang ditetapkan pada dekade 1960-an hingga 1980-an.
Sebagian terlahir dari konferensi global yang diselenggarakan PBB pada 1990-an,
termasuk KTT Dunia untuk Anak, Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk
Semua 1990 di Jomtien, Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan
1992 di Rio de Janeiro, dan KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial 1995 di
Copenhagen. Adanya MDGs tidak bertentangan dengan komitmen global yang
sebelumnya karena sebagian dari tujuan dalam MDGs telah dicanangkan dalam
Tujuan Pembangunan Internasional (IDG), oleh negara-negara maju yang
tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada 1996 hingga selanjutnya diadopsi oleh PBB, Bank Dunia dan
International Monetary Fund (IMF).3
3 IMF, OECD, UN and World Bank, ”Progress Towards the International Development Goals: ABetter World for All” dalam “Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan MileniumIndonesia”, hal. 16 diunduh pada 17 Maret 2017https://www.bappenas.go.id/files/3813/5230/1299/indonesiamdgbigoal1__20081122001221__518.pdf
2
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan
MDGs adalah sebagai berikut:4 Pertama, MDGs bukan tujuan PBB, sekalipun
PBB merupakan lembaga yang aktif terlibat dalam promosi global untuk
merealisasikannya. MDG adalah tujuan dan tanggung jawab dari semua negara
yang berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik pada rakyatnya maupun secara
bersama antar pemerintahan. Kedua, tujuh dari delapan tujuan telah
dikuantitatifkan sebagai target dengan waktu pencapaian yang jelas, hingga
memungkinkan pengukuran dan pelaporan kemajuan secara obyektif dengan
indikator yang sebagian besar secara internasional dapat diperbandingkan. Ketiga,
tujuan-tujuan dalam MDGs saling terkait satu dengan yang lain. Misalnya, Tujuan
1 yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang parah dimana kondisi
yang perlu tapi belum cukup bagi pencapaian Tujuan 2 hingga Tujuan 7.
Demikian juga, tanpa kemitraan dan kerja sama antara negara miskin dan negara
maju, seperti yang disebut pada Tujuan 8, negara-negara miskin akan sulit
mewujudkan ketujuh tujuan lainnya. Keempat, dengan dukungan PBB, terjadi
upaya global untuk memantau kemajuan, meningkatkan perhatian, mendorong
tindakan dan penelitian yang akan menjadi landasan intelektual bagi reformasi
kebijakan, pembangunan kapasitas dan memobilisasi sumber daya yang
dibutuhkan untuk mencapai semua target. Kelima, 18 belas target dan lebih dari
40 indikator terkait ditetapkan untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 25 tahun
antara 1990 dan 2015. Masing-masing indikator digunakan untuk memonitor
perkembangan pencapaian setiap tujuan dan target.
Keikutsertaan Indonesia dalam menyepakati Deklarasi Milenium bersama
dengan 189 negara lain pada tahun 2000 bukan semata-mata untuk memenuhi
tujuan dan sasaran MDGs, namun keikutsertaan itu ditetapkan dengan
pertimbangan bahwa tujuan dan sasaran MDGs sejalan dengan tujuan dan sasaran
pembangunan Indonesia.5 Diskusi Nasional terkait MDGs pun segera
dilaksanakan setelah KTT Milenium tersebut dilakukan dengan dipimpin oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
4 Ibid. Hal. 16-175 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas), “Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2011”, hal. 5diunduh pada 20 Maret 2017 https://www.bappenas.go.id/files/1913/5229/9628/laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia-2011__20130517105523__3790__0.pdf
3
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Pemerintah Indonesia mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan
sejak tahap perencanaan dan penganggaran sampai pelaksanaannya sebagaimana
dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan 2010-2014,
serta Rencana Kerja Tahunan bersama dengan dokumen anggarannya.6 RPJMN
tentu tidak dapat berhasil dilakukan apabila pemerintah pusat hanya bekerja
sendiri, oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah serta pihak-pihak terkait
mencapai kesepakatan bersama untuk bagaimana target nasional maupun
internasional tersebut akan dilokalkan, dan bagaimana sumber daya akan digalang
dan dialokasikan kepada pemerintah daerah agar tujuan pembangunan milenium
bisa sama-sama terwujud hingga tingkat nasional. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa MDGs yang lahir dari KTT Milenium, kehadirannya tidak
menyalahi atau menyimpang dari komitmen global lainnya. Selain itu pemerintah
daerah juga diperlukan keikutsertaannya dalam menjalankan target-target MDGs
agar berhasil dalam skala nasional. Di tahun 2006 ketika MDGs juga sedang
diimplementasikan di Indonesia, sehubungan dengan keterlibatan aktif pemerintah
daerah dalam melaksanakan tujuan pembangunan nasional Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui
menterinya menunjuk Kota Surakarta sebagai salah satu dari 5 Kabupaten/Kota
(yakni Kota Surakarta, Kabupaten Gorontalo, Kota Jambi, Kabupaten Sidoharjo,
dan Kabupaten Kutai Kartanegara) sebagai pilot proyek pengembangan model
Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia. Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan
(SK) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No SK- 49/MEN.PP/IV/2007
Tahun 2007 tentang Penetapan Kabupaten/Kota Pengembangan Model Kota
Layak Anak, dan disebutkan bahwa wilayah kerja pengembangan model KLA
sudah berkembang menjadi 15 Kabupaten/Kota, salah satunya yaitu Kota
Surakarta.7 Konsep child-friendly city (KLA) juga diperkenalkan oleh The United
6 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas), “Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010”, hal. 5diunduh pada 20 Maret 2017 https://www.bappenas.go.id/files/8613/5229/8462/1-laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010201011181321170__20101223204310__2813__0.pdf7 Moh Ilham A Hamudy, “Upaya Mewujudkan Kota Layak Anak di Surakarta dan Makassar”, hal.4 diunduh pada 25 April 2017 https://media.neliti.com/media/publications/52268-ID-upaya-
4
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Nations Children’s Fund (UNICEF) dengan tujuan menciptakan suatu kondisi
yang mengaspirasi hak-hak anak melalui tujuan, kebijakan, program-program dan
struktur pemerintahan lokal (Child Friendly Cities, 2011) yang pada awalnya
diinisiasi oleh The United Nations Educational, Scientific, and Cultural
Organization (UNESCO).
Masa MDGs memang telah berakhir pada tahun 2015 dan dilanjutkan
dengan adanya Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs adalah (a) sebuah
kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs. Masa berlakunya 2015–2030;
(b) sebuah dokumen setebal 35 halaman yang disepakati oleh lebih dari 190
negara; (c) berisikan 17 goals dan 169 sasaran pembangunan.8 Keberhasilan
SDGs tidak dapat dilepaskan dari peranan penting pemerintah daerah. Karena
pemerintah kota dan kabupaten (a) berada lebih dekat dengan warganya; (b)
memiliki wewenang dan dana; (c) dapat melakukan berbagai inovasi; serta (d)
ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan serta program
pemerintah.9 Benjamin Barber, dalam buku If Major Ruled The World (2013),
meletakkan harapan kepada para wali kota untuk mengatasi masalah–masalah
besar dunia (perubahan iklim, pencegahan terorisme, pengurangan kemiskinan,
tata niaga perdagangan obat). Merekalah tenaga dan energi perubahan. Menurut
Barber, ada tiga alasan yang menyebabkannya: (i) kota merupakan hunian bagi
lebih dari separuh penduduk dan karenanya merupakan mesin penggerak
ekonomi; (ii) kota telah menjadi rumah pencetus dan inkubator berbagai inovasi
sosial, ekonomi dan budaya; dan (iii) para pemimpin kota dan pemerintah daerah
tidak terbebani dengan isu kedaulatan serta batas–batas bangsa yang menghalangi
mereka untuk bekerja sama.10 Meskipun MDGs merupakan hasil kesepakatan dari
semua kepala negara maupun pemerintahan di seluruh dunia, namun pada waktu
pengimplementasiannya MDGs lebih diarahkan kepada pencapaian di masing-
masing negara.11 Hal ini pada dasarnya sesuai dengan Resolusi PBB nomor 55/2
mewujudkan-kota-layak-anak-di-sura.pdf8 International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), “Panduan SDGs untukPemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah”, hal. 16 diunduhpada 12 Mei 2016 https://www.scribd.com/doc/312365145/Buku-PANDUAN-SDGs-pdf Uploadedby Alvian Safrizal9 Ibid.10 Ibid. Hal. 6-711 Lisbet, “Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia melalui KerjasamaInternasional” hal. 140 diunduh pada 20 April 2017
5
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
yang mencantumkan bahwa MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai
fokus, terutama pada masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan serta terhadap
anak-anak, selaku generasi mendatang.12
Baik masa MDGs maupun SDGs sama-sama menegaskan bahwa
keikutsertaan pemerintah daerah memang sangat diperlukan demi mencapai
tujuan pembangunan nasional yang juga terkandung dalam MDGs juga SDGs.
Tujuan dari pengembangan model KLA juga sesuai dengan indikator target yang
hendak dicapai oleh MDGs, mengingat tahun penetapan KLA di Kota Surakarta
juga masih dalam jangka waktu pelaksanaan MDGs. Telah disebutkan diatas juga
bahwa meskipun MDGs adalah komitmen global namun dalam
pengimplementasiannya perlu disesuaikan dengan kondisi negara atau pemerintah
masing-masing agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang
menunjukkan progress positif.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan dari kedelapan tujuan yang hendak
dicapai dalam MDGs, yang bersinggungan dengan pemenuhan hak anak sebagai
tujuan dari adanya KLA. Indikator yang termuat dalam tujuan 2 mencapai
pendidikan dasar untuk semua; tujuan 4 menurunkan angka kematian anak (bayi);
dan tujuan 5 meningkatkan kesehatan ibu (ibu hamil) terwakilkan pula dalam 31
indikator di 5 kluster pemenuhan hak dan perlindungan anak. Tujuan 2 mencapai
pendidikan dasar untuk semua memiliki target memastikan tahun 2015 semua
anak usia menyelesaikan pendidikan dasar dengan indikator pencapaian:13 1.
Angka Partisipasi Murni di Sekolah Dasar; 2. Angka Partisipasi Murni di Sekolah
Lanjutan Pertama; 3. Proporsi Murid yang berhasil mencapai Kelas 5; 4. Proporsi
Murid di Kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar; 5. Proporsi murid di
kelas 1 yang berhasil menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar; serta 6.
Angka melek huruf usia 15-24 tahun. Target yang termuat pada tujuan kedua
MDGs tersebut sesuai dengan 5 indikator pemenuhan hak dan perlindungan anak
pada kluster IV terkait hak pendidikan yaitu:14 1. Angka partisipasi pendidikan
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/33112 “UN Resolution number 55/2” diunduh pada 22 April 2017 https://documents-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N00/559/51/PDF/N0055951.pdf?OpenElement13 UNFPA, “Millenium Development Goals. Population and Development Strategies SeriesNumber 10”, hal. 4 diunduh pada 30 April 2017 https://www.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/MDGs_pds.pdf14 Bapermas PP PA dan KB Kota Surakarta, “Profil Anak 2016”, hal. 30
6
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
anak usia dini; 2. Persentase wajib belajar pendidikan 12 tahun; 3. Persentase
sekolah ramah anak; 4. Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan
prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah; dan 5. Tersedia fasilitas untuk
kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, diluar sekolah yang dapat diakses
semua anak. Tujuan 4 dalam MDGs yaitu menurunkan angka kematian anak
(bayi) sebesar dua pertiga antara 1990 dan 2015 dengan indikator capaian: 1.
Angka Kematian Balita; 2. Angka Kematian Bayi; dan 3. Persentase anak di
bawah satu tahun yang di imunisasi Campak dan tujuan 5 meningkatkan
kesehatan ibu (ibu hamil) dengan indikator 1. Angka Kematian Ibu; 2. Proporsi
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih; 3. Angka Pemakaian
Kontrasepsi. Indikator MDGs tersebut sesuai dengan indikator pemenuhan hak
dan perlindungan anak dalam kluster III hak kesehatan yaitu: 1. Angka kematian
bayi; 2. Prevalensi gizi buruk, gizi kurang, stunting15 dan gizi lebih pada balita; 3.
Persentase Air Susu Ibu (ASI) eksklusif; 4. Puskesmas ramah anak; 5. Imunisasi
dasar lengkap; serta 6. Lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan NAPZA, pelayanan kesehatan
jiwa anak dan remaja.
B. Perwujudan Kota Layak Anak sebagai Implementasi Millenium
Development Goals
MDGs yang merupakan hasil kesepakatan antar negara-negara anggota
PBB untuk melaksanakan tujuan pembangunan juga telah diterapkan di Indonesia
dan disesuaikan dengan kebutuhan dari negara Indonesia. Selama pelaksanaannya
dari tahun 2000 hingga berakhir di tahun 2015, implementasi MDGs yang
diarusutamakan pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Nasional
yang terbagi kedalam beberapa babakan waktu pelaksanaannya. Pada Rencana
Nasional dalam Jangka Waktu Panjang (Long Term National Plan) yang
berlangsung selama kurun waktu tahun 2005-2025, mengartikan bahwa terdapat
pula rencana pembangunan Indonesia yang sudah dirancangkan untuk
implementasi tujuan lanjutan dari adanya MDGs yaitu SDGs.
15 Stunting yaitu sebutan untuk kasus pertumbuhan anak yang terganggu karena kurang asupangizi yang dibutuhkan tubuh. Biasanya dipantau pada anak-anak usia di bawah lima tahun. Tidakhanya berat badan kurang namun juga tinggi badan. Diakses pada 20 Juli 2017https://keluarga.com/2391/stunting-apa-itu
7
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Adanya rencana pembangunan nasional sebagai bentuk pengarusutamaan
Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia juga merupakan hasil gabungan
dari ide dan pemikiran semua pemerintah daerah di Indonesia. Capaian hasil yang
berasal dari pemerintah daerah di Indonesia selanjutnya secara kolektif
menghasilkan data nasional sehingga tercipta adanya rencana pembangunan
sebagai implementasi MDGs yang disesuaikan dengan indikator keadaan negara
Indonesia. Dari kedelapan tujuan MDGs hampir semua tujuan indikatornya
berhubungan satu sama lain dan dapat saling mempengaruhi.
Ketika MDGs berlangsung dari tahun 2000 dan berakhir di tahun 2015,
Kemen PPPA menunjuk pemerintah Kota Surakarta untuk menjadi salah satu kota
percontohan bagi pengembangan Kota Layak Anak. Penunjukkan tersebut
dilakukan berdasarkan SK Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No SK-
49/MEN.PP/IV/2007 Tahun 2007 tentang Penetapan Kabupaten/Kota
Pengembangan Model Kota Layak Anak, dan disebutkan bahwa wilayah kerja
pengembangan model KLA sudah berkembang menjadi 15 Kabupaten/Kota, salah
satunya yaitu Kota Surakarta. Segera setelah Kota Surakarta terpilih menjadi
model kota percontohan KLA, pemerintah kota pun segera membentuk satuan
tugas dan tim pelaksana KLA yang didasarkan pada SK Walikota No
130.05/08/1/2008 dan kemudian membuat MoU No 463/108 tentang Kesepakatan
dalam Pengembangan KLA oleh Tim Pelaksana KLA.
Tujuan dari dikembangkannya kebijakan KLA ini menurut UNICEF
bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang mengaspirasi hak-hak anak
melalui tujuan, kebijakan, program-program dan struktur pemerintahan lokal.
Adapun tujuan dari adanya MDGs menurut UN Millennium Summit (New York,
Sept, 2000) adalah merupakan suatu kesepakatan dan kemitraan global untuk
memperbaiki kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh paket berisi tujuan
yang mempunyai batas waktu dan target terukur. Kesamaan tujuan dan waktu
pelaksanaan yang saling bersinggungan membuat peneliti tertarik untuk
menjadikan konsep-konsep tersebut menjadi topik penelitian. Mengingat beberapa
tujuan dari MDGs juga terdapat pada kesamaan tujuan KLA yaitu terkait
kesejahteraan anak, penelitian ini juga ada untuk mengetahui bagaimana upaya
pemerintah Kota Surakarta menjalankan amanatnya sebagai percontohan KLA
8
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
terpilih sebagai bentuk implementasi dan memberi kontribusi bagi capaian hasil
nasional yang berkaitan dengan tujuan MDGs.
MDGs yang berlangsung sejak tahun 2000 hingga berakhir di tahun 2015
memiliki 8 tujuan dengan 18 target dan 48 indikator. Indonesia sebagai negara
yang tergabung dalam PBB ikut mengimplementasikan MDGs melalui Rencana
Pembangunan Nasional dimana setiap indikator capaiannya juga disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pemerintah Indonesia sendiri. Saat MDGs masih
berlangsung, yaitu di tahun 2006 Kemen PPPA menunjuk Kota Surakarta untuk
dijadikan sebagai pilot proyek Kota Layak Anak (KLA). Pemenuhan hak
kebutuhan dan kesejahteraan anak yang menjadi tujuan dari adanya KLA tertuang
pula pada beberapa tujuan/goals dalam MDGs yaitu pada tujuan 2 mencapai
pendidikan dasar untuk semua; tujuan 4 menurunkan angka kematian anak (bayi);
dan tujuan 5 meningkatkan kesehatan ibu (ibu hamil).
Melihat bagaimana kebijakan di berbagai bidang telah dilakukan oleh
pemerintah pusat untuk memberdayakan perempuan tidak lepas dari indikator
akan kesejahteraan anak seperti yang tercantum dalam capaian indikator tujuan
ketiga MDGs, yaitu dalam hal rasio APM perempuan terhadap laki-laki di
tingkatan SD hingga SMP dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki
pada kelompok usia yang masih produktif dan tergolong usia anak pada usia 15-
24 tahun. Mengacu pada hal tersebut dapat dikatakan bahwa angka ketercapaian
tujuan ketiga MDGs tidak hanya terbatas pada usia dewasa tetapi juga mencakup
sejak usia anak, dengan begitu maka tujuan pembangunan nasional yang
tercantum dalam kedelapan tujuan pembangunan millenium juga mengupayakan
anak-anak sebagai modal pembangunan dan menjadi kunci awal kemajuan bangsa
Indonesia.
Anak merupakan aset bangsa dan investasi masa depan yang berarti bahwa
anak adalah potensi kekayaan dan kesejahteraan bangsa di masa depan. Indikator
utama keberhasilan suatu bangsa dalam melakukan pembangunan dapat dilihat
dari bagaimana suatu negara melakukan upaya untuk pembangunan anak,
yangmana harus diperhatikan sejak dini yaitu sejak dalam kandungan serta
memperhatikan aspek tumbuh dan kembang anak. Menurut Pasal 1 (1) UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia
9
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adapun
hak-hak anak yaitu sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib
dijamin, dilindungi dan dipenuhi orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara.
Konvensi Anak yang diratifikasi oleh Indonesia menghasilkan 5 kluster
hak anak yang meliputi:
1. Hak sipil dan kebebasan
2. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
3. Kesehatan dasar dan kesejahteraan
4. Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya
5. Perlindungan khusus.
5 kluster hak anak tersebut pada nantinya digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan implementasi Kota Layak Anak. Berdasarkan data dari Kementerian
PPPA, anak memiliki masalah (mayoritas) yang dapat dikategorikan sebagai
berikut:
● Pendidikan: pra sekolah, SD-SLTA, di lingkungan keluarga, di
masyarakat, di panti, di lapas, dll.
● Kesehatan dan gizi: kematian bayi dan balita, gizi kurang dan buruk,
penyakit, dll.
● Anak berhadapan dengan hukum: apakah di lapas terpenuhi hak-haknya
(pendidikan, kesehatan, dll).
● Kekerasan terhadap anak: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
bullying (di sekolah, peer group)
● Masalah sosial anak: anak jalanan, pekerja anak, eksploitasi (seksual dan
ekonomi), dll.
● Belum semua anak memiliki akta kelahiran
● Banyak informasi yang tidak layak dikonsumsi anak (cetak, elektronik –
on-line game), dll.
● Anak berkebutuhan khusus (genius, terbelakang): apakah sudah
terpenuhi hak-haknya (pendidikan, kesehatan, fasum), dll.
● Penanaman nilai-nilai luhur mulai pudar: national character building
10
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
● Partisipasi anak masih rendah: terbatasnya wadah anak untuk
menyampaikan pendapat (Forum Anak), pemanfaatan waktu luang, kegiatan
seni budaya (sanggar), dll.
● Infrastruktur : rute aman ke sekolah, taman kota, Tempat Penitipan Anak
(TPA) di perkantoran, ruang menyusui di perkantoran dan mal, sekolah/RS
ramah anak, lapas anak, sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),
dll.
● Payung kebijakan anak (terutama di daerah), lembaga (di daerah) yang
menangani/mengkoordinasikan pembangunan anak, anggaran untuk anak, dll.
Adanya permasalahan anak yang harus dihadapi dan hak-hak anak yang
memang sudah seharusnya dipenuhi, pemerintah Indonesia mencanangkan suatu
konsep Kota Layak Anak yang hendak diterapkan di berbagai kota/kabupaten di
Indonesia dengan mengambil beberapa kota/kabupaten sebagai pilot project. KLA
sendiri adalah KLA adalah sistem pembangunan kabupaten/kota yang
mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan,
program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak. Tujuan dari adanya KLA
adalah untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah
pada upaya transformasi Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of
the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi
pembangunan, dalam bentuk: kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan,
dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, pada suatu dimensi wilayah
kabupaten/kota.16 Implementasi KLA di Indonesia tidak semata-mata dilakukan
tanpa dasar yang jelas, terdapat 2 landasan hukum yang disebutkan oleh Kemen
PPPA yaitu:
Internasional
●World Fit For Children
●Konvensi Hak-hak Anak
●Millennium Development Goals (MDGs)
16 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Sosialiasi Kebijakan PP danPA melalui Bakohumas”, hal. 15 diunduh pada 18 Maret 2017http://jdih.kemenpppa.go.id/peraturan/Permeneg%20PP&PA%20No.10%20Thn%202011%20-%20ABK.pdf
11
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Nasional
●Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b dan 28c
●UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak
●UU 17/2007 ttg RPJPN 2005-2025
●Inpres 01/2010 ttg Program Prioritas Pembangunan Nasional
●Peraturan Presiden 5/2010 ttg RPJMN 2010-2014
●Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015
●Peraturan Menneg PP 2 /2009 ttg Kebijakan KLA
Kementerian PPPA yang mempunyai mandat untuk menangani
permasalahan perempuan dan anak, serta menjadi pihak yang menjembatani
pelaksanaan KLA di tiap kota/kabupaten di Indonesia dalam RPJMN 2015-2019
mendapatkan mandat untuk melakukan 1) peningkatan peranan dan keterwakilan
perempuan dalam politik dan pembangunan serta 2) perlindungan terhadap anak,
perempuan dan kelompok marjinal. Adapun mandat tersebut dirincikan lagi
menjadi isu strategis, akan tetapi dikarenakan pembahasan penelitian ini fokus
pada KLA maka isu strategis yang ditampilkan pada perlindungan anak, yaitu:17 1)
Peningkatan kualitas hidup dan tumbuh kembang anak; 2) Peningkatan
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah
lainnya; dan 3) Peningkatan kapasitas kelembagaan pemenuhan hak dan
perlindungan anak.
C. Upaya Kota Surakarta dalam Meraih Kota Layak Anak
Pada tahun 2006, Kota Surakarta ditunjuk oleh Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan RI sebagai pilot proyek pengembangan model KLA di
Indonesia yang bekerjasama dengan UNICEF. Berdasarkan SK Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan RI No SK- 49/MEN.PP/IV/2007 Tahun 2007 tentang
Penetapan Kabupaten/Kota Pengembangan Model Kota Layak Anak, disebutkan
bahwa wilayah kerja pengembangan model KLA sudah berkembang menjadi 15
Kabupaten/Kota, salah satunya yaitu Kota Surakarta. Selanjutnya, Pemerintah
Kota Surakarta membentuk Tim Pelaksana Pengembangan KLA berdasarkan SK
17 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “RENCANA STRATEGISKEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK TAHUN2015-2019”, hal. 16 diunduh pada 5 Juni 2017http://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8d214-renstra-kpppa-2015-2019.pdf
12
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Walikota No 130.05/08/1/2008 dan kemudian membuat MoU No 463/108 tentang
Kesepakatan dalam Pengembangan KLA oleh Tim Pelaksana KLA Oleh
karenanya, menindaklanjuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat,
Pemerintah Kota Surakarta pun menerbitkan regulasi SK Walikota Surakarta No
462.05/84-A/I/2010 tentang Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak
Kota Surakarta (PTPAS); Perda Kota Surakarta No 4 Tahun 2012 tentang
Perlindungan Anak; SK Walikota Surakarta No 243/I-G/1/2013 tentang Forum
Anak Surakarta di Kota Surakarta periode 2013–2015; dan Peraturan Walikota
Surakarta No 3-B Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengembangan Partisipasi
Anak dalam Pembangunan di Kota Surakarta.18
Sebagai komitmen mewujudkan KLA, sejak 2006 Walikota Surakarta
yang saat itu dijabat oleh Joko Widodo, beliau aktif dalam menyuarakan hak-hak
anak serta mengakomodasi kepentingan terbaik bagi anak dalam menggerakkan
pembangunan di Kota Surakarta. Komitmen tersebut ditegaskan pada acara
sosialisasi pengembangan Model KLA 2006 dengan peserta dari berbagai unsur
yaitu SKPD se Kota Surakarta, DPRD, Muspida, LSM, organisasi masyarakat,
organisasi perempuan, rumah sakit, perguruan tinggi, wartawan, Penegak Hukum,
Pihak Swasta lainnya di Kota Surakarta.19 Acara sosialisasi pun dihadiri sendiri
oleh Ibu Meutia Hatta sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak pada waktu itu.
Berbekal regulasi yang ada, Surakarta membagi beberapa tahap langkah
menuju KLA. Tahap pertama tahun 2006-2007 adalah pengembangan model
KLA. Dalam tataran yang paling awal ini, pemerintah kota menyusun grand
design yang akan jadi patokan untuk pengembangan selanjutnya.20 Selanjutnya
pengembangan KLA dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Kota Pengembangan
KLA (RAK- PKLA) Kota Surakarta tahun 2008-2015 yang diperkuat dengan SK
Wali Kota Surakarta no. 054/08- E/1/2009, dimana RAK-PKLA terbagi dalam 5
(lima) kluster, yaitu kluster 1 Hak sipil dan kebebasan, kluster 2 Lingkungan
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, kluster 3 Kesehatan Dasar dan
18 Moh Ilham A Hamudy, “Upaya Mewujudkan Kota Layak Anak di Surakarta dan Makassar”,loc.cit.19 Ibid. 20 Ibid.
13
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Kesejahteraan, kluster 4 Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan
Budaya, dan kluster 5 Perlindungan Khusus.
Sebagai salah satu kota yang terpilih menjadi kandidat percontohan KLA,
kota Surakarta menjadi fokus dalam penelitian ini sebagai bahan analisis
implementasi kebijakan KLA. Kebijakan Kota Layak Anak merupakan bentu
komitmen bagi Kota Surakarta dalam memberdayakan pemerintah, masyarakat
serta dunia usaha yang secara bersama-sama berkontribusi dalam segala program
dan kegiatan berkelanjutan untuk pemenuhan hak anak. Kegigihan dan kerja keras
pemerintah dan stakeholder tersebut berbuah manis tatkala kota Surakarta berhasil
memperoleh penghargaan Nindya dengan nilai tertinggi pada tahun 2015 yang
menjadi bukti nyata akan keberhasilan KLA di kota Surakarta.
Strategi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta dalam
implementasi KLA yaitu sebagai berikut:21
1. Menumbuhkan dan memaksimalkan peran kepemimpinan;
2. Mengembangkan pendidikan, kesehatan dan kesadaran publik
mengenai visi tentang anak;
3. Melakukan analisis situasi anak secara berkelanjutan untuk advokasi,
perencanaan, monitoring, dan evaluasi;
4. Membangun kemitraan dan memperluas aliansi untuk anak;
5. Memperkuat peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan
penegakan hukum;
6. Memperkuat jaringan untuk pemantauan pelaksanaan perlindungan
anak dalam situasi khusus; dan
7. Memberdayakan keluarga melalui kelembagaan dan program
pembangunan masyarakat.
Adapun Unit Layanan Pendukung Kota Layak Anak bagi Kota Surakarta
sendiri adalah:
1. Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS)
Pelayanan yang beranggotakan 48 orang ini dipergunakan bagi
korban-korban kekerasan yang hendak mengadu untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari pemerintah. PTPAS bekerja menurut SK
21 Ibid. Hal. 4
14
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Walikota Surakarta No. 462/74-A/1/2006 dan Kesepakatan Bersama
(MoU), dalam kerjanya PTPAS dibantu oleh beberapa pihak terkait
yaitu dengan Koordinator Umum (Bapermas PP PA dan KB),
Organisasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Instansi, SKPD
(Satuan Kerja Pemerintah Daerah), Rumah Sakit, dan juga dari pihak
Kepolisian.
2. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
Merupakan tangan panjang dari PTPAS di tingkat wilayah
kelurahan dan telah terbentuk sebanyak 51 PPT. PPT berbentuk
konsorsium yang berarti gabungan dari SKPD/lembaga/organisasi
yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan perempuan dan anak
di tingkat wilayah kelurahan. Tujuan dari terbentuknya PPT ini adalah
untuk bekerja membangun keterpaduan dalam memberikan layanan
pada korban dan penghapusan kekerasan, karena kerja kemanusiaan
yang terus menerus harus secara bersama dilakukan agar ketimpangan
atau kesenjangan pembangunan gender tidak lagi terjadi.
3. Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) Kota
Surakarta
Sebuah lembaga yang mengintegrasikan penyelenggaraan layanan
pencegahan dan penanganan masalah kesejahteraan sosial dan
perlindungan anak bagi anak rentan atau beresiko tinggi.
Memiliki visi terwujudnya kesejahteraan sosial anak secara holistik
di kota Surakarta dan 4 misi yaitu: Peningkatan ketersediaan database
layanan anak; Peningkatan layanan pemenuhan hak dasar anak secara
integratif; Peningkatan layanan penanganan kasus tindak kekerasan,
eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah terhadap anak secara
holistik, terkoordinasi dan profesional; dan Peningkatan pelayanan
pemenuhan kesejahteraan sosial anak.
Adapun motto dari PLKSAI adalah siap melayani untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak.
4. Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA)
15
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Merupakan pusat pelayanan pengasuhan anak berbasis hak anak,
sehingga perlindungan dan pemenuhan hak anak dapat tercapai. Pusat
pelayanan yang memiliki motto keluarga bahagia anak sejahtera ini
memiliki tujuan melalui keberadaannya yaitu:
1. Tersedianya “one stop services” atau Layanan Satu Pintu
Keluarga, Holistik Integratif Berbasis Hak Anak;
2. Tersedianya tempat pembelajaran keluarga melalui pendidikan
bagi orang tua, calon orang tua dan orang tua yang bertanggung
jawab terhadap anak;
3. Tersedianya tempat konsultasi dan konseling bagi anak, orang
tua atau orang yang bertanggung jawab terhadap anak;
4. Tersedianya tempat penghubung rujukan sebagai solusi bagi
permasalahan anak dan keluarga;
5. Menguatnya kemampuan keluarga dalam mengasuh dan
melindungi anak;
6. Menguatnya sinergitas kerjasama antara pusat dan daerah
dalam pemenuhan hak anak terutama mengenai pembelajaran
keluarga.
Adapun mekanisme pelayanan dari PUSPAGA ini adalah anak/orang
tua/wali/keluarga/pihak lain datang ke PUSPAGA yang berlokasi di Taman
Cerdas Jebres Kota Surakarta dan nantinya akan diterima oleh tenaga
administrasi. Tahap selanjutnya, pihak yang melapor tadi akan ditangani oleh
Tim Psikolog yang sudah bekerjasama dengan pihak pemerintah kota untuk
dilakukan observasi agar dapat ditentukan penanganan selanjutnya. Tindak
lanjut dari tim psikolog dapat berupa kegiatan sosialisasi atau edukasi terkait
permasalahan yang telah dianalisa sebelumnya, selanjutnya dilakukan proses
pemeriksaan psikologi untuk mengetahui seberapa rumit permasalahan yang
sedang dihadapi, apabila permasalahan dapat selesai melalui psikolog yang
ada di PUSPAGA maka pihak pelapor tadi tidak perlu mendapat rujukan ke
pihak lain yang berwenang dan berpengalaman untuk menangani kasus yang
lebih berat.
16
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
D. Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Surakarta
Kota Surakarta sebagai salah satu daerah yang menjadi percontohan
penerapan Kota Layak Anak dalam pelaksanaannya berupaya maksimal
mewujudkan kondisi yang baik serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
terkait agar implementasi KLA di kota Surakarta dapat terus dijalankan dan
dipertahankan. Berbagai rancangan kegiatan telah dipersiapkan sedemikian rupa
oleh pemerintah sebagai hasil kerjasama dengan stakeholder terkait yangmana
segala kegiatan tersebut didasarkan pada rencana yang responsif anak.
Berdasarkan hasil olahan data dari database Badan Kependudukan Kota
Surakarta menunjukkan bahwa penduduk kota Surakarta pada tahun 2013
berjumlah 551.126 jiwa yang terdiri dari 273.012 laki-laki dan 278.114
perempuan. Dari jumlah tersebut sekitar 140.689 orang atau 25,53 persen
diantaranya adalah penduduk berumur dibawah 18 tahun. Di tahun 2014 jumlah
dan proporsi penduduk kota Surakarta menurut umur dan jenis kelamin untuk
laki-laki berjumlah 273.038 dan 279.612 untuk perempuan sehingga berjumlah
552.650 jiwa pada keseluruhan jumlah total penduduk kota Surakarta. Sedangkan
di tahun 2015, penduduk kota Surakarta berdasarkan data dari Proyeksi Penduduk
Indonesia tahun 2010–2035 secara keseluruhan berjumlah 512.226 jiwa dengan
249.113 laki-laki dan 263.113 perempuan yang terbagi kedalam 5 wilayah
kecamatan yaitu Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres, dan Banjarsari.
Kota Layak Anak yang merupakan bentuk konsep kebijakan dapat
dikategorikan sebagai kebijakan publik. Hal tersebut dikarenakan kebijakan
publik berarti merupakan sebuah hasil keluaran dari pemerintah yang ada karena
sebuah tujuan, begitu pula dengan adanya KLA yang diprakarsai oleh pemerintah
khususnya melalui Kemen PPA dimana mengadopsi konsep CFC yang merupakan
bentuk kerjasama dengan Unicef selaku badan internasional yang menangani
permasalahan terkait kesejahteraan anak. Menurut James L. Anderson (1970),
kebijakan publik terbagi dalam beberapa jenis dan dapat dikelompokkan.
Substantive dan procedural policies merupakan jenis yang tepat untuk
mengkategorikan KLA di dalamnya. Substantive policies berarti suatu kebijakan
yang dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah sedangkan
procedural policies memiliki arti suatu kebijakan yang dilihat dari pihak-pihak
17
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
yang terlihat dalam perumusannya. Tujuan pencapaian yang terkandung pada
indikator dalam MDGs khususnya pada tujuan 2, 4 dan 5 yang kesemuanya terkait
akan pemenuhan hak anak merupakan permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah, dimana permasalahan tersebut bersinggungan dengan tujuan yang
hendak dicapai pula oleh adanya pengembangan KLA di kota/kabupaten
khususnya di Kota Surakarta. Pengembangan KLA di Kota Surakarta memiliki
legalitas hukum yang jelas sehingga untuk setiap pembentukan tim kerja hingga
bentuk kegiatannya memiliki penguatan kelembagaan. Bentuk penguatan
kelembagaan tersebut tentu tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah kota
Surakarta saja, tetapi juga membutuhkan dukungan dan keterlibatan banyak pihak
untuk menjadi mitra dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. Sebagai
contoh untuk membuat kebijakan peningkatan pemberian ASI eksklusif, pihak
pemerintah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk akhirnya
terbentuk penguatan kelembagaan dalam bentuk Surat Edaran Kepala Dinas
Kesehatan Kota Surakarta Nomor 444/2372 tanggal 15 April 2013 tentang
Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif. Hal tersebutlah yang dapat membuat KLA
termasuk pada kategori substantive dan procedural policies.
Begitu pula ketika kebijakan publik dilihat sebagai suatu sistem yang di
dalamnya terkandung unsur input, proses dan output. Input pada kasus
pengembangan KLA di Kota Surakarta dapat berupa penunjukkan langsung oleh
Kemen PPA yang memberikan mandat pada Kota Surakarta untuk menerapkan
KLA di tahun 2006. Setelah itu terdapat proses dimana pemerintah Kota Surakarta
membentuk Tim Pelaksana Pengembangan KLA yang berdasarkan SK Walikota
No 130.05/08/1/2008 dan kemudian membuat MoU No 463/108 tentang
Kesepakatan dalam Pengembangan KLA oleh Tim Pelaksana KLA dengan
Bapermas sebagai leading sector KLA di Kota Surakarta. Selanjutnya pada tahap
output, menindaklanjuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat, Pemerintah
Kota Surakarta pun menerbitkan regulasi SK Walikota Surakarta No 462.05/84-
A/I/2010 tentang Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota
Surakarta (PTPAS); Perda Kota Surakarta No 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan
Anak; SK Walikota Surakarta No 243/I-G/1/2013 tentang Forum Anak Surakarta
di Kota Surakarta periode 2013–2015; dan Peraturan Walikota Surakarta No 3-B
18
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengembangan Partisipasi Anak dalam
Pembangunan di Kota Surakarta.22
E. Kesimpulan
Indonesia berkomitmen dalam Tujuan Pembangunan Millenium yang
diimplementasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan
dikelola oleh Bappenas. Segala kebijakan maupun bentuk peraturan dasar untuk
menjadi berhasil tentu tidak lepas dari adanya hubungan yang saling bersinergi
antara pemerintah dengan stakeholder lainnya. Hal inilah yang dirasa perlu untuk
diteliti penulis untuk melihat bagaimana peran serta pihak terkait lain dalam
rangka pelaksanaan pencapaian indikator dari adanya MDGs. Di tahun 2006
ketika MDGs juga sedang diimplementasikan di Indonesia, sehubungan dengan
keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam melaksanakan tujuan pembangunan
nasional Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen
PPPA) melalui menterinya menunjuk Kota Surakarta sebagai salah satu dari 5
Kabupaten/Kota (yakni Kota Surakarta, Kabupaten Gorontalo, Kota Jambi,
Kabupaten Sidoharjo, dan Kabupaten Kutai Kartanegara) sebagai pilot proyek
pengembangan model Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia. Berdasarkan data
dari Kementerian PPPA, MDGs juga menjadi landasan hukum dari lingkup
internasional untuk pengembangan KLA selain World Fit for Children dan
Konvensi Hak-hak Anak.
Upaya dari pemerintah Kota Surakarta pun dilakukan dalam mewujudkan
Kota Layak Anak sebagai bentuk implementasi MDGs yang diawali dengan
membentuk Tim Pelaksana Pengembangan KLA berdasarkan SK Walikota No
130.05/08/1/2008 dan kemudian membuat MoU No 463/108 tentang Kesepakatan
dalam Pengembangan KLA oleh Tim Pelaksana KLA. Selanjutnya
menindaklanjuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat, Pemerintah Kota
Surakarta pun menerbitkan regulasi SK Walikota Surakarta No 462.05/84-
A/I/2010 tentang Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota
Surakarta (PTPAS); Perda Kota Surakarta No 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan
Anak; SK Walikota Surakarta No 243/I-G/1/2013 tentang Forum Anak Surakarta
22 Moh Ilham A Hamudy, “Upaya Mewujudkan Kota Layak Anak di Surakarta dan Makassar”,loc.cit.
19
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
di Kota Surakarta periode 2013–2015; dan Peraturan Walikota Surakarta No 3-B
Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengembangan Partisipasi Anak dalam
Pembangunan di Kota Surakarta. Tahap pertama yaitu pada tahun 2006-2007
merupakan tahapan pengembangan KLA. Pengembangan KLA dituangkan dalam
bentuk Rencana Aksi Kota Pengembangan KLA (RAK- PKLA) Kota Surakarta
tahun 2008-2015 diperkuat dengan SK Wali Kota Surakarta no. 054/08- E/1/2009,
dimana RAK-PKLA tersebut terbagi dalam 5 (lima) kluster, yaitu kluster 1 Hak
sipil dan kebebasan, kluster 2 Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif,
kluster 3 Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, kluster 4 Pendidikan, Pemanfaatan
Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya, dan kluster 5 Perlindungan Khusus.
Bentuk upaya pemerintah Kota Surakarta dalam mewujudkan Kota Layak
Anak sebagai implementasi MDGs juga didukung oleh unit layanan Kota Layak
Anak yaitu dengan adanya Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta
(PTPAS) yang diatur dalam SK Walikota Surakarta No. 462/74-A/1/2006 dan
bekerja untuk menangani para korban kekerasan. Bantuan pelayanan yang
disediakan meliputi pelayanan medis, konseling, hukum, rehabilitasi hingga
rumah aman/shelter. Unit layanan yang kedua yaitu Pusat Pelayanan Terpadu
(PPT) yang merupakan kepanjangan tangan dari adanya PTPAS dan berada di
tingkat wilayah kelurahan se-kota Surakarta, cara kerja dari PPT ini hampir sama
dengan PTPAS namun berbentuk konsorsium yang berarti merupakan gabungan
dari SKPD/lembaga/organisasi yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan
perempuan dan anak di tingkat wilayah kelurahan. Selanjutnya terdapat Pusat
Layanan Kesjahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) Kota Surakarta yang
bertugas untuk mengintegrasikan penyelenggaraan layanan pencegahan dan
penanganan masalah kesejahteraan sosial dan perlindungan anak dengan visi dan
misi yang disesuaikan dalam tujuan atau target MDGs untuk kesejahteraan anak.
Unit layanan terakhir sebagai bentuk upaya Kota Surakarta dalam mewujudkan
KLA yaitu Pusat Pembelajaran Keluarga atau disingkat Puspaga. Puspaga yang
mempunyai nama “Cemara Merah” ini merupakan pelayanan pengasuhan berbasis
hak anak sehingga diharapkan perlindungan dan pemenuhan hak anak dapat
tercapai yang dilakukan melalui tersedianya one stop services untuk layanan satu
pintu keluarga, tempat pembelajaran keluarga melalui pendidikan baik bagi
20
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
orangtua maupun calon orangtua, tempat konsultasi dan konseling bagi anak juga
orangtua, juga tersedianya tempat penghubungan rujukan sebagai solusi bagi
permasalahan yang muncul dalam keluarga sehingga diharapkan dengan
ketersediaan tempat dan layanan tersebut diharapkan kemampuan keluarga dalam
mengasuh dan melindungi anak dapat menguat.
Upaya pemerintah Kota Surakarta dalam mewujudkan Kota Layak Anak
sebagai implementasi MDGs pun juga dilakukan melalui penguatan kelembagaan
yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemenuhan
hak dan perlindungan anak seperti Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tanggal
1 Mei 2012 tentang Perlindungan Anak Kota Surakarta, Peraturan Walikota
Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 7 Februari 2007 tentang Komite Aksi Kota
Surakarta tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak,
Keputusan Walikota Surakarta Nomor 130.05/56-A/1/2010 tanggal 14 Juli 2010
tentang Tim Pelaksana Pengembangan Kota Layak Anak Kota Surakarta.
Pembentukan Gugus Tugas (GT) KLA juga sepanjang pelaksanaan KLA sudah
terbentuk dan berfungsi dengan baik yang setiap Tri Wulan dilakukan secara rutin
rapat koordinasi Tim Gugus Tugas dengan dipimpin oleh Walikota. Rencana Aksi
Daerah (RAD) Pengembangan KLA yang sejak tahun 2010 telah dilakukan
dengan penanggung jawab masing-masing SKPD yang terdapat pada RAD
terintegrasi dengan RPJMD, Renstrada, Renstra SKPD, RKPD hingga dengan
program organisasi masyarakat. Output dalam bentuk profil anak juga disusun
setiap tahunnya dan telah diterbitkan untuk Profil Anak Tahun 2013, Profil Anak
Tahun 2014, dan Profil Anak Tahun 2015 yang berguna untuk pemerintah serta
SKPD terkait agar dapat melakukan evaluasi dari tahun ke tahun pelaksanaan
KLA. Upaya yang tentunya paling penting dalam pelaksanaan suatu program atau
kebijakan yaitu terletak pada anggaran dananya, dan begitu pula dengan yang
dilakukan pemerintah Kota Surakarta yang telah menganggarkan sejumlah dana
yang terpilah menjadi beberapa indikator untuk setiap kluster dalam KLA.
Anggaran dana pemenuhan hak dan perlindungan anak kluster kelembagaan
meningkat dari tahun 2014 sebanyak Rp. 3.218.009.491,- menjadi Rp.
3.443.267.300,- di tahun 2015; untuk kluster hak sipil dan kebebasan dana
sebanyak Rp. 4.697.222.906,- di tahun 2014 menurun menjadi Rp.
21
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
4.249.238.000,- di tahun 2015 yang disebabkan karena anak yang teregistrasi dan
mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran sudah meningkat capaiannya sehingga dana
di tahun selanjutnya dapat lebih dipangkas; untuk kluster hak pengasuhan juga
mengalami penurunan anggaran dari tahun 2014 sebanyak Rp. 1.357.127.750,-
menjadi Rp. 1.326.730.000,- di tahun 2015 yang disebabkan oleh semakin
menurunnya usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun; berikutnya kluster hak
kesehatan yang meningkat dari Rp. 40.165.921.900,- di tahun 2014 menjadi Rp.
43.520.422.500,- pada tahun berikutnya yaitu 2015; kluster keempat yaitu hak
pendidikan juga meningkat anggarannya dari tahun 2014 ke tahun 2015 dengan
nominal sebanyak Rp. 41.831.460.060,- menjadi Rp. 45.411.838.000,- hal ini
tentu disebabkan oleh semakin bertambahnya persentase wajib belajar pendidikan
12 tahun juga tersedianya fasilitas yang lebih memadai untuk kegiatan kreatif dan
rekreatif yang ramah anak diluar sekolah; kluster terakhir yaitu hak perlindungan
khusus mengalami peningkatan anggaran yang tidak terlalu banyak
perbandingannya dari tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu dari Rp. 2.024.078.800,-
menjadi Rp. 2.060.050.000,-. Semua bentuk upaya dari bentuk unit layanan,
penguatan kelembagaan hingga anggaran tentu dari tahun ke tahun selalu
ditingkatkan kualitas pencapaiannya dan menjadi tanggung jawab bagi pemerintah
Kota Surakarta untuk dapat terus mempertahankan Kota Layak Anak.
Adapun hasil yang dicapai oleh pemerintah kota Surakarta dalam
pengembangan KLA yaitu: Terbangunnya gerakan wajib jam belajar yang
dilaksanakan di 51 kelurahan; Terbangunnya sekolah ramah anak di seluruh
sekolah di semua jenjang di Kota Surakarta; Terdapat 9 (Sembilan) SDN Plus,
dan 2 (dua) SMPN plus dan 1 (satu) SMKN yang memberikan bantuan dana baik
bentuk beasiswa di luar dana bos yang diperoleh dari pemerintah (bantuan
pendidikan masyarakat Kota Surakarta, BPMKS); Zona Selamat Sekolah (ZOSS)
di 171 sekolah; Terbangunnya 8 (delapan) taman cerdas sebagai tempat bermain,
tempat mengembangkan kreasi seni, tempat membaca dan tempat berlatih
komputer yaitu Taman Cerdas Kelurahan Sumber, Kelurahan Kadipiro,
Kelurahan Joyotakan, Kelurahan Mojosongo, Kelurahan Gandean, Kelurahan
Panjang, dan Kelurahan Jebres; Terbangunnya 18 perpustakaan kampung;
Terbangunnya 9 sanggar belajar, dan 17 sanggar seni; Terbangunnya 8 taman
22
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
bermain anak, taman-taman kota yang berada di pusat-pusat keramaian kota yang
membuat kesan Kota Surakarta selain asri juga ramah terhadap publik khususnya
anak-anak yaitu berupa fasilitas bermain untuk anak-anak. Taman-taman tersebut
adalah Taman Monumen Banjarsari, Taman Balekambang, Taman Terminal
Tirtonadi, Taman Sekar Taji, Taman Satwa Taru Jurug, Taman Bermain dan
Arena Budaya Sriwedari; Terbangunnya 17 puskesmas ramah anak yang mampu
meningkatkan prosentase penerima imunisasi dasar lengkap; Terbangunnya 5
posyandu terintegrasi; Terbangunnya 91 Pojok ASI (ruang Laktasi) di sejumlah
fasilitas publik; Terbangunnya 17 rumah sakit ramah anak (negeri maupun
swasta).
Berbagai penghargaan di tingkat provinsi dan nasional juga berhasil diraih
oleh pemerintah Kota Surakarta antara lain Pelaksana Terbaik Pengembangan
KLA Tingkat Nasional di tahun 2009 oleh Presiden Republik Indonesia;
Pengembangan KLA Kategori Madya oleh Kemen PPPA di tahun 2011;
Pengembangan KLA Kategori Nindya oleh Kemen PPPA berturut-turut pada
tahun 2012, 2013, dan 2015 serta mendapat kebanggaan tersendiri pada tahun
2017 diminta oleh UNICEF untuk menjadi contoh model kota bagi
pengembangan KLA di seluruh dunia.
23
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
Daftar Pustaka<Artikel Jurnal>“UN Resolution number 55/2” diunduh pada 22 April 2017 https://documents-dds-
ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N00/559/51/PDF/N0055951.pdf?OpenElement
Hamudy, Moh Ilham A. Upaya Mewujudkan Kota Layak Anak di Surakarta danMakassar, Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni 2015 diunduhpada 25 April 2017 https://media.neliti.com/media/publications/52268-ID-upaya-mewujudkan-kota-layak-anak-di-sura.pdf
IMF, OECD, UN and World Bank, 2000. “Progress Towards the InternationalDevelopment Goals: A Better World for All.” Washington, June 2000. DalamPDF Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan MileniumIndonesia. diunduh pada 17 Maret 2017https://www.bappenas.go.id/files/3813/5230/1299/indonesiamdgbigoal1__20081122001221__518.pdf
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), “Panduan SDGsuntuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan PemangkuKepentingan Daerah”, diunduh pada 12 Mei 2016https://www.scribd.com/doc/312365145/Buku-PANDUAN-SDGs-pdfUploaded by Alvian Safrizal
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “RENCANASTRATEGIS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DANPERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2015-2019”, diunduh pada 5 Juni 2017http://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8d214-renstra-kpppa-2015-2019.pdf
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “SosialiasiKebijakan PP dan PA melalui Bakohumas”, diunduh pada 18 Maret 2017http://jdih.kemenpppa.go.id/peraturan/Permeneg%20PP&PA%20No.10%20Thn%202011%20-%20ABK.pdf
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan PerencanaanPembangunan Nasional (Bappenas), “Laporan Pencapaian TujuanPembangunan Milenium di Indonesia 2010”, hal. 5 diunduh pada 20 Maret2017 https://www.bappenas.go.id/files/8613/5229/8462/1-laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010201011181321170__20101223204310__2813__0.pdf
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan PerencanaanPembangunan Nasional (Bappenas), “Laporan Pencapaian TujuanPembangunan Milenium di Indonesia 2011” diunduh pada 20 Maret 2017https://www.bappenas.go.id/files/1913/5229/9628/laporan-pencapaian-
24
Upaya Pemerintah Daerah dalam Implementasi Millenium DevelopmentGoals
tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia-2011__20130517105523__3790__0.pdf
Lisbet. Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia melaluiKerjasama Internasional dalam Politica Vol. 4, No. 1, Mei 2013 diunduhpada 20 April 2017https://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/331
Sarwar, Moizza Binat, “National MDG Implementation: Lessons for the SDG era.Country Case Studies: Indonesia”, diunduh pada 17 Mei 2016https://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/10003.pdf
UNFPA, “Millenium Development Goals. Population and Development StrategiesSeries Number 10”, diunduh pada 30 April 2017https://www.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/MDGs_pds.pdf
<Buku>Bapermas PP PA dan KB Kota Surakarta, “Profil Anak 2016”
<Internet>Arti Stunting. https://keluarga.com/2391/stunting-apa-itu. Diakses pada 20 Juli
2017 https://keluarga.com/2391/stunting-apa-itu
25