ulcus diabetic

Upload: maris-rhy-lamasigi

Post on 06-Jan-2016

252 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

UD

TRANSCRIPT

Ulcus Diabetic

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,defek kerja insulin atau keduanya.Di dunia, jumlah penderita DM diperkirakan sebanyak 171 juta jiwa dan keadaan ini diprediksi akan terus meningkat mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2025.1DM sering disertai berbagai komplikasi jangka pendek maupun panjang, komplikasi ini menyebabkan meningkatnya angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup.2Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).3Manifestasi KD dapat berupa dermopati, selulitis, ulkus, gangrene, dan osteomyelitis. KD merupakan masalah yang kompleks dan menjadi alasan utama mengapa penderita DM menjalani perawatan di rumah sakit yang selama rawatan membutuhkan biaya sangat mahal dan sering tidak terjangkau oleh kebanyakan masyarakat umum.3,4

Insiden dan PrevalensiInsiden ulkus KD 2-3% dan prevalensi 4-10%, pria lebih sering dari wanita. Distribusi usia jarang dijumpai pada usia 40-49 tahun dan terbanyak pada usia di atas 60 tahun. Suatu studi di Eropa, mendapatkan prevalensi ulkus KD 3% pada usia 5

PatofisiologiTerjadinya kaki diabetik adalah proses multifaktorial yang melibatkan berbagai komplikasi DM maupun trauma yang secara langsung menyebabkan luka pada kaki yang berisiko. Neuropati diabetes, kelainan vaskular, dan kerentanan terhadap infeksi merupakan tiga faktor predisposisi terjadinya ulserasi pada kaki diabetik.6Trias ini jarang menyebabkan lesi pada kaki tanpa disertai dengan trauma atau luka. Progresivitas dari lesi ini tergantung pada status metabolik dari pasien, kemampuan sensoris untuk merasakan dan melindungi diri dari luka, sirkulasi yang adekuat, dan perawatan luka. Interaksi ketiga faktor predisposisi bisa dilihatpada gambar 1.

Neuropati PeriferNeuropati perifer merupakan komplikasi umum dari DM terbukti berhubungan dengan intensitas dan durasi dari penyakit.6Secara morfologi kelainan sel saraf pada neuropati terdapat pada sel-sel Schwan, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada derajat dan lamanya mengidap diabetes serta jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Lesi serabut saraf dapat terjadi dibagian proksimal atau distal, fokal atau difus, mengenai serabut kecil atau besar, mengenai serabut saraf sensorik, motorik atau otonom.Penyebab neuropati perifer sampai sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi diduga bersifat multifaktorial, beberapa teori yang terkait terjadinya neuropati perifer antara lain :-Teori metabolikHiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler. Kelebihan glukosa diubah menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi keduanya akan menyebabkan penurunan mionositol, penurunan aktifitas Na+/K+ - ATPase yang selanjutnya mengganggu transport aksonal sehingga menyebabkan kecepatan hantar saraf tepi menurun.- Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)Teori ini menyebutkan pada penderita neuropati terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemi dan juga berbagai faktor metabolik yang dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endothelial yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.-TeoriNeurotrophic factorNeurotrophic factor(NF) sangat penting untuk system saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi system saraf.Nerve growth factor(NGF) misalnya merupakan protein yang member dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Pada penderita DM,neurotrophic factorjumlahnya berkurang sehingga transport aksonal yang retrograd terganggu.

Pada pasien DM dengan neuropati, terdapat 3 sistem saraf yang bisanya mengalami gangguan,yaitu system saraf sensorik, motorik, dan otonom.-Sistem saraf SensorikSistem saraf sensorik dimulai dengan badan sel di ganglion radiks dorsalis yang mengirim serabut saraf afferent ke perifer menuju organ target bersama serabut saraf motorik dan otonom, dan juga mengirim serabut ke sentral melalui radiks dorsalis yang berakhir di kornu dorsalis medulla spinallis. Serabut saraf sensorik terdiri atas : A-alfa, A-beta, A-delta, dan C dengan sifat dan fungsi yang berbeda-beda.Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Keterlibatan saraf sensorik (neuropati sensorik) menimbulkan berbagai keluhan yang beraneka ragam, seperti rasa kebas-kebas, hiperestesia, rasa proprioseptik, vibrasi. Adakalanya didapati rasa nyeri yang tak tertahankan seperti rasa terbakar terutama di malam hari sehingga pasien tidak dapat tidur,burning feet restless leg syndrome.Dengan adanya neuropati sensorik akan menyebabkan penderita DM kurang atau tidak merasakan berbagai trauma, keadaan ini mempermudah terjadinya lesi. Disamping itu neuropati sendiri menyebabkan perubahan pada tulang (osteolisis diabetic) sehingga timbul deformitas dan menimbulkan titik tekan baru yang dapat menyebabkan ulserasi ataupun gangren.-Sistem saraf MotorikNeuron motorik berasal dari kornu anterior medulla spinalis, terletak di badan selnya. Serabut motorik keluar dari medulla spinalis melalui radiks ventralis dan menginervasi organ target melalui saraf perifer.Gejala motorik dapat terjadi di bagian distal, proksimal, atau kelemahan pada satu tempat. Neuropati ini sering mengenai ujung jari kaki yang menyebabkan atrofi otot-otot telapak kaki selanjutnya terjadi deformitas tapak kaki sehingga memberikan kontribusi terhadap lesi pada kaki. Keterlibatan saraf motorik (neuropati motorik) dapat berupa kelemahan pada otot intrinsik kaki dan terjadi ketidakseimbangan fleksor dengan ekstensor yang menimbulkanintrinsicminum footdan dapat terjadi claw toes, penonjolan kaput metatarsal, pergeseran bantalan kaki metatarsal ke depan.Peninggian tekanan pada daerah ini dapat menimbulkan ulkus. Pada kasus yang berat, otot-otot proksimal dapat terkena terutama otot dorsofleksor sehingga menimbulkandrop foot. Perubahan otot-otot tersebut menyebabkan terjadinya deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mendapat tekanan dari luar. Dijumpai juga reflex tendon menurun, parese, pergerakkan sendi-sendi terganggu.

-Sistem saraf OtonomSistem saraf otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Di perifer, serabut preganglionik meninggalkan medulla spinalis bersinaps di ganglion dan serabut pot ganglion berjalan bersama dengan saraf motorik dan sensorik membentuk saraf perifer.Keterlibatan saraf otonom (neuropati otonom) mengganggu persepsi, perubahan pola berkeringat dan regulasi temperature, kulit kering, bersisik, kakum mudah terjadi pecah-pecah, serta tidak peka terhadap perubahan dan akhirnya mudah terkena infeksi.

Gangguan Pembuluh DarahBentuk aterosklerosis pada penderita DM sama dengan pada non-DM, yang terjadi adalah gangguan keseimbangan gula darah mengakibatkan metabolisme lemak yang terganggu. Perubahan struktur yang terjadi dalam lapisan intima dan media menyebabkan penebalan yang menonjol kearah lumen yang berupa ateromatosis, yang kadang-kadang disertai endapan kapur. Aterosklerosis ini menyebabkan permukaan dalam arteri tidak rata dan licin, yang akhirnya mengundang trombosit dan mediator-mediator inflamasi yang menempel dan membuat lumen arteri semakin sempit, bahkan membentuk trombus dan menyumbat aliran darah. Apabila aliran kolateral tidak cukup untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer maka akan terjadi iskhemik dan kemudian nekrosis. Apabila disebelah distal lesi mengalami luka maka akan terjadi penyembuhan yang terlambat dan akhirnya meluas. Hal ini seringkali disertai dengan saprofit dan membentuk gangren.Kelainan MakrovaskulerBerhubungan dengan aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri besar dan sedang di tungkai bawah dan kaki. Hipertrigliserimia, hiperkolesterolimia (LDL), dan penurunan kadar kolesterol HDL berperan dalam aterogenesis ini. Pada pasien diabetes predileksi terjadinya penyempitan adalah di arteri tibialis dan arteri peronialis antara lutut dan pergelangan kaki. Penurunan suplai oksigen dan nutrisi menyebabkan kaki iskhemik sehingga regenerasi terhambat, kurang kemampuan untuk mempertahankan integritas normal jaringan, lemahnya melawan infeksi.Kelainan MikrovaskularTerdapat abnormalitas pembuluh darah arteriola, kapiler dan venula.a. Terjadi perubahan struktur berupa penebalan membran basal endotel sehingga menurunkan transfer nutrisi melalui dinding sel dan mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai bagian dari proses inflamasi normal. Penebalan ini merupakan konsekuensi dari gangguan toleransi glukosa kronis, glikosilasi nonenzimatik kolagen dan proteoglikan, serta kerentanan genetik.b. Terjadi trombosis kapiler karena pembuluh darah menjadi kaku dan eritrosit sulit untuk lewat karena penebalan membran basal. Akhirnya akan terjadi penutupan pembuluh kapiler sehingga jaringan menjadi iskhemik.c. Terjadi perubahan fungsional pada pasien DM yaitu perubahan dalam aliran darah, timbul arterio-venous shunting akibat denervasi saraf simpatis pada arteriola dan venula

InfeksiMudahnya terjadi infeksi pada penderita KD diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis. Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi yang umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis.

Staphylococcus aureus dan streptokokus-hemolyticus adalah mikroorganisme yang pertama menginfeksi ketika terjadi kerusakan kulit. Ketika luka terjadi dalam proses lama, maka mikroorganisme yang terlibat semakin komplek, pada keadaan ini kuman aerob gram negatif dan anaerob akan berkembang. Bakteri gram negatif, terutama enterobakteriase banyak ditemukan pada pasien dengan infeksi kronik.

2.4 Penilaian Kaki DiabetikDalam menilai kaki diabetik, anamnesis adanya riwayat ulkus dan amputasi sebelumnya diperlukan. Anamnesis juga harus menanyakan adanya gejala neuropati atau gejala yang mengarah kepada penyakit vaskular perifer. Pertanyaan mengenai komplikasi lain dari DM juga harus ditanyakan, seperti gangguan penglihatan.Pada pemeriksaan inspeksi kaki, pemeriksa harus melihat adanya tanda-tanda infeksi atau adanya ulkus pada kaki. Adanya callus atau kelainan kuku harus menjadi catatan bagi pemeriksa. Adanya perbedaan suhu merupakan salah satu tanda adanya penyakit vaskular. Pemeriksa juga harus menilai adanya deformitas pada kaki (claw toe, hammer, charcot foot).Ketika melakukan pemeriksaan kelainan vaskular pada kaki, harus dilakukan palpasi pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior untuk menilai adanya pulsasi atau tidak. Adanya klaudikasi, hilangnya rambut, kulit pucat dan kering menandakan adanya iskemia. Pada pemeriksaan vaskular, pengukuranankle brachial index(ABI)juga dianjurkan untuk melihat adanya sumbatan pada arteri perifer. Pengukuran ABI dilakukan dengan cara mengukur tekanan sistolik pada kaki (arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior) dibandingkan dengan tekanan sistolik pada arteri brachialis. Jika terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap adanya penyakit vaskular, pasien harus dianjurkan untuk melakukan pemeriksaanvascular imaginguntuk melihat adanya kemungkinan terjadinya iskemia.

2.5 Klasifikasi Ulkus Kaki DiabetikJika ditemukan adanya ulkus, maka deskripsi karakteristik ulkus harus mencakup ukuran, kedalaman, tampilan ulkus, dan lokasi. Banyak klasifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan ulkus kaki diabetik. Klasifikasi yang biasa digunakan yaituwagner ulcer classification system, klasifikasi ini dibuat berdasarkan kedalam ulkus dan luasnya jaringan nekrosis. Kelemahan dari sistem klasifikasi ini adalah, sistem ini hanya mengklasifikasi ulkus berdasarkar kedalam dan tampilan ulkus tanpa melihat adanya tanda-tanda iskemia atau infeksi.Klasifikasi lain yang biasa digunakan adalah klasifikasiThe unversity of Texas system.Pada klasifikasi ini dijelaskan mengenai kedalam ulkus serta menjelaskan adanya iskemi dan infeksi.6

Klasifikasi kaki diabetes yang dianjurkan olehInternational Consensus on the Diabetic Foot2003 (klasifikasi PEDIS) adalah:7

Tatalaksana Kaki Diabetik

Pasien dengan infeksi berat (grade 4), luka dalam, dicurigai adanya keterlibatan tulang dan sendi, serta menunjukkan tanda iskemia berat (gangren) harus dirawat inap. Karena pada keadaan ini dibutuhkan banyak tindakan seperti pembedahan ( debridemen, drainase, reseksi tulang atau revaskularisasi), terapi cairan, dan pemantauan gula darah yang ketat (biasanya menggunakan terapi insulin).

Terapi Empiris AntibiotikDrainase infeksi secara invasif menjadi lini pertama dalam penatalaksanaan semua ulkus, terutama jika terdapat abses yang disertai dengan keadaan sindrom kompartemen, nekrosis luas, atau selulitis nekrosis. Hasil darirandomized clinical trialsmenunjukkan bahwa antibiotik sistemik mempunyai makna klinis pada pasien dengan kaki diabetik. Terapi empiris yang diberikan pada pasien dengan kaki diabetik infeksi harus mampu mencakup patogen yang paling umum menyerang dan hal ini harus berdasarkan epidemiologi patogen dari infeksi kaki diabetik.Beratnya infeksi menentukan regimen antibiotik yang diberikan. Pasien dengan infeksi ringan yang sebelumnya belum pernah mendapatkan terapi antibiotik biasanya disebabkan oleh infeksi dari satu atau dua jenis spesies bakteri, sehingga regimen antibiotik yang diberikan harus bisa melawan patogen staphylococcus aureus dan streptococcus spp. Pada kasus infeksi kaki diabetik yang telah lama dan berat membutuhkan antibiotik yang mampu melingkupi bakteri basilus gram negatif, enterococcus spp dan kuman anaerob.

RevaskularisasiPada kasuscritical ischemia,setelah infeksi dapat terkontrol, tindakan revaskularisasi dapat dipertimbangkan. Idealnya tindakan revaskularisasi dilakukan bersamaan dengan tindakan debridemen. Namun, pada beberapa kasus, revaskularisasi dapat dilakukan belakangan, terutama pada kasusdelayed healing.Revaskularisasi pada pasien DM bisa dilakukan secaraconventional open surgeryatau intervensi endovaskular. Teknikopen surgicalseperti endarterektomi dilakukan untuk lesi lokal danbypassperifer pada oklusi yang panjang. Intervensi endovaskular antara lain angioplasti, dengan atau tanpa stenting, dan aterektomi. Intervensi ini memiliki keuntungan yang lebih jika dibandingkan operasi bypass, yaitu dalam hal morbiditas dan mortalitas.

Drainase dan debridemenDrainase dan debridemen adalah dua prosedur bedah yang berbeda namun saling melengkapi. Drainase adalah tindakan melakukan sayatan seluas jaringan phelgmon atau abses. Prosedur pembedahan ini sangat penting khususnya pada infeksi dalam di daerah permukaan plantar kaki, dimana infeksi menyebar melalui selubung tendon dari otot-otot flexor yang terletak di kompartemen antara fasia superfisialis dan arkus kaki. Sehingga jika terjadi iskemia atau jaringan nekrosis pada daerah ini, perlu dilakukan drainase dengan membuka fasia plantaris.Tindakan debridement melibatkan eksisi jaringan nekrosis dan debris sampai jaringan normal muncul, sehingga memungkinkan terjadinya penyembuhan luka dan menghilangkan sumber patogen. Prinsip dari debridement ini adalah membuang jaringan yang mati, sambil menjaga jaringan yang masih layak sebanyak mungkin. Adanya clotted vessels, stringy fascia dan tendon menandakan bahwa jaringan sudah tidak layak dan harus dibuang. Tulang yang lunak berwarna abu-abu menandakan nekrosis dan harus direseksi untuk membersihkannya. Bau adalah indikator yang paling bagus dalam menilai keberhasilan debridement, jika luka post debridement tidak berbau, maka bisa menjadi tanda bahwa debridement berjalan dengan baik.

Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)NPWT adalah terapi adjuvant noninvasif yang menggunakan kontrol tekanan negatif menggunakanVacum assisted closure device (VAC) untuk membantu penyembuhan luka dengan menghilangkan cairan yang dihasilkan dari luka terbuka melaluisealed dressingdan tube yang disambungkan dengan kontainer penampung.8NPWT memberikan tekanan subatmosfer secara intermiten atau terus-terusan dengan tekanan sebesar 50-175 mmHg.9NPWT paling bagus dilakukan pada ulkus pada stage III dan IV dengan inadekuat atau jaringan granulasi yang buruk serta banyak terdapat eksudat. Secara umum, NPWT bisa digunakan pada luka kronik yang ukurannya berkurang tidal lebih dari 30% setelah empat minggu dilakukannya debridement, atau pada luka dengan cairan eksudat yang banyak, yanh tidak bisa ditatalaksana secara efektif hanya dengan mengganti perban.8.9PencegahanPencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula darah ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan mengatur diet penggunaan obat-obatan.-Perawatan ke ahli PodiatriKunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara diniPenilaian faktor resikoDeteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru-Pemeriksaan denyut nadi Evaluasi denyut nadi Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi-Sepatu proteksi Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap cidera, sepatu karet, sepatu yang dalam dan lebar. Modifikasi khusus jika perlu-Mengurangi tekanan Sepatu tempahan Memiliki bantalan yang lembut-Pembedahan profilaksis Memperbaiki deformitas : Hammer toe, Charcots foot Mencegah ulkus berulang-Edukasi Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air hangat. Perawatan kuku Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan mempergunakanPelembab.

DAFTAR PUSTAKA

1.Synder RJ, et al. Consensus recommendations on advancing the standard of care for treating neuropathic foot ulcers ini patients with diabetes. 20102.American Diabetes Association. Consensus development conference diabetic foot wound care. Diabetes care. 1999; 22(8). 1354-9.3.Apelqvist J, bakker K, Hotum W, Schaper N. Practical guidelines on the management and prevention of the diabetic foot. Diabetes Metab Res Rev. 2008; 24(1). 1817.4.Frykberg R, et al. Diabetic foot disorders: Clinical practice guideline (2006 revision). The journal of foot & ankle surgery. 2006; 45(6).5.Mendes JJ, Neves J. Diabetic foot infections: Current diagnosis and treatment. The Journal of Diabetic Foot Complications. 2012; 4(2). 26-456.ClaytonW, Elasy TA. Review of the pathophysiology, classification, and treatment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes. 2009; 27(2). 52-77.Lipsky BA,et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. CID; 2004; 39. 886-903.8.Nain SP, Uppal S, Garg R, Bajaj K, garg S. Role of negative pressure wound therapy in healing of diabetic foot ulcers. Journal of surgical technique and case report. 2011; 3(1). 17-99.Kirby M. Negative pressure wound therapy. The british journal of diabetes and vascular disease. 2007; 7(5). 230-3.