tugas bm topik 15

Upload: ery-corniawati

Post on 29-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas Bm Topik 15

TRANSCRIPT

TUGAS BEDAH MULUT

Oleh:I KOMANG YOGA WIDIANTARA 044/G/10NI PUTU AYU PEBRIYANTINI 045/G/10FITRIA INTIFADA 046/G/10

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR2013PENELITIAN TENTANG PROSES PEMULIHAN DALAM SOKET TULANG ALVEOLAR PADA RAHANG ATAS TIKUS SETELAH PROSES PENYINARAN X-RAY

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menguji bagaimana efek radiasi terhadap proses penyembuhan setelah pencabutan gigi yang cedera. Besar X-RAY yang diberikan sekitar 10 Gy untuk dilakukan pewarnaa pada tikus WISTAR terhadap daerah maksilofasial, dan molar satu rahang atas yang akan dilakukan pencabutan pada seminggu kemudian. Sebagian besar binatang mati pada hari ke 3, 7, dan 14 setelah dilakukan odontektomi, dan hanya beberapa bagian saja yang tersisa pada maksila. Beberapa spesimen diberikan pewarnaan dengan hematoxylin dan eosin, azan, alkalin fosfat dan tartrate resistant acid phosphatase (TRAP) untuk observasi mikroskopis. Rasio dari daerah jaringan tulang untuk soket alveolar (BS/TS) dan jumlah sel positif dari TRAP dievaluasi. Seminggu setelah odontektomy, BS/TS secara signifikan lebih rendah dalam kelompok radiasi daripada kelompok non-radiasi. Pewarnaan alkalin fosfat diamati pada sepanjang tepi tulang pada hari ke-7 dan ke-14 setelah dilakukan odontektomi pada kedua bagian tersebut, tetapi lebih ringan pada kelompok radiasi daripada kelompok non-radiasi. Sel positif TRAP menunjukkan tingkat proteksi pada soket dan margin dari septum tulang alveolar, dan 3 hari setelah odontektomi, jumlah sel positif dalam TRAP secara signifikan lebih besar pada kelompok radiasi dibandingkan dengan kelompok non-radiasi.Kata kunci : soket tulang alveolar. Radiasi X-Ray. Histokimia enzim. PengenalanMeskipun awalnya karsinoma pada rongga mulut dapat diobati dengan terapi obat saja, untuk karsinoma lanjut yang terlokalisir, radioterapi sering dikombinasikan dengan pembedahan untuk mencapai hasil yang optimal. Namun, terapi radiasi juga mengakibatkan resiko tertentu, tergantung pada besarnya radiasi pengion yang diserap oleh jaringan tubuh. Proses penyembuhan pada kerusakan terkadang berhasil, karena jaringan yang sehat termasuk dalam area radiasi serta target lesi.Efek dari radisi terdiri dari osteomielitis, infeksi pada tulang dan sumsun tulang, dan osteoradionekrosis, yang menyebabkan jaringan tulang rapuh dam nekrosis. Rasa nyeri merupakan salah satu gejala. Karena efek dari radiasi tersebut memiliki prognosis yang lebih buruk dari efek radiasi yang melibatkan jaringan lunak, mereka mengajukan suatu penolakan terhadap ahli radiologi dan dokter yang bertugas dalam pengaturan alat-alat klinis. Dalam kedokteran gigi, odontektomi, sebelum atau bahkan beberapa lama setelah paparan radiasi dalam terapi tulang rahang, yang pada akhirnya menghalangi proses penyembuhan setelah pencabutan gigi yang cedera.Beberapa penelitian telah dipublikasikan tentang efek radiasi terhadap rongga mulut, termasuk tulang rahang dan pada pencabutan gigi yang cedera dalam percobaan pada beberapa spesimen hewan. Pada suatu penelitian dengan meggunakan tikus, Frandsen mencabut gigi pada 8 hari setelah dipaparkan dengan X-Ray sebesar 1725R dan 2400R pada rahang hewan dan memperhatikan proses penyembuhan soket secara histologis. Hasil penelitian menunjukkan tertundanya epitelisasi dari alveoli, penurunan jumlah sel-sel dalam jaringan granulasi, penurunan terbentuknya tulang baru, dan resorpsi tulang yang parah. Pada suatu penelitian dengan menggunakan anjing, Sakurai malakukan penelitian tentang perbedaan dalam proses penyembuhan luka setelah pencabutan gigi yang cedera dengan mempertimbangkan apakah gigi akan dicabut hanya setelah paparan sinar X atau 2 minggu setelah paparan. Setelah diamati ternyata resorpsi tulang pada anjing yang giginya telah dicabut 2 minggu setelah radiasi jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok anjing yang giginya dicabut baru saja setelah radiasi, dan tidak ada pembentukan tulang baru yang terdeteksi.Hasil penelitian terbaik yang kami peroleh, belum terdapatnya detail lengkap tentang penelitian enzim- histokimia selain milik kami dimana kondisi setelah pencabutan dalam soket alveolar diperiksa sesuai dengan selang waktu antara radiasi dan odontektomi. Iwata dkk mencabut gigi molar rahang atas pada tikus 24 jam setelah memaparkan rahang mereka dengan X-Ray sebesar 10Gy dan memeriksa soket untuk mununjukkan aktivitas alkalin fosfat ( ALP ) dan tartrate acid-resistant acid phosphatase (TRAP)-sel positif dari waktu ke waktu. Hasil menunjukkan bahwa jumlah dari sel positif TRAP dalam kelompok irradiasi tidak meningkat secara signifikan dibandingkan dengan jumlah dalam kelompok non-radiasi pada beberapa tikus. Meskipun demikian, aktivitas ALP lebih rendah pada hari ke-3 dan ke-7 setelah odontektomi.Dalam penelitian ini, kami meneliti tahap awal proses penyembuhan dari soket alveolar setelah dilakukan pencabutan gigi pada hari ke-7 sesudah paparan sinar X. Kami memeriksa soket alveolar untuk pembentukan tulang baru dan resorpsi tulang setelah odontektomi dan dibandingkan hasilnya dengan penemuan sebelumnya.Bahan dan metodePembahasanTujuh hari setelah paparan pada daerah rahang dari tikus dengan sinar X-Ray, gigi molar pertama rahang atas kiri dari masing-masing tikus dicabut, dan beberapa hewan yang digunakan sebagai spesimen dikorbankan pada hari ke-3. Ke-7,dan ke-14 setelah odontektomi. Rahang atas telah dihilangkan dan disiapkan parafin yang tipis pada bagian sagital dari soket alveolar. Bagian yang diwarnai dengan hematoxylin dan eosin (HE) dan azan serta untuk ALP dan TRAP untuk observasi mikroskopis. Sampel dari tulang rahang pada hari ke-14 setelah odontektomi diperiksa dengan sebuah microfocus X-Ray computed tomography apparatus (ELESCAN, Nittetsu Elex, Tokyo, Japan).Hewan eksperimenSekitar 18 tikus Wistar yang diberikan pewarnaan, semuanya jantan dan berumur 4 minggu, yang dijadikan sebagai spesimen. Hewan-hewan dibagi menjadi 2 kelompok yang sama: kelompok radiasi dan kelompok non-radiasi, dan setiap kelompok selanjutnya dibagi menjadi 3 sub-kelompok, masing-masing terdiri dari tiga tikus. Penelitian dimulai setelah 7 hari dari aklimatisasi. Tikus jepang diberi makan bubuk (Ragi Oriental,Tokyo, Japan) dan memberikan akses untuk memanfaatkan air ad libitum pada seluruh percobaan.Irradiasi/penyinaranTikus-tikus tersebut dibius dengan suntikan pentobarbital sodium (Injeksi Nembulator, Abbot Laboratories, Abbot Park, IL, USA), ditempatkan pada posisi lateral, dan dipertahankan dalam posisi tersebut. Suatu generator X-Ray dengan energi puncak pada 6MV (ML-6M, Mitsubishi Electric, Tokyo, Jepang) yang digunakan. Untuk memastikan standar dosis paparan yang memungkinkan, ukuran lapangan diatur pada 100 x 100m. Perluasan radiasi diperpanjang dari ujung awal ke distal akhir pada molar pertama rahang atas kiri. Pembangunan dicapai dengan 15-mm-tebal papan akrilik. Sinar X-Ray sebesar 10Gy (rata-rata paparan 2.0 Gy/min) yang disampaikan ke target. Odontectomi

M1 pada maksila kiri diekstraksi 7 hari setelah paparan sinar-X. Di bawah anestesi umum, tikus ditempatkan dalam posisi terlentang dan terpapar. Gigi M1 rahang atas sebelah kiri terlebih dahulu diekstraksi secara perlahan dengan probe gigi dan forsep. Perdarahan dihentikan dengan astriksi.Pemeriksaan

Tikus yang dibius mati pada hari ke 3, 7, dan 14 setelah odontektomi, dan tulang rahang bagian atas telah dicabut dan diberikan 4% paraformaldehyde / cacodylate buffer (pH 7,4) selama 24 jam. Untuk mengamati keadaan pembentukan tulang baru di soket alveolar pada hari ke 14 setelah odontektomi, bagian sagital dari soket alveolar di amati dengan Microfocus X-ray computed tomography (CT). Kondisi radiografi adalah potensi tabung 38 kV dan tabung saat 250A. Tomography dilakukan pada kondisi ini umpan balik dengan ketebalan sekitar 100m. Sebanyak 20 gambar diperoleh. Semua spesimen tulang rahang yang mengalami dekalsifikasi dalam asam ethylenediaminetetraacetic 5% selama 30 hari dan kemudian direndam dalam parafin. Sekitar 200 bagian area sagital,ketebalan 4m, dipotong. Bagian itu kemudian diwarnai dengan cairan HE, Azan, ALP, dan noda TRAP untuk pengamatan secara mikroskopis.Situs yang ditunjukkan pada Gambar. 1. Struktur histologis soket alveolar diperiksa pada bagian yang diberikan pewarnaaan HE dan azan. Aktivitas osteoblastik diamati secara tidak langsung pada bagian ALPstained, dan sel-sel osteoklastik diamati pada bagian yang diberikan pewarnaan TRAP. Daerah soket alveolar dan daerah jaringan tulang dalam soket diukur dengan perangkat lunak dalam analisis gambar, dan rasio luas jaringan tulang ke daerah soket alveolar (BS / TS) dihitung. Jumlah sel positif dari TRAP dalam kontak dengan permukaan jaringan osseus dalam soket alveolar dihitung, dengan sel positif TRAP yang didefinisikan sebagai sel multinuclear dengan pewarnaan merah dan menunjukkan pada perbandingan Howship tersebut. Hanya sel-sel positif dalam TRAP dengan kedalaman 1mm dari margin jaringan tulang yang dihitung. Penemuan untuk kelompok radiasi dan non-radiasi dibandingkan dan dinilai berdasarkan t-test yang dilakukan oleh mahasiswa.HasilGambar oleh pewarnaan HE dan AzanKelompok Non-radiasi

Tiga hari setelah odontektomi, lapisan kortikal dalam soket alveolar sepenuhnya ditutupi dengan gumpalan darah, dan infiltrasi oleh sejumlah besar sel-sel inflamasi terlihat di bagian bawah lapisan kortikal. Dibentuknya kembali interalveolar septa, dan soket dipenuhi dengan jaringan granulasi. Jaringan granulasi di dasar soket adalah padat dengan fibroblas dan pembuluh darah kecil, tetapi tidak ada tulang baru yang terdeteksi (Gambar 2a).

Tujuh hari setelah odontektomi, ada infiltrasi yang sedikit oleh sel-sel inflamasi, dan tulang baru mencapai sekitar jarak twothirds dari dasar soket ke bagian atas dinding soket. Osteoblas banyak terlihat membentuk baris di sepanjang tepi tulang alveolar (Gambar 2c). Di area luar dari soket alveolar, pembentukan jaringan granulasi yang dominan dan serabut-serabut dari jaringan fibrosa yang terlihat.(Gambar 3a).Empat belas hari setelah odontectomy, soket sebagian besar ditutupi oleh tulang baru, yang sekarang hampir seluruhnya menjadi jaringan tulang mature yang identik dengan tulang yang sudah ada sebelumnya (Gambar 2e).

Kelompok radiasi

Tiga hari setelah odontektomi, hiperplasi dari jaringan granulasi terlihat pada dasar soket. Infiltrasi oleh sel inflamasi lebih ditandai dalam subkelompok ini daripada dalam subkelompok non-radiasi dengan cara yang sama, namun tidak ada bukti pembentukan tulang baru (Gambar 2b). Tujuh hari setelah odontectomy, septa interalveolar itu sebagian besar diresorpsi, dan soket dipenuhi oleh jaringan granulasi. Ada sedikit fibroblas dalam jaringan granulasi di dasar soket dibandingkan dengan cara yang sama.

Gambar. 2a-f. HE-bagian bernoda.Tiga hari setelah odontectomy pada kelompok non-radiasi. Sebagian besar sel inflamasi terlihat di bagian bawah lapisan kortikal. b Tiga hari setelah odontectomy pada kelompok radiasi. Adanya infiltrasi yang ditandai oleh sel inflamasi dibandingkan dengan kelompok non-radiasi. c Tujuh hari setelah odontektomi pada kelompok non-radiasi. Infiltrasi oleh sel inflamasi sedikit yang terlihat, dan tulang baru telah meningkat sekitar dua-pertiga dari dasar sampai dinding soket dari dasarnya. d Tujuh hari setelah odontektomi pada kelompok radiasi. interalveolar septa sebagian besar telah diserap, dan soket penuh dengan jaringan granulasi. e Empat belas hari setelah odontektomi pada kelompok non-radiasi. Soket ditempati oleh tulang baru, yang sekarang menjadi jaringan tulang mature. Empat belas hari setelah odontetomi pada kelompok radiasi. Tulang baru dalam soket alveolar hanya menempati sepertiga jarak dari dasar soket, dan tulang baru tipis. Bar, a-f 0.2mm

Gambar. 3a, b. Pewarnaan Azanbagian. a Tujuh hari setelah odontektomi pada kelompok non-radiasi. Pembentukanjaringan granulasi lebih banyak, dan kumpulan dari jaringan fibrosa terlihat.b Tujuh hari setelah odontektomi pada kelompok radiasi. Ada sedikit fibroblas dalam jaringan granulasi di dasar soket, danperkembangan serat yang sedikit.Bar, a, b 0.2mmGambar. 4. Waktu proses rasio jaringan tulang ke daerah soket alveolar (BS / TS). Pada 7 hari, Pada tingkat kelompok radiasi secara signifikan lebih rendah dibanding pada daerah kelompok non-radiasi (P _ 0,05)

subkelompok non-radiasi, dan perkembangan serat yang sedikit (Gambar 3b). Infiltrasi oleh sel inflamasi masih diamati, tetapi tidak ada osteogenesis yang terdeteksi (Gambar 2d).Empat belas hari setelah odontektomi, tulang baru dalam soket alveolar telah mencapai sekitar sepertiga dari jarak ke soket dari dasar, dan tulang baru yang tipis (Gambar 2f).BS / TSBS / TS pada kelompok non-radiasi adalah 32,8% _ 6,7% ,3 hari setelah odontektomi, 45,1% _ 2,3% setelah 7 hari, dan 52,1% _ 7,3% setelah 14 hari. Pada kelompok radiasi, sekitar 29,2% _ 2,5%, 3 hari setelah odontektomi, 31,2% _ 3,1% setelah 7 hari, dan 43,5% _ 6,4% setelah 14 hari (Gambar 4). Pada hari ke 7, BS / TS pada kelompok radiasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan pada kelompok non-radiasi (P _ 0,05). Pewarnaan dengan ALPKelompok Non-radiasi. Pada 3 hari setelah odontektomi, tidak ada pewarnaan ALP yang diamatidalam soket alveolar. Pada 7 dan 14 hari, pewarnaan terlihat

pada sepanjang tepi soket alveolar, dan daerah reaksi lebih luas pada 7 hari dibandingkan pada 14 hari (Gambar 5a, b). Kelompok radiasi tiga hari setelah odontektomi, tidak ada pewarnaan ALP yang diamati. Pada 7 hari, pewarnaan terlihat di sekitar tepi soket, tapi daerah pewarnaan lebih kecil dibandingkan pada kelompok non-radiasi. Pada 14 hari, pewarnaan terlihat pada sepanjang tepi tulang, tapi itu lebih rapuh dibanding pada kelompok non-radiasi (Gambar 5c, d).

Pewarnaan TRAPKelompok Non-radiasiTiga hari setelah odontektomi,sel-positif pada TRAP terlihat terutama pada dasar soket dan di daerah septum dari tulang alveolar (Gbr. 6a). Pada 7 dan 14 hari, sel-positif dari TRAP diamati sepanjang tepi tulang.

Kelompok RadiasiTiga hari setelah odontektomi,sel-positif dari TRAP diamati pada lantai soket, di daerah septum, dan sepanjang tepi soket alveolar (Gbr. 6b). Pada 7 dan14 hari, sel-sel positif juga diamati di sepanjang tepi tulang, sama seperti pada kelompok non-radiasi. Tidak ada perbedaan pada lokalisasi sel positif yang diamati diantara kelompok radiasi dan kelompok non-radiasi.

Jumlah sel positifPada kelompok non-radiasi, jumlah sel positif adalah 2,6 _ 0,9 sel, 3 hari setelah odontektomi, 2,7 _ 0,5 sel, setelah 7 hari, dan 1,2 _ 0,5 sel setelah 14 hari. Dalamkelompok radiasi, jumlah sel tersebut sekitar 4,8 _ 0,5 sel pada 3 hari, dan secara signifikan lebih tinggi daripada di subkelompok non-radiasi dengan cara yang sama (P _ 0,05). Pada 7 hari, jumlah itu 3,1 _ 0,5 sel, dan pada 14 hari,sekitar 2,4 _ 0,7 sel (Gbr. 7).

Gambar. 5a-d. Pewarnaan Alkaline Phosphatase (ALP) .Bagian a. Tujuh hari setelah odontectomy pada kelompok non-radiasi. b Empat belas hari setelah odontektomi pada kelompok non-radiasi. Pewarnaan ALP terlihat di sepanjang tepi soket alveolar. Daerah yang diberikan pewarnaan lebih lebar pada 7 hari dari pada 14 hari. c Tujuh hari setelah odontektomi pada kelompok radiasi. d Empat belas hari setelah odontektomi pada kelompok radiasi. Pewarnaan ALP terlihat di sepanjang tepi tulang, tetapi lebih rapuh dibandingkan pada kelompok non-radiasi. Bar, a-d 0.2mm

Gambar. 6a, b. Tartrat tahan asampewarnaan fosfatase (TRAP). a Tiga hari setelah odontektomi pada kelompok non-radiasi. Sel positif TRAP tampak jelas terutama di dasar soket dan di daerah septum dari tulang alveolar. b Tiga hari setelah odontektomi pada kelompok radiasi. Tidak ada perbedaan di lokalisasi sel positif yang terlihat diantara kelompok. Bar, a, b 0.1mmMicro tomografi komputer kelompok pencitraan Non-radiasi. Dalam soket alveolar postextraction, osteogenesis terlihat di daerah septal dan di dasar soket. (Gbr. 8a).Pembentukan tulang baru dalam soket alveolar, tetapi jumlah tulang lebih sedikit dibandingkan pada kelompok non-radiasi (Gambar 8b).

Gambar. 7. Waktu proses pada jumlah sel-sel positif dari TRAP dalam soket alveolar. Pada kelompok radiasi, jumlahnya sekitar 4,8 sel pada 3 hari, yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok non-radiasi dengan cara yang sama(P _ 0,05)Diskusi Penelitian radiasi cedera rahang telah dilaporkan oleh banyak peneliti, termasuk Kusukawa dkk. Dampak buruk radiasi yang dijelaskan oleh peneliti adalah beragam dan termasuk adanya efek langsung pada sel-sel tulang, angiopati dalam area yg disinari, infeksi sekunder untuk efek pada kelenjar ludah, mukosa mulut, dan jaringan periodontal, dan eksaserbasi luka trauma di oklusal gigi dan luka sehabis pencabutan.Fujishita melakukan penelitian klinis pada efek sisa radioterapi digunakan untuk mengobati pasien kanker mulut dan melaporkan bahwa odontectomy setelah penyinaran dapat menyebabkan osteitis radiasi. Dalam studi lain, pada tikus laboratorium, ia menemukan bahwa osteitis radiasi terjadi lebih sering pada kelompok odontectomy pasca radiasi dibandingkan kelompok sebelum odontectomy. Dalam penelitian eksperimental mereka pada tikus, Iwata dkk memindahkan gigi 24 jam setelah mengekspos daerah rahang dari hewan ke X-ray, dan mereka dengan hati-hati mengamati proses penyembuhan luka pencabutan gigi. Hasil menunjukkan hipoplasia dari jaringan granulasi, epitelisasi tertunda, distrofi pada tulang, dan, terutama, resorpsi tulang yang ditandai dalam penyinaran 10 - Gy. Mereka menyarankan bahwa penemuan yang tidak normal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan keterlambatan dalam proses penyembuhan luka pencabutan gigi. Semua studi ini menunjukkan bahwa odontectomy pasca radiasi merugikan proses penyembuhan soket alveolar dan bisa memicu osteoradionekrosis.Osteoradionekrosis kadang-kadang terlihat ketika gejala klinis gigi yang dicabut segera atau lama setelah penyinaran. Namun, belum ada penelitian histokimia yang memeriksa perbedaan dalam terjadinya gejala sisa radiasi sesuai dengan interval antara penyinaran dan odontectomy di laboratorium hewan.Tidak ada metode sederhana untuk mengkonversi satu minggu kehidupan tikus ke waktu seperti yang dialami oleh manusia. Hal ini dapat diperkirakan, namun, menurut Matsuoka's persamaan konversi, bahwa ini setara dengan tiga tahun bagi manusia. William telah menyarankan masa tunggu, tergantung pada dosis penyinaran, antara selesainya iradiasi dan prosedur bedah. Dia merekomendasikan 3-15 hari untuk dosis 10-20 Gy dan 5-7 minggu untuk dosis 50-60Gy. Dalam penelitian ini, kami menjelajahi perubahan odontectomy pada kelompok penyinaran. Tulang baru terbentuk di soket alveolar, tetapi jumlah tulang kurang dari pada kelompok non-iradiasi postextraction alveolar soket pada tikus yang giginya diekstraksi 1 minggu setelah iradiasi dan dibandingkan hasil kami dengan orang-orang dari studi oleh Iwata. Tikus-tikus yang digunakan adalah dari strain yang sama, jenis kelamin dan usia, namun gigi yang diekstraksi 24 jam setelah penyinaran. Hal ini memungkinkan untuk menilai efek radiasi pada proses penyembuhan luka sesuai panjang periode pasca radiasi.Banyak penelitian telah dilakukan pada penyembuhan luka pencabutan gigi dalam soket alveolar yang sehat pada tikus. Pada kelompok yang tidak diberi penyinaran dari penelitian, penyerapan aktif tulang alveolar septum oleh osteoklas diobservasi selama 3 hari setelah odontectomy, sebelum tulang baru terbentuk. Jaringan granulasi dan fibroblast dengan banyak pembuluh darah menit muncul di dasar soket, 3 hari setelah odontectomy, dan 7 hari setelah odontectomy, terjadi pembentukan tulang baru oleh osteoblas. Empat belas hari setelah odontectomy, pencitraan dengan mikro CT mengungkapkan bahwa soket alveolar hampir sepenuhnya diisi dengan tulang baru. Pada kelompok yang tidak disinari , penghancuran tulang oleh osteoklas dimulai di daerah septum dari tulang alveolar relatif awal pada periode pasca operasi. Dalam pandangan kami, resorpsi tulang awal merupakan langkah penting dalam proses penyembuhan dari soket pasca pencabutan.Dalam sebuah penelitian pada proses penyembuhan luka odontectomy yang terjadi setelah penyinaran, Frandsen menemukan bahwa radio-osteomyelitis disebabkan oleh penurunan komponen seluler dalam jaringan granulasi, keterlambatan dalam pembentukan epitel, penurunan pembentukan tulang baru, dan ditandai dengan resorpsi tulang . Iwata dkk, Horn dkk dan Lizuka juga melaporkan keterlambatan dalam pembentukan tulang baru karena tertundanya penyerapan dari pembekuan darah dan adanya penurunan dari fibroblast dan sel-sel tulang.Temuan dalam studi ini pada dasarnya sama dengan yang dijelaskan di atas. Penyembuhan luka pada saat pasca pencabutan, soket cenderung untuk mengambil lebih banyak waktu pada kelompok yang disinari dan pembentukan jaringan granulasi yang kurang , berkurangnya jumlah fibroblas, dan fibrous hipoplasia diamati. Segera setelah odontectomy, resorpsi tulang oleh sejumlah besar osteoklas diamati pada tulang alveolar septum, dan berkurangnya pembentukan tulang baru di bagian bawah soket alveolar.Iwata dkk melaporkan bahwa pembentukan tulang baru pada soket postextraction dalam kelompok penyinaran pada 45.5% 7.9% dalam7 hari dan 56.9% 2.0% dalam14 hari. Rasio dalam penelitian ini, lebih rendah, 29.2% 2.5% dan 43.5% 6,4%, masing-masing. Ini menunjukkan bahwa efek dari radiasi pada proses penyembuhan luka soket postextraction lebih besar ketika menghilangkan gigi 7 hari setelah paparan sinar-X daripada setelah 24 jam. Hal ini mungkin karena efek radiasi pada pembentukan pembuluh darah baru di rahang sangat besar.Hal ini juga diketahui bahwa vaskularisasi adalah kompleks pheno-Menon melibatkan penghancuran sel-sel basal pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya dengan protease, tunas dan migrasi sel endotel vaskular, divisi dan proliferasi sel endotel vaskular, dan luminal perbaikan dan pembentukan pleksus vasculosus oleh endotelium vaskular.Qi dkk terkena pembuluh darah dari aurikel kelinci dengan dosis 20-Gy X-ray dan melaporkan bahwa endotelium menjadi disfungsional 7 hari kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa ketika menghilangkan gigi setelah penyinaran, bahkan pada dosis yang tidak mengakibatkan osteonekrosis, radiasi gangguan metabolisme dalam jaringan lokal dapat menjadi faktor utama dalam menghambat penyembuhan luka dalam soket postextraction alveolar.Alkalin fosfatase (ALP) adalah hidrolase yang optimal dengan pH yang terletak pada kisaran 7,5-10,0. Pada tulang, sangat aktif dalam melakukan perbaikan osteoblast substrat, dan aktivitas yang kuat terlihat pada osteoblas aktif terlibat dalam perbaikan substrat serta sebelum mengalami kalsifikasi dalam tulang. Tidak ada pewarnaan ALP terdeteksi pada kelompok yang tidak dilakukan penyinaran 3 hari setelah odontectomy, tapi pada 7 hari dan 14 hari pewarnaan terlihat di sepanjang tepi tulang alveolar. Pewarnaan di marjin tulang lebih lemah pada kelompok penyinaran dibandingkan kelompok yang tidak dilakukan penyinaran, dan aktivitas ALP di soket alveolar menurun setelah penyinaran. Hasil secara umum dalam persetujuannya dengan yang sebelumnya dilaporkan oleh Iwata dkk.TRAP adalah enzim yang digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi osteoklas. Iwata dkk menemukan bahwa jumlah sel TRAP positif dalam kelompok terkena dosis X-ray 10 Gy cenderung lebih besar segera setelah odontectomy dibanding kelompokyang tidak mengalami penyinaran, walaupun perbedaan itu tidak signifikan. Dalam penelitian ini, jumlah sel TRAP-positif 3 hari setelah odontectomy secara signifikan lebih besar pada kelompok penyinaran dibandingkan pada kelompok yang tidak terkena penyinaran, membawa kita untuk menyimpulkan bahwa resorpsi tulang yang berlebihan sedang berlangsung.Dalam beberapa penelitian yang membandingkan efek radiasi pada osteoblas dan osteoklas, osteoblas yang ditemukan lebih rentan terhadap radiasi. Penyinaran rahang menghancurkan komponen osteoblast dan menghambat fungsi osteoblast yang mengakibatkan peningkatan jumlah osteoklas.Selain efek radiasi pada vaskularisasi yang disebutkan di atas, odontectomy 7 hari setelah paparan sinar-X lebih merusak terhadap resorpsi tulang dan pembentukan tulang dibandingkan odontectomy 24 jam setelah paparan sinar-X. Kami berpikir bahwa semua efek gabungan menyebabkan kelainan pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi.pewarnaan ALP dalam percobaan kami tidak ditemukan adanya perbedaan efek radiasi antara odontectomy 7 hari setelah terpapar dosis X-ray10 Gy dan odontectomy segera setelah penyinaran, namun proses penyembuhan diterima pada kelompok penyinaran dibandingkan dengan kelompok yang tidak terkena penyinaran.Hasil dari penelitian eksperimental menegaskan bahwa efek radiasi yang lebih berbahaya bila odontectomy dilakukan lama setelah paparan sinar-X daripada ketika itu dilakukan tak lama setelah penyinaran. Oleh karena itu, ahli bedah perlu diingat bahwa efek buruk dari penyinaran tulang dapat bertahan pada pasien mereka untuk waktu yang relatif lama. Pada saat yang sama, pengurangan ukuran bidang dan pemahaman yang lebih baik gejala sisa radiasi adalah kunci untuk mengurangi cedera pada jaringan sehat.