tuli sensorineural
TRANSCRIPT
TULI SENSORINEURAL
Nama : ERWIN SAHAT H. SIREGAR
NIM : 070100093
Supervisor : dr. KIKI MOHAMMAD IQBAL, SpS
ILMU PENYAKIT SARAF
FK USU / RSUP HAM
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr. Kiki
Mohammad Iqbal, Sp.S yang telah memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan
makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran dalam
kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu untuk
melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap agar
laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.
Medan, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2. Tujuan …………………………………………………………………………. 2
1.3. Manfaat …………………………………………………………….................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga ………………………………………………………………. 3
2.2. Fisiologi Pendengaran ……………………………………………………….... 6
2.2. Gangguan Fisiologi Telinga …………………………………………………... 6
2.4. Tuli Sensorineural
2.4.1. Defenisi ……………………………………………………………….... 8
2.4.2. Insidensi ………………………………………………………………... 8
2.4.3. Etiologi ………………………………………………………………..... 9
2.4.4. Patogenesis ……………………………………………………………... 9
2.4.5. Manifestasi Klinik ……………………………………………………… 10
2.4.6. Prosedur Diagnostik ……………………………………………………. 11
2.4.7. Diagnosa Banding …………………………………………………….... 14
2.4.8. Penatalaksanaan ………………………………………........................... 14
2.4.9. Prognosis ……………………………………………………………….. 15
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang1
Banyak hal yang dapat mempengaruhi pendengaran anak-anak dan orang dewasa.
Ketika membahas mengenai kehilangan pendengaran, biasanya kita dilihat dari tiga kategori,
yaitu jenis gangguan pendengaran, derajat gangguan pendengaran, dan konfigurasi gangguan
pendengaran. Pada anak-anak, sangat penting untuk mendiagnosa dan mengobati gangguan
pendengaran sedini mungkin. Hal ini membatasi dampak potensial terhadap pembelajaran
dan pengembangan anak. Gangguan pendengaran dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup
untuk orang dewasa juga. Gangguan pendengaran dapat memiliki dampak pada pekerjaan,
pendidikan, dan kesejahteraan umum.
Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki angka kejadian dua
kali lipat selama 30 tahun terakhir. Data yang diperoleh dari survei federal menggambarkan
prevalensi untuk individu yang berusia tiga tahun atau lebih yang mengalami gangguan
pendengaran, yaitu 13,2 juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta (1991), dan 24,2 juta (1993).
Seorang peneliti independen memperkirakan bahwa 28,6 juta orang Amerika memiliki
gangguan pendengaran pada tahun 2000. Anak-anak yang tuli akan merasa jauh lebih sulit
daripada anak-anak yang memiliki pendengaran normal untuk belajar kosa kata, tata bahasa,
urutan kata, ungkapan idiomatik, dan aspek lain dari komunikasi verbal. Beberapa studi
menunjukkan varians dalam prevalensi bayi baru lahir dengan gangguan pendengaran
bawaan di Amerika Serikat. Perkiraan keseluruhan adalah antara 1 sampai 6 per 1.000 bayi
yang baru lahir. Sebagian besar anak dengan gangguan pendengaran bawaan tunarungu saat
lahir dan berpotensi diidentifikasi oleh skrining pendengaran bayi baru lahir. Namun,
beberapa gangguan pendengaran bawaan mungkin tidak menjadi jelas sampai nanti di masa
kanak-kanak.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan luas
mengenai tuli sensorineural.
1.3. Manfaat
1. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan serta wawasan mengenai tuli
sensorineural.
2. Untuk penulisan makalah yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga2
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan dan
terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari:
a. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea.
b. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, yang terdiri dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus, serta koklea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi darah. Di dalam labirin bagian
membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada
sakus endolimfatikus.
Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran ± 5 x 3 mm
yang memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. Pada dinding lateral terdapat foramen
ovale (fenestra vestibuli) sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada
dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuk spheris yang berisi makulasakuli
dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Pada dinding posterior
terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala
vestibuli koklea.
Kanalis Semisirkularis terdiri dari 3 buah, yaitu superior, posterior, dan lateral yang
membentuk sudut 90° satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, dengan
diameter 0,8 – 1 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada
vestibulum terdapat lima muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior
bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.
Koklea terletak di depan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang ± 30-35
mm. Koklea membentuk 2 ½ - 2 ¾ kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus
yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis. Kemudian serabut saraf ini
berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian
tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan
bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung
perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada
ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala
timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan
membranasea ke arah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran
Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus
koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat
penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ Corti. Duktus
koklearis berhubungan dengan sakulus dengan perantaraan duktus Reuniens.
Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira
12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu
jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia
yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran
tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.
Sakulus dan utrikulus terletak di dalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe.
Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama. Sakulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakularis yang bercabang
menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian
belakang os piramidalis yang disebut sakus endolimfatikus. Pada sakulus terdapat makula
sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.
Telinga dalam mendapatkan darah dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a. serebelli inferior anterior atau dari a. basilaris yang merupakan suatu end artery dan
tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus,
arteri ini bercabang menjadi tiga, yaitu:
a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian macula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus
dan sakulus.
b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
c. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama yaitu vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran
basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena
akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
N. akustikus dan N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan
bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus
terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale.
2.2. Fisiologi Pendengaran3
Telinga melaksanakan dua fungsi yang berbeda: (1) mendengar, yang melibatkan
telinga luar, telinga tengah, dan koklea telinga dalam, dan (2) sensasi keseimbangan, yang
melibatkan apparatus vestibularis telinga dalam. Berlainan dengan fotoreseptor mata, reseptor
telinga terletak di telinga dalam dimana sel-sel rambut di koklea dan apparatus vestibularis
adalah mekanoreseptor.
Pendengaran bergantung pada kemampuan telinga untuk mengubah gelombang suara
di udara menjadi deformasi mekanis sel-sel rambut reseptif yang kemudian mengawali sinyal
listrik. Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah pemampatan (kompresi) molekul udara
bertekanan tinggi berselang-seling dengan daerah-daerah penjarangan molekul udara yang
bertekanan rendah. Nada suara ditentukan oleh frekuensi gelombang dan dan kekerasan
(intensitas) oleh amplitudo gelombang. Gelombang suara disalurkan melalui saluran telinga
luar ke membrana timpani, yang bergetar secara sinkron dengan gelombang suara tersebut.
Tulang-tulang telinga tengah yang menjembatani celah antara membrana timpani dan
telinga dalam memperkuat gerakan membrana timpani dan menyalurkannya ke jendela oval,
yang gerakannya menyebabkan timbulnya gelombang berjalan dalam cairan koklea.
Gelombang ini, yang berfrekuensi sama dengan gelombang suara semula, menyebabkan
membrana basilaris bergetar. Berbagai bagian dari membrana ini secara selekttif bergetar
lebih kuat sebagai respons terhadap frekuensi suara tertentu. Di atas membrana basilaris
terletak sel-sel rambut reseptif organ Corti, yang rambut-rambutnya menekuk saat membrana
basilaris bergerak naik turun dalam kaitannya dengan membrana tektorial yang stasioner
tempat rambut-rambut tersebut terbenam. Deformasi mekanis sel-sel rambut spesifik di
daerah membrana basilaris dengan getaran maksimum itu diubah menjadi sinyal listrik yang
disalurkan ke korteks pendengaran di otak untuk persepsi suara.
2.3. Gangguan Fisiologi Telinga4
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat
tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare seperti aneurisma akan menyebabkan telinga
berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n.fasialis yang disebut korda timpani. Bila
terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani terjepit sehingga timbul
gangguan pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat
dapat merusak stria vaskularis sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli
sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli
campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara disebabkan
oleh kelainan penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat
pendengaran sedangkan tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli
sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah
dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit berlainan, misalnya tumor
nervus VII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
2.4. Tuli Sensorineural
2.4.1. Defenisi
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli
konduktif biasanya disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah.
Tuli sensorineural dibagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.4
Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan pendengaran
yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf yang berjalan dari telinga ke
otak (saraf pendengaran), atau otak.5
2.4.2. Insidensi1
Keterampilan komunikasi adalah pusat kehidupan yang sukses untuk semua orang.
Gangguan komunikasi sangat mempengaruhi pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan
banyak orang. Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki angka
kejadian dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Berdasarkan data yang diperoleh dari survei
federal, didapatkan prevalensi untuk individu yang berusia tiga tahun atau lebih yang
mengalami gangguan pendengaran berkisar 13,2 juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta
(1991), dan 24,2 juta (1993). Seorang peneliti independen memperkirakan bahwa 28,6 juta
orang Amerika memiliki gangguan pendengaran pada tahun 2000. Gangguan pendengaran
sensorineural mendadak ditemukan hanya 10-15% dari jumlah pasien. Insidensi tahunan
gangguan pendengaran sensorineural diperkirakan adalah 5 sampai 20 kasus per 100.000
orang. Paparan dengan kebisingan telah lama dikenal sebagai faktor risiko untuk gangguan
pendengaran Lebih dari 30 juta orang Amerika yang terkena tingkat suara berbahaya secara
teratur.
2.4.3. Etiologi4
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital), labirinitis (oleh
bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal
atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden
deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya.
2.4.4. Patogenesis6
Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal sesuai
dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan
terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut
dapat dirusak oleh tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka
waktu yang lama dan iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat
bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik aminoglikosida dan
agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan terakumulasi di endolimfe.
Hal ini yang menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara
dan tulang. Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan
terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi
menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat
menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini
bias juga disebabkan oleh eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau
korteks auditorik.
Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan berperan dalam
ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi endolimfe yang
abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+
-2Cl- ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga
diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang juga
diekspresikan pada organ lain, berperan dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK
tidak hanya mengakibatkan ketulian, tetapi juga perlambatan repolarisasi miokardium.
Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana ruang
endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel rambut dan
membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang
endolimfe dan perilimfe yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan
serangan tuli dan vertigo.
2.4.5. Manifestasi Klinik7
Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba. Gangguan
pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan kecil dalam berkomunikasi
atau berat seperti ketulian. Kehilangan pendengaran secara cepat dapat memberikan petunjuk
untuk penyebabnya. Jika gangguan pendengaran terjadi secara mendadak, mungkin
disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi darah. Sebuah onset yang tejadi
secara bertahap bias dapat disebabkan oleh penuaan atau tumor.
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi), mungkin
menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan pendengaran
dapat terjadi unilateral atau bilateral. Kehilangan pendengaran unilateral yang paling sering
dikaitkan dengan penyebab konduktif, trauma, dan neuromas akustik. Nyeri di telinga
dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada kanal. Infeksi telinga juga dapat
menyebabkan demam.
2.4.6. Prosedur Diagnostik
A. Ananmesis8
Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan
utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara berdenging
(tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), dan
keluar cairan dari telinga (otore). Perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada
satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat, sudah berapa lama
diderita, riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising,
pemakaian obat ototoksik, pernah menderita penyakit infeksi virus, apakah
gangguan pendengaran ini sudah diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan
bicara dan komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising
atau lebih tenang.
B. Pemeriksaan audiologi khusus9
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan yang
terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik,
dan pemeriksaan audiometri anak.
1. Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar dan kelelahan merupakan
adaptasi abnormal yang merupakan tanda khas tuli retrokoklea. Kedua
fenomena ini dapat dilacak dengan beberapa pemeriksaan khusus, yaitu:
Tes SISI (short increment sensitivity index)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil (samapai 1 dB).
Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua
telinga sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama.
Tes Kelelahan (Tone decay)
Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi kelelahan. Tandanya
adalah tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa.
Audiometri Tutur (Speech audiometri)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan pasien berbicara
dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
Audiometri Bekesy
Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran seseorang
dengan menggunakan grafik.
2. Audiometri objektif
Audiometri Impedans
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan membran timpani
dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
Elektrokokleografi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari evoke
electropotential cochlea.
Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan ini
bermanfaat pada keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan biasa dan untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli
(malingering) atau kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
Otoacoustic Emission/OAE
Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan merefleksikan
fungsi koklea.
3. Pemeriksaan tuli anorganik
Cara Stenger
Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian nada
dijauhkan pada sisi yang sehat.
Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam satu minggu.
Dengan Impedans.
Dengan BERA.
4. Audiologi anak
Free field test
Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respons
terhadap rangsang bunyi yang diberikan.
Audiometri bermain (play audiometry).
BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).
Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions/OAE).
2.4.7. Diagnosa Banding10
Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding tuli sensorineural,
antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia, efek akibat terapi radiasi, trauma
kepala, lupus eritematosus, campak, multiple sclerosis, penyakit gondok, neoplasma kanal
telinga, neuroma, otitis externa, otitis media dengan pembentukan kolesteatoma, ototoxicity,
poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis.
2.4.8. Penatalaksanaan10
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat
distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat bantu
dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi
suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana
dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk mendengarkan.
Tuli sensorineural yang disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu (diabetes,
hipotiroidisme, hiperlipidemia, dan gagal ginjal) atau gangguan autoimun (poliartritis dan
lupus eritematosus) dapat diberikan pengobatan medis sesuai penyakit yang mendasarinya.
Beberapa individu dengan tuli sensorineural yang berat, dapat dipertimbangkan untuk
melakukan implantasi bedah perangkat elektronik di belakang telinga yang disebut implan
koklea yang secara langsung merangsang saraf pendengaran.
2.4.9. Prognosis10
Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural yang berat mungkin dapat
mendengar suara setelah melakukan implantasi koklea. Jika tinitus disebabkan oleh tumor
akustik, otosklerosis, atau kondisi tekanan telinga meningkat dalam hidrolik (sindrom
Meniere), operasi untuk mengangkat lesi atau menyamakan tekanan dapat dilakukan. Tinitus
berkurang atau sembuh sekitar 50% dari kasus yang berat setelah menjalani operasi.
BAB III
KESIMPULAN
Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan pendengaran
yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf yang berjalan dari telinga ke
otak (saraf pendengaran), atau otak. Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea
diperlukan pemeriksaan yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif,
pemeriksaan tuli anorganik, dan pemeriksaan audiometri anak. Tuli sensorineural tidak dapat
diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat distabilkan. Pasien dengan gangguan
pendengaran sensorineural yang berat mungkin dapat mendengar suara setelah melakukan
implantasi koklea.
DAFTAR PUSTAKA
1. ASHA. Hearing Loss. 2011. Accessed on: 11th august 2011. Available from:
http://www.asha.org/public/hearing/Hearing-Loss/.
2. Yunita A. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. 2003. Accessed on: 11 th august 2011.
Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/tht-andrina1.pdf.
3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem; alih bahasa, Brahma U.
Pendit; editor, Beatricia I. Santoso. Ed 2. Jakarta: EGC, 2001. h. 176-189.
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h. 16;22.
5. AARP. Sensorineural deafness. 2009. Accessed on: 11 august 2011. Available from:
https://www.aarphealthcare.com/adamcontent/sensorineuraldeafness?
hlpage=article&loc=table_of_contents_nav#definition.
6. Silbernagl, Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi; alih bahasa, Iwan Setiawan,
Iqbal Mochtar; editor, Titiek Resmisari. Jakarta: EGC, 2006. h. 328.
7. Campen, Angelique. Hearing Loss. 2005. Accessed on: 11th august 2011. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/hearing_loss/page3_em.htm.
8. Soepardi EA, Iskandar. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2008. h. 1-2.
9. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Alviandi W. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h. 23-30.
10. MD Guidelines. Hearing Loss. 2010. Accessed on: 11th august 2011. Available from:
http://www.mdguidelines.com/hearing-loss.